• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

4.1 Letak dan Luas

Secara administrasi pemerintahan, kawasan Cagar Alam Kamojang (CAK) terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Menurut administrasi pengelolaan, kawasan ini termasuk ke dalam wilayah kerja Seksi KSDA Garut, Balai Besar KSDA Jawa Barat. Di kawasan ini, terdapat dua tipe kawasan konservasi yaitu Cagar Alam Kamojang dan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang yang terletak hampir di tengah-tengah kawasan Cagar Alam Kawah Kamojang. Batas-batas kawasan Cagar Alam Kamojang sebagai berikut (Anonim 2005):

 Sebelah Utara : Kecamatan Paseh dan Ibun, Kabupaten Bandung  Sebelah Barat : Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung

 Sebelah Timur : Kecamatan Leles dan Tarogong, Kabupaten Garut  Sebelah Selatan : Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 110/Kpts-II/90 tanggal 14 Maret 1990 ditetapkan luas Cagar Alam Kamojang adalah 7.805 Ha. Pada tahun 1994, luas kawasan bertambah 12,196 Ha sebagai lahan kompensasi dengan dasar Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 433/Kpts-II/94 sehingga luas total kawasan cagar alam menjadi 7817,196 Ha dan luas taman wisata alam 481 Ha. Pada tahun 2004 terjadi penambahan fungsi cagar alam di Blok Guntur sehingga terjadi pengurangan luas Cagar Alam Kamojang seluas 500 Ha untuk hutan lindung dan ± 25 Ha untuk Taman Wisata Alam (TWA) Cipaniis sehingga luas total kawasan menjadi 7067,196 Ha. Penetapan kawasan cagar alam didasarkan pada gejala alam yang unik berupa peristiwa vulkanologi dengan munculnya kawah kecil di daerah kaldera Kamojang (Anonim 2005).

4.2 Kondisi Fisik dan Biologis Kawasan 4.2.1 Topografi dan tanah

Kawasan Cagar Alam Kamojang berada pada ketinggian antara 1.650 – 2.610 mdpl. Topografi kawasan pada umumnya berbukit landai dengan

(2)

kelerengan lapang yang terjal, miring dan bergelombang. Sudut kemiringan bervariasi diantara 20% - 40%. Hasil peta tanah eksploitasi Balai Penyelidikan tahun 1960 menyatakan jenis batuan pembentuk tanah Cagar Alam Kamojang adalah aluvial dari endapan sungai. Jenis tanah yang terdapat di kawasan ini terdiri dari andosol umbrik dan andosol vitrik dengan struktur gumpal bersudut, pH masam sampai agak masam (3-6), kejenuhan basa rendah dan berkembang dari tufa volkan (Anonim 2005).

4.2.2 Iklim dan hidrologi

Wilayah Kamojang merupakan daerah pegunungan yang dicirikan oleh kondisi iklim khas pegunungan. Wilayah Kamojang memiliki suhu udara maksimum sebesar 26,8°C pada bulan September sedangkan kondisi terendah terjadi pada bulan Desember. Suhu udara minimum terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 5,4°C dan tertinggi pada bulan Desember sebesar 10,7°C. Kelembaban relatif (RH) wilayah Kamojang termasuk tinggi yaitu sebesar 82-94%, sehingga lama penyinaran hanya 33 - 64% dalam sehari. Sepertiga hingga dua per tiga hari sering terjadi kabut atau hujan teutama pada bulan November dan Januari (Anonim 2005).

Cagar Alam Kamojang secara hidrologis terletak di daerah hulu dari daerah aliran sungai (DAS) besar di Jawa Barat yaitu Sungai Citarum di bagian barat-utara dan Sungai Cimanuk di bagian selatan. Masing-masing hulu DAS tersebut membentuk sub DAS dan yang terletak di Cagar Alam Kamojang diantaranya sungai Cikaro, Ciharus dan Ciwelirang.

4.2.3 Flora dan fauna

Ekosistem Cagar Alam Kamojang dapat dibedakan menjadi ekosistem terestrial dan ekosistem akuatik. Ekosistem terestrial terdiri dari ekosistem hutan cagar alam dan ekosistem hutan lindung, sedangkan ekosistem akuatik terdiri dari ekosistem danau Ciharus dan danau Cibeureum. Secara umum kondisi vegetasi yang terdapat di Cagar Alam Kamojang didominasi oleh famili Juglandaceae, Theaceae, Lauraceae dan Fagaceae. Komposisi vegetasi yang terdapat di dalam kawasan berupa kihujan (Engelhardia spicata), puspa (Schima wallichii), saninten (Castanopsis argentea), pasang (Quercus lutea), Lauratus nobilis dan Litsea

(3)

cubeba. Hasil analisis vegetasi yang dilaksanakan di Cagar Alam dan Taman

Wisata Alam Kamojang diperoleh dominansi dan keanekaragaman spesies pada tiap tingkat pertumbuhan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2 Dominansi dan nilai keanekaragaman spesies pada setiap tingkat pertumbuhan

No. Tingkat Pertumbuhan Spesies tumbuhan INP (%) H’

1 Pohon Engelhardia spicata 30,94 1,144

Schima wallichii 29,44

Sloanea sigun 25,04

2 Tiang Litsea javanica 81,56 1,183

Villebruinea rubescens 37,66

Engelhardia spicata 18,95

3 Pancang Plectronia glabia 43,38 1,274

Pterocarpus indicus 33,33 Litsea javanica 32,67 4 Semai/tumbuhan bawah Ageratina riparia 50,54 1,293 Dicksonia sp. 29,04 Achasma coccineum 28,53 Sumber: Anonim (2005)

Spesies satwa liar yang terdapat di Cagar Alam Kamojang antara lain walik (Treron grisscipilla), kadanca (Ducula sp), walet (Collocalia vulconorum), saeran gunung (Dicrurus macocarpus), ayam hutan (Gallus g. speciosa), lutung (Presbytis Pyrrhus), musang (Paradoxurus hermaproditus), babi (Sus scrofa), kijang (Muntiacus muntjak), landak (Hystrix sp), monyet ekor panjang (Macaca

fascicularis), surili (Presbytis comata), kancil (Tragulus javanicus), kucing hutan

(Felis bengalensis), bajing (Callociurus notatus), macan tutul (Panthera pardus), ular sanca (Phyton sp), Trenggiling (Manis javanica), londok (Callotes notatus) dan kodok buduk (Bufo melanoticus).

Diantara spesies satwa liar yang ditemukan di wilayah CA Kamojang terdapat 27 spesies satwa dilindungi yang terdiri dari 11 spesies mamalia, 14 spesies burung dan 2 spesies reptil. Selain itu, Cagar Alam Kamojang memiliki satwa endemik yaitu owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), wergan jawa (Alcippe pyrroptera) dan cekakak jawa (Halcyon cyanoventris) yang penyebarannya hanya terbatas di Pulau Jawa.

(4)

4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk di Sekitar Kawasan

Masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Kamojang meliputi desa-desa di wilayah Kecamatan Ibun, Kecamatan Paseh, Kecamatan Pacet yang berada di Kabupaten Bandung dan Kecamatan Tarogong Kaler, Kecamatan Pasir Wangi serta Kecamatan Leles yang berada di Kabupaten Garut. Anonim (2005) menyatakan jumlah penduduk yang berada di sekitar kawasan cagar alam sekitar ± 168.548 jiwa dan tersebar di wilayah Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung. Sebagian besar mata pencaharian penduduk di wilayah tersebut sebagai petani dan buruh tani. Mata pencaharian warga di sekitar kawasan cagar alam berupa pedagang, buruh bangunan dan pegawai negeri sipil.

Penggunaan lahan yang berada di sekitar kawasan cagar alam sebagian besar masih berupa hutan lindung. Lahan di sekitar kawasan pun digunakan untuk hutan produksi terbatas, hutan dapat dikonversi, sawah irigasi, sawah tadah hujan, ladang, perkebunan dan pemukiman. Keberadaan lahan hutan yang telah ada sejak dahulu mulai terganggu akibat konversi lahan menjadi lahan pertanian.

4.4 Pemanfaatan Sumberdaya Panas Bumi di CA/TWA Kamojang

Ladang panas bumi Kamojang merupakan salah satu daerah kerja Pertamina Unit EP III yang berlokasi di daerah Jawa Barat. Daerah potensial panas bumi Kamojang memiliki luas wilayah ± 21 Km2. Kaldera Kamojang merupakan wilayah vulkanis yang berada di dalam gugusan Gunung Guntur dan Masigit. Pada tanggal 29 Januari 1983, daerah panas bumi Kamojang diresmikan oleh Direktur Eksplorasi dan Produksi Pertamina menjadi Lapangan Panas Bumi Kamojang sebagai lapangan produksi panas bumi pertama dan dimulainya era pemanfaatan panas bumi di Indonesia. Ladang panas bumi Kamojang dikelola oleh PT. Pertamina Area Geothermal sebagai unit bisnis dari Pertamina Direktorat Hulu yang memproduksi dan mendistribusi uap ke konsumen yaitu Perusahaan Listrik Negara (Indonesian Power) sebagai single buyer.

Area produksi panas bumi kamojang yang memiliki luas daerah potensial sebesar 21 Km2 meliputi kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang. Untuk mengoptimalkan produksi panas bumi dari kawah Kamojang, maka pihak pertamina mengajukan izin pemanfaatan pada kawasan konservasi

(5)

tersebut melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.022/Kpts – II/84 tentang Ijin Penggunaan Sebagian Cagar Alam Kamojang Untuk Kegiatan Eksplorasi dan Produksi Panas Bumi Oleh Pertamina unit EP III. Ketetapan tersebut memutuskan untuk memberikan izin kegiatan eksplorasi dan produksi panas bumi di dalam Cagar Alam Kamojang selama lima belas tahun dengan status pinjam pakai dan dapat diperpanjang kembali selama PT. Pertamina melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Pada tahun 1996, Pertamina mengajukan kembali pemanfaatan kawasan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang seluas ± 12 Ha melalui Surat No.1141/Kwl – 6/1995 dan disetujui oleh Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 341/Menhut – VII/1996 dengan status pinjam pakai selama 20 tahun dan diadakan evaluasi paling sedikit setiap lima tahun sekali (Anonim 2005).

4.5 Permasalahan Kawasan

Beberapa permasalahan yang terdapat di kawasan Cagar Alam Kamojang baik yang berasal dari faktor eksternal maupun internal yaitu (Anonim 2005):

a. Adanya Perambahan areal hutan untuk pertanian kemudian ditinggalkan oleh penggarap (sistem pertanian ladang berpindah) sehingga menyebabkan areal hutan terbuka dan menyebabkan fungsi kawasan berkurang.

b. Kesadaran masyarakat di sekitar kawasan terhadap lingkungan masih rendah. Hal ini dilatarbelakangi juga oleh rata-rata tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah dan ketergantungan terhadap sumberdaya alam di sekitar kawasan cukup tinggi.

c. Perambahan dan kebakaran hutan akibat krisis moneter dan tidak teralokasinya masyarakat untuk ikut serta dalam program tumpangsari di lahan hutan produksi. Tingkat perambahan paling tinggi terjadi di tepi kawasan terutama di sekitar Blok Cihijo.

d. Pencurian kayu terjadi di daerah berhutan lebat kawasan Cagar Alam Kamojang. Kayu-kayu yang menjadi sasaran pencurian diantaranya saninten (Castanopsis argentea), rasamala (Altingia excelsa), kibeureum (Toona sureni), puspa (Schima wallichii), tebe (Sloanea sigun).

Gambar

Tabel 2  Dominansi  dan  nilai  keanekaragaman  spesies  pada  setiap  tingkat  pertumbuhan

Referensi

Dokumen terkait

aplikasi  daminozide,   paklobutrazol,    dan    chlormequat   tidak  berpengaruh  nyata  

Pengaruh yang positif bagi Pekon Kuala Stabas ini diantaranya sejak adanya destinasi wisata di Pekon ini membuat nama Kampung yang berada di Tengah- tengah

Respon antibodi ayam yang diinjeksi dengan vaksin pasteurellosis bivalen galur impor dan isolat lokal dan polivalen terhadap antigen ekstrak sel BCC 2331 Respon antibodi

pohon; yang didorong oleh faktor ekonomi seperti kebutuhan konsumsi dan untuk persediaan kayu untuk kebutuhan di masa mendatang, perasaan puas terhadap usaha perkayuan sekarang

Fan , “Equivalence of weak convergence and endograph metric convergence for fuzzy number spaces”, Fuzzy logic, soft computing and computational intelligence, 11th international

Suoran häiriön lisäksi geomorfologinen häiriö vaikuttaa kasvillisuuteen myös stressinä muiden ympäristömuuttujien kautta tai parantamalla resurssien saatavuutta,

Penerapan model pembelajaran terpadu bentuk jaring laba-laba ( spider webbed) untuk meningkatkan hasil belajar siswakelas i pada tema “lingkungan”.. Universitas Pendidikan Indonesia

Both iron nails that are coiled with different metal strips are placed into separate