BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 mengamanatkan
bahwa pelayanan Kesehatan merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia,
yaitu sebagaimana yang tercantum dalam pasal 28 H ayat (1) :“setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat
lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”. Dengan amanat tersebut maka pemerintah wajib melayani setiap
warga Negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kepentingan publik harus dilaksanakan oleh pemerintah sebagai
penyelenggara Negara dengan melalui berbagai sektor pelayanan, terutama yang
menyangkut pemenuhan hak hak sipil dan kebutuhan dasar masyarakat dengan
kata lain seluruh kepentingan yang menyangkut kepentingan hidup orang
banyak terutama dibidang kesehatan. Pelayanan di bidang kesehatan merupakan
salah satu bentuk pelayanan yang paling banyak di butuhkan oleh masyarakat
oleh karena itu pelaksanaan kesehatan di Indonesia sangat penting untuk
dilaksanakan dengan tujuan agar mampu meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang sehingga mampu mewujudkan
kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia dalam perwujudan jaminan
Namun sebagian besar masyarakat di Indonesia merupakan kalangan
masyarakat yang berasal dari kelas ekonomi menengah kebawah yang tentu saja
rentan terhadap berbagai permasalahan kesehatan seperti terbatasnya akses
untuk mendapatkan fasilitas layanan kesehatan. Hal tersebut berdampak bagi
kehidupan masyarakat itu sendiri seperti rendah nya kemampuan akses
mayarakat terhadap pelayanan kesehatan, rendahnya upaya pencegahan penyakit
dan perilaku hidup sehat dikalangan masyarakat, rendahnya pengetahuan tentang
berbagai gejala dan jenis penyakit, rendahnya kualita lingkungan dan ketidak
merataan penyebaran tenaga kesehatan.
Maka dari itu dibentuklah suatu program pelayanan kesehatan oleh
pemerintah dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang mampu
menjangkau semua lapisan masyarakatnya. Dalam hal ini Pelayanan tersebut
diselenggarakan melalui Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS)-Kesehatan.
Program BPJS-Kesehatan merupakan upaya Pemerintah Indonesia
secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin kesehatan masyarakat
secara Nasional. Sebagaimana yang tercantum dalam Konstitusi Negara
Kesatuan Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 terutama pada
Pasal 28 (ayat 3) dan Pasal 34 (ayat 2) mengamanatkan bahwa “Jaminan Sosial
adalah hak setiap warga negara” dan “Negara mengembangkan Sistem Jaminan
Sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan
tidak mampu”. Berdasarkan landasan konstitusi tersebut maka dilakukan
“Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (UU BPJS), secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan
UU BPJS adalah badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS
adalah BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Kedua program BPJS ini
didasari pada misi NKRI dalam memeenuhi hak konstitusional setiap orang atas
jaminan sosialbagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam hal ini pemerintah yang berperan sebagai pelaku dari
penyelenggaraan kesehatan masyarakat, harus saling bahu membahu secara
sinergis dalam melaksanakan pelayanan yang terencana, terpadu dan
berkesinambungan dalam upaya bersama-sama mewujudkan pelayanan publik
bagi seluruh lapisan masyarakat. Akan tetapi didalam proses implementasi
pelayanan kesehatan melalui program BPJS-Kesehatan di masyarakat masih
sering menemukan berbagai masalah seperti yang terangkum dalam kutipan
jurnal berikut:
“Masyarakat masih menyatakan bahwa mereka masih kesulitan dalam proses menjadi peserta BPJS Kesehatan,dimana proses pendaftaran sampai dengan aktivasi kartu peserta terlalu banyak prosedur dan terlalu lama sehingga masyarakat merasa kesulitan ketika memerlukan dalam waktu yang mendadak,juga masih terdapat kesulitan pada fasilitas kesehatan dan puskesmas yang tidak memiliki layanan 24 jam” http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj/article/view/5672
“Meskipun iurannya murah, pelayanan BPJS masih banyak kelemahan dan tidak sebaik asuransi kesehatan. Masalahnya, semua orang wajib ikut BPJS Kesehatan dan akan ada sanksi bagi yang menolak ikut. Apa yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi pelayanan BPJS yang buruk ?Sesuai aturan, perusahaan wajib mendaftarkan karyawannya di BPJS Kesehatan per 1 Januari 2015. Sudah ada kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia). Jika tidak mendaftar akan ada sanksinya bagi perusahaan.Buat semua masyarakat, BPJS mematok target 2019 bahwa semua sudah harus menjadi peserta BPJS Kesehatan. Akan ada sejumlah sanksi bagi yang tidak menjadi peserta.Kewajiban ini menimbulkan reaksi yang berbeda – beda dari setiap perusahaan tantangan yang kerap dihadapi peserta BPJS dalam pelayanan kesehatan adalah: (1) antri panjang di rumah sakit; (2) kesulitan mendapatkan kamar rawat inap karena kamar untuk peserta BPJS sering penuh; (3) ada obat – obatan yang tidak dijamin oleh BPJS sehingga peserta harus menanggung sendiri (4) meskipun seharusnya gratis – selama sesuai kelas – peserta kadang masih harus membayar kelebihan plafond, yang jika tidak dibayar, rumah sakit enggan melayani. Ini keluhan yang kerap muncul di media. Kondisi ini terkait lonjakan peserta BPJS, yang telah mencapai 132 juta orang dan masih akan terus bertambah. Kenaikkan permintaan dipicu oleh kewajiban perusahaan untuk ikut serta (ada sanksi) dan murahnya iuran. Sementara itu, di sisi lain, ketersediaan kamar dan tenaga medis di rumah sakit tidak bisa dengan cepat ditingkatkan, khususnya untuk peserta BPJS.” (http://www.duwitmu.com/asuransi/antisipasi-buruknya-pelayanan-bpjs-kesehatan/ diakses pada 24 september 2015 pukul 22.00wib)
Dari Kutipan tersebut dapat kita ketahui bahwa terdapat masalah mengenai
pelayanan kesehatan yang diberikan masih terdapat banyak masalah dan kendala
yang dihadapi dan dapat menghambat pemberian pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan adanya keluhan atau pengaduan masyarakat terhadap kualitas
pelayanan kesehatan. Dalam mengatasi masalah tersebut diharapkan pihak
pemerintah dan pelaksana program BPJS-Kesehatan mampu memberikan
pelayanankesehatan secara optimal keoada masyarakat terutama bagi masyarakat
miskin dan perlu di lakukanya sosialisasi terkait dengan serangkaian syarat dan
prosedur kepengurusan BPJS-kesehatan kepada masyarakat agar tidak terjadi
Masalah yang sama juga terjadi pada Puskesmas Induk yang berada di
kecamatan Laeparira. Kabupaten Dairi Sumatera Utara. kecamatan ini memiliki
sembilan desa wilayah kerja dengan memiliki satu unit puskesmas induk
kecamatan yang berfungsi sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
kabupaten di Kecamatan. Puskesmas induk juga berperan sebagai penyelenggara
teknis operasional dinas kesehatan yang merupakan unit pelaksana tingkat
pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan yang diawali dari desa.
Selain itu puskesmas ini juga memiliki sembilan puskesmas pembantu yang
berfungsi sebagai unit pelayanan pembantu yang di tempatkan di setiap desa.
Serta kecamatn ini memliki total jumlah penduduk 14.380 jiwa per tahun 2015.
Berdasarkan pengamatan pada pra-penelitian yang dilakukan pada 15
September 2015 diamati kendala didalam pelayanan kesehatan pada program
BPJS-Kesehatan berupa kartu BPJS Kesehatan. Kendala tersebut antara lain tidak
sistematisnya waktu mengantri dalam pelayanan BPJS-kesehatan dan banyaknya
aturan baru yang membuat pelayanan tidak maksimal seperti ada beberapa resep
obat yang harus di beli di luar puskesmas. Selain itu ketidak puasan masyarakat
dalam sistem pelayanan program BPJS-Kesehatan ialah tergambar melalui kinerja
para petugas Puskesmas Kentara, Kecamatan Laeparira dalam melayani
masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan seperti lambatnya proses
penyelesaian berkas rujukan, pegawai yang lama datang, serta di dalam penerapan
program BPJS-kesehatan ini masyarakat merasa tidak yakin terhadap pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh pihak puskesmas karena banyaknya asumsi yang
diberikan kepada peserta program BPJS-Kesehatan adalah pelayanan dengan
kualitas yang kurang baik dibanding dengan pelayanan yang diberikan jika
dengan berobat melalui jalur umum.
Implementasi kebijakan publik sebagai suatu sistem bagi masyarakat
diharapkan dapat memberikan pemenuhan atas hak-hak mendapatkan pelayanan
bagi seluruh lapisam masyarakat baik dalam pelayanan publik terutama
pelayanan jaminan Kesehatan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut,
penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam dan melakukan penelitian
dengan judul “Implementasi Program BPJS Kesehatan dalam Pelayanan
Kesehatan di Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) (Studi pada :
Puskesmas Kentara Kecamatanupaten Laeparira Kab.Dairi Sumatera Utara)”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana implementasi program BPJS
Kesehatan terhadap pelayanan di Pusat Kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) Kecamatan Laeparira Kabupaten Dairi Sumatera Utara.
C. Tujuan Penelitian
Dalam sebuah kegiatan yang dilaksanakan memiliki tujuan tertentu yang
hendak dicapai. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk
terhadap kualitas pelayanan di Pusat Kesehatan masyarakat (PUSKESMAS)
Kecamatan Laeparira Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang terkait. Adapun
yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :
1. Secara subyektif, bermanfaat bagi peneliti dalam melatih dan
mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, dan sistematis dalam
mengembangkan kemampuan penulis dalam karya ilmiah.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang
berguna bagi instansi terkait.
3. Secara akademis, peneliti diharapkan dapat memberikan kontribusi dan
sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin melakukan
penelitian dibidang yang sama
E. TINJAUAN PUSTAKA
1. Kebijakan Publik
Leslie A. Pal dalam widodo (2010:10) mengkategorikan definisi kebijakan
publik menjadi dua macam yaitu definisi yang lebih menekankan pada maksud
dan tujuan utama kebijakan dan definisi yang lebih menekankan pada dampak
dari tindakan pemerintah. Definisi yang lebih menekankan pada maksud dan
tujuan utama kebijakan menurut Leslie A. Pal dalam Widodo (2010:11) dapat
a. A purposive course of action allowed by an actor or set of actors dealing with a problem or matter of concern.... public policies are those policies develop by governmental bodies an officials. (James E.Anderson)
b. A set of interrelated decisions taken by the political actor or group of actors concerning the selection of goals and the mean of achieving them within a specified situation where these decision should, in principle, be within the power of these actor to achieve. (W.I Jenkins)
c. Public policy is whatever goverment choose to do or not to do (Thomas R. Dye)
d. A Projected program of goal values and practices (Harold D. Laswell and Abraham Kaplan)
Atas dasar pengertian kebijakan publik yang disebutkan di atas, dapat
ditemukan elemen yang terkandung dalam kebijakan publik sebagaimana yang
dikemukankan oleh Anderson dalam Widodo (2010:14) yaitu :
a. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.
b. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
c. kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dan
bukan apa yang bermaksud akan dilakukan pemerintah.
d. kebijakan publik bersifat positif (mengenai tindakan pemerintah mengenai
suatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah
e. kebijakan publik (positif) selalu bersdasarkan pada peraturan perundangan
tertentu yang bersifat memaksa.
Michael Howlet dan M. Ramesh sebagaimana dikutip Subarsono
(2009:13) menyatakan proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan yakni:
a. Penyusunan agenda (agenda setting), yakni suatu proses agar suatu masalah
bisa mendapat perhatian dari pemerintah.
b. Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses perumusan
pilihan-pilihan oleh pemerintah.
c. Pembuatan kebijakan (decision making), yakni proses ketika pemerintah
memilih untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu tindakan.
d. Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses untuk
melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil.
e. Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yakni proses untuk memonitor dan
menilai hasil kinerja kebijakan.
Sedangkan menurut pakar kebijakan publik, James Anderson dalam
Subarsono, (2009:12) menetapkan proses kebijakan publik sebagai berikut:
a. Formulasi masalah (problem formulation): apa masalahnya? Apa yang
membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana masalah
b. Formulasi kebijakan (formulation): bagaimana menggembangkan
pilihan-pilihan atau alternatif –alternatif untuk memecahkan masalah tersebut?
Siapa saja yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan?
c. Penentuan kebijakan (adoption): bagaimana alternatif ditetapkan?
Persyaratan atau criteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan
melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk
melaksanakan kebijakan? Apa isi kebijakan yang telah ditetapkan?
d. Implementasi (implementation): siapa yang terlibat dalam implementasi
kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Apa dampak dari isi kebijakan?
e. Evaluasi (evaluation): bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak
kebijakan diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi
dari adanya evaluasi kebijakan? Adakah tuntutan untuk melakukan
perubahan atau pembatalan?
Menurut pandangan Ripley dalam Subarsono (2009:11), bahwa tahapan
kebijakan publik terdiri dari (1) Penyusunan agenda kebijakan, (2) Formulasi dan
legitimasi kebijakan, (3) Implementasi kebijakan dan (4) Evaluasi terhadap
implementasi, kinerja, & dampak kebijakan. Dalam tahap penyusunan agenda
kebijakan, menurut Ripley dalam (Subarsono, 2009:11) menyatakan bahwa
terdapat tiga kegiatan yang perlu dilakukan yaitu:
a. Membangun persepsi di kalangan stake holder bahwa sebuah fenomena
b. Membuat batasan masalah dan
c. Memobilisasi dukungan agar masalah tersebut bisa masuk dalam agenda
pemerintah.
Pada tahap formulasi dan legitimasi kebijakan, Ripley dalam Subarsono
(2009:12) mengatakan bahwa :
“analisis kebijakan perlu mengumpulkan dan menganalisa informasi yang berhubungan dengan masalah yang bersangkutan, kemudian berusaha mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan, membangun dukungan dan melakukan negosiasi, sehingga sampai pada sebuah kebijakan yang dipilih”
Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan. Ripley dalam Subarsono
(2009:12) mengatakan :
“Pada tahap ini diperlukan dukungan sumber daya dan penusunan organisasi pelaksanaan kebijakan. Dalam proses implementasi sering ada mekanisme insentif dan sanksi agar implementasi suatu kebijakan berjalan dengan baik”
Dari tindakan kebijakan akan dihasilkan kinerja dan dampak kebijakan,
dan proses selanjutnya adalah evaluasi terhadap implementasi, kinerja dan
dampak kebijakan. Menurut Riplye dalam Subarsono (2009:12) bahwa “hasil
evaluasi ini bermanfaat bagi penentuan kebijakan baru di masa yang akan
datang”. Tahapan kebijakan publik menurut Ripley dalam subarsono (2009:11)
Gambar 1. Tahapan Kebijakan Publik menurut Ripley
2. Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan dalam proses
kebijakan karena tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pembuat
kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan.Implementasi kebijakan merupakan
aktivitas yang terlihat setelah adanya pengarahan yang sah dari suatu kebijakan
yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan implementasi baru akan
dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, kemudian program kegiatan
telah tersusun dan dana telah siap untuk proses pelaksanaanya dan telah
disalurkan untuk mencapai sasaran atau tujuan kebijakan yang diinginkan.
Kebijakan yang didalam nya terkandung suatu program untuk mencapai
program atau kebijakan sudah dibuat maka program tersebut harus dilakukan oleh
para mobiliastor atau para aparat yang berkepentingan. Suatu Kebijakan yang
telah dirumuskan tentunya memiliki tujuan- tujuan atau target-target yang ingin
dicapai. Pencapaian target baru akan terealisasi jika kebijakan tersebut telah
diimplementasikan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa implementasi
kebijakan adalah tahapan output atau outcomes bagi masyarakat. Proses
menghasilkan implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah
ditetapkan, kemudian program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap untuk
proses pelaksanaanya dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran atau tujuan
kebijakan yang diinginkan.
Menurut Syukur Abdullah (1988;398) bahwa pengertian dan unsur unsur
pokok dalam proses implementasi sebagai berikut :
1. Proses implementasi kebijakan ialah rangkaian kegiatan tindak lanjut yang
terdiri atas pengambilan keputusan, langkah langkah yang strategis maupun
operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau
kebijaksanaan menjadi kenyataan, guna mencapai sasaran yang ditetapkan
semula.
2. Proses implementasi dalam kenyataanya yang sesunguhnya dapat berhasil,
kurang berhasil ataupun gagal sama sekali ditinjau dari hasil yang dicapai
“outcomes” unsure yang pengaruhnya dapat bersifat mendukung atau
menghambat sasarn program.
3. Dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang
a. Implementasi program atau kebijaksanaan tidak mungkin
dilaksanakan dalam ruang hampa. Oleh karena itu faktor lingkungan
(fisik, sosial budaya dan politik) akan mempengaruhi proses
implementasi program program pembangunan pada umumnya.
b. Target groups yaitu kelompok yang menjadi sasaran dan diharapkan
akan menerima manfaat program tersebut.
c. Adanya program kebijaksanaan yang dilaksanakan.
d. Unsur pelaksanaan atau implementer, baik organisasi atau perorangan
yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan
pengawaasan implementasi tersebut.
Implementasi sebagai suatu proses tindakan Administrasi dan Politik.
Pandangan ini sejalan dengan pendapat Peter S. Cleaves dalam bukunya Solichin
Abdul Wahab (2008;187), yang secara tegas menyebutkan :
“Implementasi itu mencakup “a process of moving toward a policy objective by means of administrative and political steps”
Menurut Daniel Maxmanian dan paul Sabatier (1983;61) sebagaimana
dikutip dalam buku Leo Agustino (2006;139), bahwa :
Sedangkan, Van Meter dan Van Horn (1975), mendefinisikan
implementasi kebijakan, sebagai :
“Tindakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”
Tindakan tindakan yang dimaksud mencakup usaha usaha untuk mengubah
keputusan keputusan menjadi tindakan tindakan operasional dalam kurun waktu
tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha usaha untuk mencapai perubahn
perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan keputusan.
Menurut Van Meter dan Van Horn (1975) ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam mengembangkan tipologi kebijakan kebijakan publik yakni :
pertama, kemungkinan implementasi yang efektif aka bergantung sebagian pada
tipe kebijakan yang dipertimbangkan. Kedua, faktor faktor tertentu yang
mendorong realisasi atau non realisasi tujuan tujuan program akan berbeda dari
tipe kebijakan yang satu dangan tipe kebijakan yang lain.
Suatu implementasi akan sangat berhasil bila perubahan marginal
diperlukan dan consensus tujuan adalah tinggi. Sebaliknya bila perubahan besar
ditetapkan dan consensus tujuan rendah maka prospek implementasi yang efektif
akan sangat diragukan. Disamping itu kebijakan kebijakan perubahan besar/
konsesnsus tinggi diharapkan akan diimplementasikan lebih efektif daripada
kebijakan kebijakan yang mempunyai perubahan kecil dan konsensus rendah.
yang besar pada proses implementasi kebijakan daripada unsure perubahan.
Dengan saran saran atau hipotesis-hipotesis seperti ini akan mengalihkan
perhatian kepada penyelidikan terhadap faktor faktor atau variabel variable yang
tercakup dalam proses implementasi menjadi sesuatu hal yang penting untuk
dikaji
Ada 6 variabel, menurut Van Metter dan Van Horn (1975), yang
mempengaruhi kinerja kebijkan publik yaitu :
a. Standar dan sasaran kebijakan yaitu setiap kebijakan public harus
mempunyai standard an suatu sasaran kebijakan jelas dan terukur. Dengan
ketentuan tersebut tujuannya dapat terwujudkan. Dalam standard an sasaran
kebijakan tidak jelas, sehingga tidak bias terjadi multi-interpretasi dan
mudah menimbulkan kesalah-pahaman dan konflik di antara para agen
implementasi.
b. Sumberdaya yaitu dalam suatu implementasi kebijakan perlu dukungan
sumberdaya, baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya materi (matrial resources) dan sumberdaya metoda (method
resources). Dari ketiga sumberdaya tersebut, yang paling penting adalah sumberdaya manusia, karena disamping sebagai subjek implementasi
kebijakan juga termasuk objek kebijakan publik.
c. Hubungan antar organisasi yaitu dalam banyak program implementasi
kebijakan, sebagai realitas dari program kebijakan perlu hubungan yang
koordinasi. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi
bagi keberhasilan suatu program tersebut. Komunikasi dan koordinasi
merupakan salah satu urat nadi dari sebuah organisasi agar
program-programnya tersebut dapat direalisasikan dengan tujuan serta sasarannya.
d. Karakteristik agen pelaksana yaitu dalam suatu implementasi kebijakan agar
mencapai keberhasilan maksimal harus diidentifikasikan dan diketahui
karakteristik agen pelaksana yang mencakup struktur birokrasi,
norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, semua itu
akan mempengaruhi implementasi suatu program kebijakan yang telah
ditentukan.
e. Disposisi implementor yaitu dalam implementasi kebijakan sikap atau
disposisi implementor ini dibedakan menjadi tiga hal, yaitu; (a) respons
implementor terhadap kebijakan, yang terkait dengan kemauan implementor
untuk melaksanakan kebijakan publik; (b) kondisi, yakni pemahaman
terhadap kebijakan yang telah ditetapkan; dan (c) intens disposisi
implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki tersebut.
f. Kondisi lingkungan sosial, politik dan ekonomi dalam variabel ini
mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung
keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok
kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan;
sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elite politik
mendukung implementasi kebijakan.
Proses implementasi dalam kenyataannya dapat berhasil ditinjau
dari wujud hasil yang dicapai (outcome). Karena dalam proses tersebut
terlibat berbagai unsur yang dapat bersifat mendukung maupun
menghambat pancapaian sasaran program. Jadi untuk mengetahui
keberhasilan program adalah dengan membandingkan antara hasil dengan
pencapaian target program tersebut.
3. Pelayanan Publik
Menurut Sampara dalam Lijen Poltak (2006 : 5), Pelayanan adalah suatu
kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar
seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan
pelanggan. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan
sebagai hal, cara atau hasil pekerjaan melayani. Sedangkan melayani adalah
menyuguhi (orang dengan makanan atau minuman; menyediakan keperluan
orang; mengiyakan, menerima; menggunakan) dan menurut Saiful Arif (2008:3),
pelayanan publik diartikan sebagai segala kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan dasar sesuai dengan hak – hak dasar setiap warga negara dan penduduk
atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik.
pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan
maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang – undangan. Selanjutnya,
Lijan Poltak Sinambela (2006 : 5), mengartikan pelayanan publik sebagai
pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan.
Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat pada
penyelenggaraan negara.
Negara didirikan oleh publik atau masyarakat tentu saja dengan tujuan agar
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakekatnya negara dalam hal
ini birokrasi haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam
hal ini bukanlah kebutuhan secara pribadi akan tetapi berbagai kebutuhan akan
pelayananan publik yang prima.
Timbulnya pelayanan umum atau pelayanan publik dikarenakan adanya
kepentingan, dan kepentingan tersebut bermacam- macam bentuknya sehingga
pelayanan publik yang dilakukan juga meliputi berbagai jenis pelayanan yakni
seperti yang tercantum dalam keputusan MENPAN No. 63/ KEP/ M. PAN/ 7/
2003 kegiatan pelayanan umum atau publik antara lain :
a. Pelayanan administratif
Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi,
kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya.
Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Ijin Mengemudi
(SIM), Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan
(IMB), Paspor, Sertifikat kepemilikan atau penguasaan Tanah dan sebagainya.
b. Pelayanan barang
Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air
bersih dan sebagainya.
c. Pelayanan jasa
yaitu pelayanan yang menghasikan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan
sebagainya.
a. Asas – Asas Pelayanan Publik
Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada
masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai
abdi masyarakat. Asas Pelayanan Publik (dalam Dadang Juliantara, 2005 : 11) :
1. Transparan, artinya Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua
pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah
dimengerti.
2. Akuntabilitas, artinya Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
3. Kondisional, artinya Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan
efektivitas.
4. Partisipatif, artinya Mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan, dan harapan masyarakat.
5. Kesamaam Hak, artinya Tidak diskriminatif alam arti tidak membedakan
suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.
6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban, artinya Pemberi dan penerima pelayan
publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing – masing pihak.
b. Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar
pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima
layanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau
penerima layanan sesuai dengan SK Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 63 Tahun 2004 penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi azas-azas
sebagai berikut :
1. Prosedur Pelayanan, yakni prosedur pelayanan yang dibakukan bagi
2. Waktu Penyelesaian, yakni waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat
pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian permohonan termasuk
pengaduan.
3. Biaya Pelayanan yakni biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang
ditetapkan dalam proses pemberian layanan.
4. Produk Layanan yakni hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
5. Sarana dan Prasarana yakni menyediaan sarana dan prasarana pelayanan
yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.
6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan yakni kompetensi petugas pemberi
pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan,
keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.
c. Kualitas Pelayanan Publik
Jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas
pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Adapun dalam definisi strategis
dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi
keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the need of customers).
Tujuan dari pelayanan publik adalah memuaskan dan atau sesuai dengan
keinginan masyarakat/pelanggan pada umumnya. Untuk mencapai hal ini
diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
Napitupulu 2007 : 172), Ada lima dimensi ukuran kualitas pelayanan publik, yaitu
:
1. Bukti langsung (tangibels), yaitu kualitas pelayanan berupa sarana fisik
perkantoran, komputerisasi administrasi, ruang tunggu dan tempat
informasi;
2. Keandalan (reability), yaitu kemampuan dan keandalan menyediakan
pelayanan yang terpercaya;
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu kesanggupan membantu dan
menyediakan pelayanan secara cepat, tepat serta tanggap terhadap keinginan
konsumen;
4. Jaminan (assurance), yaitu kemampuan dan keramahan serta sopan santun
aparat dalam meyakinkan kepercayaan konsumen.
5. Empati (emphaty), yaitu sikap tegas tetapi penuh perhatian dari aparat
terhadap konsumen.
Sedangkan Nugroho(1994) menjelaskan secara lengkap 10 kriteria
pemilihan kualitas yang selalu digunakan konsumen, yaitu :
1. Credibility; dapat dipercaya dan jujur. 2. Security; bebas dari bahaya dan keraguan. 3. Accessibility; mudah dihubungi dan didatangi.
4. Communications; mendengarkan konsumen dan dapat memberikan
5. Understanding the customer; kemampuan memahami dan menangani kebutuhan konsumen.
6. Tangibels; penampilan fisik, peralatan, karyawan dan alat-alat
7. Reability; kemampuan menghasilkan jasa sesuai janji, teliti dan dapat diandalkan.
8. Responsiveness; kesediaan dan kemampuan membantu konsumen dan
menghasilkan jasa dengan cepat, tepat dan tanggap.
9. Competence; memiliki keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menghasilkan jasa.
10. Sopan, ramah, penuh perhatian dan bersahabat.
tugas pelayanan pemerintah dalam proses pemenuhan berbagai
kebutuhan masyarakat dapat berfungsi optimal apabila organisasi
pemerintah pemberi layanan telah mempunyai mekanisme dan standar
pelayanan tertentu.
4. Pelayanan Kesehatan
Kesehatan berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan mendefenisikan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial
dan ekonomis. Jadi pengertian kesehatan cakupannya sangat luas, mencakup sehat
fisik maupun non fisik (jiwa, sosial, ekonomi).
Sedangkan pelayanan kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara
masyarakat. Dalam pasal 1 juga tertuang definisi jaminan pemeliharaan kesehatan
masyarakat adalah suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang
paripurna berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan, berkesinambungan
dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara
praupaya. Dalam pasal 3 menjelaskan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Pasal 8
menjelaskan bahwa pemerintah bertugas menggerakkan peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi
sosial sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu tetap
terjamin.
Dalam pengertian ini, pelayanan kesehatan disamping sebagai suatu usaha
untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat, sekaligus juga dalam rangka usaha
pembinaan, pengembangan pemanfaatan sumber daya manusia. Maka Pelayanan
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat.
Berdasarkan rumusan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa bentuk
dan jenis pelayanan kesehatan tergantung dari beberapa faktor yaitu:
1. Pengorganisasian pelayanan; pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan secara
2. Tujuan atau ruang lingkup kegiatan; pencegahan penyakit, memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan, penyembuhan/ pengobatan dan pemulihan
kesehatan.
3. Sasaran pelayanan; perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Pelayanan kesehatan memiliki tiga fungsi yang saling berkaitan, saling
berpengaruh dan saling bergantungan, yakni fungsi sosial (fungsi untuk
memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat pengguna pelayanan kesehatan),
fungsi teknis kesehatan (fungsi untuk memenuhi harapan dan kebutuhan
masyarakat pemberi pelayanan kesehatan), dan fungsi ekonomi (fungsi untuk
memenuhi harapan dan kebutuhan institusi pelayanan kesehatan). Ketiga fungsi
tersebut ditanggung jawab oleh tiga pilar utama pelayanan kesehatan yaitu,
masyarakat (yang dalam prakteknya dilaksanakan bersama antara pemerintah dan
masyarakat), tenaga teknis kesehatan (yang dilaksanakan oleh tenaga professional
kesehatan), dan tenaga administrasi/manajemen kesehatan (manajemen atau
administrator kesehatan).
a. Syarat Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang baik memiliki berbagai persyaratan pokok. Syarat
pokok yang dimaksud (Azwar,1996:36) yaitu sebagai berikut:
a. Tersedia dan berkesinambungan
Yaitu syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah
pelayanan kesehtaan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat
dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan serta keberadaannya
dalam masyarakat selalu ada ketika dibutuhkan.
b. Dapat diterima dan wajar
Pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan
kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan
adapt istiadat, kebudayaan, keyakakinan, dan kepercayaan masyarakat, serta
bersifat tidak wajar bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.
c. Mudah dicapai
Lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Dengan demikian maka
pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting, pelayanan
kesehatan yang terlalu terkonsentrasi pada perkotaan saja dan tidak
ditemukan di daerah pedesaaan bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
d. Mudah dijangkau
Dapat dilihat dari segi biaya, untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti
ini harus diupayakan biaya pelayanan kesehatan yangb sesuai dengan
kemempuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dan
hanya bisa dijangkau oleh sebagian masyarakat bukanlah pelayanan
kesehatan yang baik.
e. Bermutu
Yakni menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa
pelayanan. Dan dipihak lain tata cara penyelenggaraan sesuai kode etik serta
b. Stratifikasi Pelayanan Kesehatan
Menurut (Azwar,1996:41) Stratifikasi pelayanan kesehatan yang dianut setiap
Negara tidaklah sama, namun secara umum berbagai strata ini dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu :
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services) Pelayanan
kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan yang bersifat
pokok, yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta
mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Pada umumnya pelayanan kesehatan tingkat pertama ini
bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/out patient services)
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua Pelayanan kesehatan tingkat kedua
adalah pelayanan yang lebih lanjut, telah bersifat rawat inap (in patient
services) dan untuk menyelenggarakannya telah dibutuhkan tenaga spesialis c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga Pelayanan kesehatan tingkat ketiga
adalah pelayanan kesehatan yang bersifat lebih komplek dan umumnya
diselenggarakan oleh tenaga-tenaga subspesialis.
5. Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS
adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial (UU No 24 Tahun 2011). BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk
jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh pemerintah.
a. Dasar Hukum Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS-Kesehatan)
adapun yang menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan program
BPJS-kesehan ini adalah dapat dilihat sebagai berikut ;
1. Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum.
2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2010 tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta.
3. Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan.
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI no.71 tahun 2013 tentang
pelayanan kesehatan Pada jaminan kesehatan Nasional
5. Peraturan Presiden No. 107 tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan Tertentu Berkaitan Dengan Kegiatan Operasional
Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
6. Peraturan Presiden No. 108 tahun 2013 tentang Bentuk Dan Isi
7. Peraturan Presiden No. 109 tahun 2013 tentang Penahapan
Kepesertaan Program Jaminan Sosial.
8. Peraturan Presiden No. 111 tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan.
9. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional.
10. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
11. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63
tahun 2003 tentang Pedoman Pelayanan Publik.
b. Manfaat Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS-Kesehatan)
Dilakukan untuk mennjamin kesehatan seluruh masyarakat Indonesia dan
memberikan kemudahan dalam akses kesehatan bagi seluruh aspek kesehatan
masyrakat. Yang memiliki dua manfaat pelayanna yakni :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non
spesialistik mencakup:
a. Mendapat pemeriksaan kesehatan ;Pengobatan dan Melakukan
konsultasi medis.
b. Mendapat tindakan medisyang tidak masuk dalam bidang kompetensi
dokter spesialis.
d. Mendapat pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat
pertama.
e. Mendapat pelayanan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi
medis.
Jika kondisi pasien membutuhkan penanganan kesehatan tingkat lanjut
maka fasilitas kesehatan tingkat pertama akan merujuk pasien ke fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan, yakni rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan.
2. Adapun manfaat layanan kesehatan ditingkat kedua yang didapat di rumah sakit
setelah dirujuk dari puskesmas adalah sebagai berikut:
a. Mendapat pemeriksaan diri; Pengobatan, dan; Melakukan konsultasi
medis dengan dokter spesialis.
b. Mendapat tindakan medis dari dokter spesialis sesuai dengan indikasi
medis.
c. Mendapat rehabilitasi medis serta transfusi darah.
d. Mendapat pelayanan rawat inap di ruang non intensif maupun di ruang
intensif.
c. Fasilitas Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS-Kesehatan)
yakni meliputi :
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. (Permenkes No. 128 Tahun 2004)
b. Praktik dokter umum
Praktik dokter umum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh dokter umum terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
(UU No. 29 Tahun 2004)
c. Praktik dokter gigi
Praktik dokter gigi adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. (UU
No. 29 Tahun 2004)
d. Klinik umum
Klinik umum adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan
pelayanan medis dasar, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga
kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis. (Permenkes No. 28
tahun 2011)
Rumah Sakit Pratama adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan kesehatan dasar yang tidak
membedakan kelas perawatan dalam upaya menjamin peningkatan akses
bagi masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan upaya kesehatan
perorangan yang memberikan pelayanan gawat darurat selama 24 jam,
pelayanan rawat jalan, dan rawat inap.
6. Organisasi
Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dapat dikoordinasikan
secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja
atas dasar yang relatif terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau
sekelompok tujuan (Stephen P. Robbins) atau dapat didefinisikan sebagai sebuah
sistem yang terdiri dari sekumpulan individu terhadap pembagian kerja kelompok
dalam rangka mewujudkan tujuan yang telah diciptakan secara sistematis dan
struktural. Selain itu, Pengertian Organisasi dapat diartikan sebagai tempat
orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terorganisasi,
terencana, terkendali dan terpimpin dalam memanfaatkan sumber daya yang
digunakan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan organisasi secara
bersama-sama.
Dalam skripsi ini organisasi yang di maksud adalah organisasi
pemerintahan yang bergerak di bidang kesehatan masyarakat kecamatan Laeparira
kabupaten Dairi yang diharapkan melalui organisasi ini (puskesmas). Puskesmas
memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan
masyarakat dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan visi, misi, tujuan maupun program yang telah ditetapkan.
Puskesmas memiliki fungsi yang sangat vital karena sebagai sarana dan
prasarana dasar bagi pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang sehat
melalui penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat di bidang kesehatan.
Secara umum, pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas
meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (upaya pencegahan), promotif
(peningkatan kesehatan), dan rehabilitasi (pemulihan kesehatan). Mengingat
fitalnya fungsi Puskesmas, maka Puskesmas dituntut untuk dapat memberikan
pelayanan yang efektif kepada masyarakat. Fungsi Pokok Puskesmas induk
Kecamatan Laeparira adalah :
a. Pusat pengerak pembangunan berwawasan kesehatan Pusat pemberdayaan
b. masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan
c. Pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama
Peran Puskesmas induk Kecamatan Laeparira adalah Sebagai lembaga
kesehatan yang menjangkau masyarakat diwilayah terkecil dalam hal
pengorganisasian masyarakat serta peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan
kesehatan secara mandiri melalui :
a. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan
b. Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggunakan
sumber daya secara efisien dan efektif.
c. Memberikan bantuan teknis
d. Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat
e. Kerjasama lintas sektor
Program Pokok yang ada Puskesmas induk Kecamatan Laeparira adalah :
a. Kesehatan Ibu dan Aanak
b. Keluarga Berencana
c. Usaha Kesehatan Gizi
d. Kesehatan Lingkungan
e. Pemberantasan dan pencegahan penyakit menular
f. Pengobatan termasuk penaganan darurat karena kecelakaan
g. Penyuluhan dan pembinaan pengobatan tradisional
h. kesehatan masyarakat
i. Perawatan Kesehatan Masyarakat
j. Kesehatan Gigi dan Mulut
k. Laboratorium sederhana
Fasilitas yang didapat dari Puskesmas Kentara sebagai pelayanan
BPJS-KesehatanTingkat Pertama :
Dalam jaminan kesehatan nasional (JKN) pelayanan kesehatan tidak lagi
terpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun
medisnya. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
bagi peserta BPJS Kesehatan. Dalam implementasi sistem kesehatan nasional
prinsip managed care diberlakukan, dimana terdapat 4 (empat) pilar yaitu
Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif. Prinsip ini akan memberlakukan
pelayanan kesehatan akan difokuskan di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP)/Faskes Primer seperti di PUSKESMAS.
Untuk itu kualitas faskes primer ini harus kita jaga, mengingat efek dari
implementasi Jaminan Kesehatan nasional ke depan, akan mengakibatkan naiknya
permintaan (demand) masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan karena
kepastian jaminan sudah didapatkan dan apabila penyakit atau permasalahan yang
berkaitan dengan kesehatan masyarakat sudah tidak dapat di tangani di puskesmas
ini maka akan dilakukan rujukan ke pelayanan tingkat kedua yakni Rumah sakit
umum daerh yang dirujuk dengan menyertakan surat keterangan resmi melalui
rujukan keterangan kepesertaan BPJS-Kesehatan dari pihak Puskesmas
F. Defenisi Konsep
Menurut Masri Singarimbun (1989 : 34) bahwa konsep adalah abstraksi
mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah
karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu. Peranan konsep
dalam penelitian sangat besar karena dia adalah yang menghubungkan dunia teori
dan dunia observasi, antara abstraksi dan realitas. Untuk itu dalam penelitian ini,
1. Menurut Van Metter dan Van Horn (1975 Implementasi kebijakan adalah
Tindakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau
pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan
pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijaksanaan. Tindakan tindakan yang dimaksud mencakup usaha usaha
untuk mengubah keputusan keputusan menjadi tindakan tindakan operasional
Pelaksanaan kebijakan atau keputusan tersebut oleh instansi pelaksana; Ada 6
variabel, menurut Van Metter dan Van Horn (1975), yang mempengaruhi
kinerja pelayanan publik yaitu :
a. Standar dan sasaran kebijakan yaitu setiap kebijakan public harus mempunyai standard an suatu sasaran kebijakan jelas dan
terukur. Dengan ketentuan tersebut tujuannya dapat
terwujudkan. Dalam standard an sasaran kebijakan tidak jelas,
sehingga tidak bias terjadi multi-interpretasi dan mudah
menimbulkan kesalah-pahaman dan konflik di antara para agen
implementasi.
b. Sumberdaya yaitu dalam suatu implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya, baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumber daya materi (matrial resources) nsumb erdaya metoda (method resources).
c. Hubungan antar organisasi yaitu dalam banyak program
perlu hubungan yang baik antar instansi yang terkait, yaitu
dukungan komunikasi dan koordinasi. Untuk itu, diperlukan
koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu
program tersebut. Komunikasi dan koordinasi merupakan salah
satu urat nadi dari sebuah organisasi agar program-programnya
tersebut dapat direalisasikan dengan tujuan serta sasarannya.
d. Karakteristik agen pelaksana yaitu dalam suatu implementasi kebijakan agar mencapai keberhasilan maksimal harus
diidentifikasikan dan diketahui karakteristik agen pelaksana yang
mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam birokrasi, semua itu akan
mempengaruhi implementasi suatu program kebijakan yang telah
ditentukan.
e. Disposisi implementor yaitu dalam implementasi kebijakan sikap atau disposisi implementor ini dibedakan menjadi tiga hal, yaitu;
(a) respons implementor terhadap kebijakan, yang terkait dengan
kemauan implementor untuk melaksanakan kebijakan publik; (b)
kondisi, yakni pemahaman terhadap kebijakan yang telah
ditetapkan; dan (c) intens disposisi implementor, yakni preferensi
nilai yang dimiliki tersebut.
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana
kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi
implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni
mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di
lingkungan dan apakah elite politik mendukung implementasi
kebijakan.
2. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan dasar sesuai dengan hak – hak dasar setiap warga negara dan
penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan
publik.
3. Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara
bersama-sama dalam suatu organisasi yakni Puskesmas yang dijadikan
sebagai wadah dalam pemeliharaan dan peningkatan kualitas kesehatan
masyarakat, mencegah, dan mennyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang ditujukan
untuk mencapai derajat kesehatan perorangan/ masyarakat yang optimal/
setinggi-tingginya
4. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan.Jaminan Kesehatan adalah
jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat
dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar
iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab Ini Terdiri Dari Latar Belakang Masalah, Fokus Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka
Teori, Definisi Konsep dan Sistematika Penulisan.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini terdiri dari Jenis Penelitian, Lokasi Penelitian, Informan
Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi
penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, tugas dan fungsi serta
struktur organisasi.
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat memuat hasil pengumpulan data di lapangan. Dalam
bab ini akan dicantumkan semua data yang diperoleh dari lapangan
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini memuat analisis data - data yang diperoleh saat penelitian
dilakukan dan memberikan interpretasi terhadap masalah yang
diteliti.
BAB VI PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang