• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT HASIL GALIAN TAMBANG APABILA TERJADI WANPRESTASI RUSTANG SITI FATIMA MADUSILA ILHAM NURMAN Abstrak - TINJAUAN YURIDIS TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT HASIL GALIAN TAMBANG APABILA TERJADI WANPRESTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT HASIL GALIAN TAMBANG APABILA TERJADI WANPRESTASI RUSTANG SITI FATIMA MADUSILA ILHAM NURMAN Abstrak - TINJAUAN YURIDIS TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT HASIL GALIAN TAMBANG APABILA TERJADI WANPRESTASI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

279

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT HASIL GALIAN TAMBANG APABILA TERJADI WANPRESTASI

RUSTANG

SITI FATIMA MADUSILA ILHAM NURMAN

Abstrak

Angkutan laut merupakan alat pengangkutan yang dewasa ini mengalamii perkembangan yang sangat pesat termasuk di Indonesia, hal ini dapat diketahui dengan munculnya pelaku-pelaku usaha dibidang jasa pengangkutan laut. Fungsi pengangkutan ialah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Jadi, meningkatnya daya guna dan nilai merupakan tujuan dari pengangkutan, Sebagai moda angkutan laut, maka pengangkutan laut mempunyai resiko yang sangat tinggi yang dapat menimpa penumpang dan barang yang akan diangkutnya.Dengan demikian hal ini dapat menjadikan pengangkut mempunyai beban tanggung jawab yang besar sehingga perlu diketahui bentuk tanggung jawab pengangkut apabila terjadi peristiwa seperti kecelakaan atau keterlambatan dalam pengangkutan barang , sehubungan dengan hal ini masalah yang akan dikaji adalah Bagaimana tanggung jawab pengangkutan laut hasil galian tambang batuan kepada konsumen apabila terjadi wanprestasi.

Kata kunci: Pengangkut, Hasi Galian Tambang, Wanprestasi, Tanggung Jawab

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan galian itu meliputi, emas, perak, batu bara, tembaga, minyak, gas bumi dan lain-lain. Izin pertambangan adalah kuasa yang diberikan pada suatu perusahaan atau badan hukum untuk melaksanakan usaha pertambangan. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi

(2)

280 Transportasi menjadi salah satu

kepentingan yang sangat dibutuhkan oleh pengguna jasa. Transportasipun dapat dikatakan sebagai dasar ekonomi negara, namun dalam penulisan ini, spesifikasi transportasi ini diperkecil menjadi dasar ekonomi, terlebih bagi pemilik jasa pengangkutan hasil galian batuan. Peranan transportasi sangat penting untuk saling menghubungkan daerah produksi, bahan baku, daerah pemasaran dan daerah pemukiman sebagai daerah tempat tinggal konsumen yaitu pengguna jasa pengangkutan.1

Kegiatan usaha jasa pengangkutan, terdapat beberapa macam yaitu diantaranya pengangkutan darat dan pengangkutan laut. Dimana pada pengangkutan galian tambang melalui jalur darat ini menggunakan mobil dam track atau fuso untuk diangkut kekapal tongkang, setelah itu galian tambang tersebut akan di angkut melalui jalur laut dengan menggunakan kapal tongkang menuju ketempat dimana pihak pemasan galian tambang. Terkait tulisan ini penulis ingin membahas mengenai jasa pengangkutan laut, dimana pada jasa pengangkutan laut ini penyedia jasa

1H.M Nasution, Manajemen Transportasi, Ghalia

Indonesia, Jakarta, 1996, hlm.11

menggunakan angkutan kapal tongkang sebagai sarana untuk mengangkut hasil tambang batuan

Pengaturan mengenai jasa pengangkutan hasil galian tambang ini memiliki pengaturan khusus dan beda dari jasa pengangkutan orang atau barang lainnya. Hal ini dikarenakan penggunaan kendaran yang berbeda dan objek yang diangkut berbeda pula. Pada jasa pengangkutan petugas pengangkut (voerlui) adalah pihak pengangkutan yang bertugas dan berkewajiban mengangkut dan bertanggung jawab terhadap semua kerugian yang diderita dalam pengangkutan barang-barang.2 apabila mereka secara umum menawarkan jasanya kepada masyarakat dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, maka undang-undang menyebutnya sebagai pengusaha pengangkutan umum (ondernemers van openbare rijtuigen en vaartuigen) seperti sebutan yang dipergunakan dalam Pasal 96 KUH Dagang.

Dalam KUH Dagang,dikatakan bahwa pertanggung jawaban dapat ditiadakan apabila kerugian disebabkan oleh barang yang diangkut. Namun dalam pertambangan atau jasa pengangkutan hasil galian tambang

2

(3)

281 batuan, kecil resiko kerugian yang

disebabkan oleh barang angkutan yaitu batuan.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana tanggung jawab pengangkut hasil galian tambang apabila terjadi wanprestasi?

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian pengangkutan

Pengangkutan sering diganti

dengan kata” transportasi’.

Pengangkutan lebih menekankan pada aspek yuridis sedangkan transportasi lebih menekankan pada aspek kegiatan perekonomian, akan tetapi keduanya memiliki makna yang sama, yaitu sebagai kegiatan pemindahan dengan menggunakan alat angkut. Pengertian pengangkutan (dalam hal ini bukan pada pengangkutan orang melainkan penggankutan barang) dapat kita lihat dalam Pasal 466 KUHD yang

menyatakan: “ 3

Pengangkut adalah barang siapa yang, baik dengan persetujuan carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, baik 3

Abdulkadir Muhammad, Hukum pengangkutan

Darat, laut, Udara, Bandung: 1998, hal 19

dengan suatu perjanjian yang lainnya, mengikatkan untuk menyekenggarakan pengangkutan barang yang seluruhnya ataupun sebagian melalui lautan. Klasifikasi Transportasi atau angkutan, transportasi atau pengangkutan dikelompokan menurut macam atau moda atau jenisnya ( modes of transportation ) yang dapat ditinjau dari segi geografis transportasi itu berlangsung, dari sudut teknis serta dari sudut alat angkutan.

4

Pengertian pengangkut ( dalam hal ini bukan pada pengangkutan orang melainkan pada pengangkutan barang) dapat kita lihat dalam Pasal

446 KUHD yang menyatakan’’

Pengangkut adalah barang siapa yang, baik dengan persetujuan carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, baik dengan suatu perjanjian yang lainnya, mengikatkan diri untuk menyelengarakan pengangkutan barang yang seluruhnya ataupun sebagian melalui lautan.

Telah dikatakan sebelumnya bahwa kewajiban pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan dan menjaga keselamatan barang atau

4

Dr.Efrida Gultom, Hukum pengangkutan Jakarta:

(4)

282 orang yang diangkut mulai dari

diterimanya dari pengirim sampai diserahkannya kepada penerima. Dari kewajiban ini timbul tanggung jawab pengangkut, yakni karena kewajiban pengangkut adalah menjaga keselamatan barang atau orang yang diangkutnya, maka segala hal yang mengganggu keselamatan barang atau orang yang diangkutnya, yang merugikan pengirim atau penerima, menjadi tanggung jawab pengangkut. Tanggung jawab ini berarti, bahwa pengangkut berkewajiban menanggung segala kerugian yang timbul atas barang/orang yang diangkutnya selama dalam jangka waktu pengangkutan. Karena pihak lawan pengangkut dalam perjanjian pengangkutan adalah pengirim, maka pengangkut dalam hal ini bertanggung jawab kepada pengirim. Adapun mengenai tanggung jawab pengangkut ini diatur dalam pasal 468 ayat (2) KUHD, yang isinya adalah sebagai berikut :

a. Pengangkut wajib mengganti kerugian pengirim, apabila barang yang diangkutnya tidak dapat diserahkan atau rusak. b. Tetapi pengangkut tidak

berkewajiban mengganti kerugian pengirim, bila tidak dapat diserahkan atau rusaknya barang itu disebabkan karena:

1 Suatu malapetaka yang tidak dapat dihindarkan terjadinya 2 Sifat, keadaan atau cacat dari

barang itu sendiri

3 Suatu kelalaian atau kesalahan si pengirim sendiri.

Perinsip tanggung jawab pengangkutan dalam hukum pengangkutan terdapat tiga perinsip atau ajaran dalam menentukan tangung jawab pengangkut, yaitu sebagai berikut:

1. Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan

Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan (the based on fault liability based on faul principle), dalam ajaran ini bahwa dalam menentukan tanggung jawab pengangkutan di dasarkan pada pandangan bahwa yang menentukan kesalahan pengangkut adalah pihak yang dirugikan atau penggugat. Dalam hukum positif Indonesia, prinsip ini dapat menggunakan pasal 1365 BW, yang sangat terkenal dengan pasal perbuatan melawan hukum. Menurut konsepsi pasal ini mengharuskan pemenuhan unsur-unsur untuk menjadikan suatu perbuatan melanggar hukum dapat dituntut ganti rugi.

(5)

283 Prinsip tanggung jawab mutlak

(no fault, atau strict liablity,absolute liablity principle). Menurut prinsip ini, bahwa pihak yang menimbulkan kerugian dalam hal ini tergugat selalau bertanggung jawab tanpa melihat ada atau tidak adanya kesalahan atau tidak melihat siapa yang bersalah atau suatu prinsip pertanggung jawaban yang memandang kesalahan sebagai suatu yang tidak relefan untuk dipermasalahakan apakah pada kwnyataanya ada atau tidak ada. Penggangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian bagi penumpang atau pengirim barang. Prinsip ini dapat dirumuskan dalam kalimat pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apapun dalam penyelengg araan pengangkutan Dalam perundang-undangan mengenai pengangkutan prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur. Hal ini tidak mungkin diatur karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha dibidang jasa angkutan tidak perlu dibebani dengan resiko yang terlalu berat. Namun tidak berarti para pihak tidak boleh menggunakan prinsip ini dalam perjanjian

pengangkutan, hal tersebut berdasarkan asas perjanjian yang bersifat kebebasan berkontrak.

Sehubungan dengan peraturan Hukum pengangkutan Laut menjadi 2 (dua) yaitu Hukum Laut Keperdataan dan Hukum Laut Publik. Hukum laut bersifat keperdataan atau privat, karena hukum laut mengatur hubungan antara orang-perorangan. Dengan kata lain orang adalah subjek hukum. Yang dimaksud dengan orang di sini adalah pengirim dan penumpang dengan perusahaan pengangkutan, 5Sifat dasar dari perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran (jasa dan pemborongan), timbal balik (para pihak mempunyai kewajiban untuk melakukan dan berhak memperoleh prestasi) dan konsensual (perjanjian pengangkutan sah terjadinya kesepakatan).

Adapun perjanjian pengangkutan laut itu sendiri terbagi atas:

1) Perjanjian Carter Menurut Waktu (Time Charter)

Pasal 453 (2) KUHD, Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk:

5

H.M.N PURWOSUTJIPTO,SH, Pengertian pokok

Hukum Dagang Indonesia Hukum Pelayaran Laut

dan Perairan Darat Djambatan, Jakarta 2000 hlm.

(6)

284 Waktu tertentu menyediakan

sebuah kapal tertentu kapalnya untuk pelayaran di laut bagi Bevrachter pembayaran harga yang dihitung berdasarkan waktu. 2) Perjanjian Carter Menurut

Perjalanan (Voyage Charter) Menyediakan sebuah kapal

tertentu seluruhnya atau sebagian dari kapal untuk pengangkutan orang/barang melalui lautan Pembayaran harga berdasarkan jumlah perjalanan kewajiban pengangkut menyediakan kapal tertentu atau beberapa ruangan dalam kapal tersebut Pasal 453 (2) KUHD

Pasal 459 (4): terpelihara dengan baik, diperlengkapi, sanggup untuk pemakaianPasal 470 (1): Pengangkut tidak bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak bertanggung jawab atau bertanggung jawab tidak lebih dari pada sampai jumlah yang terbatas untuk kerugian yang disebabkan karena kurang cakupnya usaha untuk pemeliharaan, perlengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutnya, atau untuk kecocokannya bagi pengangkutan yang diperjanjikan, maupun karena perlakuan yang keliru atau penjagaan yang kurang cukup

terhadap barang itu. 6Persyaratan yang bermaksud demikian adalah batal.

3. Fungsi pengangkutan

Fungsi pengangkutan ialah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Jadi, meningkatnya daya guna dan nilai merupakan tujuan dari pengangkutan, yang berarti bila daya guna dan nilai barang ditempat baru itu tidak naik, maka pengangkutan itu merupakan suatu tindakan yang merugikan. Tujuan pengangkutan yang demikian itu tidak hanya berlaku didunia perniagaan saja, tetapi juga berlaku dibidang lain-lain, misalnya, pemerintahan, politik, sosial, pendidikan dan lain-lain.

Dari kewajiban ini timbul tanggung jawab pengangkut, yakni karena kewajiban pengangkut adalah menjaga keselamatan barang atau orang yang diangkutnya, maka segala hal yang mengganggu keselamatan barang atau orang yang diangkutnya, yang merugikan pengirim atau penerima, menjadi tanggung jawab pengangkut. Tanggung jawab ini berarti, bahwa pengangkut berkewajiban menanggung segala kerugian yang timbul atas

(7)

285 barang/orang yang diangkutnya selama

dalam jangka waktu pengangkutan. Karena pihak lawan pengangkut dalam perjanjian pengangkutan adalah pengirim, maka pengangkut dalam hal ini bertanggung jawab kepada pengirim. Adapun mengenai tanggung jawab pengangkut ini diatur dalam pasal 468 ayat (2) KUHD, yang isinya adalah sebagai berikut :

a. Pengangkut wajib mengganti kerugian pengirim, apabila barang yang diangkutnya tidak dapat diserahkan atau rusak.

b. Tetapi pengangkut tidak berkewajiban mengganti kerugian pengirim, bila tidak dapat diserahkan atau rusaknya barang itu disebabkan karena:

1. Suatu malapetaka yang tidak dapat dihindarkan terjadinya 2. Sifat, keadaan atau cacat dari

barang itu sendiri

4. Cara menentukan ganti rugi

Pasal 468 ayat (2) KUHD menentukan bahwa pengangkut diwajibkan mengganti segala kerugian yang disebabkan karena:

1. Disebabakan oleh suatu malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah ataupun dihindarkan.

2. Disebabakan karena adanya sifat, keadaan atau suatu cacat daripada barang muatan itu sendiri

3. Disebabakan karena adanya kesalahan atau kelalaian ekspiditur atau pengirim.

Dari ketentuan pasal tersebut diatas, timbul soal bagaimana menentukan ganti kerugian? Hal ini diatur dalam pasal 427 sampai dengan 476 KUHD, yang dapat diperinci sebagai berikut:

a. Bila suatu barang muatan tidak dapat diserahkan kepada penerimanya, maka pengangkut harus menggantinya dengan harga barang sejenis, senilai dengan sekeadaan pada saat barang , yang tidak dapat diserahkan itu harus diserahkan kepada penerimanya, dikurangi dengan ongkos-ongkos untuk membayar pajak, uang angkutan dan biaya-biaya lain, yaitu biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh sipenerima, seandainya barang-barang tersebut telah diterimanya dengan baik (pasal 427 ayat (1) KUHD).

(8)

286 jawabkan kepada sipengangkut,

maka jumlah ganti kerugian itu diukur dengan harga barang muatan yang sejenis, senilai dan sekeadaan pada saat barang-barang muatan itu diserahkan keapada si pengangkut (pasal 427 ayat (2) KUHD)

.

Pengertian Tambang Galian

Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi.

7

Penambangan adalah proses pengambilan material yang dapat diekstraksi dari dalam bumi. Tambang adalah tempat terjadinya kegiatan penambangan. Pertambangan adalah nama benda (dalam hal ini nama kegiatannya), tambang adalah nama tempat, dan penambangan adalah prosesnya. Pengertian Pertambangan Sesuai UU Minerba No.4 Tahun 2009Pasal 1Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara

7

http://info-pertambangan.blogspot.co.id/2012/10/pengertia n-pertambangan.html

yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

2. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.

3. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.

4. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah.

5. Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.

(9)

287 pemurnian, pengangkutan dan

penjualan, serta pascatambang.

B. Pengertian wanprestasi dan resiko

Pengertian prestasi (performance) dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan

“term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.

Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau debitur.

Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu: 1) Tidak memenuhi prestasi sama

sekali Sehubungan dengan dengan

debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.

2) Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.

Penyebab wanprestasi, sebab Terjadinya Wanprestasidalam pelaksanaan isi perjanjian sebagaimana yang telah ditentukan dalam suatu perjanjian yang sah, tidak jarang terjadi wanprestasi oleh pihak yang dibebani kewajiban (debitur) tersebut. Tidak dipenuhinya suatu prestasi atau kewajiban (wanprestasi) ini dapat dikarenakan oleh dua kemungkinan alasan. 8 Dua kemungkinan alasan tersebut antara lain yakni :

1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan ataupun kelalaiannya.Kesalahan di sini adalah kesalahan yang menimbulkan kerugian. Dikatakan orang mempunyai kesalahan dalam peristiwa tertentu kalau ia sebenarnya dapat menghindari terjadinya peristiwa yang merugikan itu baik dengan tidak berbuat atau berbuat

8

(10)

288 lain dan timbulnya kerugian itu dapat

dipersalahkan kepadanya. Dimana tentu kesemuanya dengan memperhitungan keadaan dan suasana pada saat peristiwa itu terjadi.

Kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya (debitur) jika ada unsur kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang merugikan itu pada diri

debitur yang dapat

dipertanggungjawabkan kepadanya. Kita katakan debitur sengaja kalau kerugian itu memang diniati dan dikehendaki oleh debitur, sedangkan kelalaian adalah peristiwa dimana seorang debitur seharusnya tahu atau patut menduga, bahwa dengan perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan timbul kerugian. Disini debitur belum tahu pasti apakah kerugian akan muncul atau tidak, tetapi sebagai orang yang normal seharusnya tahu atau bisa menduga akan kemungkinan munculnya kerugian tersebut. Dengan demikian kesalahan

disini berkaitan dengan masalah “dapat menghindari” (dapat berbuat atau bersikap lain) dan “dapat menduga”

(akan timbulnya kerugian).

2.Karena keadaan memaksa (overmacht / force majure) , diluar kemampuan debitur,debitur tidak bersalah.Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya

prestasi oleh pihak debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan. Vollmar menyatakan bahwa overmacht itu hanya dapat timbul dari kenyataan-kenyataan dan keadaan-keadaan tidak dapat diduga lebih dahulu. Dalam hukum anglo saxon (Inggris) keadaan memaksa ini

dilukiskan dengan istilah “frustration”

yang berarti halangan, yaitu suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi diluar tanggung jawab pihak-pihak yang membuat perikatan (perjanjian) itu tidak dapat dilaksanakan sama sekali.

(11)

289 Sedangkan keadaan memaksa yang

menghalangi perbuatan debitur memenuhi prestasi itu bisa bersifat sementara maupun bersifat tetap. 1. Keadaan memaksa yang bersifat

objektif

Objektif artinya benda yang menjadi objek perikatan tidak mungkin dapat dipenuhi oleh siapapun. Menurut ajaran ini debitur baru bisa mengemukakan adanya keadaan memaksa (overmacht) kalau setiap orang dalam kedudukan debitur tidak mungkin untuk berprestasi sebagaimana mestinya. Jadi keadaan memaksa tersebut ada jika setiap orang sama sekali tidak mungkin memenuhi prestasi yang berupa benda objek perikatan itu. Oleh karena itu

ukurannya “orang” (pada umumnya) tidak bisa berprestasi bukan “debitur”

tidak bisa berprestasi, sehingga kepribadiannya, kecakapan, keadaannya, kemampuan finansialnya tidak dipakai sebagai ukuran, yang menjadi ukuran adalah orang pada umumnya dan karenanya dikatakan memakai ukuran objektif. Marsch and soulsby juga menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak mungkin dilaksanakan apabila setelah perjanjian dibuat terjadi perubahan dalam hukum yang mengakibatkan bahwa perjanjian yang telah dibuat itu menjadi melawan hukum jika dilaksanakan.

2. Keadaan Memaksa yang Bersifat Subjektif

Dikatakan subjektif dikarenakan menyangkut perbuatan debitur itu sendiri, menyangkut kemampuan debitur sendiri, jadi terbatas pada perbuatan atau kemampuan debitur. Salah seorang sarjana yang terkenal mengembangkan teori tentang keadaan memaksa adalah houwing.

C. Penyelesaian Sengketa

Pengangkutan Laut

Sengketa merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan lagi jika manusiasaling berselisih atau ada perbedaan kesepahaman dengan manusia lainnya dalamkehidupan sehari-hari. 9 Menurut Soeryono Soekanto, sengketa dapat juga diartikansebagai suatu keadaan dimana adanya ketidakserasian antara pribadi-pribadi ataukelompok-kelompok yang mengadakan hubungan karena hak salah satu pihak terganggu atau dilanggar. Dalam prespektif hukum, sengketa dapat berawal dariadanya suatu wanprestasi dari salah satu pihak yang terlibat dalam suatuhubungan hukum.

9

21Soeryono Soekanto, , Mengenal

Antropologi

(12)

290 Lahirnya suatu tanggung jawab

hukum berawal dari adanya perikatan yangmelahirkan hak dan kewajiban. Menurut ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata hakdan kewajiban (perikatan) bersumber dari perjanjian dan undang-undang.Perikatan yang bersumber dari undang-undang terbagi lagi menjadi perbuatanmenurut hukum dan perbuatan melawan hukum, sedangkan timbulnya perikatanyang lahir karena perjanjian membebankan kepada para pihak yang melakukanperjanjian untuk melaksanakan hak dan kewajiban atau

yang dikenal dengan”prestasi”, apabila

salah satu pihak tidak melaksanakan prestasi maka dapatdikatakan telah melakukan wanprestasi. Menurut PNH Simanjuntak wan prestasi adalah keadaan di mana seorangdebitur (pihak yang berutang) tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana mestinya sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian.

10

Wanprestasi (lalai/alpa) dapat timbul karena kesengajaan atau kelalaian debitursendiri itu sendiri dan karena faktor adanya keadaan memaksa (overmacht/forcemajeur). Adapun yang menjadi kriteria seorang debitur dikatakan telahmelakukan wanprestasi apabila :

10

Ibid hlm 27

a) Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali

b) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagaimana mestinya

c) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya

d) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak diwajibkan dalam perjanjian.

Pada umumnya, wanprestasi akan terjadi jika salah satu pihak dinyatakan telah lalai memenuhi prestasi atau dengan kata lain wanprestasi ada kalau salahsatu pihak tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu diluar kesalahannya atau karena keadaan memaksa. Wanprestasi yang dilakukanoleh salah satu pihak tentu saja dapat menimbulkan kerugian kepada pihak lainnya.Prinsip-prinsip dari wanprestasi tersebut di atas juga dapat terjadi dalam perjanjian pengangkutan laut.

(13)

291 kewajiban yang dibebankan kepada

(14)

292

III

.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah membahas mengenai tanggung jawab pengangkut dalam angkutan laut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya setiap pengangkut termasuk dalam angkutan laut bertanggung jawab terhadap muatannya, apakah muatan itu berupa barang atau penumpang, tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban perusahaan yang menyelenggarakan angkutan barang dan/atau penumpang untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/ataupengirim barang serta pihak ketiga.Pembatasan tanggung jawab ini dapat mengakibatkan kerugian bagi pengirim bagi pengirim barang maupun penumpang yang merupakan pihak lawanya dalam perjanjian pengangkutan. Oleh karena itu, untuk melindungi kepentingan umum maka perlu diadakan suatu pembagian hak dan kewajiban yang adil antara pihak pengirim dan pihak pengangkut barang dan penumpang dalam perjanjian pengangkutan. Dalam rangka untuk

memperoleh keuntungan semaksimal mungkin, pengangkut berkeinginan untuk membatasi tanggung jawabnya. Dari pembatasan tanggung jawab pengangkut yang bukan pengusaha kapal tidak digantungkan pada kemampuan kapal untuk mengangkut, tetapi dihubungkan dengan jumlah tuntutan yang dapat diajukan kepada pengusaha kapal.

B. Saran

(15)

293

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, Udara Bandung, 1998

Az.Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta , Diadit Media, 2001

Dr.Efrida Gultom, S.H., M.H. Hukum Pengangkutan, Laut Litera Lintas Media Jakarta, 2008

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT.Grasindo, Jakarta, 2000

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, “Hukum Tentang Perlindungan

Konsumen”.PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003

H.M.N Purwosutjipto, SH, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Hukum Pelayaran Laut dan Perairan Darat, Djambatan, Jakarta, 2000

H. Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia. PT.Raja Grafindo. Jakarta, 2004

Soejono dan Abdurraman, Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan. Rineka Cipta. Jakarta, 2005

B.Akses diinternet

http://www.landasanteori.com/2015/09/sebab-akibat-wanpres-terjadinya-akibat.html

http://info-pertambangan.blogspot.co.id/2012/10/pengertian-pertambangan.html

C. Peraturan Perundang-Undangan

Pasal 1367 Kitab Undang Undang Hukum Perdata

Referensi

Dokumen terkait

ICON Surat Masuk ICON Surat Keluar ICON Daftar SKPD F03 ICON Tambah ICON Laporan ICON Cari ICON Ubah Menu Surat

Other studies have shown insensitivity of mean simulated soil evaporation (Lewan and Jansson, 1996) and rice yield (Wopereis et al., 1996) to spatial heterogeneity of soil

• Setelah mengikuti pemaparan ini, peserta pelatihan mampu menggunakan bahasa yang berterima dalam pengembangan buku

Label Kemasan Konsumsi.. Label Kemasan

Sistem untuk mendiagnosa penyakit DBD ini mengambil input dari gejala yang dialami pasien dan memberikan nilai berdasarkan data dari pakar dibidang penyakit DBD yang

Setelah selesai dilakukan pe- nyusunan LKS berbasis pendekatan saintifik, kemudian LKS tersebut di- validasi oleh validator ahli. Validasi dilakukan untuk menilai

Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui berapa besar nilai penyusutan, berapa jumlah nilai penyusutan, berapa nilai sisa (residu) mesin

Penelitian ini penting dilakukan untuk melihat Kontribusi Pelestarian Hutan Mangrove Terhadap Tingkat Pendapatan Kelompok Pengelola Mangrove (KPM) Belukap di Desa