MODEL PREDIKSI FUNGSI TIROID BERDASARKAN FAKTOR UMUR
DAN KADAR PLUMBUM (Pb) DALAM DARAH
M. Samsudin1,B. Suryono2, R.S. Padmawati2 1 Balai Litbang GAKI Magelang Kapling Jayan Borobudur Magelang 2 CE & BU - Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta
Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta E-mail: sam_gaki@yahoo.co.id
ABSTRACT
Recently, there were many reports a occurence of iodine deficiency disorders (IDD) and extension of goitre area in lowlands urban which should be enough of iodine. Air pollution caused by motor-vehicle has reached high level in urban area (60-70%). Research in Yogyakarta (1997) found 55,9% subject was contaminated by plumbum. Another research found there were mothers with low iodine status. It is expected other factors were inhibiting iodine utilization process. The child bearing age women (CBAW) are among vulnerable group when incured lead exposure. It is related to possible hazard to their pregnancy and foetus. The aim of this study was to find prediction model the thyroid function based on age and blood lead level factors among CBAW with risk of plumbum exposure in urban area. Study design was cross-sectional. This study conducted in crowded traffic area in Yogyakarta. Subject were 99 CBAW 15-49 year. Blood lead level was analyzed by AAS method; TSH-FT4 by ELISA; UIE by APDM; haemoglobin by CyanmetHb; data of cyanide and protein intake were collected by interview using Semi-FFQ; and nutritional status was determined by BMI. Proportion of hypothyroidism was 19,2% (95%CI: 11,4%–26,9%). The CBAW with high blood lead level was 49,5%. Logistic regression test result showed there was relationship between blood lead level with thyroid function (p=0,018, RR=3,99). The contribution of age was very small (p=0,031, RR=0,92). The t test result showed there was no relationship between cyanide, protein and iodine consumtion, haemoglobin level, and nutrition status with thyroid function. The high blood lead level was the risk factor of hypothyroidism among CBAW with risk of plumbum (Pb) exposure in urban area.
Keywords: Blood lead, thyroid function, hypothyroidism, child bearing age women.
Naskah masuk: 28 September 2009, review: 2 Oktober 2009, naskah layak terbit: 21 Desember 2009.
PENDAHULUAN
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan problem gizi utama di Indonesia, dan banyak terdapat di daerah dataran tinggi/pegunungan
akibat defisiensi iodium. Akhir–akhir
ini banyak dilaporkan masalah GAKI dan perluasan daerah gondok baru di dataran rendah termasuk wilayah pantai dan perkotaan yang sebenarnya cukup
iodium. Hasil survei pemetaan GAKI tahun 2002 menunjukkan prevalensi gondok (Total Goitre Rate, TGR) kembali naik dari 9,8% (1998) menjadi 11,1%
(2002) dan ditemukan wilayah–wilayah baru defisiensi iodium1.
Wanita usia subur (WUS) yang bekerja di lokasi padat lalulintas merupakan kelompok usia produktif yang berisiko lebih sering terpapar asap kendaraan bermotor. Menurut Sutomo, orang yang tinggal berdekatan dengan jalan lalulintas kendaraan bermotor
dan yang beraktifitas di area terminal
bus berpotensi terpapar Pb lebih tinggi dibanding masyarakat lain12. Dengan demikian, kelompok ini sangat rentan dan berbahaya akibat seringnya terpapar Pb, hal ini terkait dengan kemungkinan kehamilan yang dapat mengakibatkan kelainan kongenital dan akibat buruk lain bagi janin yang akan dilahirkan. Dilaporkan kemampuan kognitif di bawah normal pada anak
4–5 tahun dikaitkan dengan eksposur
Pb sebelum lahir. Menurut WHO, kadar
Pb darah ibu maternal 10–15 µg/dl atau
lebih rendah dapat mengakibatkan kerusakan perkembangan sistem saraf pada anaknya13. Akumulasi Pb juga dapat mengakibatkan gangguan sistem endokrin dan menurunkan fungsi hormon tiroid14. Menurut DeGroot dkk, di dalam tubuh Pb dapat membentuk ikatan kompleks yang sangat kuat dengan unsur iodium sehingga penyerapan iodium tidak optimal5. Dengan demikian, WUS yang sering terpapar Pb berisiko fungsi tiroidnya terganggu. Wanita usia subur juga rawan terkena GAKI, hal ini terkait dengan meningkatnya kebutuhan iodium pada periode kehamilan. Posisi WUS paling strategis dalam program GAKI, hal ini berkaitan dengan upaya mencegah hipotiroid kongenital dengan perkembangan otak terganggu.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari model prediksi fungsi tiroid berdasarkan faktor umur dan kadar sehingga mengakibatkan fungsi tiroid
terganggu. Faktor lain tersebut, antara
lain adalah defisiensi protein2 dan zat besi (Fe)3. Adanya goitrogenik alami seperti sianida4, polutan logam berat (non-alami) seperti plumbum (Pb)5, serta penggunaan kontrasepsi dan obat hormonal6.
Pencemaran udara merupakan masalah lain di perkotaan, kontribusi terbesar adalah polusi yang bersumber dari emisi gas buang kendaraan bermotor. Tingkat pencemarannya
dilaporkan mencapai 60–70%7.
Sekitar 70–98% Pb dikeluarkan dari
knalpot kendaraan bermotor8. Seiring perkembangan kota Yogyakarta, ken-daraan bermotor bertambah padat, sedangkan bensin sebagai bahan bakar masih banyak dipakai, maka polusi Pb udara akibat emisi gas buang kendaraan bermotor semakin meningkat. Penelitian Sutomo dkk di Yogyakarta mendapatkan kepadatan lalulintas tertinggi berada di perempatan Jombor (2.334 per jam),
dengan Pb udara 0,059 ppm; sedangkan
di perempatan Tugu 1.499 per jam,
dengan Pb udara 0,057 ppm; dan dilaporkan sebanyak 55,9% pengguna
jalan telah terkontaminasi timbal akibat emisi kendaraan bermotor9. Studi Sunartini mendapatkan kasus hipotiroid
kongenital (0,08% permanen; 0,37%
transien) yang seharusnya jarang muncul10. Hasil survei GAKI 1996 di DIY juga menunjukkan status iodium ibu hamil/menyusui rendah. Sebanyak
plumbun (Pb) dalam darah pada WUS risiko tinggi terpapar Pb di daerah perkotaan Yogyakarta.
METODE
Penelitian ini menggunakan disain cross-sectional. Sampel adalah WUS yang bekerja di lokasi ramai kendaraan bermotor di daerah perkotaan Yogyakarta pada lokasi terpilih, dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berdasarkan hasil seleksi sampel. Lokasi penelitian dipilih secara purposif berdasarkan tingkat kepadatan lalulintas dan kadar Pb udara menurut hasil penelitian Sutomo dkk serta hasil observasi lapangan9. Subyek adalah sampel terpilih dan mengikuti seluruh proses kegiatan penelitian.
Kriteria inklusi adalah WUS
tidak hamil/menyusui usia 15–49 tahun;
telah bekerja >= 3 tahun di lokasi padat
lalulintas; tidak menderita sakit kronis;
bersedia ikut penelitian (informed consent). Kriteria eksklusi adalah
pemakai kontrasepsi/obat hormonal;
tinggal/pernah tinggal di daerah endemik GAKI >3 tahun.
Jumlah subyek sebanyak 118 orang (16,1% di sekitar Terminal
Jombor; 12,7% di depan SMU BOPKRI/ RS Bethesda; 16,1% di perempatan Tugu; 18,6% di belakang Pasar Kranggan; 16,1% di sekitar Pasar Demangan; dan 20,4% di dalam lokasi
Terminal Giwangan). Dari 118 subyek yang diperiksa, ditemukan sebanyak 19 orang menderita hipertiroid. Untuk menghindari kemungkinan menjadi faktor perancu, ke-19 subyek hipertiroid dikeluarkan dari analisis selanjutnya. Dengan demikian sampel yang diikutkan
dalam analisis lanjut meliputi 99 orang. Jumlah tersebut telah melebihi syarat besar sampel minimal (n=81), yang dihitung dengan rumus besar sampel minimal untuk studi cross-sectional15.
Variabel terikat adalah fungsi tiroid. Diagnosis fungsi tiroid ditentukan dari hasil pemeriksaan TSH dan FT4 serum secara simultan sesuai rekomendasi American Thyroid Asociation (ATA)16. Batas normal kadar
TSH menurut WHO adalah 0,3–5,0 µU/ ml, dan FT4 adalah 0,8–2,0 ng/dl17. Skala
ordinal, kategori: hipotiroid dan normal. Kategori hipotiroid yaitu kombinasi TSH dan FT4 yang menunjukkan HL, HN,
NL, dan LL; sedangkan kategori normal
apabila kombinasinya NN (H=high, N=normal, L=low). Variabel bebas adalah kadar Pb darah, skala ordinal,
batas normal ≤ 50 µg/l18; serta variabel
status gizi; konsumsi makanan; dan
kadar hemoglobin, skala rasio.
Pemeriksaan klinis dilakukan oleh dokter untuk mengetahui riwayat penyakit calon subyek. Pengukuran antropometri dan wawancara kebiasaan makan oleh ahli gizi. Tinggi badan diukur dengan microtoise, ketelitian
0,1 cm; berat badan ditimbang dengan
Hasil perhitungan zat gizi dibandingkan dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG)22. Tingkat konsumsi
menurut klasifikasi Depkes23. Penetapan kadar sianida mengacu hasil penelitian sebelumnya24. Status gizi ditentukan menurut IMT25. Analisis data meliputi univariabel untuk melihat karakteristik
data; bivariabel, dengan uji kai kuadrat
dan uji t untuk melihat beda rerata; dan
mulitvariabel dengan uji reresi logistik untuk mencari model prediksi fungsi tiroid berdasarkan variabel bebas yang diteliti.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden
Karakteristik subyek meliputi, umur, tingkat pendidikan, status kesehatan dan gizi, serta lama bekerja (tahun kerja dan jam kerja sehari) di lokasi penelitian. Hasil analisis terhadap 99 sampel, menemukan
rerata umur WUS 39,4 ± 6,7 tahun.
Tingkat pendidikan WUS relatif rendah, yaitu sebesar 40,4% berpendidikan SD ke bawah atau kurang dari 9 tahun. Hasil pemeriksaan klinis mendapatkan
17,2% WUS menderita gondok (TGR).
Rerata Indeks Massa Tubuh (IMT)
adalah 25,6 ± 4,4 kg atau sedikit di
atas normal. Status gizi IMT menurut kriteria Depkes, ditemukan sebanyak 42,9% subyek berstatus gemuk (nilai
IMT>25,0), dan 34,3% diantaranya
obes (nilai IMT>27,0); ditemukan 2,5% subyek berstatus kurus, dan 1 orang diantaranya KEK berat (nilai IMT<
17,0)25. Hasil wawancara terhadap
subyek menunjukkan rerata Lama Tahun
Kerja (LTK) adalah 14,5 ± 7,8 tahun dan
rerata Jam Kerja Sehari (JKS) adalah 9,0 ± 2,8 jam (Tabel 1)
2. Fungsi Tiroid
Diagnosis fungsi tiroid (hasil pemeriksaan TSH dan FT4 secara simultan) terhadap 99 sampel yang dianalisis menunjukkan proporsi subyek menderita hipotiroid (fungsi tiroid menurun) sebesar 19,2%. Interval
kepercayaan (95% CI): 11,4% – 26,9%,
artinya proporsi WUS hipotiroid pada populasi terjangkau terletak antara 11,4% sampai 26,9%. Penilaian status iodium tubuh secara tunggal (satu indikator) memperoleh proporsi WUS
menurut kriteria TSH sebesar 7,1% dan
menurut kriteria FT4 sebesar 13,1%. Penelitian terdahulu mendapatkan prevalensi gondok di Yogyakarta rendah, tetapi ditemukan TSH tinggi
32,9% dan defisit iodium 25,6%11. Penelitian di bebarapa daerah dataran rendah di Indonesia melengkapi informasi timbulnya masalah GAKI di daerah yang semula dikategorikan non endemik1. Konsentrasi program GAKI diarahkan di daerah endemik berat dan sedang melalui pemberian kapsul
iodium; sedang di daerah endemik ringan mengandalkan fortifikasi garam beriodium (iodisasi garam). Masalah
GAKI selain akibat defisiensi iodium,
Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Karakteristik Data
Karakteristik Kategori n %
Tingkat pendidikan: TS/TT SD/T SD 40 40,4
T SMP 24 24,2
T SMA + 35 35,4
Kelainan klinis: Sklera anemis 34 34,3
Hipertrofi tiroid (TGR) 17 17,2
Status gizi IMT: Kurus (IMT < 18,5) 3 2,5
Normal (IMT 18,5-25,0) 57 48,3
Gemuk (IMT > 25,0) 58 49,2
Kadar Pb darah: Tinggi (PbD > 50 µg/l) 49 49,5
Fungsi tiroid: Hipotiroid 19 19,2
Kecukupan iodium: Defisiensi berat (< 20 µg/l) 4 4,0
Defisiensi sedang (20-49 µg/l) 9 9,1
Defisiensi ringan (50-99 µg/l) 31 31,3
Normal (EIU 100 –299 µg/l) 47 47,5
Excess (EIU ≥ 300 µg/l) 8 8,1
Status hemoglobin: Anemia berat (< 10 gr%) 6 6,1
Anemia ringan (10 – 11,9 gr%) 38 38,4
Kecukupan zat besi: Defisit (< 70% AKG) 62 62,6
Kurang (70–79% AKG) 15 15,2
Sedang (80 – 99% AKG) 13 13,1
Baik ≥ 100% AKG (26 mg) 9 9,1
Kecukupan protein: Defisit (< 70% AKG) 14 14,1
Kurang (70–79% AKG) 10 10,1
Sedang (80 – 99% AKG) 17 17,2
Baik (≥ 100% AKG) 58 58,6
3. Kadar Pb dalam Darah
Penelitian ini menemukan
49,5% subyek memiliki kadar Pb di atas normal (PbD: > 50 µg/l). Interval kepercayaan (CI) 95%= 29,6% – 59,3%,
artinya proporsi WUS dengan kadar
Pb tinggi pada populasi terjangkau
terletak antara 39,6% sampai 59,3%.
Hasil penelitian ini lebih rendah dibanding hasil penelitian Sutomo dkk di Yogyakarta yang menemukan
55,9% pengguna jalan terkontaminasi
Penelitian lain menemukan rerata kadar Pb urine masyarakat sekitar jalan raya Kota Yogyakarta 0,22 mg/l atau sudah melewati ambang batas
0,15 mg/l26. Data tersebut menunjukkan polusi Pb udara di Yogyakarta sudah perlu perhatian. Literatur dan hasil penelitian menyebutkan berbagai efek buruk pencemaran Pb bagi kesehatan, antara lain menurunkan fungsi tiroid14. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mengurangi tingkat pencemaran Pb yang semakin hari diperkirakan akan bertambah parah. Pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam rangka mengurangi tingkat pencemaran Pb udara di perkotaan, seperti pemakaian bahan bakar tanpa Pb (unleaded gasoline); penggunaan bahan bakar gas (BBG) sebagai pengganti bahan
bakar minyak (BBM); pemasangan
katalik konverter pada kendaraan
bermotor; serta pemantauan kualitas
udara pada titik-titik ramai kendaraan27. Namun upaya-upaya tersebut belum berjalan maksimal sehingga tingkat pencemaran Pb udara masih belum dapat dikurangi. Upaya pencegahan secara mandiri dapat dilakukan oleh WUS risiko tinggi terpapar Pb melalui penggunaan masker penutup hidung
saat beraktifitas di tempat kerja. Logam
berat merupakan bahan pencemar yang berbahaya karena bersifat toksik. Menurut Pinto dkk, logam berat dapat menyebabkan kerusakan oksidatif melalui peningkatan konsentrasi oksigen reaktif dalam sel (radikal bebas), serta menurunkan kapasitas antioksidasi sel31. Sebagai logam berat, dalam tubuh Pb juga akan menghasilkan radikal bebas. Menurut Muhilal, beberapa zat
gizi, seperti vitamin E, karoten, dan vitamin C, serta mineral selenium (Se), cuprum (Cu), sinc (Zn) dan mangan (Mn) merupakan zat antioksidan yang
dapat memunahkan radikal bebas, zat–
zat gizi tersebut banyak terdapat pada sayuran dan buah-buahan32. Dengan demikian, kebiasaan mengkonsumsi
sayur dan buah–buahan bagi WUS
yang sering terpapar timbal (Pb) akan lebih menguntungkan.
4. Konsumsi Zat Gizi dan Kadar Hb
Hasil wawancara kebiasaan makan dengan metode Semi-FFQ memperoleh rerata konsumsi energi
1.802 ± 525 Kcal. Konsumsi energi
dibanding angka kecukupan (AKG) sudah cukup baik (tingkat konsumsi: sedang) atau setara 84,0% AKG.
Intake protein 55,2 ± 20,0 gram sudah baik atau setara dengan 119,5% AKG,
tetapi masih ditemukan 14,1% subyek mengalami defisit protein (< 70% AKG)22,23. Rerata konsumsi zat besi (Fe)
dari makanan sebesar 15,5 gr (3,8–30,7) atau setara 59,6% AKG. Subyek dengan konsumsi Fe <70% AKG sebesar 62,6%.
Konsumsi Fe dapat tercermin dari kadar hemoglobin (Hb). Hasil pemeriksaan sampel darah memperoleh nilai rerata kadar Hb 12,1 ± 1,4 gr%. Menurut WHO, batas normal kadar Hb wanita dewasa
≥12 gr%, bila lebih rendah disebut
anemia20. Mengacu kriteria tersebut,
penelitian ini menemukan 44,5% WUS
Tabel 2. Hubungan Kadar Pb dalam Darah dengan Fungsi Tiroid
Kadar Pb darah
Fungsi Tiroid
Jumlah Hipotiroid Normal
Tinggi 14 (28,6%) 35 (71,4%) 49 (100,0%)
Normal 5 (10,0%) 45 (90,0%) 50 (100,0%)
Jumlah 19 (19,2%) 80 (80,8%) 99 (100,0%)
X2= 5,504; df= 1; p=0,019
5. Konsumsi Sianida Makanan
Penelitian ini menemukan rerata
konsumsi sianida sebesar 3,5 ± 2,5 mg
atau masih dalam batas normal. Menurut FAO/WHO, batas aman konsumsi sianida adalah sebesar 10 mg per hari28. Mengacu kriteria tersebut, penelitian ini
hanya menemukan 2,5% WUS dengan
konsumsi sianida lebih dari 10 mg per hari. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa makanan sumber sianida yang dikonsumsi subyek belum menimbulkan gangguan fungsi tiroid.
6. Konsumsi Iodium Berdasarkan Nilai IEU
Menurut WHO/ICCIDD, kon-sumsi iodium harian dapat diprediksi berdasarkan pemeriksaan Ekskresi Iodium Urine (EIU)21. Hasil pemeriksaan sampel urin memperoleh nilai median
EIU 108,4 µg/l (10,0 – 380,5) atau
masih dalam batas normal. Kecukupan iodium menurut kriteria WHO/ICCIDD
menunjukkan 44,5% WUS mengalami defisiensi iodium (EIU <100 µg/l) dengan 4,0% diantaranya defisiensi tingkat berat (EIU < 20 µg/l).
7. Faktor yang Berhubungan dengan Fungsi Tiroid
Pada analisis bivariabel ini, variabel bebas kadar Pb darah dibagi menjadi 2 kategori (Pb tinggi vs normal). Variabel terikat fungsi tiroid dibagi menjadi 2 kategori (hipotiroid vs normal). Hasil uji kai kuadrat (Tabel 2) menunjukkan ada hubungan antara kadar Pb darah dengan fungsi tiroid. Proporsi WUS menderita hipotiroid pada kelompok kadar Pb tinggi 2,8 kali lebih besar dibanding kelompok kadar Pb normal, dan secara statistik
berbeda bermakna (p=0,019 < 0,05).
Tabel 3. Variabel Lain yang Berhubungan dengan Fungsi Tiroid
Confounder
Rerata ± SD
t p 95% CI
Hipotiroid (n=19)
Normal (n=80)
Umur (thn) 36,5 ± 8,3 40,1 ± 6,2 -2,136 0,035 (-6,97 – -0,26)
Nilai IMT 25,4 ± 4,2 25,7 ± 4,4 -0,239 0,811 (-2,49 – 1,96)
Protein (gr) 53,6 ± 20,1 55,6 ± 20,1 -0,376 0,700 (-12,12 – 8,26)
HCN (mg) *) 3,8 ± 2,6 3,4 ± 2,5 0,499 0,619 (-0,97– 1,62)
Hb (gr%) 11,8 ± 1,5 12,2 ± 1,4 -1,100 0,274 (-1,10 – 0,32)
EIU (µg/l) 125,1 ± 81,3 130,7 ± 86,3 -0,259 0,796 (-48,8 –37,6)
Ket. : *) = transformasi fungsi log.
Variabel bebas lain adalah konsumsi sianida makanan, status gizi IMT, konsumsi iodium (berdasarkan nilai EIU), konsumsi protein, kadar hemoglobin (Hb), dan faktor umur.
Hasil uji t terhadap variabel–variabel
tersebut menunjukkan hanya variabel umur yang berhubungan dengan fungsi tiroid. Sedangkan variabel lain tidak berhubungan dengan fungsi
tiroid (p>0,05). Rerata umur WUS
hipotiroid lebih rendah dibandingkan WUS dengan fungsi tiroid normal, dan secara statistik berbeda bermakna,
p=0,035 < 0,05 (Tabel 3). Menurut Greenspan, perubahan fungsi tiroid
juga berkaitan dengan penuaan6. Zat goitrogenik sianida diketahui dapat menghambat penyerapan iodium dalam tubuh4, hal ini terjadi bila dikonsumsi dalam jumlah besar. Menurut WHO/ FAO batas aman konsumsi sianida adalah 10 mg per hari28. Hasil analisis univariabel menunjukkan sianida yang dikonsumsi subyek masih dalam batas normal (rerata: 3 mg/hr). Status gizi
buruk dan defisiensi berat protein dapat
mengganggu proses sintesis hormon tiroid2. Penelitian ini mendapatkan
rerata IMT (25,6 ± 4,4) dan konsumsi protein (55,2 ± 20,2 gram) sudah cukup
baik atau sedikit di atas normal.
8. Model Persamaan Regresi Logistik
Variabel bebas yang diikutkan sebagai kandidat dalam analisis multivariabel adalah variabel yang berdasarkan analisis bivariabel
mempunyai nilai p<0,2530. Berdasarkan acuan tersebut, maka variabel bebas yang disertakan dalam analisis regresi logistik adalah kadar Pb dalam darah
(p=0,019) dan umur (p=0,035). Hasil
analisis multivariabel dapat memper- jelas adanya kaitan antara tingginya kadar Pb dalam darah dengan penurunan fungsi tiroid (Tabel 4).
Hasil uji regresi logistik menunjukkan ada hubungan antara kadar Pb dalam darah dengan fungsi tiroid, p=0,018
Tabel 4. Hasil Analisis Multivariabel (Regresi Logistik)
Variabel B Sig. Exp (B)
95% CI
Lower Upper
Pb darah 1,385 0,018 3,996 1,263 12,648
Umur -0,079 0,031 0,924 0,860 0,993
Constant 0,795 0,575 2,214
12,6 menunjukkan variabel Pb darah merupakan faktor risiko terjadinya hipotiroid. Risiko menderita hipotiroid pada WUS dengan kadar Pb tinggi 3,99 kali lebih besar dibanding WUS dengan kadar Pb normal. Nilai RR untuk umur= 0,92 menunjukkan peran dari variabel umur ini kecil sekali. Greenspan dan Resnick menjelaskan adanya beberapa perubahan yang berkaitan dengan umur
pada fisiologis dari aksis hipotalamik–
hipofisis–tiroid6.Secara bertahap TSH
akan dilepas oleh hipofisis anterior dan
meningkat dengan bertambahnya umur, tetapi nilainya masih normal. Nilai RR
untuk umur 0,92 dan CI: 0,852–0,997
menunjukkan umur sebagai faktor protektif. Tetapi variabel ini sifatnya menetap, sehingga dalam upaya mengurangi risiko hipotiroid, tidak ada yang dapat dilakukan karena tidak dapat intervensi.
Menurut DeGroot dkk5, kelebihan Pb akan mengganggu proses sintesis hormon tiroid karena logam Pb ini akan membentuk ikatan yang sangat kuat dengan unsur iodium. Akibatnya iodium tidak dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Dikaitkan dengan tahapan sintesis hormon tiroid dalam sel tiroid dan proses metabolisme hormon di perifer, maka peran Pb dapat dimungkinkan terjadi pada proses konversi iodium di jaringan target, melalui inhibisi enzim deiodinase. Timbal (Pb) yang tidak mampu dinetralisir oleh proses metabolisme tubuh, akan bereaksi dengan produk biosintesis, seperti enzim, protein, iodium, sehingga menimbulkan efek merusak pada proses biomolekul dan akhirnya pada organ target (reseptor).
Efek inhibisi logam Pb ini dimungkinkan pula terjadi pada tahapan oksidasi iodida dan iodinasi residu tirosil di tiroglobulin. Proses iodinasi terganggu akibatnya pembentukan MIT dan DIT yang merupakan precursor hormon T4 dan T3 terhambat. Produksi hormon tiroid terganggu, maka kadar hormon tiroksin dalam sirkulasi darah menurun. Dari hasil uji regresi logistik
(Tabel 4), maka dapat dibuat model penduga probabilitas akan terjadinya penurunan fungsi tiroid (hipotiroid) pada WUS dengan kadar Pb darah di atas normal adalah sebagai berikut: 1/1 + e – (0,795 + 1,385.Pb – 0,079.Umur).
Dari model persamaan ter-sebut, apabila seorang WUS dengan karakteristik: umur 40 tahun dan kadar Pb dalam darah (PbD) di atas
= 0,2729; berarti setiap 10.000 WUS
dengan karakteristik seperti di atas, risiko akan menimbulkan penurunan
fungsi tiroid (hipotiroid) sebanyak 2.729
orang. Sebaliknya, jika kadar Pb dalam darah masih dalam batas normal (PbD
≤ 50 µg/l), maka diperoleh nilai P(Y=0)
= 0,0859; berarti setiap 10.000 WUS
dengan karakteristik serupa, risiko akan menderita hipotiroid sebanyak
859 orang. Besaran angka ini dapat
dijelaskan oleh peran faktor lain di luar variabel bebas yang telah dibahas dalam penelitian ini.
KESIMPULAN
Ada hubungan antara kadar 1.
plumbum (Pb) dalam darah dengan fungsi tiroid (TSH-FT4) pada WUS risiko terkena paparan Pb di daerah
perkotaan di Yogyakarta (p=0,018; RR= 3,99; 95% CI: 1,3–12,6). Ada
hubungan faktor umur dengan fungsi tiroid tetapi perannya sangat
kecil (p=0,031; RR=0,92; 95% CI: 0,860–0,993).
Tidak ada hubungan antara 2.
faktor konsumsi iodium harian (berdasarkan nilai EIU), konsumsi protein dan sianida makanan, kadar hemoglobin, serta status gizi menurut IMT dengan fungsi tiroid
(p>0,05).
Model penduga probabilitas akan 3.
terjadinya penurunan fungsi tiroid (hipotiroid) pada WUS dengan kadar Pb darah di atas normal adalah: 1/1 + e – (0,795 + 1,385.Pb – 0,079.Umur).
SARAN
Perlu pemantauan status iodium 1.
melalui pemeriksaan EIU khususnya
pada kelompok risiko tinggi terpapar Pb dan pemantauan garam beriodium melalui uji kualitas garam konsumsi di tingkat rumah tangga. Perlu dipertimbangkan polusi 2.
timbal (Pb) udara sebagai faktor risiko terjadinya penurunan fungsi tiroid. Dengan demikian, untuk mengetahui dan mengurangi tingkat pencemaran Pb udara akibat emisi gas buang kendaraan bermotor, perlu dipantau kualitas udara pada titik-titik ramai lalu lintas kendaraan bermotor, perlunya pemasangan katalik konverter pada kendaraan bermotor dan perlunya penerapan penggunaan bensin tanpa timbal (unleaded gasoline).
Membiasakan makan dengan pola 3.
makanan pokok/nasi, lauk hewani– nabati, sayur dan buah; selalu
menggunakan garam beriodium
dalam masakan; dan membiasakan
menggunakan masker penutup
hidung pada saat beraktifitas di
tempat kerja, dapat merupakan upaya pencegahan secara mandiri yang memungkinkan dilakukan oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ministry of Health. Technical 1.
Assistance for Evaluation on
Intensified Iodine Deficiency Control
Project. Final Report. Jakarta: Directorate General of Community Health, Directorate of Community Nutrition, 2003.
Brody T. Nutritional biochemistry. 2.
USA: Academic Press; 1994.
Beard JL, Borel MJ. Impaired 3.
function in iron deficiency anemia. Am.J.Clin Nutr. 1990; 52: 813-9.
Gaitan E. Goitrogens. Bailiere’s 4.
Clinical Endocrinology and
Metabolism. 1988; 1(3): 683-702.
bahasa: Wijaya, C dkk. Endokrinologi Dasar dan Klinik Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Kusnoputranto H. Dampak
7.
Pencemaran Udara dan Air Terhadap Kesehatan, Lingkungan dan Pembangunan. Jakarta: 1996. Ludirdja H, Tjokronegoro A, 8.
Syamsudin U, Setyawati. Pengaruh Timbal dari Emisi Kendaraan Bermotor Terhadap Kualitas Semen (Air Mani) Polisi Lalu Lintas di
Jakarta 1995. Majalah Kedokteran Kerja Indonesia. 1996; 1(1).
Sutomo AH, Sarwono D, 9.
Hadiwidjojo, Iskandar G, Hardjoko, Triatmo D, Nugroho, Sukotjo FA, Priyanto B, Kasjono HS, Muslichah S, Rubiyo, Cahyaningsih. Pengaruh Gas Buang Kendaraan Bermotor Terhadap Kesehatan Masyarakat di Propinsi DIY Tahun 1999. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Tim ADKL
Kanwilkes–S2 IKM UGM; 1999.
Sunartini. Dampak Hipotiroidisme 10.
Kongenital Terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia. Berkala
Kesehatan Klinik. 1994. ISSN 0854-2805.
Djokomoeljanto. Evaluasi Masalah 11.
Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) di Indonesia. Jurnal GAKY
Indonesia. 2002; 3(1).
Sutomo AH, Sarwono D, Hadiwidjojo, 12.
Iskandar G, Triyono H, Cahyaningsih, Lawoasal P, Kasjono HS, Priyanto B, Rubiyo, Sumaryoto M. Pencemaran Pb di Pemukiman-pemukiman Kota Yogyakarta 1999/2000. Laporan
Penelitian. Yogyakarta: Tim ADKL;
2000.
WHO. Trace Elements in Human 13.
Nutrition and Health. Geneva: WHO;
1996. Health Studies. Jeneva: John Wiley
& Sons; 1990.
Eastman CJ. Thyroid Function 16.
Testing. 1996. dalam: Djokomoeljanto dkk (Editor). Temu Ilmiah & Simposium Nasional III Penyakit Kelenjar Tiroid, hal
121-135. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Human. ELISA Test for the
17.
Quantitative Determination of Free Thyroxine (FT4) in Human Serum. Human Gesellschaft fur Biochemica und Diagnostica mbH, Max-Planck-(editors). Clinical Management of Poisoning and Drug Overdose. 2nd
Ed, p.1017-1023. Philadelpia: W.B. Saunders Company; 1990.
Dwyer JT. Dietary Assessment, 19.
dalam: Shils dkk (Editors). Modern Nutrition in Health and Disease 8th Ed. Volume 1, p.842-860. USA: Lea
Depkes RI. Pedoman Pemberian 20.
Besi Bagi Petugas. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta: Ditjen
Binkesmas, 1995.
WHO, ICCIDD, CCM, AIIMS. 21.
Second Inter-Country Training Workshop on Iodine Monitoring, Laboratory Procedures & National IDD Programme. New Delhi 110 029, India. 2003.
Muhilal, Jalal F, Hardinsyah. Angka 22.
Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan, dalam: Prosiding WNPG VI. Jakarta:
LIPI; 1998.
Depkes RI. Buku Pedoman Petugas 23.
Gizi Puskesmas. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas, 1990.
Dahro AM, Saidin S. Kadar Sianida 24.
Dalam Sayuran dan Umbi-umbian di Daerah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Penelitian Gizi dan Makanan: Jilid
24, hlm. 33-37. Bogor: Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes; 2001.
Depkes RI. 13 Pesan Dasar Gizi
25.
Seimbang. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas, 1996.
Irwansyah T, Broto SM. Hubungan 26.
Kepadatan Jenis Kendaraan Terhadap Kadar Timbal Udara dan Urin Masyarakat Sekitar Jalan Raya Kota Yogyakarta. Manusia dan
Lingkungan. 2003; X(1): 10-18.
Riyadina W. Hubungan Antara
27.
Hipertensi Dengan Kadar Plumbum (Pb) Udara. Laporan Penelitian.
Jakarta: Balitbangkes Depkes RI;
2001.
Rosling H. 1994. Measuring Effect 28.
in Humans of Dietary Cyanide Exposure from Cassava, dalam: Bokanga, M., dkk (eds). International Workshop on Cassava Safety.
Ibadan – Nigeria: March 1-4 1994. p.271-283.
Liang QR, Liao RQ, Su SH, Huang 29.
SH, Pan RH, Huang JL. Effects of lead on thyroid function on occupationally exposed workers. Zhonghua Lao Dong Wei Sheng Zhi
Ye Bing Za Zhi. 2003; 21(2): 111-3.
Hosmer DW, Lemeshow S. Applied 30.
Logistic Regression. Canada: John
Wiley & Sons; 1989. p. 82-134.
Setyawan AD, Indrowuryatno, 31.
Wiryanto, Winarno K. Pencemaran Logam Berat Fe, Cd, Cr dan Pb pada Lingkungan Mangrove di Propinsi
Jawa Tengah. Enviro. 2004; 4(2): 45–49. Surakarta: PPLH–LPPM UNS; 2004.
Muhilal. Trend Pola Konsumsi 32.
Makanan dan Implikasinya bagi Kesehatan. Prospek Makanan Tradisional dalam Pengembangan Pariwisata. Persatuan Ahli Gizi (Persagi) DPC Sulawesi Selatan.