• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Sosiologi Agama tentang Korupsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tugas Sosiologi Agama tentang Korupsi"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Sosiologi Agama

KORUPSI

Nama

:

Pris Valentino Barus

Nim :

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah “, Korupsi “, dalam Mata Kuliah Sosiologi Agama. Makalah ini di buat sesuai dengan tujuan yang akan di capai pada setiap perkuliahan yang di laksanakan. Penulis merasa makalah ini perlu dan sangat bermanfaat bagi kalangan umum, terkhusus bagi kalangan mahasiswa sebagai bahan gambaran dalam bersosialisasi.

Dengan menyelesaikan Makalah ini, tidak jarang penulis menemui kesulitan. Namun kami akan berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikannya. Dengan selesainya makalah ini, Semoga dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.

Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran, dari semua pihak yang membaca. Kritik dan saran yang akan anda berikan akan berguna bagi penulis untuk membuat makalah menjadi lebih baik . terima Kasih

Bandar Baru, 12 Maret 2014

Penulis,

(3)
(4)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan oleh bangsanya. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia (SDM), yakni ( kualitas orang-orang yang terlibat sejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan (keuanganya). Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.

Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup kaya dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, Negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya(SDM). Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dan karupsi sedah menjadi kebiasaan dari aparat-aparat tertentu. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lainsebagainya di luar batas kewajaran. Dan bukan hanya itu saja korupsi juga terjadi pada aparat-aparat lain bahkan korupsi terjadi pada kalangan rendahan, misalnya kepala desa bahkan sampai kepada ketua Rt dan masih banyak yang lainnya.

(5)

keserakahan sehingga tidak memikirkan masyarakat yang mesih banyak mengalami kemiskinan.

Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain jika bangsa kita ingin maju, jawabanya adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak dapat mengurangi kasus-kasus korupsi sampai pada titik yang paling rendah maka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawanegara ke jurang kehancuran Negara Indonesia.

1.2. Identifikasi Masalah

1) Apakah pengertian dari korupsi?

2) Apa yang melatar belakangi terjadinya korupsi?

3) Apakah macam-macam dari korupsi?

4) Apakah dampak dari korupsi?

5) Apa yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi?

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Menurut Dr. Kartini Kartono (1983), korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum. Selanjutnya, dengan merujuk definisi Huntington diatas, Heddy Shri Ahimsha-Putra (2002) menyatakan bahwa persoalan korupsi adalah persoalan politik pemaknaan. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.

Seorang sosiolog Malaysia Syed Hussein Alatas secara implisit menyebutkan tiga bentuk korupsi yaitu sogokan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme. Alatas mendefinisikan nepotisme sebagai pengangkatan kerabat, teman, atau sekutu politik untuk menduduki jabatan-jabatan publik, terlepas dari kemampuan yang dimilikinya dan dampaknya bagi kemaslahatan umum (Alatas 1999:6).

Inti ketiga bentuk korupsi menurut kategori Alatas ini adalah subordinasi kepentingan umum dibawah tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran-pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, yang dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan sikap masa bodoh terhadap akibat yang ditimbulkannya terhadap masyarakat.

Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.

(7)

2.2. Sebab-sebab Korupsi

Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok /keluarga/ golongannya sendiri. Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi antara lain yaitu :

 Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.

 Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.

 Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.

 Kurangnya pendidikan.

 Adanya banyak kemiskinan.

 Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.

 Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.

 Struktur pemerintahan.

 Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai penyakit transisional.

 Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.

Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne (1993) atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :

 Greeds(keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.

(8)

 Needs(kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.

 Exposures(pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.

Bahwa faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang kepentingannya dirugikan.

Sedangkan Cressey (1953) melalui penelitiannya menyatakan bahwa seseorang melakukan kecurangan disebabkan oleh:

(1) Tekanan (pressure) untuk melakukan kecurangan lebih banyak tergantung pada kondisi individu, seperti sedang menghadapi masalah keuangan, kebiasaan buruk seseorang seperti berjudi danpeminum; tamak atau mempunyai harapan/tujuan yang tidak realistic

(2) Kesempatan (opportunity), menurut penelitian yang dilakukan oleh IIA Research Foundation tahun 1984 dengan urutan paling sering terjadi adalah:

a. Terlalu mempercayai bawahan;

b. Kelemahan prosedur otorisasi dan persetujuan manajemen;

c. Kurangnya penjelasan dalam informasi keuangan pribadi (kecurangan perbankan); d. Tidak ada pemisahan antara pemberian wewenang transaksi dan penjagaan aset; e. Tidak ada pengecekan independen terhadap kinerja;

f. Kurangnya perhatian terhadap uraian secara rinci (detail);

g. Tidak ada pemisahan antara pemegang aset dan fungsi pencatatan; h. Tidak ada pemisahan tugas akuntansi;

i. Kurang jelasnya pemberian wewenang; j. Departemen/bagian jarang diperiksa;

k. Pernyataan tidak ada benturan kepentingan tidak disyaratkan; l. Dokumen dan pencatatan kurang memadai.

(3) Pembenaran (Rationalization) terjadi dalam hal seseorang atau sekelompok orang

membangun pembenaran atas kecurangan

yang dilakukan. Pelaku fraud biasanya mencari alasan pembenaran bahwa yang dilakukannya bukan pencurian atau kecurangan, seperti:

a. Saya benar‐benar perlu uang, akan dikembalikan setelah menerima gaji b. Saya tidak merugikan siapa‐siapa, perusahaan tidak bangkrut karenanya; c. Saya mau manyumbangkannya untuk orang tidak mampu;

(9)

Menurut Dr.Sarlito W. Sarwono (2009), faktor penyebab seseorang melakukan tindakan korupsi yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar (misalnya dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya).

Menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat tiga indikasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yaitu :

1. Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi.

2. Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri. 3. Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.

Dalam buku Sosiologi Korupsi oleh Syed Hussein Alatas, disebutkan ciri-ciri korupsi antara lain sebagai berikut :

 Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.

 Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.

 Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungann timbale balik.

 Berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik perlindungan hukum.

 Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.

 Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum.

 Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.

 Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif.

 Perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam masyarakat.

2.3. Jenis-Jenis Korupsi

(10)

1. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara 2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap

3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan 4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan

5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang

6. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan 7. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi

Menurut Aditjandra dari definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi dihasilkan tiga macam model korupsi (2002: 22-23) yaitu :

Model korupsi lapis pertama

Berada dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana prakarsa datang dari pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas pelayan publik lainnya.

Model korupsi lapis kedua

Jaring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut Aditjandra, pada korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level nasional.

Model korupsi lapis ketiga

Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jaring-jaring korupsi internasional korupsi tersebut.

2.4. Dampak Korupsi

1. Lesunya Perekonomian

(11)

suatu negara mengakibatkan berkurangnya dukungan negara donor, karena korupsi menggoyahkan sendi-sendi kepercayaan pemilik modal asing

2. Meningkatnya Kemiskinan

Meningkatnya Kemiskinan Efek penghancuran yang hebat terhadap orang miskin: Dampak langsung yang dirasakan oleh orang miskin Dampak tidak langsung terhadap orang miskin Dua kategori penduduk miskin di Indonesia: Kemiskinan kronis (chronic poverty) Kemiskinan sementara (transient poverty) Empat risiko tinggi korupsi: Ongkos finansial (financial costs) Modal manusia (human capital) Kehancuran moral(moral decay) Hancurnya modal sosial (loss of capital social)

3. Tingginya angka kriminalitas

Tingginya angka kriminalitas Korupsi menyuburkan berbagai jenis kejahatan yang lain dalam masyarakat. Semakin tinggi tingkat korupsi, semakin besar pula kejahatan. Menurut Transparency International, terdapat pertalian erat antara jumlah korupsi dan jumlah kejahatan. Rasionalnya, ketika angka korupsi meningkat, maka angka kejahatan yang terjadi juga meningkat. Sebaliknya, ketika agka korusi berhasil dikurangi, maka kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum (law enforcement juga meningkat. Dengan mengurangi korupsi dapat juga (secara tidak langsung) mengurangi kejahatan yang lain.

3. Demoralisasi

Demoralisasi Korupsi yang merajalela di lingkungan pemerintah dalam penglihatan masyarakat umum akan menurunkan kredibilitas pemerintah yang berkuasa. Jika pemerintah justru memakmurkan praktik korupsi, maka lenyap pula unsur hormat dan trust (kepercayaan) masyarakat kepada pemerintah. Praktik korupsi yang kronis menimbulkan demoralisasi di kalangan warga masyarakat. Menurut Bank Dunia, korupsi merupakan ancaman dan duri bagi pembangunan. Korupsi mengabaikan aturan hukum dan juga menghancurkan pertumbuhan ekonomi. Lembaga internasional menolak mebantu negara-negara korup. Sun Yan Said: korupsi menimbulkan demoralisasi, keresahan sosial, dan keterasingan politik.

4. Kehancuran birokrasi

Kehancuranbirokrasi Birokrasi pemerintah merupakan garda depan yang behubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat. Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung negara. Korupsi menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh de dalam birokrasi. Korupsi dalam birokrasi dapat dikategorikan dalam dua kecenderungan umum: yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan di kalangan mereka sendiri. Transparency International membagi kegiatan korupsi di sektor publik ke dalam dua jenis, yaitu korupsi administratif dan korupsi politik.

5. Terganggunya Sistem Politik dan Fungsi Pemerintahan

(12)

Contohnya : lembaga tinggi DPR yang sudah mulai kehilangan kepercayaan dari Masyarakat Lembaga Politik diperalat untuk menopang terwujudnya berbagai kepentingan pribadi dan kelompok.

6. Buyarnya Masa Depan Demokrasi

Buyarnya Masa Depan Demokrasi Faktor Penopang Korupsi ditengah Negara Demokrasi Tersebarnya kekuasaan ditangan banyak orang telah meretas peluang bagi merajalelanya penyuapan. Reformasi neoliberal telah melibatkan pembukaan sejumlah lokus ekonomi bagi penyuapan, khususnya yang melibatkan para broker perusaaan publik. Pertambahan sejumlah pemimpin neopopulis yang memenangkan pemilu berdasar pada kharisma personal malalui media, terutama televisi, yang banyak mempraktekan korupsi dalam menggalang dana.

2.6. Kasus Korupsi Terbesar Indonesia Sepanjang Sejarah.

korupsi di indonesia sudah tidak terkendali lagi. bahkan dalam berbagai macam survei indonesia masuk dalam salah satu daftar negara terkorup di dunia. berbagai macam kasus korupsi mulai dari yang besar, sedang hingga kasus korupsi kecil terjadi tahun demi tahun secara terus menerus tanpa bisa dihentikan. hukuman yang ringan menjadi penyebab utama para koruptor tetap saja menjalankan aksi korupsi. hukum yang diandalkan juga belum mampu bekerja maksimal, malahan kini hukum sangat mudah untuk dibeli. hal ini bisa dilihat dari banyaknya aparat hukum yang terlibat kasus suap.

Negara pun menanggung kerugian mulai dari ratusan juta, milyaran hingga trilyunan rupiah. berbagai macam kasus korupsi kebanyakan tidak menghasilkan hukuman yang membuat jerah para pelaku/tersangka korupsi. hal ini dikarenakan dikarenakan pelaku kebanyakan didominasi oleh pejabat negara dan orang orang berduit. kasus korupsi membelit berbagai macam instansi mulai dari DPR, kepolisian, TNI, Pemerintah dan Menteri, Kejaksaan, Partai Politik dan masih banyak lagi.

Kasus Korupsi Bank Century

Dalam laporan BPK ketika itu menunjukkan beberapa pelanggaran yang dilakukan Bank Century sebelum diambil alih. BPK mengungkap sembilan temuan pelanggaran yang terjadi. Bank Indonesia (BI) saat itu dipimpin oleh Boediono–sekarang wapres–dianggap tidak tegas pada pelanggaran Bank Century yang terjadi dalam kurun waktu 2005-2008.

BI, diduga mengubah persyaratan CAR. Dengan maksud, Bank Century bisa mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Kemudian, soal keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK)–saat itu diketuai Menkeu Sri Mulyani–dalam menangani Bank Century, tidak didasari data yang lengkap. Pada saat penyerahan Bank Century, 21 November 2008, belum dibentuk berdasar UU.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga diduga melakukan rekayasa peraturan agar Bank Century mendapat tambahan dana. Beberapa hal kemudian terungkap pula, saat Bank Century dalam pengawasan khusus, ada penarikan dana sebesar Rp 938 miliar yang tentu saja, menurut BPK, melanggar peraturan BI. Pendek kata, terungkap beberapa praktik perbankan yang tidak sehat.

(13)

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Djiwandono dianggap bertanggung jawab dalam pengucuran BLBI. Sebelumnya, mantan pejabat BI lainnya yang terlibat pengucuran BLBI?Hendrobudiyanto, Paul Sutopo, dan Heru Soepraptomo? telah dijatuhi hukuman masing-masing tiga, dua setengah, dan tiga tahun penjara, yang dianggap terlalu ringan oleh para pengamat. Ketiganya kini sedang naik banding. Bersama tiga petinggi BI itu, pemilik-komisaris dari 48 bank yang terlibat BLBI, hanya beberapa yang telah diproses secara hukum. Antara lain: Hendrawan Haryono (Bank Aspac), David Nusa Widjaja (Bank Servitia), Hendra Rahardja (Bank Harapan Santosa), Sjamsul Nursalim (BDNI), dan Samadikun Hartono (Bank Modern).

Yang jelas, hingga akhir 2002, dari 52 kasus BLBI, baru 20 dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Sedangkan yang sudah dilimpahkan ke pengadilan hanya enam kasus Abdullah Puteh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam yang kini non aktif ini menjadi tersangka korupsi APBD dalam pembelian helikopter dan genset listrik, dengan dugaan kerugian Rp 30 miliar.

Kasus Korupsi PLTU PAITON I Probolinggo

Kasus pidana Paiton I sudah tersedia bukti permulaan yang kuat yakni hasil audit investigasi BPKP . Kasus dugaan korupsi pengadaan listrik swasta Paiton I di Probolinggo bermula dari Lmarkup terhadap capital cost sebesar 48 persen dari seluruh nilai proyek yang sebesar Rp 7,015 triliun. Sebenarnya, Paiton I telah diaudit BPKP dan due diligence SNC-Lavalin. Kedua lembaga tersebut jelas-jelas menyatakan ada mark up dan rekayasa besar-besaran pada sisi proses penyiapan listrik swasta dan proses investasinya. Dalam Laporannya, BPKP membedah secara gamblang proses Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) yang terjadi, mulai dari perencanaan, proses mendapatkan Surat Ijin Prinsip, pembiayaan, pelaksanaan, produksi, distribusi, konsumsi, pembayaran dan berbagai previlege yang didapat dengan merugikan keuangan negara sekitar Trilyunan rupiah.

Kasus ini ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Dalam kasus tersebut bekas Direktur Utama PLN Zuhal dan bekas Dirut PLN Djiteng Marsudi sudah diperiksa. Menurut hasil penyelidikan Kejagung, proyek Paiton I dinilai melanggar keputusan presiden mengenai prosedur pengadaan listrik di lingkungan departemen yang harus melalui prosedur lelang. Indikasi kolusi terlihat dalam proses negosiasi melalui bukti Surat Menteri Pertambangan dan Energi tertanggal 13 Februari 1993.Dalam surat itu dinyatakan persetujuan, kesepakatan, dan nilai prematur yang tak sesuai dengan kondisi sebenarnya.

(14)

non-pemerintah juga telah melaporkan kasus Paiton I ke KPK, namun anehnya hingga sekarang lembaga pemberantas korupsi itu tidak melakukan tindakan apapun.

Kasus Korupsi Soeharto dan keluarganya

Banyak pendapat dari masyarakat mengenai keluarga suharto baik selama menjabat maupun sesudah lengser tahun 1998. terlepas dari itu suharto dituduh melakukan korupsi dan menimbulkan kerugian negara trilyunan rupiah. bahkan menurut majalah Time sebesar US$ 15 milyar atau Rp. 150 Triliun.

Kasus Korupsi HPH Dan Dana Reboisasi

Hasil audit Ernst & Young pada 31 Juli 2000 tentang penggunaan dana reboisasi mengungkapkan ada 51 kasus korupsi dengan kerugian negara Rp 15 triliun (versi Masyarakat Transparansi Indonesia). Yang terlibat dalam kasus tersebut, antara lain, Bob Hasan, Prajogo Pangestu, sejumlah pejabat Departemen Kehutanan, dan Tommy Soeharto. Bob Hasan telah divonis enam tahun penjaradi LP Nusakambangan, Jawa Tengah. Prajogo Pangestu diseret sebagai tersangka kasus korupsi dana reboisasi proyek hutan tanaman industri (HTI) PT Musi Hutan Persada, yang diduga merugikan negara Rp 331 miliar. Dalam pemeriksaan, Prajogo, yang dikenal dekat dengan bekas presiden Soeharto, membantah keras tuduhan korupsi. Sampai sekarang nasib kasus ini tak jelas kelanjutannya.

Kasus Korupsi Edi Tansil / PT. Golden Key

Eddy Tansil (lahir tahun 1954) adalah seorang pengusaha Indonesia keturunan Tionghoa yang keberadaanya kini tidak diketahui. Ia melarikan diri dari penjara Cipinang, Jakarta, pada tanggal 4 Mei 1996 saat tengah menjalani hukuman 20 tahun penjara karena terbukti menggelapkan uang sebesar 565 juta dolar Amerika (sekitar 1,5 triliun rupiah dengan kurs saat itu) yang didapatnya melalui kredit Bank Bapindo melalui grup perusahaan Golden Key Group.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Eddy Tansil 20 tahun penjara, denda Rp 30 juta, membayar uang pengganti Rp 500 miliar, dan membayar kerugian negara Rp 1,3 triliun. Sekitar 20-an petugas penjara Cipinang diperiksa atas dasar kecurigaan bahwa mereka membantu Eddy Tansil untuk melarikan diri.

Beberapa Contoh Kasus Korupsi Lainnya :

-Korupsi PSO USO dana PNBP Telco di BP3TI Kominfo, rugikan negara 3 Triliun.

-Korupsi Sektor Pangan pada impor beras BULOG dan korupsi BLBU rugikan negara 3 Triliun, pelaku Jusuf Wangkar staf khusus SBY Bidang Pangan.

-Korupsi Mafia Anggaran DPR yang dilakukan oleh Nazarudin cs di 60-an proyek APBN sebesar 6.1 Triliun, rugikan negara sekitar 2.5 Triliun.

-Korupsi konversi hutan/tanah negara jadi Perkebunan oleh Torganda Grup di Riau seluas 93 ribu ha. Negara rugi 2.5 T. Pelaku DL Sitorus.

-Korupsi Wesel Ekspor Berjangka (WEB) Unibank tahun 2006. Kerugian US$ 230 juta atau Rp. 2.3 Triliun. Pelaku Sukanto Tanoto cs.

-Korupsi investasi Kilang Minyak Pertamina di Libya US$ 1.5 Milyar, gagal. Investasi awal US$ 200 juta lenyap. Negara rugi 2 Triliun.

(15)

-Korupsi Subsidi BBM pada periode presiden SBY yang bocor 30% atau sekitar US$ 5 - 7 milyar (50-70 triliun) per tahun.

Daftar Kasus Korupsi Yang Belum Terselesaikan atau terkatung katung :

1. Kasus PT Jamsostek (2002). Kerugian mencapai Rp 45 miliar. Mantan Dirut PT Jamsostek Akmal Husein dan mantan Dirut Keuangan Horas Simatupang telah ditetapkan sebagai tersangka. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

2. Proyek fiktif dan manipulasi data di PT Darma Niaga (2003). Kerugian mencapai Rp 70 miliar. Polisi telah telah tetapkan sebagai tersangka Winarto (direktur utama), Wahyu Sarjono (direktur keuangan), dan Sudadi Martodirekso (direktur agrobisnis). Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

3. Penyalahgunaan rekening 502 (2003). Kerugian mencapai Rp 20,98 miliar. Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Miranda Gultom, pernah menjalani pemeriksaan di Mabes Polri. Telah ditetapkan sebagai tersangka mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, mantan Ketua BPPN Putu Gede Ary Suta, mantan Ketua BPPN Cacuk Sudaryanto dan Kepala Divisi Bill of Lading (B/L) Totok Budiarso. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

4. Karaha Bodas Company (2004). Kerugian mencapai Rp 50 miliar. Jumlah tersangka ada 20 orang dari pejabat Panas Bumi Pertamina dan pihak swasta. Beberapa dintaranya Robert D. Mac Chunchen, Suprianto Kepala (Divisi Geotermal Pertamina), Syafei Sulaeman (staf Divisi Geotermal Pertamina). Hanya 2 yang telah dilimpahkan ke pengadilan. Selebihnya proses hukum selanjutnya tidak jelas

5. Kepemilikan rumah mantan Jaksa Agung, MA Rachman (2004). Rumah senilai 800 juta belum dilaporkan ke KPKPN . Beberapa orang dipanggil sebagai saksi. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

6. Pengadaaan genset di NAD (2004). Kerugian mencapai Rp 40 miliar. Mabes Polri telah menetapkan Wiliam Taylor dan Abdullah Puteh sebagai tersangka. Hanya Wiliam yang dilimpahkan ke pengadilan. Sedangkan Abdullah Puteh, proses hukum selanjutnyatidak jelas. Puteh hanya dijerat dalam kasus korupsi pengadaan Heli dan divonis 10 tahun penjara oleh pengadilan tipikor.

7. Penyewaan crane atau alat bongkar muat kontainer di PT Jakarta International Container Terminal (JICT) tahun 2005. Kerugian mencapai Rp 83,7 miliar. Direktur PT Jakarta International Container Terminal Wibowo S Wirjawan telah ditetapkan sebagai tersangka. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

8. Proyek peningkatan akademik di Departemen Pendidikan Nasional (2005). Kerugian mencapai Rp 6 miliar. Ditetapkan tiga tersangka utama adalah Dedi Abdul Halim, Pimpinan Bagian Proyek Peningkatan Tenaga Akademis di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, dan dua stafnya, yakni Elan Suherlan dan Helmin Untung Rintinton. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

(16)

11. Dana vaksinasi dan asuransi perjalanan jamaah haji periode 2002-2005 (2005). Kerugian ditaksir mencapai Rp 12 miliar. Penyidik telah memeriksa 15 orang saksi. Namun proses hukum selanjutnya tidak jelas.

12. Proyek renovasi Hotel Patra Jasa di Bali (2006). Kerugian ditaksir mencapai Rp 69 miliar. Polda Metro Jaya menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi Patra Jasa. Selain menetapkan mantan Direktur Utama, Sri Meitono Purbowo atau Tony Purbowo, enam direksi lainnya ditetapkan sebagai tersangka. Namun Proses hukum selanjutnya tidak jelas. 13. Wesel Ekspor Berjangka (WEB) Unibank yahun 2006. Kerugian ditaksir mencapai US$ 230 juta. Diduga melibatkan Komisaris PT Raja Garuda Mas, ST, Proses dilakukan oleh tim gabungan Mabes Polri dengan Kejaksaan Agung (Kejagung). Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

14. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Tawar, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp 590 miliar pada tahun 2006. Mantan Direktur Utama PT PLN Eddie Widiono telah ditetapkan sebagai tersangka. Proses hukum selanjutnya tidak jelas. Eddi Widiono juga dijerat dalam kasus korupsi proyek PLTU Borang, namun kasusnya dihentikan oleh Kejaksaan.

15. BPR Tripanca Setiadana Lampung pada tahun 2008. Mabes telah tetapkan sebagai tersangka pemilik BPR. Sugiarto Wiharjo alias Alay, Laila Fang (sekretaris pribadi Alay), Yanto Yunus (Kabag Perkreditan BPR Tripanca), Pudijono (Direktur Utama BPR), Indra Prasetya dan Fredi Chandra (staf analisis kredit BPR), Nini Maria (Kasi Administrasi BPR), dan Tri hartono (Bagian Legal BPR). Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

16. Dana Tak Tersangka (DTT) di Provinsi Maluku Utara (2008) senilai Rp 6,9 miliar. Diduga melibatkan sejumlah pejabat dan mantan gubernur di lingkup pemerintah provinsi Maluku Utara (Malut). Sebelumnya ditangani Polda Malut dan telah menetapkan dua tersangka yakni bendahara di Pemprov Malut bernisial RZ dan Karo Keuangan Pemprov Malut berinisial JN. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

17. Pengadaan jasa konsultan di BPIH Migas (2009). Dugaan korupsi pengadaan jasa konsultan di BPIH Migas dengan anggaran sebesar Rp 126 miliar untuk tahun anggaran 2008 dan Rp 82 milyar untuk tahun anggaran 2009, yang diduga dilakukan oleh pejabat dilingkungan BPH Migas.

18. Pengelolaan dana PNBP sebesar Rp 2,4 triliun. Dugaan korupsi di BPH Dirjen Postel Kementerian Kominfo atas pengelolaan dana PNBP sebesar Rp 2,4 triliun yang didepositokan pada bank BRI dan Bank Bukopin yang seharusnya digunakan untuk proyek

infrastruktur (Uso) namun justru didepositokan

sedangkan proyek diserahkan kepada pihak ketiga (Telkomsel) dengan membayar sewa layanan multimedia.

19. Makelar sejumlah proyek di PT Telkom dan anak perusahaan Telkom (PT telkomsel) (2009). Dugaan korupsi makelar sejumlah proyek di PT Telkom dan anak perusahaan Telkom yaitu PT Telkomsel (sedikitnya 30 proyek) yang bernilai triliunan rupiah sejak tahun 2006-2009 yang mana pekerjaan tersebut banyak tidak diselesaikan tetapi tetap dibayar lunas oleh direksi PT Telkom maupun Telkomsel karena sarat dengan KKN. 20. Pembelian saham perusahaan PT Elnusa di PT infomedia tahun 2009 senilai Rp 300 miliar. Dugaan korupsi atas pembelian saham perusahaan PT Elnusa di PT infomedia yang dimark-up dan diduga dilakukan oleh pejabat di lingkungan PT Telkom sebesar Rp 590 miliar.

(Sumber: http://infotercepatku.blogspot.com/2013/09/daftar-kasus-kasus-korupsi-di-indonesia.html#ixzz2vh2bYrmz)

(17)

Orde Lama

Kabinet Djuanda

Di masa Orde Lama, tercatat dua kali dibentuk badan pemberantasan korupsi. Yang pertama, dengan perangkat aturan Undang-Undang Keadaan Bahaya, lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran inilah semua pejabat harus menyampaikan data mengenai pejabat tersebut dalam bentuk isian formulir yang disediakan. Mudah ditebak, model perlawanan para pejabat yang korup pada saat itu adalah bereaksi keras dengan dalih yuridis bahwa dengan doktrin pertanggungjawaban secara langsung kepada Presiden, formulir itu tidak diserahkan kepada Paran, tapi langsung kepada Presiden. Diimbuhi dengan kekacauan politik, Paran berakhir tragis, deadlock, dan akhirnya menyerahkan kembali pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda.

Operasi Budhi

Pada 1963, melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kasab, dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi. Kali ini dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi.

Lagi-lagi alasan politis menyebabkan kemandekan, seperti Direktur Utama Pertamina yang tugas ke luar negeri dan direksi lainnya menolak karena belum ada surat tugas dari atasan, menjadi penghalang efektivitas lembaga ini. Operasi ini juga berakhir, meski berhasil menyelamatkan keuangan negara kurang-lebih Rp 11 miliar. Operasi Budhi ini dihentikan dengan pengumuman pembubarannya oleh Soebandrio kemudian diganti menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan Presiden Soekarno menjadi ketuanya serta dibantu olehSoebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun 2001 mencatatkan bahwa seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan korupsi pada masa Orde Lama pun kembali masuk ke jalur lambat, bahkan macet.

Orde Baru

Pada masa awal Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus1967, Soeharto terang-terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu memberantas korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu seakan memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung. Namun, ternyata ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan Soeharto untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo, Mr Wilopo, dan A. Tjokroaminoto, dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.

(18)

memberantas korupsi. Perselisihan pendapat mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom up atau top down di kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan pemberantasan korupsi, sehingga Opstib pun hilang seiring dengan makin menguatnya kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru.

Era Reformasi

Di era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial reviewMahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis.

Fungsi dan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi, mempunyai tugas

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan

5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :

1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;

2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;

3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;

4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan

(19)

Daftar Ketua KPK

No Nama Mulai Jabatan Akhir Jabatan

1 Taufiequrachman Ruki 2003 2007

2 Antasari Azhar 2007 2009

3 Tumpak Hatorangan

Panggabean 2009 2010

4 Busyro Muqoddas 2010 2011

5 Abraham Samad 2011 2015

KPK di bawah Taufiequrachman Ruki (2003-2007)

Pada tanggal 16 Desember 2003, Taufiequrachman Ruki, seorang alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1971, dilantik menjadi Ketua KPK. Di bawah kepemimpinan Taufiequrachman Ruki, KPK hendak memposisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi aparat dan institusi lain untuk terciptanya jalannya sebuah "good and clean governance" (pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan Anggota DPR RI dari tahun 1992 sampai 2001, Taufiequrachman walaupun konsisten mendapat kritik dari berbagai pihak tentang dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi. Taufiequrachman juga menyampaikan bahwa pembudayaan etika dan integritas antikorupsi harus melalui proses yang tidak mudah, sehingga dibutuhkan adanya peran pemimpin sebagai teladan dengan melibatkan institusi keluarga, pemerintah, organisasi masyarakat dan organisasi bisnis.

Pada tahun 2007 Taufiequrachman Ruki digantikan oleh Antasari Azhar sebagai Ketua KPK. Sekarang sejak Desember 2011, KPK diketuai oleh Abraham Samad

KPK di bawah Antasari Azhar (2007-2009)

(20)

Nursalim. Kemudian juga penangkapan Al Amin Nur Nasutiondalam kasus persetujuan pelepasan kawasan Hutan lindung Tanjung Pantai Air Telang, Sumatera Selatan. Antasari juga berjasa menyeret Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aulia Tantowi Pohan yang juga merupakan besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke penjara atas kasus korupsi aliran dana BI. Statusnya sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 4 Mei 2009 memberhentikan dari jabatannya sebagai ketua KPK.

KPK di bawah Tumpak Hatorangan Panggabean (Pelaksana Tugas) (2009-2010)

Mantan Komisaris PT Pos Indonesia, Tumpak Hatorangan Panggabean terpilih menjadi pelaksana tugas sementara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)dan dilantik pada 6 Oktober 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Serta ditetapkan berdasarkan Perppu nomor 4 tahun 2009 yang diterbitkan pada 21 September 2009.Pengangkatannya dilakukan untuk mengisi kekosongan pimpinan KPK setelah ketua KPK Antasari Azhar dinonaktifkan dan diberhentikan akibat tersangkut kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.Dibawah masanya memang KPK berhasil menetapkan bekas Menteri Sosial (Mensos) Bachtiar Chamsyah sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin jahit dan impor sapi. Selain itu, KPK juga berhasil menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Ismet Abdullah sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan mobil kebakaran. Tapi beberapa kasus masih mandek penanganannya, misalnya saja, kasus Bank Century, membuat penilaian bahwa lembaga itu mulai melempem.Pada tanggal 15 Maret 2010 beliau diberhentikan dengan Keppres No. 33/P/2010 karena perpu ditolak oleh DPR.

KPK di bawah Busyro Muqoddas (2010-2011)

M. Busyro Muqoddas, S.H, M.Hum dilantik dan diambil sumpah oleh Presiden RI pada 20 Desember 2010 sebagai ketua KPK menggantikan Antasari Azhar. Sebelumnya, Busyro merupakan ketua merangkap anggota Komisi Yudisial RI periode 2005-2010. Pada saat sebagai ketua sangat sering mengkritik DPR , yang terakhir terkait hedonisme para anggota DPR. Pada pemilihan pimpinan KPK tanggal 2 Desember 2011 beliau "turun pangkat" menjadi waki ketua KPK. Busyro hanya memperoleh 5 suara dibandingan Abraham Samad yang memperoleh 43 suara. Serah terima jabatan dan pelantikan dilaksanakan pada 17 Desember2011.

KPK di bawah Abraham Samad (2011-2015)

(21)

Mochtar, Ratu Atut Chosiyah, Ahmad Fathanah, Luthfi Hasan Ishaq, Rudi Rubiandini, dan lainnya.

(Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi)

2.7. Cara Pencegahan Dan Strategi Pemberantasan Korupsi

Menurut Baharuddin Lopa, mencegah korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita secara sadar untuk menempatkan kepentingan umum (kepentingan rakyat banyak) di atas kepentingan pribadi atau golongan. Ini perlu ditekankan sebab betapa pun sempurnanya peraturan, kalau ada niat untuk melakukan korupsi tetap ada di hati para pihak yang ingin korup, korupsi tetap akan terjadi karena faktor mental itulah yang sangat menentukan.

Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :

 Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,

 Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,

 Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.

Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi yang tepat yaitu :

Strategi Preventif.

Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.

Strategi Deduktif.

(22)

sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.

Strategi Represif.

Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara terintregasi.

Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :

1. Konsep “carrot and stick” yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana yang keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot adalah pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup dengan standar sesuai pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya, sehingga dapat hidup layak bahkan cukup untuk hidup dengan “gaya” dan “gagah”. Sedangkan Stick adalah bila semua sudah dicukupi dan masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana perlu dijatuhi hukuman mati.

2. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.

(23)

memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.

4. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.

5. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.

6. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa

a. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.

b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.

c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.

(24)

e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.

7. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

a. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.

b. Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.

2.8. Pandangan Agama Kristen mengenai Korupsi.

A. Makna Korupsi Menurut Alkitab

Yesus dan keteladanannya adalah contoh nyata perang terhadap korupsi dan Allah Bapa menjamin umatnya untuk hidup berkecukupan dengan syarat mengikuti jalannya. Di dalam agama Kristen, baik Katolik maupun Protestan korupsi sangat dilarang karena:

1. Korupsi Identik Dengan Mencuri.

(25)

bentuk yang berbeda, yaitu hukum mengasihi sesame manusia seperti diri sendiri ( Matius 22:39; Markus 12:31; Lukas 10:27 ). Hukum ini sama dengan hukum `pertama, yaitu hukum untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati dan dengan segenap akal budi.

2. Korupsi Adalah Perbuatan Melanggar Hukum.

Firman Allah yang tertulis lengkap dalam Alkitab juga menyebutkan bahwa orang Kristen pun selain wajib taat perintah-Nya, juga berlaku sama terhadap hukum yang berlaku. Ini jelas tertulis dalam Roma13:3 , yang menyatakan ketika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah (hukum), hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah (hukum)? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya.

3. Korupsi Adalah Pengingkaran Kepada Tuhan Yang Maha Memelihara Umatnya

Dari sisi iman Kristen, Allah telah tegas menyebutkan bahwa burung di udara saja dipeliharanya, apalagimanusia. Demikian umat tak perlu ragu akan usaha yang dijalankannya selama berada di jalan Tuhan.Karena itu, korupsi jelas merupakan pengingkaran terhadap keberadaan Tuhan dan jaminannya.Jaminan-jaminan Tuhan dituliskan di Alkitab di ayat-ayat berikut ini :

a. Paulus menyatakan menasehati Timotius dalam Timotius 6:6 : “Adalah benar bahwa melayani Allah membuat orang menjadi sangat kaya jika mereka telah merasa puas dengan yang dimilikinya”.

b. Di Matius 6:25-26 disebutkan “Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih pentingdari pada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?”

4. Korupsi Adalah Tanda Ketamakan Manusia

Tuhan sangat mengutuk manusia yang tamak. Dalam cerita-cerita di Alkitab, orang-orang tamak akan diberikan hukuman karena ketamakannya itu. Seperti pada cerita Gehazi, pelayan Nabi Elisa yang mengambil pemberian Panglima Kerajaan Aram, yakni Naaman, atas kesembuhannya dari penyakit kusta. Alih-alih ingin mendapatkan hadiah yang ditolak Nabi Elisa, Gehazi malah mendapat tulah berupa kusta yang sebelumnya diderita Naaman (II Raja-raja 5:1-27).

B. Jenis-Jenis Korupsi di Dalam Alkitab

Dalam Perjanjian lama maupun Baru, disebutkan jenis-jenis korupsi menurut stratanya:

1. Korupsi Karena Kebutuhan (By Need)

(26)

Karena Allah menjamin akan penghidupan umat yang mau percaya kepadanya. Korupsi karena kebutuhan akan gaya hidup mewah tidak termasuk dalam kriteria korupsi by need.

2. Karena Kesempatan (By Chance)

Merupakan jenis korupsi yang tercipta karena ada kesempatan, lemahnya sistem atau kurangnya pengawasan. Pada dasarnya kesempatan bisa ada atau diada-adakan. Jadi bisa jadi manusia karena kebutuhan atau ketamakannya menciptakan kesempatan untuk terjadinya korupsi. Sebesar apapun kesempatan yang terbuka, korupsi tetap tergolong pencurian dan dilarang oleh agama Kristen.

3. Karena Ketamakan (By Greed)

Merupakan jenis korupsi yang terberat. Pelaku korupsi biasanya sudah kaya, namun tetap melakukan korupsi untuk mempertahankan gaya hidupnya yang foya-foya. Seperti yang disebutkan tadi bahwa Tuhan akan mengutuk orang-orang yang tamak dan akan memberikan hukuman kepada mereka. Terutama apabila yang dikorupsi adalah harta orang-orang miskin yang jauh lebih membutuhkan daripada mereka. Maka hukuman yang terberat akan diberikan kepadanya.

C. Contoh-Contoh Korupsi Dalam Alkitab

Banyak contoh-contoh korupsi dalam Alkitab baik dalam perjanjian lama dan perjanjian baru, diantaranya adalah:

1. Peristiwa disuapnya Yudas Iskariot, salah satu murid Yesus untuk mengkhianatinya yang diceritakan oleh Alkitab dalam Matius 26:14-16: “Kemudian pergilah seorang dari kedua belas murid itu, yang bernama Yudas Iskariot, kepada imam-imam kepala. Ia berkata: "Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?" Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya.Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus”. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa penyuapan dan pengkhianatan termahsyur dan terkeji yang terjadi dalam sejarah umat Kristen.

2. Umat Israel yang keluar dari Mesir dan mengindahkan perintah Tuhan yang memelihara mereka dengan datangnya burung puyuh pada waktu senja dan roti dari surga (manna). Umat Israel bukannya mengambil sesuai perintah Tuhan, yakni segomer seorang, melainkan mengambil berlebihan. Upahnya, makanan yang mereka simpan malah menjadi busuk dan berulat ( Keluaran 16:11-21 ).

(27)

ketakutan semua orang yang mendengar hal itu. Lalu datanglah beberapa orang muda; mereka mengapani mayat itu, mengusungnya keluar dan pergi menguburnya. Kira- kira tiga jam kemudian masuklah isteri Ananias, tetapi ia tidak tahu apa yang telah terjadi. Kata Petrus kepadanya: “Katakanlah kepadaku, dengan harga sekiankah tanah itu kamu jual?” Jawab perempuan itu: “ Betul sekian.” Kata Petrus: “Mengapa kamu berdua bersepakat untuk mencobai Roh Tuhan? Lihatlah, orang-orang yang baru mengubur suamimu berdiri di depan pintu dan mereka akan mengusung engkau juga keluar.” Lalu rebahlah perempuan itu seketika itu juga di depan kaki Petrus dan putuslah nyawanya. Ketika orang-orang muda itu masuk, mereka mendapati dia sudah mati, lalu mereka mengusungnya ke luar dan menguburnya di samping suaminya. Maka sangat ketakutanlah seluruh jemaat dan semua orang yang mendengar hal itu”. Kisah tersebut dengan jelas menceritakan bahwa Ananias dan Safira berbuat tidak jujur karena ingin mengambil keuntungan yang bukan haknya dan melebihi porsi yang seharusnya. Dengan kata lain berbuat kecurangan berupa korupsi. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa perbuatan Ananias dan Safira bukan mendustai manusia tetapi mendustai Allah dan akhirnya menghasilkan maut bagi Ananias dan Safira seperti yang tertulis dalam Roma 6:23 yaitu “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”.

Selain itu, dalam Firman Tuhan juga mengatakan bahwa “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak, Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat” (Matius 5:37). Ayat ini berhubungan dengan dusta dan biasanya korupsi selalu disertai dengan dusta karena pasti ada hal yang disembunyikan yang disebabkan mengambil sesuatu atau lebih yang bukan porsi hak kepemilikannya.

D. Gratifikasi Menurut Pandangan Umat Kristen

Dalam 2 Raja-Raja 5:1-27 diceritakan tentang Panglima Kerajaan Aram, Naaman dan Nabi Elisa beserta pelayannya, Gehazi. Diceritakan bahwa seorang panglima Kerajaan Aram yang bernama Naaman adalah seorang yang berpenyakit kusta. Lalu dia datang kepada Nabi Elisa. Nabi Elisa memerintahkannya untuk mandi sebanyak tujuh kali di sungai Yordan untuk menghilangkan kustanya.Dan benarlah sembuh kustanya. Naaman yang bergembira datang menghadap Nabi Elisa lagi untuk berterima kasih karena telah menyembuhkannya. Naaman menghadiahinya dengan bermacam-macam hadiah. Namun Nabi Elisa menolaknya dan berkata "Demi TUHAN yang hidup, yang di hadapan-Nya aku menjadi pelayan,sesungguhnya aku tidak akan menerima apa-apa."

Cerita di atas menjelaskan bahwa Nabi Elisa tidak mau menerima gratifikasi atau hadiah dari Naaman karena menyembuhkan kustanya. Karena pada dasarnya Nabi Elisa adalah pelayan Tuhan yang tujuannya adalah melayani umatNya, bukannya dilayani oleh umatNya. Adapun bila Naaman ingin berterimakasih, maka dia dapat menyedekahkan hartanya (melalui perpuluhan atau kolekte ke gereja).

(28)

Elisa menginginkan hadiah-hadiah yang Naaman ingin berikan tersebut padahal Gehazi ingin menyimpannya untuk dirinya sendiri. Ini adalah contoh penyelewengan jabatan. Gehazi, sebagai pelayan Nabi Elisa memakai nama Nabi Elisa untuk memperkaya dirinya sendiri. Lalu kemudian apa yang terjadi pada Gehazi? Dia kemudian menderita penyakit yang dulu diderita Naaman, yaitu kusta.

E. Mengapa Korupsi Sering Dilakukan Umat Beragama?

Ada permasalahan teologis terletak di sini, yaitu orang-orang secara keseluruhan belum memahami dan menyadari arti Salib yang sesungguhnya. Pengertian Salib ialah Yesus yang menderita untuk keselamatan ciptaan-Nya. Orang yang bersedia menderita dengan tidak mengikut cara duniawi untuk memperoleh kehidupan “layak, mewah, serba wah” itulah hidup dalam Salib. Salib berarti menderita. Untuk mencapai kepuasan di dunia, kita tidak mengikuti arus duniawi. Korupsi, jelas merupakan “penanggalan” atas penghayatan kita tentang Salib sebab kebahagiaan/kepuasan tidak dapat terpenuhi hanya dari segi materi saja.

Tuhan Yesus sudah memberi teladan bagi kita bagaimana hidup yang berarti bagi orang lain yaitu melalui jalan salib. Sekarang, kita pun diundang mengikuti-Nya. Yesus Kristus dalam pengajaran-Nya, menyatakan “Berbahagialah orang yang menderita oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Matius 5:10).“Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman:”Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” (Ibrani 13:5)

Sumbangan agama Kristen yang paling berharga bagi moral anti-suap adalah memproyeksikan Tuhan sebagai contoh hakim yang adil. Tuhan tak akan korupsi atau terpengaruh oleh hadiah atau kedudukan seorang terdakwa. Seorang hakim yang adil dan tak berpihak, tidak akan memperoleh berkat (materi) dari si pemberi suap di dunia fana, melainkan dari Tuhan.

(29)

2.9. Hukuman Bagi Koruptor Berdasarkan Undang-Undang.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.

bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa;

b.

bahwa untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi, perlu diadakan perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-undang tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

Mengingat :

1.

Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945;

(30)

3.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);

4.

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874);

Dengan persetujuan bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.

Pasal I

Beberapa ketentuan dan penjelasan pasal dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diubah sebagai berikut:

1.

Pasal 2 ayat (2) substansi tetap, penjelasan pasal diubah sehingga rumusannya sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal Demi Pasal angka 1 Undang-undang ini.

2.

Ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, rumusannya diubah dengan tidak mengacu pasal-pasal dalam Kitab undang Hukum Pidana tetapi langsung menyebutkan unsur-unsur yang terdapat dalam masing-masing pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang diacu, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5

(31)

a.

memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau

b.

memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 6

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a.

memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau

b.

memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

(2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 7

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah):

a.

pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;

(32)

c.

setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau

d.

setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.

(2) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 8

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

Pasal 9

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.

Pasal 10

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja:

(33)

b.

membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau

c.

membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut. Pasal 11

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Pasal 12

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

a.

pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

b.

pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

c.

hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;

d.

seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;

(34)

f.

pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

g.

pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

h.

pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; atau

i.

pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

3.

Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 3 (tiga) pasal baru yakni Pasal 12 A, Pasal 12 B, dan Pasal 12 C, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 12 A

(1) Ketentuan mengenai pidana penjara dan pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(2) Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 12 B

(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;

Referensi

Dokumen terkait

To conclude, the researchers’ reason to conduct this research are based on the importance subject-verb agreement in the succes of writing, the result of the previous research

Disamping instrumen tersebut di atas, yang termasuk dalam kelompok ini adalah berupa instrumen yang bilahnya tergantung diantaranya penyacah, jublag dan jegogan

Metode survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut,

Photodioda adalah salah satu jenis dioda yang bekerja berdasarkan intensitas cahaya, jika photodioda terkena cahaya maka photodioda bekerja seperti dioda pada umumnya,

Pada saat pemerintahan Kolonial Belanda, Kawasan Pulo Brayan Bengkel Medan merupakan pusat balai yasa serta stasiun bagi kereta api penumpang, akan tetapi seiring

Oleh karena itu perusahaan dengan total aset yang besar akan lebih mampu untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang tinggi, sehingga laba tersedia bagi pemegang

moral pada generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama, (3) Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting ketika

[r]