• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Kelas 5 SDN 2 Karanganyar Kecamatan Geyer Kabupaten Grob

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Kelas 5 SDN 2 Karanganyar Kecamatan Geyer Kabupaten Grob"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1.1 Mata Pelajaran IPA

2.1.1.1 Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam atau disebut juga IPA dikenal dengan istilah sains. Kata sains berasal dari bahasa Latin scientia yang artinya ”saya tahu”. Kata sains dalam bahasa inggris berasal dari kata science yang berarti pengetahuan. Kemudian Science berkembang menjadi social science dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS) dan natural.

Menurut Srini M. Iskandar (1997:2) “Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA” berasal dari kata Bahasa Inggris “Natural Science” yang berarti “Science”. Dalam bahasa inggris natural science merupakan ilmu-ilmu tentang alam atau ilmu pengetahuan. Jadi menurut Srini M. Iskandar (1997:2) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Science secara harfiah adalah ilmu tentang alam atau ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

Menurut Sarkim (Patta Bundu,2006:11) IPA digunakan sebagai produk yang berisi tentang prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori yang dapat menjelaskan, memahami alam dan memahami berbagai fenomena yang terjadi di dalamnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan alam merupakan salah satu disiplin ilmu yang mempelajari tentang alam atau yang berhubungan dengan cara mencari tahu segala gejala-gejalanya yang terjadi di alam secara sistematis.

2.1.1.2Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam

(2)

sebagai menyelidiki alam sekitar, dapat memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengembangkan gejala alam, sehingga siswa dapat berfikir kritis dan

objektif.

Menuruit BNSP (2006:484) mata pelajaran IPA bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Memperoleh keyakinan adanya kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaban, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan yang dimiliki dan pemahaman konsep-konsep IPA supaya bermanfaat dan dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan yang dimiliki khususnya ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar.

5. Dapat memecahkan masalah dan membuat keputusan yang baik.

6. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

7. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam.

8. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs

Dengan demikian, dapat diuraikan bahwa pendidikan IPA di sekolah dasar harus sebagai proses penguasaan konsep dan manfaat sains dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.1.3 Hakikat Pembelajaran IPA

(3)

kehidupan sehari-hari, maka Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam di sekolah dasar sangat penting diterapkan.

Warsita (Rusman 2012:93) mengatakan bahwa “pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik”. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar. Dalam proses pembelajaran siswa memperoleh pengetahuan itu tidak datang dari luar, akan tetapi siswa memperoleh pengetahuan dari diri sendiri dalam struktur kognitif yang dimilikinya. Jadi pengetahuan itu bukan dari guru ke siswa, akan tetapi siswa sendiri yang akan membangun pengetahuannya. Menurut Sugihartono (2007:81) pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai model sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal. Sedangkan menurut Trianto (2010:53) “Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah diterapkan sebelumnya”.

(4)

Dari pendapat para ahli tentang pembelajaran maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan guru kepada siswa untuk

menyampaikan pesan (pengetahuan, nilai-nilai, dan ketrampilan-ketrampilan) dengan menggunakan berbagai model agar tercipta lingkungan yang kondusif serta tercapai tujuan pembelajaran yaitu perubahan tingkah laku siswa.

Pembelajaran IPA di sekolah dasar bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat”, sehingga bisa membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Putra, 2013:40).

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (BSNP, 2006:161).

Nilai-nilai IPA yang ditanamkan dalam pembelajaran IPA menurut Laksmi (Trianto, 2012:142) antara lain sebagai berikut:

a) Kecakapan bekerja dan berfikir secara teratur dan sistematis menurut

langkah-langkah model ilmiah.

b) Ketrampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.

c) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitanya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan.

2.1.2 Pendekatan Saintifik Dan Model Pembelajaran Problem Based Learning

2.1.2.1 Pengertian pendekatan saintifik

(5)

pengetahuan dan ketrampilan. Penguatan proses pembelajaran dilakukan melalui pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam

mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar, dan mengkomunikasikan. Pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah.

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang di rancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi konsep, hokum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hokum atau prinsip yang “ditemukan” (Agus Sujarwanto, 2012:75). Pendekatan saintifik disebut juga sebagai pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran dapat di padankan dengan suatu proses ilmiah. Karena itu kurikulum 2013 mengamatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran (Lelya Hilda, 2015:75).

2.1.2.2 Langkah-langkah Pendekatan Saintifik

Langkah-langkah dalam pendekatan saintifik adalah sebagai berikut : 1. Mengamati

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran

(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mdah pelaksanaannya.

2. Menanya

(6)

3. Menalar

Menalar di sini merupakan padanaan dari associating, bukan merupakan

terjemahan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak menunjuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam istilah pembelajaran beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggaln teori.

4. Mencoba

Untuk memperoleh hasil yang baik maka peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan terutama untuk materi substansi yang sesuai. Pada pelajaran IPA, misalnya peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik juga harus memiliki ketrampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang di hadapi sehari-hari.

5. Membentuk Jejaring

Membentuk jejaring sama dengan pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat

interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang di rancang secara baik dan di sengaja untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.

2.1.2.3Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning

(7)

based learning memiliki potensi yang tinggi untuk mengembangkan kemandirian siswa dan cara berfikir siswa melalui pemecahan masalah (Mulyatiningsih,2013).

Menurut Anies (2001:1), Problem Based Learning adalah satu instruksional yang memiliki ciri-ciri penggunaan masalah nyata sebagai konteks peserta didik yang mempelajari cara berfikir kritis serta ketrampilan dalam memecahkan masalah. Selain itu menurut Pannen, Mustafa & Sekarwinahyu (2001:89), Problem Based Learning merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma konstruktivisme yang sangat mementingkan peserta didik dan berorientasi pada proses belajar peserta didik (student centered learning). Sedangkan menurut Gardner (2003:1), Problem Based Learning memberikan kesempatan kesempatan peserta didik untuk 1) memeriksa dan menguji coba mengenai apa yang diketahui. 2) menemukan apa yang diperlukan untuk belajar. 3) mengembangkan ketrampilan mencapai kinerja yang tinggi dalam tim. 4) memperbaiki ketrampilan komunikasi. 5) merubah dan mempertahankan posisi dengan bukti dan argument yang baik. 6) menjadi lebih fleksibel dalam memproses informasi dan penemuan wajib. 7) melaksanakan beberapa ketrampilan setelah pendidikan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa pada hakikatnya Problem Based Learning merupakan suatu model pembelajaran yang berorientasi pada keterlibatan peserta didik dalam proses belajarnya yang berhubungan dengan kehidupan nyata dan memberikan kebebasan pada peserta didik dalam aktivitas yang

mengembangkan cara berfikir kritis serta ketrampilan dalam pemecahan, dalam suatu mata kuliah atau mata pelajaran yang memerlukan praktik.

2.1.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based learning

2.1.2.4.1 Kelebihan Model Pembelajaran Problem Based Learning

Berikut ini merupakan kelebihan dari model pembelajaran Problem Based Learning (Dr. Sujarwo : 2014) :

1) Fokus kebermaknaan, bukan fakta

(8)

informasi tersebut harus digunakan dalam pemecahan masalah sehingga terjadi proses kebermaknaan terhadap informasi.

2) Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berinisiatif

Peserta didik harus berpartisipasi aktif dalam mencari informasi untuk mengidentifikasi masalah dan memecahkan masalah, inisiatif peserta didik sangat diperlukan.

3) Mengembangkan ketrampilan dan pengetahuan

Problem Based Learning memberikan makna yang lebih, contoh nyata penerapan dan manfaat yang jelas dari materi pembelajaran

4) Pengembangan ketrampilan interpersonal dan dinamika kelompok

Ketrampilan interaksi social merupakan ketrampilan yang sangat diperlukan peserta didik dalam proses pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari dan berfokus pada kemampuan bidang ilmu.

5) Pengembangan sikap self motivated tumbuhnya hubungan peserta didik dan fasilitator

Dalam problem based learning yang memberikan kebebasan peserta didik berkolaboratif bersama peserta didik lain dalam bimbingan pendidik.

6) Jenjang pencapaian pembelajaran dapat di tingkatkan

Dalam Problem Based Learning, atmosfir akademik dan suasana belajar terasa lebih aktif, dinamis, dan berkualitas.

2.1.2.4.2 Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based Learning

Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based Learning, sebagai berikut : a) Pencapaian akademik dari individu peserta didik

Problem Based Learning berfokus pada salah satu masalah yang spesifik, sering kali Problem Based Learning tidak memiliki ruang lingkup yang memadai.

b) Waktu yang diperlukan untuk implementas

(9)

yang diperlukan dalam pembelajaran tradisional, bahkan cenderung lebih banyak waktu yang banyak, diperlukan pada saat awal peserta didik terlibat

didalamnya, sebagai suatu proses pembelajaran yang kebanyakan belum pernah mereka alami.

c) Perubahan peran peserta didik dalam proses

Selama ini peserta didik berasumsi bahwa mereka hanya mendengarkan dan bersikap pasif terhadap informasi yang disampaikan pendidik. Asumsi ini tumbuh berdasarkan pengalaman belajar yang di alami dalam jenjang pendidikan sebelumnya.

d) Perubahan peran pendidik dalam proses

Dalam Problem Based Learning ini tidak mungkin pendidik juga yang mengalami situasi yang membingungkan dan tidak nyaman ketika harus memulai proses pembelajarannya. Apalagi pendidik yang sudah merasa nyaman dan terbiasa dengan proses pembelajaran tradisional karena model ini lebih mudah dan cepat bagi kebanyakan para pendidik karena hanya bermodalkan pengetahuan yang di miliki, kemudian disampaikan kepada peserta didik yang tidak terlalu banyak bertanya dan bersikap pasif.

e) Perumusan masalah yang baik

Dalam pembelajaran ini perumusan masalah yang baik merupakan faktor yang paling penting, padahal merupakan hal yang tidak mudah untuk

dilakukan, baik bagi pendidik maupun peserta didik.

2.1.2.6 Sintak Penerapan pendekatan saintifik melalui model pembelajaran

Problem Based Learning

(10)

Tabel 2. Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan Saintifik Berbantuan Model

Pendidik menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang di butuhkan, memotivasi peserta didik terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Pendidik mendiskusikan rubric asesmen yang akan di gunakan dalam menilai kegiatan/hasil karya peserta didik.

Tahap 2 Penyajian dan identifikasi masalah

Pendidik membantu peserta didik untuk mengidentifikasi dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Tahap 3 Pengumpulan dan

analisis data

Pendidik mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Tahap 4 Merencanakan dan menerapkan alternatif

Pendidik membantu peserta didik dalam melaksanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Tahap 5 Merumuskan dan

menetapkan pemecahan masalah

serta tindak lanjut

Pendidik membantu peserta didik untuk melaksanakan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan, sehingga menetapkan alternative pemecahan masalah.

(11)

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu informasi melalui pengolahan

bahan belajar dari kesempatan yang ada sehingga menjadi tahu, mengerti dan memahami tentang sesuatu yang dimiliki.

2.1.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Slameto (2010:54-71), belajar dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswaitu sendiri (intern) dan faktor yang dating dari luar diri siswa atau lingkungan (ekstern).

1. Faktor intern meliputi:

a. Faktor jasmaniah seperti kesehatan, cacat tubuh.

b. Faktor psikologis seperti intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan.

c. Faktor kelelahan baik itu kelelahan jasmani maupun kelelahan rohani. 2. Faktor ekstern meliputi:

a. Factor keluarga, contohnya cara orang tua mendidik anaknya, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan.

b. Faktor sekolah contohnya dalam metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran si atas ukuran, keadaan,

gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

c. Faktor masyarakat, contohnya kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi belajar siswa yang lebih dominan adalah lingkungan belajar, karena jika lingkungan belajar kurang mendukung akan membuat siswa malas belajar sedangkan jika lingkungan belajar mendukung akan membuat siswa menjadi nyaman untuk belajar, antusias dan semangat.

(12)

2.1.3.3 Pengertian Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009 : 17), hasil belajar merupakan hal

yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Menurut Abu Ahmadi, hasil belajar secara teori bila sesuatu dapat memuaskan suatu kebutuhan, maka ada kecenderungan besar untuk mengulanginya. Sumber penguat belajar dapat secara ekstrinsik berupa nilai, pengakuan, dan penghargaan. Disamping itu siswa memerlukan dan harus menerima umpan balik secara langsung berupa nilai raport/nilai tes. Dengan nilai raport atau nilai tes inilah perkembangan hasil belajar siswa dapat terlihat.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu hasil yang didapat dari tingkat perkembangan mental yang lebih baik untuk mencapai suatu keberhasilan yang memuaskan dan mendapatkan suatu penghargaan sehingga kecendrungan ingin mengulang.

2.1.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Munadi (Rusman,

2012:124) antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal: 1. Faktor Internal

a. Faktor Fisiologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran.

(13)

(IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.

2. Factor eksternal

a. Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengurhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega.

b. Faktor Instrumental. Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru.

2.1.3.4Pengukuran Hasil Belajar

Pengukuran hasil belajar merupakan suatu tindakan untuk mengidentifikasi besar-kecilnya gejalan (Sutrisno Hadi). Pengukuran hasil belajar disebut juga suatu kegiatan atau proses untuk menetapkan dengan pasti luas, dimensi dan kuantitas dari suatu dengan cara membandingkan terhadap ukuran tertentu. Hasil pengukuran berupa angka atau uraian tentang kenyataan yang menggambarkan derajat kualitas,

kuantitas dan eksistensikeadaan yang di ukur. Dalam pembelajaran berbasis masalah pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan setelah menghayati proses belajar. Dalam melakukan analisis pengukuran hasil belajar ini dilakukan dengan tes tertulis, tes tertulis menggunakan model soal pilihan ganda dan essai untuk memperoleh data atau informasi hasil belajar.

(14)

menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Hasil pengukuran tersebut berwujud angka ataupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi

para siswa (Sugihartono, 2007:130). Pengukuran hasil belajar dapat dilakukan dengan menggunakan tes sebagai alat ukurnya.

2.1.4 Hubungan Antara Pendekatan Saintifik, Model Pembelajaran PBL

dengan Hasil Belajar

Pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar, dan mengkomunikasikan. Pendekatan saintifik juga merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Sedangkan pengertian model pembelajaran PBL menurut Anies (2001:1), model pembelajaran PBL merupakan satu instruksional yang memiliki ciri-ciri penggunaan masalah nyata sebagai konteks peserta didik yang mempelajari cara berfikir kritis serta ketrampilan dalam memecahkan masalah. Selain itu menurut Pannen, Mustafa & Sekarwinahyu (2001:89), Problem Based Learning merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma konstruktivisme yang sangat mementingkan peserta didik dan berorientasi pada proses belajar peserta didik (student centered learning).

Menurut Gardner (2003:1), Problem Based Learning memberikan kesempatan kesempatan peserta didik untuk 1) memeriksa dan menguji coba mengenai apa yang

diketahui. 2) menemukan apa yang diperlukan untuk belajar. 3) mengembangkan ketrampilan mencapai kinerja yang tinggi dalam tim. 4) memperbaiki ketrampilan komunikasi. 5) merubah dan mempertahankan posisi dengan bukti dan argument yang baik. 6) menjadi lebih fleksibel dalam memproses informasi dan penemuan wajib. 7) melaksanakan beberapa ketrampilan setelah pendidikan.

(15)

berfikir kritis serta ketrampilan dalam pemecahan, dalam suatu mata kuliah atau mata pelajaran yang memerlukan praktik. Jadi dapat di simpulkan bahwa pendekatan

saintifik sangat berhubungan dengan model pembelajaran PBL, karena dalam pendekatan saintifik siswa di tuntut aktif, sedangkan model pembelajaran PBL siswa dituntut aktif, berfikir kritis dan ketrampilan dalam memecahkan masalah.

Pendekatan saintifik dan model pembelajaran PBL ini juga berhubungan dengan hasil belajar siswa. Jika siswa di tuntut untuk aktif dalam setiap proses pembelajaran dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran maka siswa akan mendapat nilai yang bagus dan hasil belajar akan naik. Hal ini karena, semakin siswa aktif dalam pembelajaran maka siswa akan menemukan sendiri pengetahuan yang di dasarkan atas pengalaman belajar sehingga memberikan kesempatan bagi berkembangnya ketrampilan siswa.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

1. Jurnal pendidikan oleh Riana Rahmasari (2015) dengan judul Penerapan Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kelas 4 SD mengatakan dengan penggunaan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada kondisi awal pra siklus, perolehan hasil belajar siswa kelas 4 SD Negeri Nglempong Ngaglik Sleman dalam mata pelajaran IPA, sebanyak 14 orang atau 58,33% mempunyai nilai lebih besaratau sama dengan 65 (telah memenuhi KKM), sedangkan sebanyak 10 orang atau atau

(16)

dapat ditingkatkan melalui penerapan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

2. Trimulyani, Kartika Chrysti Suryandari, Suhartono (2014) Implementasi Pendekatan Scientifik Dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Dalam Peningkatan Pembelajaran IPA Pada Siswa Kelas IV SD dapat meningkatkan pembelajaran IPA pada Tema Makananku Sehat dan Bergizi di kelas IV SD Negeri 1 Sruweng Tahun Ajaran 2014/2015. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan pada hasil belajar, sikap teliti, jujur dan percaya diri serta ketrampilan proses. Pada siklus I persentase ketuntasan hasil belajar siswa yaitu 79,19%, pada siklus II menjadi 97,82%, siklus III menjadi 100%.

3. Nanik Istika Wati, Sri Utaminingsih, Fina Fakhriyah (2014) Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Di Kelas V SD Negeri Pasuruhan Pati dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa materi daur air di kelas V SD Negeri Pasuruhan Pati. Hal ini di buktikan dalam pengelolaan pembelajaran pada siklus I adalah 79,1% meningkat menjadi 89,5% pada siklus II dari kreteria baik menjadi sangat baik.

4. Tartanto (2015) Pembelajaran Materi Tumbuhan Melalui Penerapan Metode Pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kualitas hasil belajar IPA materi perkembangbiakan tumbuhan, diketahui pada siklus I 7 siswa dari 16

siswa (43,75%), pada siklus II menjadi 10 siswa (62,50%), dan meningkat lagi pada siklus III yaitu 16 siswa (100%).

(17)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah dilakukan peneliti di atas adalah jika penelitian yang sudah dilakukan di atas hanya menggunakan model

pembelajaran PBL saja tidak menggunakan pendekatan saintifik, kalau penelitian ini lebih menekankan pada pendekatan saintifik berbantuan model pembelajaran PBL, sehingga siswa lebih gampang memahami materi, mengatasi keterbatasan pengalaman yang di miliki peserta didik, dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, dan dapat meningkatkan daya tarik dan perhatian siswa karena melalui pendekatan saintifik berbantuan model pembelajaran PBL ini lebih menerapkan pembelajaran mengenai pemecahan masalah sehingga siswa yang lebih aktif dalam proses pembelajaran dibandingkan guru.

Penelitian ini dilakukan agar memberi inovasi baru bagi guru untuk melakukan proses pembelajaran tidak hanya terbatas menggunakan metode ceramah dan papan tulis saja. Tetapi juga mencoba memberikan inovasi melalui penggunaan pendekatan saintifik berbantuan model pembelajaran PBL sehingga siswa dapat melakukan percobaan langsung, memecahkan masalah dan berfir kritis didalam proses pembelajaran.

2.3 Kerangka Pikir

Pada proses belajar mengajar di SDN 2 Karanganyar umumnya masih menggunakan metode ceramah sehingga siswa menjadi bosan dan merasa jenuh. Hal ini akan berakibat kepada siswa, hasil belajar siswa akan menurun.

(18)

melatih siswa untuk selalu berpikir kritis, karena membiasakan siswa memecahkan masalah sendiri sampai siswa dapat menemukan jawaban dari

masalah itu, dan siswa akan lebih mudah memahami dan menguasai materi pada mata pelajaran IPA, siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran, motivasi belajar siswa meningkat, siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga suasana kelas menjadi lebih menarik dan tidak membosankan. Dengan diterapkannya pendekatan saintifik berbantuan model pembelajaran PBL nilai KKM akan dicapai siswa.

2.4 Hipotesis Tindakan

Dari beberapa teori-teori yang telah dikemukakan dapat ditarik suatu hipotesis sebagai berikut:

1. Langkah-langkah Pendekatan Saintifik Berbantuan Model Pembelajaran PBL sesuai sintaks di duga dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SDN 2 Karanganyar Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan.

Gambar

Tabel 2. Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan Saintifik Berbantuan Model

Referensi

Dokumen terkait

Pada model pembelajaran PBL dengan pendekatan saintifik siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik dari siswa yang mempunyai

Citra Samsu Nur Rahmah, Penerapan Pendekatan Saintifik Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Aktifitas Belajar

CPS dengan pendekatan saintifik lebih baik daripada prestasi belajar siswa yang dikenai. model pembelajaran TAPPS dan STAD dengan pendekatan saintifik, prestasi

Hasil observasi terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik melalui model pembelajaran Problem Based Learning pada siklus I

Bagaimanakan penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa

Tugas Akhir yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Siswa Kelas 5 SDN Ngampon Kecamatan Ampel

untuk mendorong siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan. pendekatan PBL dan model

pendekatan saintifik melalui model pembelajaran Discovery Learning dengan model Group Investigation terhadap hasil belajar muatan IPA tema 8 subtema 2 pada siswa kelas 5 SD