BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi habitat, morfologi, sistematika, sinonim,nama daerah, nama asing, kandungan kimia dan khasiat.
2.1.1 Habitat
Tanaman kelapa (Cocos nucifera) tumbuh baik pada 15o LS - 15o LU, yang merupakan daerah tropis yang beriklim panas dengan kelembapan udara tinggi.Suhu yang optimum untuk pertumbuhan kelapa 27oC - 28oC, kelembapan udara 80-90 persen dan curah hujan merata. Ketinggian optimal untuk pertumbuhan kelapa yakni 0 - 1000 dpl pada tanah yang memiliki pH berkisar 6,5 - 7,5 (Wahyuni, 2000).
2.1.2 Morfologi
buah batu dengan biji yang memiliki lembaga yang kecil dan endosperm yang besar (Tjitrosoepomo, 1996).
2.1.3 Sistematika
Sistematika tumbuhan kelapa adalah: Divisi : Spermathophyta
Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Arecales
Suku : Arecaceae Marga : Cocos
Jenis : Cocos nucifera (Tjitrosoepomo, 1991) 2.1.4 Sinonim
Cocos nana Griff (Anonim, 2012) 2.1.5 Nama daerah
Sumatera : Krambil, niweur (Aceh); krambir, tuwalah, harambir (Sumatera Utara); karambie, niue, nyieu (Sumatera Barat); nyiui, nyiwi (Lampung).
Jawa : Kalapa (Sunda); kalapa, klendah, krambil (Jawa); enyor, iyor, nyior, nyor (Madura).
Kalimantan: Enyu, enyoh, onya, unyah, nyoh, nior, piasau (Dayak). Sulawesi : Punyu, bango, po’opo, popo, tokhulu (Sulawesi Utara);
kaluku (Toraja); kaluku, anjoro, nyuh (Makasar) (Anonim, 2012).
2.1.6 Nama asing
Inggris : Coconut Melayu : Kelapa, Nyiur Vietnam : Dua
Filipina : Niyog, Lobi, Inniug
Jepang : Yashi no mi, Kokonattsu (Anonim, 2012) 2.1.7 Kandungan kimia
Buah kelapa mengandung asam askorbat, protein, lemak, hidrat arang, kalsium, potassium, mineral (Hanafi, 2013).
2.1.8 Khasiat
Produk dari kelapa yang paling banyak digunakan untuk kesehatan adalah minyak kelapa. Minyak kelapa digunakan secara tradisional untuk keracunan, antiseptik, astringent, bakterisidal, diuretik, sakit perut, asma, bronchitis, demam, konstipasi, flu, disentri, dismenorhea, gingivitis, mual, muntah, luka, sakit tenggorokan (Anonim, 2012).
2.2Lemak dan Minyak
pembentukannya, lemak dan minyak yang biasa disebut dengan triasilgliserida, merupakan hasil dari proses kondensasi dan esterifikasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak berbeda-beda) yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air (Ginting dan Herlina, 2002). Struktur kimia trigliserida dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Darmoyuwono, 2006; McKee dan McKee, 2003).
(α ) miristat atau posisi sn-1 (β ) palmitat atau posisi sn-2 (α’) miristat atau posisi sn-3
1,3 dimiristoil, 2 palmitoil gliserol
Gambar 2.1 Struktur kimia trigliserida
2.3Asam Lemak
Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus tanpa cabang yang mengandung atom karbon genap mulai dari C-4, tetapi yang paling banyak adalah C-16 dan C-18.Asam lemak dapat dikelompokkan berdasarkan panjang rantai, ada tidaknya ikatan rangkap dan isomer trans-cis. Asam lemak berdasarkan panjang rantai meliputi asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid, SCFA) yang mengandung jumlah atom karbon C-4 sampai C-8, asam lemak rantai sedang (medium chain fatty acid, MCFA) mengandung atom karbon C-10 dan C-12, dan asam lemak rantai panjang (long chain fatty acid, LCFA) mengandung jumlah atom karbon C-14 atau lebih. Semakin tinggi rantai C yang dimiliki asam lemak, maka titik lelehnya akan semakin tinggi (White, 2009).
Asam lemak berdasarkan tingkat kejenuhannya dibagi atas asam lemak jenuh (saturated fatty acid, SFA) karena tidak mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty acids, MUFA) hanya memiliki satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acids, PUFA) memiliki lebih dari satu ikatan rangkap. Semakin banyak ikatan rangkap yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik lelehnya (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002).
disebut isomer cis (berarti berdampingan) dan apabila saling menjauh disebut trans (berarti berseberangan) (Fessenden dan Fessenden, 1989).
2.4Hidrolisis Trigliserida
Hidrolisis minyak atau lemak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak, atau mereaksikannya dengan KOH atau NaOH (lebih dikenal dengan proses penyabunan). Proses penyabunan ini banyak digunakan dalam industri untuk menghasilkan gliserol (Ketaren, 2005). Adapun persamaan reaksi untuk hidrolisis trigliserida dapat dilihat pada Gambar 2.2.
OCR'''
Gambar2.2 Persamaan reaksi hidrolisis
Keterangan: A. Menggunakan NaOH (penyabunan), B. Menggunakan enzim lipase (enzimatik)
Hidrolisis trigliserida secara enzimatik dengan lipase yang spesifik pada posisi sn-1,3 adalah dengan menghidrolisis trigliserida pada posisi sn-1,3 sehingga menghasilkan produk 2-monogliserida dan asam lemak bebas.
Hidrolisat kemudian dipisahkan dengan larutan non polar yang terikat pada asam lemak bebas, ataupun disentrifugasi pada kecepatan dan waktu tertentu. Setelah terpisah asam lemak bebas maka, 2-trigliserida dapat dianalisis dengan alat kromatografi gas (Satiawihardja, 2001).
Reaksi hidrolisis dengan menggunakan enzim lipase lebih efisien dan mudah dikontrol karena enzim lipase spesifik pada posisi sn tertentu sehingga dapat mengubah produk lemak dan distribusi asam lemak yang kita inginkan. Apabila dibandingkan dengan penggunaan zat kimia, akan menghasilkan produk lemak dengan distribusi asam lemak yang acak (Aehle, 2004).
2.5Minyak Kelapa
Kelapa (Cocos nucifera) banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia terutama buah kelapa baik yang masih muda maupun yang sudah tua. Ada tiga jenis produk yang biasa dimanfaatkan:
1. Minyak kopra
karsinogenik. Selain itu, proses ini pun menghilangkan zat – zat volatil alami yang mudah menguap dan antioksidan yang dimiliki buah kelapa. Pemanasan lebih dari 200oC akan terjadi perubahan struktur molekul asam lemak menjadi asam lemak trans (Gani dkk, 2005).
2. Minyak kelapa
Minyak kelapa yang dikenal dengan nama kelentik dan dulu banyak digunakan oleh masyarakat di pedesaan, sekarang jarang sekali ditemukan di pasaran. Minyak ini diperoleh dari buah kelapa tua yang segar. Kualitas minyak kelapa sangat dipengaruhi oleh asal dan kualitas bahan baku serta proses pembuatan. Minyak kelentik diproses dengan pemanasan 110oC – 120oC sehingga menghasilkan minyak yang berwarna kuning (Darmoyuwono, 2006).
3. Minyak kelapa murni
2.6Minyak Kelapa Murni (VCO) 2.6.1 Bahan baku utama
Bahan baku utama dalam pembuatan VCO yakni daging buah kelapa tua dan segar (bukan kopra) dari perkebunan tradisional, bukan kelapa hibrida. Tanaman kelapa tersebut merupakan tanaman yang dikelola secara organik (menggunakan pupuk organik) (Gani dkk, 2005).
2.6.2 Pembuatan VCO
VCO diproses dengan suhu dingin atau dipanaskan dengan suhu rendah (<60oC). Beberapa cara yang biasa digunakan untuk pembuatan VCO antara lain cara pancingan, fermentasi, sentrifugasi dan pemanasan pada suhu rendah. VCO tidak diproses secara RBD (refining, bleaching, deodorizing), tidak ditambahkan bahan kimia dan tidak mengalami hidrogenasi (Darmoyuwono, 2006).
2.6.3 Sifat fisika kimia VCO
Sifat-sifat kimia dan fisika dari VCO antara lain tidak berwarna, kristal seperti jarum, sedikit berbau asam ditambah aroma karamel. Tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol (1:1). Berat jenis 0,8883 pada suhu 20oC, titik cair 20-25oC dan tiitik didihnya 225oC. Bilangan penyabunan berkisar antara 250,07-260,67 mgKOH/g minyak, bilangan peroksida 0,21-0,57 mequiv oksigen/kg, sedangkan bilangan iod 4,47-8,55. Kandungan asam lemak bebas yaitu berkisar antara 0,15-0,25% (Darmoyuwono, 2006).
menunjukkan VCO mempunyai stabilitas oksidasi yang tinggi. Bilangan iod yang rendah menunjukkan bahwa VCO mempunyai asam lemak tak jenuh dalam jumlah yang rendah (Ketaren, 2005). Penurunan bilangan penyabunan pada hidrolisis parsial minyak kelapa murni disebabkan karena tidak semua minyak bisa dihidrolisis akibat jumlah NaOH yang direaksikan terbatas (Hasibuan, 2012).
2.6.4 Komposisi asam lemak VCO
Komposisi asam lemak VCO dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Komposisi asam lemak minyak kelapa murni
Sumber : Syah, 2005
Asam lemak Simbol asam lemak Rumus kimia Jumlah (%)
Asam lemak jenuh:
Asam kaproat C6 : 0 C5H11COOH 0,2
Asam kaprilat C8 : 0 C7H15COOH 6,1
Asam kaprat C10 : 0 C9H19COOH 8,6
Asam laurat C12 : 0 C11H23COOH 50,5
Asam miristat C14 : 0 C13H27COOH 16,18
Asam palmitat C16 : 0 C15H31COOH 7,5
Asam stearat C18 : 0 C17H35COOH 1,5
Asam arachidat C20 : 0 C19H39COOH 0,02
Asam lemak tak jenuh:
Asam palmitoleat C16 : 1 (19) C15H29COOH 0,2
Asam oleat C18 : 1 (9) C17H33COOH 6,5
2.7Aktivitas Antijamur Minyak Kelapa Murni dan Hasil Hidrolisisnya Lemak jenuh dalam minyak kelapa, seperti asam kaprat, dan asam laurat, terbukti dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh karena minyak kelapa berfungsi sebagai antivirus, antibakteri, antijamur, dan antiprotozoa. Asam laurat dan monogliserida yang disebut monolaurin telah terbukti berperan sebagai antivirus, khususnya virus yang berselubung lemak. Baik asam kaprat maupun asam laurat di dalam minyak kelapa dapat mengatasi
Candida albicans (Darmoyuwono, 2006).
Monolaurin merupakan monoester yang terbentuk dari asam laurat yang telah diteliti memiliki aktivitas antivirus, antibakteri dan antijamur. Asam laurat meruapakan komponen utama VCO. Asam laurat juga banyak terdapat dalam air susu ibu, untuk melawan penyakit pada bayi dan meningkatkan kekebalan tubuh bayi, itulah sebabnya bayi yang mendapat air susu ibu akan tumbuh dan berkembang dengan sempurna serta kebal berbagai macam penyakit (Enig, 2010).
VCO dapat dimanfaatkan untuk menjaga keseimbangan kimiawi kulit atau epidermis buah dan sayuran, sehingga tidak mudah ditembus oleh mikrobia perusak buah dan sayuran. Selain hal tersebut, minyak kelapa juga mematikan khamir dan jamur-jamur tertentu (Aminah dan Supraptini, 2010).
mencegah terjadinya infeksi kulit, pH rendah kulit (sekitar 5,5) dan kehadiran asam lemak menghambat pertumbuhan mikroorganisme selain flora normal. Kulit manusia biasanya dihuni oleh sejumlah spesies bakteri dan jamur, termasuk beberapa spesies penyebab penyakit, seperti Staphyloccus epidermidis dan Candida albicans. Meskipun kulit biasanya efektif sebagai penghalang infeksi, jenis jamur (dermatophytes) dapat menginfeksi strata corneum, rambut dan kuku, dan beberapa mikroorganisme dapat menembus kulit. Kebanyakan mikroorganisme menembus melalui tusukan (infeksi jamur), luka (staphylococci), luka bakar (Pseudomonas aeruginosa kronik), dan luka pada penderita diabetes (Kumar, et al., 2005). VCO dapat berfungsi untuk perawatan kulit sebagai hand and bodylotion, pelembab, tabir surya (sunscreen) dan penyembuh berbagai macam penyakit kulit. Selain bisa memperbaiki kulit yang rusak atau yang sakit, MCFA yang terkandung dalam VCO dengan cepat memberi sumber energi pada sel-sel, yang membantu meningkatkan metabolisme dan kemampuan penyembuhannya. Asam lemak antiseptik pada minyak kelapa membantu mencegah infeksi jamur dan bakteri pada kulit (Gani, dkk., 2005; Darmoyuwono, 2006).
2.8Ketombe
disebabkan pada bagian ini paling banyak terdapat kelenjar minyak dan kelenjar keringat. Ketombe sering disertai kotoran – kotoran berlemak dan rasa gatal serta rambut sering rontok. Rasa gatal ini disebabkan oleh bakteri atau jamur yang tumbuh pada kotoran – kotoran ini (Siregar, 2003)
Dalam kondisi kepala abnormal, kemungkinan besar akan jadi peningkatan pertunbuhan bakteri dan jamur, dan diantara spesies yang menonjol adalah Staphylococccus aureus dan Pityrosporum ovale. Selain itu juga banyak dijumpai varietas ragi yang terdapat dalam kondisi ini dibandingkan dalam kondisi normal. Peningkatan mikroba ini diduga menjadi penyebab perubahan faal normal kulit kepala yang dapat menimbulkan berbagai gangguan, antara lain perubahan keratinisasi kulit kepala (Ditjen POM, 1985).
2.9Uraian Jamur
2.9.1 Microsporum gypseum
Sistematika jamur Microsporum gypseum (Chander, 2002) Divisi : Eumycetes
Kelas : Deuteromycota Bangsa : Hypomycetes Suku : Moniliaceae Marga : Microsporum
Jenis : Microsporum gypseum
Microsporum gypseum merupakan salah satu penyebab jamur kulit kepala dan ketombe.Makrokonia merupakan bentuk konidia terbanyak yang menyusun jamur ini.Konidia ini besar, berdinding kasar, multiseluler, dan berbentuk kumparan, dan terbentuk pada ujung-ujung hifa.Makrokonidia
Microsporum gypseum terdiri dari empat sampai enam sel, berdinding lebih tipis dalam koloni yang berwarna kecoklat-coklatan (Jawetz, 1996).
2.9.2 Pityrosporum ovale
Sistematika jamur Pityrosporum ovale (Fardiaz, 1992). Divisi : Eumycetes
Kelas : Deuteromycetes Bangsa : Cryptococcales Suku : Cryptococcaceae Marga : Pityrosporum
Pityrosporum ovale adalah yeast lipofilik yang merupakan flora normal pada kulit dan pada kulit kepala manusia.Pityrosporum ovale berkembangbiak dengan cara bertunas. Pada penderita ketombe, antibodi Pityrosprum ovale dan jumlah Pityrosporum ovale pada kulit kepala meningkat (Cadin, 1998; Fardiaz, 1992).
2.10 Sampo
2.10.1 Defenisi sampo
Sampo adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud keramas rambut , sehingga setelah itu kulit kepala dan rambut menjadi bersih, dan sedapat mungkin rambut menjadi lembut, mudah diatur dan berkilau (Ditjen POM, 1985).
2.10.2 Syarat-syarat sampo
Syarat-syarat sampo menurut Ditjen POM (1985) adalah:
1. Harus dapat membersihkan rambut dan kulit kepala seluruhnya. 2. Mudah dihilangkan dari rambut dan kulit kepala bila dibilas dengan
air.
3. Tidak toxis dan tidak menimbulkan iritasi.
4. Membuat rambut lembut, mengkilap dan mudah diatur.
5. Tidak menghilangkan seluruh minyak alami yang terdapat dirambut.
6. Stabil secara kimia dan fisika.
2.10.3 Komposisi sampo 1. Surfaktan (bahan utama)
Surfaktan adalah bahan aktif dalam sampo, berupa detergen pembersih sintesis yang cocok untuk kondisi rambut yang bekerja dengan cara menurunkan tegangana permukaan cairan karena bersifat ambifilik sehingga dapat melarutkan kotoran yang melekat pada permukaan rambut (Wasitaatmadja, 1997).
Berdasarkan sifat gugus yang dikandungnya, surfaktan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu (Siswandono, 1998):
a. Surfaktan anionik
Surfaktan anionik mengandung gugus hidrofil yang bermuatan negatif, dan dapat berupa gugus karboksil, sulfat, sulfonat atau fosfat. Contoh: natrium stearat dan natrium lauril sulfat.
b. Surfaktan kationik
Surfaktan kationik mengandung gugus hidrofil bermuatan positif, dan dapat berupa gugus ammonium kuarterner, biguanidin, sulfonium, fosfonium, dai iodonium. Contoh: turunan ammonium kuarterner seperti setilpirimidium klorida.
c. Surfaktan non ionik
d. Surfaktan amfoterik
Surfaktan amfoterik mengandung dua gugus hidrofil yang bermuatan positif (kationik) dan negatif (anionik). Contoh: betain.
2. Bahan tambahan
Bahan tambahan ini berguna untuk pemeliharaan kesehatan rambut dan memberikan bentuk yang baik pada sampo, terdiri dari (Wasitaatmadja, 1997): a. Bahan pelembut (conditioning agent) untuk melemaskan rambut, bahan
uang digunakan adalah gliserin, propilenglikol, sorbitol, dll b. Bahan pembusa (foam builder)
c. Bahan pengental (thickener) dan pengeruh (opacifier) untuk menyenangkan konsumen dan keduanya tidak menggambarkan daya bersih atau konsentrasi bahan aktif dalam sampo.
d. Pemisah logam (sequestering agent) untuk mengikat logam (K, Mg) yang terdapat dalam air pencuci rambut, misalnya tween 80.
e. pH balance untuk menetralkan reaksi basa yang terjadi dalam penyampoan rambut, misalnya asam sitrat.
f. Warna dan bau untuk memberi kesan nyaman pada pemakai. g. Bahan antiketombe (sulfur, seng pirition dll.)
2.10.4 Pemerian bahan sampo yang digunakan 1. Natrium lauril sulfat
yang efektif pada kondisi basa maupun asam.Penggunaan natrium lauril sulfat dalam formulasi bervariasi.Dengan konsentrasi 1% sudah data digunakan sebagai pembersih pada sediaan topikal sedangkan untuk penggunaan pada sampo natrium lauril sulfat dapat digunakan hingga lebih dari 10% (Rowe dkk, 2009).
2. Gliserin
Gliserin jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, higroskopis, netral terhadap lakmus. Fungsi gliserin dalam formulasi farmasetik bervariasi.Pada pemakaian topikal, gliserin digunakan sebagai pelembut dan pelembab.Gliserin juga digunakan sebagai pelarut maupun pelarut pembantu (cosolven) pada krim dan emulsi.Pada konsentrasi kurang dari 20% gliserin juga bersifat sebagai antimikroba (Rowe dkk, 2009).
3. Hidroksi propil metil selulosa
Dikenal juga sebagai methocel, hypromellose dan pharmacoat.Hidroksi propil metil selulosa (HPMC) berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk serbuk berserat atau granul.HPMC berfungsi sebagau coating agent, controlled-release agent, foaming agent, stabilizing agent, pengental dan meningkatan viskositas. Untuk meningkatkan viskositas, HPMC digunakan dengan kadar antara 10-80% sedangkan sebagai pengental konsentrasi HPMC yang digunakan 0,25-5% (Rowe dkk, 2009).
4. Tween 80
sebagai zat pendispersi, pengemulsi, surfaktan nonionik, suspending agent, solubilizingagent dan zat pembasah. Sebagai zat pengemulsi dan solubilizing agent, tween 80 dgunakan pada konsentrasi 1-15% dan sebagai zat pembasah digunakan konsentrasi 0,1-3% (Rowe dkk, 2009).
5. Air murni (akuades)
Air murni adalah air yang dimurnikan dengan destilasi, perlakuan mengunakan penukar ion, osmosis balik atau proses lain yang sesuai. Di buat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandun zat tambahan lain, tidak berwarna dan tidak berbau (Ditjen POM, 1995).
2.10.5 Sampo antijamur (sampo antiketombe)
Sampo antijamur adalah sampo yang digunakan selain untuk membersihkan juga untuk mencegah dan menghilangkan jamur penyebab infeksi kulit kepala. Sampo antijamur sering diedarkan dengan berbagai nama, seperti sampo obat (medicare) dan sampo klinik (Ditjen POM, 1985).
Kandungan dan persyaratan dari sampo antijamur tidak berbeda dengn sampo biasa, hanya pada sampo antijamur, mengandung zat untuk menghilangkan jamur pada kulit kepala. Menurut Ditjen POM (1985), persyaratan umum yang harus dimiliki dari sediaan sampo antijamur adalah sebagai berikut.
1. Membersihkan rambut dan kulit kepala tanpa menjadikan rambut berlemak atau kering serta menjadi mudah diatur.
3. Efektif sebagai germisidum atau fungisidum, sehingga dapat mencegah peningkatan pertumbuhan bakteri dan jamur, bahkan dapat mencegah infeksi
4. Kadar zat manfaat yang digunakan tidak boleh meningkatkan kepekaan kulit kepala; ini beratri zat manfaat dalam kadar penggunaan tidak boleh menyebabkan kegatalan, kulit mengelupas atau pun peradangan.
Meskipun sampo yang beredar sudah dinyatakan aman namun penggunaan terus – menerus dalam jangka waktu panjang ada kecenderungan terjadi hal – hal yng tidak diinginkan yang dapat merugikan kesehatan. Pada penggunaan anti ketombe efek samping yang mungkin terjadi adalah :
1. Dermatitis yang terjadi ada kulit kepala
2. Kerusakan rambut antara lain rabut rontok, berbah warna dan patah – patah.
3. Efek samping sistemik. Meskipun ini jarang terjadi namun dalam pemakaian jangka panjag, terus menerus dan bahkan kecenderungan penggunaan sampo anti ketombe setiap hari memungkinkan dapat terjadi efek samping yang lebih serius (BPOM RI, 2009).
2.11 Uraian Pembuatan dan Uji Antijamur Sampo
sp. dengan metode sensitifitas yang. Formula sampo yang digunakan diambil dari peneliti Siregar (2003) yang menggunakan karboksi metil selulosa sebagai pengental. Namun dalam penyimpanannya pada sampo terdapat endapan yang diakibatkan tidak larutnya pengental yang digunakan sehingga disarankan untuk mengganti pengental dalam formulasi tersebut. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, sampo dengan konsentrasi minyak atsiri jeruk purut 1% sangat sensitif dalam menghambat pertumbuhan jamur. Pada menit ke-10 tidak dijumpai lagi adanya pertumbuhan jamur Pityrosporum sp. pada media uji.
Kartiningsih (2008), membuat penelitian tentang pembuatan sampo yang menggunakan hidroksi propil metil selulosa sebagai pengental dan diperoleh sampo yang stabil secara fisik.Selama penyimpanan 6 minggu, sediaan sampo ini tidak menunjukkan perubahan warna, bau, dan homogenitas. Viskositas, bobot jenis, tegangan permukaan, pH sediaan sampo memenuhi syarat.