• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategi Bersaing 2.1.1 Konsep - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Strategi Bersaing SMA Kristen 1 Salatiga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategi Bersaing 2.1.1 Konsep - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Strategi Bersaing SMA Kristen 1 Salatiga"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1

Strategi Bersaing

2.1.1 Konsep

Strategi bersaing merupakan upaya mencari posisi

bersaing

yang

menguntungkan

dalam

suatu

arena

fundamental di mana persaingan berlangsung (Porter, 2007).

Selain itu, menurut Kotler (2001) strategi bersaing adalah

strategi yang secara kuat menempatkan institusi terhadap

pesaing dan yang memberi institusi keunggulan bersaing

sekuat mungkin. Strategi bersaing juga merupakan suatu

rencana untuk pembagian dan penggunaan kekuatan suatu

lembaga dan material pada daerah-daerah tertentu untuk

mencapai tujuan tertentu bagi suatu lembaga (Tjiptono

2000). Sangat penting untuk diketahui bahwa strategi

bersaing

sebenarnya

mendefinisikan

tujuan

lembaga

pendidikan dan kewajiban organisasi kepada para pemangku

kepentingan,

berkaitan

dengan

keunggulan

kompetitif

organisasi dengan posisi organisasi di lingkungan dan

mendefinisikan produk bisnis dari organisasi atau lingkup

pasar (Gongera & Okoth, 2012).

(2)

disimpulkan bahwa strategi bersaing adalah upaya yang

dilakukan atau diperjuangkan institusi untuk memenangkan

persaingan dan memperoleh keunggulan yang efektif dengan

pembagian kekuatan tertentu dalam rangka mencapai tujuan

lembaga atau insitusi itu sendiri.

2.1.2 Teori Strategi Bersaing

Strategi bersaing banyak diterapkan oleh perusahaan

maupun institusi yang bergerak di bidang jasa. Salah satu

teori strategi bersaing yang digunakan adalah teori strategi

bersaing yang digagas dan dikembangkan oleh Michael

E.Porter. Menurut Porter (2007), strategi bersaing digunakan

untuk memperoleh keunggulan bersaing dan menghadapi

pola umum peta persaingan dalam pasar yang biasanya

melibatkan kekuatan-kekuatan, antara lain : (1) masuknya

pendatang baru, (2) ancaman yang sama (subtitusi), (3)

kekuatan tawar-menawar pembeli (pengguna jasa), (4)

kekuatan tawar-menawar penyuplai, (5) upaya bersaing

untuk saling mendahului. Dalam menghadapi peta kekuatan

persaingan tersebut, maka strategi bersaing sebenarnya

bertujuan untuk membina posisi di mana suatu lembaga

dapat melindung diri sendiri dengan sebaik-baiknya terhadap

kekuatan tekanan persaingan atau dapat mempengaruhi

tekanan tersebut secara positif.

Strategi bersaing yang efektif menyangkut tindakan

menyerang (

ofensif)

ataupun tindakan bertahan (

defensive)

(3)

menurut Porter (2007) terdapat tiga pendekatan strategi

generik yang terdapat pada organisasi dan berpotensial dapat

berhasil mengungguli pesaing lainnya dalam suatu bidang

yaitu,

(1)

differentiation

(diferensiasi),

(2)

Cost-based Leadership

(Keunggulan Berbasis Biaya) dan (3)

focus

(fokus).

Deskripsi dari strategi generik Porter (2007) dapat

Gambar 2.1 Strategi Generik Bersaing, (Porter,2007).

a.

Strategi Differensiasi

Dalam menghadapi persaingan, institusi hadir dengan

ciri unik atau strategi yang membedakannya dari lainnya.

Porter (2007) mengemukakan bahwa differensiasi yaitu

strategi suatu lembaga dalam memberikan penawaran yang

berbeda dibandingkan dengan penawaran yang diberikan

pesaing dengan menciptakan sesuatu yang baru dan

dirasakan

memiliki

keunikan.

Ferdinand

(2003)

mengungkapkan bahwa institusi harus menciptakan dan

mengembangkan berbagai “

point of differentiation

” karena

pelanggan selalu diposisikan sebagai pribadi yang cenderung

(4)

untuk mencari “sesuatu yang berbeda” dari berbagai macam

alternatif yang dihadapinya.

Kartajaya (2010) mendefinisikan strategi differensiasi

sebagai semua upaya yang dilakukan institusi untuk

menciptakan

perbedaan

diantara

para

pesaing

yang

tujuannya memberikan nilai terbaik untuk konsumen,

memelihara

loyalitas

pelanggan

dimana

dengan

menggunakan strategi differensiasi maka pelanggan dapat

memiliki nilai lebih dibanding produk lainnya. Strategi

diferensiasi

sesungguhnya

menawarkan

produk

yang

berbeda, layanan pelanggan, sistem, atau citra produk.

Dengan menawarkan perbedaan, maka produk suatu

lembaga “menjadi lebih baik” dapat mengisi harga yang lebih

tinggi; menjual lebih banyak produk, atau keduanya (Syah

dkk, 2003; Hemmatfar, 2010).

(5)

Tabel 2.1 Ciri-ciri Strategi Differensiasi

Ciri-ciri Strategi Differensiasi Basis dari keunggulan

kompetitif

Kemampuan menawarkan sesuatu yang berbeda dari pesaing-pesaing

Target Strategis Pangsa pasar yang luas

Penekanan Produksi Menemukan cara-cara untuk menciptakan nilai kepada masyarakat dan mendorong ke produk yang berkualitas.

Penekanan Pemasaran Membangun fitur-fitur yang dapat membuat masyrakat bersedia membayar dengan harga tinggi untuk menutupi biaya ekstra dari fitur-fitur yang berbeda.

Mempertahankan Strategi

Mengkomunikasikan sesuatu yang

berbeda dengan cara

menguntungkan. Menekankan inovasi-inovasi untuk selalu berada di depan pesaing-pesaing yang meniru

Sumber : Widhaestoeti, dalam Kastanya (2013)

Kelima ciri diatas dapat menjadi petunjuk untuk

mengenal bahwa adanya strategi diferensiasi yang diterapkan

oleh sebuah institusi. Ciri ini menjadi sangat penting karena

mampu membedakan institusi dengan pesaing lainnya.

Namun, walaupun mampu menjadi pembeda ternyata ada

pula beberapa resiko yang dihadapi dalam menjalankannya.

Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Porter (2007), :

(1) Produk unik tersebut bisa saja dinilai cukup tinggi oleh

pelanggan dibandingkan dengan harganya yang lebih

tinggi jika hal ini terjadi maka strategi keunggulan biaya

akan dapat mengalahkan strategi differensiasi.

(2) Pesaing mungkin mengembangkan cara meniru fitur

differensiasi dengan cepat. Maka, institusi harus mampu

menemukan sumber keunikan yang tahan lama, tidak

dapat ditiru dengan cepat oleh pesaing atau lainnya.

(3) Daya tahan nilai, strategi diferensiasi tidak akan

(6)

panjang kecuali jika bernilai bagi pelanggan dan tidak

bisa ditiru pesaing. Maka, institusi harus menemukan

sumber kenunikan yang tahan lama dan terlindung dari

peniruan sehingga mampu bertahan dalam arena

persaingan.

Pendapat Porter tersebut diatas menunjukan bahwa

ada tiga resiko yang dihadapi institusi dalam menjalankan

strategi diferensiasi yaitu menyangkut nilai yang tinggi,

peniruan oleh pesaing dan bahkan daya tahan nilai itu

sendiri. Ketiga hal ini dapat menjadi dasar pertimbangan

institusi dalam menerapkan diferensiasi. Oleh karena itu,

mendukung pernyataan Porter maka Kartajaya (2010)

mengemukakan untuk menghindari resiko-resiko tersebut

maka ada 3 hal yang perlu diperhatikan institusi dalam

melakukan strategi differensiasi yaitu konten, konteks dan

infrastruktur.

(1) Konten (

content

), menunjuk pada “apa”

value

yang

institusi

tawarkan

kepada

konsumen.

Hal

ini

merupakan bagian

tangible

dari diferensiasi. “

tangible”

merupakan sebagai citra, merek yang dimiliki institusi

yang tidak dimiliki institusi lainnya.

(2) Konteks (

context

), yang menunjuk pada “cara” (

how to offer

) bagaimana institusi menawarkan

value

kepada

pelanggan. Dimana institusi membedakan diri dari

pesaing berdasarkan pada bagaimana cara menawarkan

value

ke pelanggan.

(7)

kepemilikkan fasilitas (

facility

) untuk mendukung

menciptakan diferensiasi konten dan konteks diatas.

Ketiga hal yang dipaparkan oleh Kartajaya (2010)

tersebut sesungguhnya menunjukkan bahwa institusi perlu

memperhatikan kemampuan internal dalam menerapkan

strategi diferensiasi. Berkaitan dengan penerapan strategi

diferensiasi, dalam studinya Kotler dalam Lestari (2005)

mengungkapkan bahwa institusi yang bergerak di bidang

jasa juga dapat menawarkan diferensiasi dari beberapa segi,

berikut ini :

(1)

Diferensiasi Produk (

product differentiation)

Membedakan

produk

utama

berdasarkan

keistimewaan, kinerja, kesesuaian, daya tahan, keandalan,

kemudahan untuk diperbaiki, gaya dan rancangan produk

(Kotler, 2002). Dalam penelitian-penelitian di bidang jasa,

khususnya ranah pendidikan ditemukan bahwa strategi

diferensiasi produk yang secara fisik dapat dilihat tertuang

dalam program unggulan sekolah. Program unggulan ini

memiliki keistimewaan dibanding dengan pesaing lainnya

(Admin, 2013).

(8)

Lentera, Hari Budaya,

Field Trip

dan

Parent Seminar

yang

melibatkan pihak guru, siswa dan masyarakat.

Penelitian oleh Noya (2013) menunjukkan bahwa

strategi diferensiasi melalui program unggulan SMA Kristen 1

Salatiga berupa Peduli Kasih, Program Khusus Kewira

Usahaan dan Agri Bisnis,

Field Trip

, pengembangan diri,

sekolah lima hari dan

moving class

. Penelitian lainnya oleh

Sapulette (2014) menemukan bahwa strategi diferensiasi

melalui program unggulam SD Kristen 1 Purwokerto yaitu

Multiple Intelligences

, sekolah lima hari, kegiatan kerohanian

KTB (Kegiatan Tumbuh Bersama) dan reatreat.

(2)

Diferensiasi Pelayanan

(Service differentiation)

(9)

(3)

Diferensiasi Citra Institusi

Dalam diferensiasi citra, pelanggan dapat membentuk

citra institusi di masyarakat, sehingga perusahaan harus

memberikan kesan yang baik kepada pelanggan. Oleh karena

itu,

institusi

harus

merancang

identitasnya

untuk

membentuk citra perusahaaan di masyarakat dengan

pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan (Kotler,

2002). Dalam konteks pendidikan, penelitian Taufiq (2009)

misalnya

menemukan

bahwa

strategi

citra

institusi

dilakukan SD Al-Kautsar Plus Malang yaitu membangun

kejujuran, kedisplinan dan pluralisme sebagai pembeda

dengan sekolah lainnya. Selain itu, penelitian Pratiwi (2013)

menemukan bahwa strategi diferensiasi citra LKP

Eddy’s English

dilakukan melalui moto

“Great Communicators”

,

program siaran berbahasa Inggris di RRI Pro 2 FM Jember,

dan juga personal

branding

.

b.

Strategi Keunggulan Berbasis Biaya

Strategi keunggulan berbasis biaya menyangkut biaya

rendah yang ditawarkan suatu lembaga. Biaya rendah adalah

kemampuan sebuah unit bisnis atau suatu lembaga untuk

merancang, membuat, dan memasarkan sebuah produk

sebanding

dengan

cara

yang

lebih efisien

daripada

pesaingnya (Hunger & Wheelen 2003). Memiliki posisi

berbiaya rendah akan membuat suatu lembaga memperoleh

hasil di atas rata-rata dalam bidangnya meskipun ada

kekuatan persaingan yang besar.

(10)

Strategi keunggulan biaya berusaha untuk menyediakan

standar rendah, tanpa embel-embel, produk volume tinggi

dengan harga yang paling kompetitif kepada pelanggan (Li &

Li, dalam Baroto dkk, 2012).

Dari penjelasan-penjelasan diatas terlihat bahwa ada

persamaan pandangan antara Hunger & Wheelen (2003),

Porter (2007), Li & Li dalam Baroto dkk (2012) yang

mengungkapkan bahwa strategi keunggulan berbasis biaya

menyangkut penawaran biaya rendah kepada konsumen atau

pelanggan. Hal ini berarti bahwa penawaran dilakukan

dengan

mengefisienkan

standar

produk

baik

proses

perancangan hingga pemasaran agar lebih kompetitif

dibanding pesaing. Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa strategi keunggulan biaya berbasis biaya merupakan

upaya yang dilakukan institusi melalui penawaran biaya

rendah kepada konsumen/pelanggan dengan mengefisienkan

standarnya sehingga mampu menghasilkan laba atau hasil

yang lebih yangdaripada pesaing. Strategi keunggulan biaya

yang diterapkan institusi, dapat dilihat dari cirinya sebagai

berikut :

Tabel 2.2 Ciri-ciri Keunggulan Biaya

Ciri-ciri Strategi Keunggulan Biaya

Basis dari keunggulan kompetitif

Biaya-biaya lebih rendah bila dibandingkan dengan pesaing-pesaing

Target Strategis Pangsa pasar yang luas

Penekanan Produksi Pencarian terus menerus untuk pengurangan biaya tanpa mengurangi kualitas yang diterima dan fitur-fitur yang penting

Penekanan Pemasaran Mencoba membuat fitur-fitur produk lebih baik yang ditawarkan dengan harga rendah

Mempertahankan Strategi Harga-harga yang

(11)

Sumber : Widhaestoeti, dalam Kastanya (2013)

Kelima ciri diatas menjadi sangat penting untuk

insitusi karena mampu menawarkan biaya rendah atau

murah kepada masyarakat sehingga dapat diminati. Namun,

walaupun menawarkan biaya murah ternyata institusi tidak

terhindarkan dari hambatan yang dihadapi. Hambatan

tersebut menurut Porter (2007), antara lain :

(1) Kepemimpinan biaya mengalami erosi atau menghilang

akibat adanya pesaing yang meniru hal yang sama,

adanya perubahan teknologi, dan hal lainnya. Maka,

institusi harus tanggap terhadap

trend

perubahan

secara eksternal misalnya tuntutan teknologi.

(2) Adanya kerugian yang dialami oleh pesaing yang

menggunakan strategi diferensiasi. Maka institusi

harus mengantisipasi kemungkinan institusi lain

bermanuver ke keunggulan biaya.

(3) Adanya pesaing lain yang menggunakan strategi yang

sama bisa mencapai biaya produksi yang lebih rendah

dalam suatu segmen pasar tertentu.

Ketiga hambatan yang dipaparkan Porter (2007) yaitu

erosi keunggulan biaya, kerugian oleh pesaing maupun

kesamaan dengan pesaing dapat dipertimbangkan institusi

dalam menerapkan strategi keunggulan biaya. Oleh karena

itu,

institusi

harus

mampu

menghindari

hambatan-hambatan tersebut. Dalam upaya mengindari hambatan-hambatan

tersebut, ada pendapat yang diungkapkan oleh

Umar (1999)

bahwa institusi khususnya yang bergerak di bidang jasa

dalam menawarkan biaya murah harus mampu memenuhi

persyaratan di dua bidang, yaitu:

(12)

pengendalian yang baik, insentif berdasarkan target

(alokasi insentif berbasis hasil).

(2) Sumber daya (

resources

). Strategi ini hanya mungkin

dijalankan jika dimiliki beberapa keunggulan di

bidang sumber daya, yaitu: kuat akan modal, terampil

pada

rekayasa

proses

(

process engineering

),

pengawasan yang ketat, serta biaya promosi rendah.

Dengan kata lain

financial

atau keuangan yang

memiliki peran penting dalam menjalankan strategi

biaya rendah.

Kedua hal diatas yang dinyatakan oleh Umar (1999)

sesungguhnya

menunjukkan

bahwa

sebuah

institusi

khususnya

dalam

bidang

jasa

dalam

menjalankan

keunggulan biaya perlu memperhatikan kemampuan secara

internal dan tentu pula menjadi dasar bagi institusi dalam

menerapkan strategi keunggulan biaya. Berkaitan dengan hal

ini, dalam penelitian di bidang jasa yaitu ranah pendidikan

menunjukkan bahwa strategi keunggulan biaya dilakukan

dengan cara mengefisienkan seluruh biaya operasionalnya

sehingga menghasilkan jasa yang bisa dijual lebih murah

dibandingkan pesaingnya. Strategi keunggulan biaya ini

berfokus pada harga, sehingga pada umumnya sekolah tidak

memperhatikan berbagai faktor pendukung dari jasa ataupun

harga. Hal utama bagi pihak sekolah adalah menawarkan

jasa dengan harga yang sangat bersaing (Wijaya, 2008).

(13)

Kristen 1 Purwokerto melalui penawaran biaya SPP murah

dibanding SD Kristen lainnya. Hasil-hasil penelitian tersebut,

sesungguhnya menunjukkan bahwa sekolah menjalankan

strategi keunggulan biaya melalui penawaran harga murah

melebihi pesaing atau sekolah lainnya.

c.

Strategi Fokus

Strategi fokus berarti lembaga mampu melayani target

yang sempit secara lebih efektif dan efisien dibandingkan

pesaing yang bersaing lebih luas. Strategi ini paling efektif

ketika konsumen memiliki persyaratan unik dan ketika

lembaga pesaingnya tidak berusaha untuk melakukan

spesialisasi yang sama (David, 2008). Pemilih strategi fokus

ini memilih suatu bagian atau kelompok bagian tertentu dan

menyesuaikan strateginya untuk melayani bagian atau

kelompok

segmen

ini

secara

khusus.

Dengan

mengoptimumkan strateginya untuk segmen target yang

dipilih, suatu lembaga fokus berupaya mencapai keunggulan

bersaing dalam segmen targetnya walaupun tidak memiliki

keunggulan bersaing secara menyeluruh (Porter, 2007).

Dari pernyataan keduanya, nampak bahwa David

(2008) mengartikan strategi fokus pada kemampuan lembaga

dengan target sempit yang mana sejalan dengan pernyataan

Porter (2007) yaitu fokus menunjuk pada pemilihan

kelompok atau segmen target yang dilayani. Dengan

demikian,

dapat

disimpulkan

bahwa

strategi

fokus

merupakan upaya yang dilakukan institusi dalam memilih

dan melayani kelompok atau target segmen tertentu agar

berfokus mencapai keunggulan dibanding pesaing yang

bersaing secara luas.

(14)

a. Fokus biaya adalah strategi bersaing yang berfokus

pada kelompok masyarakat atau lingkungan tertentu

dan mencoba melayani segmen target tersebut dan

mengabaikan yang lain. Dalam menggunakan fokus

biaya, suatu lembaga mencari keunggulan biaya pada

segmen sasarannya. Strategi ini didasarkan pada

keyakinan

bahwa

suatu

lembaga

yang

mengkonsentrasikan upaya-upaya dapat melayani

target strategisnya yang sempit dengan lebih efisien

dibandingkan para pesaingnya.

b. Fokus diferensiasi, suatu lembaga mencari diferensiasi

dan memanfaatkan kebutuhan khusus masyarakat

pada segmen tertentu. Strategi ini dihargai karena

adanya keyakinan bahwa lembaga yang memfokuskan

usaha-usahanya dalam sasarannya yang sempit lebih

efektif daripada pesaingnya.

Strategi keunggulan biaya yang diterapkan institusi,

dapat dilihat dari cirinya, antara lain :

Tabel 2.3 Ciri-ciri Strategi Fokus

Ciri-ciri Strategi Fokus

Basis dari keunggulan kompetitif

Biaya rendah dalam melayani kelompok tertentu atau kemampuan menawarkan sesuatu yang disesuaikan dengan kebutuhan dan selera dari kelompok tersebut.

Target Strategis Segmen pasar sempit (kelompok tertentu)

Penekanan Produksi Dibuat khusus untuk segmen tertentu

Penekanan Pemasaran Mengkomunikasikan kemampuan unik produk untuk memuaskan kebutuhan khusus dari pembeli

Mempertahankan Strategi

Secara penuh melayani pelanggan dengan lebih baik dari pesaing-pesaingnya

(15)

Ciri-ciri diatas menjadi sangat penting karena institusi

mampu menentukan segmen pasar yang dilayani Dengan

fokus layanan yang sempit maka pelanggan dapat terlayani

dengan baik. Namun, disisi lain menurut Porter (2007) perlu

diketahui bahwa institusi yang menerapkan strategi fokus

akan kurang berhasil atau mengalami kegagalan, apabila:

(1) Adanya pesaing yang meniru strategi fokus.

(2) Segmen pasar yang menjadi target menjadi tidak lagi

atraktif akibat erosi struktural dan permintaan yang

menurun.

(3) Adanya pesaing dengan segmen pasar yang lebih luas,

yang mencakup juga segmen pasar tersebut, dimana

segment tersebut tidak berbeda jauh dari segmen lain

dan adanya keuntungan yang lebih tinggi dari segmen

pasar yang lebih luas.

(4) Adanya institusi baru yang fokus pada suatu

sub-segmen industri tertentu.

Keempat hal mengenai kegagalan yang akan dialami

institusi mengenai strategi fokus yaitu peniruan oleh pesaing,

erosi permintaan, pangsa pasar pesaing yang luas bahkan

ancaman

institusi

pengganti

semestinya

menjadi

pertimbangan insitusi dalam menerapkan strategi fokus.

Dalam kaitannya dengan penerapan strategi fokus, penelitian

dalam bidang jasa yaitu lembaga pendidikan menunjukkan

bahwa sekolah dengan ciri strategi fokus melihat bahwa

sangat penting menentukan sasaran yang dicapainya, dalam

hal ini ada satu sasaran saja yaitu menentukan segmen

pasar yang ingin dilayani. Layanan dilakukan baik fokus

pada biaya maupun diferensiasi (Wijaya, 2008).

(16)

Jawa karena persaingan yang semakin meningkat dan

diiringi kekuatan menawar perguruan tinggi komputer yang

semakin lemah terhadap konsumennya. Selain itu, penelitian

oleh Sulung (2010) menunjukkan bahwa dalam penentuan

strategi bisnis ternyata strategi fokus baik diferensiasi dan

biaya sangat tepat dijalankan oleh Sekolah Tinggi Teknologi

Informasi Muhammadiyah Samarinda untuk dapat bersaing

dengan sekolah-sekolah negeri dan swasta lainnya. Ada pula

penelitian yang dilakukan oleh Jacqueline, M. (2012),

hasilnya menunjukkan bahwa strategi fokus diferensiasi

adalah pilihan tepat untuk dijalankan oleh sekolah Cahaya

Harapan Bekasi sebagai strategi utama pengembangan

bisnisnya.

Bertolak dari hasil-hasil penelitian strategi fokus dalam

bidang pendidikan tersebut, maka dapat dilihat bahwa setiap

sekolah menggunakan strategi fokus dengan menentukan

segemen yang ingin dilayani baik secara diferensiasi yang

membedakan dengan pesaing sekolah lainnya maupun

keunggulan berbasis biaya yaitu menawarkan harga murah.

2.2

Evaluasi Strategi Bersaing

2.2.1 Konsep

(17)

penerapan lanjutan dimasa yang akan datang agar lebih baik

dan efektif (David, 2008).

Menurut Coulter dan Robinson (2005), evaluasi strategi

sebenarnya meneliti bagaimana strategi telah dilaksanakan

atau hasil dari strategi itu sendiri sesuai tujuan organisasi.

Ini termasuk menentukan apakah tenggat waktu telah

terpenuhi, apakah langkah-langkah pelaksanaan dan proses

bekerja dengan benar, dan apakah hasil yang diharapkan

telah dicapai. Jika ditentukan bahwa tenggat waktu tidak

terpenuhi, proses tidak bekerja, atau hasilnya tidak sesuai

dengan tujuan yang sebenarnya, maka strategi dapat, dan

harus diubah atau dirumuskan.

Mintzberg dkk (2000) evaluasi strategi sebenarnya

menilai apakah strategi yang digunakan efektif dan apakah

organisasi

efisien

dalam

mencapai

tujuan.

Ketika

mengevaluasi

efektivitas

strategi,

maka

menyiratkan

perspektif strategis yang tepat dan dikembangkan sesuai

dengan kebutuhan masa depan, terkait dengan misi dan

tujuan yang jelas, yang dikomunikasikan, dipahami dan

menyebabkan penyediaan produk-produk berkualitas, dan

tingkat tinggi dari jasa.

(18)

Sedangkan perbedaan pandangan mengenai evaluasi

strategi terlihat melalui pendapat David (2008) bahwa dalam

mengevaluasi, penilaian dilakukan dengan mengukur

faktor-faktor atau indikator sukses yang dicapai dan kinerja

institusi,

sedangkan

Coulter

dan

Robinson

(2005)

mengungkapkan bahwa penilaian dilakukan terhadap

pencapaian tenggat waktu yang ditetapkan apakah sudah

terpenuhi juga memeriksa langkah-langkah pelaksanaan dan

proses penerapan strategi apakah sudah bekerja dengan

benar. Selain itu, Mintzberg dkk (2000) mengungkapkan

bahwa penilaian dilakukan terhadap keefektifan strategi

melalui perspektif yang dikembangkan apakah sesuai dengan

kebutuhan masa depan yang terkait dengan misi untuk

penyediaan produk maupun jasa dengan kualitas tinggi.

Dari paparan tersebut nampak bahwa perbedaan

pendapat ketiganya mengenai evaluasi strategi terletak pada

cara menilai atau indikator penilaian yang digunakan untuk

menilai strategi yang diterapkan institusi. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa evaluasi strategi merupakan

penilaian terhadap strategi yang diterapkan dalam mencapai

tujuan institusi baik melalui penilaian faktor-faktor sukses,

kinerja,

pemeriksaan

prosedur

pelaksanaan

strategi,

pencapaian tenggat waktu, maupun perspektif strategis

terkait kebutuhan masa depan yang dikembangkan institusi.

(19)

dapat

memenangkan

persaingan

dan

memperoleh

keunggulan yang efektif dengan pembagian kekuatan dalam

rangka mencapai tujuan lembaga atau insitusi.

2.2.2 Pentingnya Evaluasi Strategi Bersaing

Ada beberapa pendapat ahli yang menyebutkan betapa

pentingnya evaluasi strategi dilakukan oleh insitusi. Pearce

dan Robinson (2008) misalnya, mengungkapkan bahwa

evaluasi terhadap strategi yang diterapkan insitusi sangatlah

penting

karena

evaluasi

yang

tepat

waktu

dapat

memperingatkan manajemen akan adanya masalah atau

potensi masalah sebelum menjadi kritis.

Selain itu, menurut Wheelen dan Hunger (2008) bahwa

evaluasi strategi sebenarnya untuk memastikan suatu

institusi mencapai apa yang ditetapkan. Hal ini dilakukan

melalui

membandingkan

kinerja

dengan

hasil

yang

diinginkan dan memberikan umpan balik yang diperlukan

bagi manajemen untuk mengevaluasi hasil dan mengambil

tindakan korektif, sesuai kebutuhan.

Ada pula pendapat lainnya yang diungkapkan oleh

Rumelt (2000) bahwa evaluasi strategi perlu dilakukan

insitusi karena sesungguhnya berkaitan dengan berbagai

tantangan yang dihadapi institusi itu sendiri. Hal ini

menurutnya dikarenakan oleh beberapa hal, yakni : (1)

strategi itu unik maka setiap institusi memiliki strategi yang

berbeda, (2) strategi sangat berkaitan dengan pemilihan

tujuan dan sasaran, (3) sistem formal dari tinjauan strategis

yang digunakan institusi itu sendiri.

(20)

yang dihadapi institusi. Hal ini berarti bahwa evaluasi perlu

untuk dilakukan agar institusi mampu berbenah dalam

menghadapi masalah ataupun tantangan yang dihadapi atau

dengan kata lain evaluasi tersebut bersifat formatif.

Sedangkan, pendapat berbeda dikemukakan oleh

Wheelen dan Hunger (2008) yang cenderung menganggap

perlunya dilakukan evaluasi strategi karena berhubungan

dengan kepastian pencapaian institusi apakah sudah sesuai

dengan yang ditetapkan. Hal ini berarti bahwa evaluasi

penting dilakukan agar mengetahui capaian institusi apakah

sudah sesuai tujuan atau dengan kata lain evaluasi tersebut

bersifat sumatif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

pentingnya dilakukan evaluasi strategi oleh sebuah insitusi

sebenarnya untuk terhindar dari masalah ataupun tantangan

yang dihadapi demi pencapaian tujuan institusi itu sendiri.

Bertolak dari hal-hal tersebut, jika dikaitkan dengan

pentingnya pelaksanaan strategi bersaing menurut Porter

(2007) yaitu untuk membina posisi di mana suatu lembaga

dapat melindung diri sendiri dengan sebaik-baiknya terhadap

kekuatan tekanan persaingan atau dapat mempengaruhi

tekanan tersebut secara positif. Maka, dapat dikatakan

bahwa evaluasi strategi bersaing menjadi sangat penting

untuk dilakukan agar institusi mampu terhindar dari

masalah maupun tantangan yang dihadapi demi membina

posisi dan dapat melindung diri sendiri dengan

sebaik-baiknya terhadap kekuatan tekanan persaingan atau dapat

mempengaruhi tekanan tersebut secara positif dalam rangka

mencapai tujuan institusi.

2.2.3 Evaluasi Strategi Bersaing

(21)

dan dikembangkan oleh Rumelt (2000). ini mengandung 4

komponen

yakni

konsistensi,

kesesuaian,

kelayakan,

keunggulan dan masing masing perlu penilaian tersendiri

disertai kemampuan analis untuk menilainya.

1.

Konsistensi (consi st ency)

Konsistensi mengandung arti bahwa sebuah strategi

tidak boleh menunjukkan tujuan, nilai dan kebijakan yang

tidak konsisten (Rumelt, 2000). Lebih lanjut menurut Rumelt

sendiri, kunci utama konsistensi sebuah strategi adalah

berkaitan dengan: a) kebijakan yang dilakukan Institusi dan

b) tujuan dan nilai-nilai yang dikembangkan institusi.

Kebijakan

berkaitan erat dengan tindakan yang dilakukan

institusi, khususnya oleh manajer atau pimpinan institusi.

Sehingga, jika terjadi konflik dalam institusi dan pertikaian

antar unit maka menandakan bahwa adanya gejala gangguan

manajerial juga tanda inkonsistensi strategi. Sebab, konsep

yang eksplisit dan jelas dari strategi harus mampu

membantu perkembangan iklim organisasi yang lebih efisien

daripada hanya sekedar mekanisme administratif. Untuk itu

ia mengajukan beberapa indikator yang dapat membantu

analis untuk melihat ketidakonsistenan tersebut, antara lain:

Jika masalah manajerial terus berlanjut dan

perubahan personil cenderung menjadi isu daripada

berdasarkan kemampuan personil, maka mungkin

diakibatkan inkonsistensi dalam strategi.

Jika kesuksesan satu unit organisasi ditafsirkan

kegagalan untuk unit lainnya maka struktur tujuan

dasarnya adalah tidak konsisten.

Jika ada upaya untuk mendelegasikan wewenang

(22)

kebijakan, maka strategi dasar mungkin tidak

konsisten.

Sedangkan tujuan dan nilai-nilai yang dikembangkan

institusi

berkaitan dengan formulasi atau penyusunan

strategi. Sehingga menurut Rumelt (2000) bahwa dalam

evaluasi maka penilaian terhadap inkonsistensi dapat dilihat

lebih banyak menyangkut masalah yang ada pada formulasi

strategi atau penyusunan strategi daripada implementasi

strategi.

Lebih

lanjut

menurutnya

bahwa

masalah

inkonsistensi strategi juga bisa timbul, jika arah masa depan

bisnis membutuhkan perubahan yang bertentangan dengan

nilai-nilai manajerial pimpinan institusi.

Hal ini artinya bahwa dengan adanya pertumbuhan

atau perkembangan bisnis di luar metode operasi informal,

dapat membuat banyak pemimpin institusi mengalami

hilangnya rasa kejelian. Memang, perkembangan bisnis

tersebut dapat saja dibatasi, namun hal ini akan

memerlukan perhatian khusus ke posisi kompetitif institusi

jika hidup tanpa perkembangan yang diinginkan.

Masalah-masalah dasar juga dapat muncul terkait nilai-nilai pribadi

dan sosial yang datang dalam konflik dengan kebijakan yang

dilakukan pimpinan institusi untuk perkembangan bisnis.

Resolusi dari konflik tersebut biasanya akan memerlukan

penyesuaian terhadap strategi bersaing yang dilakukan

(Rumelt, 2000).

(23)

2.

Kesesuaian (consonance)

Strategi

harus

mewakili

respon

adaptif

atau

penyesuaian

terhadap

lingkungan

eksternal.

Menurut

Wheelen

dan

Hunger

(2008),

lingkungan

eksternal

berhubungan ekonomi, teknologi, hukum, politik dan sosial

budaya.

Bagi

Rumelt

(2000),

lingkungan

eksternal

berhubungan juga dengan perubahan penting yang terjadi

didalamnya. Perubahan ini menyangkut kecenderungan atau

trend yang terjadi (Rumelt, 2000).

Sehingga menurutnya ada

2 hal penting yang berhubungan dengan evaluasi kesesuaian

strategi dengan lingkungan eksternal yaitu : a) Bisnis sesuai

dan adaptif terhadap lingkungan dan b) Persaingan dengan

institusi lain yang berusaha beradaptasi.

Keadaptifan

bisnis

dengan

lingkungan

eksternal

berkaitan dengan misi dasar atau ruang lingkup bisnis

dengan melihat perubahan kondisi ekonomi dan sosial dari

waktu ke waktu yang mampu memberikan nilai sosial atas

produk dan jasa yang dihasilkan oleh institusi. Disamping

itu, keadaptifan bisnis dengan lingkungan berkaitan juga

dengan kebutuhan institusi untuk memperoleh beberapa

nilai sosial sebagai profit. Dengan kata lain, institusi harus

dapat bersaing dengan institusi lain untuk memperoleh

profit.

(24)

Tanpa pemahaman tersebut, maka tidak ada cara terbaik

untuk memutuskan apa jenis perubahan yang sangat

krusial.

Dengan demikian, dalam kaitannya dengan evaluasi

kesesuaian maka menilai apakah strategi bersaing yang

diterapkan telah menunjukkan respon adaptif terhadap

lingkungan

eskternal

melalui

pendekatan

dengan

membandingkan dengan pesaing lainnya juga mengetahui

proses perubahan jalannya bisnis institusi sebagai kunci

trend

dan perubahan yang terjadi.

3.

Keunggulan (advant age

)

Keunggulan mengandung arti bahwa strategi harus

memfasilitasi upaya menciptakan dan atau mempertahankan

keunggulan bersaing di bidang aktivitas tertentu. Keunggulan

bersaing biasanya merupakan hasil keunggulan dari salah

satu bidang : yaitu sumber daya superior, ketrampilan

superior dan posisi superior (Rumelt,2000). Lebih lanjut

penjelasan ketiga hal ini menurut Rumelt (2000), antara lain :

a) Sumber daya, menyangkut hak paten, hak merek

dagang, asset khusus, hubungan kerja sama

institusi dengan suplier dan layanan distribusi.

Didalamnya pula termasuk reputasi institusi yaitu

karyawan, penyuplai dan pelanggan adalah sumber

daya. Sumber daya yang merupakan keunggulan

terkhususnya pada institusi dibangun perlahan

melalui

berbagai

pelatihan

dari

kemampuan

superior atau menjadi penggerak pandangan masa

depan institusi.

(25)

kecapakan atau kemahiran individu yang dibangun

melalui investasi, pekerjaan dan pembelajaran.

Tidak seperti asset fisik, ketrampilan ditingkatkan

melalui kegunaannya.

c)

Posisi, menyangkut penyediaan layanan produk,

segmen pasar dimana produk dijual dan taraf

terisolasi dari kompetisi. Umumnya, posisi terbaik

adalah menyangkut menjual nilai produk yang unik

untuk pembeli yang sensitif terhadap harga.

Sedangkan posisi kurang baik menyangkut menjadi

salah satu dari institusi yang menyuplai nilai

rendah produk kepada pembeli yang sensitif

terhadap harga. Keunggulan posisi dapat diperoleh

melalui kompetensi superior dan sumber daya, atau

pula hanya keberuntungan.

Ketiga hal diatas tersebut diatas yaitu sumber daya,

ketrampilan menjadi komponen keunggulan yang penting

dalam penilaian terhadap strategi yang diterapkan oleh

institusi. Selain itu, menurut Rumelt (2000), keunggulan pula

dapat dipengaruhi faktor-faktor seperti:

a) Kepemilikan sumber bahan baku

khusus atau

kontrak jangka panjang.

b) Secara geografis terletak dekat pelanggan kunci

dalam bisnis yang signifikan dengan melibatkan

biaya investasi dan transportasi yang tinggi.

c)

Menjadi pemimpin dalam bidang layanan yang

memungkinkan atau perlunya membangun sebuah

pengalaman dasar yang unik dalam melayani klien.

d) Menjadi produsen penuh di pasar dengan fenomena

persaingan yang berat.

(26)

Oleh karena itu, sesuai penelitian yang dilakukan maka

dalam hal mengevaluasi keunggulan dilakukan penilaian

apakah strategi bersaing yang diterapkan institusi telah

mempertahankan atau bahkan menciptakan keunggulan

institusi itu sendiri baik secara sumber daya, ketrampilan

maupun posisi

daripada pesaing.

4.

Kelayakan (feasi bi l i t y)

Kelayakan mengandung arti bahwa strategi tidak boleh

menguras seluruh sumber daya. Uji terakhir dari strategi ini

adalah kelayakannya, dalam hal ini bisakah strategi

diupayakan dalam bentuk fisik, manusia, dan sumber daya

keuangan yang tersedia (Rumelt, 2000). Sumber daya fisik

menyangkut

kemampuan perusahaan dalam informasi,

teknologi, peralatan-peralatan, dan fasilitas-fasilitas yang

ada, serta kempuan untuk berproduksi. Sumber daya

manusia menyangkut, ketrampilan, kompetensi yang dimiliki

manusia dengan ketrampilan yang sudah sesuai dengan

standart perusahaan. Sedangkan sumber daya keuangan

menyangkut

modal

proses

produksi,

pendistribusian,

kapasitas

produksi,

dan

modal

dalam

kerja,

juga

pemeriksaan sumber daya keuangan seperti pinjaman bank ,

saldo, kreditur, pinjaman (

Fleisher dan Bensoussan, 2007).

Oleh karena itu, dalam mengevaluasi kelayakan

strategi bersaing maka dilakukan penilaian terhadap strategi

bersaing yang diterapkan apakah menguras habis sumber

daya fisik, manusia, atau keuangan institusi dan apakah

juga

telah memberikan solusi yang baik dengan tidak

(27)

2.3

Kajian Penelitian Yang Relevan

Adapun kajian atau hasil penelitian yang dilakukan

oleh peneliti sebelumnya, adalah sebagai berikut:

Penelitian pertama, oleh Frederyk, H., & Setiawan, A.

(2012) dengan judul tentang Evaluasi Strategi Bersaing Pada

Industri Pelayaran Batubara Studi Kasus PT.XYZ, yang

menemukan

bahwa

melalui

analisis

SWOT

strategi

perusahan belum tepat walaupun sudah merespon peluang

dengan baik dan siap menghadapi ancaman, untuk itu

perusahaan direkomendasikan menerapkan strategi alternatif

seperti

market development, market penetration, dan product development.

Penelitian kedua, oleh Dalimunthe (2009) dengan judul

Evaluasi strategi bisnis PT Asuransi Umum Bumiputeramuda

1967 yang menemukan bahwa proses strategi bisnis Asuransi

Bumida Bumiputera telah terlaksana sesuai Rumelt namun

sasaran akhir untuk menjadi 10 besar pasar retail asuransi

umum belum tercapai. Hal ini dikarenakan faktor internal

masih belum sempurnanya dukungan internal dalam bentuk

penyiapan sarana dan teknologi. Sedangkan faktor eksternal

adalah tingginya persaingan industri asuransi umum yang

mendorong para pesaing untuk meningkatkan pencapaian

produksi masing- masing.

Penelitian ketiga, oleh Lawrence (2012), dengan judul

(28)

Penelitian keempat, oleh Suroso O. W. (2012) dengan

judul Evaluasi Strategi Bersaing Studi pada PT UNVR

Menggunakan Analisis “

Five Forces

” model Porter, yang

hasilnya

menunjukkan

bahwa

perubahan-perubahan

eksternal dan internal mempengaruhi strategi bersaing yang

telah ada dan perlu dilakukan perubahan agar PT UNVR

dapat tetap unggul di Indonesia. Penelitian kelima, oleh

Aquino, E. (2014) dengan judul Evaluasi Strategi Bersaing

Pada Pt. Triyuda Perkasa yang menghasilkan bahwa

perusahaan

menggunakan

costleadership strategy

.

Berdasarkan SERVO

analysis

,

strategi

cost leadership

masih

relevan dengan kondisi persaingan saat ini, karena

persaingan di industri

metal work

sangat ketat sehingga

perusahaan harus menekan biaya produksinya.

Penelitian keenam, oleh Gunawan, A. A. (2014)

berjudul Evaluasi Strategi Bersaing Pada Pt. Green Dewata Di

Denpasar Bali yang menemukan bahwa PT. Green Dewata

menggunakan

cost leadership strategy dan

berdasarkan

SERVO Analysis,

strategi

bersaing

yang

digunakan oleh perusahaan saat ini masih sesuai dengan

kondisi persaingan yang ada.

Penelitian ketujuh, oleh Ficky C. dan Ratih I (2014)

tentang Evaluasi Strategi Bersaing pada UD Lelyta yang

menghasilkan bahwa perusahaan menggunakan strategi

bersaing

cost based leadership

dan berdasarkan analisis

SERVO strategi tersebut masih sesuai dengan kondisi

persaingan.

(29)

adalah evaluasi strategi bersaing yang dilakukan dalam

penelitian diatas pada perusahaan sedangkan penelitian yang

akan dilakukan peneliti berada dalam dunia pendidikan yaitu

sekolah.

Selain itu, penelitian yang hendak dilakukan ini

menggunakan evaluasi menurut Rumelt (2000). Memang ada

salah satu dari penelitian diatas yaitu Dalimunthe (2009)

yang juga menggunakan Rumelt (2000), namun bedanya

evaluasi strategi yang dilakukan olehnya adalah evaluasi

strategi bisnis di perusahaan dan bukan berfokus pada

evaluasi strategi bersaing di bidang pendidikan.

2.4

Kerangka Pikir

EE

Penjelasan : SMA Kristen 1 Salatiga menerapkan strategi

bersaing yaitu diferensiasi dan keunggulan biaya untuk

menghadapi persaingan dalam dunia pendidikan. Kedua

strategi ini kemudian dievaluasi konsistensi, kesesuaian,

keunggulan dan kelayakan berdasarkan Rumelt (2000).

Setelah

dievaluasi,

maka

menghasilkan

rekomendasi

kebijakan bagi pihak sekolah.

Diferensiasi

Strategi

Bersaing

SMA Kristen 1

Salatiga

Keunggulan Berbasis Biaya

Reko-mendasi

Evaluasi Strategi :

Konsistensi (

consistency

)

Kesesuaian (

consonance

)

Gambar

Gambar 2.1 Strategi Generik Bersaing, (Porter,2007).
Tabel 2.1 Ciri-ciri Strategi Differensiasi
Tabel 2.2 Ciri-ciri Keunggulan Biaya
Tabel 2.3 Ciri-ciri Strategi Fokus

Referensi

Dokumen terkait

Dalam persaingan ada beberapa sekolah yang maju karena dapat memberikan pelayanan pendidikan yang baik bagi siswa namun ada juga sekolah swasta yang tidak

Supaya dapat bersaing mendapatkan konsumen, maka keputusan tentang harga jual menjadi sangat penting, sehingga perusahaan perlu menentukan strategi yang tepat dalam

Dari situasi ini, peneliti melakukan penelitian mengenai kewirausahaan dan strategi bersaing pedagang sembako yang ada di Pasar Raya I Kota Salatiga, sembako adalah sembilan

Wawancara dilakukan dengan kepala sekolah, wakil kepala sekolah bagian kurikulum, kesiswaa, HUMAS, guru, pegawai administrai, siswa dan orang tua untuk

Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) sebagai sebuah perguruan tinggi swasta tentu saja juga menggunakan strategi promosi khusus untuk bersaing dengan universitas

Berkaitan dengan hal tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa SMP Kristen 2 Eben Haezer Salatiga juga menjalankan strategi bersaing untuk menghadapi persaingan yang terjadi

adanya asas CTL lain dari empat asas yang dipilih penulis agar pembelajaran berhasil maksimal Wawancara, didukung dokumentasi dan observasi Pengaruh yang diharapkan dan tak

SMA Theresiana)” yang dilakukan oleh Kristianti (2011). Dalam penelitian tersebut, beberapa strategi dirumuskan menggunakan pendekatan Rekayasa Ulang Pendidikan, antara lain