TINJAUAN PUSTAKA
Batang Kelapa Sawit (BKS)
Menurut sistem klasifikasinya, sawit termasuk dalam kingdom plantae,
divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, famili
arecaceae, sub famili cocoideae, genus elaeis dan spesies Elaeis guineensis Jacq
(Hadi, 2004). Kelapa sawit diusahakan secara komersil di Afrika, Amerika
Selatan, Asia Tenggara, Pasifik Selatan serta beberapa daerah lain dengan skala
yang lebih kecil. Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika dan Amerika Selatan,
tepatnya adalah Brazil (Edhy, 2004).
Salah satu masalah serius dalam pemanfaatan batang sawit adalah sifat
higroskopisnya yang tinggi. Meskipun telah dikeringkan sehingga mencapai kadar
air kering tanur, kayu sawit dapat kembali menyerap uap air dari udara hingga
mencapai kadar air lebih dari 20%. Pada kondisi ini beberapa jenis jamur dan
cendawan dapat tumbuh subur baik pada permukaan maupun bagian dalam kayu
sawit (Rahayu, 2001). Sifat higroskofis BKS akan menyebabkan penyusutan
dengan turunnya kadar air dan mengembang dengan naiknya kadar air. Susut
volume BKS semakin besar pada bagian tepi ke pusat batang dan dari bagian
pangkal ke ujung batang. Volume penyusutan dapat mencapai 70% pada pusat
batang (Febrianto dan Bakar, 2004).
Batang kelapa sawit memiliki variasi bentuk batang berupa tinggi dan
diameter batang yang tidak jauh berbeda dengan kayu yang diperoleh dari
tanaman monokotil lainnya. Bentuk batang sawit meruncing dari pangkal ke
lahan kecuali dari bagian pangkal sampai ketinggian 1 meter di atasnya (Prayitno
dan Darnoko, 1994).
Komponen kandungan BKS adalah selulosa, hemiselulusa, lignin, serat,
parenkim, air, abu dan pati. Kandungan air dan parenkim semakin tinggi sesuai
dengan ketinggian batang. Tingginya kadar air menyebabkan kestabilan dimensi
BKS rendah. Parenkim bagian atas pohon mengandung pati hingga 40 %, dan hal
ini menyebabkan sifat fisik dan mekanik BKS rendah (mudah patah/retak) serta
mudah di serang rayap (Prayitno, 1995).
Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal
batang dan bagian ujung, bagian tengah batang, inti dan bagian tepinya. Sifat-sifat
dasar dari batang kelapa sawit yaitu kadar airnya sangat bervariasi pada bebagai
posisinya dalam batang. Kadar air batang dapat mencapai 100-500 %. Sifat lain
adalah berat jenis yang juga berbeda pada setiap bagian batang. Secara rata-rata
berat jenis batang kelapa sawit termasuk kelas kuat IV pada bagian tepi dan kelas
kuat V pada bagian tengah dan pusat batang (Bakar, 2003). Sifat-sifat itu dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat-sifat dasar batang kelapa sawit
Sifat-Sifat Penting Bagian Dalam Batang
Tepi Tengah Pusat
Berat Jenis 0,35 0,28 0,20
Kadar Air (%) 156 257 365
Kekuatan Lentur (kg/cm2) 29996 11421 6980
Keteguhan Lentur (kg/cm2) 295 129 67
Susut Volume 26 39 48
Kelas Awet V V V
Kelas Kuat III-V V V
Papan Partikel
Menurut Iskandar dan Achmad (2011), papan partikel adalah lembaran
hasil pengempaan panas campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa
lainnya dengan perekat organik dan bahan lainnya. Jenis partikel kayu antara lain
serbuk, tatal, serpih, selumbar, untai dan wafer.
Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan papan partikel adalah produk
panil yang dihasilkan dengan memampatkan partikel-partikel kayu dan sekaligus
mengikatnya dengan suatu perekat. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) tipe
papan partikel sangat berbeda dalam hal ukuran dan bentuk partikel, jumlah resin
(perekat) yang digunakan dan kerapatan panil yang dihasilkan.
Tipe-tipe partikel yang digunakan untuk papan partikel antara lain adalah:
1. Partikel-partikel kayu kecil berdimensi tidak menentu yang dihasilkan apabila
mengetam lebar atau mengetam sisi ketebalan kayu. Bervariasi dalam
ketebalan dan sering tergulung.
2. Serpih-serpih kecil dengan dimensi yang telah ditentukan sebelumnya yang
dihasilkan dalam peralatan yang telah dikhususkan. Seragam ketebalannya,
dengan orentasi serat sejajar permukaannya.
3. Bentuk biskit serupa serpih dalam bentuknya tetapi lebih besar. Biasanya
tebalnya lebih dari 0,025 inci dan panjangnya lebih dari 1 inci mungkin
meruncing ujung-ujungnya.
4. Tatal sekeping yang dipotong dari suatu blok dengan pisau besar atau
pemukul seperti mesin pembuat tatal kayu pulp.
5. Serbuk gergajian yang dihasilkan oleh pemotong dengan gergaji.
7. Kerat hampir persegi potongan melintangnya, dengan panjang paling sedikit 4
kali ketebalannya.
8. Wol kayu (ekselsior) – kerataan yang panjang, berombak, ramping. Juga
digunakan sebagai kasuran pada pengepakan.
Berdasarkan tujuan penggunaannya menurut SNI 03-2105-1996 papan
partikel dikelompokkan ke dalam:
a. Papan partikel tipe I adalah papan partikel untuk penggunaan di luar ruangan
yang tahan terhadap cuaca dalam waktu relatif lama.
b. Papan partikel tipe II adalah papan partikel untuk penggunaan di dalam
ruangan yang tahan terhadap cuaca dalam waktu relatif pendek.
Menurut Japanese Industrial Standard (2003) papan partikel
diklasifikasikan berdasarkan variabel-variabel tertentu seperti: kondisi permukaan,
keteguhan lentur, jenis perekat yang digunakan, jumlah formaldehida yang
dilepaskan dan ketahanan bakar. FAO (1996) mengklasifikasikan papan partikel
berdasarkan kerapatannya menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density Particleboard), yaitu papan
yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3.
2. Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density Particleboard), yaitu
papan yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 – 0,8 g/cm3.
3. Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density Particleboard), yaitu papan
yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.
Sifat papan partikel dipengaruhi oleh bahan baku pembentuknya, perekat
dan formulasi yang digunakan, serta proses pembuatan papan partikel tersebut
kempa dan penyelesaiannya. Penggunaan papan partikel yang tepat akan
berpengaruh terhadap lama dan pemanfaatan yang diperoleh dari papan partikel
yang digunakan. Sifat bahan baku yang berpengaruh terhadap sifat papan partikel
antara lain yaitu jenis dan kerapatan kayu, bentuk dan ukuran bahan baku kayu
yang digunakan, kadar air kayu, ukuran dan geometri partikel kayu, tipe dan
penggunaan kulit kayu (Hadi, 1997)
Perlakuan Perendaman Awal
Batang kelapa sawit terdiri atas dua komponen utama, yaitu jaringan
ikatan pembuluh (vascular bundles) dan jaringan parenkim. Hasil analisis kimia
menunjukkan bahwa kadar pati kelapa sawit termasuk tinggi (Bakar, 2003). Zat
pati ini dapat menghambat proses perekatan pada pembuatan papan partikel. Salah
satu cara untuk mengurangi zat pati ini adalah dengan perendaman partikel
sebelum partikel tersebut diproses lebih lanjut. Menurut Hadi (1988), perlakuan
perendaman dingin dan perendaman panas terhadap partikel menyebabkan
penurunan kadar zat ekstraktif partikelnya, sehingga kontaminan yang ada pada
dinding sel dapat dihilangkan. Hal ini dapat memperbaiki pembasahannya, daya
alir dan penetrasi perekat pada partikel, sehingga mutu perekatan papan partikel
yang dihasilkan lebih baik.
Hadi (1991) mengemukakan bahwa perendaman dengan air dingin
menyebabkan sebagian zat ekstraktif kayu terlarut. Berkurangnya kandungan zat
ekstraktif tersebut akan menyebabkan terbentuknya garis perekatan yang lebih
baik atau kontak antar partikel dengan perekatnya lebih. Perendaman dengan air
dingin tidak mempengaruhi kerapatan dan kadar air papan partikel, tetapi sangat
ditelaah lebih lanjut ternyata semakin lama serbuk direndam, penyerapan air dan
pengembangan tebal papannya semakin kecil. Namun demikian perendaman
serbuk selama dua, tiga, dan empat hari tidak menunjukkan penurunan yang besar
terhadap penyerapan air dan pengembangan tebal papannya.
Saputra (2004) menyatakan bahwa perendaman partikel-partikel kayu
dalam air panas bertujuan untuk melarutkan zat-zat ekstraktif seperti gula, pati, zat
warna, dan lain-lain. Zat-zat ekstraktif yang larut dalam air panas meliputi
garam-garam anorganik, garam-garam-garam-garam organik, gula, gum pektin, galaktan, tanin,
pigmen, polisakarida dan komponen lain yang terhidrolisa. Pelarutan zat-zat
ekstraktif tersebut dapat meningkatkan daya ikat antar partikel kayu dengan bahan
pengikatnya.
Perekat Urea Formaldehida (UF)
Perekat merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
pembuatan papan partikel karena tipe dan sifat-sifat papan partikel yang
dihasilkan sangat ditentukan oleh jenis dan komposisi perekat yang digunakan.
Perekat yang paling banyak digunakan dalam pembuatan papan partikel adalah
UF. Menurut Maloney (1993), kebutuhan resin perekat UF untuk pembuatan
papan partikel berkisar antara 6-10 % berdasarkan berat kering tanur partikel
sedangkan menurut Rowell dkk (1997), kadar resin yang umum digunakan
berkisar antara 4-15 % tetapi kebanyakan berkisar antara 6-9 %.
Perekat UF mempunyai sifat-sifat yaitu, berwarna putih pada kemasan dan
berwarna transparan jika sudah direkat sehingga tidak mempengaruhi warna
papan dengan kekentalan 30 centipoise. Harga UF lebih murah, tidak mudah
tahan terhadap air dingin, termasuk perekat tahan kelembaban dan tahan
biodeteriorasi karena perekat ini tidak disukai organisme perekat (Nurdiana,
2005).
Menurut Surdiding dan Hadi (1997) dalam Ruhendi dkk (2007), perekat
UF merupakan hasil kondensasi dari urea dan formaldehida dengan perbandingan
molar 1 : (1,5-2). Perekat UF ini larut dalam air dan proses pengerasannya akan
terbentuk pola ikatan jaringan (cross-link). Urea formaldehida akan cepat
mengeras dengan naiknya temperatur dan atau turunnya pH. Kelebihan perekat
UF antara lain adalah warnanya putih sehingga tidak memberikan warna gelap
pada waktu penggunaannya, dapat dicampur perekat melamin formaldehida agar
kualitas perekatnya lebih baik, harganya relatif murah dibandingkan perekat
sintetis yang lainnya serta tahan terhadap biodeteriorasi dan air dingin.
Kekurangan UF yaitu kurang tahan terhadap pengaruh asam dan basa serta
penggunaannya terbatas untuk interior saja.
Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), perekat UF mempunyai
pengerasan yang singkat dalam kempa panas, warna putih, harga lebih murah,
dalam pembuatan ditambahkan 6-10 % dari berat kering oven partikel, semakin
banyak perekat ditambahkan semakin baik kualitas papan tetapi untuk efisiensi
biaya perekat harus seminimal mungkin dengan kualitas papan tinggi.
Penggunaan perekat terbatas pada produk seperti panel kayu lapis hias, papan
partikel bagian lantai atau papan serat untuk meubel serta aplikasi interior
(Ruhendi dkk, 2007).
Kelemahan perekat UF adalah tidak tahan cuaca. Rendahnya keawetan ini
UF lebih sesuai untuk perekat meubel dan kegunaan lain di dalam ruangan, yang
tidak mensyaratkan keawetan perekat UF (Achmadi, 1990).
Rayap Sebagai Organisme Perusak Kayu
Rayap termasuk ke dalam ordo blatodea, mempunyai 7 (tujuh) famili
termitidae yang merupakan kelompok rayap tinggi. Rayap merupakan serangga
pemakan kayu (Xylophagus) atau bahan-bahan yang mengandung selulosa yang
hidup berkoloni dan mempunyai sistem kasta dalam kehidupannya (Nandika dkk,
1990). Iswanto (2005) rayap merupakan serangga kecil berwarna putih pemakan
selulosa yang sangat berbahaya bagi bangunan yang dibangun dengan
bahan-bahan yang mengandung selulosa seperti kayu dan produk turunan kayu (papan
partikel, papan serat, plywood, blockboard, dan laminated board).
Rayap selalu hidup dalam satu kelompok yang disebut koloni dengan pola
hidup sosial. Satu koloni terbentuk dari sepasang laron (alates) betina dan jantan
yang melakukan kopulasi dan mampu memperoleh habitat yang cocok yaitu
bahan berselulosa untuk membentuk sarang utama. Koloni rayap dapat juga
terbentuk dari fragmen koloni yang terpisah dari koloni utama karena sesuatu
bencana yang menimpa koloni utama itu. Individu betina pertama yang dapat kita
sebut ratu meletakkan beribu-ribu telur yang kemudian menetas dan berkembang
menjadi individu-individu yang polimorfis, sub-kelompok yang berbeda bentuk
yaitu kasta pekerja, kasta prjurit dan neoten, di samping itu terdapat juga
individu-individu muda (pradewasa) yang biasa disebut nimfa atau larva (Tarumingkeng,
2004).
Menurut Nandika dkk (2003), rayap tanah memiliki ciri-ciri sebagai
antena terdiri dari 15 segmen, segmen kedua dan keempat sama panjangnya,
mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya, batas antar sebelah
dalam dari mandibel sama sekali rata; panjang kepala dengan mandibel 2,46-2,66
mm, panjang kepala tanpa mandibel 1,56-1,68 mm, lebar kepala 1,40-1,44 mm
dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm, dengan panjang
badan 5,5-6,0 mm, bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai
duri; abdomen berwarna putih kekuningan.
Dalam hidupnya rayap mempunyai beberapa sifat yang penting untuk
diperhatikan yaitu:
1. Sifat trophalaxis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul saling menjilat serta
mengadakan perukaran bahan makanan.
2. Sifat cryptobiotic, yaitu sifat rayap untuk menjauhi cahaya. Sifat ini tidak
berlaku pada rayap yang bersayap (calon kasta reproduktif) dimana mereka
selama periode yang pendek di dalam hidupnya memerlukan cahaya (terang).
3. Sifat kanibalisme, yaitu sifat rayap untuk memakan individu sejenis yang
lemah dan sakit. Sifat ini lebih menonjol bila rayap berada dalam keadaan
kekurangan makanan.
4. Sifat necrophagy, yaitu sifat rayap untuk memakan bangkai sesamanya.