• Tidak ada hasil yang ditemukan

no 09th viiiseptember 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "no 09th viiiseptember 2014"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

EDISI NO.09/TH.VIII/SEPTEMBER 2014

54

Sosialisasi

LCC 4 Pilar di Provinsi Papua Barat

25

Nasional

Sidang Paripurna MPR Akhir Masa Jabatan

Daftar Isi

Marwah MPR RI

Bisa Terjaga Dengan Baik

10

BERITA UTAMA

Dalam kurun waktu yang

relatif singkat, kinerja

Pimpinan dan anggota

MPR periode 2009 – 2014

dan Sekretariat Jenderal

MPR telah berhasil bukan

hanya sebatas inisiasi,

tetapi juga tahap

pengimplementasian

nilai-nilai 4 Pilar

Kehidupan Berbangsa dan

Bernegara.

80

Figur

Bungaran Saragih

39

SELINGAN

Hari Tani Nasional

Editorial

...

04

Suara Rakyat

...

06

Opini

...

07

Wawancara

...

16

Pojok MPR

...

47

Mata Pengamat

...

60

Ragam

...

78

(6)

H

IRUK PIKUK tahun politik pada 2014 bakal segera berakhir. Tanda-tanda

bakal berakhirnya keramaian pesta

demokrasi itu ditandai dengan dilantiknya

anggota DPRD, baik tingkat Kabupaten Kota

maupun Provinsi. Lalu, menyusul pelantikan

anggota MPR, DPR dan DPD. Dan, diakhiri

pergantian presiden dan wakil presiden.

Dan, Presiden terpilih Joko Widodo dan Wakil

Presiden Jusuf Kalla pun segera

menjalan-kan roda pemerintahan Republik Indonesia

untuk 5 tahun ke depan, 2014-2019.

Artinya, sejak awal Oktober 2014 wajah

anggota lembaga legislatif segera berubah,

dan begitu pula wajah eksekutif akan segera

menjalankan tugasnya setelah pelantikan

Presiden dan Wakil Presiden pada 20

Oktober. Demikian pula wajah pimpinan dan

Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat

(MPR) RI juga tentunya berubah. Pimpinan

MPR yang baru akan segera menentukan

dan menjalanlan program kerja MPR selama

5 tahun berikutnya.

Pada periode 2009-1014 formasi pimpinan

MPR terdiri dari Taufiq Kiemas sebagai ketua.

Didampingi empat wakil ketua yang selalu

membantu dan bahu dalam menjalankan

tugas-tugas pimpinan MPR. Mereka adalah,

Hj. Melani Leimena Suharli, Ahmad Farhan

Hamid, Lukman Hakim Saifuddin serta

Hajriyanto Y. Thohari.

Di tengah jalan formasi tersebut

mengalami perubahan karena alasasn yang

tidak bisa dihindari. Ketua MPR Taufiq Kiemas

digantikan Sidarto Danusubroto. Penggantian

ini terjadi karena sang penggagas 4 Pilar itu

meninggal dunia lima belas bulan sebelum

masa jabatannya berakhir. Taufiq meninggal

di Singapore General Hospital setelah hampir

seminggu menjalani perawatan di sana. Ia

menghembus nafas terakhir pada Sabtu, 8

Juni 2013.

Di penghujung kepemimpinannya, lagi-lagi

formasi pimpinan MPR berubah. Kali ini wakil

Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin

mengundurkan diri dari jabatannya di MPR.

Lukman Hakim ditunjuk dan diangkat oleh

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

menjadi Menteri Agama menggantikan Surya

Dhama Ali yang tersangkut kasus korupsi.

Sejak itu Dimyati Natakusumah – yang satu

partai dengan Surya Dhama Ali, PPP –

menempati pos yang ditinggalkan Lukman

Hakim, sebagai Wakil Ketua MPR. Dan, itu

terjadi hampir di penghujung masa bakti

kepemimpina MPR periode 2009-2014.

Dibanding pendahulunya, era

kepemimpinan Taufiq Kiemas beserta empat

wakilnya terbilang lebih masyhur. Ini tak lepas

dari kebisaan Taufiq mengemas dan

menyosialisasikan Pancasila, UUD NRI

Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik

In-donesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika,

dalam satu istilah 4 Pilar Kehidupan

Berbangsa dan Bernegara. Semua ini

dilakukan sesuai UU Nomor 27 Tahun 2009

tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3),

Pasal 15 ayat (1) huruf e. yaitu: Salah satu

tugas Pimpinan MPR adalah

mengoordinasikan anggota MPR untuk

memasyarakatkan UUD NRI Tahun 1945.

Sosialisai 4 Pilar menjadi kegiatan yang

dilakukan secara masif, karena pimpinan

MPR menilai melunturnya nilai-nilai dasar

warisan luhur bangsa yang terkandung

dalam Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI,

dan Bhinneka Tunggal Ika. Ini ditunjukkan

dengan maraknya gerakan separatis hingga

terorisme, kerusuhan berbau SARA sampai

anarkisme dalam demonstrasi. Juga

merajalelanya korupsi, serta praktik

dekadensi moral.

Karena itu, Pimpinan MPR di bawah Taufiq

Kiemas terpanggil untuk menginformasikan

secara utuh agar masyarakat tersadar dan

memahami nilai-nilai yang terkandung dalam

(7)

COVER

Edisi No.09/TH.VIII/September 2014 Desain: Jonni Yasrul Foto: Humas MPR RI

PENASEHAT Pimpinan MPR-RI PENANGGUNG JAWAB Eddie Siregar, Selfi Zaini PEMIMPIN REDAKSI Yana Indrawan DEWAN REDAKSI M. Rizal, Aip Suherman, Suryani, Ma’ruf Cahyono, Tugiyana, Siti Fauziah REDAKTUR PELAKSANA Agus Subagyo KOORDINATOR REPORTASE Rharas Esthining Palupi REDAKTUR FOTO Supriyanto, Budi Muliawan REPORTER Fatmawati, Assyifa Fadilla, Prananda Rizky, Y. Hendrasto Setiawan FOTOGRAFER Ari Soeprapto, Teddy Agusman Sugeng, Wira, A. Ariyana, Agus Darto PENANGGUNG JAWAB DISTRIBUSI Elly Triani KOORDINATOR DISTRIBUSI Elin Marlina STAF DISTRIBUSI Hadi Anwar Sani, Suparmin, Asep Ismail, Ramos Siregar, Dony Melano, Prananda Rizky SEKRETARIS REDAKSI Wasinton Saragih TIM AHLI Syahril Chili, Jonni Yasrul, Ardi Winangun, Budi Sucahyo, Derry Irawan, M. Budiono ALAMAT REDAKSI Bagian Pemberitaan & Hubungan Antarlembaga, Biro Hubungan Masyarakat, Sekretariat Jenderal MPR-RI Gedung Nusantara III, Lt. 5 Jl. Jend. Gatot Subroto No. 6, Jakarta Telp. (021) 57895237, 57895238 Fax.: (021) 57895237 Email: humas@setjen.mpr.go.id

dan bernegara melalui kegiatan sosialisasi.

Inilah salah satu prestasi Pimpinan MPR

periode 2009-2014 yang, menurut

Anggota MPR RI Fraksi PKS Martri Agoeng,

merupakan salah satu capaian yang

membanggakan. Bahkan ketika istilah 4

Pilar tidak lagi diperbolehkan digunakan

oleh Mahkamah Konstitusi, masyarakat

masih menganggap bahwa Pancasila,

UUD Tahun 1945, Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka

Tunggal Ika, merupakan satu kesatuan

dalam empat pilar.

Bahkan, sampai saat ini, MPR

merupakan satu-satunya lembaga yang

melakukan sosialisasi 4 Pilar. Karena itu,

tugas tersebut harus bisa dilanjutkan oleh

kepemimpinan MPR mendatang.

Semata-mata agar kegiatan sosialisasi Pancasila,

UUD NRI Tahun 1945, Negara Kesatuan

Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal

Ika, bisa berlangsung hingga lahirnya

lembaga baru yang khusus melakukan

sosialisasi 4 Pilar.

Dan, di periode kepemimpinan MPR

2009-2014 anggaran MPR mengalami kenaikan

signifikan. Pada awalnya anggaran MPR

hanya sebesar Rp 195 miliar. Kemudian naik

menjadi Rp 300 miliar, lalu diharapkan naik

lagi hingga mencapai nilai psikologis. Melihat

tugas yang terus bertambah bukan tidak

mungkin anggaran buat MPR pun akan ikut

terkatrol dan terus meningkat.

Dari semua prestasi tersebut, satu hal

yang terbilang fantastis, MPR RI mampu

menjaga marwah lembaga Majelis

Permusyawatan Rakyat. Dalam lima tahun

terakhir, pimpinan MPR dan pimpinan fraksi MPR

biasa menyebut diri dengan istilah fraksi merah

putih. Jangan salah, ini bukan fraksi-fraksi partai

politik yang tergabung dalam koalisi.

Ini bisa terjadi karena Taufiq Kiemas berhasil

meredam ego kepartaiannya sendiri. Ia bisa

mengubah dirinya menjadi lebih demokrat dari

kader partai Democrat. Ia juga mampu membuat

dirinya lebih Islami dari kader partai-partai

Is-lam. Dan, yang pasti, Taufiq Kiemas juga

sanggup belaku netral, pada saat kader-kader

PDI Perjuangan memojokkan sikap

kenetralannya.

Inilah sebagian sikap Taufiq Kiemas yang

tak terasa juga diadopsi oleh para wakilnya.

Dan juga pimpinan fraksi yang terbiasa

melakukan musyawarah dengan Taufiq

Kiemas. Karena itu, menjadi sesuatu yang

lumrah, ketika MPR periode 2009-2014 menjadi

lebih negarawan dibanding sesama koleganya

(8)

Perkenalkan saya Aisyah. Saya merupakan salah satu pelamar CPNS di Setjen MPR, namun ketika saya sudah mendapatkan user dan password di Panselnas, saya tidak mendapati portal penerimaan CPNS untuk Setjen MPR, baik pada web resmi Setjen MPR maupun Panselnas. Mohon infonya. Terima kasih.

Aisyah Jl. Tomang Tinggi 2 Jakarta Barat

Usulan Revisi Pembukaan UUD45, Alinea 3

Yth: Badan Pimpinan Pemerintah RI yang berwenang dalam Perumusan Amandemen UUD 45

Di tempat

Salam Merdeka!

Bersama ini saya I.J.A. Iswanto (48 th), sekiranya berkenan mengusulkan revisi Pembukaan UUD 45 yang menyangkut kata “…atas berkat rahmat Allah ....,” aline 3, alangkah lebih pas bila direvisi menjadi “.. atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa”. Hal tersebut mengingat bahwa kata “Tuhan” akan lebih familier untuk dapat dikumandangkan dalam tiap-tiap pembacaan dalam suatu upacara bagi saudara-saudara kita yang menganut agama Hindu (khususnya Bali), Budha dan Khonghucu, dan kata “Tuhan” saya pikir adalah kata yang pas dan dapat diterima oleh segenap lapisan kepercayaan di Indonesia.

Sekian, terimakasih atas perhatiannya. I.J. Iswanto, Iswanto412@yahoo.com Bogor

Usulan Kegiatan MPR Goes To Campus

Yth: Pimpinan MPR RI Di - Jakarta

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Sehubungan dengan rencana pelaksana-an kegiatpelaksana-an MPR Goes To Campus di Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo Kendari, maka dengan ini kami Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) meminta prosedur teknis pelaksanaan kegiatan tersebut diatas. Mengingat di wilayah Sulawesi Tenggara, khususnya di Universitas Halu Oleo belum pernah ada pelaksanaan kegiatan tersebut, serta potensi SDA khususnya di Sulawesi Tenggara khususnya pertambangan, maka penting

Kami dengan senang hati menerima tulisan baik berupa ide, pendapat, saran maupun kritik serta foto dari siapa saja dengan menyertai fotocopi identitas Anda. tinggi.

Sebagai usulan tema awal untuk pelaksanaan kegiatan ini kami mengambil “Kebijakan Pengelolaan Pertambangan Rakyat Menuju Asean Ekonomi Komuniti Tahun 2015”.

Harapan kami bahwa pelaksanaan MPR Goes To Campus dapat menjadi mimpi nyata bagi mahasiswa di Sulawesi Tenggara dalam menyongsong perdagangan global.

Demikian usulan pelaksanaan kegiatan ini kami sampaikan. Atas perhatian kami mengucapkan terima kasih.

Laode Muh. Hasmin Jl. H.E.A Mokodompit, Kendari

Pancasila versus Panca M

Majelis Yth:

Melihat kondisi negara kita saat ini yang penuh dengan perlakuan yang tercakup di dalam Panca M (Main, Madon, Maling, Minum, Madat (narkotika dan sejenisnya) maka penulis menyarankan agar bangsa ini kembali melaksanakan Pancasila dengan konsekwen, yaitu satu-satunya dasar negara di dunia Yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa yang mampu menangkis itu semua. Sampai saat ini penulis memantau generasi

Adalah fatal jika kemerdekaan yang begitu mahal dininabobokkan oleh ideologi asing tersebut. Lihatlah di pelosok desa sekalipun saat ini generasi bangsa ini dihancurkan oleh Madat( shabu shabu, ganja, miras, dll). Inilah yang penulis pantau selama ini sehingga kemerdekaan yang 69 tahun itu nampaknya pudar dan suram .Begitu naifnya kita jika masih saja terjajah oleh hal-hal seperti tersebut. Sejarah membuktikan hanya Pancasila yang mampu memusnahkan semua itu. Dirgahayu R. I. Merdeka.

Wassalam

Tang Rivolsa Jl. Sekip Pasar Rebo Sekip Residence Blok A No. 7 Mencirim Medan Sunggal

Penerimaan CPNS 2014

Bagaimana cara kalau nantinya lolos dari pendaftaran online. Apakah ujianya dibuat di daerah atau pusat?

Irvanders Radji Gorontalo, Boalemo

Tanggapan Yth. Irvan

Ujian CAT dilaksanakan di BKN Jakarta, Terima kasih.

ILUSTRASI: SUSTHANTO

(9)

Kabinet Menteri Tanpa Kepentingan Politik

K

ABINET menteri yang ahli, bekerja

keras, dan bebas kepentingan politik,

adalah keinginan yang hendak

disusun oleh Presiden Joko Widodo.

Keinginan itu sering didengungkan jauh-jauh

hari. Dengan komposisi yang demikian maka

program kerja yang dicanangkan, Nawacita,

diharapkan bisa terlaksana dengan maksimal

dan sukses.

Joko Widodo ingin kabinetnya lepas dari

kepentingan politik, bisa jadi ia belajar pada

masa lalu, pada masa Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono, di mana jabatan

menteri separuhnya diisi oleh orang-orang

dari partai politik sehingga kinerja para

menteri yang berlatar belakang partai politik

itu tidak fokus. Di sela-sela menjalankan

tugas, sang menteri sering mencuri-curi

waktu untuk mengurus partainya. Hal

demikian sudah menjadi rahasia umum dan

dirasa sudah mengganggu kinerjanya,

sampai-sampai Susilo Bambang Yudhoyono

sering menegur agar semua menteri tetap

fokus bekerja.

Apa yang dilakukan oleh Susilo Bambang

Yudhoyono dengan menarik semua

kekuatan partai politik ke dalam lingkaran

kekuasaan sebenarnya itu bagus. Sebagai

upaya untuk mendistribusikan kekuasaan ke

berbagai kekuatan sehingga stabilitas politik

tetap terjaga dan terkendali. Sayang

keinginan Susilo Bambang Yudhoyono itu

jauh panggang dari api, di mana kekuatan

partai politik yang telah diserap dalam

lingkaran kekuasaan tetap menjadi kekuatan

oposisi di parlemen. Istilah popularnya

berdiri di atas dua kaki, kaki yang satu

berdiri di eksekutif, kaki satunya lagi di

legeslatif.

Tak hanya itu yang menjadi masalah,

kekuatan partai politik berambisi dan

bernafsu masuk dalam kekuasaan sebab

mempunyai tujuan yang tidak baik, yakni

mencari dana-dana siluman untuk diraup

guna kepentingan membiayai operasional

partainya yang demikian besar. Akibat yang

demikian maka banyak menteri yang berlatar

belakang politik tertangkap oleh KPK dengan

dugaan melakukan tindakan korupsi.

Cerita di atas mungkin masuk mendalam

ke dalam hati Joko Widodo sehingga

jauh-jauh hari ia selalu mengatakan koalisi tanpa

syarat atau koalisi tanpa transaksi.

Keinginan mantan Gubernur Jakarta dan

Walikota Solo itu bagus dan patut didukung

sebab ketika para menteri bebas

kepentingan politik maka kejadian seperti

cerita di atas bisa dihapus.

Menjadi pertanyaan sejauh mana Joko

Widodo kuat mempertahankan janji koalisi

tanpa syarat bahwa menteri harus bebas

dari kepentingan politik. Pertanyaan ini patut

diajukan sebab saat ini Joko Widodo masuk

dalam realitas dunia politik yang penuh

dengan godaan dan tantangan. Di satu sisi,

ia ingin membentuk kabinet ahli dan bebas

kepentingan politik namun di sisi lain ia tetap

butuh dukungan dari banyak partai politik

agar kekuasaannya tetap stabil dan tidak

digoyang-goyang.

Dalam realitas politik yang dihadapi, Joko

Widodo pastinya tidak bisa menghindar

hingga akhirnya memaklumi bahwa dalam

politik bagi-bagi kekuasan itu tidak haram

bahkan bisa menjadi wajib. Alumni UGM itu

bisa jadi sekarang merasa bahwa

kekuasaan yang hanya disokong oleh PDIP,

Partai Nasdem, PKB, dan Hanura tidak

cukup, apalagi di parlemen mereka kalah kursi

dengan Koalisi Merah Putih yang

beranggotakan Partai Golkar, PAN, PPP, PKS,

Partai Gerindra, dan Partai Demokrat.

Di sinilah Joko Widodo mulai bimbang

sehingga dalam berita-berita disiarkan ia

melakukan pertemuan dengan Ketua Umum

PAN Hatta Rajasa dan Ketua Umum Partai

Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.

Selanjutnya bisa dengan ketua umum partai

politik lainnya. Apa yang dibicarakan?

Mereka yang tahu namun hasil dari

pembicaraan itu bisa kita lihat nanti, apakah

ada elit PAN, Partai Demokrat, atau partai

lainnya yang menjadi menteri.

Bila ada menteri yang berlatar belakang

partai politik masuk dalam kabinet, maka

komitmen Joko Widodo yang ingin

membebaskan kabinet dari aura politik telah

gagal. Selain itu ia akan mengulangi masa lalu,

di mana kinerja pembangunan terganggu

sebab para menterinya juga disibukan dengan

masalah di luar bidang kerjanya. ❏

AW

(10)

Memilih Pimpinan Dengan Musyawarah Untuk Mufakat

K

OMPOSISI pimpinan MPR Periode

2009-2014 yang terdiri dari Taufiq

Kiemas, Melani Leimena Suharli,

Hajriyanto Y. Thohari, Lukman Hakim

Saifuddin, dan Ahmad Farhan Hamid,

merupakan komposisi yang ideal. Komposisi

itu merupakan komposisi Bhinneka Tunggal

Ika, sebab semua unsur yang menyatukan

Indonesia seperti ideologi, agama, kaum

perempuan, dan etnis dari Sabang sampai

Merauke terwakili.

Komposisi yang demikian bisa tercipta

sebab partai-partai besar yakni Partai

Demokrat, PDIP, Partai Golkar, dan PPP

berkoalisi untuk mengisi pimpinan MPR.

Partai-partai itu, misalnya PDIP dan Partai

Golkar yang biasanya berseberangan,

namun kali ini bisa bersatu bisa jadi dilandasi

pikiran bahwa ini untuk kepentingan bangsa

dan negara bukan kepentingan politik.

Meski pemilihan pimpinan MPR bisa

dilakukan secara voting dan partai-partai

besar itu bisa menang namun mereka memilih

menggunakan cara musyawarah untuk

mufakat. Meski ada dinamika dalam pemilihan

itu namun hal yang demikian merupakan

bagian dari demokrasi dan hal yang demikian

tidak dilarang di Indonesia pasca era

reformasi.

Musyawarah untuk mufakat dalam

memilih pimpinan MPR pada periode

2009-2014 merupakan satu-satunya peristiwa

yang terjadi. Kalau kita lihat kilas balik dalam

memilih pimpinan MPR di tahun 1999 dan

2004, semuanya dilakukan secara voting

dan head to head antara antara dua kubu

sehingga di sini ada yang kalah dan

menang. Meski ada yang puas namun ada

pula yang kecewa.

Dalam perjalanan selanjutnya, pimpinan

MPR 2009-2014 diberi tugas untuk

mensosialisasikan UUD NRI Tahun 1945 yang

selanjutnya dikemas dengan Sosialisasi

Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan

Bhinneka Tunggal Ika, melakukan amanat itu

dengan massif. Sosialisasi tidak hanya

disebar ke tengah masyarakat namun juga

menginternalisasi kepada anggota MPR

sehingga Ketua MPR Taufiq Kiemas

menyebut fraksi-fraksi di MPR dengan Fraksi

4 Pilar.

Tugas-tugas MPR yang mensosialisaskan

dasar dan pilar negara itulah yang harus

dilanjutkan sebab bangsa Indonesia akan

tetap kokoh bila tetap memegang nilai-nilai

luhur bangsa yang telah dirumuskan dan

disepakati para pendiri bangsa yang datang

dari berbagai daerah dengan beragam latar.

Di tengah berbagai gempuran budaya dan

ideologi yang tidak sesuai dengan budaya

Indonesia maka Pancasila, UUD NRI Tahun

1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika harus

kita jaga, sosialisasikan, dan internalisasi

dalam diri.

Komposisi Bhinneka Tunggal Ika dan dipilih

dengan cara musyawarah untuk mufakat,

demikianlah harapan seluruh bangsa

Indo-nesia untuk memilih kembali pimpinan MPR

periode 2014-2019. Dengan mengandung

komposisi Bhinneka Tunggal Ika maka MPR

merepresentasikan Indonesia yang diikat

rasa persatuan dan kesatuan bukan diikat

oleh kepentingan politik sesaat.

Di sinilah perlu dan pentingnya para wakil

rakyat menggunakan prinsip mendahulukan

kepentingan bangsa dan negara di atas

kepentingan pribadi dan partai dalam

memilih pimpinan MPR. Barter kekuasaan

atau bargaining position jangan sampai

terjadi, sebab bila pimpinan lembaga negara

di susun berdasarkan atas bargaining

po-sition maka hal yang demikian akan

mengkhawatirkan masa depan lembaga

negara itu. Banyak lembaga negara yang

kursi pimpinannya disusun atas

kongkalikong dan kesepakatan para politisi

sehingga menyebabkan keputusan yang

diambil tidak adil, korup, dan tidak bersikap

negarawan. ❏

(11)

ISTIMEWA

Menciptakan Produktifitas Ekonomi dan Transportasi Massal

B

ESARNYA subsidi BBM yang

dikucurkan oleh pemerintah, rupanya

sudah disadari oleh semua pihak

bahwa cara seperti ini ternyata menguras

anggaran belanja negara dan menyebabkan

banyak sektor lain yang harusnya lebih

diperhatikan menjadi tertunda atau diabaikan.

Untuk mengatasi kekurangan anggaran

pembangunan biasanya pemerintah

melakukan cara yang tidak popular di mata

masyarakat, yakni menaikkan harga BBM.

Dengan cara inilah maka defisit anggaran

bisa ditutupi. Siapapun Presidennya pasti

pernah menempuh cara-cara itu bahkan

dalam satu periode, ada Presiden yang

menaikkan harga BBM hingga 2 kali.

Pemerintah enggan menaikkan harga BBM

sebab yang demikian disebut sebagai

pro-gram yang tidak pro rakyat. Kenaikan BBM

dikatakan oleh sebagaian kalangan akan

semakin membebani masyarakat yang

hidupnya sudah sulit. Sehingga Presiden

terpilih Jokowi pun ingin menghindari masalah

ini dengan mengharap kepada Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono untuk menaikkan

harga BBM.

Besar subsisi BBM pada tahun ini yang

nilainya mencapai Rp246,49 triliun sungguh

sangat funtastik. Uang sebesar itu bila

digunakan untuk membangun infrastruktur

hasilnya bisa jadi akan lebih memacu

pertumbuhan ekonomi. Lihat saja, dana untuk

membangun empat ruas jalan tol di Sumatera,

Bakauheni-Lampung, Palembang-Indralaya,

Medan-Binjai, dan Pekanbaru-Dumai, hanya

Rp27 triliun sampai Rp31 triliun. Dengan

acuan itu, maka subsidi BBM tahun ini bisa

membangun jalan tol dari ujung sampai

pangkal pulau Sumatera, bahkan kalau dalam

istilah bahasa Jawa masih susuk atau ada

kembalian.

Dukungan kenaikan BBM oleh sebagaian

kalangan lain dilandasi alasan bahwa subsisi

ini tidak tepat sasaran. Subsisi yang

seharusnya disalurkan kepada orang-orang

yang tidak mampu namun salah sasaran

kepada orang yang berkecukupan. Meski

banyak cara agar subsisi BBM ini tidak salah

sasaran, seperti adanya syarat-syarat

untuk membeli BBM, namun cara-cara itu

dirasa tidak efektif atau adanya kesulitan

ketika implementasi di lapangan.

Selama ini pemerintah dalam

mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM,

solusinya hanya bersifat sementara, yakni

menyalurkan dana-dana sosial seperti

BLSM. Terkejutnya, cara seperti ini rupanya

tidak mengurangi jumlah orang miskin namun

malah memperbanyak orang miskin.

Masyarakat mengaku-aku miskin dengan

harapan berhak mendapat bantuan itu.

Dalam mengatasi kenaikan harga BBM

seharusnya pemerintah mempunyai kiat

memberi kail daripada memberi ikan atau

memberi kapak daripada memberi kayu.

Maksudnya adalah pemerintah harus

menciptakan kesejahteraan kepada

masyarakat. Menciptakan kesejahteraan

kepada masyarakat di sini sifatnya bukan

karikatif namun bagaimana masyarakat

dibuat produktif dan mandiri dalam ekonomi

sehingga mempunyai pendapatan yang

tinggi. Bila masyarakat mempunyai pendapat

yang tinggi maka mereka mampu bertahan

dari kenaikan harga BBM dan harga-harga

lainnya. Di negara-negara yang sejahtera,

di mana harga BBM sangat tinggi namun

masyarakat tidak mengeluh sebab

masyarakat di sana mempunyai pendapatan

yang tinggi.

Tak hanya menciptakan masyarakat yang

produktif, pemerintah juga harus menciptakan

transportasi yang murah dan bisa diakses

oleh seluruh masyarakat secara mudah dan

nyaman. Orang Singapura tidak risau dengan

naiknya harga BBM sebab mereka

menggunakan transportasi umum yang

mudah dan nyaman yang disediakan oleh

pemerintah. Di negeri singa itu, hanya orang

kaya yang mempunyai mobil sehingga kalau

harga BBM naik, orang-orang kaya saja yang

kena getahnya.

Hal demikian berbanding terbalik dengan

yang terjadi di Indonesia. Karena mudah

memperoleh kredit sepeda motor dan mobil,

maka di rumah-rumah sekarang memiliki

beberapa sepeda motor dan atau mobil. Di

tengah kesulitan mengangsur sepeda motor

dan atau mobil, ditambah dengan naiknya

harga bensin, maka kenaikan harga BBM akan

semakin mempersulit hidup mereka. ❏

(12)

B

Marwah MPR

Bisa Terjaga Dengan Baik

Dalam kurun waktu yang

relatif singkat, kinerja

Pimpinan dan anggota MPR

periode 2009 – 2014 dan

Sekretariat Jenderal MPR

telah berhasil bukan hanya

sebatas inisiasi,

tetapi juga tahap

pengimplementasian

nilai-nilai 4 Pilar

Kehidupan Berbangsa dan

Bernegara.

A

DA YANG berbeda antara Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2004 – 2009 dan MPR periode 2009 – 2014. Satu perbedaan yang mencolok adalah MPR periode 2009 – 2014 di bawah kepemimpinan almarhum Taufiq Keimas kemudian diteruskan oleh Sidarto Danusubroto lebih terkenal. Ini disebabkan karena sosialisasi 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Bahkan, bisa dikatakan, (alm) Taufiq Kiemas identik dengan 4 Pilar. Setelah dilantik sebagai Ketua MPR pada Oktober 2009, Taufiq Kiemas memang sudah melontarkan istilah 4 Pilar, yang meliputi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indone-sia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika. Sesuai dengan UUD Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), Pasal 15 ayat (1) huruf e, salah satu tugas Pimpinan MPR adalah mengoordinasikan anggota MPR untuk memasyarakatkan UUD NRI Tahun 1945. Pada masa Taufiq Kiemas, pemasyarakatan UUD NRI Tahun 1945 itu kemudian dikemas menjadi “4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”.

Sejak itulah Ketua MPR Taufiq Kiemas bersama empat wakil ketua, yaitu Melani Leimena Suharli (Partai Demokrat), Hajriyanto Y Tohari (Partai Golkar), Lukman Hakim Saifuddin (Partai Persatuan

Pembangunan), dan Ahmad Farhan Hamid (Dewan Perwakilan Daerah) memasyarakatan 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.

Mengapa 4 Pilar? Pimpinan MPR menilai saat ini telah terjadi lunturnya nilai-nilai dasar warisan luhur bangsa yang terkandung dalam Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, seperti ditujukkan adanya gerakan separatis, terorisme, kerusuhan berbau SARA, anarkisme dalam demonstrasi, merajalelanya korupsi, dekadensi moral, dan lainnya.

Dalam konteks itulah Pimpinan MPR periode 2009 – 2014 memandang perlu untuk memberikan informasi yang utuh dan menyeluruh kepada seluruh komponen bangsa, terutama generasi muda untuk sadar dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara melalui kegiatan sosialisasi yang intensif dan menyeluruh. Pimpinan MPR periode 2009 – 2014 berkomitmen untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap nilai-nilai luhur bangsa yang tercermin dalam 4 Pilar.

Berkaitan dengan hal itu, Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid menyebutkan, MPR telah berhasil dalam kinerjanya sesuai dengan

Kinerja MPR Periode 2009-2014

(13)

kewenangan yang diberikan UUD dan UU. “Kontribusi yang paling besar adalah dari almarhum Taufiq Kiemas. Yakni gagasan bersama sesuai perintah UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Memasyarakatkan UUD NRI Tahun 1945 yang kemudian dikemas sebagai 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang sudah sangat masif disosialisasikan,” katanya kepada Majelis. Menurut Farhan, sosialisasi 4 Pilar telah diterima secara institusional, sosiologis, dan scientific. Secara institusional, 4 Pilar telah diterima dengan baik oleh semua elemen birokrasi, termasuk lembaga negara ataupun pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten kota. Begitu juga bisa diterima oleh seluruh organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persekutuan Gereja Indonesia, dan lain sebagainya.

Sedangkan secara sosiologis, kata Farhan, 4 Pilar disambut masyarakat di berbagai tempat dan daerah dengan antusiasme. Dari sisi scientific, dunia akademis juga mengakui 4 Pilar. Ini ditunjukkan dengan penganugerahan gelar doktor honoris causa kepada almarhum Taufiq Kiemas oleh sebuah perguruan tinggi swasta terkemuka. “Jadi, MPR periode 2009 – 2014 dalam kurun waktu yang relatif singkat, kinerja pimpinan dan anggota MPR serta Sekretariat Jenderal telah berhasil, bukan hanya sebatas inisiasi tetapi juga tahap pengimplementasian nilai-nilai 4 Pilar,” kata anggota DPD asal Provinsi Aceh Darussalam itu.

Anggota MPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) MPR RI, Martri Agoeng juga melihat sosialisasi 4 Pilar merupakan terobosan baru yang dilakukan MPR dalam

menjalankan tugas sesuai perintah UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). “Di bawah kepemimpinan (alm) Taufiq Kiemas, MPR melakukan berbagai terobosan dan bisa dibilang cukup berhasil,” katanya kepada Majelis. Walaupun Mahkamah Konstitusi pada April 2014 membatalkan istilah Empat Pilar, namun istilah itu sendiri sudah memasyarakat dan diterima publik dengan baik.

Menurut Martri Agoeng, MPR sampai saat ini masih menjadi satu-satunya lembaga yang melakukan sosialisasi 4 Pilar. Dia berharap, sosialisasi ini bisa diteruskan pimpinan MPR yang baru. “Selain itu, di bawah kepemimpinan Pak Taufiq Kiemas, secara kelembagaan marwah MPR selama ini juga bisa terjaga dengan baik,” ujarnya.

(14)

Taufiq Kiemas, anggaran MPR mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Dulu, awalnya, anggaran MPR hanya Rp 195 miliar. Kemudian naik menjadi Rp 300 miliar, lalu naik lagi hingga mencapai nilai psikologis. “Dulu (alm) Taufiq Keimas menginginkan tembus sampai Rp 1 triliun. Mungkin, ke depan, karena ada alat kelengkapan tersendiri, anggaran bisa dinaikkan kembali sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kerja ke depan,” tambahnya.

Anggota Fraksi Partai Golkar MPR RI, Harry Azhar Azis juga mengakui bahwa MPR periode 2009 – 2014 lebih baik dan lebih bagus kinerjanya dibanding periode sebelumnya. Keberhasilan atau prestasi yang baik itu, menurut Harry, adalah sosialisasi 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. “Saya rasa itulah prestasi yang utama. Sosialisasi dilaksanakan secara masif dan baik di seluruh wilayah Indonesia dengan berbagai metode penyampaian, termasuk melalui media-media massa. Sosialisasi ini harus ditingkatkan. Anggaran juga harus disiapkan untuk mendukung kegiatan sosialisasi ini,” katanya kepada Majelis.

Sosialisasi, kata Harry Azhar Azis, selain menanamkan kembali nilai-nilai luhur bangsa dalam 4 Pilar, juga telah memuluskan interaksi antara anggota MPR dengan rakyat. Dengan sosialisasi ini, anggota MPR juga bisa menyerap aspirasi dari bawah. “Anggota MPR harus concern pada tuntutan dan kebutuhan rakyat. Kepentingan rakyat harus diperhatikan dan diakomodir. Artinya, parlemen dan rakyat harus terhubung,” katanya. Menyerap aspirasi rakyat itu kemudian dibahas dan diakomodir wakil rakyat dalam bentuk UU. Semuanya dikembalikan untuk dan demi kepentingan rakyat.

Tak jauh berbeda, anggota Kelompok DPD MPR RI, El Nino juga berpandangan sama. MPR Periode 2009 – 2014 jauh lebih baik dibanding MPR periode sebelumnya, khususnya dalam pelaksanaan sosialisasi 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. “Sosialisasi ini patut dilanjutkan, karena terbukti masih banyak warga masyarakat yang belum tahu adanya perubahaan UUD atau malah sudah lupa terhadap Pancasila,” ujarnya kepada Majelis.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai

Kebangkitan Bangsa (PKB) MPR RI, Lukman Edy berpandangan lain. Menurut Lukman Edy, selama lima tahun terakhir MPR telah menemukan fokusnya. “Lima tahun ini di bawah kepemimpinan Taufiq Kiemas lalu dilanjutkan Sidarto Danusubroto, MPR telah menemukan core-nya, yaitu apa yang mesti dilakukan dan apa yang perlu untuk penguatan kelembagaan MPR di masa yang akan datang,” katanya kepada Majelis.

Fondasi yang telah dibangun MPR periode 2009 – 2014, menurut Lukman Edy, akan sangat berguna bagi Pimpinan dan anggota MPR yang baru. Apalagi saat ini MPR sedang menyusun draf rekomendasi-rekomendasi yang bisa dijalankan pimpinan dan anggota

MPR yang baru, misalnya soal penguatan kelembagaan MPR. “Temuan-temuan kita selama lima tahun terakhir ini sangat penting bagi MPR lima tahun ke depan. Nanti MPR akan lebih baik lagi dan lebih fungsional,” katanya.

MPR ke Depan

Lalu bagaimana MPR lima tahun ke depan (2014 – 2019)? Ahmad Farhan Hamid mempunyai jawaban. UU Nomor 17 Tahun 2014, menurut Farhan, sudah memberi ruang yang begitu lapang untuk lembaga MPR dan Pimpinan MPR supaya bergerak lebih lincah dan dinamis. “Mudah-mudahan ini akan dioptimalkan oleh rekan-rekan yang akan Harry Azhar Azis

Lukman Edy

(15)

memimpin MPR yang akan datang. Terutama kerjasama yang sudah dijalin bersama fraksi, dengan DPD, dan kerjasama dengan media massa dan negara-negara sahabat. Saya kira ini menjadi modal yang sangat bagus untuk Pimpinan MPR yang akan datang,” kata Farhan.

Selain itu, Farhan juga berharap, pimpinan MPR bersama pimpinan fraksi dan kelompok DPD bisa mengeluarkan gagasan-gagasan besar dengan selalu berada di koridor yang diamanatkan UUD dan UU. Apalagi sudah ada penambahan tugas MPR sesuai dengan UU MD3 hasil revisi.

Martri Agoeng berpendapat, sesuai dengan UU MD3 yang baru, ke depan, MPR ingin memperkuat kelembagaan. Bila selama ini Tim Kerja Sosialisasi, Tim Anggaran, dan Tim Kajian Sistem Ketatanegaraan merupakan alat kelengkapan Pimpinan MPR, maka ke depan akan menjadi alat kelengkapan Majelis. “Jadi secara kelembagaan peran MPR akan diperkuat sehingga Kajian Sistem Ketatanegaraan menjadi satu alat kelengkapan MPR yang tersendiri, sehingga akan lebih terstruktur dan proses kajiannya lebih baik lagi,” kata Martri. Demikian pula Tim Sosialisasi, bukan hanya menjadi alat kelengkapan pimpinan MPR melainkan alat kelengkapan MPR.

Ke depan, menurut Martri, MPR akan memfokuskan pada sistem kajian. Sebab, sosialisasi (4 Pilar) seharusnya menjadi tugas eksekutif, bukan legislatif. Dengan anggaran sebesar apapun, MPR mempunyai

keterbatasan untuk melakukan sosialiasasi, karena tidak mempunyai “kaki” sampai ke bawah. Bila pemerintah pusat (eksekutif) hingga pemerintah daerah mempunyai kewajiban menyosialisasikan 4 Pilar itu maka penyadaran kepada masyarakat tentang sistem ketatanegaraan dan nasionalisme akan lebih masif lagi.

“Memang arahnya akan ke sana. Jangan MPR yang melakukan. Nanti, MPR hanya berkaitan dengan penetapan UUD. MPR memiliki kewenangan melakukan perubahan yang perlu dikaji secara mendalam sehingga obyektifitasnya bisa dipertanggungjawab-kan,” jelas Martri.

Martri mengusulkan MPR menjadi clear-ing house terhadap UUD. “Logikanya karena kita yang membuat maka kitalah yang lebih tahu, bagaimana rasa kebatinan ketika perumusan pasal-pasal UUD. Mestinya seperti itu. Inilah yang nanti menjadi salah

satu aspek yang dikaji Tim Kajian Sistem Ketatanegaraan,” katanya. Sebagai penjaga konstitusi, dalam arti penafsiran, memang lebih tepat oleh MPR. Tetapi kalau sudah masuk dalam tuntutan (judicial review) memang sudah menjadi kewenangan MK.

Dengan kewenangan MPR yang sudah ada saat ini, lanjut Martri, sudah sangat luar biasa. Kalau ada yang mengatakan dinamika UUD itu setiap 10 tahun, maka sudah saatnya dilakukan kajian lebih mendalam lagi terhadap UUD. “Dan itulah tugas MPR ke depan. Dan itu sangat berbobot karena berkaitan dengan konstitusi negara,” ucapnya.

Lukman Edy juga berpendapat sama. Dalam UU MD3 dan Tata Tertib MPR yang disahkan MPR, kata Lukman, selain kewenangan diatur dalam UUD, kita munculkan fungsi dan tugas MPR. “Salah satunya di antaranya adalah melakukan kajian terhadap sistem ketatanegaraan. Apakah sistem ketatanegaraan sudah sesuai amanah reformasi. Jika belum, maka MPR mempunyai tugas untuk menata kembali,” katanya.

Contoh lainnya adalah, selama ini antarlembaga negara dalam posisi sejajar dan tidak ada komandannya. “Ini adalah posisi yang aneh. Sebab kalau tidak ada komandan dan koordinator maka antarlembaga bisa terjadi tumpang tindih kewenangan dan conflict of interest. MPR bisa memainkan peran di situ,” ujarnya.

Lukman Edy mengatakan, salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja MPR adalah dengan menambah tugas MPR sebagai turunan dari kewenangan utama MPR. Pada waktu lalu, misalnya, tidak ada alat kelengkapan Majelis, sekarang mulai disiapkan alat kelengkapan Majelis. Karena itu, nanti ada Komisi, Komite, Badan, yang menjadi alat kelengkapan Majelis sebagai pelaksanaan tugas yang diberikan UU MD3 dan Tata Tertib MPR.

Contoh lain, sidang tahunan. “Selama ini tidak ada sidang tahunan sehingga kita tidak bisa melihat pertanggungjawaban lembaga-lembaga negara kepada publik. MPR punya kewajiban menciptakan forum itu. Seperti itulah perkembangan MPR ke depan sehingga kita harapkan terjadi perbaikan-perbaikan,” kata Lukman Edy. ❏

(16)

Dari Sosialisasi 4 Pilar Hingga

Penambahan Tugas

Selain tetap menyosialisasikan 4 Pilar, dalam UU MD3 yang disahkan

DPR pada 8 Juli 2014, tugas MPR bertambah, yaitu mengkaji

sistem ketatanegaraan, UUD NRI Tahun 1945 serta pelaksanaannya,

dan menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan

UUD NRI Tahun 1945.

MPR Periode 2009-2014

P

IMPINAN dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Periode 2009 – 2014 akan mengakhiri masa tugasnya pada 30 September 2014. Selama lima tahun, telah banyak yang dilakukan MPR di bawah kepemimpinan Taufiq Kiemas (Oktober 2009 – Juni 2013) dan Sidarto Danusubroto (Juli hingga Sep-tember 2014). Ada beberapa catatan

sepanjang periode itu. Pertama, MPR periode ini mempopulerkan istilah sosialisasi 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika).

Kedua, pada periode ini pula, Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya membatalkan istilah atau frasa “4 Pilar” karena tidak mempunyai landasan hukum. Ketiga, adanya penambahan tugas MPR sesuai dengan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang belum lama ini disahkan oleh DPR.

Sejak dilantik pada Oktober 2009, Pimpinan MPR yang terdiri dari Taufiq Kiemas (PDI

Perjuangan), Melani Leimena Suharli (Partai Demokrat), Hajriyanto Y Thohari (Partai Golkar), Lukman Hakim Saifuddin (Partai Persatuan Pembangunan—kini Menteri Agama) yang kemudian diganti Ahmad Dimyati Natakusumah, dan Ahmad Farhan Hamid (Dewan Perwakilan Daerah) sudah melontarkan tentang sosialisasi 4 Pilar. Inilah yang membedakan MPR Periode 2009 – 2014

dengan MPR sebelumnya (2004 – 2009). MPR Periode 2004 – 2009 di bawah kepemimpinan Hidayat Nur Wahid (Partai Keadilan Sejahtera) menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Susduk). Pasal 8 ayat (1) huruf d, UU itu disebutkan bahwa tugas pimpinan MPR adalah memasyarakatkan putusan MPR, yaitu perubahan UUD 1945 melalui empat tahap amandemen sejak 1999 sampai 2002 dan peninjauan materi dan sta-tus Hukum Ketetapan MPRS dan MPR dari tahun 1960 sampai dengan 2002. Inilah dasar hukum bagi MPR Periode 2004 – 2009 untuk “menyosialisasikan Putusan MPR”.

Sebenarnya pada periode berikutnya, 2009 – 2014, Pimpinan MPR tetap mendapat tugas menyosialisasikan putusan MPR tersebut. Hal ini berdasarkan pada amanat Pasal 15 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Pasal itu menyebutkan bahwa salah satu tugas Pimpinan MPR adalah mengoordinasikan anggota MPR untuk memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Namun, ada yang membedakan antara sosialisasi yang dilakukan MPR Periode 2004 – 2009 dan MPR Periode 2009 – 2014. Pada periode 2009 – 2014 materi sosialisasi diperluas, tidak hanya UUD NRI Tahun 1945 dan Ketetapan MPRS serta Ketetapan MPR, tetapi juga memasukkan sosialisasi tentang Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indo-nesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika. Kemudian sosialisasi itu dikenal dengan

istilah “Sosialisasi 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”.

Mengapa sosialisasi 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara? Pimpinan MPR melihat bahwa saat ini terjadi pergeseran dalam kepedulian masyarakat dalam memahami nilai-nilai dasar warisan luhur bangsa Indonesia sebagaimana terkandung dalam Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Buktinya, di masyarakat masih terjadi kekacauan, seperti munculnya gerakan separatis, terorisme, kerusuhan antarkelompok agama atau kelompok masyarakat, demonstrasi yang menjurus pada anarkisme, merajalelanya korupsi, dan dekadensi moral bangsa lainnya.

(17)

Dalam konteks itulah Pimpinan MPR periode 2009 – 2014 memandang perlu untuk memberikan informasi yang utuh dan menyeluruh kepada seluruh komponen bangsa, terutama generasi muda untuk sadar dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara melalui kegiatan sosialisasi yang intensif dan menyeluruh. Pimpinan MPR periode 2009 – 2014 berkomitmen untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap nilai-nilai luhur bangsa yang tercermin dalam 4 Pilar.

Dengan segala keterbatasannya, MPR melakukan sosialisasi 4 Pilar ke berbagai kalangan masyarakat (guru, ulama, pelajar, mahasiswa, dan sebagainya), termasuk penyelenggara dan aparatur pemerintah. Ada berbagai metode dan media yang dilakukan, seperti sosialisasi di instansi pemerintah, kabupaten/kota, universitas, dan organisasi masyarakat. Kemudian, training of trainers (ToT). Lalu, dialog interaktif melalui TVRI dan RRI, serta melaksanakan cerdas cermat tingkat nasional bagi siswa SLTA, serta berbagai program sosialisasi lainnya.

Pembatalan istilah 4 Pilar

Di tengah masifnya MPR melakukan sosialisasi 4 Pilar, Mahkamah Konstitusi (MK) justru mengeluarkan putusan tentang pembatalan frasa “4 Pilar Berbangsa dan Bernegara”. Frasa itu terdapat dalam pasal 34 ayat 3b huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. “Frasa ‘4 Pilar’ Berbangsa dan

Bernegara oleh MK dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan di Gedung MK Jakarta, Kamis 3 April 2014.

Uji materi UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik terkait istilah 4 Pilar diajukan sejumlah warga negara yang tergabung dalam Masyarakat Pengawal Pancasila Jogja, Solo, dan Semarang (MPP Joglosemar). Mereka menguji Pasal 34 ayat 3b UU itu yang menyatakan Parpol wajib menyosialisasikan 4 Pilar Kebangsaan yang menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar sejajar dengan UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pemohon menilai, pasal itu menimbulkan ketidakpastian hukum karena menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan yang sejajar dengan UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Dalam putusannya, MK menyatakan secara konstitusional, Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 mendudukkan Pancasila sebagai dasar negara. Menurut salah seorang hakim MK, Ahmad Fadlil Sumadi, menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar, selain mendudukkan sama dan sederajat dengan pilar yang lain, juga akan menimbulkan kekacauan epistemologis, ontologism, dan aksiologis. “Menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar dapat mengaburkan posisi Pancasila,” katanya.

Atas putusan MK itu, Pimpinan MPR mengambil sikap. Ketua MPR Sidarto Danusubroto menegaskan, MK hanya

membatalkan frasa “4 Pilar” Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. “Jadi hanya’frasa’-nya saja yang dibatalkan, sedangkan substansinya tidak dibatalkan MK,” katanya pada saat memberikan keterangan pers di Press Room Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Jumat 11 April 2014. Artinya, MPR tetap menyosialisasikan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y. Thohari menambahkan, Pimpinan MPR memutuskan melakukan sosialisasi 4 Pilar sebagai gerakan nasional untuk meningkatkan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia yang dirasakan semakin luntur. Apalagi setelah era reformasi 1998, nasionalisme bangsa Indo-nesia menurun dengan munculkan berbagai konflik bermotif SARA di sejumlah daerah. “Sosialisasi 4 Pilar yang dilakukan MPR sejak 2010 memberikan pengaruh signifikan bagi masyarakat sehingga nama 4 Pilar menjadi sangat populer,” ujarnya.

Selain tetap menyosialisasikan 4 Pilar, dalam UU MD3 yang disahkan DPR pada 8 Juli 2014, kewenangan MPR bertambah. Pasal 4 dan pasal 5 UUD MD3 itu menyebutkan kewenangan MPR antara lain memasyarakat-kan Ketetapan MPR, memasyarakatmemasyarakat-kan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Tambahan kewenang-an MPR adalah mengkaji sistem ketata-negaraan, UUD NRI Tahun 1945 serta pelaksanaannya, dan menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945. ❏

BS

(18)

MPR Berhasil dalam Kinerja dan Kewenangan

Ahmad Farhan Hamid

Wakil Ketua MPR RI

M

ASA tugas pimpinan dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2009 – 2014 berakhir pada 30 September 2014 berganti dengan pimpinan dan anggota MPR periode 2014 – 2019. Selama lima tahun, sejak dilantik Oktober 2009, pimpinan dan anggota MPR telah bekerja menjalankan amanat UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU No. 27 Tahun 2009 tentang MD3). Tentu terjadi berbagai dinamika dalam pelaksanaan tugas pimpinan dan anggota MPR selama lima tahun terakhir ini.

Bagaimana dinamika perjalanan MPR selama lima tahun terakhir? Berikut wawancara Majelis dengan Wakil Ketua MPR, Ahmad Farhan Hamid, di sela-sela press gathering MPR dan wartawan parlemen di Batam, 20 September. Petikannya.

Menurut Bapak, bagaimana kinerja MPR selama lima tahun, periode 2009 – 2014 ini?

Sejak awal dan sudah kita (MPR) bicarakan, diskusikan, dan bahas kepada semua pihak baik di dalam negeri maupun di luar negeri melalui duta besar pemerintahan negara sahabat bahwa MPR akan mengawal jalannya pemerintahanan (di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono)

full sampai lima tahun dalam koridor kewenangan yang ada di MPR. Untuk apa? Prinsip kita adalah untuk menunjukkan kepada dunia bahwa demokrasi yang sudah kita laksanakan secara berkesinambungan sejak 1999 ingin terus menerus kita perbaiki sehingga stabilitas pemerintahan itu terjamin, supaya investasi yang masuk ke Indonesia lebih banyak lagi, dan agar tidak ada keraguan pada mereka sedikit pun tentang pemerintahan kita.

Dari sisi itu, kita menilai MPR sudah berhasil. Artinya, dengan segala kelebihan dan kekurangan pemerintahan SBY, MPR tidak pernah berinisiatif untuk mengeluarkan statement atau pernyataan yang membuat pemerintahan goyang.

Apa yang menurut Bapak menjadi keberhasilan MPR periode 2009 – 2014 ini?

Menurut saya, MPR berhasil dalam kinerja sesuai kewenangannya. Kontribusi yang paling besar dari almarhum Taufiq Kiemas. Yakni, gagasan bersama sesuai perintah UU Nomor 27/2009 tentang Memasyarakatkan UUD NRI Tahun 1945, yang kemudian dikemas sebagai 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika) yang sudah sangat masif disosialisasikan.

Jadi, dalam kewenangan MPR itu ada ruang yang kita manfaatkan dengan optimal. Ke luar negeri, kita memberi pemahaman seperti saya sebutkan tadi. Ke dalam negeri, tak bisa kita kesampingkan kontribusi besar Pak Taufiq Kiemas itu.

Sekaligus sebagai evaluasi, sosialisasi 4 Pilar, menurut saya, telah diterima secara institusional dan secara sosiologis, dan secara scientific. Diterima secara institusional, artinya semua elemen birokrasi, baik lembaga-lembaga negara maupun pemerintahan daerah baik provinsi maupun kabupaten, kota, semua telah membangun kerjasama dalam mensosialisasikan 4 Pilar. Begitu juga dengan organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah dan PGI, serta lainnya, semua juga membangun kerjasama.

Diterima secara sosiologis, artinya 4 Pilar MPR di mana-mana di berbagai daerah di Indonesia, masyarakat menyambut dan memberikan antusiasme terhadap penyebarluasan 4 Pilar itu. Sedangkan dari scientific, dunia akademis juga mengakui 4 Pilar. Salah satunya, sebuah universitas swasta terkemuka memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada Taufiq Kiemas berkaitan dengan sosialisasi 4 Pilar.

(19)

waktu relatif singkat, pimpinan MPR dan para anggota MPR serta Sekretariat Jenderal MPR bukan hanya berhasil sebatas inisasi, tetapi juga pada tahap pengimplementasian nilai-nilai 4 Pilar.

Apa sebenarnya yang menjadi pendorong sehingga MPR bisa berhasil terutama dalam sosialisasi 4 Pilar?

Daya rekat kebangsaan setelah reformasi mengalami sedikit keguncangan. Untuk merekatkan kembali, saya bisa katakan kontribusi MPR sangatlah besar. Tetapi MPR tidak berdiri sendiri. Ini berjalan seiring dengan kehausan publik. Waktu itu ada daya

haus dari publik tentang hal-hal yang disebarluaskan oleh MPR, yakni soal 4 Pilar. Dan MPR bergerak. Jadi, klop dengan keingingan rakyat. Mudah-mudahan apa yang dilakukan MPR menjadi pondasi bagi perjalanan bangsa kita ke depan.

Hal lain yang terlihat konsisten dan menjadi faktor munculnya antusiasme rakyat dan mengalami perkembangan positif seperti hasil pemeriksaan BPK bahwa keuangan MPR, selalu dalam lima tahun terakhir, adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Ini merupakan grade yang tinggi. Selain itu, pimpinan MPR dan teman-teman anggota MPR tidak ada yang mengalami sesuatu

menyangkut masalah hukum. Ini sesuatu yang sangat positif.

Apakah MPR masih menghadapi kendala seperti misalnya keterbatasan wewenang, masalah kelembagaan atau lainnya?

Kendala pasti ada. Tergantung dari kapasitasnya, apakah menjadi masalah besar atau masalah kecil. Saya rasa MPR ke depan bisa mengatasi kendala-kendala yang ada.

Menurut Bapak, bagaimana meningkatkan lagi kinerja MPR ke depan?

UU Nomor 17 Tahun 2014 sudah memberi ruang yang begitu lapang untuk lembaga MPR dan pimpinan MPR supaya bergerak lebih lincah dan dinamis dalam ruang-ruang yang saya sebut tadi. Ya…mudah-mudahan saya kira ini akan dioptimalkan oleh rekan-rekan yang akan memimpin MPR yang akan datang. Terutama kerjasama yang sudah terjalin dan terbangun mantap dan mesra selama ini di MPR, yaitu antarfraksi dengan fraksi, antarfraksi dengan DPD, termasuk kerjasama dengan media massa dan negara-negara asing melalui Duta Besar yang sering berkunjung ke MPR dan berdialog. Saya kira ini bisa menjadi modal yang sangat bagus untuk Pimpinan MPR yang akan datang untuk meneruskan apa yang dianggap baik.

Kami berharap, pimpinan MPR yang akan datang bersama dengan pimpinan fraksi dan kelompok DPD mulai lagi mengeluarkan gagasan-gagasan besar dengan selalu berada di koridor yang diamanatkan UUD dan UU. Ini menjawab juga soal penambahan tugas MPR sesuai dengan UU MD3 hasil revisi.

Bagaimana menurut Bapak tentang wacana untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara?

Saya rasa, untuk sistem yang ada sekarang, wacana tersebut memerlukan pemikiran yang sangat panjang. Tapi definisi sebagai lembaga dengan kewenangan fungsional tertinggi, saya kira memang adalah hal yang faktual. Untuk sementara saya kira itu saja dulu yang disosialisasikan bahwa MPR adalah sebuah lembaga negara dengan kewenangan fungsional tertinggi. Kewenangan itu adalah kewenangan mengubah UUD dan menetapkan UUD. ❏

(20)

Dianugrahkan Kepada Pimpinan MPR RI

Bintang Mahaputera Adipradana

B

INTANG Mahaputera Adipradana adalah bintang kehormatan tertinggi dari negara setelah Bintang Republik Indonesia. Bintang Mahaputera Adipradana ini diberikan dan di-anugerahkan kepada mereka yang dinilai telah berjasa besar di suatu bidang atau peristiwa tertentu yang bermanfaat bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kebesaran bangsa dan negara.

Karena alasan-alasan itulah para Pimpinan MPR RI periode 2009-2014, yang terdiri dari: Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto, bersama empat wakil ketua MPR RI masing-masing Melani Leimena Suharli, Hajriyanto Y.Thohari, Ahmad Farhan Hamid dan Lukman Hakim Saifuddin yang kini menjabat Menteri Agama RI diberikan anugerah Bintang Mahaputera Adipradana.

Penyematan Bintang Mahaputera Adipradana kepada para Pimpinan MPR RI berlangsung dalam sebuah acara di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 13 Agustus 2014. Selain kepada pimpinan MPR, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menyematkan penghargaan yang sama kepada istri Wakil Presiden RI Herawati Boediono, dan para pimpinan DPR RI Mazuki Alie, Priyo Budi Santoso, Pramono Anung Wibowo, Muhammad Sohibul Imam dan

Periode 2009-2014

Pimpinan MPR RI periode 2009-2014 menerima anugerah Bintang Mahaputera Adipradana oleh

pemerintah RI. Penyematan dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana

Negara pada 13 Agustus lalu.

Taufik Kurniawan.

Bintang Mahaputera Adipradana juga dianugrahkan kepada para mantan menteri, yaitu: Mantan Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni, mantan Menteri BUMN Sofyan Djalil, mantan Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman, mantan Menpora Adyaksa Dault, dan mantan Menpera Mohmammad Yusuf Asyari.

Berikutnya pengharaan yang sama diberikan kepada para menteri dan pimpinan lembaga negara setingkat menteri. Mereka adalah: Chairul Tanjung, Marty Natalegawa, Agus Martowardojo, MS Hidayat, Zulkifli Hasan, EE Mangindaan, Salim Segaf Aljufri, Tifatul Sembiring, Gusti Muhammad Hatta, Sjarifuddin Hasan, Linda Amalia Sari, Anwar Abubaar, Ahmad Helmy Faisal Zaini, Armida Alisjahbana, Mustafa Abubakar, Hendarman Soepanji, Basrief Arief, Jenderal Pol (Purn) Timur Pradopo, Mayjen TNI Purn Syamsul Maarif, dan KH. Ma’ruf Amin.

(21)

Abraham Octavianus Atuturi, dan Dirut Bank BRI Sofyan Basir. Sedangkan Bintang Mahaputera Nararya diberikan kepada staf khusus Mensesneg Lambock V. Nahattands, Waka BPK Hasan Bisri, anggota BPK Sapto Amal Damandari, Kepala LIPI Lukman Hakim, dan aktifis bidang kesejahteraan sosial, pendidikan dan kesehatan Srie Redjeki Chasanah Soedarsono.

Penganugerahan Bintang Mahaputera Adipradana, Bintang Mahaputera Utama, Bintang Mahaputera Nararya plus Bintang Jasa Nararya diberikan total kepada 55 tokoh yang dinilai berjasa terhadap bangsa dan negara Indonesia. Penganugerahan tersebut mengawali rangkaian HUT RI Ke-69 yang diselenggarakan di Istana Negara 17 Agustus 2014.

Setelah menerima anugerah Bintang

Mahaputera Adipradana, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI menggelar acara syukuran atas anugerah tersebut. Syukuran berlangsung di pelataran Gedung Nusantara V, Kompleks MPR/DPR/ DPD, Jakarta, Kamis 14 Agustus 2014. Hadir dalam acara syukuran itu tiga wakil ketua MPR, yaitu: Ahmad Farhan Hamid, Melani Leimena Suharli, dan Dimyati Natakusumah, serta sejumlah pimpinan fraksi partai politik dan kelompok DPD di MPR RI. Juga hadir wartawan parlemen, dan jajaran Sekretariat Jenderal MPR.

Sekretaris Jenderal MPR, Eddie Siregar dalam kata sambutannya mengatakan, acara ini digelar sebagai ungkapan rasa syukur karena Pimpinan MPR periode 2009 – 2014 dianugerahi oleh negara Bintang Mahaputera Adipradana. Bintang

Mahaputera Adipradana, kata Eddie Siregar, diberikan kepada meraka yang sudah terbukti menjadi putera puteri terbaik bangsa. “Pimpinan MPR yang dianugerahi bintang kehormatan adalah putera puteri terbaik bangsa,” katanya.

Satu-satunya pimpinan yang belum mendapat penghargaan Bintang Mahaputera Adipradana adalah Dimyati Natakusumah. Karena, memang, Dimyati baru beberapa bulan menduduki jabatan Wakil Ketua MPR RI menggantikan Lukman Hakim Saifuddin yang diangkat menjadi Menteri Agama. Baik Lukman Hakim Saifuddin maupun Dimyati sama-sama berasal dari PPP.

Syukuran diisi dengan ramah tamah dengan para wartawan parlemen MPR/ DPR/DPD. ❏

Dry

(22)

P

ASCA pertemuan antara Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY ) dan Presiden terpilih Pemilu 2014 Joko Widodo ( Jokowi ), Agustus lalu, m u n c u l k a b a r p a n a s t e n t a n g pembicaraan kenaikan harga BBM yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Kabar panas tersebut tak urung membuat resah masyarakat Indonesia.

Walaupun banyak ketidakpastian soal kevalidan pembicaraan kenaikan harga BBM

atau hanya pembatasan kuota BBM bersubsidi, tak urung dampaknya sangat luas dan cepat. Masyarakat resah, di berbagai daerah terjadi kelangkaan BBM bersubsidi dan terbayang berbagai kebutuhan rumah tangga rutin tinggal menunggu waktu terjadi kenaikan harga.

Dalam persepektif konstitusi, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid melihat bahwa semua kebijakan yang menyangkut kepentingan publik harus memegang erat prinsip adil dan beradab. Landasannya ada dalam konstitusi Indonesia, yakni adil dan beradab. Itu landasan bangsa ini dalam bernegara.

Kalau dilacak lebih ke dalam lagi itu ada di Pasal 34 di Bab 14 UUD NRI Tahun 1945 tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial. Di sana tegas disebutkan bahwa ada kewajiban negara

Dialog Pilar Negara

Wacana Panas Kenaikan Harga BBM

Masalah kenaikan harga BBM menimbulkan banyak syak wasangka dan fenomena negatif hampir

di seluruh negeri. Benarkah dimanfaatkan untuk kepentingan politik.

dalam masalah perekonomian dan kesejahteraan sosial, salah satunya adalah subsidi. Pertanyaannya adalah apakah negara secara riil masih memberikan subsidi kepada rakyat yang membutuhkan dan memang berhak untuk itu?

“Saya tegaskan bahwa pemerintah saat ini atau pemerintah nanti harus memastikan subsidi tepat diarahkan kepada yang memang berhak. Subsidi juga harus diarahkan kepada orang, jangan subsidi

kepada barang. Sebab, jika subsidi kepada barang ketidakadilannya adalah orang yang menggunakan barang lebih banyak, itu akan menikmati subsidi lebih banyak. Itu sangat tidak adil dan tidak beradab. Tapi kalau subsidi kepada orang, itu memenuhi kebutuhan standar, semua orang akan mendapatkan haknya sesuai dengan kebutuhan standar,” ujarnya, dalam acara diskusi ‘Dialog Pilar Negara’ di Ruang Presentasi Perpustakaan Sekretariat Jenderal MPR RI, Jakarta, Senin (8/9).

Ahmad Farhan mengusulkan kepada pemerintahan baru, dua tahun dalam pemerintahan baru tidak ada satu rupiahpun digelontorkan untuk subsidi BBM. Prosesnya gradual, basisnya bisa di harga atau di re-gional. Mungkin dua bulan pertama di DKI saja tidak ada subsidi BBM, setelah itu berurutan Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Timur, terus ke Sumatra dan pulau-pulau lain. Mengapa harus dua tahun, menurut Farhan, agar dalam tahun ketiga rakyat melihat prestasi hilangnya subsidi. Rakyat akan melihat jelas apa dampak positif yang terjadi pasca hilangnya subsidi.

Pakar Ekonomi Universitas Indonesia Sonny Harry Harmadi melihat bahwa persoalan BBM hanya dua, yakni masalah subsidi dan masalah kelangkaan. Kalau di Jawa masalahnya adalah subsidi, tapi kalau

di luar Jawa masalahnya adalah kelangkaan BBM. Di luar Jawa mungkin karena terbiasa dengan kelangkaan BBM, masalah kenaikan harga tidak begitu mereka pusingkan. Yang mereka pertanyakan, mengapa BBM sangat langka dan terbatas.

“Kembali ke masalah subsidi apakah harus dikurangi atau malah dihilangkan sama sekali. Saya tegas mengatakan ya harus dikurangi dan kemudian dihilangkan. Tetapi, pemerintah mendatang harus melakukannya dengan sangat hati-hati karena ada dampak turunannya, antara lain akan terjadi kenaikan kebutuhan rakyat. Kedua, akan terjadi pula kenaikan secara periodik tarif dasar listrik dan kenaikan harga LPG atau gas 12 kg. Ini harus diperhatikan betul,” ujarnya.

Sonny menyarankan kepada pemerintahan mendatang jikalau ingin mengurangi subsidi BBM alias menaikkan

(23)

harga BBM, yang harus diintervensi supaya tidak terjadi inflasi, harus melakukan perbaikan ketersediaan bahan pangan dan stabilisasi harga pangan nasional. Stabilisasi harga pangan menjadi prasyarat sebelum pemerintah melakukan intervensi dengan mengurangi subsidi alias menaikkan harga BBM.

Pakar Politik Paramadina Herdi Sahrazad melihat masalah kenaikan BBM dan

S

ETELAH menjalankan tugas sebagai wakil pemerintah negara Jepang, sejak April 2011, Duta Besar Jepang di Indo-nesia, Yoshinori Katori, akhirnya mengakhiri masa tugasnya di Indonesia, September 2014. Sebelum ia kembali ke kampung halaman, pria kelahiran 15 Februari 1950 itu berpamitan dengan ketua-ketua lembaga negara.

Pada 15 September 2014, sarjana ekonomi dari Universitas Hitotsubashi itu berpamitan dengan Ketua MPR Sidarto Danusubroto. Yoshinori di terima Sidarto dan Wakil Ketua MPR Melani Leimena Suharli di Lt. 9, Gedung Nusantara III, Komplek Gedung MPR/DPR/ DPD, Jakarta. “Terima kasih atas kunjungannya,” ujar Sidarto. Sambutan dan jabatan hangat dan penuh persahabatan itu dibalas Yoshinori dengan ucapan, “Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang diberikan.”

Dalam pertemuan itu selain berpamitan juga dibincangkan banyak hal seperti investasi Jepang yang sangat besar di In-donesia terutama dalam dunia otomotif. Di wilayah Asia Tenggara, selain Indonesia, Thailand merupakan negara yang juga banyak memperoleh investasi dari negeri sakura itu.

Serbuan dari negeri yang berada di Asia Timur itu tidak hanya pada sektor otomotif. Diakui oleh Sidarto dan Melani, sekarang banyak restoran Jepang di Indonesia.

Kunjungan Dubes Jepang

Yoshinori Katori Pamitan

penghilangan subsidi BBM akan berimplikasi bukan hanya dari sisi ekonomi tapi juga legitimasi politik. Herdi mensinyalir, jika pada 100 hari pertama pemerintahan Jokowi -Jusuf Kalla langsung menghilangkan subsidi BBM maka akan berimplikasi negatif dari sisi legitimasi politik.

“Menurut saya, 100 hari pertama peme-rintahan baru harus melakukan pemetaan masalah. Melihat secara jeli kompleksitas

masalah negeri kita secara struktural dan sosio ekonomi dan kemudian mencari solusinya. Sebab, 100 hari pertama peme-rintahan adalah bulan madu pemepeme-rintahan. Kalau dalam bulan madu tiba-tiba karena desakan kanan kiri langsung menaikkan BBM, saya khawatir rakyat bawah, kaum dhuafa yang merindukan ratu adil akan kecawa berat,” tandasnya. ❏

Dry

Bahkan Sidarto mengakui di setiap sudut kota Jakarta ada restoran yang menyajikan menu-menu Jepang. “Di setiap sudut kota ada,” ujarnya dengan tersenyum.

Dalam dunia wisata, diakui oleh pria yang menjadi pegawai Kementerian Luar Negeri Jepang sejak tahun 1973 itu juga mengalami adanya kemajuan pesat, di mana dengan adanya penerbangan langsung dari Haneda ke Denpasar membuat jumlah wisatawan Jepang mengalami peningkatan jumlah. Bisa jadi kelak wisatawan dari Indonesia juga akan meningkat seiring adanya bebas visa ke Jepang pada tahun 2015.

Pria yang pernah menjadi Duta Besar Jepang untuk Korea Selatan itu juga menyinggung soal banyaknya orang

Indo-September 2014 masa tugas Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yoshinori Katori di Indonesia

berakhir. Dalam kaitan itu ia berpamitan kepada ketua-ketua lembaga negara, termasuk dengan

Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto.

nesia yang mendapat beasiswa belajar di negaranya. Kira-kira sekitar 2300 orang In-donesia mendapat biaya pendidikan gratis itu.

Rupanya tidak hanya orang Indonesia yang berminat belajar di negeri matahari terbit, orang Jepang pun diakui juga banyak yang belajar di Indonesia terutama dalam bidang seni dan budaya. Di Solo, Jogjakarta, dan Bali, banyak orang Jepang yang belajar tari dan musik tradisional. Adanya minat or-ang Jepor-ang belajar musik dan tari tradisional itu diakui oleh Sidarto. Dirinya pernah melihat orang Jepang bisa menari tarian Jawa dengan bagus. “Kalau orang Jepang belajar, mereka sangat serius,” ujar Sidarto. ❏

AW

(24)

Sidang Akhir Masa Jabatan

Menjelang pelaksanaan sidang-sidang paripurna MPR RI meliputi tiga kegiatan: Sidang Akhir Masa Jabatan MPR periode 2009-2014, Pelantikan Anggota MPR Periode 2014-2019, serta Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Periode 2014-2019 persiapan terus dilakukan oleh Setjen MPR RI. Pihak Setjen MPR antara lain melakukan pengarahan kepada seluruh pegawai untuk menyukseskan acara-cara tersebut. Antara lain, menekankan kepada semua jajaran di Setjen MPR untuk mempersiapkan diri sesuai tugas dan fungsi masing-masing.

Kepala Biro Persidangan Setjen MPR RI, M. Rizal, dalam kesempatan itu memaparkan bahwa rancangan acara Sidang Paripurna MPR Akhir Masa Jabatan 2009-2014, sesuai jadwal berlangsung pada 22 September 2014. Agenda acara hari itu, meliputi: Pertama, pengesahan rancangan acara Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan Anggota MPR periode 2009-2014. Diteruskan agenda kedua, pembentukan Panitia Ad Hoc Pengubahan Tata Tertib MPR.

Khusus untuk agenda kedua itu terbagi dalam tiga sesi, diawali penjelasan Pimpinan MPR tentang pengajuan usul peraturan tata

tertib MPR. Kemudian dilanjutkan sesi kedua, pemandangan umum fraksi-fraksi dan kelompok anggota, serta pengajuan usul nama-nama anggota Panitia Ad Hoc. Dan, sesi terakhir hari itu —yang dalam jadualnya berakhir pukul 12.00 WIB — adalah pengesahanan Panitia Ad Hoc MPR.

Dalam menghadapi sidang yang diselenggarakan pada 22 September pihak Setjen MPR telah melakukan berbagai simulasi, baik simulasi terbuka atau tertutup, dan kemungkinan-kemungkinan lain, misalnya bila tidak quorum. Untuk mencapai quorum diperlukan jumlah anggota 50% + 1. Bila tidak quorum maka sidang ditunda 1 x 24 jam. Bila kejadian tidak quorum maka sidang bisa dilanjutkan pada hari berikutnya, yakni pada 23 September 2014.

Bila sidang quorum maka dibentuklah Panitia Ad Hoc. Panitia Ad Hoc akan melakukan rapat-rapat pada 23 hingga 28 September 2014. Namun bila pada 23 Sep-tember 2013 jumlah anggota tidak quorum maka pembentukan Panitia Ad Hoc batal dan Rapat-Rapat Panitia Ad Hoc yang direncanakan pada 23 hingga 28 Septem-ber 2014 di Ruang GBHN tidak ada.

Akibat dari (misalnya) batalnya

Lima Tahunan MPR RI

Hajat Besar

Sejak 22 September hingga

20 Oktober 2014, meski

tidak berturut setiap hari,

MPR menyelenggarakan

perintah UUD NRI Tahun

1945, yaitu

menyelenggarakan sidang

paripurna dengan berbagai

acara. Di awali Sidang Akhir

Masa Jabatan Anggota MPR

periode 2009-2014,

dilanjutkan Sidang Awal Masa

Jabatan Anggota MPR

periode 2014-2019, dan

puncaknya, Pelantikan

Presiden dan Wakil Presiden

Hasil Pemilu 2014 pada 20

Oktober 2014. Di bawah ini

tercantum jadual

sidang-sidang MPR tersebut.

(25)

pembentukan Paniti Ad Hoc itu maka Sidang Paripurna ke-2 pada 29 September 2014 di Gedung Nusantara dengan agenda: Laporan dari pimpinan Panitia Ad Hoc; kata akhir fraksi-fraksi dan kelompok anggota; dan pengesahan rancangan keputusan MPR tentang Peraturan Tata Tertib MPR pun menjadi tiada. Mak, langsung masuk Sidang Paripurna ke-3 dengan agenda mendengarkan Pidato Ketua MPR tentang Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kinerja Pimpinan MPR Periode 2009-2014.

Opsi tersebut kalau sidang pembentukan Pantia Ad Hoc batal. Tapi, kalau Sidang Paripurna ke-2 berjalan sesuai rencana yang telah ditentukan, maka sidang-sidang berjalan sesuai dengan jadual yang telah ditentukan.

Sidang Awal Masa Jabatan

Sidang Awal Masa Jabatan Anggota MPR periode 2014-2019 berlangsung 1-3 Oktober 2014. Sesuai dengan rancangan acara,

pada 1 Oktober 2014 berlangsung Sidang Paripurna ke-1 di Gedung Nusantara. Pada pukul 10.00-12.00 WIB agendanya peresmian keanggotaan MPR. Berikutnya, 14.00-15.00 WIBB di Ruang VIP Pimpinan MPR juga di Gedung Nusantara, Rapat Pimpinan Sementara MPR dengan agenda: Persiapan pengesahan rancangan acara sidang, persiapan pembentukan fraksi/ kelompok anggota, serta persiapan pengesahan tata cara pemilihan Pimpinan MPR.

Setelah itu, pukul 16.00 – 18.00 WIB di Ruang KK V Gedung Nusantara lantai I berlangsung pertemuan konsultasi pimpinan sementara MPR dengan perwakilan partai politik dan perwakilan DPD. Masing-masing partai politik dan anggota DPD mengirim lima orang wakilnya. Pertemuan konsultasi ini membicarakan mengenai persiapan pengesahan rancangan acara sidang, persiapan pembentukan fraksi/kelompok anggota, serta persiapan pengesahan tata cara pemilihan Pimpinan MPR.

Usai pertemuan konsultasi, pada malam harinya (1 Oktober), sejak pukul 19.00 WIB hingga selesai, bertempat di Ruang Rapat Partai dan Anggota DPD, diselenggarakan Rapat Internal Partai dan Anggota DPD. Rapat-rapat partai dan anggota DPD berlanjut ke esok harinya (2 Oktober 2014) dari pukul 10.00-14.00 WIB. Usai itu, langsung Sidang Paripurna ke-2, bertempat di Gedung Nusatara. Sidang ini berlangsung dari pukul 14.00 hingga 16.00 WIB dengan agenda pengesahan Rancangan Acara Sidang, Pembentukan Fraks/Kelompok Anggota, dan pengesahan Tata Cara Pemilihan Pimpinan MPR.

(26)

Paripurna ke-3 di Gedung Nusantara. Lalu, pada malam harinya, pukul 19.00 WIB hingga selesai, bertempat di Ruang KK IV Gedung Nusantara I berlangsung Rapat Gabungan Pimpinan Sementara MPR dengan Pimpinan Fraksi dan Kelompok Anggota. Acaranya, persiapan pemilihan Pimpinan MPR. Sedangkan pemilihan Pimpinan MPR diselenggarakan Jumat, 3 Oktober 2014, dalam Sidang Paripurna ke-3 di Gedung Nusantara. Acara pemilihan pukul 10.00 WIB hingga selesai.

Usai pemilihan, sore hari, pukul 16.00-18.00 WIB di Ruang KK IV Gedung Nusdantara I lantai 1 diadakan Rapat Gabungan Pimpinan Sementara MPR dengan Pimpinan Fraksi dan Kelompok Anggota, dengan agenda persiapan pelantikan Pimpinan MPR. Dan, acara pelantikan berlangsung dalam Sidang Paripurna ke-4 di Gedung Nusatara, pukul 20.00 hingga 21.00 WIB. Dan, Sabtu (4 Oktober) acaranya pembentukan alat kelengkapan (badan).

Pimpinan MPR terpilih Periode 2014-2019 inilah yang akan melantik Presiden dan Wakil Presiden Periode 2014-2019 pada 20

Oktober 2014. Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih digelar dalam Sidang Paripurna di Gedung Nusantara, pukul 10.00 hingga 12.00 WIB. Acara diawali menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan diteruskan mengheningkan cipta.

Usai prosesi itu, Ketua MPR membuka sidang. Dilanjutkan pembacaan keputusan KPU mengenai penetapan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil pemilihan umum tahun 2014 oleh Pimpinan

MPR. Baru kemudian, pengucapan sumpah/ janji Presiden dan Wakil Presiden dan dilanjutkan penandatanganan berita acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden. Setelah prosesi ini, Ketua MPR mempersilah-kan Presiden untuk menyampaimempersilah-kan pidato. Setelah itu pembacaan doa, dan selanjutnya Ketua MPR menutup sidang. Dan, sidang paripurna pun berakhir sudah, dengan kumandang lagu Indonesia Raya. ❏

AW

Referensi

Dokumen terkait

• Opsi tersebut tidak memenuhi definisi instrumen ekuitas karena tidak dapat diselesaikan selain dengan cara Entitas A menerbitkan sahamnya dalam jumlah yang telah ditetapkan

Hak  Asasi  Petani  terhadap  sumber‐sumber  agraria  semakin  dikesampingkan.  Serikat  Petani  Indonesia  mencatat  setidaknya  terjadi  143  konflik  sepanjang 

[r]

Laporan laba/rugi menyajikan informasi tentang hasil usaha perusahaan selama satu periode. Laporan perubahan modal menyajikan informasi tentang perubahan modal selama

Investasi pada produk unit link mengandung risiko, termasuk namun tidak terbatas pada risiko politik, risiko perubahan peraturan pemerintah atau perundang-undangan lainnya,

makna hadits yang mengatakan bahw a Umat Islam akan menghadapi kemundur an. di akhir

Investasi pada produk unit link mengandung risiko, termasuk namun tidak terbatas pada risiko politik, risiko perubahan peraturan pemerintah atau perundang-undangan lainnya,

Setelah dana masuk, langsung ditransfer ke PT DM dengan dasar faksimili fiktif yang dibuat seolah-olah dari BPD Kaltim ke rekening perusahaan yang sama, yaitu PT DM, pembobol bank