• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

2.1.1 Botani Tanaman Kelapa Sawit

Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Metode pemberian nama ilmiah (Latin) ini dikembangkan oleh Carolus Linnaeus. Tanaman kelapa sawit dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Subdivisi : Angiospermae Kingdom : Plantae Class : Monocotyledone Ordo : Palmales Family : Palmae Sub-family : Cocoidae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq. 2.1.2 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit a. Akar (Radix)

Kelapa sawit termasuk tanaman yang mempunyai perakaran yang dangkal (akar serabut), sehingga mudah mengalami cekaman kekeringan. Adapun penyebab tanaman mengalami kekeringan diantaranya transpirasi tinggi dan diikuti dengan ketersediaan air tanah yang terbatas pada saat musim kemarau (Maryani,2012). Pada tanaman kelapa sawit yaitu akar serabut, yang terdiri atas akar primer, sekunder, tersier, dan kuartier yang mana setiap bagian tersebut memiliki fungsi. Untuk akar primer dapat tumbuh vertikal (radicle) maupun mendatar (adventitious roots) dan berdiameter sekitar 6-10 mm. Akar sekunder, yaitu akar yang tumbuh dari akar primer, arah tumbuhnya mendatar maupun ke bawah, berdiameter sekitar 2-4 mm. Sedangkan pada akar tertier adalah akar yang tumbuh dari akar sekunder. Arah tumbuhnya mendatar ke samping, dengan panjang sekitar 0.7-1.2 mm. Dan pada akar kuartier yaitu

(2)

5

akar cabang dari akar tersier berdiameter 0,2-0,8 mm dan panjang sekitar 2cm. Akar tersier dan kuartier berada 2-2,5 m dari pangkal pokok atau luar piringan dan berada di dekat pemukaan tanah. Pada akar kelapa sawit tidak berbuku, kemudian ujungnya meruncing, dan berwarna putih atau kekuningan.

b. Batang (Caulis)

Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus keatas. Batang berbentuk silindris dan berdiameter 40 – 60 cm, tetapi pangkalnya membesar. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang membentuk daun - daun dan memanjangkan batang. Setelah empat tahun pertama, titik tumbuh membentuk daun – daun yang pelepahnya membungkus batang sehingga batang tidak terlihat. Secara umum pertumbuhan batang kelapa sawit sekitar 25 – 40 cm per tahun. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan batang kelapa sawit adalah kondisi disekitar tanaman seperti keadaan iklim, pemeliharaan (terutama pemupukan). Kerapatan tanaman, umur tanaman dan sebagainya (Setyamindjaja, D, 2006).

c. Daun (Folium)

Daun dibentuk didekat titik tumbuh. Setiap bulan, biasanya tumbuh dua lembar daun. Pertumbuhan daun awal dan berikutnya akan membentuk sudut 135 derajat. Dan pupus yang tumbuh keluar masih melekat dengan daun lainnya. Arah pertumbuhan daun pupus tegak lurus keatas dan berwarna kuning. Anak daun (leaf let) pada daun normal berjumlah 80 – 120 lembar (Sastrosayono, 2008). Panjang cabang daun di ukur dari pangkalnya dapat mencapai 9 m pada tanaman dewasa, sedangkan pada tanaman muda kurang dari angka tersebut. Panjang pelepah ini dapat bervariasi tergantung pada tipe varietasnya dan pengaruh kesuburan tanah. Pada tiap pelepah di isi oleh daun di kiri dan di kanan rachis. Jumlah anak daun pada tiap isi dapat mencapai 125 – 200. Anak daun yang ditengah dapat mencapai 4,5 kg berat kering pada daun dewasa dapat dijumpai 40 – 50 pelepah luas permukaan daun dapat dipakai untuk tujuan pengamatan pertumbuhan (Lubis, 2008)

(3)

6 d. Bunga (Flos)

Susunan bunga terdiri dari karangan bunga yang terdiri dari bunga jantan dan bunga betina namun, ada juga tanaman kelapa sawit yang hanya memproduksi bunga jantan. Umumnya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam dua tandan yang terpisah. Namun, adakalanya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam tandan yang sama. Bunga jantan selalu masak terlebih dahulu dibandingkan bunga betina dalam satu tandan sangat jarang terjadi (Sastrosayono, 2008).

e. Buah (Fructus)

Buah kelapa sawit mempunyai warna yang bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah. Kandungan minyak bertambah sesuai dengan kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40% (Adi, 2010).

Daging buah terdiri atas minyak, air dan serat. Serat buah terutama terdiri atas cellulose dan lignin. Kadar air dan minyak berubah menurut kematangan buah sedang kadar serat pada daging buah hampir tetap yaitu 13% terhadap berat buah sejak 3 bulan sesudah antesis sampai buah matang. Penelitian di Afrika kadar serat ini 16% kadang bervariasi 11 – 21% (Lubis, 2008).

2.2 Pembibitan

Faktor utama yang mempengaruhi produktivitas tanaman di perkebunan kelapa sawit yaitu penggunaan bibit yang berkualitas. Hal tersebut diungkapkan Pahan (2008) bahwa investasi yang sebenarnya bagi perkebunan komersial berada pada bahan tanam (benih/bibit) yang akan ditanam, karena merupakan sumber keuntungan pada perusahaan kelak. Penyediaan bibit yang baik dan sehat selama di pembibitan awal (pre nursery) maupun di pembibitan

(4)

7

utama (main nursery) sangat besar pengaruhnya untuk pertumbuhan tanaman (Satyawibawa dan Widyastuti 1992). Untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam usaha peningkatkan luas areal penanaman kelapa sawit, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit yang dipergunakan untuk penanaman di lapangan agar diperoleh tanaman yang sehat dan berproduksi tinggi.

2.2.1. Lokasi Pembibitan

Pemilihan lokasi pembibitan merupakan salah satu hal penting untuk kemudahan pelaksanaan pembibitan dan keberhasilan perawatan bibit serta menekan biaya transportasi pindah bibit ke lapangan. Lokasi pembibitan akan berkaitan dengan kemudahan penggunaan air, pengawasan, dan kemudahan untuk memperoleh tanah isian polibag.

Beberapa syarat penentuan lokasi pembibitan sebagai berikut : - Tanah/arealnya rata atau datar

- Dekat dengan sumber air dan tersedia selama masa pembibitan - Dekat dengan areal yang akan ditanami

- Drainase baik, areal tidak tergenang - Aman dari gangguan hama

2.2.2. Penyiraman

Air merupakan kebutuhan yang sangat mutlak diperlukan bagi tanaman. Bibit disiram 2 kali dalam sehari yaitu pagi dan sore. Tetapi apabila terjadi hujan dan curah hujan mencapai lebih dari 8 mm maka penyiraman tidak dilakukan. Pada pembibitan awal (pre nursery) kebutuhan tiap bibit adalah sekitar 0,11 liter, 0,2 liter, dan 0,3 liter / hari, berturut-turut untuk bibit umur 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Pada pembibitan utama (main nursery) kebutuhan tersebut meningkat sesuai pertambahan umur bibit kelapa sawit menjadi sekitar 1 liter, 2 liter dan 3 liter / hari untuk bibit berumur 0 – 3 bulan, 3 – 6 bulan, dan 6 – 9 bulan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).

(5)

8 2.2.3. Penyiangan/Pengendalian Gulma

Penyiangan dalam polibag harus dilakukan secara manual dengan hati-hati agar tidak sampai merusak perakaran bibit kelapa sawit di dalam polibag, sedangkan penyiangan di luar polibag berarti kegiatan mengendalikan gulma-gulma di antara polibag yaitu dengan cara menggaruk rumput atau dicabut secara manual.

2.3 Peranan Phosphate

Menurut Mehlic dan Drake (1995) dalam Churun (2009), unsur hara P merupakan bahan pembentuk inti sel, selain itu mempunyai peranan penting bagi pembelahan sel serta bagi perkembangan jaringan. Bagi tanaman zat ini berfungsi : (a) untuk mempercepat pertumbuhan akar semai; (b) memacu dan memperkuat pertumbuhan tanaman pada umumnya (Mulyani dan A.G Kartasaputra, 2005) Fosfat adalah salah satu unsur hara makro yang esensial dalam budidaya tanaman.

2.3.1 Peranan Phosphate Pada Tanaman

Bagi tanaman zat ini berfungsi : (a) untuk mempercepat pertumbuhan akar semai; (b) memacu dan memperkuat pertumbuhan tanaman pada umumnya (Mulyani dan A.G Kartasaputra, 2005). Fosfor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari tanah atau pemupukan serta hasil dekomposisisi dan mineralisasi bahan organik. Jumlah P total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman jumlahnya rendah hanya 0,01 – 0,2 mg/kg tanah (Handayanto dan Hairiyah, 2007 dalam Madjid, 2009). Peranan P pada tanaman penting untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah rebah, pembentukan bunga, buah dan biji serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit (Premono, 2002 dalam Madjid, 2009). Beberapa fungsi phosphate bagi tanaman adalah :

(6)

9

- Untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman

- Merangsang pembungaan dan pembuahan

- Merangsang pertumbuhan akar - Merangsang pembentukan biji

- Merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan

Kekurangan P pada tanaman akan mengakibatkan berbagai hambatan metabolisme, diantaranya dalam proses sintesis protein, yang menyebabkan terjadinya akumulasi karbohidrat dan iktan-ikatan nitrogen. Kekurangan P tanaman dapat diamati secara visual, yaitu daun-daun yang lebih tua akan berwarna kekuningan atau kemerahan. Gejala lainnya adalah nekrotis atau kematian jaringan pada pinggir atau helai daun diikuti melemahnya batang dan akar terhambat pertumbuhannya.

2.3.2. Peranan Phosphate Pada Tanah

Posfor tanah berasal dari sisa-sisa mikroba, tanaman, hewan, dan ekskresi hewan. Unsur ini penting bagi tanaman karena bagi tanaman zat ini berfungsi : (a) untuk mempercepat pertumbuhan akar semai; (b) memacu dan memperkuat pertumbuhan tanaman pada umumnya (Mulyani dan A.G Kartasaputra, 2005). Peranannya yang utama adalah dalam proses pelepasan dan penyimpanan energi dalam metabolisme seluler. Dalam bahan organik tanah, hanya sedikit P dijumpai namun memegang peranan yang penting.

2.4 Pupuk Rock Phospate

Fosfat alam merupakan sumber pupuk P yang efektif dan murah serta dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman, hanya saja kualitas pupuk fosfat alam sangat bervariasi tergantung pada kandungan P2O5 . Oleh karena itu, penggunaan fosfat alam secara langsung perlu memperhatikan kadar P2O5 total dan tersedia serta reaktivitasnya (Hartatik, 2011). Pupuk fosfat alam berasal dari batuan fosfat yang digiling halus sehingga dapat langsung digunakan sebagai pupuk. Fosfat alam berasal dari proses geokimia yang terjadi secara alami, yang biasa disebut deposit batuan fosfat. Batuan fosfat

(7)

10

dapat ditemukan di alam sebagai batuan endapan atau sedimen, batuan beku, batuan metamorfik, dan guano. Fosfat alam yang berasal dari batuan beku umumnya digunakan sebagai bahan baku industri pupuk P. Sedangkan fosfat alam yang berasal dari batuan endapan atau sedimen yang mempunyai reaktivitas tinggi dapat digunakan secara langsung sebagai pupuk (Hartatik, 2011). Fosfat alam bersifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam kondisi asam dengan kadar P2O5 dan kelarutannya bervariasi, lambat melepaskan P (slow release), dan mengandung hara Ca dan Mg cukup tinggi dan unsur mikro Mg, Zn, Cu, B, Mn,Al, Fe, serta logam berat Cd, Pb, As, Ni, dan Co (Balai Penelitian Tanah, 2012).

Kualitas fosfat alam ditentukan oleh kelarutan dan efektivitasnya. Tingkat kelarutan fosfat alam dapat diketahui melalui pelarutan dalam asam sitrat 2%, amonium sitrat pH 7, dan asam format 2%. Persentase kelarutan P2O5 dalam asam sitrat terhadap kadar P2O5 pada mineral apatit juga dapat diketahui melalui uji efektivitas agronomis. Uji efektivitas agronomis dilakukan untuk mengetahui respons tanaman terhadap pemberian pupuk fosfat alam, yang ditunjukkan oleh nilai relative agronomi effectiveness (RAE).

Kualitas fosfat alam dibedakan menjadi mutu A, B, C, dan D berdasarkan kadar P2O5 total dan kelarutannya dalam asam sitrat seperti yang tertuang dalam SNI 02-3776-2005. Kualitas fosfat alam yang baik adalah yang mengandung P2O5 total lebih dari 20% dan reaktivitasnya tinggi, dengan kadar P2O5 larut dalam asam sitrat konsentrasi 2% lebih dari 6%. Pengawasan mutu fosfat alam perlu dilakukan untuk menghindari penggunaan fosfat alam yang bermutu rendah atau pemalsuan, agar pupuk yang digunakan efektivitasnya tinggi sehingga mencegah pencemaran lingkungan. Reaktivitas fosfat alam menunjukkan tingkat kemampuannya dalam melepaskan P yang potensial tersedia untuk tanaman.

(8)

11 2.5 Mikroba Pelarut Phosphate

Salah satu upaya untuk mengatasi rendahnya fosfat tersedia dalam tanah adalah dengan memanfaatkan kelompok mikroorganisme pelarut fosfat dan bahan organik. Mikroorganisme dan bahan organik, masing - masing dapat menghasilkan asam organik yang mengkhelat logam dalam tanah sehingga fosfat menjadi tersedia bagi tanaman. Pemanfaatan mikroorganisme pelarut fosfat dan bahan organik diharapkan dapat mengatasi masalah P pada tanah masam yang juga dapat menekan penggunaan pupuk anorganik dan diperlukan untuk mempertahankan kesuburan tanah dengan menjaga dan meningkatkan fungsi mikroorganisme tanah sehingga dapat meningkatkan ketersediaan hara dan juga meningkatkan efektivitas pemupukan (Sembiring dkk, 2015).

Mikroba pelarut fosfat (MPF) merupakan kelompok mikroorganisme tanah yang berkemampuan melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia sehingga dapat diserap oleh tanaman. Mikroorganisme pelarut fosfat ini dapat berupa bakteri (pseudomonas, bacillus), jamur (Aspergillus), maupun aktinomisetes (Harahap, 2016). Selain jamur, bakteri juga berperan dalam pelarutan fosfat di dalam tanah. Burkholderia cepacia, yang sebelumnya dikenal dengan Pseudomonas cepacia, merupakan bakteri gram negatif yang belakangan diketahui kemampuannya dalam melarutkan fosfat di dalam tanah. Bakteri ini terdapat di dalam tanah di daerah sekitar perakaran (rizosfer) dan dalam keadaan yang lembab.

Bakteri ini mampu menjadi agen biologis dalam pengendalian penyakit tanaman karena bersifat patogenik bagi penyakit tular tanah (soil borne disease). Selain itu B. cepacia mampu mendegradasi senyawa toksik dalam tanah akibat bahan kimia dari pestisida (Holmes et al., 1998). Menurut Tamad dkk (2013), Pseudomonas sp. dapat meningkatkan P terlarut dari 30 menjadi 150-195 ppm P, meningkatkan mineralisasi P dari 23.7 menjadi 63.6- 91.7 ppm P, dan menurunkan P-terjerap dari 95 menjadi 36-13%. BPF juga

(9)

12

menurunkan pH Andisol, meningkatkan kemasaman total. populasi BPF, aktivitas fosfatase dan fitase, dan mempunyai muatan permukaan relatif tinggi (69%).

Menurut (Lynch and People, 1979) mikroba pelarut fosfat berperan dalam perubahan fosfat menjadi bentuk terlarut dengan cara : 1.Mengubah kelarutan senyawa fosfat organik ; 2. Mineralisasi senyawa organik dengan melepaskan orthofosfat ; 3.Mengubah fosfat anorganik yang menyediakan anion ke protoplasma sel (immobilisasi) ; 4.Oksidasi dan reduksi senyawa fosfat anorganik.

Pelarutan fosfat oleh bakteri pelarut fosfat berlangsung karena bakteri pelarut fosfat melepaskan senyawa organik (asam - asam organik) yang mampu membuat kation - kation pengikat P menjadi tidak aktif karena berikatan dengan senyawa organik yang dilepaskan oleh bakteri. Sifat asam organik tesebut lebih penting dibandingkan jumlahnya. Efektifitas asam-asam organik tersebut tergantung pada kondisi lingkungan mikro di dalam tanah. Jika tanah tempat tumbuh tanaman tersebut mempunyai kation - kation yang sangat banyak dan mempunyai kemampuan fiksasi P sangat besar maka inokulasi bakteri pelarut fosfat tidak akan bermanfaat (Hajoeningtijas, 2012).

Fosfor juga mengalami mineralisasi dan imobilisasi. Proses tersebut dipengaruhi oleh persentase fosfor dan sisa tanaman yang terurai dan nutrien yang dibutuhkan oleh populasi mikroba. Bila terjadi kelebihan fosfor dibanding kebutuhan nutrisi mikroba akan terjadi akumulasi fosfat anorganik. Pertumbuhan mikroba membutuhkan fosfor yang penting untuk pembentukan sel. Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh ketersediaan senyawa fosfor siap pakai dalam habitatnya (Chapelle, 2001).

2.6 Mekanisme Pelarutan Phosphate

Mekanisme pelarutan P oleh mikroba pelarut fosfat terdiri dari dua jenis mekanisme, yakni secara kimiawi dan biologi. Mekanisme pelarutan fosfat

(10)

13

secara kimia merupakan mekanisme pelarutan fosfat utama yang dilakukan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut mengekskresikan sejumlah asam organic berbobot molekul rendah seperti oksalat, suksinat, tartrat, sitrat, laktat, α-ketoglutarat, asetat, formiat, propionat, glikolat, glutamat, glioksilat, malat, fumarat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH. Perubahan pH berperan penting dalam peningkatan kelarutan fosfat. Selanjutnya asam-asam organik ini akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+, atau Mg2+ membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat dan oleh karena itu dapat diserap oleh tanaman (Ginting dkk, 2009).

Sementara pelarutan fosfat secara biologis terjadi karena mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase dan enzim fitase. Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah. Fosfatase diekskresikan oleh akar tanaman dan mikroorganisme. Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi bentuk fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase. Enzim ini dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawa – senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia (Mullen, 1998).

Peningkatan ketersediaan P melalui pemanfaatan mikroba pelarut fosfat dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan produksi tanaman. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring et al (2015), interaksi jamur pelarut fosfat Talaromyces pinophilus dengan pupuk SP-36 meningkatkan P-tersedia tanah Andisol sebesar 71,65% pada dosis 10 ml jamur pelarut fosfat dan 75% dosis rekomendasi pupuk P. Selain itu, produksi tanaman kentang juga mengalami peningkatan sebesar 66,8% pada dosis 20 ml jamur pelarut fosfat dan 50% dosis rekomendasi pupuk P.

Referensi

Dokumen terkait

In terms of condition determination for asphalt roads, it is observed that the mean function gives reliable results with good success in identifying roads with good,

Experimental results show that various clusters not only discriminate building roofs from other image parts but also distinguish different roof types (e.g., pitched, flat)..

CHAPTER VII. Load quake analysis on building structure ... Control eksentrisity building ... Building center of mass ... Control momment around ... Calculation quake load ... Load

Memaksimalkan penggunaan komputer sebagai sarana teknologi informasi merupakan hal yang perlu dilakukan oleh PT Sukses Mandiri Utama untuk meningkatkan

Dalam Perancangan Buku Wisata Kuliner Kota Tulungagung, Jawa Timur ini sebagian besar data yang dikumpulkan dan diperoleh dengan studi literatur atau pustaka

Terveys- ja sosiaalipalvelujen muita toimialoja vanhempi ikärakenne näkyy myös haastatelluilla työnantajilla. Johto- ja asiantuntijatehtävissä toimivista 55 vuotta täyttäneitä oli

Pada proses pengendapan dalam keadaan free settling , model persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung kecepatan penurunan partikel pada proses sedimentasi

Seminar Nasional Membangun Karakter Enterpreneur berbasis Konservasi dalam Bidang Boga, Busana dan Kecantikan,. Manager Spa, Peluang dan Tantangan FT UNNES