• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permodelan sistem defisit ekologis untuk mengurangi emisi gas CO2 di wilayah perkotaan Gresik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Permodelan sistem defisit ekologis untuk mengurangi emisi gas CO2 di wilayah perkotaan Gresik"

Copied!
365
0
0

Teks penuh

(1)

PERMODELAN SISTEM DEFISIT EKOLOGIS UNTUK

MENGURANGI EMISI GAS CO2 DI WILAYAH

PERKOTAAN GRESIK

ACHMAD GHOZALI

NRP. 3212 205 903 DOSEN PEMBIMBING

Adjie Pamungkas, ST., M.Dev.Plg., Ph.D Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg PROGRAM MAGISTER

MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

2015 TESIS

(2)

THESIS

ECOLOGICAL DEFICIT SYSTEM MODELLING TO

REDUCE CO2 GAS EMISSION IN GRESIK URBAN

AREA

ACHMAD GHOZALI NRP. 3212 205 903 SUPERVISOR

Adjie Pamungkas, ST., M. Dev. Plg., Ph.D Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg MASTER PROGRAM

URBAN DEVELOPMENT MANAGEMENT DEPARTMENT OF ARCHITECTURE

FACULTY OF CIVIL ENGINEERING AND PLANNING SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA

(3)
(4)

PERMODELAN SISTEM DEFISIT EKOLOGIS UNTUK MENGURANGI EMISI GAS CO2DI WILAYAH PERKOTAAN GRESIK

Nama mahasiswa : Achmad Ghozali

NRP : 3212205903

Pembimbing : Adjie Pamungkas, ST., M. Dev. Plg., Ph.D Co-Pembimbing : Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic. Rer. Reg.

ABSTRAK

Wilayah perkotaan Gresik sudah mengalami kondisi defisit ekologis dalam menyerap emisi gas CO2 antara 0.25 sampai 0.36 gha pada tahun 2013. Kondisi ini

ditunjukkan oleh pertumbuhan lahan terbangun seperti industri dan permukiman tumbuh tanpa diikuti oleh penyediaan lahan terbuka hijau. Tingginya produksi emisi gas CO2

diluar kemampuan ruang terbuka hijau untuk menyerapnya. Sebagai wilayah pertumbuhan ekonomi berbasis industri dan aktifitas ekonomi yang tinggi, pengambilan kebijakan perlu dilakukan dengan memahami hubungan sistem emisi gas CO2. Faktor

dinamis antara produksi dan penyerap emisi gas CO2perlu diketahui dalam menentukan

langkah strategis untuk mengurangi defisit ekologis. Oleh karenanya, penentuan model sistem defisit ekologis untuk mengurangi emisi gas CO2 di wilayah perkotaan

Gresik melalui pendekatan telapak ekologis sangatlah diperlukan. Model ini dapat dijadikan sebagai alat optimasi penggunaan lahan untuk mengurangi emisi gas CO2.

Dalam menentukan model, langkah pertama yang dilakukan adalah identifikasi faktor keseimbangan emisi gas CO2 melalui analisis konten terhadap

hasil in depth interview terhadap 5 stakeholders. Langkah kedua adalah analisis sistem hubungan antar faktor keseimbangan emisi gas CO2melalui analisis konten

dan konseptualisasi sistem dalam diagram causal loop. Langkah terakhir adalah menentukan model sistem defisit ekologis untuk mengurangi emisi gas CO2

melalui permodelan sistem dinamik menggunakan software STELLA v9.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model sistem defisit ekologis terdiri dari 6 sub model yaitu kependudukan, kegiatan perumahan, kegiatan industri, kegiatan trasnportasi, penggunaan lahan dan status ekologi. Hasil validasi model melalui uji replikasi menunjukkan bahwa model fit dengan nilai error dibawah 0.1. Validasi melalui uji ekstrem juga menunjukkan bahwa prilaku model masih bersifat rasional. Selain itu, hasil analisa sensitivitas menunjukkan bahwa faktor jumlah kendaraan bermotor, jumlah industri dan luas lahan non terbangun

(5)

memiliki nilai sensitivitas yang besar terhadap penurunan emisi gas CO2 di

wilayah perkotaan Gresik. Jika digabungkan kesemua faktor sensitif tersebut dalam sebuah uji simulasi skenario, pengurangan emisi gas CO2 di wilayah

perkotaan Gresik pada tahun 2031 akan terjadi sebesar 33.45% dengan peningkatan status ekologis dari minor deficit 0,37 menjadi 0.19. Hasil uji simulasi skenario tersebut membuktikan bahwa model berjalan dengan baik untuk membantu menentukan kebijakan strategis dalam mengurangi defisit ekologis emisi gas CO2di wilayah perkotaan Gresik.

Kata Kunci : Emisi Gas CO2, Defisit Ekologis, Telapak Ekologis, dan Sistem

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis berjudul “Permodelan Sistem Defisit Ekologis Untuk Mengurangi Emisi Gas CO2 di Wilayah Perkotaan Gresik”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penyelesaian Tesis ini, antara lain:

1. Bapak Adjie Pamungkas, ST., M. Dev. Plg., Ph.D dan Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic. Rer. Reg selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing, memberikan motivasi dan nasihat hingga Tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Ibu Dr.Ir. Rima Dewi Suprihardjo, MIP ; Bapak Dr-Ing. Ir. Bambang Soemardiono selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, kritik dan saran sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

3. Keluarga penulis, terutama kedua orang tua (Moch Nurpa’I dan Patemi) serta kedua orang tua kedua (Saidi dan Tukaiyah) yang selalu memberikan doa, restu, dan motivasi yang tidak pernah terputus.

4. Seluruh dosen Magister Arsitektur terutama bidang Manajemen Pembangunan Kota yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat;

5. Widya Nirmala, Ainun Dita, Retno Ariyanti yang tidak kenal putus asa untuk terus memberikan motivasi dan dukungan sampai tesis ini terselesaikan. 6. Seluruh rekan MPK 2012 atas semua motivasi, bantuan, kritik, dan saran yang

telah diberikan.

7. Merisa Kurniasari, Ika Permata Hati dan Rizal Novanda yang telah membantu survei dan rekapitulasi data.

8. Ibu Nur Aisyah dan Ibu Heri yang telah berkenan memberikan data kebutuhan penelitian.

9. Seluruh responden penelitian baik narasumber kunci, rumah tangga dan industri/perusahaan yang telah berkenan memberikan pendapat, keilmuan, dan data penelitian.

(8)

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan serta terbatasnya kemampuan penulis dalam penyusunan Tesis, penulis menyadari adanya keterbatasan dan ketidaksempurnaan dari hasil Tesis ini. Oleh karena itu, saran yang membangun sangat penulis harapkan

Surabaya, Januari 2015

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Lembar Pernyataan Keaslian Tesis ... iii

Abstrak ... v

Kata Pengantar... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Gambar ... xv

Daftar Tabel ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan dan Sasaran ... 5

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.4.1. Ruang Lingkup Wilayah ... 5

1.4.2. Ruang Lingkup Pembahasan ... 5

1.4.3. Ruang Lingkup Substansi ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1. Manfaat Teoritis ... 6

1.5.2. Manfaat Praktis ... 6

1.6. Sistematika Penulisan... 7

1.7. Kerangka Pemikiran ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

2.1. Perubahan Iklim (Climate Change) ... 11

2.1.1. Pengertian Perubahan Iklim... 11

2.1.2. Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim ... 18

2.1.3. Emisi Gas CO2 ... 25

2.1.3.1. Pertumbuhan Alami Gas CO2 ... 25

2.1.3.2. Pertumbuhan Emisi Gas CO2 Akibat Aktifitas Perkotaan... 28

(10)

2.2. Perkembangan Kota Terhadap Pertumbuhan Emisi Gas CO2 ... 35

2.2.1. Perubahan Penggunaan Lahan ... 35

2.2.2. Jenis Penggunaan Lahan ... 37

2.2.3. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Penyerap Gas CO2 ... 39

2.2.3.1. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan... 39

2.2.3.2. Faktor Penyediaan Ruang Terbuka Hijau ... 44

2.3. Pendekatan Dalam Upaya Mengurangi Dampak Perubahan Iklim (Climate Change) ... 46

2.3.1. Konsep Telapak Ekologis (Ecological Footprint) ... 46

2.3.2. Konsep Jejak Karbon (Carbon Footprint) ... 48

2.4. Sintesa Pustaka ... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 57

3.1. Pendekatan Penelitian ... 57

3.2. Jenis Penelitian ... 57

3.3. Variabel Penelitian ... 58

3.4. Metode Penelitian ... 63

3.4.1. Metode Pengambilan Sampel ... 63

3.4.1.1. Metode Penentuan Stakeholders ... 63

3.4.1.2. Metode Pengambilan Sampel Responden ... 63

3.4.2. Metode Pengumpulan Data ... 65

3.4.2.1. Metode Pengumpulan Data Primer... 65

3.4.2.2. Metode Pengumpulan Data Sekunder ... 67

3.4.3. Metode Analisa ... 69

3.4.3.1. Identifikasi Faktor Keseimbangan Lingkungan dalam Mereduksi Emisi gas CO2 Di Wilayah Perkotaan Gresik Berdasarkan Pendekatan Telapak Ekologis ... 69

3.4.3.3. Menganalisis Skenario Perilaku Model Dinamik Hubungan Masing-Masing Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Emisi Gas CO2 Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 71

3.4.3.4. Merumuskan Arahan Bentuk Optimasi Penggunaan Lahan Untuk Menurunkan Tingkat Emisi Co2 Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 72

(11)

3.5. Tahapan Penelitian ... 85

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 91

4.1. Gambaran Umum Wilayah Studi ... 91

4.1.1. Geografis Wilayah Studi ... 91

4.1.2. Kependudukan ... 92

4.1.2.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Di Wilayah Perkotaan Gresik... 92

4.1.2.2. Angka Kelahiran Bayi Penduduk Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 97

4.1.2.3. Angka Kematian Penduduk Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 98

4.1.2.4. Angka Imigrasi Penduduk Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 99

4.1.2.5. Angka Emigrasi Penduduk Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 101

4.1.2.6. Jumlah Rumah Tangga ... 103

4.1.3. Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan ... 106

4.1.3.1. Penggunaan Lahan ... 106

4.1.3.2. Ruang Terbuka Hijau... 106

4.1.3.3. Perubahan Penggunaan Lahan ... 109

4.1.4. Kondisi Perindustrian ... 110

4.1.5. Transportasi Perkotaan Gresik... 113

4.1.6. Konsumsi Energi Rumah Tangga Perkotaan Gresik ... 117

4.1.7. Timbulan Sampah dan Pembakaran Sampah Rumah Tangga ... 118

4.1.8. Konsumsi Energi Transportasi Perkotaan Gresik ... 118

4.1.9. Konsumsi Energi Listrik Perkotaan Gresik ... 119

4.2. Analisa dan Pembahasan ... 121

4.2.1. Identifikasi Faktor Keseimbangan Emisi Gas CO2 Di Wilayah Perkotaan Gresik Berdasarkan Pendekatan Telapak Ekologis ... 121

4.2.2. Analisis Sistem Hubungan Masing-Masing Faktor Keseimbangan Emisi Gas CO2 Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 141

4.2.2.1. Analisis Konten Hubungan Masing - Masing Faktor Keseimbangan Emisi Gas CO2 ... 141

4.2.2.2. Menyusun Causal Loop Diagram Hubungan Antar Faktor Keseimbangan Emisi Gas CO2... 161

(12)

4.2.3. Membangun Model Sistem Defisit Ekologis Untuk Mengurangi

Emisi Gas CO2 Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 167

4.2.3.1. Penyusunan Stock and Flow Diagram ... 167

4.2.3.2. Formulasi Model ... 181

4.2.3.3. Verifikasi Model ... 185

4.2.3.4. Validasi Model ... 186

4.2.3.5. Simulasi Model ... 197

4.2.3.6. Uji Sensitivitas Faktor ... 212

4.2.3.7. Uji Simulasi Skenario Pada Model ... 215

BAB V PENUTUP ... 231

5.1 Kesimpulan ... 231

5.2. Saran... 237

5.3. Rekomendasi Penelitian Lanjutan ... 237

DAFTAR PUSTAKA ... 239

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Peruahan Iklim ... 16

Tabel 2. 2. Bentuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim ... 23

Tabel 2. 3. Aktivitas Emisi yang Dihitung dari beberapa Penelitian ... 52

Tabel 2. 4. Sintesa Kajian Pustaka ... 54

Tabel 3. 1. Variabel Penelitian untuk Seluruh Sasarn Penelitian... 59

Tabel 3. 2. Narasumber (Stakeholders) Dalam Analisis In Depth Interview... 63

Tabel 3. 3. Pengambilan Sampel Masing-Masing Kecamatan ... 65

Tabel 3. 4. Data dan Perolehan Data Primer... 66

Tabel 3. 5. Data dan Perolehan Data Sekunder... 67

Tabel 3. 6. Nilai EF dan NCV Beberapa Jenis Bahan Bakar ... 74

Tabel 3. 7. Nilai EF beberapa Jenis Industri ... 76

Tabel 3. 8. Daya Serap CO2pada Setiap Jenis Tutupan Vegetasi ... 80

Tabel 3. 9. Tahapan Penelitian... 89

Tabel 4. 1. Wilayah Administrasi Perkotaan Gresik... 91

Tabel 4. 2. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Di Wilayah Perkotaan Gresik... 95

Tabel 4. 3. Kepadatan Penduduk Perkotaan Gresik Tahun 2006-2012 ... 97

Tabel 4. 4. Angka Kelahiran Bayi Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 98

Tabel 4. 5. Angka Kematian Penduduk Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 99

Tabel 4. 6. Angka Perpindahan Penduduk Masuk Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 101

Tabel 4. 7. Angka Penduduk Keluar Wilayah Perkotaan Gresik ... 102

Tabel 4. 8. Jumlah KK Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 104

Tabel 4. 9. Jumlah Rumah Per Kecamatan Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 105

Tabel 4. 10. Jenis RTH Publik Di Perkotaan Gresik... 107

Tabel 4. 11. Pertumbuhan Industri Kimia Di Wilayah Perkotaan Gresik... 111

Tabel 4. 12. Pertumbuhan Industri Logam Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 112

Tabel 4. 13. Pertumbuhan Industri Pupuk Di Wilayah Perkotaan Gresik... 112

Tabel 4. 14. Pertumbuhan Industri Kayu Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 113

Tabel 4. 15. Jumlah Angkutan Umum Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 114

(14)

Tabel 4. 17. Jumlah Kendaraan Bermotor Di Wilayah Perkotaan Gresik (2006-2013).. 116

Tabel 4.18. Rata-rata Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Di Wilayah Perkotaan Gresik ... 117

Tabel 4. 19 Jumlah Konsumsi Energi Rumah Tangga di Wilayah Perkotaan Gresik... 118

Tabel 4. 20 Timbunan Sampah Rumah Tangga di Perkotaan Gresik ... 118

Tabel 4. 21 Jumlah Konsumsi Energi Transportasi di Perkotaan Gresik... 119

Tabel 4. 22 Penggunaan Listrik di Perkotaan Gresik... 120

Tabel 4. 23 Prosentase Pembahasan Faktor-Faktor Pada Indikator Kegiatan Industri ... 123

Tabel 4. 24 Prosentase Pembahasan Faktor-Faktor Pada Indikator Kegiatan Perumahan ... 128

Tabel 4. 25 Prosentase Pembahasan Faktor-Faktor Pada Indikator Kegiatan Transportasi ... 131

Tabel 4. 26 Prosentase Pembahasan Faktor-Faktor Pada Indikator Kependudukan ... 133

Tabel 4. 27 Prosentase Pembahasan Faktor-Faktor Pada Indikator Penggunaan Lahan dan Serapan Emisi Gas CO2... 134

Tabel 4. 28 Prosentase Pembahasan Faktor-Faktor Pada Indikator Kebijakan Pemerintah ... 137

Tabel 4. 29. Perhitungan Error Antara Data Aktual Jumlah Kendaraan Dan Simulasi . 187 Tabel 4. 30 Perhitungan Error Antara Data Aktual Jumlah Kendaraan Dan Simulasi ... 193

Tabel 4. 31 Perhitungan Error Antara Data Aktual Pemakaian Energi Listrik Rumah Tangga Dan Simulasi... 194

Tabel 4. 32. Perhitungan Error Antara Data Aktual Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Dan Simulasi ... 194

Tabel 4. 33. Perhitungan Error Antara Data Aktual Jumlah Rumah Tangga Dan Rata-rata Anggota Rumah Tangga Dan Simulasi ... 195

Tabel 4. 34 Perhitungan Error Antara Data Aktual Kapasitas Produksi Industri Kayu Dan Simulasi... 195

Tabel 4. 35 Perhitungan Error Antara Data Aktual Produksi Industri Kimia Dan Simulasi ... 196

Tabel 4. 36 Perhitungan Error Antara Data Aktual Produksi Industri Logam Dan Simulasi... 196

Tabel 4. 37 Perhitungan Error Antara Data Aktual Produksi Industri Pupuk Dan Simulasi ... 197

(15)

Tabel 4. 38 Perhitungan Error Antara Data Aktual Produksi Industri Pupuk

Dan Simulasi ... 198

Tabel 4. 39 Produksi Emisi Gas CO2dari Kegiatan Perumahan Tahun 2014 dan Tahun 2031 (ton)... 201

Tabel 4. 40 Produksi Emisi Gas CO2dari Kegiatan Transportasi Tahun 2014 dan Tahun 2031 (ton)... 204

Tabel 4. 41 Produksi Emisi Gas CO2dari Kegiatan Industri Tahun 2014 dan Tahun 2031 (ton)... 206

Tabel 4. 42 Perubahan Telapak Ekologis dan Biokapasitas Tahun 2014 dan Tahun 2031 ... 209

Tabel 4. 43 Produksi Emisi Gas CO2Di Wilayah Perkotaan Gresik Tahun 2014 dan Tahun 2031 (ton)... 211

Tabel 4. 44 Manipulasi Nilai Faktor Yang Dilakukan Pada Uji Sensitivitas... 213

Tabel 4. 45 Indeks Sensitivitas Hasil Simulasi Uji Sensitivitas... 214

Tabel 4. 46 Uji Skenario Penurunan Emisi Gas CO2Di Wilayah Perkotaan Gresik... 216

Tabel 4. 47 Perubahan Emisi Faktor Setelah TErjadi Efisiensi Energi Pada Jenis Industri ... 220

(16)
(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 8

Gambar 1.2. Orientasi Wilayah Studi ... 9

Gambar 2. 1. Sinergi Mitigasi-Adaptasi dalam perubahan Iklim ... 19

Gambar 2. 2. Komponen dan alur proses perubahan Iklim ... 20

Gambar 2. 3. Kosentrasi CO2 dan Peningkatan Rata-Rata Temperatur Bumi .... 29

Gambar 2. 4. Aktivitas Manusia dan Hubungannya dengan Gas Rumah Kaca... 30

Gambar 2. 5. Proses Perubahan Guna Lahan ... 36

Gambar 2. 6. Kedudukan Konsep Carbon Footprint Dalam Telapak Ekologis .. 49

Gambar 3. 1. Hipotesa Hubungan Antar Variabel Dalam Sistem Model Ecological Deficit Dalam Mengurangi Emisi gas CO2 Dari Hasil Kajian Teori ... 62

Gambar 3. 2. Proses Analisa Sasaran 1... 70

Gambar 3. 3. Contoh Pemberian Kode Pada Transkrip Wawancara ... 71

Gambar 3. 4. Ilustrasi permodelan variabel penduduk pada STELLAv9 ... 73

Gambar 3. 5. Tahapan Analisis Sasaran 2 ... 85

Gambar 3. 6. Tahapan Penelitian ... 87

Gambar 4. 1. Wilayah Administratif dan Penggunaan Lahan Eksisting Wilayah Studi... 93

Gambar 4. 2. Jumlah Penduduk Di Wilayah Perkotaan Gresik Tahun 2006-2012... 100

Gambar 4. 3. Pertumbuhan Kepadatan Penduduk Perkotaan Gresik Tahun 2006–2012 ... 101

Gambar 4. 4. Pertumbuhan Kelahiran Bayi Di Wilayah Perkotaan Gresik Tahun 2008-2012 ... 102

Gambar 4. 5.Pertumbuhan Angka Kematian Di Perkotaan Gresik Tahun 2008-2012 ... 104

Gambar 4. 6. Pertumbuhan Angka Imigrasi Di Perkotaan Gresik Tahun 2008-2012... 105

Gambar 4. 7. Pertumbuhan Angka Emigrasi Di Perkotaan Gresik Tahun 2008-2012 ... 107

Gambar 4. 8. Pertumbuhan Jumlah KK Di Perkotaan Gresik Tahun 2006-2012 ... 108

Gambar 4. 9. Jumlah Rumah Tinggal dan KK Di Perkotaan Gresik Tahun 2012 ... 110

(18)

Gambar 4. 11. Alun-Alun Gresik (A), Hutan Kota Petrokimia (B), Taman Kota

GKB (C) dan Lapangan Olahraga (D) ... 113

Gambar 4. 12. Lahan Pertanian (A), Lahan Kosong (B)... 114

Gambar 4. 13. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2008-2012 ... 114

Gambar 4. 14. Pertumbuhan Jumlah Industri Tahun 2008-2012 ... 115

Gambar 4. 15. Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Roda 4 dan Lebih (unit)... 120

Gambar 4. 16 Grafik Pertumbuhan Sepeda Motor (unit) ... 121

Gambar 4. 17 Grafik Perkembangan Konsumsi Energi Listrik di Perkotaan Gresik... 125

Gambar 4. 18 Perbandingan Prosentase Pembahasan Indikator Oleh Narasumber ... 127

Gambar 4. 19 Keterkaitan Peningkatan jumlah industri terhadap Produksi Emisi Gas CO2... 147

Gambar 4. 20 Keterkaitan Peningkatan Jumlah Industri Terhadap Produksi Emisi Gas CO2... 148

Gambar 4. 21 Keterkaitan faktor Kapasitas Produksi ... 151

Gambar 4. 22 Hipotesa Hubungan Faktor Dalam Kegiatan Perumahan... 152

Gambar 4. 23 Keterkaitan Faktor Jumlah Rumah Tangga terhadap Produksi Emisi gas CO2... 155

Gambar 4. 24 Keterkaitan Faktor Jumlah Rumah Tangga terhadap Produksi Emisi gas CO2... 155

Gambar 4. 25 Keterkaitan Faktor Kegiatan Transportasi terhadap Produksi Emisi gas CO2... 158

Gambar 4. 26 Hipotesa Hubungan Faktor Kependudukan... 159

Gambar 4. 27 Keterkaitan Faktor Jumlah Penduduk terhadap Produksi Emisi gas CO2160 Gambar 4. 28 Hubungan Faktor Penggunaan Lahan dan Serapan Emisi Gas CO2... 161

Gambar 4. 29 Hubungan Faktor Penggunaan Lahan dan Serapan Emisi Gas CO2... 165

Gambar 4.30 Causal Loop Diagram Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Emisi Gas CO2... 168

Gambar 4. 31 Model Utama Hubungan Antar Sub Model yang berpengaruh terhadap pertumbuhan emisi gas CO2di wilayah perkotaan Gresik... 174

Gambar 4. 32 Sub Model Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga... 175

Gambar 4. 33 Sub Model Kegiatan Perumahan ... 178

Gambar 4. 34 Sub Model Kegiatan Industri... 182

Gambar 4. 35 Sub Model Kegiatan Transportasi ... 183

(19)

Gambar 4. 37 Sub Model Energi Status Ekologi ... 185

Gambar 4. 38 Hasil Pengecekan Unit Pada Seluruh Sub Model ... 190

Gambar 4. 39 Verifikasi Struktur Model ... 191

Gambar 4. 40 Hasil Uji Ekstrim Faktor Total Produksi Emisi Gas CO2... 193

Gambar 4. 41 Hasil Uji Ekstrim Faktor Jumlah Penduduk... 193

Gambar 4. 42 Hasil Uji Ekstrim Faktor Total Kapasitas Produksi Indusri Pupuk... 194

Gambar 4. 43 Hasil Uji Ekstrim Faktor Total Kapasitas Produksi Industri Logam ... 194

Gambar 4. 44 Hasil Uji Ekstrim Faktor Total Kapasitas Produksi Industri Kimia... 195

Gambar 4. 45 Hasil Uji Ekstrim Faktor Jumlah Sepeda Motor ... 195

Gambar 4. 46 Hasil Uji Ekstrim Faktor Jumlah Kendaraan Roda 4 ... 196

Gambar 4. 47 Hasil Uji Kondisi Ekstrim Faktor Jumlah Kendaraan Roda 4 Lebih ... 196

Gambar 4. 48 Hasil Simulasi Emisi Sektor Rumah Tangga ... 205

Gambar 4. 49 Simulasi Komposisi Emisi Gas CO2Kegiatan Perumahan... 205

Gambar 4. 50 Hasil Simulasi Produksi Emisi Gas CO2Pada Sub Model Kegiatan Transportasi ... 207

Gambar 4.51 Simulasi Komposisi Produksi Emisi Gas CO2Berdasarkan Jenis Bahan Bakar... 208

Gambar 4. 52 Simulasi Komposisi Produksi Emisi Gas CO2Berdasarkan Jenis Kendaraan ... 208

Gambar 4. 53 Hasil Simulasi Total Produksi Emisi Gas CO2Sektor Industri... 210

Gambar 4. 54 Simulasi Komposisi Emisi Sub Model Kegiatan Industri... 211

Gambar 4. 55 Hasil Simulasi Emisi Sub Model Penggunaan lahan ... 213

Gambar 4. 56 Hasil Simulasi Status Ekologi ... 214

Gambar 4. 57 Hasil Simulasi Komposisi Total Produksi Emisi Gas CO2... 215

Gambar 4. 58 Hasil Simulasi Skenario Pembatasan Jumlah Kendaraan Pribadi Pada Nilai Status Ekologis dan Telapak Ekologis ... 223

Gambar 4. 59 Hasil Simulasi Skenario Mempertahankan 30% Lahan Hijau Pada Nilai Status Ekologis dan Telapak Ekologis ... 224

Gambar 4. 60 Hasil Simulasi Skenario Pembatasan Pertumbuhan dan Efisiensi Energi Industri Pada Nilai Status Ekologis dan Telapak Ekologis ... 226

Gambar 4. 61 Hasil Simulasi Skenario Gabungan Pada Nilai Status Ekologis dan Telapak Ekologis... 227

(20)
(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang terbatas. Penggunaan lahan yang tidak dilakukan secara optimal berdampak pada degradasi lingkungan. Menurut Kodoatie (2010) sumberdaya lahan mempunyai daya dukung yang terbatas baik kuantitas, kualitas dan kontinyuitas untuk mendukung aktivitas diatasnya. Penggunaan lahan yang tidak memperhatikan kaidah lingkungan akan menganggu kelangsungan alam, pencemaran lingkungan, penurunan produktivitas lahan, dan meningkatkan masalah sosial (Widiatmaka, 2007 dan Arsyad, dkk, 2008).

Untuk mengeliminasi kerusakan lingkungan, pembangunan harus memperhatikan daya dukung lingkungan. Pembangunan harus ditempatkan dalam perspektif berkelanjutan (Hadi, 2001) dan menjaga kaidah keseimbangan lingkungan (Soemarwoto, 2004). Dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan maka produksi alam untuk mendukung kelangsungan hidup manusia dapat terjaga. Salah satu implementasi konsep daya dukung lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan adalah melalui pendekatan telapak ekologis (Mc Donald dan Petterson, 2003).

Konsep telapak ekologis merupakan pendekatan perhitungan daya dukung wilayah melalui ukuran keseimbangan konsumsi penduduk terhadap alam dan kemampuan alam dalam menyediakan sumberdaya alam serta menyerap limbah (Wackernagel dan Ress, 1996). Dengan demikian, pendekatan telapak ekologis ditujukan untuk menunjukkan ketergantungan hidup manusia terhadap alam dan kapasitas sumberdaya alam di masa yang akan datang melalui sebuah ukuran keberlanjutan (Constanza, 2000 dan Dirjen PU, 2011).

Daya dukung wilayah dalam konsep telapak ekologis tercermin dalam parameter defisit ekologis. Defisit ekologis merupakan selisih antara konsumsi sumberdaya alam atau produksi limbah buangan yang dihasilkan penduduk (telapak ekologis) dengan kemampuan alam dalam menyediakan sumberdaya

(22)

untuk konsumsi dan menyerap limbah (biokapasitas) dalam satuan lahan global (gha) (Global Footprint Network, 2012). Oleh karena itu ukuran keseimbangan lingkungan suatu wilayah dalam mendukung aktivitas diatasnya dapat diketahui.

Salah satu unsur keseimbangan lingkungan dalam konsep telapak ekologis adalah lahan penyerap gas CO2. Gas CO2merupakan komponen penting dalam isu

penting gas rumah kaca dan dapat mengakibatkan perubahan iklim (Samiaji, 2009 ; Astra, 2010). Meskipun gas ini bersifat mudah larut dalam air dan diserap oleh tanaman namun dalam 100 molekul CO2, hanya 30% yang terarbsorbsi selama satu

dekade dan 60% membutuhkan waktu lebih dari 6 dekade (Godish and Fu, 2003). Selain itu konsentrasi gas CO2meningkat signifikan dari 354,17 ppm pada tahun

1970 menjadi 385 ppm pada tahun 2008 (IPCC, 2007). Peningkatan ini terjadi akibat penggunaan lahan yang tidak seimbang (Widiatmaka, 2007) sehingga melampaui kapasitas lingkungan seperti vegetasi, air dan tanah untuk mengarsobsi gas tersebut (Wilson and Piper, 2010).

Wilayah perkotaan Gresik yaitu Kecamatan Gresik, Kecamatan Manyar, Kecamatan Kebomas dan Kecamatan Duduksampeyan memiliki perubahan penggunaan lahan non terbangun menjadi lahan perumahan dan industri yang drastis. Pada periode tahun 2011-2012 di wilayah perkotaan Gresik sudah terjadi penurunan luas kawasan hijau berupa sawah, tambak dan lahan kering sebesar 1.106,73 ha (BPS, 2012). Pertumbuhan lahan terbangun tersebut menjadikan pencemaran udara dan tingkat emisi gas CO2 di wilayah perkotaan Gresik lebih

besar daripada wilayah kecamatan lain (Ghozali, dkk, 2013).

Hasil penelitian sebelumnya (Ghozali, dkk, 2013) menunjukkan bahwa wilayah perkotaan Gresik menghasilkan gas CO2dari aktivitas rumah tangga dan

transportasi sebesar 1.34 juta ton/tahun atau 50,37 % dari total 2.657.660 ton/tahun gas CO2yang dihasilkan Kabupaten Gresik. Jumlah tersebut belum termasuk emisi

gas CO2 dari kegiatan pertanian yang jumlahnya mencapai 3,89 juta ton/tahun

(BLH, 2012). Jumlah emisi CO2 tersebut lebih besar daripada emisi CH4 yang

berdasarkan data BLH (2012) mencapai 1.1 juta ton/tahun dari kegiatan pertanian dan peternakan yang semakin menurun luasnya. Dengan demikian wilayah perkotaan Gresik ini memiliki andil besar dalam produksi emisi gas CO2 di

(23)

Kondisi ini sebagai dampak dari ketidakseimbangan penggunaan lahan industri dan permukiman yang terus tumbuh disamping lahan kawasan hijau berkurang (Arsyad, dkk 2008). Kegiatan industri dan transportasi merupakan penghasil emisi gas CO2terbesar (Astra, 2010). Pertumbuhan industri di wilayah

perkotaan Gresik tumbuh signifikan. Pada periode 2007-2012 pertumbuhan jumlah industri skala sedang dan besar yang tercatat meningkat dari 242 unit menjadi 260 unit (BPS, 2008-2012). Jumlah tersebut merupakan 49% dari total industri yang ada di Kabupaten Gresik (BPS, 2012).

Selain itu, hasil temuan Ghozali, et all (2013) juga menunjukkan bahwa wilayah perkotaan Gresik sudah mengalami kondisi defisit ekologis emisi gas CO2

pada level minor defisit (minor deficit). Masing-masing wilayah kecamatan di wilayah perkotaan Gresik memiliki defisit lahan penyerap gas CO2 tahun 2012

sebesar 0.26 gha (Kecamatan Gresik), 0.36 gha (Kecamatan Manyar), 0.25 gha (Kecamatan Kebomas) dan 0.31 gha (Kecamatan Duduksampeyan). Dengan demikian penggunaan lahan produksi emisi gas CO2di wilayah perkotaan Gresik

lebih besar daripada lahan penyerap emisi gas CO2.

Masalah tersebut berlangsung dinamis akibat perubahan penggunaan lahan dari lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun yang berakibat pada produksi emisi gas CO2 yang meningkat. Masalah tersebut seharusnya direspon bukan

hanya pada bagaimana mengurangi emisi gas CO2 di atmosfer namun juga

bagaimana mengatur dampak yang tidak bisa dihindari (Wilson dan Piper, 2010). Dinamika keseimbangan lingkugan dalam proporsi penggunaan lahan bagi berbagai keperluan perlu diperhatikan (Soeriatmadja, 1981).

Pada umumnya penelitian tentang gas rumah kaca berfokus pada identifikasi sumber dan faktor emisi, permodelan matematis jumlah produksi emisi gas CO2,

permodelan produksi emisi gas CO2pada masa mendatang, dan permodelan lokasi

berdasarkan tingkat emisi gas CO2. Permodelan dengan pendekatan sistem dalam

penanganan masalah peningkatan gas rumah kaca masih minim dilakukan.

Pendekatan sistem merupakan pendekatan holistik mencari pemecahan masalah dengan mengidentifikasi komponen sistem dalam skema permodelan yang dibuat mirip dengan sistem yang kompleks dan mensimulasikan skenario pemecahan masalah (Purnomo, 2003). Model sistem berguna untuk memahami

(24)

dinamika umpan balik antar komponen dalam sistem dan perubahannya terhadap waktu serta meramal perilaku sistem pada masa mendatang akibat suatu kebijakan (Axela dan Suryani, 2012).

Dengan demikian dalam kaitannya dengan defisit ekologis emisi gas CO2

penggunaan model sistem yang merupakan representasi dari sistem nyata antar faktor keseimbangan emisi gas CO2 yang terdiri dari komponen produksi dan

penyerap emisi gas CO2 di wilayah perkotaan Gresik. Model tersebut dapat

menjelaskan apa dan bagaimana suatu keputusan rasional akan dibuat untuk meminimalkan defisit ekologis akibat emisi gas CO2di wilayah perkotaan Gresik

sehingga dinamika pembangunan dapat selaras dengan lingkungan. Penelitian ini dilakukan untuk mengurangi emisi gas CO2di wilayah perkotaan Gresik melalui

pendekatan telapak ekologis dan pemahaman sistem.

1.2. Rumusan Masalah

Pertumbuhan wilayah perkotaan Gresik mengalami ketidakseimbangan ekologis emisi gas CO2. Pertumbuhan lahan terbangun seperti industri dan

permukiman di wilayah tersebut tinggi. Produksi emisi gas CO2juga turut meningkat

diluar kemampuan ruang terbuka hijau untuk menyerapnya. Kondisi ini tidak diikuti oleh penyediaan lahan terbuka hijau untuk menyerap emisi gas CO2. Wilayah

perkotaan Gresik mengalami kondisi defisit untuk menyerap emisi gas CO2.

Ketidakseimbangan ini dapat berakibat pada masalah pemanasan global.

Sebagai wilayah pertumbuhan lahan terbangun terutama industri dan aktivitas perekonomian yang tinggi maka penggambilan keputusan untuk mengurangi emisi gas CO2 perlu dilakukan secara holistik dalam dinamika

keseimbangan emisi gas CO2yang terdiri dari komponen produksi dan penyerap

emisi gas CO2. Dengan demikian diperlukan pemahaman terhadap sistem

pertumbuhan emisi CO2 di wilayah perkotaan Gresik salah satunya melalui

penggunaan model sistem defisit ekologis. Berdasarkan rumusan masalah tersebut pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah“Bagaimana hubungan antar faktor produksi dan penyerap emisi gas CO2 dalam sistem defisit ekologis emisi gas CO2di wilayah perkotaan Gresik ?”.

(25)

1.3. Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan model sistem defisit ekologis untuk mengurangi emisi gas CO2 di wilayah perkotaan Gresik melalui

pendekatan telapak ekologis. Model sistem yang akan didapatkan ini dapat dijadikan sebagai alat optimasi penggunaan lahan untuk menurunkan emisi gas CO2 di wilayah perkotaan Gresik. Tujuan tersebut dicapai dengan beberapa

capaian sasaran antara lain :

1. Mengidentifikasi faktor keseimbangan emisi gas CO2 di wilayah perkotaan

Gresik berdasarkan pendekatan telapak ekologis.

2. Menganalisis sistem hubungan antar masing-masing faktor keseimbangan emisi gas CO2di wilayah perkotaan Gresik.

3. Menentukan model sistem defisit ekologis untuk mengurangi emisi gas CO2

di wilayah perkotaan Gresik.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian 1.4.1. Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah penelitian ini adalah satuan wilayah pembangunan (SWP) II dalam RTRW Kabupaten Gresik Tahun 2011-2031. SWP II merupakan wilayah perkotaan Gresik yang memiliki karakteristik perkembangan wilayah yang identik yaitu kegiatan perkotaan. Wilayah tersebut terdiri dari Kecamatan Gresik, Kecamatan Kebomas, Kecamatan Manyar, dan Kecamatan Duduksampeyan. Secara Geografis wilayah penelitian terletak pada 70 02’ - 70 12’ LS dan 1120 28’- 1120 40’ dengan luas total adalah ± 217,97 km2 dengan batas-batas seperti pada Gambar 1.2 sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Bungah Sebelah Timur : Selat Madura

Sebelah Selatan : Kota Surabaya, Kecamatan Cerme dan Kecamatan Benjeng Sebelah Barat : Kabupaten Lamongan

1.4.2. Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini mencakup hubungan pertumbuhan produksi emisi gas CO2dan ketersediaan lahan penyerap emisi gas

(26)

CO2 dalam mengurangi karbon defisit di wilayah perkotaan Gresik. Aspek yang

dibahas anatara lain : dinamika sistem emisi gas CO2, aktifitas perkotaan penghasil

emisi gas CO2, perubahan penggunaan lahan, dinamika sistem keseimbangan

lingkungan dan simulasi sistem telapak ekologis emisi gas CO2. Lingkup

pembahasan penelitian ini terbatas pada :

1. Pembahasan pada aspek perumahan, industri dan transportasi sebagai penghasil emisi CO2terbesar.

2. Aspek industri hanya mencakup proses produksi industri yang dominan di wilayah studi yaitu industri logam, kimia, kayu dan pupuk.

3. Ruang analisis hanya pada kontribusi wilayah penelitian terhadap emisi gas CO2dan tidak terkait hubungan ekspor dan impor emisi gas CO2wilayah

lain.

1.4.3. Ruang Lingkup Substansi

Ruang lingkup substansi yang dibahas dalam penelitian ini antara lain teori perkembangan kota, jenis penggunaan lahan, perubahan dan manajemen penggunaan lahan, ruang terbuka hijau, siklus alami gas CO2, aktifitas perkotaan

penghasil emisi gas CO2, kegiatan produksi industri, konsep telapak ekologis

(ecological footprint), dan konsep dasar jejak karbon (carbon footprint).

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah pengembangan penerapan konsep telapak ekologis dengan menggabungkannya kedalam konsep manajemen ekologi perkotaan terkait emisi gas CO2. Selain itu penggunaan model sistem dinamik

dapat memberikan referensi dan kontribusi pengembangan ilmu manajemen pembangunan kota khususnya dalam keseimbangan lingkungan terkait produksi emisi gas CO2di wilayah perkotaan.

1.5.2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah model sistem dinamik yang dihasilkan dapat membantu pengambil keputusan untuk melakukan optimasi lahan

(27)

untuk menurunkan tingkat emisi CO2 di wilayah perkotaan Gresik. Dengan

demikian diharapkan kebijakan pembangunan wilayah perkotaan Gresik dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan terutama dalam hal mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab pembahasan antara lain :

BAB I PENDAHULUAN

Bagian ini membahas latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian serta manfaat penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bagian ini membahas kajian teoritis penggunaan lahan, daya dukung lingkungan, telapak ekologis dasn keseimbangan lingkungan sehingga didapatkan indikator dan variabel yang digunakan dalam penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Bagian ini berisi metode penelitian, pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, metode analisa data, dan tahapan analisis data dan jadwal pelaksanaan penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagian ini berisi gambaran umum wilayah perkotaan Gresik. Pada bab ini juga dipaparkan hasil analisis faktor keseimbangan emisi gas CO2 serta sistem

hubungan masing-masing faktor. Pada bagian akhir dijelaskan hasil model defisit ekologis untuk mengurangi emisi gas CO2di wilayah perkotaan Gresik.

BAB V PENUTUP

Berisi simpulan keseluruhan analisis yang telah dilakukan dalam rangka menjawab tujuan penelitian. Selain itu juga berisi saran dan rekomendasi terkait temuan hasil analisis baik untuk penelitian lanjutan atau untuk pengambilan kebijakan.

(28)

1.7. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut ini.

Pertumbuhan Wilayah Perkotaan Gresik yang Tidak Seimbang

Peningkatan Kegiatan Penggunaan Lahan Yang Semakin Masif

Daya Dukung Lingkungan/ Lahan Serapan CO2 Minim

Emisi Gas CO2 Meningkat

Bagaimana hubungan antar faktor penghasil dan penyerap gas CO2dalam

sistem defisit ekologis emisi gas CO2di wilayah perkotaan Gresik ? Upaya Preventif Dampak

Peningkatan GRK

Identifikasi faktor keseimbangan emisi gas CO2di wilayah perkotaan Gresik berdasarkan

pendekatan telapak ekologis

Pendekatan Telapak Ekologis Pemahaman Masalah Melalui Pendekatan Sistem

Analisis sistem hubungan antar masing-masing faktor keseimbangan emisi gas CO2di

wilayah perkotaan Gresik

Menentukan model sistem defisit ekologis untuk mengurangi emisi gas CO2di

wilayah perkotaan Gresik

Menentukan model sistem defisit ekologis untuk mengurangi emisi gas CO2di wilayah perkotaan Gresik melalui pendekatan telapak ekologis

Minimnya Absorbsi Emisi Gas CO2 Background Question Research Purpose Objectives 1 2 3

Model sistem defisit ekologis untuk mengurangi emisi gas CO2di

wilayah perkotaan Gresik melalui pendekatan telapak ekologis Research Output

Gambar 1. 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

(29)

Gambar 1. 2. Ruang Lingkup Wilayah Studi

Sumber : RTRW Kab. Gresik 2011-2031

(30)
(31)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Perubahan Iklim (Climate Change) 2.1.1. Pengertian Perubahan Iklim

Iklim global sudah mengalami perubahan sejak jutaan tahun yang lalu, dan teridentifikasi oleh suhu rata-rata yang naik turun secara musiman sebagai akibat fluktuasi radiasi matahari atau letusan gunung berapi. Akan tetapi pada masa kini adalah perubahan iklim yang disebabkan bukan hanya oleh peristiwa alam melainkan karena berbagai aktivitas manusia yang mampu meningkatkan produksi gas rumah kaca (Yuniarti, 2009; IPCC, 2007; UNDP 2007). Pernyataan ini didukung juga oleh Hegerl, et al (2007), perubahan iklim terjadi tidak hanya dikarenakan proses internal (dari alam) dan eksternal (dari aktivitas manusia). Perubahan aktivitas manusia yang dimulai dengan revolusi industri turut berpengaruh pada perubahan komposisi atmosfer yang berkontribusi terhadap total variabilitas sistem iklim bumi.

Murdiyarso (2003) juga menyatakan bahwa perubahan iklim adalah perubahan unsur-unsur iklim dalam jangka yang panjang (50-100 tahun) yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. Unsur-unsur iklim yang dimaksud ialah seperti suhu udara dan curah hujan yang dikendalikan oleh keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Perubahan iklim terjadi secara berangsur-angsur dan cenderung tidak pulih (irreversible) ke kondisi semula.

Adapun definisi perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan sistribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia (Kementrian Lingkungan Hidup, 2001). IPCC (2007) mendefinisikan perubahan iklim merujuk pada variasi rata-rata kondisi iklim suatu tempat atau pada variabilitas yang nyata dan dalam jangka waktu yang panjang. Sehingga dapat diperjalas bahwa perubahan iklim mungkin karena proses alam internal maupun ada kekuatan eksternal, atau ulah manusia yang terus menerus merubah komposisi atmosfir dan tata guna lahan. Berdasarkan

(32)

BMKG (2011), perubahan iklim merupakan perubahan baik pola maupun intensitas unsur iklim pada periode waktu yang dapat dibandingkan (biasanya terhadap rata-rata 30 tahun). Perubahan iklim merupakan perubahan pada komponen iklim yaitu suhu, curah hujan, kelembagaan, evaporasi, arah dan kecepatan angin dan per-awan-an.

Dari bebrapa definisi di atas, maka perubahan iklim adalah terjadinya perubahan pada unsur-unsur iklim yang teridentifikasi dari suhu, curah hujan, kelembagaan, evaporasi, arah dan kecepatan angin dan perawanan dan terjadi dalam jangka waktu yang panjang dikarenakan peristiwa alam dan aktivitas manusia sehingga membawa dampak yang luas terhadap kehidupan manusia.

Menurut (Houghton,2011), perubahan iklim terjadi sebagai akibat dari perubahan unsur internal dalam sistem iklim dan faktor eksternal (baik alami maupun antropogenik). Di sisi lain UNDP (2007) menjelakan penyebab perubahan iklim, yaitu :

a. Peningkatan gas rumah kaca

Perubahan iklim terutama terjadi melalui produksi gas rumah kaca. Gas tersebut memungkinkan matahari menembus atmosfer bumi sehingga menghangatkan bumi, serta gas rumah kaca mencegah pemantulan kembali sebagian udara panas ke ruang angka. Sehingga akibatnya bumi dan atmosfer perlahan-lahan memanas. Gas rumah kaca utama yang terus meningkat adalah gas CO2. Gas CO2 adalah salah satu gas yang secara alamiah keluar ketika

manusia menghembuskan napas, pembakaran batu bara atau kayu atau dari penggunaan kendaraan berbahan bakar bensin dan solar. Sebagaian karbon dioksida dapat diserap kembali oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis. Akan tetapi kecepatan menghasilkan karbon dioksida lebih cepat dari kemampuan penyerapannya oleh tumbuhan.

b. Berkurangnya lahan yang dapat menyerap karbon dioksida

Terjadinya penggundulan hutan dan perusakan lahan rawa, mengakibatkan kehilangan tanaman dan pohon yang dapat menyerap karbon dioksida. Disamping itu, dengan terbakarnya pohon dan vegetasi atau dengan mengeringnya gambut di daerah rawa juga menghasilkan karbon dioksida.

(33)

Dengan meningkatnya emisi dan berkurangnya penyerapan, tingkat gas rumah kaca di atmosfer kini menjadi lebih tinggi.

c. Aktivitas Manusia

Kemajuan pesat pembangunan ekonomi kita memberikan dampak yang serius terhadap iklim dunia, antara lain lewat pembakaran secara besar-besaran batu bara, minyak, dan kayu, serta pembabatan hutan, serta meningkatnya konsumsi bahan bakar fosil sejak revolusi industri pada pertengahan 1880-an. Aktivitas ini semakin mengakumulasikan peningkatan emisi GRK yang dihasilkan dari aktivitas manusia.

d. El nino dan La Nina

Salah satu pengaruh utama iklim di Indonesia adalah el ni no-southern

oscillation yang setiap beberapa tahun memicu berbagai peristiwa cuaca

ekstrem kita. El ni no berkaitan dengan berbagai perubahan arus laut di Samudera Pasifik yang menyebabkan air laut menjadi luar biasa hangat. Kejadian sebaliknya, arus menjadi amat dingin, yang disebut la ni na. Yang terkait dengan peristiwa ini adalah osilasi selatan (Southern Oscillation) yaitu perubahan tekanan atmosfer di belahan dunia sebelah selatan. Perpaduan seluruh fenomena inilah yang dinamakan el ni no-southern oscillation atau disingkat ENSO. Pada saat terjadi el ni no biasanya lebih sering mengalami kemarau dan sebaliknya. ENSO ini adalah juga salah satu faktor utama meningkatnya kekerapan kebakaran besar hutan dan terbentuknya kabut asap di atmosfer.

Pendapat diatas senada dengan pernyataan The Royal Society (2013) bahwa aktivitas manusia juga mengubah keseimbangan energi bumi melalui yang berujung pada pemasan global dan perubahan iklim, misalnya:

 Perubahan penggunaan lahan yakni perubahan cara orang menggunakan tanah. Sebagai contoh hutan, peternakan, atau kota dapat menyebabkan pemanasan dan pendinginan efek lokal dengan mengubah reflektifitas permukaan bumi (mempengaruhi berapa banyak sinar matahari dikirim kembali ke ruang angkasa) dan dengan mengubah cara membasahi daerah ini.

 Emisi polutan (selain gas rumah kaca). Beberapa proses industri dan pertanian memancarkan polutan yang menghasilkan aerosol (tetesan kecil atau partikel

(34)

di atmosfer). Kebanyakan aerosol mendinginkan bumi dengan merefleksikan sinar matahari kembali ke angkasa. Beberapa aerosol juga mempengaruhi pembentukan awan, yang dapat memiliki pemanasan atau efek pendinginan tergantung pada jenis dan lokasi. Partikel karbon hitam dihasilkan ketika bahan bakar fosil atau vegetasi yang terbakar, umumnya memiliki efek pemanasan karena mereka menyerap radiasi matahari yang masuk.

Pernyataan dari UNDP (2007) juga didukung oleh UNFCC (2011) dan IPCC (2007) bahwa meningkatnya pembakaran bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan terus menerus menghasilkan jumlah gas rumah kaca ke atmosfer bumi. Gas rumah kaca ini termasuk karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan

nitrogen dioksida (NO2), dan peningkatan gas-gas ini telah menyebabkan

peningkatan jumlah panas dari matahari yang ditahan di atmosfer bumi, panas yang biasanya akan diradiasikan kembali ke angkasa. Sehingga setiap kenaikan jumlah gas-gas rumah kaca di atmosfer bermakna makin berkurangnya panas yang terbuang ke angkasa dan suhu global meningkat–sebuah efek yang dikenal dengan nama ‘pemanasan global’. Karakteristik utama dari perubahan iklim adalah peningkatan suhu rata-rata global (global warming).

Disamping itu, berdasarkan hasil Report IPCC (2007), dijelaskan pula mengenai faktor alami yang menyebabkan perubahan iklim meliputi :

1. Faktor dari alam yang utama adalah perubahan dalam aktivitas matahari. Suhu bumi ditentukan oleh keseimbangan energi yang datang dari matahari dalam bentuk radiasi yang terlihat (cahaya matahari). Perubahan keluaran energi matahari dan orbit bumi mengelilingi matahari berpengaruh terhadap iklim bumi.

2. Yang kedua adalah letusan gunung berapi. Letusan gunung berapi yang besar mampu mempengaruhi perubahan iklim karena mengubah faksi radiasi matahari yang terpantulkan. Materi dalam letusan gunung berapi yang dahsyat bisa terlontar sampai di atas awan dan mencapai stratisfer, dimana mereka bisa secara signifikan meningkatkan jumlah energi matahari yang terpantulkan. Letusan besar dari gunung berapi mampu mengurangi rata-rata suhu permukaan global sampai sekita 0,5oC selama berbulan-bulan.

(35)

3. Awan bisa mempengaruhi jumlah radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi. Awan terbentuk dari uap air dan bervariasi dalam ketinggian mereka di atmosfer dan ktebalan. Awan tinggi seperti awan cirrus cenderung menghangatkan iklim karena mereka bisa menyerap radiasi inframerah (panas) dari permukaan Bumi. Awan rendah seperti cumulous cenderung mendinginkan iklim karena mereka bisa memantulkan energi matahari yang datang.

Namun dari faktor faktor yang telah dijabarkan dari masing-masing pakar, fenomena alam seperti perubahan aktivitas matahari dan terjadinya letusan gunung berapi yang sangat besar jarang terjadi dalam beberapa dekade terakhir. Justru aktivitas manusia menjadi unsur penting penting yang mempengaruhi perubahan iklim. Karena dalam hal ini, setiap kegiatan manusia berhubungan erat dengan tingkat emisinya. Gas rumah kaca (GRK) yang teruk menerus bertambah akan menggangu sistem iklim bumi.

Dampak dari perubahan iklim dapat dirasakan diberbagai organisasi ekologi mulai dari organisme hingga ekosistem. Bebrapa dampak perubahan iklim yakni kenaikan suhu udara dan muka air laut. Kondisi ini akan diperburuk apabila kemampuan ekosistem atau masyarakat untuk beradaptasi dengan perubahan iklim rendah. (Murdiyarso, 2003). Dampak fisik lainnya dari perubahan iklim terhadap sistem geofisika termasuk banjir, kekeringan, dan kenaikan permukaan air laut (IPCC, 2014; Girvetz EH, et al, 2009).

Adapun dampak perubahan iklim dalam pengembangan pembangunan adalah sebagi berikut (OECD, 2009):

 Kenaikan permukaan air laut akan mempengaruhi daerah pesisir dan pulau pulau kecil. Sehingga pembangunan wilayah pesisir dan manajemennya harus memperhitungkan dan merencanakan dampak tersebut.

 Perubahan cuaca yang mempengaruhi tenaga air sebagai sumber energi dibeberapa wilayah.

Pada umumnya, perubahan iklim juga memeiliki dampak terhadap masyarakat miskin dengan mempengaruhi (UNDP, 2007):

(36)

 Mata pencaharian masayarakat ketika mereka bergantung kepada hutan, air dan shelter,

 Kerentanan populasi terhadap perubahan kondisi lingkungan (hilangnya aset, permukiman rentan, masalah kesehatan),

 Kesehatan masyarakat,

 Pembangunan ekonomi, kerugian produktivitas pertanian dan perikanan karena perubahan iklim.

Cepatnya perubahan iklim yang terjadi dikarenakan peningkatan suhu global, reaksi internasonal tertuju pada dua kebijakan yakni mitigasi (pengurangan akumulasi gas-gas rumah kaca) dan adaptasi (pengurangan kerentanan masyarakat dan ekosistem terhadap perubahan iklim) (UNFHCC, 2011; Locatelli et al, 2009; Houghton, 2011). Penilaian ahli dari pemahaman ilmiah terbaru mengenai perubahan iklim dipandang sebagai sesuatu yang penting untu membuat keputusan efektif sebagai tindakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim (Good et al, 2011).

Dari paparan beberapa teori perubahan iklim diatas, pendapat Yuniarti (2009), IPCC (2007) dan UNDP (2007) yang menyatakan bahwa aktivitas manusia meningkatkan produksi gas rumah kaca terutama gas CO2yang merupakan unsur

utama dalam perubahan iklim. Pernyataan ini juga senada dengan Murdiyarso (2003) dan Heger (2009) dengan menspesifikkan kegiatan industri sebagai pengaruh utama dari kegiatan manusia dalam perubahan iklim. Senada dengan pendapat pakar-pakar sebelumnya IPCC (2007) dan Houghton (2011) juga menambahkan faktor penggunaan lahan dalam perubahan iklim. Hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas manusia yang semakin intensif sehingga terjadi perubahan dan pemanfaatan lahan yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. Ringkasan diskusi pendapat pakar diatas dapat disajikan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2. 1. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Peruahan Iklim

Faktor Hegerl (2009) Yuniarti (2009) Murdiyarso (2003) IPCC (2007) Houghton (2011) UNDP (2007) The Royal Society (2013) Produksi emisi gas

CO2

(37)

Faktor Hegerl (2009) Yuniarti (2009) Murdiyarso (2003) IPCC (2007) Houghton (2011) UNDP (2007) The Royal Society (2013) Aktivitas Industri v v v v v v Perubahan lahan hijau menjadi terbangun v v v Kegiatan Pertanian v Penggunaan bahan bakar v v v v v Daya serap vegetasi v v Aktivitas gunung berapi v v Aktivitas matahari v Kondisi awan v

Sumber : Hasil Pustaka, 2014

Penelitian ini merupakan penelitian perubahan iklim yang berfokus pada keseimbangan emisi gas CO2dan kemampuan alam dalam menyerap emisi tersebut.

Oleh karena itu faktor yang diungkapkan oleh para pakar merujuk pada sebuah konsensus bahwa faktor kegiatan manusia memberikan andil yang sangat besar dalam perubahan iklim dengan produksi emisi gas CO2terutama aktivitas konsumsi

energi, industri pengolahan dan perubahan lahan hijau. Meskipun IPCC (2007) mengemukakan bahwa aktivitas natural alam juga memberikan pengaruh namun IPCC juga berpendapat bahwa aktivitas manusia merupakan sumber emisi terbesar dan mempercepat pemanasan global. Dengan demikian didapatkan beberapa indikator penelitian dari kajian perubahan iklim antara lain :

1. Peningkatan gas rumah kaca terutama CO2

2. Kegiatan industri

3. Berkurangnya lahan hijau yang dapat menyerap gas CO2

4. Meningkatnya konsumsi bahan bakar fosil

(38)

2.1.2. Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim

Mitigasi perubahan iklim adalah upaya pengurangan emisi gas rumah kaca untuk memperlambat terjadinya perubahan iklim dan akhirnya mampu menghentikan perubahan iklim, serta menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat yang tidak berbahaya terhadap sistem iklim (Houghton, 2011).

Mitigasi adalah usaha menekan penyebab perubahan iklim, seperti gas rumah kaca dan lainnya agar resiko terjadinya perubahan iklim dapat diminimalisir atau dicegah. Upaya mitigasi dalam bidang energi di Indonesia, misalnya dapat dilakukan dengan cara melakukan efisiensi dan konservasi energi, mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan, seperti biofuels, energi matahari, energi angin dan energi panas bumi, efisiensi penggunaan energi minyak bumi melalui pengurangan subsidi dan mengoptimalkan energi pengganti minyak bumi, dan penggunaan energi nuklir. Berdasarkan BMKG (2011), Tindakan mitigasi adalah upaya utuk mengatasi penyebab perubahan iklim melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi atau meningkatkan penyerapan GRK dari berbagai sumber emisi. Dalam hal ini upaya perubahan dilakukan pada sumber penyebab pemanasan global.

Sekalipun dengan upaya-upaya mitigasi yang kuat, iklim enantiasa berubah. Oleh karena itu, manusia harus bersiap untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan ini untuk menyesuaikan dengan sistem alam sehingga masyarakat lebih tahan dan dapat mengatasi pengaruh berbahaya dari perubahan iklim (Wilshon dan Pipier, 2009).

Adaptasi adalah proses di mana masyarakat membuat diri mereka lebih mampu mengatasi tantangan perubahan iklim yang tidak pasti, mendindari bahaya ataupun memanfaatkan peluang yang menguntungkan. Beradaptasi terhadap perubahan iklim memerlukan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi efek negatif dari perubahan iklim (atau memanfaatkan yang positif) dengan membuat penyesuaian dan perubahan yang sesuai. (IPCC,2014; UNFCC 2011). Perdapat tersebut juga didukung oleh Murdiyarso (2001), adaptasi terhadap perubahan iklim adalah salah satu cara penyesuaian yang dilakukan secara spontan maupun terencana untuk memberikan reaksi terhadap perubahan iklim. Sehingga dalam arti lain, adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan strategi yang

(39)

diperlukan untuk meringankan usaha mitigasi dalam menghadapi dampak perubahan iklim.

Di sisi lain Yuniartanti (2012) menyatakan bahwa adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan bentuk mitigasi dengan mempertahankan keputusan untuk tetap tinggal di kawasan yang terkena dampak, akan tetapi keputusan tersebut diikuti upaya preventif dan juga minimalisasi dampak perubahan iklim. Definisi lain juga menyatakan bahwa adaptasi adalah pendekatan strategi respon yang penting dalam upaya meminimalkan bahaya akibat perubahan iklim. Adaptasi berperan dalam mengurangi dampak yang segera muncul akibat perubahan iklim yang tidak dapat dilakukan oleh mitigasi (Setiawan, 2010).

Konsentrasi gas rumah kaca

Perubahan iklim

Dampak

Respon

Mitigasi Adaptasi

Gambar 2. 1. Sinergi Mitigasi-Adaptasi dalam perubahan Iklim

Sumber : Center of Forestry International Research (CIFOR, 2014 (www.cifor.org)

Secara umum mitigasi dilakukan dengan tujuan mengatasi penyebab perubahan iklim melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi atau meningkatkan penyerapan GRK dari berbagai sumber emisi (Wilshon and Pipier, 2009). Sedangkan langkah langkah adaptasi dilakukan dengan asumsi bahwa perubahan iklim yang terjadi sudah tidak dapat dielakkan karena sudah, sedang dan akan terjadi, sehingga diperlukan perubahan pola dan tingkah laku manusia untuk penyesuaiannya. Apabila langkah adaptasi dilakukan dengan benar maka akan dapat mengurangi dampak risiko perubahan iklim dan dapat mengambil langkah optimal dengan memanfaatkan informasi iklim. (BMKG, 2011 dan CIFOR, 2014).

(40)

Adapun skema keterkaitan antara adaptasi, mitigasi dan perubahan iklim yang dipublikasikan oleh BMKG (2011) mendukung substasi yang terkandung pada Gambar 2.2.

Dalam pelaksanaanya, negara-negara berkembang memiliki keterbatasan kapasitas dalam menjalankan adaptasi dan mitigasi. Keterbatasan mencakup

kapasitas manusia dan sumberdaya keuangan.Hasil dari lokakarya dan pertemuan

UNFCCC (2011), menekankan bahwa pendekatan adaptasi yang paling efektif untuk negara-negara berkembang adalah mengatasi berbagai tekanan dan faktor lingkungan. Strategi dan program yang berhasil perlu untuk menghubungkan dengan upaya terkoordinasi yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan, meningkatkan ketahanan pangan dan ketersediaan air, memerangi degradasi lahan dan mengurangi hilangnya keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem, serta meningkatkan kapasitas adaptasi. Terlebih lagi, untuk mensukseskan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi, pemerintah serta lembaga non-pemerintah harus mengintegrasikan perubahan iklim dalam perencanaan dan pengganggaran pada semua tingkat pengambilan keputusan di suatu wilayah.

Gas Rumah Kaca

Perubahan Energi

Pemanasan Global

Perubahan Siklus Air

Perubahan Iklim

* Kelembaban * Angin * Tutupan Awan * Hujan

* Suhu * Penguapan

Dampak Non Fisik

* Sumber Energi * Malaria * Rusaknya Infrastruktur * OPT * Transportasi Terganggu * Sumber Air * Pariwisata Terganggu * DBD

RESPON Mitigasi

Adaptasi * Kebakaran hutan * Longsor

* Kekeringan * Banjir

* Kenaikan muka air laut * Siklon * Putting beliung

Dampak Fisik

Gambar 2. 2. Komponen dan alur proses perubahan Iklim

(41)

Ada banyak bentuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Bentuk mitigasi dan adaptasi menurut Houghton (2011) sebagai berikut:

1. Ada efisiensi energi. Sangat sekitar sepertiga dari energi yang digunakan dalam bangunan (rumah tangga dan komersial), sepertiga dalam transportasi dan sepertiga oleh industri. Penghematan besar dapat dibuat dalam tiga sektor, banyak dengan penghematan yang signifikan dalam biaya. Tetapi untuk mencapai penghematan ini dalam praktek akan membutuhkan dorongan yang tepat dan insentif dari pemerintah pusat dan daerah dan banyak tekad dari masyarakat.

2. Ada kemungkinan penyerapan karbon bawah tanah, misalnya, dalam minyak dan ladang gas menghabiskan atau dalam formasi batuan yang cocok.

3. Berbagai sumber-sumber non-bahan bakar fosil energi yang tersedia untuk pengembangan dan eksploitasi, misalnya, biomassa (termasuk limbah), tenaga surya, tenaga air, angin, gelombang, pasang surut, energi panas bumi dan nuklir.

4. Penyediaan bisa menjaga keberlanjutan masyarakat pedesaan dan membantu untuk membendung migrasi berkembang ke kota-kota besar

5. Deforestasi terutama di daerah tropis, yang saat ini menyumbang sekitar 20% dari emisi karbon dioksida, perlu dihentikan di awal periode.

Menurut Wilson and Pipier (2010) menyampaikan bahwa bentuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim lebih ditekankan pada usaha penghijauan antara lain adalah :

1. Perbaikan sistem manajemen termasuk pengendalian deforestasi, reboisasi dan penghijauan.

2. Promosi agroforestri untuk meningkatkan produk dan jasa Pengembangan / perbaikan rencana pengelolaan kebakaran hutan nasional

3. Perbaikan penyimpanan karbon di hutan.

4. Penciptaan taman / reservasi, kawasan lindung dan koridor keanekaragaman hayati.

5. Identifikasi / pengembangan spesies yang resistan terhadap perubahan iklim. 6. Lebih baik penilaian kerentanan ekosistem .

(42)

7. Pemantauan keanekaragaman hayati.

8. Pengembangan dan pemeliharaan bank bibit .

9. Melibatkan faktor sosial ekonomi dalam kebijakan manajemen penggunaan lahan.

Pendapat yang sejalan dengan beberapa pakar sebelumnya juga diungkapkan oleh (Franchetti dan Apul, 2013) dimana menurutnya mitigasi dan adaptasi diawali dengan mengukur emisi CO2 yang dihasilkan. Beberapa langkah mitigasi dan

adaptasi tersebut antara lain :

1. Identifikasi sumber penting emisi dan memprioritaskan bidang pengurangan emisi dan meningkatkan efisiensi energi.

2. Adaptasi dengan mengurangi emisi gas rumah kaca dan ketergantungan organisasi pada energi dan bahan bakar fosil.

3. Meningkatkan daya saing bisnis melalui pengurangan biaya energi dan penggunaan dioptimalkan bahan baku.

4. Mengurangi polusi melalui pengurangan penggunaan energi, dan penerapan sumber energi bersih dan terbarukan.

(43)

Tabel 2. 2. Bentuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Faktor Houghton (2011) UNFCCC (2011) BMKG (2014) CIFOR (2014) Yuniartanti (2012) Murdiyarso (2001) Setiawan (2010) Wilson and Pipier (2010) Franchetti dan Apul (2013) Menurunkan produksi emisi GRK v v v v v v v Efisiensi Energi v v v v v v Peningkatan penghijauan v v Penggunaan Energi Terbaharukan v v Pengendalian deforestasi v v Pengembangan spesies yang rentan v Pembibitan tanaman v

(44)
(45)

Dari penjelasan sebelumnya dapat diketahui bahwa terdapat sebuah konsensus mengenai definisi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Mitigasi adalah upaya mengurangi dampak perubahan iklim sedangkan adaptasi adalah usaha untuk menyesuakan dengan perubahan iklim. Beberapa pakar mengemukakan pendapat tentang bentuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Pendapat para pakar tersebut seperti pada Tabel 2.2 diketahui merujuk pada sebuah konsensus bahwa efisiensi energi dan identifikasi kosentrasi gas rumah kaca di atmosfer sebagai bentuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang utama. Meskipun Wilshon dan Pipier (2010) mengemukakan bahawa perlu sebuah perhatian terhadap mahluk hidup lain seperti flora dan fauna namun pendaapat tersebut dapat disederhanakan dalam optimalisasi lahan penyerap karbon seperti yang diungkapkan oleh Houghton (2011).

Penelitian ini memiliki fokus pada emisi CO2sehingga identifikasi kosentrasi

gas rumah kaca diatmosfer yang dipakai adalah gas CO2. Pada lingkup efisiensi

energi seharusnya perlu dilakukan identifikasi terhadap pola konsumsi energi terlebih dahulu sebelum adptasi efisiensi energi dapat dilakukan. Dengan demikian indikator yang didapat dari kajian pustaka mitigasi dan adaptassi perubahan iklim antara lain :

1. Identifikasi produksi emisi gas CO2

2. Luas lahan hijau atau penyerapan karbon

3. Identifikasi penggunaan energi terutama energi fosil

2.1.3. Emisi Gas CO2

2.1.3.1. Pertumbuhan Alami Gas CO2

Penambahan lebih banyak CO2 terakhir mendekati 400 ppm sekitar 3 sampai 5 juta tahun yang lalu, suatu periode ketika suhu permukaan rata-rata global diperkirakan telah sekitar 2 sampai 3.5° C lebih tinggi dari pada periode pra-industri. Pada 50 juta tahun yang lalu, CO2 ke atmosfer akan menyebabkan suhu

permukaan terus meningkat. Sebagai konsentrasi atmosfer dari kenaikan CO2,

penambahan CO2ekstra menjadi semakin kurang efektif dalam menangkap energi

(46)

Udara yang normal mengandung gas yang terdiri dari 78% nitrogen; 20% oksigen; 0,93% argon; 0,03% (300 ppm) karbondioksida, dan sisanya terdiri dari neon, helium, metan dan hidrogen. Komposisi ini dapat mendukung kehidupan manusia. Karbondioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida. gas rumah kaca

(GRK) yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca (ERK) (Gratinah, 2009). Pada dasarnya efek rumah kaca berguna bagi mahluk hidup di bumi (Dwiyatmo, 2007). Efek rumah kaca yang salah satunya dihasilkan oleh gas karbon dioksida. Karbondioksida merupakan gas rumah kaca yang paling dominan yang terjadi secara alamiah dan sangat berperan dalam sistem biologis dunia. Jika tidak ada gas rumah kaca, suhu di bumi rata-rata hanya -18 - 20°C (Dwiyatmo, 2007). Tanpa efek rumah kaca bumi tidak akan layak untuk kehidupan mahluk hidup karena terlalu dingin, namun efek rumah kaca yang berlebihan dapat menjadikan bumi terlalu panas untuk ditinggali (Gratinah, 2009 ; Dwiyatmo, 2007).

Menurut Cato (2010)karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang menyerap

energi yang berasal dari permukaan bumi. Ketika molekul melepaskan karbon dioksida energi itu, energi tersebut tidak dapat pergi ke ruang angkasa, sehingga akan teradiasi kembali ke bawah, yang akan mengakibatkan pemanasan tambahan pada bumi. Jika karbon dioksida yang bertindak sendiri, kenaikan suhu permukaan pada abad ini diperkirakan akan menjadi 10F lebih sedikit (Cato, 2010).

Pada tahun 2005, konsentrasi CO2 di atmosfer adalah 379 ppm, dan

peningkatan suhu bumi adalah 0 74 ° C di atas tingkat praindustri (IPCC, 2007). Kondisi ini meningkat pada bulan September 2011, konsentrasi CO2 di atmosfer adalah 389,00 bagian per juta (ppm), naik dari 384,79 ppm dan 386,80 ppm di September 2009 dan 2010, masing-masing. Kosentrasi tersebut meningkat sangat signifikan jika dibandingkan pra industri yang hanya sebesar 275 ppm (Franchetti dan Apul, 2013). Peningkatan tersebut sekitar 2 ppm setiap tahun, dan bagaimana ilmu terbaru menunjukkan bahwa diperlukan setidaknya 350 ppm untuk mencapai aman dan relatif stabil planet Bumi (Franchetti dan Apul, 2013). Selain itu suhu rata-rata global naik sebesar 0,74° C. Menurut para ilmuwan, ini adalah yang terbesar dan tercepat tren pemanasan yang mereka telah mampu membedakan dalam sejarah Bumi (UNFCCC, 2011).

(47)

Di alam, CO2 dipertukarkan terus menerus antara atmosfer, tumbuhan dan

hewan melalui fotosintesis, respirasi, dan dekomposisi, dan antara atmosfer dan laut melalui pertukaran gas (The Royal Society 2013). Jumlah yang sangat kecil CO2

(sekitar 1% dari tingkat emisi dari pembakaran bahan bakar fosil) juga dipancarkan dalam letusan gunung berapi yang diimbangi oleh jumlah yang setara yang dikeluarkan oleh pelapukan kimia batu (The Royal Society, 2013).

Aliran karbon dari atmosfir ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu pengikatan CO2ke atmosfer merupakan melalui proses dekomposisi dan

pembakaran dan penyerapan CO2oleh tanaman (Gratimah, 2009). Secara alamiah

karbon berada diatmosfer bumi berasal dari emisi gunung berapi dan aktivitas mikroba di tanah (perombakan bahan organik) dan respirasi tumbuhan serta hasil pernapasan manusia (Gratimah, 2009).

Manusia sebagai makhluk hidup juga menghasilkan gas CO2. Rataan manusia

bernapas dalam keadaan sehat dan tidak banyak bergerak sebanyak 12 - 18 kali permenit yang banyaknya sekitar 500 ml udara pada setiap tarikan napas. Jadi manusia membutuhkan sebanyak 6 –9 liter udara dalam 1 menit atau 360 – 540 liter dalam 1 jam. Jumlah gas CO2 dihasilkan dari pernapasan manusia dalam 1 jam sebanyak 39,6 gr CO2 (Dahlan, 2007).

Senada dengan pendapat para pakar diatas, Janzen (2004) mengemukakan bahwa pelepasan alami karbon ke atmosfer dapat dilakukan dengan berbagai cara :

1. Melalui pernafasa pada tumbuhan, hewan dan manusia.

2. Melalui pembusukan hewan dan tumbuhan akibat proses penguraian oleh bakteri jika tersedia oksigen

3. Melalui pembakaran material organik yang menghasilkan karbon dioksida. 4. Melalui pelepasan karbon dioksida terlarut dalam air laut pada kondisi laut

hangat.

5. Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi.

Dari penjelasan pakar diatas dapat diketahui berdasarkan pendapat Dwiyatmo (2007), Gratinah (2009), Cato (2010), Francetti dan Apul (2013) bahwa gas rumah kaca bermanfaat bagi kelangsungan hidup di bumi. Gas rumah kaca tersebut diperlukan untuk menghangatkan suhu bumi yang jika tidak ada GRK akan sangat dingin terutama yang berperan tersebut adalah gas CO2. Jika kosentrasi gas CO2

(48)

sangat besar dapat menjadikan bumi panas. Secara alami CO2 dihasilkan dari

beberapa proses alam seperti dekomposisi dan pembakaran dan penyerapan CO2

oleh tanaman, aktivitas gunung berapi, serta aktivitas pernapasan mahluk hidup seperti yang diungkapkan oleh The Royal Society (2013), Jansen (2004), Gratinah (2009). Meskipun demikian aktivitas manusia sangat dominan dalam meningkatkan efek pemanasan global (Cato, 2010). Dengan demikian produksi gas CO2 secara

alami tidak dimasukkan dalam analisa penelitian ini.

2.1.3.2. Pertumbuhan Emisi Gas CO2Akibat Aktifitas Perkotaan

Pemanasan global adalah peningkatan suhu rata-rata udara di permukaan bumi dan lautan yang teridentifikasi sejak pertengahan abad kedua puluh dan diproyeksikan akan terus berlanjut (UNFCCC, 2011). Dengan meningkatnya kosentrasi gas rumah kaca terutama gas CO2 di atmosfer maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan permukaan bumi untuk diserap di atmosfer yang mengakibatkan suhu permukaan bumi meningkat (Dwiyatmo, 2007). Gas rumah kaca terutama gas CO2 menyebabkan pemanasan global, dan pemanasan global menyebabkan perubahan iklim, yang kemudian menyebabkan perubahan global (Bala and Hosain, 2012). Pemanasan global mengacu pada peningkatan suhu permukaan bumi. Perubahan iklim mengacu pada perubahan iklim bumi karena ini suhu meningkat. Perubahan ini termasuk, antara lain, perubahan pola curah hujan, ketersediaan air tawar, gletser dan es laut jumlah, kesehatan ekosistem, dan keanekaragaman hayati (Wilson and Pipier, 2009). Perubahan global adalah istilah yang paling mencakup dan mengacu pada perubahan global dari segala macam, beberapa di antaranya akibat perubahan iklim (misalnya, permukaan air laut, pH laut, keanekaragaman hayati) dan lain-lain untuk efek seperti populasi, globalisasi, ekonomi, dan polusi(Franchetti and Apul, 2013). Menurut IPCC (2007) konsentrasi gas CO2 di atmosfer merupakan yang paling dominan yaitu sebesar 76,7% yang terdiri dari penggunaan bahan bakar fosil (56,6%), penggundulan hutan dan perubahan lahan hijau (17,3 %) serta kegiatan lain (2,6%). Terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan gas CO2 dan suhu bumi seperti pada Gambar 2.Co2 telah meningkat sebesar 40% hanya dalam 200 tahun terakhir, kontribusi perubahan kegiatan manusia terhadap konsumsi

(49)

energi sejauh ini telah mengahangatkan bumi sekitar 0,8 ° C (1.4 ° F). Jika kenaikan CO2terus dibiarkan terjadi, maka bumi akan menjadi planet yang tidak layak untuk

ditinggali. (The Royal Society, 2013)

Sejalan dengan pendapat IPCC (2007) bahwa konsentrasi CO2 di atmosfer dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan disebabkan sebagian besar oleh aktivitas manusia (antropogenik) dimana dipengaruhi oleh faktor pembakaran bahan bakar fosil meliputi gas dan bahan bakar untuk kendaraan bermotor, konsumsi listrik, industri dan kekuatan tanaman (Suwari dan Rozari, 2012).

Aktivitas manusia yang tergantung pada pembakaran bahan bakar fosil dapat mengakibatkan meningkatnya pemanasan global (American Institute of Physics, 2011). Ada hubungan antara konsentrasi CO2di atmosfer dan suhu.Jika tidak ada

gas rumah kaca terutama karbon dioksida, suhu di bumi rata-rata hanya -18°C. Suhu ini terlalu rendah bagi sebagian besar mahluk hidup, termasuk manusia, tetapi dengan adanya efek rumah kaca suhu rata-rata di bumi 33olebih tinggi menjadi 15o (Gratimah, 2009).

Gambar 2. 3. Konsentrasi CO2dan Rata-Rata Temperatur Bumi Sumber:The Royal Society, 2013

Seperti pada Gambar 2.2, berdasarkan statistik IPCC menunjukan dua periode yang berbeda dari pemanasan yaitu dari tahun 1910 sampai 1945 dan sekitar tahun 1975 sampai tahun 1998 (Cato, 2010). Keduaa periode tersebut

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dapat di tarik kesimpulan bahwa: Deskripsi kemampuan pemecahan

Dari hasil wawancara disimpulkan bahwa kriteria dalam aplikasi yang baik menurut responden adalah mudah dipahami, mudah digunakan ( user friendly ), desain atau tampilan

dari tempat itu, Dia melihat seorang petugas pemerintah sedang duduk di kantornya. Pekerjaan orang itu adalah * 2:10 Anak Manusia Waktu Yesus tinggal di dunia, Dia sering

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian ”Perbandingan kadar prolaktin berdasarkan jenis kelamin pada pasien skizofrenik yang diterapi

Dengan hati yang tertuju kepada Allah orang muda dapat lebih bebas melangkahkan kakinya untuk terlibat aktif di dalam kegiatan hidup menggereja terutama mengerahkan segala

Memenuhi Berdasarkan hasil hasi verifikasi terhadap dokumen Bill of Lading dari kegiatan penjualan ekspor oleh CV Cipta Usaha Mandiri selama setahun terakhir periode Mei

Kewajiban hukum (legal obligation) bagi setiap orang untuk menjadi saksi dalam perkara pidana yang dibarengi pula dengan kewajiban mengucapkan sumpah menurut agama yang

dietilentriamina sebagai bahan lapisan pengikat logam untuk diaplikasikan pada metode gradien difusi dalam film tipis dalam pengukuran Pb baik dalam larutan