• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSUMSI KOPI PADA PENYAKIT PERLEMAKAN HATI NON ALKOHOLIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KONSUMSI KOPI PADA PENYAKIT PERLEMAKAN HATI NON ALKOHOLIK"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

EVIDENCE-BASED CASE REPORT

PENGARUH KONSUMSI KOPI PADA PENYAKIT

PERLEMAKAN HATI NON ALKOHOLIK

Disusun Oleh:

Yaldiera Utami (1106140956)

Program Pendidikan Dokter Spesialis

Divisi Hepatologi - Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo

(2)

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit perlemakan hati non alkoholik (non-alcoholic fatty liver disease/NAFLD) merupakan penyebab tersering terjadinya gangguan fungsi hati. Kejadian NAFLD pada populasi umum di negara-negara maju diperkirakan berkisar antara 25-30% dan sangat tinggi pada populasi dengan kondisi metabolik penyerta seperti obesitas, DM tipe 2, dan dislipidemia.1 Secara histologi, penyakit ini dikelompokkan menjadi perlemakan hati non alkoholik (non-alcoholic fatty

liver/NAFLD) dan steatohepatitis non alkoholik (non-alcoholic steatohepatitis/NASH). NAFLD

didefinisikan sebagai adanya steatosis hati tanpa jejas hepatoselular, sedangkan NASH adalah steatosis hati dan inflamasi berupa jejas hepatosit dengan atau tanpa fibrosis.1,2

Penyebab terjadinya gangguan fungsi hati tersebut masih belum jelas. Namun suatu hipotesis yang dikenal sebagai the two-hit hypothesis mencoba menjelaskan mengenai mekanisme terjadinya NAFLD dan NASH. Pada awalnya terjadi penumpukan lemak pada sel hati akibat kondisi metabolik penyerta seperti obesitas, DM tipe 2, dan dislipidemia. Pada kondisi tersebut, terjadi peningkatan oksidasi dan esterifikasi lemak di sel hati. Saat stres oksidatif yang terjadi melebihi kemampuan perlawanan antioksidan, maka terjadilah inflamasi progresif yang dapat berkembang menjadi fibrosis hati bahkan keganasan sel hati.1 (Gambar 1)

(3)

Modifikasi gaya hidup terutama penurunan berat badan dan pengaturan diet telah direkomendasikan sebagai tatalaksana untuk NAFLD. Adanya peningkatan aktifitas fisik berhubungan dengan penurunan lemak perut, lemak intrahepatik, dan peningkatan sensitivitas insulin. Sedangkan komposisi diet juga merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan terapi pada pasien dengan NAFLD. 1,2,3

Hasil studi sebelumnya telah membuktikan bahwa konsumsi kopi pada pasien dengan penyakit hati kronik dapat mengurangi risiko terjadinya sirosis dan menurunkan insidensi kanker hati tanpa melihat penyebabnya. Dengan semakin meningkatnya angka kejadian NAFLD saat ini, maka beberapa penelitian telah dilakukan untuk meneliti efek konsumsi kopi terhadap derajat keparahan NAFLD. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kopi dan salah satu komponen dasarnya selain kafein, dapat menurunkan prevalensi NAFLD dan inflamasi pada NASH. Beberapa mekanisme yang dianggap mendasari efek hepatoprotektif tersebut meliputi antioksidan, anti-inflamasi dan anti-fibrosis, sedangkan efek kemopreventif terhadap zat hepatokarsinogenesis masih dipertimbangkan.2,3

Makalah ini bertujuan untuk mengevaluasi beberapa penelitian yang mendukung efek hepatoprotektif kopi pada pasien dengan NAFLD.

(4)

BAB II

ILUSTRASI KASUS

Pasien laki-laki berusia 41 tahun datang dengan keluhan nyeri ulu hati memberat sejak 1 bulan SMRS. Keluhan awalnya dirasakan hilang timbul di perut sebelah kiri atas disertai rasa sesak napas. Perut dirasakan begah dan sering kembung. Pasien berobat ke poliklinik gastroenterologi dan dilakukan pemeriksaan laboratorium darah, EKG, EGD, dan USG Abdomen. Dari hasil gambaran USG Abdomen didapatkan gambaran fatty liver sehingga pasien dikonsulkan ke poliklinik hepatologi. Dari anamnesis diketahui tidak terdapat riwayat sakit kuning sebelumnya, konsumsi alkohol, transfusi, IVDU, promiskuitas ataupun tato. Terdapat riwayat merokok namun sudah berhenti 1 bulan yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit ringan, kompos mentis, dan hemodinamik stabil. Berdasarkan hasil penghitungan berat badan 79 kg dengan tinggi badan 165 cm didapatkan IMT 29 kg/m2 yang tergolong pada kategori obesitas. Hasil pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Hasil pemeriksaan laboratorium darah, elektrokardiogram, dan rontgen thoraks dalam batas normal. Pemeriksaan serologi virus hepatitis didapatkan hasil nonreaktif. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan penunjang tersebut, pasien didiagnosis sebagai

fatty liver dan mendapat terapi vitamin E 1x400 mg serta disarankan untuk menurunkan berat

(5)

BAB III

METODE DAN HASIL 3.1. Masalah Klinis

Pada kasus tersebut, apakah dapat disarankan konsumsi kopi sebagai bagian dari penatalaksanaan non farmakologis NAFLD?

3.2. Metode Penelusuran

Prosedur pencarian literatur untuk menjawab masalah klinis tersebut adalah dengan menyusuri pustaka secara on-line dengan menggunakan instrumen pencari PubMed, Cohrane Central

Register of Controlled Trials databases dan Science Direct. Kata kunci yang digunakan adalah:

“coffee” AND “non-alcoholic fatty liver disease” OR “NAFLD” OR “non-alcoholic steatohepatitis” OR “NASH” OR “fatty liver” dengan menggunakan batasan publikasi bahasa Inggris antara tahun 2008-2013.

Pada penelusuran awal didapatkan 14 artikel. Kriteria inklusi meliputi jenis publikasi (studi observasional, studi kohort, studi case-control, RCT, meta-analisis), berhubungan dengan masalah klinis, dan subjek penelitian (manusia). Berdasarkan kriteria inklusi tersebut didapatkan 5 artikel yang terdiri dari 2 studi cross-sectional dan 3 studi case-control. (Tabel 1)

Penulis Judul Desain

Anty et al. (2012) – France

Regular coffee but not espresso drinking is protective against fibrosis in a cohort mainly composed of morbidly obese European women with

NAFLD undergoing bariatric surgery

Cross sectional

Molloy et al. (2012) - USA

Association of Coffee and Caffeine Consumption With Fatty Liver Disease, Nonalcoholic Steatohepatitis, and Degree of Hepatic Fibrosis

Cross sectional

Catalano et al. (2010) - Italy

Protective Role of Coffee in Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD)

(6)

Birerdinc et al. (2011) – USA

Caffeine is protective in patients with non-alcoholic fatty liver diseases

Case-control

Gutierrez-Grobe et al. (2012) - Mexico

High coffee intake is associated with lower grade nonalcoholic fatty liver disease: the role of

peripheral antioxidant activity

Case-control

Tabel 1. Studi yang membahas hubungan konsumsi kopi dengan NAFLD

3.3. Telaah Kritis

Dalam melakukan telaah kritis terhadap artikel yang terpilih, dilakukan penilaian terhadap validitas, hasil, dan kemamputerapan hasil studi tersebut.

Penilaian Anty et al. (2012)

Molloy et al. (2012)

Did the study address a clearly focused issue? Yes Yes

Did the authors use an appropriate method to answer their question?

Yes Yes

Were the subjects recruited in an acceptable way Yes No

Were the measures accurately measured to reduce bias? Yes Yes

Were the data collected in a way that addressed the research issue?

Yes Yes

Did the study have enough participants to minimize the play of chance?

Yes Yes

How are the results presented and what is the main result? Consumption of regular coffee is an independent factor for liver

fibrosis Coffee caffeine consumption associated with a significant reduction in risk of fibrosis among NASH patients

(7)

Was the data analysis sufficiently rigorous? Yes Yes

Is there a clear statement of findings? Yes Yes

Can the results be applied to the local population? No Yes

How valuable is the research? + ++

Tabel 2. Checklist telaah kritis untuk studi cross-sectional

Penilaian Catalano et al. (2010) Birerdinc et al. (2011) Gutierrez-Grobe et al. (2012)

Did the study address a clearly focused question/issue?

Yes Yes Yes

Is the research method (study design) appropriate for answering the research

question?

Yes Yes Yes

Were there enough subjects (employess, teams, divisions, organizations) in the study to establish

that the findings did not occur by chance?

Yes Yes Yes

Was the selection of cases and controls based on external, objective, and

validated criteria?

Yes Yes Yes

Were both groups comparable at the start of the study?

Yes Yes Yes

Were objective and unbiased outcome criteria used?

Yes Yes Yes

Is there data-dredging? Yes Yes Yes

Are the objective and validated measurement methods used to measure

(8)

the outcome? If not, was the outcome assessed by someone who was unaware

of the group assignment (i.e was the assessor blinded?)

Is the size effect practically relevant? Yes Yes Yes

How precise is the estimate of the effect? Were confidence intervals

given?

Yes Yes Yes

Could there be confounding factors that haven’t been accounted for?

Yes Yes No

Can the results be applied to your organization?

Yes Yes Yes

(9)

BAB IV DISKUSI

Berdasarkan hasil studi-studi tersebut diketahui bahwa konsumsi kopi memiliki efek positif terhadap pasien dengan penyakit perlemakan hati non alkoholik.

Studi oleh Anty et al. membahas mengenai pengaruh kopi dan minuman berkafein lainnya terhadap fibrosis hati pada pasien obesitas. Sejumlah 195 wanita dengan kategori obesitas mengikuti penelitian tersebut dengan mengisi kuesioner spesifik yang mengevaluasi berbagai jenis kopi (regular maupun espresso), minuman berkafein, dan coklat yang mereka konsumsi. Seluruh subjek juga menjalani biopsi hati yang dianalisis menggunakan NASH Clinical Research Network Scoring System. Berdasarkan hasil studi diketahui bahwa kafein sebagian besar berasal dari minuman yang mengandung kopi (77.5%). Kopi jenis regular dan espresso dikonsumsi oleh 30.8% dan 50.2% subjek. Jumlah total konsumsi kopi antara subjek dengan atau tanpa NASH berjumlah sama. Meskipun demikian, konsumsi kopi regular lebih sedikit pada subjek dengan fibrosis yang signifikan (F> 2).

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, diketahui bahwa konsumsi kopi regular merupakan faktor protektif independen untuk fibrosis hati. Konsumsi kopi jenis espresso lebih tinggi pada pasien dengan level HDL rendah, trigliserida tinggi, dan sindrom metabolik. Oleh karena itu diperkirakan bahwa terdapat komponen spesifik lain dari kopi jenis regular selain kafein yang bersifat menurunkan risiko fibrosis hati pada pasien obesitas. Efek tersebut tidak didapatkan dari kopi jenis espresso.4

(10)

Kopi terdiri atas lebih dari seratus komponen penyusun. Tiga komponen utamanya berupa kafein, diterpenes (cafestol dan kahweol), dan asam klorogenik. Kafein menyebabkan modifikasi jalur sinyal TGFβ dengan cara meningkatkan kadar SMAD, yang dapat menurunkan transkripsi CTGF, salah satu stimulator utama terjadinya fibrosis hati. Meskipun demikian, efek sitoprotektif antioksidan kopi dapat secara tidak langsung diakibatkan oleh UGT1A (UDP glucuronosyltransferases), dan dapat terjadi secara independen akibat kafein, cafestol, dan kahweol.

(11)

Jenis persiapan yang digunakan dalam membuat kopi juga berpengaruh terhadap komposisi akhir dari minuman kopi. Kopi regular tidak mengandung cafestol atau kahweol, dan karena espresso dipersiapkan menggunakan air mendidih, maka dapat merubah beberapa komponennya. Filtrasi yang digunakan oleh kopi regular lebih baik dalam mempertahankan kandungan asam klorogenik dibandingkan dengan metode barista pada espresso.

Hipotesis lain menyebutkan bahwa sukrosa yang digunakan pada espresso memiliki pengaruh terhadap obesitas, sindrom metabolik, DM tipe 2, dan perlemakan hati pada tikus percobaan. Namun pada studi ini tidak dinilai jumlah gula yang dikonsumsi bersama kopi. Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa konsentrasi gula pada espresso hampir sama dengan konsentrasi pada minuman bersoda, yaitu sejenis sirup jagung kaya fruktosa yang diketahui memiliki hubungan erat dengan kejadian obesitas. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa konsumsi kopi regular berhubungan dengan tingkat fibrosis yang lebih rendah karena ditemukan adanya beberapa komponen kopi yang memiliki efek antifibrosis. Konsumsi kopi tersebut dianjurkan namun tanpa penambahan gula karena dapat mengurangi efek positif kopi.4

Studi oleh Molloy et al. bertujuan untuk mencari hubungan antara konsumsi kopi dengan prevalensi dan derajat keparahan NAFLD. Sejumlah 306 subjek mengisi kuesioner mengenai jenis minuman berkafein dan jumlah yang diminum. Kuesioner ini kemudian dikaitkan dengan 4 kelompok yang terdiri atas kontrol, not NASH, NASH derajat 0-1, dan NASH derajat 2-4. Pembagian kelompok tersebut dilakukan berdasarkan USG Abdomen yang dilanjutkan dengan biopsi hati apabila ditemukan adanya steatosis. Dari hasil studi diketahui bahwa terdapat perbedaan bermakna antara jumlah kopi yang dikonsumsi subjek not NASH dengan NASH derajat 0-1 (p= 0.05) dan antara NASH derajat 0-1 dengan NASH derajat 2-4 (p=0.016). Hasil analisis korelasi juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara konsumsi kopi dengan fibrosis hati (r= -0.215; p=0.035). Berdasarkan hal tersebut disimpulkan bahwa konsumsi kopi dapat menurunkan risiko fibrosis pada pasien NASH. Meskipun demikian, belum diketahui secara jelas berapa jumlah takaran kopi yang harus dikonsumsi untuk menimbulkan efek tersebut.2

(12)
(13)

Studi oleh Catalano et al. meneliti hubungan antara kopi dengan fatty liver, yang dinilai menggunakan skor BLS (bright liver score) dan mengkaitkannya dengan indeks massa tubuh dan resistensi insulin. Studi ini dilakukan pada 310 subjek dengan 157 subjek NAFLD dan 153 subjek kontrol. Dari hasil studi diketahui bahwa kejadian fatty liver lebih tinggi pada subjek yang tidak mengonsumsi kopi. Skor BLS tinggi berhubungan dengan obesitas, resistensi insulin tinggi, level kolesterol HDL rendah, usia tua, dan hipertensi. Sedangkan skor BLS rendah berhubungan dengan konsumsi kopi.6

(14)

Studi oleh Birerdinc et al. membahas mengenai efek dari perilaku diet pasien dengan NAFLD. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data dari 4 siklus berkelanjutan NHANES berupa kuesioner yang berisi 62 jenis komponen nutrisi. Hasil studi menunjukkan bahwa dari 62 jenis komponen nutrisi, 38% signifikan dengan konsumsi kafein menjadi yang paling tinggi pada grup kontrol. Analisis multivariate menggunakan demografi, parameter klinis, serta komponen nutrisi menunjukkan bahwa terdapat 5 faktor yang berhubungan dengan NAFLD yaitu ras Afrika-Amerika, jenis kelamin pria, obesitas, konsumsi kafein, serta konsumsi air mineral.7

(15)

Studi oleh Gutierrez-Grobe et al. meneliti mengenai efek antioksidan kopi dengan cara mengukur enzim antioksidan dan petanda peroksidasi lipid pada pasien dengan NAFLD. Sebanyak 57 subjek dengan NAFLD dan 73 subjek sebagai kontrol dilibatkan dalam studi ini. Metode studi meliputi pengisian kuesioner untuk mengetahui jumlah konsumsi kopi masing-masing subjek serta pemeriksaan USG abdomen untuk menentukan diagnosis NAFLD. Berdasarkan hasil studi ini diketahui bahwa terdapat perbedaan bermakna antara jumlah konsumsi kopi pasien NAFLD dibandingkan dengan subjek kontrol (p<0.05). Namun tidak ditemukan adanya perbedaan antara substansi antioksidan yang diteliti.8

(16)
(17)

BAB V KESIMPULAN

Dengan semakin meningkatnya angka kejadian NAFLD saat ini, maka beberapa penelitian telah dilakukan untuk meneliti efek konsumsi kopi terhadap NAFLD. Melalui makalah ini telah dilakukan telaah kritis terhadap beberapa penelitian yang mendukung efek hepatoprotektif kopi pada pasien dengan NAFLD. Sesuai dengan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kopi memiliki efek hepatoprotektif terhadap pasien dengan NAFLD sehingga dapat dijadikan salah satu tatalaksana nonfarmakologis dalam menangani pasien NAFLD. Namun belum diketahui secara jelas mengenai mekanisme, komponen, dan jumlah takaran kopi yang dapat menyebabkan efek hepatoprotektif tersebut.

Pada pasien ini dapat disarankan untuk mengonsumsi kopi sebagai salah satu terapi non farmakologis untuk menurunkan risiko fibrosis hati. Namun karena belum diketahui jumlah takaran yang diperlukan, dapat disarankan konsumsi sebanyak 2-3 cangkir/hari dengan tetap melanjutkan evaluasi USG abdomen secara berkala.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

1. Attar, Bashar M., and David H. Van Thiel. "Current Concepts and Management Approaches in Nonalcoholic Fatty Liver Disease." The Scientific World Journal 2013 (2013).

2. Chen, Shaohua, et al. "Coffee and Non‐Alcoholic Fatty Liver Disease: Brewing evidence for hepatoprotection?." Journal of gastroenterology and hepatology (2013).

3. Carvalhana, Sofia, Mariana Verdelho Machado, and Helena Cortez-Pinto. "Improving dietary patterns in patients with nonalcoholic fatty liver disease." Current Opinion in

Clinical Nutrition & Metabolic Care 15.5 (2012): 468-473.

4. Anty R, Marjoux S, Iannelli A, et al. Regular coffee but not espresso drinking is protective against fibrosis in a cohort mainly composed of morbidly obese European women with NAFLD undergoing bariatric surgery. J Hepatol 2012; 57: 1090–6.

5. Molloy JW, Calcagno CJ, Williams CD, et al. Association of coffee and caffeine consumption with fatty liver disease, nonalcoholic steatohepatitis, and degree of hepatic fibrosis. Hepatology 2012; 55:429–36.

6. Catalano D, Martines GF, Tonzuso A, et al. Protective role of coffee in nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD). Dig Dis Sci 2010; 55: 3200–6.

7. Birerdinc A, Stepanova M, Pawloski L, Younossi ZM. Caffeine is protective in patients with non-alcoholic fatty liver disease. Aliment Pharmacol Ther 2012; 35: 76–82.

8. Guti_errez-Grobe Y, Ch_avez-Tapia N, S_anchez-Valle V, et al. High coffee intake is associated with lower grade nonalcoholic fatty liver disease: the role of peripheral antioxidant activity. Ann Hepatol 2012; 11: 350–5.

Gambar

Gambar 1. Patogenesis terjadinya inflamasi dan fibrosis pada NAFLD dan NASH
Tabel 1. Studi yang membahas hubungan konsumsi kopi dengan NAFLD
Tabel 2. Checklist telaah kritis untuk studi cross-sectional
Tabel 3. Checklist telaah kritis untuk studi case-control

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi peminjaman dan pengembalian koleksi perpustakaan pada Akademi Komunitas Negeri Sumenep dapat membantu mengelola data koleksi, pencarian koleksi, transaksi pemesanan,

Menunjukkan keterampilan mempersepsi, kesiapan, meniru, membiasakan, gerak mahir, menjadikan gerak alami dalam ranah konkret terkait dengan pengembangan dari

Thus that which is construed as essence or quiddities ( mahiyah ) of numbers, perceived at the level of gross mathematical objects in the world of sense experience are simply

Lagu yang biasa di tampilkan dalam setiap kegiatan budaya ialah lagu yang berjudul Tajong Samarinda yang merupakan lagu daerah Kalimantan Timur ciptaan Abdul Sjukur Isa dengan

Delegasi wewenang dari pejabat kepada pejabat lainnya diberikan dengan pemberian atau penolakan pemberian izin untuk bercerai yang dimohon oleh Pegawai Negeri

a. Mulai dari yang umum atau tingkatan yang lebih tinggi, kemudian diuraikan atau dijelaskan sampai yang lebih detail atau tingkatan yang lebih rendah, yang dikenal

Permainan ini tidak memerlukan alat bantu dari benda, hanya memakai kata-kata yang merupakan tanya jawab atau bernyanyi yang dilakukan sendiri oleh anak-anak yang bermain..

Terdapat empat TP dalam penelitian ini, TP pertama (TP1) berlokasi di lingkungan lima, pemilihan ini didasarkan atas asumsi bahwa lingkungan ini paling rawan