• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN EKONOMI PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Studi Kasus di Perairan Tangerang, Teluk Jakarta, Bekasi dan Karawang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN EKONOMI PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Studi Kasus di Perairan Tangerang, Teluk Jakarta, Bekasi dan Karawang)"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN EKONOMI PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN

SUMBERDAYA RAJUNGAN

(Studi Kasus di Perairan Tangerang, Teluk Jakarta, Bekasi dan

Karawang)

NUR AFNIATI DURI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Ekonomi

Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Rajungan (Studi Kasus di Perairan

Tangerang, Teluk Jakarta, Bekasi dan Karawang) adalah benar merupakan bagian

penelitian BOPTN dengan judul “Model Pembatasan Ukuran Penangkapan

Rajungan dalam Rangka Peningkatan Ekonomi Nelayan serta Keberlanjutan

Sumberdaya” dengan Ketua peneliti Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T yang dikerjakan

secara bersama-sama antara penulis dan tim peneliti. Penelitian ini belum pernah

dipublikasikan dimanapun, kecuali di laporan penelitian BOPTN dan laporan

skripsi ini. Tim peneliti BOPTN berhak menggunakan data ini untuk keperluan

publikasi dalam bentuk jurnal, buku, makalah jurnal, dll.

Bogor, Februari 2014

Nur Afniati Duri

NIM. H44090028

(4)

NUR AFNIATI DURI.

Kajian Ekonomi Pengelolaan dan Pemanfaatan

Sumberdaya Rajungan (Studi Kasus di Perairan Tangerang, Teluk Jakarta, Bekasi

dan Karawang). Dibimbing oleh

TRIDOYO KUSUMASTANTO

dan

RIZAL

BAHTIAR.

Rajungan merupakan salah satu komoditas sumberdaya perikanan yang

memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga peluang untuk di ekspor ke berbagai

negara sangat besar. Dengan demikian perlu adanya pengelolaan dan pemanfaatan

sumberdaya rajungan agar tetap lestari. Penelitian ini bertujuan untuk (1)

menganalisis bioekonomi sumberdaya rajungan di Perairan Tangerang, Teluk

Jakarta, Bekasi, dan Karawang; (2) mengkaji pemanfaatan sumberdaya rajungan

yang diolah oleh

mini plant

di Kelurahan Dadap, Kabupaten Tangerang; (3)

menganalisis kelayakan pemanfaatan sumberdaya rajungan berdasarkan ukuran.

Penelitian untuk pengelolaan bioekonomi dilakukan di Perairan Tangerang, Teluk

Jakarta, Bekasi, dan Karawang, sedangkan untuk pemanfaatan rajungan dilakukan

di Kelurahan Dadap, Kabupaten Tangerang. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode studi kasus. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah

purposive sampling

untuk nelayan, sensus untuk mini plant, dan

random sampling

untuk rajungan. Analisis data menggunakan pendekatan analisis bioekonomi

Gordon-Shaefer, analisis produktivitas, dan

Cost Benefit Analysis

(CBA). Hasil

analisis bioekonomi menunjukan bahwa kondisi tangkapan aktual sebesar 1.152

ton/tahun, sehingga belum melebihi tingkat MEY, maka belum terjadi overfishing

secara ekonomi. Prospek pemanfaatan sumberdaya rajungan masih ada peluang

untuk ditingkatkan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya rajungan dengan

penangkapan rajungan diatas delapan sentimeter lebih layak dan mendorong stok

rajungan lebih stabil, mengefektifkan pengolahan rajungan dengan produksi

optimal, dan meningkatkan

profitability mini plant

pengelolaan rajungan dalam

jangka panjang. Kebijakan pemerintah perlu diterapkan secara ketat dengan

melakukan pembatasan ukuran mata jaring untuk menangkap rajungan ≥ 8 cm,

dan

mini plant

dengan tidak menerima dan memproduksi rajungan < 8 cm.

Kata Kunci : Pengelolaan Sumberdaya, Pemanfaatan, Rajungan, Bioekonomi,

Analisis Biaya Manfaat.

(5)

NUR AFNIATI DURI. Economic Study of Management and Utilization on Blue

Swimming Crab Resource (Case Study in Tangerang, Jakarta Bay, Bekasi, and

Karawang coastal waters). Supervised

TRIDOYO KUSUMASTANTO

and

RIZAL BAHTIAR

Blue swimming crab (blue crab) is one of the fisheries resource

commodities that have high economic value, so the opportunities for export to

different countries is widely open.

Optimization of management and utilization of

blue crab is important for sustaining economic benefit.

This research aims to (1)

analyze bioeconomic resource of blue crab in the waters of Tangerang, Jakarta

Bay, Bekasi and Karawang; (2) evaluate the utilization of blue crab resources

processed by “

mini plant

” in Dadap Village Tangerang Regency; (3) feasibility

study of blue crab resource utilization based on size. Research location resource

for management was

conducted in the waters of Tangerang, Bay of Jakarta,

Bekasi, Karawang and the utilization of blue crab was done in Dadap Village,

Tangerang Regency. The research method used is the case study method.

Sampling method used was purposive sampling for fishermen, the census for mini

plant, and random sampling for crab processing system. Bioeconomic

Gordon-Shaefer, analysis of productivity, and Cost Benefit Analysis (CBA) was used to

analyze the data. Bioeconomic analysis results showed that the actual harvest is

1,152 tons/year, it has not exceeded the MEY level and economic overfishing has

not occurred.

Opportunity of increasing effort is possible and process of blue crab

with size of above eight centimeters is more profitable and encourage a more

stable stock of blue crab, processing of crab with optimum production, and

increase efficiency of “

mini plant

” management in the long run.

Government

policies in controlling mesh size of blue crab fishing gear ≥ 8 cm should be

strictly enforced, and processing plants do not accept and produce small crab < 8

cm, in order to achieve sustainable blue crab resource management.

Keywords : Resource Management, Utilization, Blue Crab, Bioeconomic, Cost

Benefit Analysis.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

KAJIAN EKONOMI PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN

SUMBERDAYA RAJUNGAN

(Studi Kasus di Perairan Tangerang, Teluk Jakarta, Bekasi dan

Karawang)

NUR AFNIATI DURI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Tangerang, Teluk Jakarta, Bekasi dan Karawang).

Nama

: Nur Afniati Duri

NIM

: H44090028

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S

Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T

Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

(10)
(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skipsi ini yang berjudul “Kajian Ekonomi Pengelolaan dan

Pemanfaatan Sumberdaya Rajungan (Studi Kasus di Perairan Tangerang, Teluk

Jakarta, Bekasi dan Karawang)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi

Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan

kepada:

Kedua orang tua tercinta yaitu Bapak Muhammad Arifin dan Mamah

Nurhaeni, S.H, kakak tersayang Arif Mungaran, serta adik tercinta Nurul

Cholifah yang selalu memberikan motivasi, doa, dan kasih sayang.

Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S dan Bapak Rizal Bahtiar,

S.Pi, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah mendidik dan

mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T dan Ibu Nuva S.Pi, M.Sc selaku Dosen

Penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan dan

penyempurnaan skripsi ini.

Keluarga Besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM

IPB para Dosen beserta staf ESL atas semua dukungan dan bantuan

selama pendidikan.

Bapak H. Yasin beserta keluarga, DKP Provinsi Banten (mas Dilla), DKP

Provinsi Jawa Barat, DKP Provinsi DKI Jakarta, dan masyarakat

Kelurahan Dadap yang telah banyak memberikan saran dan informasi

selama pengumpulan data.

Bunda-bunda dan Yanda-yanda keluarga Genksi Social Fun yang telah

memberikan bantuan materil, motivasi dan dukungan selama masa

perkuliahan.

(12)

yang telah bekerjasama selama masa bimbingan skripsi, serta rekan-rekan

ESL 46 atas kebersamaannya selama masa perkuliahan.

Keluarga „G‟; Aul, Tia, Lia, Wina, Pipit, Dita, yang telah memberikan

semangat dan motivasi.

Keluarga Besar Daya Mahasiswa Sunda; Arlan, Atuy, Ajeng, Utew,

Rohmat, Lukman, Joko yang telah memberikan bantuan semangat.

Taman Asuhan Quratunnada; Pak Avi, Bu Avi, Isna, Amel, Neng, Tsani,

Enci, Wiwid, Imam, dkk yang telah memberikan bantuan motivasi dan

semangat.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak,

khususnya dalam rangka pengelolaan sumberdaya dan pemanfaatan sumberdaya

rajungan secara berkelanjutan.

Bogor, Februari 2014

(13)

DAFTAR ISI...ix

DAFTAR TABEL...xi

DAFTAR GAMBAR...xii

DAFTAR LAMPIRAN...xiii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Rajungan ... 7

2.1.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan ... 7

2.1.2 Komposisi Daging Rajungan ... 9

2.2 Model Bioekonomi ... 9

2.2.1

Logistic Growth Rate of Species

... 10

2.2.2

Fishing Effort

dan Fungsi Produksi Perikanan ... 13

2.2.3 Model Gordon-Schaefer ... 14

2.3 Pemanfaatan Rajungan ... 16

2.3.1 Konsep Efisiensi ... 16

2.3.2 Produktivitas Tenaga Kerja ... 18

2.4 Analisis Kelayakan ... 18

2.5 Penelitian Terdahulu ... 24

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 27

IV METODOLOGI PENELITIAN ... 29

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.2 Metode Penelitian ... 29

4.3 Jenis dan Sumber Data ... 29

4.4 Metode Pengambilan Sampel ... 31

4.5 Metode Analisis Data ... 33

4.5.1 Analisis Bioekonomi ... 33

4.5.3 Analisis Pemanfaatan Rajungan ... 36

4.5.4 Analisis Kelayakan ... 39

4.6 Batasan Penelitian ... 42

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 43

5.1 Kondisi Geografis Lokasi Penelitian ... 43

5.1.1 Kabupaten Tangerang ... 43

5.1.2 Teluk Jakarta ... 43

(14)

5.2.1 Kabupaten Tangerang ... 45

5.2.2 DKI Jakarta ... 46

5.2.3 Kabupaten Bekasi ... 47

5.2.4 Kabupaten Karawang ... 48

VI ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN ... 51

6.1 Standarisasi Alat Tangkap ... 52

6.2 Estimasi Parameter Biologi ... 54

6.3 Estimasi Parameter Ekonomi ... 55

6.4 Hasil Analisis Bioekonomi ... 56

VII ANALISIS PEMANFAATAN SUMBERDAYA RAJUNGAN ... 61

7.1 Pemanfaatan Sumberdaya Rajungan... 61

7.2 Karakteristik Sumberdaya Rajungan ... 62

7.3 Hasil Percobaan Tingkat Efisiensi Pemanfaatan Daging Rajungan ... 66

7.4 Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja ... 68

VIII ANALISIS KELAYAKAN

MINI PLANT

DAN IMPLIKASI

KEBIJAKAN ... 71

8.1 Analisis

Cost Benefit Analysis

(CBA) dengan Input Rajungan Semua

Ukuran... 71

8.2 Analisis

Cost Benefit Analysis

(CBA) dengan Input Rajungan Kurang

dari Delapan Sentimeter ... 72

8.3 Analisis

Cost Benefit Analysis

(CBA) dengan Input Rajungan Lebih

Besar dan atau Sama dengan Delapan Sentimeter... 73

8.4 Implikasi Kebijakan Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya

Rajungan... 74

IX SIMPULAN DAN SARAN ... 77

9.1 Simpulan ... 77

9.2 Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(15)

No Halaman

1

Nilai ekspor kepiting dan rajungan Januari-Agustus 2011 ... 2

2

Matriks jenis data dan sumber data ... 30

3

Analisis bioekonomi berbagai rezim pengelolaan perikanan ... 33

4

Data identifikasi rajungan di tingkat

mini plant

... 38

5

Pemanfaatan rajungan berdasarkan klasifikasi ukuran ... 38

6

Pemanfaatan rajungan berdasarkan klasifikasi jenis kelamin ... 39

7

Total produksi rajungan di Perairan Tangerang, Teluk Jakarta,

Bekasi, dan Karawang tahun 2001-2012 ... 51

8

Standarisasi e

ffort

alat tangkap tahun 2001-2012 ... 52

9

Data CPUE tahun 2001-2012... 53

10

Estimasi parameter biologi tahun 2001-2012 ... 54

11

Parameter biologi (r,q, dan K) sumberdaya rajungan ... 55

12

Harga riil dengan IHK ikan segar tahun 2008-2012 ... 56

13

Analisis bioekonomi sumberdaya rajungan pada rezim pengelolaan

MEY, Aktual, MSY, dan OA... 56

14

Persentase jumlah rajungan di tingkat m

ini plant

... 63

15

Pemanfaatan rajungan berdasarkan klasifikasi ukuran ... 66

16

Pemanfaatan rajungan berdasarkan jenis kelamin ... 68

17

Tingkat produktivitas tenaga kerja m

ini plant

... 68

(16)

No Halaman

1 Produksi penangkapan rajungan di Perairan Tangerang, Teluk

Jakarta, Bekasi, dan Karawang tahun 2001-2012 ... 4

2 Rajungan (

Portunus pelagicus

) ... 8

3 Perbedaan rajungan jantan dengan betina ... 8

4 Kerangka pemikiran penelitian ... 28

5 Diagram alur pengambilan data rajungan

all size

... 31

6 Diagram alur pengambilan data rajungan berdasarkan klasifikasi

ukuran ... 32

7 Total produksi rajungan di Kabupaten Tangerang tahun 2001-2012 ... 46

8 Total produksi rajungan di DKI Jakarta tahun 2001-2012 ... 47

9 Total produksi rajungan di Kabupaten Bekasi tahun 2001-2012 ... 48

10 Total produksi rajungan di Kabupaten Karawang tahun 2001-2012 ... 49

11 Grafik tren CPUE sumberdaya rajungan tahun 2001-2012 ... 53

12 Grafik pengelolaan sumberdaya rajungan ... 57

13 Tahap pengolahan rajungan ... 62

14 Grafik data rajungan di

mini plant

... 63

15 Grafik data rajungan jantan di

mini plant

...64

16 Grafik data rajungan betina di

mini plant

...64

(17)

No

Halaman

1 Peta lokasi penelitian ... 85

2 Kuesioner untuk nelayan ... 86

3 Kuesioner untuk

mini plant

... 90

4 Data produksi

effort

dan standarisasi alat tangkap ... 92

5 Perhitungan

Ordinary Least Square

(OLS) ... 93

6 Standarisasi biaya ... 94

7 Analisis bioekonomi dengan

Maple 13

... 96

8 Data rajungan di Kelurahan Dadap ... 98

9 Perhitungan jumlah input dan output rajungan tahun 2012 ... 118

10 Perhitungan jumlah input dan output rajungan tahun 2012 ... 119

11 Perhitungan

cash flow

dengan input rajungan

all size

... 120

12 Perhitungan

cash flow

dengan input rajungan kurang dari 8 cm ...123

13 Perhitungan

cash flow

dengan input rajungan lebih besar dan atau

sama dengan 8 cm ... 125

(18)
(19)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah pesisir Indonesia yang panjang pantainya 95.181 km, dengan luas laut lebih kurang 5,8 juta km2 memiliki beragam potensi sumberdaya baik hayati,

non hayati maupun jasa lingkungan kelautan lainnya yang belum tergali secara optimal untuk mendukung pembangunan ekonomi bangsa. Sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia diperkirakan bernilai sekitar US $ 136,5 milyar, meliputi sumberdaya perikanan sebesar US $ 31,9 milyar, wilayah pesisir lestari sebesar US $ 56 milyar, bioteknologi laut sebesar US $ 40 milyar, wisata bahari sebesar US $ 2 milyar dan minyak bumi sebesar US $ 6,6 milyar, serta berbagai potensi wilayah dan sumberdaya lainnya yang tidak ternilai (Numberi, 2007).

Secara geografis letak kepulauan Indonesia sangat strategis yakni di daerah tropis yang diapit oleh dua benua (Asia dan Australia), dua samudera (Pasifik dan India), serta merupakan pertemuan tiga lempeng besar di dunia (Eurasia, India-Australia dan Pasifik) menjadikan kepulauan Indonesia dikaruniai kekayaan sumberdaya kelautan yang potensial. Sumberdaya kelautan tersebut terdiri dari sumberdaya pulih (renewable) dan tidak pulih (non-renewable). Salah satu sumberdaya kelautan yang dapat pulih adalah sumberdaya perikanan. Sumberdaya perikanan terdiri dari sumberdaya perikanan budidaya dan sumberdaya perikanan tangkap. Sumberdaya perikanan tersebut dimanfaatkan oleh nelayan/ pengusaha perikanan Indonesia untuk kemakmuran/ kesejahteraan masyarakat dan dapat menjadi sumber pertumbuhan dan perkembangan ekonomi daerah/ wilayah/ nasional, baik sebagai lahan mata pencaharian maupun sumber devisa dan sumber pangan bergizi tinggi.

Hasil perikanan tangkap diantaranya adalah kepiting, rajungan, udang, ikan tuna, dan sebagainya. Hasil perikanan tangkap yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan ekspor yang tinggi adalah rajungan. Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan komoditas ekspor urutan ketiga setelah udang dan ikan. Ekspor tersebut ditunjukan ke beberapa negara, diantaranya Singapura, Hongkong, Jepang, Malaysia, Taiwan dan Amerika Serikat. Indonesia mengekspor rajungan ke Amerika Serikat sebesar 60 % dari hasil tangkapan. Hingga saat ini seluruh

(20)

kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan dari hasil tangkapan di laut, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi populasi di alam (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2010).

KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) mencatat nilai ekspor kepiting dan rajungan selama Januari-Agustus 2011 ini sudah mencapai US $ 171,9 juta. Data terperinci dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai ekspor kepiting dan rajungan Januari-Agustus 2011

Jenis Produk Jumlah Ekspor (Ton) Nilai Ekspor (US $ juta) Kepiting dan Rajungan Kaleng 7.164 119,4 Kepiting dan Rajungan Beku 2.425 31,3 Kepiting dan Rajungan Segar 6.000 21,2

Total 15.589 171,9

Sumber : Kementerian Kelautan Perikanan, 2011

Ekspor kepiting dan rajungan itu terbagi dalam tiga jenis, yaitu kalengan, beku, dan segar. Sepanjang periode tahun 2011, ekspor kepiting dan rajungan kalengan mencapai 7.164 ton senilai US $ 119,4 juta. Sedangkan ekspor kepiting dan rajungan beku mencapai 2.425 ton senilai US $ 31,3 juta, dan kepiting segar sebanyak 6.000 ton senilai US $ 21,2 juta (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011).

Dari data ekspor di atas terbukti permintaan terhadap sumberdaya rajungan sangat tinggi. Tingginya permintaan terhadap rajungan mengakibatkan penangkapan nelayan terhadap rajungan meningkat. Penangkapan rajungan yang meningkat mengakibatkan sumberdaya rajungan mengalami penurunan. Salah satu cara untuk mengantisipasi kecenderungan peningkatan penangkapan yang bisa melebihi tangkapan lestarinya diperlukan pengelolaan penangkapan rajungan yang berkelanjutan. Hal ini dapat dilakukan dengan kebijakan minimum legal size

sebagai kebijakan dalam mengontrol sumberdaya perikanan rajungan yang berkelanjutan. Kebijakan ini berupa pembatasan ukuran tangkapan rajungan lestari, nelayan tidak boleh menangkap rajungan yang belum mencapai ukuran optimal atau dengan pembatasan ukuran alat tangkap tertentu.

(21)

Perairan Teluk Jakarta merupakan penghasil rajungan yang potensial apabila dikelola secara berkelanjutan. Pemanfaatan yang terus meningkat dapat mengakibatkan sumberdaya rajungan menurun, hal ini ditunjukan dari data hasil tangkapan rajungan di beberapa daerah sekitar Teluk Jakarta. Beberapa daerah yang mayoritas menangkap sumberdaya rajungan dari Teluk Jakarta antara lain Tangerang, DKI Jakarta, Bekasi dan Karawang. Penangkapan sumberdaya rajungan yang ditangkap oleh nelayan rajungan di Teluk Jakarta sebagian didaratkan di Kabupaten Tangerang, sehingga pengolah (mini plant) rajungan di Kabupaten Tangerang memanfaatkan hasil penangkapan rajungan dari Teluk Jakarta. Nelayan penangkap rajungan cenderung meningkatkan hasil tangkapannya secara besar-besaran karena permintaan rajungan yang terus meningkat.

Tingginya permintaan sumberdaya rajungan dan produk olahannya menyebabkan tingginya harga rajungan. Keadaan tersebut memacu nelayan untuk mengeksploitasi sumberdaya rajungan yang akan berdampak pada kelestarian sumberdaya rajungan. Pada kondisi tekanan terhadap sumberdaya rajungan, maka diperlukan kajian bioekonomi untuk mengetahui jumlah optimal rajungan yang ditangkap nelayan setiap tahunnya. Selain pengelolaan sumberdaya rajungan yang optimal, aktivitas pemanfaatan sumberdaya rajungan dilakukan secara efisien, sehingga dihasilkan produktivitas yang meningkatkan keuntungan. Pemanfaatan sumberdaya rajungan yang menguntungkan dan lestari dapat mendukung pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya rajungan secara optimal dan berkelanjutan.

1.2 Perumusan Masalah

Sebagian besar wilayah Indonesia adalah perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut selain dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan, pertambangan, juga memiliki potensi sumberdaya pulih yang sangat potensial dan penting, di antaranya adalah perikanan, terumbu karang, mangrove, dan padang lamun. Laut mempunyai arti penting bagi kehidupan makhluk hidup seperti manusia, ikan, tumbuh-tumbuhan dan biota laut lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa bidang kelautan mempunyai potensi yang sangat besar untuk mendorong

(22)

0.00 1000.00 2000.00 3000.00 4000.00 5000.00 6000.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Pro duksi Tahun

pembangunan di masa kini maupun masa depan. Namun di balik potensi tersebut, aktivitas-aktivitas pemanfaatan sumberdaya tersebut sering kali menurunkan atau merusak potensi yang ada. Hal tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kehidupan organisme di wilayah pesisir dan laut. Aktivitas manusia salah satunya adalah penangkapan rajungan untuk konsumsi sehari-hari ataupun untuk ekspor. Indonesia yang memiliki potensi sumberdaya rajungan sangat rentan oleh penangkapan yang berlebih, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah pengelolaan dan pemanfaatan secara lestari.

Peningkatan penangkapan sumberdaya rajungan yang tinggi terjadi di Perairan Tangerang, Teluk Jakarta, Bekasi dan Karawang karena perairan tersebut merupakan salah satu daerah penghasil rajungan yang berpotensi cukup besar. Jika pengelolaannya tidak optimal, maka sumberdaya rajungan akan mengalami penurunan dan jumlah produksi nelayan akan ikut menurun. Peningkatan eksploitasi sumberdaya rajungan di Perairan Tangerang, Teluk Jakarta, Bekasi, dan Karawang terlihat pada Gambar 1.

                 

Sumber : DKP Provinsi Banten, DKP Provinsi DKI Jakarta, DKP Provinsi Jawa Barat

Gambar 1 Produksi penangkapan rajungan di Perairan Tangerang, Teluk Jakarta, Bekasi, dan Karawang tahun 2001-2012

Gambar diatas menunjukan bahwa penangkapan sumberdaya rajungan berfluktuasi, namun nampak kecenderungannya peningkatan produksi rajungan. Kecenderungan peningkatan tersebut dikhawatirkan akan mendorong terjadinya

overfishing terhadap sumberdaya rajungan di Perairan Tangerang, Teluk Jakarta,

(23)

Sumberdaya rajungan di Perairan Teluk Jakarta banyak dimanfaatkan oleh wilayah lain, diantaranya Tangerang, DKI Jakarta, Bekasi, dan Karawang. Sebagian besar nelayan yang ada di Kelurahan Dadap menangkap rajungan di Perairan Teluk Jakarta, tetapi diturunkan di Keluraan Dadap, Kabupaten Tangerang. Oleh karena itu, beberapa perusahaan kecil yang memanfaatkan sumberdaya rajungan (mini plant) yang ada di Kelurahan Dadap, Kabupaten Tangerang banyak memanfaatkan rajungan sebagai input dalam pengelolaan rajungan agar memberikan keuntungan bisnis. Ukuran rajungan tersebut bervariasi sehingga belum diketahui cara pemanfaatan yang efisien serta ukuran sumberdaya rajungan yang paling ekonomis untuk meningkatkan pendapatan mini plant. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan yang dihadapi adalah:

1. Bagaimana kondisi pengelolaan sumberdaya rajungan di Perairan Tangerang, Teluk Jakarta, Bekasi, dan Karawang?

2. Bagaimana pemanfaatan sumberdaya rajungan yang diolah oleh mini plant

di Kelurahan Dadap, Kabupaten Tangerang?

3. Bagaimana kelayakan pemanfaatan sumberdaya rajungan berdasarkan ukuran?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji secara ekonomi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya rajungan, secara terinci tujuan penelitian meliputi :

1. Menganalisis bioekonomi sumberdaya rajungan di Perairan Tangerang, Teluk Jakarta, Bekasi, dan Karawang.

2. Mengkaji pemanfaatan sumberdaya rajungan yang diolah oleh mini plant

di Kelurahan Dadap, Kabupaten Tangerang.

3. Menganalisis kelayakan pemanfaatan sumberdaya rajungan berdasarkan ukuran.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya rajungan dikaji dalam beberapa aspek yakni bioekonomi, produktivitas, dan kelayakan usaha. Pengelolaan sumberdaya rajungan dikaji berdasarkan hasil tangkapan dan jumlah effort di

(24)

nelayan digunakan untuk mengetahui kondisi bioekonomi sumberdaya rajungan di Perairan Tangerang, Teluk Jakarta, Bekasi dan Karawang. Hasil analisis bioekonomi digunakan untuk mengetahui keadaan sumberdaya rajungan di perairan tersebut. Kajian pemanfaatan dilakukan pada pengolahan rajungan skala

mini plant di Kelurahan Dadap. Konsep efisiensi dan produktivitas tenaga kerja

digunakan untuk melihat apakah pemanfaatan sumberdaya rajungan di mini plant

telah efisien. Selanjutnya dilakukan analisis kelayakan pada mini plant di Kelurahan Dadap berdasarkan ukuran rajungan untuk memaksimalkan keuntungan yang didapat oleh mini plant.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: 1. Bagi Penulis

Penelitian ini dilakukan sebagai sarana aplikasi ilmu yang telah dipelajari selama berada di bangku kuliah ke dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bagi Pengelola Rajungan

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan altenatif terbaik pemanfaatan pengolahan rajungan secara optimal sehingga mendatangkan keuntungan yang maksimal.

3. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk pertimbangan pembuatan kebijakan-kebijakan pengelolaan sumberdaya rajungan agar kebijakan tersebut lebih efektif dan efisien.

4. Bagi Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian-penelitian lain sebagai salah satu sumber informasi tambahan yang dapat membantu penelitian selanjutnya terkait rajungan.

(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rajungan

Salah satu hasil perikanan saat ini yang mulai berkembang pesat dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi adalah rajungan. Pada umumnya rajungan berbeda dengan kepiting (Scylla serrata). Rajungan hanya hidup dilaut sedangkan kepiting dapat hidup di darat. Rajungan hidup pada habitat yang beraneka ragam, yaitu di perairan pantai dengan dasar pasir atau pasir berlumpur, pasir putih, pasir berlumpur dengan rumput laut pada pulau-pulau karang dan laut terbuka. Spesies rajungan juga ditemukan pada daerah berbakau, ditambak-tambak air payau yang berdekatan dengan laut. Daerah penyebarannya secara ruang dapat ditemukan mulai di permukaan, kedalaman satu meter bahkan mencapai kedalaman perairan 65 m (Moosa, 1980). Rajungan memijah sepanjang tahun dan mengalami pergantian kulit sebanyak 20 kali sejak stadium larva sampai dewasa. Rajungan yang telah dewasa biasanya mempunyai panjang karapas antara 3,75 – 5,9 cm dan lebar karapas sekitar 11 cm (Toro, 1981). Rajungan dewasa hidup di dasar perairan, sedangkan stadium larva dan megalopa berenang-renang terbawa arus dan hidup sebagai plankton (Nontji, 1987).

Rajungan betina dewasa memiliki kecenderungan untuk bergerak ke perairan yang lebih dalam. Rajungan betina setelah melakukan pemijahan kemudian bergerak ke perairan yang lebih dalam untuk menghindari pemangsaan dan untuk bertelur, sedangkan rajungan jantan setelah pemijahan biasanya tetap berada di perairan tersebut atau bergerak ke perairan yang lebih dangkal (Atmadja, 1978).

2.1.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan

Menurut Saanin (1984), klasifikasi rajungan (Portunus pelagicus) adalah sebagai berikut :

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Sub Kelas : Malacostraca

(26)

berbe berca deng perta mem meng mem kepit rajun dasar Rajungan eda diantar ak-bercak p gan bercak-b ama ukuran megang dan galami mod mbundar sep ting renang ngan umum r perairan (N Sumbe G Sumber : Gamba n memiliki a jenis kela putih, seda bercak puti nnya cuku memasukan difikasi me perti dayun g (swimmin mnya hidup d Nontji, 1986 r : http://main Gambar 3 P Sub Ord F : Koleksi Prib ar 2 Rajung i warna ka aminnya. R angkan raju h. Rajungan up besar d n makanan enjadi alat ng. Oleh s ng crab). di air laut d 6). nsesukahatimu Perbedaan r do : Decapod Famili : Por Genu badi gan (Portunu arapas lebih Rajungan jan ungan betin n mempuny dan disebut ke dalam m renang yan ebab itu r Sedangkan dan banyak u.blogspot.com ajungan jan da rtunidae us : Portunu Spesies us pelagicu h indah da ntan memil na memilik yai lima pa t capit, ya mulutnya. S ng ujungny ajungan di berdasarka terdapat di m/2011/04/tira ntan dengan us : Portunus p s) ari pada ke iki dasar bi ki warna d asang kaki j ang berfun Sepasang ka ya menjadi igolongkan an tempat pantai dang am-tawar.htm n betina pelagicus piting dan iru dengan dasar hijau jalan, yang ngsi untuk aki terakhir pipih dan ke dalam hidupnya, gkal dan di ml

(27)

2.1.2 Komposisi Daging Rajungan

Daging rajungan sebagian besar terdapat pada bagian badan dan capitnya, maka mutu daging rajungan dapat digolongkan menjadi tiga macam jenis daging (Balai Bimbingan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, 1995), yaitu:

1. Daging super adalah daging badan yang terdapat di bagian bawah (berhubungan dengan kaki renang) berbentuk gumpalan besar berwarna putih. Bagian ini juga sering disebut daging Jumbo, sedangkan pecahannya disebut daging Back fin.

2. Daging regular adalah daging badan yang berupa serpihan-serpihan terletak di sekat-sekat rongga badan bewarna putih.

3. Daging merah adalah daging yang berada di kaki dan capit, bewarna putih kemerahan. Daging bagian ini disebut juga Claw meat.

Rendemen total daging rajungan atau kepiting dari hasil pengolahan adalah sebesar 25-30 % dari berat tubuh. Besarnya rendemen dipengaruhi oleh kesegaran bahan baku serta cara pengambilan dagingnya. Rendemen daging antara rajungan dan kepiting relatif sama, akan tetapi rendemen antara daging rajungan jantan dan rajungan betina menunjukan perbedaan, dimana daging rajungan jantan rata-rata lebih besar dibandingkan rajungan betina. Total daging rajungan biasanya terdiri dari lebih kurang 10,1 % (daging super), 8,6 % (daging regular) dan 10,1 % (daging merah) (BBPMHP, 1995).

2.2 Model Bioekonomi

Setidaknya ada empat tipe model yang umum digunakan dan bisa diaplikasikan dalam menganalisis overfishing, yaitu :

1. single species and constant price models 2. single species and variable price models 3. multiple species and constant price models 4. multiple species and variabe price model

Membuat model ekonomi dalam perikanan tanpa mengetahui dinamika biologi perikanan sangatlah sulit. Model yang lebih canggih dapat mengestimasi struktur umur dalam populasi ikan jika data terperinci cukup tersedia dan hal tersebut tidak temasuk dalam penelitian ini. Model biologi untuk multi-species

(28)

perikanan seluruhnya komplek tetapi single species models dapat digunakan dalam berbagai macam kasus penangkapan perikanan (rajungan). Model single

species and constant price models dikenal dua model lagi yaitu Gordon Schaefer

(GS) model dan Gompertz/Fox Model. Gordon adalah seorang ahli ekonomi yang pertama sekali menggunakan pendekatan ekonomi untuk menganalisis pengelolaan sumberdaya yang optimal. Gordon menggunakan basis biologi yang sebelumnya digunakan oleh Schaefer (1954). Pendekatan Gordon ini kemudian disebut sebagai model bioekonomi. Teori GS mengemukakan beberapa konsep dasar biologi penangkapan dalam pemodelannya. Permisalan bahwa pertumbuhan populasi ikan (x) pada periode t pada suatu daerah terbatas adalah fungsi dari jumlah awal populasi tersebut. Dengan kata lain, perubahan stok ikan pada periode waktu tertentu ditentukan oleh populasi awal periode (Fauzi, 2010).

2.2.1 Logistic Growth Rate of Species

Fungsi pertumbuhan seperti ini disebut sebagai instantaneous growth.

Beberapa spesies ikan, termasuk crustaceans seperti rajungan, secara khas diasumsikan bahwa growth rate untuk stok sepenuhnya tergantung dari ukuran biomass ikan (Fauzi, 2010).

Pertumbuhan suatu populasi dapat digambarkan dalam bentuk percent

growth rate atau laju pertumbuhan persentase. Jika stok ikan pada periode t kita

notasikan dengan xt dan stok ikan pada periode berikutnya ditulis sebagai xt+1,

maka percent growth rate dapat ditulis menjadi (Fauzi, 2010): ... (2.1)

Jika persentasi pertumbuhan ini dianggap konstan sebesar r, maka persamaan di atas dapat ditulis menjadi (Fauzi, 2010):

... (2.2) ... (2.3)

Persamaan (2.3) analog dengan persamaan compounding pada model finansial dimana aset pada periode t+1 setara dengan aset periode sebelumnya ditambah dengan suku bunga yang diperoleh dikalikan dengan aset awal. Analogi

(29)

ini cukup beralasan karena dalam konteks bioekonomi perikanan, stok ikan diperlakukan sebagai aset ekonomi seperti halnya aset finansial. Jika perbedaan waktu di atas ditulis secara umum dalam bentuk bukan interval satu periode, maka persamaan (2.3) dapat ditulis dalam bentuk (Fauzi, 2010):

……….(2.4) Penyederhanaan aljabar menjadi:

... (2.5)

Jika perubahan waktu atau menjadi sangat kecil, maka persamaan (2.4) kemudian menjadi persamaan differential yakni persamaan yang menggambarkan perubahan waktu yang kontinyu (Fauzi, 2010).

……... (2.6)

Solusi dari persamaan di atas akan menghasilkan besaran stok ikan pada periode t atau x(t) sebesar x(t) = xoert di mana xoadalah stok pada periode awal

(Fauzi, 2010).

Persamaan pertumbuhan di atas adalah persamaan pertumbuhan generik yang umum digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan populasi dalam bentuk yang paling sederhana. Aspek biologi stok ikan didekati melalui model pertumbuhan ikan yang bersifat density dependent. Pertumbuhan ini diartikan bahwa pertumbuhan populasi dalam setiap periode bervariasi terhadap ukuran populasi periode awal. Secara matematis ditulis menjadi (Fauzi, 2010):

…... (2.7)

Dengan kata lain laju pertumbuhan ikan pada periode dan dapat ditulis menjadi (Fauzi, 2010):

…... (2.8) Bentuk persamaan kontinyu persamaan (2.8) dapat ditulis menjadi

(30)

Persamaan (2.9) disebut sebagai persamaan logistik umum (Clark dalam Fauzi, 2010) dan fungsi F(x) sering juga disebut lumped parameter model karena mengasumsikan bahwa mortalitas, natalitas, rekruitmen, dan berbagai parameter biofisik lainya disatukan dalam fungsi pertumbuhan. Berbagai kemungkinan bentuk pertumbuhan pada persamaan (2.9) dan salah satunya disebut sebagai net

proportional growth rate (NPGR) atau laju pertumbuhan proporsional bersih

alamiah (kelahiran – kematian), sehingga persamaan (2.6) dapat ditulis dalam bentuk lain menjadi (Fauzi, 2010):

…...(2.10)

Solusi dari persamaan (2.10) akan menghasilkan x(t) = xoert dimana stok

ikan pada periode t atau x(t) akan tumbuh secara ekponensial jika nilai r>0 dan akan menurun jika r<0. Kondisi tersebut tentu tidak realistis karena faktor lingkungan seperti ruang, kesetersediaan makanan, penyakit, dan sebagainya bisa membatasi pertumbuhan ikan. Maka akan lebih realistis jika mengasumsikan bahwa pertumbuhan ikan akan dibatasi oleh lingkungan dan nilai r ini tergantung dari bagaimana stok bervariasi atau r=r(x) maka persamaan (2.10) kemudian ditulis menjadi (Fauzi, 2010):

…...(2.11)

Jika r(x) kemudian merupakan fungsi yang menurun terhadap x atau ... (2.12)

Maka pertumbuhan logistik ini dikenal dengan istilah pure compensation

(kompensasi murni). Salah satu bentuk r(x) yang menggambarkan fungsi penurunan terhadap x ini adalah (Fauzi, 2010):

  ...(2.13)

Di mana K adalah kapasitas daya dukung lingkungan atau titik kejenuhan. Dengan menggunakan persamaan (2.13), persamaan (2.11) kemudian menjadi (Fauzi, 2010) :

(31)

...(2.14)

Persamaan pure compensation yang dikenal sebagai persamaan logistic pertama kali yang dikenalkan oleh Verhulst dan digunakan untuk perikanan oleh Graham (Fauzi, 2010).

2.2.2 Fishing Effort dan Fungsi Produksi Perikanan

Fishing effort bisa ditulis mengikuti definisi Squire (1987) yakni upaya

atau effort untuk alat tangkap T pada periode waktu t merupakan fungsi dari waktu yang dicurahkan oleh alat tangkap i pada periode waktu t serta kekuatan alat tangkap i pada periode t, atau (Fauzi, 2010):

…...(2.15)

Penyetaraan variabel waktu ini penting dalam prespektif ekonomi karena waktu yang dicurahkan perjalanan ke tempat berkumpulnya ikan (fishing ground), waktu pencarian (search time) dan waktu penanganan (handling) akan menimbulkan konsekuensi ekonomi berupa biaya dan penerimaan yang akan berpengaruh kepada keuntungan (profitability). Oleh karenanya dalam ekonomi perikanan unit pengukuran seperti “day fished” atau hari melaut dapat menjadi

proxy yang baik untuk mengukur upaya.

Dalam produksi perikanan tangkap dikenal dengan ”biological feedback” yaitu umpan balik dimana stok ikan juga menjadi faktor produksi yang sangat menentukan. Maka fungsi produksi h (harvest) dapat ditulis (Fauzi, 2010):

…...(2.16)

Produksi merupakan fungsi dari input capital yang diwakili oleh unit upaya dan modal sumberdaya yang diwakili oleh stok ikan (Fauzi, 2010).

Sehingga fungsi produksi perikanan bisa ditulis secara sederhana menjadi (Fauzi, 2010)

…...(2.17)

q adalah konstanta dan sering disebut sebagai catchability coefficient atau koefisien kemampuan tangkap (Fauzi, 2010). Fungsi ini dikenal dengan model

(32)

Schaefer. Persamaan produksi perikanan ini berlaku dengan asumsi sebagai berikut (Fauzi, 2010):

1. Distribusi populasi ikan seragam

2. Alat tangkap tidak mengalami kejenuhan 3. Tidak ada kepadatan pada armada perikanan

2.2.3 Model Gordon-Schaefer

Model Schaefer menggunakan dua persamaan dasar yakni persamaan (2.14) sebagai basis dinamika populasi ikan dan persamaan (2.17) sebagai persamaan fungsi produksi perikanan. Adanya aktivitas penangkapan oleh nelayan, maka dinamika populasi ikan kemudian menjadi (Fauzi, 2010):

…...(2.18)

Laju pertumbuhan ikan pada periode t sama dengan pertumbuhan populasi ikan dikurangi dengan penangkapan. Persamaan tersebut merupakan persamaan

Ordinary Differential Equation (ODE) yang dipecahkan untuk menentukan nilai x

pada periode t melalui teknik pemecahan kalkulus. Namun dalam pengelolaan perikanan, variabel x adalah variabel yang tidak teramati, sementara pengelolaan perikanan bekerja dengan variabel yang dapat diamati yakni input yang digunakan

(effort) dan output yang dihasilkan (produksi atau h). Pengelolaan agar dapat

diamati maka dilakukan dengan mengasumsikan kondisi keseimbangan jangka panjang, dimana dalam keseimbangan jangka panjang perubahan laju pertumbuhan mendekati nol. Hal ini untuk mentranformasi peubah yang tidak teramati menjadi peubah yang teramati, serta menyederhanakan pemecahan kompleksitas matematis. Sehingga x dalam bentuk (Fauzi, 2010):

…...(2.19)

Persamaan (2.19) menggambarkan variabel stok (x) sebagai fungsi dari parameter biofisik (q,K,r) dan variabel input (E) dengan mensubstitusi variabel (x) ke persamaan (2.17) (Fauzi, 2010) maka diperoleh:

(33)

...(2.20)

Schaefer memiliki persfektif bahwa pengelolaan sumberdaya ikan yang terbaik adalah pada saat produksi lestari berada pada titik tertinggi kurva

yield-effort. Titik ini dikenal dengan maximum sustainable yield atau dikenal dengan

MSY. Secara matematis dapat ditulis (Fauzi, 2010):

...(2.21)

...(2.22)

Tingkat biomass pada level MSY dapat dihitung dengan cara (Fauzi, 2010):

. ... (2.23)

Kelemahan MSY menurut Conrad dan Clark (1987) dalam Fauzi (2010), bahwa:

1. Tidak bersifat stabil, karena perkiraan stok yang meleset sedikit saja bisa mengarah ke pengurasan stok

2. Didasarkan pada konsep keseimbangan semata, sehingga tidak berlaku pada kondisi ketidakseimbangan

3. Tidak memperhitungkan nilai ekonomis apabila stok ikan tidak dipanen 4. Mengabaikan aspek interdependensi dari sumberdaya

5. Sulit diterapkan pada kondisi dimana perikanan memiliki ragam jenis

Model Gordon-Schaefer merupakan pengembangan Model Schaefer dengan penambahan aspek ekonomi. Model Gordon-Schaefer didasarkan pada beberapa asumsi mendasar yakni (Fauzi, 2010):

1. Harga persatuan output (p) (Rp/kg) diasumsikan konstan atau kurva permintaan yang elastis sempurna

2. Biaya per satuan upaya (c) dianggap konstan 3. Spesies sumberdaya ikan bersifat tunggal 4. Struktur pasar bersifat kompetitif

(34)

5. Nelayan adalah price taker

6. Hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan

Total Sustainable Revenue (TSR) diperoleh dari perkalian antara harga per

satuan ikan dengan produksi lestari. Secara matematis dapat ditulis ...……….(2.24)

Gordon juga mengasumsikan bahwa total biaya (TC) bersifat linear terhadap input (effort):

...(2.25)

2.3 Pemanfaatan Rajungan

Sumberdaya perikanan (rajungan) memiliki daya reproduksi atau bersifat dapat diperbaharui, sehingga apabila dikelola dengan baik maka dapat digunakan secara berkesinambungan. Apabila dilakukan pengelolaan terhadap sumberdaya perikanan (rajungan) secara tepat, maka akan dapat memasok protein (hewani) secara stabil. Pada saat yang sama, sumberdaya rajungan memiliki kontribusi ekonomi dan sosial yang besar seperti pengembangan sektor produk perikanan, penciptaan lapangan kerja, yang jelas akan memberikan dampak pada pengurangan jumlah kemiskinan (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2009).

2.3.1 Konsep Efisiensi

Doll dan Orazem (1984) menyatakan bahwa efisiensi ekonomi mengacu pada penggunaan input yang memaksimumkan tujuan individu maupun sosial. Efisiensi ekonomi memiliki dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu syarat keharusan (neccessary condition) dan syarat kecukupan (sufficient condition). Syarat keharusan (neccessary condition) bagi penentuan efisiensi ekonomi dan tingkat produksi optimum adalah saat keuntungan maksimum yaitu turunan pertama fungsi keuntungan sama dengan nol. Syarat efisiensi ekonomi dapat dipenuhi jika produsen berproduksi pada daerah II, yaitu pada saat elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu (0 < Ep < 1). Penggunaan faktor produksi pada tingkat tertentu di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Syarat kecukupan (sufficient condition) dapat terpenuhi jika determinan dari setiap

(35)

minor-minor Hessian berganti tanda dan determinan minor pertama bernilai negatif.

Doll dan Orazem (1984) mengemukakan bahwa suatu perusahaan akan mencapai efisiensi ekonomi jika tercapai keuntungan maksimum. Syarat untuk mencapai keuntungan maksimum adalah turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol. Fungsi keuntungan yang diperoleh perusahaan dapat dinyatakan sebagai berikut:

  .

Keterangan:

= Pendapatan Perusahaan Py = Harga per unit output Y = Jumlah output

Pxi = Harga pembelian faktor produksi ke-i

xi = Jumlah pemakaian faktor produksi ke-i (i = 1,2,...,n)

TFC = Total Fixed Cost (Biaya Tetap Total)

Guna memenuhi syarat tercapainya keuntungan maksimum, maka turunan pertama dari fungsi keuntungan adalah:

Py .

Py . Mpxi = Pxi

NPMxi = Pxi

Persamaan tersebut menggambarkan bahwa tingkat penggunaan faktor produksi ke-i yang efisien merupakan fungsi dari harga input produksi ke-i, harga output dan faktor lainnya. Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Xi = f(Pxi,Py,...)

Dengan mengetahui sebagai produk marjinal (Pmxi) dari faktor produksi ke-i, maka persamaan di atas menjadi:

(36)

2.3.2 Produktivitas Tenaga Kerja

Mankiw (2007) mendefinisikan produktivitas tenaga kerja, Pl sebagai pembagian jumlah output, Y sebagai unit yang akan diproduksi, dan L sebagai jumlah tenaga kerja. Secara matematis dapat tulis:

Pl =

Sehingga apabila nilai produktivitas tenaga kerja meningkat, maka jumlah output yang dihasilkan (Y) akan meningkat walaupun jumlah tenaga kerja (L) tetap, maka perusahaan dapat meningkatkan labanya sebab output meningkat.

Todaro dan Smith (2006) menyebutkan beberapa faktor yang dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja yakni:

1. Pendidikan dan pelatihan untuk menambah keterampilan tenaga kerja 2. Reformasi sistem pemanfaatan tanah

3. Pengelolaan pajak badan usaha

4. Penyaluran kredit dan penyempurnaan struktur perbankan

5. Penciptaan dan perbaikan lembaga-lembaga administrasi agar lebih independen, jujur, dan efisien.

Mankiw (2007) menyatakan bahwa akselerasi (percepatan) produktivitas dapat terjadi karena adanya pemakaian komputer dan penyebaran informasi yang cepat. Selain kedua hal itu, pertumbuhan upah riil juga dianggap menjadi penyebab pertumbuhan.

2.4 Analisis Kelayakan

Gittinger (1986) menyatakan bahwa ada enam aspek dalam mengevaluasi atau menilai suatu proyek/usaha, yaitu aspek teknis, aspek institusional-oganisasi-manajerial, aspek pasar, aspek finansial, aspek sosial, dan aspek ekonomi. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aspek studi kelayakan terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek keuangan, aspek manajemen, dan aspek ekonomi. Semua aspek tersebut harus dipertimbangkan untuk menentukan manfaat-manfaat yang diperoleh dari suatu investasi. Secara umum aspek-aspek tersebut adalah :

(37)

1. Aspek Pasar

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), analisis terhadap aspek pasar ditujukan untuk mendapat gambaran mengenai jumlah pasar potensial yang tersedia dan jumlah pangsa pasar yang dapat diserap proyek tersebut di masa yang akan datang dan strategi pemasaran yang digunakan untuk mencapai pangsa pasar yang telah ditetapkan.

Analisis aspek pasar terdiri dari rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek (Gittinger, 1986).

2. Aspek Teknis

Aspek teknis merupakan aspek yang berhubungan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan operasi setelah proyek tersebut selesai dibangun (Husnan dan Suwarsono, 2000). Aspek tersebut menyangkut kaitan antara faktor produksi input dan hasil produksi (output) yang akan menguji hubungan teknis dalam suatu proyek sehingga dapat diidentifikasi perbedaan-perbedaan yang ada dalam informasi yang harus dipenuhi baik sebelum maupun sesudah perencanaan proyek atau pada tahap awal pelaksanaan proyek.

3. Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial

Analisis terhadap aspek manajemen dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kemampuan staf dalam melaksanakan proyek. Dalam aspek manajemen perlu dikaji struktur organisasi yang sesuai dengan proyek yang direncanakan sehingga diketahui jumlah kebutuhan, kualifikasi, dan deskripsi tugas individu untuk mengelola proyek (Kadariah et al, 1999).

4. Aspek Sosial

Aspek sosial yaitu aspek yang berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, seperti penyediaan, pengaruh terhadap lingkungan, tenaga kerja, dan pemerataan pendapatan.

5. Aspek Ekonomi

Aspek ekonomi berkenaan dengan kontribusi proyek terhadap pembangunan ekonomi secara keseluruhan dan apakah kontribusi tersebut cukup besar dalam menentukan pembangunan sumberdaya yang diperlukan.

(38)

6. Aspek Finansial

Analisis terhadap aspek finansial dilakukan untuk melihat apakah proyek tersebut mampu memenuhi kewajiban finansial ke dalam dan ke luar perusahaan serta dapat mendatangkan keuntungan yang layak bagi perusahaan atau pemiliknya (Husnan dan Suwarsono, 2000). Dalam aspek finansial ditentukan jumlah dan modal tetap serta modal awal kerja yang dibutuhkan, struktur permodalan, sumber pinjaman yang diharapkan, dan persyaratan serta kemampuan proyek memenuhi kewajiban finansial.

Analisis finansial dilakukan dengan tujuan untuk melihat suatu hasil kegiatan investasi. Analisis finansial merupakan analisis manfaat dan biaya yang berpusat pada hasil dari modal yang ditanamkan dalam proyek dan merupakan penerimaan langsung bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaannya. Analisis finansial penting artinya dalam memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang terlibat langsung dalam mensukseskan proyek atau usaha tersebut (Kadariah et al, 1999). Dalam analisis finansial yang perlu diperhatikan adalah hasil dari modal saham (equity capital) yang ditanam dalam proyek/usaha.

Analisis finansial didasarkan pada keadaan sebenarnya dengan menggunakan data harga yang ditemuan di lapangan. Dengan mengetahui hasil analisis finansial, para pembuat keputusan dapat melihat apa yang terjadi pada proyek dalam keadaan sebenarnya dan para pembuat keputusan juga dapat segera melakukan penyesuaian apabila proyek berjalan menyimpang dari rencana semula. Salah satu cara untuk melihat kelayakan dari analisis finansial adalah dengan menggunakan metode cash flow analysis (Gittinger, 1986). Cash flow analysis dilakukan setelah komponen-komponennya ditentukan dan diperoleh nilainya. Komponen tersebut dapat dikelompokan dalam dua bagian yaitu pengeluaran/biaya dan penghasilan/ manfaat.

a. Teori Biaya dan Manfaat

Biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, sedangkan manfaat adalah segala sesuatu yang dapat membantu tujuan (Gittinger, 1986). Dalam suatu analisis finansial, biaya yang umumnya digunakan adalah biaya

(39)

langsung yaitu biaya operasional, biaya investasi, dan biaya lainnya. Manfaat lebih berupa nilai produksi total, pinjaman, nilai sisa, dan pendapatan lainnya.

Analisis biaya dan manfaat menurut Gittinger (1986) adalah suatu analisis yang ditujukan untuk melihat besarnya biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang akan diterima pada suatu kegiatan ekonomi. Analisis ini dapat membantu dalam pengambilan keputusan mengenai pengalokasian sumberdaya yang langka.

Pada dasarnya analisis biaya dan manfaat merupakan suatu cara untuk menghitung manfaat-manfaat yang akan diperlukan dan kerugian-kerugian yang harus ditanggung akibat suatu kegiatan ekonomi. Dalam analisis biaya dan manfaat juga dilakukan perhitungan terhadap biaya dan manfaat yang akan diterima oleh masyarakat dan juga individu. Analisis biaya dan manfaat yang ditunjukan untuk melihat suatu proyek dari sudut pandang kelembagaan atau badan-badan yang mempunyai kepentingan langsung dalam proyek tersebut disebut analisis finansial.

Menurut Gittinger (1986), manfaat (benefit) adalah sesuatu yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang menggunakan sejumlah biaya. Menurut Kadariah (1999), manfaat dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Manfaat langsung (direct benefit) yang diperoleh dari adanya kenaikan nilai output, fisik, dan penurunan biaya.

2. Manfaat tidak langsung (indirect benefit) yang disebabkan oleh adanya proyek tersebut biasanya dirasakan oleh orang tertentu serta masyarakat berupa adanya efek ganda, skala ekonomi yang lebih besar, dan adanya

dynamic secondary effect misalnya perubahan dalam produktivitas

tenaga kerja.

3. Manfaat yang tidak dapat dilihat dan sulit dinilai dengan uang

(intangible effect), misalnya perbaikan lingkungan atau pemandangan

lingkungan.

b. Konsep Nilai Waktu Terhadap Uang (Time Value of Money)

Investasi suatu unit usaha berkaitan dengan usaha dalam jangka waktu yang panjang. Uang memiliki nilai waktu, yaitu uang dihargai secara berbeda

(40)

dalam waktu yang berbeda. Konsep nilai waktu uang (time value of money)

menyatakan bahwa uang yang diterima sekarang lebih berharga dari pada uang yang diterima dikemudian waktu atau nilai sekarang adalah lebih baik dari pada nilai yang sama pada masa yang akan datang (Gittinger, 1986).

Waktu mempengaruhi nilai uang, sehingga untuk membandingkan nilai uang yang berbeda pada waktu penerimaan dan pengeluarannya perlu dilakukan penyamaan nilai tersebut dengan menggunakan tingkat diskonto

(discount rate) yang bertujuan untuk melihat nilai uang di masa yang akan

datang (future value) dan pada saat sekarang (present value) .

c. Umur Proyek atau Usaha

Menurut Kadariah et al (1999), dalam menentukan panjangnya umur proyek, terdapat beberapa pedoman yang dapat menjadi acuan, antara lain : 1. Sebagai ukuran umum dapat diambil suatu periode (jangka waktu) yang

kira-kira sama dengan umur ekonomis dari suatu aset. Umur ekonomis suatu aset adalah jumlah tahun selama pemakaian aset tersebut dapat meminimumkan biaya tahunannya.

2. Penentuan umur proyek yang mempunyai nilai investasi yang sangat besar dapat menggunakan umur teknis. Dalam hal ini, untuk proyek-proyek tertentu, umur teknis dari unsur-unsur pokok investasi adalah lama, tetapi umur ekonomisnya dapat jauh lebih pendek karena obsolascene

(ketinggalan zaman karena penemuan teknologi baru yang lebih efisien). 3. Proyek yang umurnya lebih lama dari 25 tahun dihitung hanya 25 tahun,

karena nilai-nilai setelah 25 tahun, jika di-discount dengan discount rate

sebesar 10% ke atas maka nilai present value-nya sudah sangat kecil.

d. Kriteria Investasi

Dalam kegiatan investasi keputusan untuk menanam modal adalah suatu tindakan yang mengandung konsekuensi yang sangat besar. Oleh karena itu untuk melihat besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk kegiatan investasi perlu dilakukan analisis investasi.

(41)

Studi kelayakan investasi adalah penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu proyek investasi dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Suwarsono, 2000). Studi kelayakan investasi diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah, terutama bagi perekonomian nasional sehingga dapat menambah devisa dan perluasan kesempatan kerja.

Kriteria yang biasanya digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaan adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger, 1986). Kriteria pertama adalah NPV (Net Present Value). Proyek atau kebijakan layak dilaksanakan jika NPV > 0, jika NPV = 0 pengembalian proyek hanya untuk biaya social opportunity dari modal dan tingkat suku bunga, sedangkan jika NPV < 0 proyek atau kebijakan tidak layak dilaksanakan. Kriteria kedua adalah BCR (Benefit Cost Ratio). Jika nilai B/C lebih dari satu maka kebijakan atau proyek layak untuk dilaksanakan. Namun, apabila nilai B/C kurang dari satu maka proyek atau kebijakan tidak layak untuk dilaksanakan (Kadariah, 1999). Kriteria ketiga adalah Internal Rate of Return (IRR). Jika hasil yang didapat IRR > i (tingkat suku bunga) maka proyek atau kebijakan layak untuk dilaksanakan. IRR < i maka proyek atau kebijakan tidak layak untuk dilaksanakan. Kriteria yang terakhir adalah Payback Period merupakan penilaian kelayakan investasi dengan mengukur jangka waktu pengembalian investasi. Semakin cepat waktu pengembalian investasi, maka semakin baik proyek tersebut untuk dilaksanakan.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang oleh Nugraha (2011) mengenai Analisis Dampak Penerapan Kebijakan Minimum Legal Size Production Terhadap Tingkat

Profitability Mini Plant Pengolahan Rajungan Kecamatan Tarumajaya Kabupaten

Bekasi. Hasil analisis tersebut menghasilkan batasan penangkapan rajungan berbagai rezim perikanan lestari, sole owner, dan open access berturut-turut sebesar 2.425,41, 1.856,26, dan 2.423,05 ton/tahun. Dan effort lestari, sole owner,

(42)

dan open access sebesar 607.994, 313.471, 626.943 days fishing/tahun. Simulasi penerapan kebijakan minimum legal size secara grafik menunjukan terjadinya efisiensi dan efektifitas penggunaan input perikanan tangkap. Kebijakan dapat mendorong tingkat stok lebih stabil, mengefektifitaskan penggunaan effort yang menghasilkan keuntungan maksimal, produksi yang memberikan nilai rajungan besar yang stabil setiap tahunnya, serta profitability nelayan rajungan selama lima tahun kedepan yang stabil.

Penelitian lain dilakukan oleh Nugroho (2012) yang berjudul Analisis Bioekonomi Rencana Penerapan Kebijakan Minimum Legal Size Rajungan (Blue

Swimming Crab) Terhadap Profitability Nelayan Kabupaten Cirebon penelitian

ini mendapatkan hasil percobaan yang digunakan untuk menghitung hasil produksi mini plant sehingga dapat diketahui nilai cash flow. Discount rate yang digunakan dalam perhitungan Cost Benefit Analisis (CBA) sebesar 15% berdasarkan suku bunga pinjaman. Berdasarkan perhitungan CBA sebelum penerapan kebijakan diketahui hasil CBA pada mini plant Bapak Maulana didapatkan nilai NPV = Rp 1.194.566.292, Net B/C = 4,67, dan IRR = 28%. Setelah kebijakan minimum legal size input production disimulasikan pada mini

plant maka hasil perhitungan CBA pada mini plant Bapak Maulana didapatkan

nilai NPV = Rp 1.508.365.375, Net B/C = 6,45, dan IRR = 37%. Sedangkan hasil perhitungan CBA pada mini plant Bapak Abdul Hamid didapatkan nilai NPV = Rp 62.504.193,49, Net B/C = 2,94, dan IRR = 27%. Kebijakan minimum legal

size input production dapat mendorong stok rajungan lebih stabil, mengefektifkan

pengolahan rajungan dengan produksi yang optimal, dan meningkatkan

profitability mini plant pengolahan rajungan dalam jangka panjang.

Penelitian yang dilakukan oleh Setriana (2011) dengan judul Analisis Perkiraan Dampak Ekonomi Kebijakan Minimun Legal Size Rajungan (Portunus

pelagicus) Terhadap Nelayan Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon. Penelitian

tersebut mendapatkan hasil Cost Benefit Analisis (CBA) usaha nelayan rajungan dengan umur proyek 10 tahun dan discount rate 6,75% menunjukkan NPV untuk jaring kejer saat ini sebesar Rp 10.087.241, Net B/C 1,97 dan IRR 14 % dan setelah kebijakan nilai NPV sebesar Rp 2.972.450, Net B/C 1,49 dan IRR 9 %. Hasil analisis untuk nelayan bubu lipat saat ini menunjukkan NPV sebesar Rp

(43)

19.683.730, Net B/C 2,07 dan IRR 17 %, setelah kebijakan nilai NPV sebesar Rp 14.951.582, Net B/C 1,91 dan IRR 15 %. Hasil analisis menunjukkan penurunan

R-C ratio untuk nelayan jaring kejer dan bubu lipat sama sebelum dan setelah

kebijakan. Namun, pada jangka panjang penurunan IRR untuk nelayan jaring

kejer sangat signifikan yaitu sebesar 5 % sedangkan untuk nelayan bubu lipat

sebesar 2 %. Hal ini disebabkan meskipun nelayan bubu lipat memerlukan banyak investasi namun hasil tangkapan rajungan yang ukurannya kurang dari 8,5 cm hanya 1 % dan untuk nelayan jaring kejer 5 % dari hasil tangkapannya. Sehingga, dengan adanya kebijakan minimum legal size sangat berpengaruh pada nelayan jaring kejer. Hasil analisis menunjukkan kebijakan minimum legal size berdampak negatif terhadap pendapatan nelayan rajungan.

(44)
(45)

III KERANGKA PEMIKIRAN

Tingginya tingkat permintaan rajungan membuat nelayan terus mengeksploitasi sumberdaya rajungan. Penangkapan rajungan secara besar-besaran dan terus-menerus membuat stok rajungan akan semakin menurun dan mengarah pada kelangkaan sumberdaya rajungan. Tingginya permintaan juga mendorong nelayan untuk menangkap lebih tanpa menghiraukan ukuran dan kondisi stok rajungan demi keuntungan yang akan diperoleh dari pengolah rajungan (mini plant). Apabila kegiatan tersebut terus berlangsung maka akan berdampak pada penurunan stok rajungan dan pengurangan tingkat profitability

mini plant dalam jangka panjang karena sulitnya mendapatkan input rajungan.

Penangkapan sumberdaya rajungan perlu dikontrol pemanfaatan dan pengelolaannya agar tidak terjadi penurunan atau bahkan kepunahan sumberdaya rajungan dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis bioekonomi sumberdaya rajungan agar pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya rajungan secara optimal dapat dicapai. Selain itu, penurunan stok rajungan dapat diatasi dengan pembatasan pemanfaatan rajungan berdasarkan ukuran rajungan yang diminta atau diolah oleh mini plant. Pembatasan tersebut dimaksudkan agar

mini plant pengolahan rajungan tidak menerima rajungan dengan ukuran kecil

sebagai input produksinya sehingga akan menurunkan minat nelayan menangkap rajungan yang berukuran kecil. Akibatnya, nelayan akan mengurangi atau tidak menangkap rajungan yang berukuran kecil yang akan membuat stok rajungan di laut meningkat dan juga meningkatkan tingkat profitability mini plant dalam jangka panjang.

Stok rajungan yang terjaga akan membuat input rajungan pada pengolahan rajungan menjadi stabil. Kestabilan input produksi ini berdampak langsung pada kestabilan biaya produksi dan juga peningkatan keuntungan pengolahan rajungan skala mini plant. Tingkat kenaikan keuntungan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil analisis kelayakan finansial mini plant, yaitu dengan menggunakan pendekatan Cost Benefit Analysis (CBA). Uji kelayakan finansial usaha pengolahan rajungan skala mini plant ini dilakukan secara jangka panjang.

(46)

Secara rinci kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 4 sebagai berikut :                                   Lingkup penelitian

Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian Permintaan rajungan

meningkat

Aspek Biologi Aspek Ekonomi Penurunan Tingkat Profitability

Stok sumberdaya rajungan

Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Rajungan Secara Lestari

Perbandingan Analisis Finansial Proyek Pengolahan Rajungan Perubahan Tingkat Pendapatan mini plant

Sumberdaya Rajungan mengalami penurunan, overfishing, overcapasity

Produksi dengan input rajungan semua ukuran

Produksi dengan input rajungan ≥ 8 cm Analisis biaya dan manfaat

Analisis bioekonomi

Kondisihasil tangkapan, effort rajungan

Pemanfaatan sumberdaya rajungan

Produksi dengan input rajungan < 8 cm

(47)

VI METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian untuk analisis bioekonomi bertempat di wilayah Perairan Tangerang, Teluk Jakarta, Bekasi dan Karawang. Sedangkan untuk pemanfaatan sumberdaya rajungan bertempat di Kelurahan Dadap Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja karena daerah Tangerang, Teluk Jakarta, Bekasi dan Karawang merupakan wilayah yang menghasilkan sumberdaya rajungan. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Topik tersebut menarik untuk diteliti karena dapat menjadi arahan alternatif terbaik pemanfaatan pengolahan rajungan secara optimal sehingga mendatangkan keuntungan yang maksimal dengan sumberdaya rajungan yang tetap lestari. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2013 hingga bulan Juli 2013.

4.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode studi kasus. Studi kasus yaitu penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik dari keseluruhan personalitas. Subyek penelitian dapat berupa individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat (Nazir, 1988).

4.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara, pengamatan lapang dan percobaan. Penulis telah mempersiapkan kuesioner dengan beberapa pertanyaan untuk nelayan mengenai produksi, harga, effort alat tangkap yang terstandarisasi

per trip, alat tangkap, kondisi sumberdaya rajungan, dan kebijakan aktivitas

penangkapan rajungan, jumlah tenaga kerja, dan upah tenaga kerja. Kuesioner untuk nelayan dapat dilihat pada Lampiran 2. Selain itu penulis juga melakukan percobaan dan wawancara dengan memberikan kuesioner kepada pihak mini plant

untuk mengetahui ukuran terbaik dari rajungan dalam pengolahannya. Kuesioner untuk mini plant dapat dilihat pada Lampiran 3.

(48)

Data sekunder dalam penelitian ini meliputi data time series untuk mengetahui rata-rata produksi, modal investasi, biaya produksi, penerimaan dari hasil penjualan, pemasok rajungan mentah, jumlah input rajungan, dan jangka waktu produksi. Data sekunder meliputi data time series selama dua belas tahun dari data produksi, effort, nilai produksi, alat tangkap, kondisi di Kabupaten Tangerang, DKI Jakarta, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Karawang. Rincian jenis dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Matriks jenis data dan sumber data

Tujuan Data Sumber Metode Hasil

Mengetahui stok

biomassa rajungan  Data series efforttime

 Data time series produksi rajungan Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat  Estimasi parameter biologi  Standarisasi alat tangkap  Produksi aktual  Produksi lestari  Produksi per unit usaha Mengetahui penangkapan rajungan  Wawancara nelayan  Data time series indeks harga konsumen rajungan  Nelayan  DKP Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat  BPS Kabupaten Tangerang  Estimasi parameter ekonomi Gordon-Shaefer  Biaya penangkapan  Harga nominal Pengelolaan rajungan berdasarkan klasifikasi ukuran dan jenis kelamin

 Produksi mini plant  Ukuran rajungan yang diproduksi Mini Plant yang memproduksi rajungan  Hitung waktu pengupasan  Hitung nilai ekonomi  Rata-rata ukuran rajungan yang digunakan  Tingkat efisiensi pengelolaan rajungan  Rente konomi rajungan Peningkatan profitability   NPV Net B/C  IRR  PP Wawancara

pihak mini plant Analisis biaya manfaat  Tingkat produktifitas

 Peningkatan

profitability mini plant

Gambar

Gambar 1   Produksi    penangkapan    rajungan   di   Perairan   Tangerang,   Teluk         Jakarta, Bekasi, dan Karawang tahun 2001-2012
Gambar 4  Kerangka pemikiran penelitianPermintaan rajungan
Tabel 2  Matriks jenis data dan sumber data
Gambar 5  Diagram alur pengambilan data rajungan all size    Jantan Bertelur  BetinaJenis Kelamin 10 kgUkuran &lt; 8 cm
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa akan pentingnya berwirausaha dan mendorong tumbuhnya jiwa kewirausahaan (entrepreneurial Mindset) pada

Usia reproduksi, tidak hamil, setelah melahirkan, dan tidak menyusui, gemuk atau kurus, pasca keguguran, nyeri haid hebat, memiliki atau yang belum memiliki anak.. Ibu di bawah

1100- Manajemen nutrisi (hal.274) 5246- Konseling nutrisi (hal.276).. Hasil Workshop Nasional Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas Indonesia tahun 2014 *Regional Barat: Jakarta,

Perubahan dalam proses produksi mengakibatkan penentuan harga pokok dengan sistem biaya tradisional (konvensional) akan memberikan hasil yang kurang tepat. Harga pokok

[r]

Pada zaman sekarang ini, kata hijrah adalah sebuah kata yang sangat ngetren dan bahkan tergolong populer, dimana banyak kita lihat dalam

RENCANA PENCAPAIAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KETENAGAKERJAAN.. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Jika dilihat dari aspek regulasi terkait yaitu UU Pilkada, UU ASN, dan UU Kepolisian, disebutkan bahwa yang dapat menduduki jabatan sebagai Pj Gubernur yaitu jabatan pimpinan