Kuliah 9
Variabel Lingkungan,
Kelompok Sasaran dan
Sikap Pelaksana
3. Variabel Lingkungan : Argumen
Bahwa implementasi suatu kebijakan
sangat dipengaruhi oleh lingkungan
(konteks) di mana kebijakan tersebut
diimplementasikan.
Dengan demikian kebijakan-kebijakan
nasional keberhasilan
implementasinya akan sangat
ditentukan oleh lingkungan pemerintah
daerah di mana kebijakan tersebut
Asumsi
State ecological capacity melihat bahwa
pemerintah daerah sebagai suatu
organisma (sebagaimana Morgan melihat organisasi dengan berbagai metaphor).
Sebagai suatu organisma maka kehidupan
atau kelangsungan hidup pemda sangat tergantung pada lingkungannya.
Atau sebagai suatu sub-sistem, kinerja
pemda sangat dipengaruhi komponen-komponen sistem yang lebih besar.
Asumsi-lanjut
The ecological setting includes
environmental conditions surrounding
implementation that have recognizable
on the implementation process,
That is public policy are thrust into
already structured social and physical
environment that may either
resist
or
facilitate
those policies being carried
The Organisational Environment
Perspective
Dipakai untuk memahami hubungan antara
lembaga pengimplementasi dengan
lingkungan mereka
Resource dependence model: untuk
menjelaskan bagaimana implementasi dibentuk karena adanya pertukaran sumberdaya
ekonomi, politik dan informasi.
Institutional rules: pertukaran sumberdaya
tersebut dipengaruhi oleh institusi yang ada disekitarnya. Institusi ini bisa menjadi faktor pendorong dan faktor penghambat terjadinya
Political Authorities
(executive and Legislature
Implementing Agencies
Environmental actors:
Interest Groups, Other Agencies, General Public Exchange of economic, political, and information resources Exchange of economic, political, and information resources Exchange of economic, political, and information resources
Institusional: aturan (formal dan informal)
Implikasi
Pemda sebagai suatu organisma,
ketika bertanggungjawab
mengimplementasikan kebijakan maka
keberhasilannya sangat tergantung
pada dukungan lingkungannya,
apakah lingkungannya mendukung
atau justru menghambat.
Definisi
State ecological capacity refers to the
contextual environment within states
that acts as an inducement or
constraint on the freedom of action of
state government. It is a set of
conditions that sets limits on (or
provides opportunities for) what the
states can do (or cannot do) (Goggin
et al., 1990: 138).
Erwan Agus Purwanto-Marlan Hutahaean 8Tiga komponen ekologi menurut
Goggin
State economic capacity
State political capacity
Kemampuan Ekonomi
Seberapa besar potensi ekonomi yang
dimiliki oleh pemerintah daerah dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan
Pendapatan Daerahbudget (APBD) Personel income
Per-capita spending
Beberapa Bukti
O’toole (1986): Hampir 50 % studi
implementasi menyebut bahwa sumberdaya (keuangan dll) adalah krusial untuk
mewujudkan implementasi yang efektif.
Sabatier and Mazmanian (1980): Ada batas
sumberdaya tertentu yang harus dipenuhi agar implementasi berhasil.
Edwards (1980): Meskipun pesan kebijakan
benar2 dilaksanakan, implementasi kurang efektif tanpa dukungan dana.
State Political Capacity
Partisan and public opinion
Bagaimana pulic opinion, partisanship,
dan mobilisasi kelompok-kelompok kepentingan.
Openness and innovation in the state
Apakah pemda cukup terbuka dalam
menerima partisipasi masyarakat.
Apakah pemda cukup inovative dalam pembuatan gagasan yang mendorong
State Political-Lanjut
Political culture
, yaitu budaya politik
yang ada pada pemerintah daerah.
Individualistic (government as a
business)
Tradisionalistic (government as an elitist group)
Moralistic (government pursuit common
Lanjutan
Grindle dalam penelitiannya menemukan bahwa
variabel lingkungan seperti sistem politik,sangat berpengaruh terhadap kinerja implementasi
kebijakan, khususnya pd negara2 berkembang yg menjadi objek risetnya.
Cheema, Shabbir dan Rondinelli dalam buku,
“Policy Implementation in Developing Countries (1983),”menyatakan bahwa variabel lingkungan seperti sistem politik sangat mempengaruhi
berjalan tidaknya desentralisasi pada suatu negara.
Bersambung….
State situational capacity
Adalah situasi dan kondisi yang
khusus yang meliputi suatu program
dan mempengaruhi keberhasilan
implementasi program tersebut.
Faktor-faktor tersebut misalnya
Tingkat keseriusan masalah
Perhatian media terhadap masalah
Pemda Masyarakat Media LSM Sektor Swasta Kel. Kepentingan Parpol Budaya
PERINGKAT INVESTASI TERBAIK DAERAH
Kategori Faktor Kabupaten Kota
Umum Purwakarta Kediri
Kelembagaan Indramayu Gorontalo
Sosial Politik Magetan Mojokerto
Ekonomi daerah Asahan Balikpapan
Produktivitas dan Tenaga Kerja
Gresik Kediri
Pendapat Lain
Cheema, Shabbir dan Rondinelli
memetakan 5 hal yg dapat dianalisis terkait pengaruh variabel lingkungan terhadap
kinerja implementasi kebijakan, yi:
1. Pembuatan kebijakan
Maksudnya adalah siapa2 atau
lembaga/badan2 mana saja yang berperan dalam membuat suatu kebijakan. Dengan kata lain, siapa yang menjadi policy
maker?
Pendapat Lain
2. Kemampuan pimpinan dalam membuat terobosan
Pimpinan suatu negara atau
departemen/instansi patut dipertanyakan apakah memiliki keberanian dalam
mengambil risiko. Apabila ‘ya,’ maka dia akan mampu membuat terobosan 2 baru tanpa harus menunggu petunjuk atasan
atau petunjuk teknis dan pelaksanaan suatu kebijakan seperti desentralisasi.
Pendapat Lain
3. Sosial Budaya
Apakah kondisi sosial dan budaya mendukung apabila desentralisasi dilaksanakan? Misalnya apakah masyarakat daerah sudah mampu untuk menjalankan pemerintahan yang otonom? Jangan sampai, ketika desentralisasi dijalankan,
masyarakat atau pejabat daerah belum siap. Demikian pula dengan pejabat daerah, jangan menjadi “raja2” kecil di daerah, karena merasa telah semakin berkuasa.
Pendapat Lain
4. Organisasi Masyarakat Sasaran
Biasanya organisasi2 di daerah masih bersifat tradisional. Dalam pengambilan keputusan misalnya, di daerah telah ada mekanisme tertentu (kearifan lokal). Di Tapanuli misalnya, ada yang dinamakan “marsiadapari dan tonggo raja,” di Bali dinamakan “Banjar,” di Jawa ada
dinamakan “selapanan.” Dengan
desentralisasi, apakah organisasi ini dapat dipermodern?
Pendapat Lain
5. Infrastruktur Fisik dan Politik
Bagaimana infrastruktur di daerah? Apakah benar2 telah ada dan siap? Demikian pula dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Partai Politik (Parpol). Lengkap atau tidaknya infrastruktur ini sangat
menentukan apakah desentralisasi
dilaksanakan atau tidak dan berhasil atau tidak.
4. Variabel Kelompok Sasaran
Kelompok sasaran merupakan
variabel yang sering terlupakan.
Studi implementasi yang lebih
demokratis menganjurkan perlunya
memperhatikan peran kelompok
sasaran ini sejak awal, mulai dari
Karakteristik Kelompok
Sasaran
Unitnya:
Kelompok (komunitas) Keluarga Individu Letak geografis:
Desa KotaKarakteristik Kelompok
Sasaran
Status sosial ekonomi
Pendapatan Pendidikan Pemilikan modal
Gender
Laki-laki PerempuanKarakteristik Kelompok
Sasaran
Usia
Anak-anak Remaja Dewasa Pekerjaan/sektor
Petani Pedagang PNS5. Variabel Individu/Sikap Pelaksana
Merupakan variabel independen yg patut
juga diperhatikan.
Merupakan pihak yang langsung
mengimplementasikan kebijakan.
Parameter untuk mengukur variabel ini
adalah dengan menggunakan sikap dan perilaku si individu (aparat birokrasi).
Kesungguhan individu sebagai pelaksana
sangat menentukan mencapai kinerja implementasi kebijakan.
5. Variabel Individu/Sikap Pelaksana
Parameter lain yang dapat digunakan
adalah daya nalar dan kemampuannya
dalam menerjemahkan dan melaksanakan kebijakan.
Daya nalar dan kemampuan yg rendah
tentunya akan memberikan kinerja yang rendah pula.
Hal ini khusus bagi individu pelaksana yang
berada pada jaringan birokrasi yang paling bawah.
Bias Pemahaman Implementasi
Kebijakan
Pusat Provinsi Kabupate/Kota Kecamatan Desa/KelurahanBias Pemahaman Implementasi
Kebijakan
Dari pusat-daerah provinsi, biasanya bias dalam
memahami maksud sebuah kebijakan masih kecil.
Ketika sampai pada daerah kota/kabupaten, bias
yang muncul mulai besar, seperti apa maksud dan bagaimana mengimplementasi kebijakan itu.
Ketika sampai pada tingkat kecamatan, bias itu
semakin besar, seperti kesulitan dalam memahami cara-cara pencapaian sasaran dan tujuan
kebijakan.
Ketika sampai pada tingkat desa/kelurahan, bias itu
menjadi besar, misalnya mereka baru akan bekerja setelah ada petunjuk atasan/pimpinan.
Misalnya, kebijakan IDT.