• Tidak ada hasil yang ditemukan

A.PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH 1.1. SENI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A.PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH 1.1. SENI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

A.PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH 1.1. SENI

Seni merupakan bagian hidup dari manusia, karena menurut penyusun seni tercipta oleh manusia. Penyusun memahami bahwa seni itu tercipta oleh manusia, karena seni seringkali teralir dengan tanpa sadar, meskipun di satu sisi seni sering kali diciptakan dengan penuh kesadaran. Seni yang tercipta merupakan pengungkapan emosi, rasa dan ide.

Sebagai sebuah pengungkapan emosi, rasa dan ide, tentu saja manusia tidak lepas dari seni karena manusia adalah pencipta dan pelaku seni. Manusia akan mengekspresikan emosi, rasa dan ide dalam dirinya menjadi sebuah ungkapan kesedihan, kesenangan, kebahagiaan. Ungkapan tersebut termanifestasi menjadi realitas seni yang terekpresi dalam bentuk seni musik, seni puisi, seni tari dan sebagainya. Ekspresi seni ini merupakan bagian dari keberadaan manusia yang dipengaruhi oleh konteks. Kebudayaan, bahasa, pola pikir, kebiasaan dan peraturan akan menentukan dan menciptakan konteks yang mempengaruhi keberadaan manusia dalam melakukan kehidupan. Dalam melakukan kehidupannya, manusia mempunyai kebebasan. Kepuasan merupakan tujuan penting dalam kehidupan manusia.1

Saat mencipta sebuah seni, seni yang tercipta itu akan dipengaruhi oleh konteks (budaya, keadaan sosial-masyarakat, nilai-nilai religius yang berkembang) di mana manusia itu berada. Meskipun seni yang tercipta dipengaruhi konteks, menurut penyusun seni tetap mengandung kebebasan

1

Jan Arie Plaisier Dr. , Manusia Gambar Allah , (PT.BPK GUNUNG MULIA: Jakarta-2000), hlm.186-192.

(2)

berekspresi, karena seni yang tercipta merupakan pengungkapan emosi, rasa dan ide dalam diri manusia.

1.2. KESENIAN JAWA

Seni dipengaruhi oleh konteks yang meliputi berbagai segi dan salah satunya adalah budaya, termasuk di dalamnya budaya Jawa. Seni yang tercipta dalam konteks budaya Jawa terwujud pada gamelan, tari Jawa, macapat, geguritan, dll. , hal-hal tersebut merupakan pilar-pilar bagi kebudayaan Jawa.2 Tulisan ini akan membahas mengenai tembang macapat yang merupakan komposisi paling sederhana dan menjadi dasar dari tembang-tembang lain dalam olah vokal tembang Jawa.3

a. TEMBANG

Tembang merupakan istilah dari kata nyanyian dalam bahasa Jawa. Tembang berasal dari kata-kata yang dirangkai dan diatur seperti karangan

bunga (tetembungan kang rinonce kadya kembang).4 Tembang berisi ajaran dan nilai luhur kebudayaan Jawa yang kemudian dijadikan pedoman hidup untuk menuntun ke arah kesempurnaan. Sedangkan tembang itu sendiri ada lima macam yaitu : Tembang Ageng, Tembang Tengahan, Tembang Alit

(macapat), Tembang Dolanan dan Tembang Gending. Diantara kelima tembang tersebut, yang paling dikenal masyarakat Jawa adalah macapat.

b. MACAPAT

Tembang ini disebut/dinamakan macapat karena dalam melagukannya

diputus-putus tiap empat suku kata (maca papat). Sedangkan yang disebut dengan macapat itu sendiri adalah puisi berbahasa Jawa yang

2

Kata pengantar yang ditulis oleh Pdt. Yusak Tridarmanto M.Th. (Pembantu Dekan I Fakultas Theologia UKDW) dalam Siman Widyatmanta M.Th., Jangkar Gondhelaning Gesang, (Komisi Komunikasi Massa GKJ Samironobaru : Yogyakarta- 2003)

3

Bambang Yudoyono, Gamelan Jawa, Awal mula, makna dan masa depannya, (PT.Karya UNIPRESS : Jakarta-1984), hlm.134.

4

(3)

memperhitungkan jumlah baris untuk tiap bait, jumlah suku kata tiap baris, dan vokal akhir baris; baik jumlah suku kata maupun vokal akhir tergantung atas kedudukan baris bersangkutan pada jenis yang digunakan; di samping itu pembacaannya pun menggunakan patokan pola susunan nada yang didasarkan pada nada gamelan. 5 secara tradisional terdapat 11 jenis

macapat, yakni Dhandhanggula, Sinom, Asmaradana, Durma, Pangkur, Mijil, Kinanthi, Maskumambang, Pocung, Gambuh, Megatruh

Macapat bisa dikatakan sebagai salah satu wujud pengungkapan emosi, rasa

dan ide dalam diri orang Jawa. Hal ini terbukti dengan jenis tembang

macapat yang ada, sebagai contoh : Pangkur dan Durma merupakan tembang macapat yang berisi tentang emosi yang menggelora dan biasanya

berisi tentang kisah perang; Megatruh dan Maskumambang berisi tentang kesedihan; Asmaradana,berisi tentang kisah asmara.6

Macapat sangat populer dalam kehidupan masyarakat Jawa, bahkan menjadi

syarat yang penting dalam pergaulan masyarakat Jawa jaman dahulu. Dalam

macapat terkandung ajaran, nilai luhur dan tauladan yang baik. Tembang macapat yang dilagukan selalu diharapkan memberikan rasa ayem bagi

yang mendengar.

Dalam nembang macapat,orang Jawa selalu menyanyikannya dengan penuh perasaan.Seringkali tempo menjadi hal yang tidak terlalu diperhatikan ketika orang Jawa nembang macapat. Perasaan yang mengalir merupakan tempo saat orang Jawa nembang macapat. Hal terpenting saat nembang adalah melagukan syair dalam tembang dengan penuh ketenangan dan

5

Nada gamelan hendak menerangkan mengenai tangga nada dalam gamelan Jawa yang disebut dengan laras. Laras gamelan Jawa terdiri dari dua bagian, yaitu pelog dan slendro. Pelog terdiri dari tujuh nada (ji, ro, lu pat, mo nem, pi) yang kental dengan nuansa kesedihan, sedangkan slendro terdiri dari lima nada (ji , ro, lu, mo, nem).

6

Kartodirdjo S., Beberapa Segi Etika dan Etiket Jawa, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Yogyakarta-1987), hlm.14-22.

(4)

konsentrasi untuk merasakan dan memahami isi tembang. Perasaan yang mengalir pun akan menciptakan cengkok-cengkok yang sesuai dengan isi

tembang dan perasaan dalam hati, sehingga tembang yang dinyanyikan enak

didengar dan menyentuh perasaan.

1.3. SENI DALAM GEREJA

Gereja merupakan bagian dari dunia. Gereja merupakan “suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus”. 7 Gereja ada karena ada jemaat atau orang-orang percaya yang bersekutu dan membentuk gereja. Jemaat adalah orang-orang yang juga hidup dalam dunia dan konteks tertentu, dengan demikian gereja tidak bisa lepas dari keberadaan jemaat yang hidup dalam konteks dan melakukan kehidupan. Oleh karena itu, gereja pun terkait dengan hal-hal yang dikerjakan oleh manusia, termasuk perihal seni.

Karena seni tidak dapat lepas dari manusia, gereja pun juga melakukan seni. Seni dalam gereja sebagian besar ternampakkan dalam ibadah. Dimana ibadah itu merupakan sebuah cara jemaat untuk berhubungan dengan Allah secara

dramatis-simbolis.8 Dalam ibadah, hampir semua unsur seni termaktub di

dalamnya. Seni suara termanifestasi dalam nyanyian jemaat, seni musik termanifestasi dalam iringan ibadah dan sebagainya.

Seperti halnya seni yang dipengaruhi oleh konteks, demikian pula halnya dengan gereja. Teologi dan perkembangan dogma sangat dipengaruhi konteks dimana gereja itu berada. Perkembangan itu bukan hanya bergantung pada waktu namun juga pada lokasi, sehingga setiap generasi yang berkembang akan mengungkap pemahaman teologi dan dogma dalam hubungan dengan

7

Mukadimah Tata Gereja Sinode GKJ, 1999

8

(5)

kehidupan dan zaman mereka sendiri.9 Perkembangan teologi dan dogma yang dipengaruhi budaya juga berpengaruh pada penciptaan lagu-lagu pujian. Pencipta lagu tentu akan menciptakan lagu sesuai dengan pemahaman teologi dalam dirinya yang dipengaruhi oleh keberadaan budaya yang dekat dengannya. Ketika lagu ciptaannya dinyanyikan oleh orang yang se-budaya, tentu cara menyanyikan dan kemengertian isi lagu pun tidak jauh berbeda. Namun jika lagu itu dinyanyikan oleh jemaat dengan latar belakang budaya yang jauh berbeda, tentu cara menyanyikan lagu dan pemahaman mengenai isi lagu itu pun akan sangat berbeda.

Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan frame budaya berimbas pada perbedaan perlakuan terhadap seni yang tercipta. Kadang-kadang, makna yang dicipta dan diungkap oleh pencipta seni tidak kena pada sasaran, ketika seni yang tercipta itu dikerjakan oleh orang lain. Hal ini terjadi karena adanya

gap budaya antara pencipta seni dengan pelaku dari seni. Gap yang terjadi

dalam budaya ada karena masing-masing budaya selalu memiliki keunikan masing-masing, dan keunikan itu akan menjadi karakter yang memberi ciri khas terhadap budaya.

B. DESKRIPSI MASALAH

Jemaat adalah bagian dari gereja. Bahkan jemaat itulah awal mula dan pembentuk gereja. Jemaat adalah orang-orang (people) yang bersekutu dalam sebuah kesatuan yang saling melengkapi sebagai tubuh Kristus. Jemaat yang bersekutu kemudian membentuk komitmen sebagai kesepakatan bersama. Komitmen tersebut terbangun berdasar gagasan-gagasan terkait hubungan jemaat dengan kehidupan riil (konteks) dan hubungan dengan Tuhan. Gagasan yang teralir dalam sebuah komitmen

9

Dalam Pokok-pokok Ajaran GKJ (PPAG) pertanyaan no.126-128 (hal. 51-52) dijelaskan bahwa ibadah merupakan salah satu alat imaniah utama bagi gereja untuk berhubungan dengan ALLAH. Ibadah itu sendiri merupakan pengungkapan pengakuan dalam hubungannya dengan ALLAH atas penyelamatan yang mereka alami dalam bentuk dramatis-simbolis. Bentuk dari dramatis-simbolis itu teralir dalam sembah sujud, puji, pengakuan dosa, permohonan ampun, persembahan dan pengakuan jemaat; sedangkan pengampunan, firman serta berkat diberikan oleh ALLAH.

(6)

kemudian mencipta sebuah sistem yang menjadi acuan untuk me-manage jemaat. Kemudian penyusun menyebut jemaat beserta komitmen dan segala sistem yang telah terbangun tersebut dengan gereja (church). Banyak hal yang menjadi ‘urusan’10 yang harus dikerjakan gereja. Termasuk di dalamnya adalah ibadah. Dalam ibadah terkandung banyak unsur seperti liturgi, pemberitaan firman dan juga nyanyian jemaat.

Penyusun akan mengangkat salah satu unsur dalam ibadah yaitu nyanyian jemaat yang difokuskan pada jemaat Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ) Ambarrukma. Sebagian besar jemaat di GKJ Ambarrukma adalah orang Jawa., yang selanjutnya akan disebut dengan jemaat Jawa. Sebagai jemaat Jawa, pola hidup, konsep berpikir dan pemahaman mengenai hidup masih dipengaruhi budaya jawa. Realitas cara bernyanyi jemaat Jawa yang sebagian besar masih belum bisa mengikuti irama dan tempo sesuai dengan lagu, menurut penyusun juga dipengaruhi oleh pilar-pilar budaya Jawa. Saat menyanyikan pujian dalam ibadah yang notabene sebagian besar lagu diciptakan oleh orang barat, jemaat Jawa seringkali dinilai belum bisa bernyanyi dengan benar.

Sebagian besar kidung yang dinyanyikan jemaat dalam ibadah adalah nyanyian yang berasal dari Eropa (barat). Kidung ini memiliki patokan notasi yang teratur, tempo dan irama yang tertata dengan tegas. Untuk menghadirkan semangat lagu seperti yang diinginkan pencipta, maka pencipta pun akan memanfaatkan berbagai irama dan tempo sesuai dengan semangat lagu. Untuk lagu gembira, suka atau riang biasanya digunakan tempo cepat (presto, allegro dsb) dengan irama mars, di marcia dsb. Untuk lagu sendu, sedih biasanya digunakan tempo lambat (lento). Hal ini

10

‘urusan’ merupakan segala sesuatu yang seyogyanya dikerjakan oleh gereja. Urusan tersebut meliputi penjagaan hubungan jemaat dengan Tuhan (religiusitas), yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan iman jemaat . Gereja juga harus memperhatikan hubungan jemaat dengan pribadinya, dimana gereja harus mampu mengontrol keadaan emosi dan karakteristik jemaat agar gereja mampu membantu jemaat dalam menanggapi kehidupan di dunia. Disamping itu, gereja juga memperhatikan hubungan jemaat dengan dunia, yaitu konteks dimana gereja dan jemaat itu berada, terkait dengan proses komunikasi dengan konteks .

(7)

menunjukkan bahwa setiap lagu yang tercipta selalu memiliki warna dan semangat yang khas, dan hal ini didukung dengan pemanfaatan macam tempo, irama dan birama yang sesuai. Sehingga tercipta harmonisasi antara notasi dan isi nyanyian. Dalam menyanyikan kidung, jemaat seringkali kurang bisa menghadirkan semangat kidung seperti yang diinginkan pencipta. Hal ini nampak dalam cara bernyanyi jemaat yang seringkali melakukan generalisasi tempo terhadap semua kidung yang dinyanyikan. Jemaat seringkali menyanyikan kidung dengan tempo lambat. Realita yang demikian berimbas pada anggapan bahwa jemaat Jawa tidak bisa memahami makna teologi dalam pujian jika tidak bernyanyi dengan tempo yang benar. Menurut penyusun, cara bernyanyi yang demikian pasti ada sebabnya.

Menurut pengamatan penyusun ada beberapa faktor yang menjadi penyebab sehingga jemaat menyanyikan kidung dengan tempo yang lambat, kurang sesuai dengan tempo, ketukan, notasi, birama dan irama yang benar. Faktor yang pertama adalah, jemaat kurang menyadari, kurang memahami dan kurang memperhatikan bahwa kidung yang dinyanyikan sebenarnya mempunyai dasar notasi, irama dan tempo yang teratur. Kedua, jemaat sebenarnya sadar adanya keteraturan patokan dalam kidung, namun jemaat enggan bernyanyi sesuai dengan patokan dalam kidung, karena turun-temurun kidung tersebut telah dinyanyikan dengan tempo lambat. Penyusun mempunyai persepsi bahwa cara bernyanyi jemaat Jawa dipengaruhi oleh seni macapat. Persepsi penyusun berdasar pada kemiripan dalam beberapa sisi antara jemaat Jawa yang sedang menyanyikan pujian dengan orang Jawa yang sedang nembang macapat.

Banyak pihak menilai bahwa cara bernyanyi orang GKJ tidak benar. Bernyanyi dengan benar yang dimaksud adalah bernyanyi dengan tempo dan irama lagu dengan maksud makna teologis dan tujuan yang terkandung dalam lagu dapat dipahami. Anggapan seperti ini bukanlah mengarah kepada sesuatu yang benar atau tidak. Menurut pengalaman penyusun sebagai anggota jemaat Jawa (GKJ), dalam mengikuti ibadah di gereja, penyusun seringkali mengalami kesulitan ketika hendak

(8)

bernyanyi sesuai dengan tempo dan irama lagu. Hal ini terjadi karena sebagian jemaat yang bernyanyi pun bernyanyi dengan tempo yang sama, yaitu tempo yang lambat. Dan hampir semua lagu yang dinyanyikan menggunakan tempo sama. Disamping itu, sering juga terjadi tidak terwujudnya in tempo11 antara jemaat

dengan pengiring ibadah (organis).

Permasalahan ini mengundang ketertarikan penyusun untuk membahasnya dalam sebuah tulisan. Keterbukaan jalan berpikir penyusun berawal ketika tengah bercakap-cakap dengan seorang teman (si A). Si A ini adalah seseorang yang mempunyai pengalaman hidup di bidang kebatinan Jawa dan kebetulan si A ini juga berasal dari sinode yang sama, yaitu GKJ. Saat itu penulis bertanya kepada si A, “Mas kenapa ya orang GKJ itu kalau nyanyi kok mesti kaya gitu, pelan..., ga in

tempo, bikin ngantuk?”. Si A pun menjawab : “Yang namanya orang Jawa itu masih dipengaruhi budaya jawa ... dan itu pasti ... itu yang namanya yang kejawen, lha kalau cara nyanyi orang jawa yang kamu sebut tadi, itu bisa jadi karena pengaruh tembang jawa”.

C. BATASAN MASALAH

Untuk lebih mengoptimalkan pembahasan tema dalam tulisan ini, penyusun akan membatasi permasalahan pada :

• Teori macapat dan seni musik barat.

• Memperbandingkan patokan macapat dengan teori musik barat. • Cara bernyanyi jemaat GKJ Ambarrukma

• Pengaruh macapat pada cara bernyanyi jemaat Jawa

• Jemaat GKJ Ambarrukma dalam memahami teologi pujian.

11

‘in tempo’ istilah yang dipakai dalam dunia musik untuk mengatakan sesuai atau tidaknya sebuah lagu dengan tempo atau ketukan nada yang diinginkan pencipta.

(9)

D. JUDUL DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL 1. JUDUL

Setelah menguraikan pembahasan permasalahan di atas, penyusun kemudian memilih judul :

“PENGARUH MACAPAT TERHADAP CARA BERNYANYI JEMAAT JAWA DAN RELEVANSINYA DALAM MEMAHAMI TEOLOGI PUJIAN

DI GEREJA KRISTEN JAWA AMBARRUKMA”

2. ALASAN PEMILIHAN JUDUL

Adapun alasan yang menguatkan diri penyusun untuk memilih judul tersebut adalah sebagai berikut :

• Menarik. Ketertarikan penyusun terletak pada permasalahan yang mempengaruhi seni bernyanyi jemaat Jawa. Sehingga penyusun merasa tertarik untuk menggali secara filosofis hal tersebut.

• Aktual. Permasalahan dalam tema pembahasan dalam tulisan ini belum pernah mengalami titik final dan mutlak. Disamping itu, permasalahan ini akan selalu menjadi hal yang selalu berkembang.

• Baru. Menurut pengetahuan penyusun, di UKDW belum pernah ada skripsi yang memfokuskan diri pada tema pembahasan dalam tulisan ini.

• Relevan. Kegunaan dan manfaat penulisan pembahasan permasalahan akan sangat berguna bagi jemaat GKJ Ambarrukma maupun gereja yang berlatar kebudayaan sama, yaitu jawa (GKJW, GITJ, GKJTU, GKSBS) terlebih bagi gereja di lingkungan Sinode GKJ dan bagi penyusun sendiri.

(10)

E. TUJUAN PENULISAN

Penulisan tema pembahasan bertujuan untuk memberikan informasi kepada jemaat mengenai kebiasaan yang biasa mereka lakukan dalam ibadah, sebenarnya bukanlah hal yang biasa. Hal ini merujuk pada penyadaran akan identitas dan karakteristik jemaat GKJ Ambarrukma yang sebagian besar adalah orang Jawa. Sebagai orang Jawa tentu akan selalu dipengaruhi oleh budaya dan rasa Jawa.

F. METODOLOGI PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian

Penyusun menggunakan pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian dan analisa dalam penyusunan skripsi ini. Yaitu sebuah kajian yang terfokus pada suatu fenomena yang bukan berdasar generalisasi pola pikir, pendapat sebagian besar populasi, namun lebih pada representasi dari fenomena yang menjadi kajian dalam tulisan ini. Kajian kualitatif ini hendak mengembangkan konsep-konsep dan realita dalam lapangan. Melalui kajian ini, peneliti berusaha mencari dan menemukan konsep dan pemahaman jemaat mengenai pengaruh macapat terhadap cara (praktik) bernyanyi dan relevansinya dalam memahami teologi pujian.

2. Populasi Dan Sampel.

2.1. Populasi (universum): jumlah keseluruhan dari unit analisa,12 yaitu warga GKJ Ambarrukma yang tercatat dalam data sekretariat gereja.

2.2. Sampel : Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif sehingga sampel yang

digunakan bukanlah wakil dari sebagian besar populasi. Sampel dipilih berdasar pertimbangan dan kriteria tertentu. Pertimbangan dan kriteria tersebut merujuk pada hal-hal yang menjadi tujuan dan fokus penelitian (purposive sampling), sehingga representasi terhadap fenomena sosial dapat terwujud.

12

Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah

(11)

Dalam pendekatan kualitatif, jumlah sampel bukan menjadi sesuatu yang penting. Sampel yang digunakan bisa banyak bisa sedikit, tergantung pada tepat tidaknya pemilihan key informan. 13 Untuk memenuhi ketepatan key

informan yang berkompeten dengan tema tulisan ini, peneliti kemudian

menentukkan sampel awal sebagai langkah awal untuk menentukan sampel selanjutnya. Sampel awal tersebut diambil dari unsur majelis (2 orang), jemaat biasa (4 orang), pengurus komisi (1 orang) dan pengurus wilayah (1 orang). Penyusun kemudian mengembangkan informasi yang didapat dari sampel awal untuk menentukkan key informan. Ada pun key informan yang kemudian menjadi responden dalam penelitian ini ditentukan berdasar kriteria yang memenuhi fokus dan tujuan penelitian.14 Responden yang dipilih adalah orang-orang yang berkompeten dengan tema penulisan , aktifis dan tokoh-tokoh kunci dalam gereja. Orang-orang yang berkompeten dipilih dari jemaat yang mampu memberikan informasi sesuai dengan fokus penelitian, dalam hal adalah jemaat yang dianggap mempunyai kelebihan di bidang seni musik (musik barat mau pun Jawa) dibanding dengan jemaat lain. Aktifis gereja yaitu jemaat yang terlibat aktif dalam organisasi di GKJ Ambarrukma dan memiliki pengetahuan dan informasi yang dibutuhkan peneliti. Selanjutnya adalah tokoh-tokoh kunci, yaitu orang-orang yang mempunyai pengaruh besar dalam jemaat (jemaat biasa, majelis, anggota organisasi di GKJ Ambarrukma).

3. Pengumpulan Data

Peneliti melakukan pengumpulan data dengan beberapa metode yaitu :

• Wawancara. Peneliti akan melakukan wawancara dan ngangsu kawruh (belajar) kepada orang-orang yang berkompeten dalam bidang yang sesuai dengan tema pembahasan.

13

Sda., hlm. 53.

14

(12)

• Penelitian lapangan. Peneliti melakukan observasi secara langsung dalam jemaat untuk memahami keberadaan, karakteristik dan aspek-aspek yang mempengaruhi kehidupan jemaat dalam kaitannya dengan tema pembahasan. • Kuisoner. Peniliti akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait

dengan fokus dan tujuan penelitian dan dimuat dalam kusioner.

• Studi literatur. Pemanfaatan artikel, buku dan pustaka yang mendukung tema pembahasan.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Penulis akan menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang masalah yang terdiri atas seni, kesenian Jawa dan seni dalam gereja.

BAB II : KONDISI KONKRET JEMAAT GKJ AMBARRUKMA

Bab ini akan memaparkan sejarah jemaat GKJ Ambarrukma, perkembangan, sosio geografis, penataan wilayah pelayanan, struktur organisasi dan penggunaan kidung.

BAB III : MACAPAT NYANYIAN GEREJAWI DAN TEOLOGI PUJIAN

Bagian pertama dalam bab ini berisi tentang macapat beserta sejarah, teori yang digunakan (pakem) dan watak tembang macapat. Kemudian penyusun akan memaparkan perihal nyanyian gerejawi beserta pengertian dan patokan dasar yang digunakan dalam kidung. Bagian terakhir bab ini memaparkan mengenai teologi pujian.

BAB IV : PRAKTIK MEMUJI OLEH JEMAAT

Penyusun akan memaparkan sumber data dalam penelitian penyusun. Kemudian penyusun akan memaparkan data hasil penelitian, selanjutnya penyusun melakukan analisa terhadap data hasil penelitian.

(13)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian Anda juga harus menyatakan bahwa karena Anda mengajukan permohonan terhadap Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang

Sebelumnya dikatakan bahwa Kecamatan Reok lolos untuk menjadi Pusat Kegiatan Lokal dikarenakan memiliki pelabuhan kelas III dan jalan areteri yang mendukung

Lokasi tersebut dipilih secara purposif dengan alasan (a) ja- lan lintas Papua merupakan jalan yang mengikuti garis perbatasan antara Indonesia dan Papua New Guinea

1.1 PERSIAPAN YANG PERLU DIPERHATIKAN Ada beberapa hal yang mungkin perlu diperhatikan sebagai seorang pengajar sebelum mengakses E-learning UPU diantaranya yaitu

Rencana ini menggambarkan arah, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program dan kegiatan penyelenggaraan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang sesuai dengan tugas

pembiayaan tetep akan diberikan dengan jumlah pembiayaan di.. kurangi, hal ini tentunya akan berdampak kepada pihak BPRS Haji Miskin tersebut, yang mana nantinya

Kenaikan indeks harga terjadi pada subkelompok tembakau dan minuman beralkohol sebesar 1,04 persen, minuman yang tidak beralkohol sebesar 0,09 persen, serta makanan

value Teks default yang akan dimunculkan jika user hendak mengisi input maxlength Panjang teks maksimum yang dapat dimasukkan. emptyok Bernilai true jika user dapat tidak