• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN BERKUNJUNG KE KEBUN RAYA (BOTANICAL GARDEN) EKA KARYA BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSEPSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN BERKUNJUNG KE KEBUN RAYA (BOTANICAL GARDEN) EKA KARYA BALI"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI WISATAWAN BERKUNJUNG

KE KEBUN RAYA (BOTANICAL GARDEN) EKA

KARYA BALI

Laporan Penelitian

Disusun Untuk Memenuhi

Tri Dharma Perguruan Tinggi

(Dharma Penelitian)

Oleh:

I Gusti Bagus Rai Utama

Program Studi/Jurusan: Manajemen

SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN

DHYANA PURA DENPASAR

(2)

ABSTRACT

PERCEPTION AND FACTORS INFLUENCING TOURISTS VISITING EKA KARYA BOTANICAL GARDEN BALI

Eka Karya Botanical Garden Bali, which initially used to be the institution of plant conservation has developed to be an interesting and fascinating tourism object because it combines the elements of natural beauty, plants scarcity, and diversity of plants. To get the information on the development of Eka Karya Botanical Garden Bali particularly that related to tourist’ visit, this study formulates the following problems: (1) what are the characteristic of tourist to the Botanical Garden?; (2) what is the perception of foreign tourists to the Botanical Garden?; (3) what is the perception of the domestic tourists to the Botanical Garden?; (4) is there any difference in perception of foreign tourists and domestic tourists to the Botanical Garden?; (5) what factors are encouraging and motivating tourists to the Botanical Garden?; and (6) what factors that influence tourists visiting the Botanical Garden?.

This study used survey method with 88 respondents as samples. The instrument used in data collecting is questionnaire, the data processing was done by means of simple tools of analysis in the form of descriptive statistics, test of Wilcoxon signed rank, and factor analysis to determine influential factor at the Eka Karya Botanical Garden in relation to the tourists visiting the place.

The finding of the study were: (1) characteristics of tourists visiting Eka Karya Botanical Garden observed from a number of aspects are domestic tourists, university students and private employees, the age group between 20 and 40, they are repeater tourists, male tourists more than the female ones; (2) most of foreign tourists had positive perception by putting the Botanical Garden attraction as the most positive one, and so are the accessibility and the facility. Domestic tourists also had similar idea about the Garden. Both domestic and foreign tourists have the same perception about the Garden, which was dominantly positive; (3) visitor visiting the Garden were encouraged and motivated because of relaxation, escape, strengthening family bond, and play which was constitutes the highest motivation factors, the second, visitor were encouraged and motivated because factors: social interaction, prestige, educational opportunity, and wish fulfillment constitute the middle motivation, the third, visitor were encouraged and motivated because factors romance, and self fulfillment constitute the smallest motivation; (4) there are five factors, which are influential in the Eka Karya Botanical Garden with respect to tourists’ visit, i.e. tariff and service, natural attraction, accessibility, situation, and facility.

Departing from this finding, some suggestions may be useful for the management of the Eka Karya Botanical Garden: (1) the Management should consider paying attention to characteristics of visitors in making the diversification of the Garden; (2) paying attentions to motivating factors of visitors so that their satisfaction can be met; (3) the Management should consider five factors in managing, conserving, and utilizing the Garden so that the Garden always keeps being the place for the community to have recreation at.

(3)

DAFTAR ISI

Abstract ………..…… Daftar Isi……… Daftar Tabel……….. Daftar Gambar……….. Daftar Foto………. BAB I PENDAHULUAN………. 1. Latar Belakang………..……….. 2. Rumusan Masalah……….……….. 3. Tujuan Penelitian………..……….. 4. Manfaat Penelitian……….……….

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL PENELITIAN……… 2.1. Tinjauan Pustaka………. 2.1.1 Penerapan Etika Perencanaan Kawasan Wisata……….. 2.1.2 Pemanfaatan Alam sebagai Atraksi Wisata ………..………. 2.1.3 Karakteristik, Motivasi dan Persepsi Wisatawan yang Berkunjung

ke Bali………... 2.2. Landasan Teori………...………. 2.2.1 Penawaran dan Permintaan Pariwisata……… 2.2.2 Pengertian Pariwisata ………. 2.2.3 Pengertian Berwisata……… 2.2.4 Tipologi Wisatawan ………. 2.2.5 Kegiatan Wisata Alam (ecotourism).……….. 2.2.6 Agrowisata………. 2.3 Konsep ………..……..……….. 2.3.1 Citra Daerah Tujuan Wisata (DTW)……….. 2.3.2 Persepsi Wisatawan……….. 2.3.3 Motivasi Wisatawan untuk Berwisata……….. 2.3.4 Faktor-faktor Pendorong Wisatawan untuk Berwisata………….. 2.3.5 Faktor-faktor Penarik (Daya Tarik Wisata)……… 2.4 Model Penelitian……….

BAB III METODE PENELITIAN……… 3.1 Lokasi Penelitian………….………. 3.2. Populasi dan Sampel………….………... 3.3 Desain Penelitian………. 3.4 Jenis Variabel Penelitian………..……… 3.5 Jenis dan Sumber Data………….………... 3.6 Instrumen Penelitian……….………. 3.7 Teknik Pengumpulan Data…….……… 3.3. Analisis Data………….………. i ii iv vi viii 1 1 5 6 6 7 7 7 8 9 9 10 12 12 12 13 15 17 18 18 19 20 20 22 23 23 23 23 24 27 28 28 29

(4)

BAB IV HASIL PENELITIAN……… 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….. 4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas………

4.3 Karakteristik Responden yang Berkunjung ke Kebun Raya Eka Karya Bali……….. 4.4 Persepsi Wisatawan terhadap Kebun Raya Eka Karya Bali……… 4.4.1 Persepsi Wisatawan Mancanegara terhadap Kebun Raya Eka

Karya Bali……….. 4.4.2 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Kebun Raya Eka Karya

Bali………. 4.4.3 Persepsi Wisatawan Mancanegara dan Nusantara terhadap Kebun

Raya Eka Karya Bali……… 4.4.4 Perbedaan Persepsi Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan

Nusantara……… 4.5 Faktor Pendorong Wisatawan Berkunjung ke Kebun Raya Eka

Karya Bali……… 4.6 Analisis terhadap (Daya Tarik) Faktor-faktor yang mempengaruhi

Wisatawan Berkunjung ke Kebun Raya Eka Karya Bali………… 4.7 Uji Ketepatan Model………

BAB V PEMBAHASAN ……… 5.1. Kategori Pembahasan……….. 5.2. Karakteristik Wisatawan yang Berkunjung ke Kebun Raya Eka

Karya Bali……… 5.3. Persepsi Wisatawan Mancanegara terhadap Atribut-atribut Kebun

Raya Eka Karya Bali……….

5.4. Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Atribut-atribut Kebun Raya Eka Karya Bali………

5.5. Persepsi Wisatawan Seluruh Wisatawan terhadap Atribut-atribut Kebun Raya Eka Karya Bali………… ……….. 5.6. Perbedaan Persepsi Wisatawan Mancanegara dan Nusantara

terhadap Objek Wisata Kebun Raya Eka Karya………. 5.7. Faktor Pendorong untuk Berwisata ……….. 5.8. Daya Tarik Kebun Raya Eka Karya Bali……….……….. 5.8.1 Faktor Pertama adalah faktor Tarif dan Pelayanan Kebun Raya… 5.8.2 Faktor Kedua adalah faktor Atraksi Alam Kebun Raya………… 5.8.3 Faktor Ketiga adalah faktor Aksesibilitas Kebun Raya…………. 5.8.4 Faktor Keempat adalah faktor Situasi Kebun Raya……… 5.8.5 Faktor Kelima adalah faktor Fasilitas Kebun Raya………

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………... 6.1. Kesimpulan………. 6.2. Saran………

DAFTAR PUSTAKA………

30 30 33 34 38 38 44 50 51 53 54 61 62 62 62 64 66 68 68 69 70 71 72 74 75 75 77 77 78 79

(5)

DAFTAR TABEL

No Tabel

1.1 Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara yang Langsung Datang ke Bali Tahun 2000 – 2004

1.2 Kunjungan Wisatawan ke Kebun Raya Eka Karya Bali tahun 1998-2002

3.1 Atribut yang dinilai oleh Wisatawan untuk Mendapatkan Jawaban tentang Persepsi Wisatawan terhadap Kebun Raya Eka Karya Bali

3.2 Faktor-faktor yang Diduga MendorongWisatawan berkunjung ke Kebun Raya Eka Karya

3.3 Kategori Kelompok Wsatawan

3.4 Faktor-faktor Penarik yang Diduga Mempengaruhi Wisatawan berkunjung ke Kebun Raya Eka Karya

4.1 Persepsi Wisatawan Mancanegara terhadp Kebersihan Fasilitas Kebun Raya

4.2 Persepsi Wisatawan Mancanegara terhadp Kelengkapan Fasilitas Kebun Raya

4.3 Persepsi Wisatawan Mancanegara terhadap Keindahan Kebun Raya

4.4 Persepsi Wisatawan Mancanegara terhadap Keragaman jenis flora Kebun Raya

4.5 Persepsi Wisatawan Mancanegara terhadap Aksesibilitas Kebun Raya

4.6 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Kebersihan Fasilitas Kebun Raya

4.7 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Kelengkapan Fasilitas Kebun Raya

4.8 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Keindahan Kebun Raya

4.9 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Keragaman Flora Kebun Raya.

(6)

4.11 Persepsi Wisatawan Mancanegara dan Nusantara terhadap Kelengkapan Kebun Raya

4.12 Sub Atribut yang Dipersepsikan oleh Wisatawan

4.13 Beda Persepsi Wisatawan Nusantara dan Mancanegara terhadap Kebun Raya Eka Karya Bali dengan Uji Wilcoxcon signed rank

4.14 Frekwensi dan kategori Faktor-faktor Pendorong Wisatawan Berkunjung ke Kebun Raya Eka Karya Bali

4.15 Besaran Nilai Barlett Test of Sphericity dan Nilai Keiser-Meyers-Oklin (KMO) Measure of Sampling Aduquacy Uji Tahap Pertama

4.16 Besaran Nilai Measures of Sampling Adequacy(MSA) Uji Tahap Pertama

4.17 Besaran Nilai Barlett Test of Sphericity dan Nilai Keiser-Meyers-Oklin (KMO) Measure of Sampling Aduquacy Uji Tahap Kedua

4.18 Besaran Nilai Measures of Sampling Adequacy(MSA) Uji Tahap Kedua

4.19 Besaran Nilai Communalities dengan Menggunakan Metode Principal

Component Analysis

4.20 Total Variance Explained dengan Eigenvalue ≥ satu 4.21 Distribusi Komponen Matrik yang Dirotasi

4.22 Penamaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Wisatawan Berkunjung ke Kebun Raya Eka Karya Bali

5.1 Perbandingan Kunjungan Wisatawan pada Objek Wisata Sejenis tahun 1998-2002

(7)

DAFTAR GAMBAR

No Gambar

2.1 Unsur penunjang dalam pemanfaatan alam sebagai daya tarik wisata

2.2 Model Penelitian

4.1 Koleksi Tanaman Langka di 4 Kebun Raya di Indonesia

4.2 Karakteristik Responden berdasarkan asal Wisatawan 4.3 Karakteristik Responden berdasarkan Pekerjaan Wisatawan 4.4 Karakteristik Responden berdasarkan Umur Wisatawan 4.5 Karakteristik Responden berdasarkan Frekwensi Kunjungan 4.6 Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin.

4.7 Persepsi Wisatawan Mancanegara terhadap Kebersihan Fasilitas Kebun Raya

4.8 Persepsi Wisatawan Mancanegara terhadap Kelengkapan Fasilitas Kebun Raya

4.9 Persepsi Wisatawan Mancanegara terhadap Keindahan Kebun Raya

4.10 Persepsi Wisatawan Mancanegara terhadap Keragaman Flora Kebun Raya

4.11 Persepsi Wisatawan Mancanegara terhadap Jarak menuju Kebun Raya

4.12 Persepsi Wisatawan Mancanegara terhadap kemudahan menuju Kebun Raya

4.13 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Kebersihan Fasilitas Kebun Raya

4.14 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Kelengkapan Fasilitas Kebun Raya

4.15 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Keindahan Kebun Raya 4.16 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Keragaman Jenis Flora

Kebun Raya……… 4.17 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Jarak Menuju Kebun

Raya

4.18 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Kemudahan Menuju Kebun Raya

(8)

DAFTAR FOTO

No Foto

4.1 Maskot Kebun Raya Eka Karya Kondisi Maret 2005 5.1 Wisatawan Nusantara sedang Menikmati Makan Siang

5.2 Koleksi Jenis Kaktus pada Rumah Kaca di Kebun Raya Eka Karya

5.3 Salah satu toilet dan Kamar Mandi di Kebun Raya Eka Karya 5.4 Salah Satu Maskot Kebun Raya Eka Karya

5.5 Salah Satu Angkutan Kota yang Disewa Khusus oleh Wisatawan dari Denpasar

5.6 Loket Karcis Masuk Kebun Raya Eka Karya

5.7 Pemandangan Alam dan Koleksi Jenis Bunga Kebun Raya Eka Karya.

5.8 Kondisi Jalan menuju Kebun Raya Eka Karya 5.9 Situasi Kebun Raya Eka Karya.

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kurun waktu yang sangat panjang perhatian pembangunan peranian terfokus kepada peningkatan produksi, terutama kepada peningkatan produksi tanaman pangan khususnya padi dan komoditi perdagangan tradisional. Upaya pemenuhan pangan melalui swasembada pangan telah menyita perhatian dan dana yang cukup besar. Kondisi tersebut menyebabkan pembangunan pertanian belum optimal sesuai dengan potensinya (Deptan, 2005)

Kelemahan yang terjadi selama ini menyebabkan adanya citra yang kurang menguntungkan dalam pembangunan pertanian, antara lain: (a) secara sadar ataupun tidak sadar, pembangunan pertanian diidentikan dengan kegiatan peningkatan produksi semata; (b) dengan pandangan tersebut, pembangunan pertanian juga seakan terlepas dengan pembangunan sektor-sektor lainnya dan terlepas sebagai bagian dari pembangunan wilayah; dan (c) perhatian yang besar hanya kepada komoditas tertentu menyebabkan banyak bidang usaha pertanian lain kurang tergarap (Deptan, 2005)

Pada bagian lain semakin kuatnya norma liberalisasi perdagangan menyebabkan pasar domestik semakin terintegrasi dengan pasar regional/internasional dan memaksa setiap negara termasuk Indonesia membuka segala rintangan dan menghapus segala bentuk proteksi. Ini berarti usaha dan produk pertanian domestik dipaksa untuk bersaing langsung dengan usaha dan produk global. kondisi ini merupakan tantangan sekaligus peluang dalam pembangunan sektor pertanian ke depan (Deptan, 2005)

Implikasi dan liberalisasi perdagangan ini mengharuskan Indonesia untuk mampu mempercepat peningkatan daya saing produknya agar dapat merebut pasar. Dalam peningkatan akses pasar tersebut dua pendekatan dapat dilakukan secara simultan, yaitu : (a) diversifikasi dan peningkatan kualitas sesuai dengan persyaratan yang diminta konsumen dan pasar global; dan (b) pengembangan pasar atas produk spesifik lokalita yang bersifat unik. Salah satu bidang usaha dalam penciptaan pasar yang didasarkan kepada konsep uniqueness adalah usaha wisata agro. Sesuai dengan potensinya bidang usaha ini belum tergarap secara baik dan dinilai prospektif sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru sektor pertanian (Deptan, 2005)

Belajar dari kelemahan dan pelaksanaan pembangunan masa lalu pembangunan pertanian saat ini dan kedepan dilakukan melalui pendekatan pembangunan sistem dan usaha agribisnis. Pembangunan sistem agribisnis dapat diartikan sebagai cara pandang baru dari pembangunan pertanian dengan menekankan kepada tiga hal: (1) melalui pembangunan agribisnis dengan pendekatan pembangunan pertanian dari pendekatan produksi ke pendekatan yang

(10)

bisnis dapat berdaya saing dan berkelanjutan menjadi dasar pertimbangan utama; (2) dalam pembangunan agribisnis pembangunan pertanian bukan semata pembangunan sektoral namun juga terkait dengan lintas sektoral karena pembangunan pertanian sangat terkait dan ditentukan oleh agroindustri hilir, agroindusri hulu dan lembaga jasa penunjang; (3) pembangunan pertanian bukan sebagai pembangunan parsial pengembangan komoditas, melainkan sangat terkait dengan pembangunan wilayah, khususnya perdesaan yang berkaitan erat dengan upaya-upaya peningkatan pendapatan masyarakat pertanian (Deptan, 2005)

Pembangunan pertanian dalam kerangka sistem agribisnis merupakan suatu rangkaian dan keterkaitan dari: (1) sub agribisnis hulu (upstream agribusiness) yaitu seluruh kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi bagi pertanian primer (usahatani); (2) sub agribisnis usahatani (onfarm agribusiness) atau pertanian primer, yaitu kegiatan yang menggunakan sarana produksi dan sub agribisnis hulu untuk menghasilkan komoditas pertanian primer. Sub ini di Indonesia disebut pertanian; (3) sub agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik bentuk produk antara (intermediate product) maupun bentuk produk akhir (finished product); dan (4) sub sasa penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga sub agribisnis di atas (Deptan, 2005)

Konsep pembangunan agribisnis tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan dalam pengembangan wisata agro. Wisata agro merupakan salah satu usaha bisnis dibidang pertanian dengan menekankan kepada penjualan jasa kepada konsumen. Bentuk jasa tersebut dapat berupa keindahan, kenyamanan, ketentraman dan pendidikan. Pengembangan usaha wisata agro membutuhkan manajemen yang prima diantara sub sistem, yaitu antara ketersediaan sarana dan prasarana sarana wisata, objek yang dijual promosi dan pelayanannya (Deptan, 2005)

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki kekayaan alam dan hayati yang sangat beragam yang, jika dikelola dengan tepat, kekayaan tersebut mampu diandalkan menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di wilayah Indonesia sangat sesuai untuk pengembangan komoditas tropis dan sebagian sub tropis pada ketinggian antara nol sampai ribuan meter di atas permukaan laut. Komoditas pertanian (mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan) dengan keragaman dan keunikannya yang bernilai tinggi serta diperkuat oleh kekayaan kultural yang sangat beragam mempunyai daya tarik kuat sebagai wisata agro atau ekowisata yang berbasiskan pertanian. Kese!uruhannya sangat berpeluang besar menjadi andalan dalam perekonomian Indonesia (Deptan, 2005)

Preferensi dan motivasi wisatawan berkembang secara dinamis. Kecenderungan pemenuhan kebutuhan dalam bentuk menikmati objek-objek spesifik seperti udara yang segar, pemandangan yang indah, pengolahan produk secara tradisional, maupun produk-produk pertanian modern dan spesifik menunjukkan peningkatan yang pesat. Kecenderungan ini merupakan signal tingginya permintaan akan wisata agro dan sekaligus membuka peluang bagi pengembangan produk-produk agribisnis baik dalam bentuk kawasan ataupun produk pertanian yang mempunyai daya tarik spesifik (Deptan, 2005)

(11)

Hamparan areal pertanaman yang luas seperti pada areal perkebunan, dan hortikultura disamping menyajikan pemandangan dan udara yang segar, juga merupakan media pendidikan bagi masyarakat dalam dimensi yang sangat luas, mulai dari pendidikan tentang kegiatan usaha dibidang masing-masing sampai kepada pendidikan tentang keharmonisan dan kelestarian alam (Deptan, 2005)

Objek wisata agro tidak hanya terbatas kepada objek dengan skala hamparan yang luas seperti yang dimiliki oleh areal perkebunan, tetapi juga skala kecil yang karena keunikannya dapat menjadi objek wisata yang menarik. Dengan datangnya wisatawan mendatangi objek wisata juga terbuka peluang pasar tidak hanya bagi produk dan objek wisata agro yang bersangkutan, namun pasar dan segala kebutuhan masyarakat. Dengan demikian melalui wisata agro bukan semata merupakan usaha atau bisnis dibidang jasa yang menjual jasa bagi pemenuhan konsumen akan pemandangan yang indah dan udara yang segar, namun juga dapat berperan sebagai media promosi produk pertanian, menjadi media pendidikan masyarakat, memberikan signal bagi peluang pengembangan diversifikasi produk agribisnis dan berarti pula dapat menjadi kawasan pertumbuhan baru wilayah. Dengan demikian maka wisata agro dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan baru daerah, sektor pertanian dan ekonomi nasional (Deptan, 2005)

Bagi Provinsi Bali, potensi pengembangan wisata agro sangat besar. Seiring dengan hal tersebut, Sudibya (2002) mengatakan, pariwisata international pada saat ini telah mengalami pergeseran yang cenderung mengarah pada pariwisata

ecotourism yang berwawasan lingkungan, konservasi alam dengan pemanfaatan

alam dan lingkungan secara bertanggung jawab. Ecotourism dan wisata agro diyakini dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, meningkatkan gairah untuk meningkatkan usaha kecil seperti kerajinan rumah tangga, pertanian, dan bidang usaha lainnya karena wisatawan ecotourism adalah wisatawan yang bersentuhan langsung dengan penduduk lokal dimana objek tersebut dikembangkan. Untuk mengetahui kunjungan wisatawan yang langsung datang ke Bali, ditampilkan Tabel 1.1 berikut ini,

Tabel 1.1

Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara yang Langsung Datang ke Bali Tahun 2000 – 2004

Mancanegara Nusantara Tahun

Jumlah Perkembangan Jumlah Perkembangan

2000

1.412.839

5.436.048

2001

1.356.774

-3,97%

5.579.930

2,65%

2002

1.285.844

-5,23%

4.709.000

-15,61%

2003

993.039

-22,77%

4.590.670

-2,51%

2004

1.458.309

46,85%

*

*

Rata-rata

1.301.361

5.078.912

* tidak tercatat

(12)

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa kunjungan wisatawan ke Bali untuk wisatawan mancanegara menunjukkan jumlah yang cukup besar, dengan rata-rata 1.301.361 orang pertahunnya (2000-2004). Kunjungan wisatawan nusantara menunjukkan angka rata-rata lebih besar dari kunjungan wisatawan mancanegara, dengan rata-rata

5.078.912

per tahun (2000-2003). Sedangkan jika dilihat secara keseluruhan, wisatawan yang datang ke Bali rata-rata 6.380.273 orang pertahun. Potensi ini akan menjadikan peluang pasar bagi produk agribisnis khususnya dalam hal pemasaran dan diversifikasi produk pertanian dan pariwisata.

Salah satu diversifikasi pertanian sekaligus juga diversifikasi produk pariwisata adalah pengembangan wisata agro atau ekowisata yang berbasiskan pertanian. Gregorius (2005) menjelaskan, Bali selain dikenal kaya akan budaya serta indahnya panorama alam, Bali juga memiliki sejumlah tempat wisata artifisial berupa taman. Taman identik dengan bunga, pepohonan dan berbagai jenis fauna, sehingga melahirkan citra asri, alami dan berudara segar. Pada hari-hari libur, taman-taman akan diserbu pengunjung, baik yang ingin mempelajari koleksinya maupun sekadar menghilangkan kejenuhan dan keluar dari rutinitas.

Untuk bisa tetap mempertahankan keasriannya dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Taman-taman yang ada di Bali saat ini sebagian besar telah dikelola, baik oleh kalangan swasta maupun pemerintah atau kerja sama keduanya. Pengelola dituntut memiliki banyak kiat dalam menggalang dana, sehingga bisa membiayai aktivitas pemeliharaan taman. Tanpa pengelolaan, koleksi taman akan stagnan, tidak terpelihara dan akhirnya ditinggalkan pengunjung (Gregorius, 2005)

Taman selain sebagai tempat rekreasi, taman juga memiliki fungsi edukasi bahkan konservasi. Kebun Raya Eka Karya Bali tidak disebut sebagai taman, namun dilihat dari fungsinya bisa dikategorikan sebagai taman. Di sana bisa disaksikan berbagai jenis pohon, dari yang biasa sampai yang langka. Kebun Raya Eka Karya sebenarnya telah menerapkan konsep agribisnis dalam pengelolaannya karena disana dipelihara dan dibudidayakan berbagai jenis tanaman seperti anggrek dan bunga tropis lainnya dengan tujuan untuk dijual sebagai produk jasa rekreasi/wisata (Gregorius, 2005).

Kehadiran taman-taman diyakini akan memperkokoh Bali sebagai sebuah destinasi wisata. Bagaimanapun objek-objek buatan perlu dibuat untuk memperkaya khazanah kepariwisataan Bali dan dapat memberdayakan perekonomian masyarakat. Kalau hanya bertahan pada objek-objek wisata yang tradisional, dimungkinkan Bali akan ditinggalkan atau setidaknya akan kehilangan daya tarik. Terkait hal ini, perlu ditunjang oleh data statistik tentang pengunjung ke taman-taman dimaksud. (Gregorius, 2005)

Kebun Raya Eka Karya Bali semula hanyalah lembaga konservasi tumbuhan namun telah berkembang menjadi objek wisata (taman rekreasi) yang menawan dan menarik, karena memadukan unsur keindahan alam, kelangkaan, dan keragaman jenis tanaman. Dengan melakukan penelitian tentang wisatawan yang mengunjungi Kebun Raya Eka Karya Bali, diharapkan informasi tersebut akan berguna untuk pengembangan taman atau kebun raya lainnya di Bali.

Untuk mengetahui lebih jelas (pemahaman empiris) mengenai kunjungan wisatawan yang berkunjung ke Kebun Raya Eka Karya Bali dapat dilihat pada Tabel 1.2

(13)

Tabel 1.2

Kunjungan Wisatawan ke Kebun Raya Eka Karya Bali Tahun 1998-2002.

Tahun Jumlah (orang) Perkembangan 1998 217.636 - 1999 211.172

-2.97%

2000 205.354

-2.76%

2001 270.117

31.54%

2002 17.894

-93.38%

Rata-rata 184.435

Sumber: Disparda Provinsi Bali (2003a), data diolah.

Tingkat kunjungan wisatawan ke Kebun Raya Eka Karya Bali (Tabel 1.2) dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2002 mengalami penurunan. Namun demikian, jumlah kunjungan periode tersebut masih cukup tinggi dengan rata-rata 184.435 orang per tahun.

Untuk mengetahui kenapa Kebun Raya Eka Karya yang semua hanya sebagai lembaga konservasi akhirnya berubah menjadi sebuah taman rekreasi yang menarik, dan memikat banyak pengunjung, dianggap perlu untuk melakukan penelitian. Penlitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang persepsi (tanggapan) pengunjung, faktor pendorong, serta faktor-faktor yang mempengaruhi (daya tarik) pengunjung datang ke Kebun Raya Eka Karya Bali.

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang wisatawan yang berkunjung ke objek wisata eco-agritourism sehingga informasi ini dapat dipakai oleh kalangan pebisnis (kecil dan menengah) dalam pengembangan objek wisata sejenis sekaligus juga melakukan diversifikasi produk agribisnis.

1.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah Karakteristik wisatawan yang mengunjungi Kebun Raya Eka Karya Bali?

2. Bagaimanakah persepsi wisatawan mancanegara terhadap objek wisata Kebun Raya Eka Karya, Bali?

3. Bagaimanakah persepsi wisatawan nusantara terhadap objek wisata Kebun Raya Eka Karya, Bali?

4. Adakah perbedaan persepsi wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara terhadap objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali?

5. Faktor-faktor apa sajakah yang mendorong dan memotivasi wisatawan untuk berkunjung ke Kebun Raya Eka Karya Bali?

6. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi (daya tarik) wisatawan berkunjung ke Kebun Raya Eka Karya, Bali?

(14)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik wisatawan yang mengunjungi Kebun Raya Eka Karya Bali.

2. Untuk mendapatkan informasi tentang persepsi wisatawan mancanegara terhadap objek wisata Kebun Raya Eka Karya, Bali.

3. Untuk mendapatkan informasi tentang persepsi wisatawan nusantara terhadap objek wisata Kebun Raya Eka Karya, Bali.

4. Untuk menguji perbedaan persepsi wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara terhadap objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali. 5. Untuk mendapatkan informasi tentang faktor-faktor yang mendorong dan

memotivasi wisatawan untuk berkunjung ke Kebun Raya Eka Karya Bali. 6. Untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi wisatawan

berkunjung ke Kebun Raya Eka Karya, Bali.

1.4 Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, diharapkan ada beberapa manfaat yang dapat disumbangkan, manfaat tersebut adalah sebagai berikut.

1. Memberikan informasi kepada pengelola Kebun Raya Eka Karya Bali yang berhubungan dengan persepsi, karakteristik wisatawan, faktor-faktor pendorong dan faktor-faktor yang mempengaruhi wisatawan berkunjung ke Kebun Raya Eka Karya Bali.

2. Memberikan masukan sebagai alternatif pengembangan pengetahuan teoritis di bidang pertanian dan pariwisata khususnya ekowisata yang berbasiskan flora dan fauna yang dibudidayakan.

3. Memberikan masukan secara akademik perihal faktor-faktor yang mempengaruhi wisatawan berkunjung sehingga faktor-faktor tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang bermaksud melakukan diversifikasi produk pertanian atau pariwisata (ekowisata).

4. Memberikan kesempatan kepada masyarakat, khususnya civitas akademika Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Dhyana Pura untuk dapat memahami dinamika persepsi wisatawan, faktor pendorong wisatawan untuk berwisata, dan faktor-faktor penarik yang mempengaruhi wisatawan dalam mengunjungi suatu objek wisata yang berbasis keindahan alam, flora dan fauna, ataupun pertanian (taman/kebun) yang khusus diperuntukkan untuk kegiatan wisata.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL PENELITIAN

2.3. Tinjauan Pustaka

Berikut adalah tinjauan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pemanfaatan alam sebagai objek wisata yang selanjutnya disebut ecotourism. Hasil-hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

2.1.1 Penerapan Etika Perencanaan Suatu Kawasan Wisata.

Perencanaan kepariwisataan alam di suatu daerah, pada umumnya didasarkan pada pola perencanaan regional dan kawasan. Oleh karena pembangunan kepariwisataan alam sangat erat kaitannya dengan upaya mengkonservasi lingkungan, maka konsep dan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan harus menjadi pertimbangan utama (Nuryanti, 2001)

Syamsu, dkk (2001) telah melakukan penelitian tentang penerapan etika perencanaan kawasan Agrowisata Salak Pondoh, Sleman Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut, dirumuskan perencanaan pengembangan suatu kawasan pariwisata yang sebaiknya mempertimbangkan faktor kelangkaan, kealamiahan, keunikan, pelibatan tenaga kerja lokal, pertimbangan keadilan pendapatan dan pemerataan. Jika etika perencanaan dapat dilaksanakan dengan baik, diharapkan peranan suatu objek wisata akan terasa bagi masyarakat lokal. Dijelaskan pula, penataan kawasan wisata mutlak harus dilakukan agar keberadaannya dapat dikunjungi terus oleh wisatawan. Kawasan dan objek wisata yang tertata baik akan memberikan nilai-nilai estetika, kenyamanan, kepuasan dan kesan “image” yang mendalam bagi wisatawan dalam melakukan aktivitas wisata.

Sedangkan Sujana (2002) dalam penelitiannya tentang perumusan strategi pengelolaan objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali, menyarankan agar pihak pengelola kebun raya Eka Karya melakukan strategi diversifikasi yang diarahkan untuk (1) Menata kembali kawasan ini, berupa: Penataan lokasi kemah wisata, pembuatan jalan turun tebing, pendirian tempat berkemah, pengembangan daya guna flora dan fauna, pembudidayaan tanaman air, arena bermain anak-anak, memperkaya koleksi tanamanan, membuat katalog tanaman, dukungan masyarakat sekitar berupa penjualan souvenir. (2) Melakukan budidaya flora dan fauna berupa pengembangan produk yang dilakukan oleh seksi koleksi berupa: budidaya flora tanaman air sehingga diharapkan dapat memberikan daya tarik lebih agar wisatawan tidak beralih ke objek lainnya. Budidaya fauna khususnya binatang atau burung-burung yang telah ada, jenis serangga tertentu, dan juga binatang kera. (3) Menambah koleksi tanaman khas Bali agar keunikannya semakin nampak berupa penambahan tanaman umbi-umbian (bumbu), tanaman

(16)

baru, pembuatan taman supaya memberikan daya tarik unsur ilmiah, dengan nama latin serta bingkai ukiran Bali. (5) Mempererat hubungan dan kerjasama dengan kelompok seni gong sebagai bentuk tanggungjawab sosial dengan masyarakat lokal di daerah tujuan wisata yakni masyarakat Candikuning. (6) Melakukan kegiatan usaha tambahan seperti: membuat cinderamata khas Kebun Raya Eka Karya, baju kaos bergambar wisatawan dengan latar Kebun Raya Eka Karya, mendirikan kios makanan dan minuman, lapangan tenis dirawat lebih baik, penataan kembali gedung pertemuan, memperbanyak brosur sebagai media promosi.

Pada prinsipnya, kedua hasil penelitian di atas baik Syamsu dan Sujana berpegang pada prinsip yang sama yakni, pengembangan objek wisata yang mempertimbangkan faktor kelangkaan, kealamiahan, keunikan, pelibatan tenaga kerja lokal, pertimbangan keadilan pendapatan dan pemerataan sehingga dapat menguntungkan semua pihak yang terlibat.

2.1.2 Pemanfaatan Alam sebagai Atraksi Wisata

Wisatawan yang berkunjung ke Bali belakangan ini memiliki kecenderungan tidak sekedar menikmati keunikan sosial budaya tetapi perhatian akan lingkungan yang semakin meningkat (Sudibya, 2002)

Pada hakekatnya setiap ekosistem dengan segala isinya (sumber daya alam fisik dan hayatinya) merupakan atraksi wisata yang dapat dikembangkan untuk objek wisata alam. Semakin beragam kegiatan wisata alam semakin banyak pula membutuhkan atraksi (Fandeli, 2001)

Kedua pendapat di atas menjadi landasan, bahwa alam berperan penting sebagai sumber daya dalam kepariwisataan. Alam yang indah, alami, unik, dan langka akan menjadi daya tarik wisatawan dan selanjutnya daya tarik tersebut dijadikan sebagai atraksi wisata alam.

Brahmantyo, dkk (2001) telah melakukan penelitian tentang potensi dan peluang dalam pengembangan pariwisata Gunung Salak Endah, menemukan beberapa potensi alam dapat dimanfaatkan sebagai atraksi objek wisata

ecotourism. Potensi tersebut adalah, Air Terjun Curug Ciumpet, areal

perkemahan, lahan pertanian sebagai objek wisata agro, kolam air deras, arena pancing (perikanan darat), peternakan lebah, peternakan kuda, wisata perhutanan dan perkebunan, dan wisata industri pengolahan hasil tanaman kopi.

Sedangkan Sudibya (2002) mengindentifikasikan, ecotourism potensial dikembangkan di Bali. Kabupaten Jembrana potensial untuk pengembangan berbagai jenis wisata alam dengan memanfaatkan kawasan Taman Nasional Bali Barat, camping dan trekking dikombinasikan dengan snorkeling di Pulau Menjangan. Kabupaten Buleleng potensial untuk pengembangan berbagai agrowisata mengingat daerah ini memiliki kawasan pertanian yang luas. Berbagai tanaman industri seperti jeruk keprok, tembakau, anggur dan holtikultura bisa dibudidayakan di kabupaten ini. Di Kabupaten Tabanan dapat diintensifkan pengembangan holtikultura dan kebun bunga untuk keperluan hotel dan restoran serta masyarakat umum. Kebun Raya Eka Karya Bali juga dapat ditingkatkan

(17)

pemanfaatannya, baik untuk atraksi wisata maupun untuk penelitian dan pendidikan.

Kabupaten Bangli potensial untuk pengembangan peternakan sapi, terutama penggemukan (fattening) dan unggas untuk pasokan daging ke hotel dan restoran. Danau Batur dikembangkan sebagai tempat perikanan air tawar, baik untuk keperluan industri pariwisata maupun konsummsi lokal. Pulau Nusa Penida potensial untuk pengembangan penggemukan sapi untuk menghasilkan daging yang berkualitas. Pada prinsfnya, alam Bali memiliki potensi yang begitu besar untuk dikembangkan menjadi ecotourism.

Lebih lanjut Sudibya (2002) menjelaskan, saat ini di Bali sudah ada atraksi wisata yang erat hubungannya dengan prinsip ecotourism, seperti misalnya, arung jeram (whitewater rafting), cruising/sailing, taman burung, taman gajah, taman reptil, taman kupu-kupu, taman anggrek, dan wisata berkuda (horse

riding).

2.1.3 Karakteristik, Motivasi dan Persepsi Wisatawan yang Berkunjung ke

Bali

Berdasarkan survei yang dilakukan Disparda Bali, 2003 (dalam Pitana, 2005), ditemukan sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Bali dari kelompok umur muda (20-39 th), yaitu sebesar 64% wisman dan 65% untuk wisnus.

Dilihat dari jenis kelamin, ada kecenderungan wisatawan laki-laki lebih banyak daripada perempuan, walaupun dengan perbedaan yang tidak terlalu besar, yaitu 54:45 untuk wisman dan 57:42 untuk wisnus.

Dilihat dari jenis pekerjaan wisatawan, sebagian besar wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali 43,66% mempunyai pekerjaan sebagai tenaga ahli atau profesional. Sedangkan 46,32% wisatawan nusantara yang datang ke Bali mempunyai profesi sebagai pekerja kantor atau pegawai, dan 22,8% adalah pelajar atau mahasiswa.

Dilihat dari motivasi kedatangan wisatawan ke Bali, 93% datang untuk tujuan berlibur, 7% untuk tujuan lainnya. Dilihat dari sejumlah harapan yang terkait dengan image/citra tentang Bali, 48,54% kedatangan wisatawan ke Bali sesuai dengan harapannya. Bahkan 44,10% wisatawan mancanegara menyatakan, kenyataan lebih baik dari harapannya. Bagi wisatawan nusantara, 71,53% menyatakan kenyataan yang dialami di Bali selama berlibur memang sesuai dengan harapannya. Ada banyak hal yang dinilai positif oleh wisatawan mancanegara tentang Bali. Alam Bali dianggap masih asli sebesar 84%.

2.2 Landasan Teori

Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa teori yang mendukung dan mendapat perhatian dalam penelitian ini. Teori-teori ini dikumpulkan dari bermacam-macam sumber, dan disusun menjadi sebuah bangunan teori yang akan

(18)

2.2.1 Penawaran dan Permintaan Pariwisata

Untuk dapat menghubungkan antara konsep-konsep yang ada, baik konsep ekonomi, pariwisata dan agribinis khususnya pemanfaatan alam, lingkungan, dan sumber daya hayati sebagai objek wisata. Penelitian ini tidak memposisikan diri pada sebuah kajian saja, karena ecotourism yang berkembang saat ini memang saling berkaitan dengan kajian ilmu yang lainnya. Walapun demikian, terlebih dahulu akan dijelaskan konsep-konsep sebagai berikut:

1. Aspek Penawaran Pariwisata

Menurut Medlik, 1980 (dalam Ariyanto 2005), ada empat aspek (4A) yang harus diperhatikan dalam penawaran pariwisata. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut.

a) Attraction (daya tarik); daerah tujuan wisata (selanjutnya disebut DTW) untuk menarik wisatawan pasti memiliki daya tarik, baik daya tarik berupa alam maupun masyarakat dan budayanya.

b) Accesable (transportasi); accesable dimaksudkan agar wisatawan domestik dan mancanegara dapat dengan mudah dalam pencapaian tujuan ke tempat wisata

c) Amenities (fasilitas); amenities memang menjadi salah satu syarat daerah tujuan wisata agar wisatawan dapat dengan kerasan tinggal lebih lama di DTW.

d) Ancillary (kelembagaan); adanya lembaga pariwisata wisatawan akan semakin sering mengunjungi dan mencari DTW apabila di daerah tersebut wisatawan dapat merasakan keamanan, (protection of tourism) dan terlindungi.

Selanjutnya Smith, 1988 (dalam Pitana, 2005) mengklasifikasikan berbagai barang dan jasa yang harus disediakan oleh DTW menjadi enam kelompok besar, yaitu: (1)Transportation, (2)Travel services, (3)Accommodation,

(4)Food services, (5)Activities and attractions (recreation culture/entertainment),

dan (6) Retail goods.

Inti dari kedua pernyataan di atas adalah, aspek penawaran harus dapat menjelaskan apa yang akan ditawarkan, atraksinya apa saja, jenis transportasi yang dapat digunakan apa saja, fasilitas apa saja yang tersedia di DTW, siapa saja yang bisa dihubungi sebagai perantara pembelian paket wisata yang kan dibeli.

2. Aspek Permintaan Pariwisata

Menurut Medlik, 1980 (dalam Ariyanto, 2005), faktor-faktor utama dan faktor lain yang mempengaruhi permintaan pariwisata dapat dijelaskan sebagai berikut:

(19)

a) Harga; harga yang tinggi pada suatu daerah tujuan wisata akan memberikan imbas atau timbal balik pada wisatawan yang akan bepergian, sehingga permintaan wisatapun akan berkurang begitu pula sebaliknya. b) Pendapatan; apabila pendapatan suatu negara tinggi, kecendrungan untuk

memilih daerah tujuan wisata sebagai tempat berlibur akan semakin tinggi dan bisa jadi calon wisatawan membuat sebuah usaha pada Daerah Tujuan Wisata jika dianggap menguntungkan.

c) Sosial Budaya; dengan adanya sosial budaya yang unik dan bercirikan atau berbeda dari apa yang ada di negara calon wisata berasal maka, peningkatan permintaan terhadap wisata akan tinggi hal ini akan membuat sebuah keingintahuan dan penggalian pengetahuan sebagai khasanah kekayaan pola pikir budaya wisatawan.

d) Sospol (Sosial Politik); dampak sosial politik belum terlihat apabila keadaan Daerah Tujuan Wisata dalam situasi aman dan tenteram, tetapi apabila hal tersebut berseberangan dengan kenyataan, maka sospol akan sangat terasa dampak dan pengaruhnya dalam terjadinya permintaan. e) Intensitas keluarga; banyak atau sedikitnya keluarga juga berperan serta

dalam permintaan wisata hal ini dapat diratifikasi, jumlah keluarga yang banyak maka keinginan untuk berlibur dari salah satu keluarga tersebut akan semakin besar, hal ini dapat dilihat dari kepentingan wisata itu sendiri.

f) Harga barang substitusi; disamping kelima aspek di atas, harga barang pengganti juga termasuk dalam aspek permintaan, dimana barang-barang pengganti dimisalkan sebagai pengganti DTW yang dijadikan cadangan dalam berwisata seperti: Bali sebagai tujuan wisata utama di Indonesia, akibat suatu dan lain hal Bali tidak dapat memberikan kemampuan dalam memenuhi syarat-syarat Daerah Tujuan Wisata sehingga secara tidak langsung wisatawan akan mengubah tujuannya ke daerah terdekat seperti Malaysia dan Singapura.

g) Harga barang komplementer; merupakan sebuah barang yang saling membantu atau dengan kata lain barang komplementer adalah barang yang saling melengkapi, dimana apabila dikaitkan dengan pariwisata barang komplementer ini sebagai objek wisata yang saling melengkapi dengan objek wisata lainnya.

Sedangkan Jackson, 1989 (dalam Pitana, 2005) melihat bahwa faktor penting yang menentukan permintaan pariwisata berasal dari komponen daerah asal wisatawan antara lain, jumlah penduduk (population size), kemampuan finansial masyarakat (financial means), waktu senggang yang dimiliki (leisure time), sistem transportasi, dan sistem pemasaran pariwisata yang ada.

Dari kedua pendapat di atas, aspek permintaan pariwisata dapat diprediksi dari jumlah penduduk dari suatu negara asal wisatawan, pendapatan perkapitanya, lamanya waktu senggang yang dimiliki yang berhubungan dengan musim di suatu negara, kemajuan teknologi informasi dan transportasi, sistem pemasaran yang berkembang, keamanan dunia, sosial dan politik serta aspek lain yang

(20)

2.2.2 Pengertian Pariwisata

Pengertian pariwisata menurut Bukart dan Medlik, 1990 (dalam Soekadijo 2000), pariwisata adalah perpindahan orang untuk sementara dan dalam jangka waktu pendek ke tujuan–tujuan di luar tempat dimana mereka biasanya hidup dan bekerja.

Suwantoro (1997), memberikan pengertian pariwisata sebagai suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti sekedar ingin tahu, menambah pengalaman atau untuk belajar.

Menurut Freuler, 1980 (dalam Pendit, 1999), merumuskan pariwisata dalam arti modern, merupakan gejala jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar terhadap keindahan alam, kesenangan dan kenikmatan alam semesta, dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas dalam masyarakat manusia sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri dan perdagangan serta penyempurnaan alat–alat pengangkutan.

Beberapa pendapat di atas dapat dikatakan, pariwisata adalah kegiatan atau aktivitas untuk sementara waktu dalam rangka menambah wawasan bidang sosial kemasyarakatan, sistem perilaku dari manusia itu sendiri dengan berbagai dorongan kepentingan sesuai dengan budaya yang berbeda–beda yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha yang terkait di bidang tersebut.

2.2.3 Pengertian Berwisata

Berwisata pada dasarnya merupakan kebutuhan hidup manusia. Clawson dan Knetch, 1969 (dalam Fandeli, 2001) menyatakan, berwisata merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan baik ditinjau dari segi psikologis maupun fisik. Sedangkan Brockman, 1959 (dalam Fandeli, 2001) mendifinisikan berwisata adalah bentuk penggunaan waktu senggang secara menyenangkan.

Douglass, 1978 (dalam Fandeli, 2001) memberikan definisi yang lebih singkat, berwisata adalah aktivitas yang disamakan dengan bermain, dan merupakan kebutuhan yang mendasar dan diharapkan bagi setiap orang serta merupakan bagian dari kehidupan seseorang.

2.2.4 Tipologi Wisatawan

Wisatawan adalah orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dari kunjungannya itu. (Spillane, 1993).

(21)

Tipologi wisatawan merupakan aspek sosiologis wisatawan yang menjadi bahasan yang penting karena pada penelitian ini akan meneliti persepsi wisatawan terhadap suatu objek wisata. Menurut Plog, 1972 (dalam Pitana, 2005) mengelompokkan tipologi wisatawan sebagai berikut:

1. Allocentris, yaitu wisatawan hanya ingin mengunjungi tempat-tempat yang belum diketahui, bersifat petualangan, dan mau memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh masyarakat lokal.

2. Psycocentris, yaitu wisatawan yang hanya ingin mengunjungi daerah tujuan wisata sudah mempunyai fasilitas dengan standar yang sama dengan di negaranya.

3. Mid-Centris, yaitu terletak diantara tipologi Allocentris dan Psycocentris Menurut Pitana (2005), tipologi wisatawan perlu diketahui untuk tujuan perencanaan, termasuk dalam pengembangan kepariwisataan. Tipologi yang lebih sesuai adalah tipologi berdasarkan atas kebutuhan riil wisatawan sehingga pengelola dalam melakukan pengembangan objek wisata sesuai dengan segmentasi wisatawan.

Pada umumnya kelompok wisatawan yang datang ke Indonesia terdiri dari kelompok wisatawan psikosentris (Psycocentris). Kelompok ini sangat peka pada keadaan yang dipandang tidak aman dan sangsi akan keselamatan dirinya, sehingga wisatawan tersebut enggan datang atau membatalkan kunjungannya yang sudah dijadualkan (Darsoprajitno, 2001).

2.2.5 Kegiatan Wisata Alam (ecotourism)

Darsoprajitno (2001) menyatakan, alam dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata dengan menerapkan asas pencagaran sebagai berikut:

1. Benefisiasi; kegiatan kerja meningkatkan manfaat tata lingkungan dengan teknologi tepatguna, sehingga yang semula tidak bernilai yang menguntungkan, menjadi meningkat nilainya secara sosial, ekonomi, dan budaya.

2. Optimalisasi; usaha mencapai manfaat seoptimal mungkin dengan mencegah kemungkinan terbuangnya salah satu unsur sumberdaya alam dan sekaligus meningkatkan mutunya.

3. Alokasi; suatu usaha yang berkaitan dengan kebijakan pembangunan dalam menentukan peringkat untuk mengusahakan suatu tata lingkungan sesuai dengan fungsinya, tanpa mengganggu atau merusak tata alamnya.

4. Reklamasi; memanfaatkan kembali bekas atau sisa suatu kegiatan kerja yang sudah ditinggalkan untuk dimanfaatkan kembali bagi kesejahteraan hidup manusia.

5. Substitusi; suatu usaha mengganti atau mengubah tata lingkungan yang sudah menyusut atau pudar keualitasnya dan kuantitasnya, dengan sesuatu yang sama sekali baru sebagai tiruannya atau lainnya dengan mengacu pada tata lingkungannya

(22)

6. Restorasi;mengembalikan fungsi dan kemampuan tata lingkungan alam atau budayanya yang sudah rusak atau terbengkalai, agar kembali bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.

7. Integrasi; pemanfaatan tata lingkungan secara terpadu hingga satu dengan yang lainnya saling menunjang, setidaknya antara perilaku budaya manusia dengan unsur lingkungannya baik bentukan alam, ataupun hasil binaannya. 8. Preservasi; suatu usaha mempertahankan atau mengawetkan runtunan alami

yang ada, sesuai dengan hukum alam yang berlaku hingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Dalam pemanfaatan alam sebagai atraksi wisata juga tidak lepas dari unsur-unsur penunjang sebagai terapan konsep integrasi terpadu.

Gambar 2.1

Unsur Penunjang Dalam Pemanfaatan Alam Sebagai Daya Tarik Wisata. Sumber: Darsoprajitno, 2001

Gambar 2.1 menggambarkan, atraksi atau daya tarik wisata dapat berupa alam, masyarakat, atau minat khusus akan menjadi daya tarik bagi wisatawan jika didukung oleh unsur penunjang seperti kemudahan transportasi, pelestarian alam (restorasi) serta tersedianya akomodasi yang dinginkan oleh wisatawan.

Pada dasarnya kegiatan wisata alam (ecotourism) dapat dilakukan pada semua atraksi wisata baik yang sudah ditunjuk sebagai kawasan wisata maupun di luarnya. Kegiatan wisata alam dapat dilakukan pada kondisi, waktu yang bagaimanapun. Wisatawan dengan kondisi dana tidak besar dapat memanfaatkan berbagai objek dan atraksi yang tidak membutuhkan dana. Kegiatan wisata alam juga dapat dilakukan dengan kondisi kesehatan dan umur yang berbeda. Kegiatan wisata ini dapat dilakukan oleh anak-anak hingga orang tua (Fandeli, 2001) Sesungguhnya ecotourism sangat mengandalkan alam sebagai atraksi wisata yang akan disuguhkan kepada wisatawan. Wisata ini banyak dikaitkan dengan kegemaran akan keindahan alam, kesegaran hawa udara di pegunungan, keajaiban hidup binatang dan marga satwa yang langka serta tumbuh–tumbuhan yang jarang terdapat di tempat–tempat lain (Pendit 1999)

Linberg dan Hawkins (1993), memberikan batasan mengenai definisi Ekowisata (ecotourism) bukanlah sekedar kelompok kecil elit pencinta alam yang memiliki dedikasi, ekowisata sesungguhnya adalah suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Unsur penunjang Kegiatan pariwisata Pariwisata

Transportasi Alam

Restorasi Atraksi Masyarakat

Daya Tarik

wisata

(23)

Yoeti (1999) memberikan batasan bahwa ecotourism adalah jenis pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan aktivitas melihat, menyaksikan, mempelajari, mengagumi alam, flora dan fauna, sosial budaya etnis setempat, dan wisatawan yang melakukannya ikut membina kelestarian lingkungan alam sekitarnya dengan melibatkan penduduk lokal.

Sedangkan Wood, 2002 (dalam Pitana, 2002) memberikan beberapa prinsip tentang ecotourism. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menekankan serendah-rendahnya dampak negatif terhadap alam dan kebudayaan yang dapat merusak daerah tujuan wisata.

2. Memberikan pembelajaran kepada wisatawan mengenai pentingnya suatu pelestarian.

3. Menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab yang bekerjasama dengan unsur pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penduduk lokal dan memberikan manfaat pada usaha pelestarian.

4. Mengarahkan keuntungan ekonomi secara langsung untuk tujuan pelestarian, menejemen sumberdaya alam dan kawasan yang dilindungi.

5. Memberi penekanan pada kebutuhan zone pariwisata regional dan penataan serta pengelolaan tanam-tanaman untuk tujuan wisata di kawasan-kawasan yang ditetapkan untuk tujuan ecotourism.

6. Memberikan penekanan pada kegunaan studi-studi berbasiskan lingkungan dan sosial, dan program-program jangka panjang, untuk mengevaluasi dan menekan serendah-rendahnya dampak pariwisata terhadap lingkungan.

7. Mendorong usaha peningkatan manfaat ekonomi untuk negara, pebisnis, dan masyarakat lokal, terutama penduduk yang tinggal di wilayah sekitar kawasan yang dilindungi.

8. Berusaha untuk meyakinkan bahwa perkembangan pariwisata tidak melampui batas-batas sosial dan lingkungan yang dapat diterima seperti yang ditetapkan para peneliti yang telah bekerjasama dengan penduduk lokal.

9. Mempercayakan pemanfaatan sumber energi, melindungi tumbuh-tumbuhan dan binatang liar, dan menyesuaikannya dengan lingkungan alam dan budaya.

2.2.6 Agrowisata

Pengembangan agrowisata merupakan upaya pemanfaatan potensi atraksi wisata pertanian. Hal tersebut berdasarkan Surat Keputusan (SK) bersama Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi (Menparpostel) dan Menteri Pertanian No. KM.47/PW.DOW/MPPT-89 dan No. 204/KPTS/HK/050/4/1989, di mana agrowisata sebagai bagian objek wisata yang kegiatannya meliputi usaha agro dengan tujuan memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian.

Sedangkan manfaat agrowisata sendiri, antara lain meningkatkan konservasi lingkungan, di mana kawasan agrowisata diharapkan memiliki nilai-nilai existence effect yang berguna bagi lingkungan. Manfaat lainnya adalah meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam, memberikan nilai kreasi, meningkatkan kegiatan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan,

(24)

mendapatkan keuntungan ekonomi baik bagi daerah, masyarakat, maupun objek agrowisata (Anonim, 2004)

Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian (Deptan, 2005)

Pengembangan agrowisata sesuai dengan kapabilitas, tipologi, dan fungsi ekologis lahan akan berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumber daya lahan dan pendapatan petani serta masyarakat sekitarnya. Kegiatan ini secara tidak langsung akan meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumber daya lahan pertanian. Pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini. Manfaat yang dapat dipeoleh dari agrowisata adalah melestarikan sumber daya alam, melestarikan teknologi lokal, dan meningkatkan pendapatan petani/masyarakat sekitar lokasi wisata (Deptan, 2005)

Agrowisata pada prinsipnya merupakan kegiatan industri yang mengharapkan kedatangan konsumen secara langsung ditempat wisata yang diselenggarakan. Aset yang penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan, terutama pada wilayah-wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para wisatawan (Deptan, 2005)

Agrowisata dapat dikelompokkan ke dalam wisata ekologi (eco-tourism), yaitu kegiatan perjalanan wisata dengan tidak merusak atau mencemari alam dengan tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam, hewan atau tumbuhan liar di lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan (Deptan, 2005)

Selain memberikan nilai kenyamanan, keindahan ataupun pengetahuan, atraksi wisata juga dapat mendatangkan pendapatan bagi petani serta masyarakat di sekitarnya. Wisatawan yang berkunjung akan menjadi konsumen produk pertanian yang dihasilkan, sehingga pemasaran hasil menjadi lebih efisien. Selain itu, dengan adanya kesadaran petani akan arti pentingnya kelestarian sumber daya, maka kelanggengan produksi menjadi lebih terjaga yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan petani. Bagi masyarakat sekitar, dengan banyaknya kunjungan wisatawan, masyarakat dapat memperoleh kesempatan berusaha dengan menyediakan jasa dan menjual produk yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan (Deptan, 2005)

Pengembangan agrowisata dapat diarahkan dalam bentuk ruangan tertutup (seperti museum), ruangan terbuka (taman atau lansekap), atau kombinasi antara keduanya. Tampilan agrowisata ruangan tertutup dapat berupa koleksi alat-alat pertanian yang khas dan bernilai sejarah atau naskah dan visualisasi sejarah penggunaan lahan maupun proses pengolahan hasil pertanian. Agrowisata ruangan terbuka dapat berupa penataan lahan yang khas dan sesuai dengan kapabilitas dan tipologi lahan untuk mendukung suatu sistem usahatani yang efektif dan

(25)

berkelanjutan. Komponen utama pengembangan agrowisata ruangan terbuka dapat berupa flora dan fauna yang dibudidayakan maupun liar, teknologi budi daya dan pascapanen komoditas pertanian yang khas dan bernilai sejarah, atraksi budaya pertanian setempat, dan pemandangan alam berlatar belakang pertanian dengan kenyamanan yang dapat dirasakan. Agrowisata ruangan terbuka dapat dilakukan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan (Deptan, 2005)

Objek agrowisata ruangan terbuka alami ini berada pada areal di mana kegiatan tersebut dilakukan langsung oleh masyarakat petani setempat sesuai dengan kehidupan keseharian mereka. Masyarakat melakukan kegiatannya sesuai dengan apa yang biasa mereka lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk memberikan tambahan kenikmatan kepada wisatawan, atraksi-atraksi spesifik yang dilakukan oleh masyarakat dapat lebih ditonjolkan, namun tetap menjaga nilai estetika alaminya. Sementara fasilitas pendukung untuk pengamanan wisatawan tetap disediakan sejauh tidak bertentangan dengan kultur dan estetika asli yang ada, seperti sarana transportasi, tempat berteduh, sanitasi, dan keamanan dari binatang buas. Contoh agrowisata terbuka alami adalah kawasan Suku Baduy di Pandeglang dan Suku Naga di Tasikmalaya, Jawa Barat; Suku Tengger di Jawa Timur; Bali dengan teknologi subaknya; dan Papua dengan berbagai pola atraksi pengelolaan lahan untuk budi daya umbi-umbian (Deptan, 2005)

Kawasan agrowisata ruang terbuka buatan ini dapat didesain pada kawasan-kawasan yang spesifik, namun belum dikuasai atau disentuh oleh masyarakat adat. Tata ruang peruntukan lahan diatur sesuai dengan daya dukungnya dan komoditas pertanian yang dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan. Demikian pula teknologi yang diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal yang ada, diramu sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan produk atraksi agrowisata yang menarik. Fasilitas pendukung untuk akomodasi wisatawan dapat disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern, namun tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Kegiatan wisata ini dapat dikelola oleh suatu badan usaha, sedang pelaksana atraksi parsialnya tetap dilakukan oleh petani lokal yang memiliki teknologi yang diterapkan (Deptan, 2005)

Potensi objek wisata dapat dibedakan menjadi objek wisata alami dan buatan manusia. Objek wisata alami dapat berupa kondisi iklim (udara bersih dan sejuk, suhu dan sinar matahari yang nyaman, kesunyian), pemandangan alam (panorama pegunungan yang indah, air terjun, danau dan sungai yang khas), dan sumber air kesehatan (air mineral, air panas). Objek wisata buatan manusia dapat berupa fasilitas atau prasarana, peninggalan sejarah dan budidaya, pola hidup masyarakat dan taman-taman untuk rekreasi atau olah raga (Deptan, 2005)

2.3 Konsep

Berikut ini dikemukakan hasil abstraksi, sintesis, dan batasan peristilahan yang akan menjadi landasan untuk memecahkan berbagai permasalahan sebagai

(26)

sebuah kerangka acuan. Ada tiga konsep utama yang mendapat perhatian penting dalam penelitian ini. Ketiga konsep tersebut adalah sebagai berikut.

1. Konsep image yang untuk mendapatkan informasi tentang persepsi wisatawan terhadap Kebun Raya (Botanical Garden) Eka Karya, Bali.

2. Konsep motivasi (trigger) dan faktor pendorong untuk melakukan wisata yang digunakan untuk mengelompokkan wisatawan yang berkunjung ke Kebun Raya (Botanical Garden) Eka Karya, Bali.

3. Konsep daya tarik (interest) objek wisata eco-agrotourism atau faktor-faktor yang mempengaruhi wisatawan dalam memutuskan kunjungan (memilih) ke suatu objek wisata untuk mendapatkan informasi tentang faktor-faktor yang menjadi daya tarik Kebun Raya Eka Karya Bali.

Berdasarkan ketiga konsep di atas, konsep-konsep tersebut menjadi landasan didalam melakukan penelitian di Kebun Raya (Botanical Garden) Eka Karya, Bali.

2.3.1 Citra Daerah Tujuan Wisata (DTW)

Menurut Pitana (2005), setiap daerah tujuan wisata mempunyai citra

(image) tertentu, yakni “mental maps” seseorang terhadap suatu destinasi yang

mengandung keyakinan, kesan, dan persepsi. Citra yang terbentuk dipasar merupakan kombinasi antara berbagai faktor yang ada pada destinasi yang bersangkutan (seperti cuaca, pemandangan alam, keamanan, kesehatan dan sanitasi, keramahtamahan, dan lain-lain) di satu pihak, dan informasi yang diterima oleh calon wisatawan dari berbagai sumber di pihak lain, atau dari fantasinya sendiri. Fantasi, walaupun tidak real, sangat penting di dalam mempengaruhi calon wisatawan (Nurhayati, 1996; Pitana, 2005).

Citra sangat penting dalam industri pariwisata, sehingga Buck, (1993) dan Pitana (2005) menganggap, pariwisata adalah industri yang berbasiskan citra, karena citra mampu membawa calon wisatawan ke dunia simbol dan makna.

Dinamika sosial yang berhubungan dengan citra DTW sebaiknya juga menjadi perhatian bagi pengelola DTW, apakah citra yang ada tentang DTW yang sedang dikelola meningkat, masih tetap ajeg, atau justru telah mengalami penurunan citra.

2.3.2 Persepsi Wisatawan

Menurut Simamora (2000), terdapat dua sumber persepsi, antara lain, persepsi langsung dan tidak langsung. Persepsi tidak langsung terbentuk dari media yang dipergunakan oleh produsen dalam memperkenalkan produknya, dapat berupa suara manusia, kata-kata indah dan angka-angka cetakan di media massa.

Sedangkan persepsi langsung terbentuk dari indera penglihatan, pendengaran, pembauan, pencicipan, dan perasa. Persepsi langsung dapat dibedakan menurut sumbernya menjadi tiga, antara lain.

1) Persepsi tentang suatu produk yang diperoleh dari indikator-indikator yang berhubungan langsung dengan suatu produk. Indikator-indikator tersebut

(27)

misalnya, ramainya pengunjung di suatu pusat perbelanjaan, banyaknya produk yang beredar di masyarakat.

2) Persepsi yang diperoleh setelah melakukan preperensi atau perbandingan terhadap produk/objek wisata lain yang sejenis, misalnya Kebun Raya Cibodas Bandung dianggap lebih baik dari pada Kebun Raya Eka Karya Bali. 3) Persepsi yang terbentuk dari pengamatan langsung dan ini paling penting

karena hal ini merupakan latar belakang yang diperoleh seseorang dari pengamatan sebuah situasi secara langsung.

Dalam konteks pemasaran, persepsi merupakan pandangan seseorang terhadap suatu produk. Persepsi positif akan mendorong seseorang untuk membeli produk, sedangkan persepsi negatif akan mendorong seseorang untuk tidak membeli produk (Rusmini, 2001)

Persepsi pada penelitian ini diharapkan terbentuk dari pengamatan atas atribut yang dimiliki oleh Kebun Raya Eka Karya secara langsung melalui kelima indera wisatawan, yaitu penglihatan, penciuman, peraba, perasa, dan pendengaran wisatawan yang berkunjung. Persepsi wisatawan terhadap atribut objek wisata merupakan pandangan wisatawan berdasarkan atribut-atribut yang ditawarkan oleh suatu objek wisata. Persepsi positif akan mendorong wisatawan untuk mengunjungi suatu objek wisata, sedangkan persepsi negatif akan mendorong wisatawan untuk tidak mengunjungi suatu objek wisata.

2.3.3 Motivasi Wisatawan untuk Berwisata

Menurut Sharpley, 1994 dan Wahab, 1975 (dalam Pitana, 2005) menekankan, motivasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam studi tentang wisatawan dan pariwisata, karena motivasi merupakan “Trigger” dari proses perjalanan wisata, walau motivasi ini acapkali tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri.

Pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan dimotivasi oleh beberapa hal, motivasi-motivasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar sebagai berikut: (1) Physical or physiological motivation yaitu motivasi yang bersifat fisik antara lain untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, bersantai dan sebagainya. (2) Cultural

motivation yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian

daerah lain. (3)Social or interpersonal motivation yaitu motivasi yang bersifat sosial, seperti mengunjungi teman dan keluarga, menemui mitra kerja, melakukan hal-hal yang dianggap mendatangkan gengsi (prestice), melakukan ziarah, pelarian dari situasi yang membosankan dan seterusnya. (4) Fantasy motivation yaitu adanya motivasi di daerah lain sesorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang menjemukan dan yang memberikan kepuasan psikologis (McIntosh, 1977 dan Murphy, 1985; dalam Pitana, 2005).

Pearce, 1998 (dalam Pitana, 2005) berpendapat, wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata termotivasi oleh beberapa faktor yakni: Kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, prestise, dan aktualiasasi diri.

(28)

2.3.4 Faktor-faktor Pendorong Wisatawan untuk Berwisata

Faktor-faktor pendorong untuk berwisata sangatlah penting untuk diketahui oleh siapapun yang berkecimpung dalam industri pariwisata (Pitana, 2005). Dengan adanya faktor pendorong, maka seseorang ingin melakukan perjalanan wisata, tetapi belum jelas mana daerah yang akan dituju. Berbagai faktor pendorong seseorang melakukan perjalanan wisata menurut Ryan, 1991 (dalam Pitana, 2005), sebagai berikut:

1) Escape. Ingin melepaskan diri dari lingkungan yang dirasakan menjemukan, atau kejenuhan dari pekerjaan sehari-hari.

2) Relaxation. Keinginan untuk penyegaran, yang juga berhubungan dengan motivasi untuk escape di atas.

3) Play. Ingin menikmati kegembiraan, melalui berbagai permainan, yang merupakan kemunculan kembali sifat kekanak-kanakan, dan melepaskan diri sejenak dari berbagai urusan yang serius.

4) Strengthening family bond. Ingin mempererat hubungan kekerabatan, khususnya dalam konteks (visiting, friends and relatives). Biasanya wisata ini dilakukan bersama-sama (group tour)

5) Prestige. Ingin menunjukkan gengsi, dengan mengunjungi destinasi yang menunjukkan kelas dan gaya hidup, yang juga merupakan dorongan untuk meningkatkan status atau social standing.

6) Social interaction. Untuk melakukan interaksi sosial dengan teman sejawat, atau dengan masyarakat lokal yang dikunjungi.

7) Romance. Keinginan bertemu dengan orang-orang yang bisa memberikan suasana romantis atau untuk memenuhi kebutuhan seksual.

8) Educational opportunity. Keinginan melihat suatu yang baru, memperlajari orang lain dan/atau daerah lain atau mengetahui kebudayaan etnis lain. Ini merupakan pendorong dominan dalam pariwisata.

9) Self-fulfilment. Keinginan menemukan diri sendiri, karena diri sendiri biasanya bisa ditemukan pada saat kita menemukan daerah atau orang yang baru.

10) Wish-fulfilment. Keinginan merealisasikan mimpi-mimpi, yang lama dicita-citakan, sampai mengorbankan diri dalam bentuk penghematan, agar bisa melakukan perjalanan. Hal ini juga sangat jelas dalam perjalanan wisata religius, sebagai bagian dari keinginan atau dorongan yang kuat dari dalam diri.

Kesepuluh faktor tersebut di atas diidentifikasi sebagai faktor pendorong wisatawan dalam mengunjungi suatu objek wisata khususnya objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali.

2.3.5 Faktor-faktor Penarik (Daya Tarik Objek Wisata)

Menurut Jackson, 1989 (dalam Pitana, 2005) terdapat 11 faktor yang menjadi faktor penarik, yaitu: (1) location climate, (2) national promotion, (3)

Gambar

Gambar 2.2  Model Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Jadi mungkin Anda sudah tahu ada kuda saya yang akan bertarung di pacuan Derby,. dan nasib saya sepenuhnya

[r]

Hasil pengamatan terhadap penggunaan habitat mikro menunjukkan bahwa pada siang hari katak banyak berada pada lokasi yang terlindung dari matahari seperti di sela-sela daun,

“ gini nilai itu kan tujuannya untuk diamalkan kan, nah jadi gak semua orang bisa mengamalkannya secara menyeluruh alias 100%, tapi kalau semakin kesini saya

Berdasarkan data hasil pengukuran kandungan Total Suspendid Solid/TSS tersebut, dapat diketahui bahwa Total Suspendid Solid/TSS di Pantai Labuhan Haji termasuk agak

Permasalahan yang selanjutnya didasarkan pada tabel 1.2 yang menunjukkan adanya kesenjangan penelitian (research gap) yang ditemukan dari hasil penelitian-penelitian

Perlu pengembangan lebih lanjut, pembuatan inokulan berbasis kompos iradiasi yang mengandung bioaktif dengan formulasi konsorsia isolat mikroba rizosfer yang berbeda,

Hasil pengenalan terbaik yang didapatkan dari percobaan FNN dalam mengklasifikasi 20 citra buah manggis (data testing) menjadi kelas ekspor dan kelas lokal