DAFTAR ISI
BAB I. PENGANTAR & PRINSIP PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK (1)
BAB II. VISUM ET REPERTUM SERTA CARA, SEBAB, & MEKANISME KEMATIAN (7)
BAB III. IDENTIFIKASI FORENSIK (14)
BAB IV. TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP) (21) BAB V. TANATOLOGI (24)
BAB VI. ASFIKSIA (33)
BAB VII. TRAUMATOLOGI (57) BAB VIII. ABORSI (82)
BAB IX. INFANTISID (107)
BAB X. KEJAHATAN SEKSUAL (115) BAB XI. KEMATIAN MENDADAK (120) BAB XII. INTOKSIKASI FORENSIK (123)
BAB I
PENGANTAR & PRINSIP
PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK
Kedokteran forensik = ilmu pengetahuan yang menggunakan multidisiplin ilmu tujuan untuk membuat terang suatu perkara pidana dan membuktikan ada tidaknya kejahatan atau pelanggaran dengan memeriksa barang bukti (Physical Evidence) dalam perkara tersebut.
Cabang spesialistik ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakkan hukum serta keadilan.
Persamaan Kedokteran Kehakiman; Legal
Medicine; Medical Jurisprudence; Forensic Medicine. Clinical Forensic, Pathology Forensic
≠ Hukum Kedokteran (Medical Law)
Peran Kedokteran Forensik ? Menentukan :
Mengapa : Di Masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum menyangkut tubuh manusia. Sejarah forum
Bagaimana : Manfaatkan ilmu secara optimal & penuh kejujuran, serta pemeriksaan KF thd korban hidup / mati / bag tubuh manusia
Untuk : Temukan kelainan, Bilamana timbul, Penyebab & sebab cedera, Penyebab, mekanisme, saat & cara kematian, serta Identifikasi
Kedokteran Forensik memiliki sub ilmu yaitu :
Autopsi Forensik, berbeda dengan autopsi
anatomi
Patologi Anatomi Forensik
Misal : berkaitan dengan obat-obatan psikotropika yang bisa diperiksa dengan sampel urine
Parasitologi Forensik / Entomolgi Forensik Misal : kalau pada autopsi ditemukan
larva lalat ini harus diperiksa oleh bagian parasitologi forensik supaya bisa membantu menemukan waktu kematian
Odontologi Forensik : pemeriksaan gigi
Antropologi Forensik : pemeriksaan seluruh
tubuh dari tulang sampai gigi Radiologi Forensik
Termasuk disini adalah photo-photo, CT-Scan, dan USG.
Alat Bantu diatas dapat dipakai sebagai alat bukti pada proses hukum.
Traumatologi Forensik
Trauma terdiri dari : trauma fisik,
trauma kimia, dan balistik (senjata api), dll
Psikiatri Forensik
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pelaku, dimana pelaku melakukan kejahatan berdasarkan adanya gangguan jiwa dan bagian ini dilakukan oleh psikiater ataupun psikolog.
Laboratorium Forensik
Tidak hanya pemeriksaan kimiawi, PA, toksikologi tapi juga DNA yang diambil dari jaringan yang tidak cepat membusuk.Misal : rambut, percikan darah
Proses penyidikan perkara pidana
a.menerima laporan/informasi dan atau melihat langsung terjadinya perkara, masuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
b.mencari informasi/memeriksa TKP dan para saksi peristiwa serta pemeriksaan para saksi
c. melakukan konsultasi terhadap para ahli untuk
pemeriksaan barang bukti korban/terdakwa atas dasar legalitas hukum
d.penyidikan lebih lanjut atas
informasi/keterangan para ahli
e. pemberian label terhadap barang bukti mati
dan surat permintaan pemeriksaan/ konsultasi kepada yang lebih berwenang
f. pengawalan langsung terhadap
pengiriman/konsultasi Barang Bukti atau kasus korban/terdakwa untuk pemeriksaan tertentu g.pendekatan dan penjelasan kepada keluarga
korban atau korban untuk macam pemeriksaan Kedokteran Forensik dan persetujuannya (Informed Consent)
Jadi Singkatnya :
ada surat permintaan penyidik
ada surat persetujuan
keluarga/korban/terdakwa untuk pemeriksaan
legalitas hukum pengiriman Barang
Bukti/korban atau terdakwa untuk pemeriksaan
Dalam proses pemeriksaan medis
kesiapan Barang bukti/korban/terdakwa dan
penyidik (termasuk keluarga bila perlu)
penyidik siap melihat langsung pemeriksaan dan mengamankan lingkungan, mencatat serta membuat dokumentasi fakta pada korban/BB akibat peristiwa
penyidik siap sebagai konsultan peristiwa dan penghubung keluarga sesuai kebutuhan pihak medis
penyidik siap menerima BB yang lain yang terdapat pada korban/BB untuk pemeriksaan
lebih lanjut atau untuk barang bukti di sidang pengadilan
menyerahkan jenazah korban atau korban hidup kepada keluarga setelah pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dianggap selesai menerima hasil pemeriksaan medis, sementara
atau definitif
bertanggung jawab terhadap seluruh biaya pemeriksaan medis (Perda, SK Direktur RS, Pasal 136 KUHAP)
Dalam proses sidang pengadilan
koordinasi penyidik, jaksa, hakim, terdakwa, para saksi/saksi ahli dan penasehat hukum serta keluarga korban/terdakwa
pertanggunganjawab masing-masing para saksi, saksi ahli, penyidik serta terdakwa atau korban hidup yang dapat/siap di sidang
pengawalan dan pengamanan lingkungan, terdakwa, korban hidup dan para saksi/saksi ahli
surat panggilan para saksi/saksi ahli, korban hidup dan terdakwa
kesiapan alat bukti, barang bukti untuk dipertanggungjawabkan dalam forum
kesiapan forum sidang pengadilan sesuai hukum yang berlaku
kesiapan para saksi ahli termasuk dokter untuk mengucapkan sumpah di forum sidang pengadilan
Kerahasiaan
kerahasiaan hukum, medis oleh profesi masing-masing
tanpa/bebas rahasia dalam forum sidang pengadilan khususnya para saksi/saksi ahli dan penyidik
kerahasiaan medis dan hukum tetap terjaga di luar forum pengadilan sebelum dan sesudah perkara selesai
ada sanksi terhadap para personalia pemegang rahasia
Prinsip hasil pemeriksaan medis
obyektif sesuai pengamatan/pemeriksaan pihak medis
berdasarkan norma atauran/standart pelayanan medis, khususnya standart pelayanan kedokteran forensik
landasan utama berdasarkan ilmu kedokteran orientasi ilmu hukum
dapat dipertanggungjawabkan secara medis berorientasi / tidak berorientasi dengan ilmu hukum
Informed concent
prinsipnya merupakan hak korban/keluarga korban untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan informasi dari pihak penyidik (Pasal 134 KUHAP)
penyidik perlu koordinasi dengan tim medis dan keluarga korban untuk ,menentukan macam pemeriksaan (PL, otopsi, TKP, penunjang, dll)
penyidik memiliki Pasal 222 KUHP dalam menentukan pemeriksaan jenazah (PL, otopsi) Jadi Informed Consent :
dari pihak penyidik untuk tim medis dan penyidik berupa surat permintaan V et R
dari korban/keluarga korban – antara pihak penyidik, tim medis dan keluarga korban berupa surat persetujuan keluarga
dari keluarga korban – untuk : pangruti jenazah (agama)
pengawetan jenazah (penundaan pemakaman dan WNA)
pengiriman/transportasi jenazah (Ambulance dan pesawat terbang)
Rekam Medis
Rekam medis tertuang/tertulis dalam status korban, berkaitan dengan segala macam pemeriksaan medis serta hasilnya
V et R adalah merupakan laporan data dari RM murni yang sudah dianalisa dari data RM dan pertanggungjawabnya
RM bersifat rahasia medis, Rumah Sakit, pribadi dan hukum (HAM, PP 10 tahun 1966 dan Pasal 170 KUHAP).
Pelepasan rahasia di sidang pengadilan bebas sanksi (Pasal 48, 49, 50, 51 KUHP), bila diluar sidang sanksinya menurut hukum yang berlaku.
RM dan IC berdasarkan hukum tertulis dari Permenkes RI.
Perbedaan : V et R Surat Keterangan Medis
Korban/penderit a Merupakan barang bukti medis Merupakan pasien
Pembuat Dokter Dokter atau dokter gigi
Awal kontrak / permintaan pemeriksaan Kontrak pemeriksaan dari pihak berwenang Kontrak pemeriksaan dari pasien sendiri
(polisi, jaksa, hakim)
Format laporan Dalam bentuk
visum et repertumDalam bentuk surat keterangan medis (misal surat keterangan sehat) Penyerahan laporan Diserahkan kepada pihak pemohon Diserahkan hanya kepada pasien
Masa berlaku Sampai
berakhirnya proses peradilan
Ada batas waktu tertentenggang waktu tertentu)
Informed
consent Tidak diperlukan Harus ada
BAB II
VISUM ET REPERTUM SERTA
CARA, SEBAB, & MEKANISME KEMATIAN Pengertian
Menurut bahasa : berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang dilihat) dan repertum (melaporkan).
Menurut istilah : adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah
jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya.
Menurut lembar negara 350 tahun 1973 : Suatu laporan medik forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti medis (hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), non-biologis (peluru, selongsong) atas permintaan tertulis oleh penyidik ditujukan untuk peradilan.
Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184. Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu: 1.Keterangan saksi 2.Keterangan ahli 3.Keterangan terdakwa 4.Surat-surat 5.Petunjuk
Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:
1.Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
2.Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
3.Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan VeR yang lebih baru
Pembagian Visum et Repertum
1.VeR hidup
VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu:
a.VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat seketika, dimana korban tidak memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka yang ditulis pada bagian kesimpulan yaitu luka derajat I atau luka golongan C.
b.VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu, karena korban memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis pada kesimpulan.
Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak
Mengarahkan penyelidikan
Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara terhadap terdakwa
Menentukan tuntutan jaksa Medical record
c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah dinyatakan sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila korban meninggal, maka dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis kualifikasi luka pada bagian kesimpulan VeR.
2. VeR jenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap
korban yang meninggal. Tujuan pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian.
3.Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh korban, misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain. Ada sebagian pihak
yang menyatakan bahwa ekspertise bukan merupakan VeR.
Pembagian lain visum et repertum : 1.menurut peristiwa :
a. VeR perlukaan
b. VeR kejahatan seksual c. VeR psikiatrik
d. VeR jenazah 2.menurut barang bukti :
b. VeR hidup b. VeR mati
3.menurut sifat :
b. VeR sementara, lanjutan, definitif
b. VeR barang bukti benda, ekshumasi,
TKP
Susunan Visum et Repertum
Ada 5 bagian visum et repertum, yaitu: 1.Pembukaan
Ditulis ‘pro justicia’ yang berarti demi keadilan dan ditulis di kiri atas sebagai pengganti materai.
2.Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi:
Identitas tempat pembuatan visum berdasarkan surat permohonan mengenai jam, tanggal, dan tempat
Pernyataan dokter, identitas dokter Identitas peminta visum
Wilayah
Identitas korban
Identitas tempat perkara 3.Pemberitaan
Apa yang dilihat, yang ditemukan sepanjang pengetahuan kedokteran
Hasil konsultasi dengan teman sejawat lain Untuk ahli bedah yang mengoperasi
dimintai keterangan apa yang diperoleh. Jika diopname tulis diopname, jika pulang tulis pulang
Tidak dibenarkan menulis dengan kata-kata latin
Tidak dibenarkan menulis dengan angka, harus dengan huruf untuk mencegah pemalsuan.
Tidak dibenarkan menulis diagnosis, melainkan hanya menulis ciri-ciri, sifat, dan keadaan luka.
4.Kesimpulan
Bagian kesimpulan memuat pendapat pribadi dokter tentang hubungan sebab akibat antara apa yang dilihat dan ditemukan dokter dengan penyebabnya. Misalnya jenis luka, kualifikasi luka, atau bila korban mati maka dokter menulis sebab kematiannya.
5.Penutup
Bagian penutup memuat sumpah atau janji, tanda tangan, dan nama terang dokter yang membuat. Sumpah atau janji dokter dibuat sesuai dengan sumpah jabatan atau pekerjaan dokter.
Kualifikasi Luka
Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu: 1.Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C
Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau tidak menghalangi pekerjaan korban. Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352 ayat 1.
2.Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B
Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau menghalangi pekerjaan korban untuk sementara waktu. Hukuman bagi
3.Luka berat / luka derajat III / luka golongan A
Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu:
- Luka atau penyakit yang tidak dapat
sembuh atau membawa bahaya maut (NB : semua luka tembus yang mengenai kepala, dada atau perut dianggap membawa bahaya maut)
- Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya
- Hilangnya salah satu panca indra korban - Cacat besar
- Terganggunya akan selama > 4 minggu
- Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu
Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan Visum et Repertum
Pihak yang berhak meminta VeR
1.Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara untuk menjalankan undang-undang.
2.Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.
3.Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat.
4.Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.
Syarat pembuat:
Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
Di wilayah sendiri Memiliki SIP
Kesehatan baik
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR korban hidup, yaitu:
1.Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2.Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3.Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
4.Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5.Ada identitas korban.
6.Ada identitas pemintanya.
7.Mencantumkan tanggal permintaan. 8.Korban diantar oleh polisi atau jaksa.
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR jenazah, yaitu:
1.Harus tertulis, tidak boleh secara lisan. 2.Harus sedini mungkin.
3.Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4.Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5.Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6.Ada identitas pemintanya.
7.Mencantumkan tanggal permintaan. 8.Korban diantar oleh polisi.
Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam, penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang
mengantar korban. Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.
Lampiran visum
Fotografi forensik
Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
Penjelasan istilah kedokteran
Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)
CARA, SEBAB, DAN MEKANISME KEMATIAN
Cara kematian = macam kejadian yang bertanggung jawab terhadap kematian
Cara Kematian :
1. Wajar : karena penyakit
2. Tidak wajar : pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan
Sebab Kematian = penyakit atau cedera/luka yang bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian Sebab kematian :
1.Penyakit : gangguan SCV, SSP, respirasi, GIT, urogenital
2.Trauma :
a. mekanik : - tajam : iris, tusuk, bacok
- tumpul : memar, lecet, robek, patah
- senjata api (balistik) - bahan peledak/bom b. fisik : - suhu : dingin, panas
- listrik/petir c. kimiawi : - asam
- basa
- intoksikasi
Mekanisme Kematian = gangguan/kelainan fisiologik dan atau biokimia yang bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian
Mekanisme kematian : 1. Mati lemas (asfiksia) 2. Perdarahan
3. Kerusakan organ vital 4. Refleks vagal
5. Emboli 6. dll
Mekanisme kematian bisa kombinasi beberapa mekanisme
BAB III
IDENTIFIKASI FORENSIK Definisi :
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut.
Identifikasi forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.
Tujuan Identifikasi forensik :
1. Kebutuhan etis & kemanusiaan
2. Pemastian kematian seseorang secara resmi & yuridis
3. Pencatatan identitas untuk keperluan administratif & pemakaman
4. Pengurusan klaim di bidang hukum publik dan perdata
5. Pembuktian klaim asuransi, pensiun dll
6. Upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal (bila ada)
Peran Identifikasi : 1.Pada Orang Hidup
o semua kasus medikolegal
o penjahat atau prajurit militer yang melarikan diri
o orang yang didakwa pelaku pembunuhan
o orang yang diakwa pelaku pemerkosaan o identitas bayi baru lahir yang tertukar,
untuk menentukan siapa orang tuanya
o anak hilang
o orang dewasa yang karena sesuatu hal kehilangan uangnya
o tuntutan hak milik
o untuk kepentingan asuransi o tuntutan hak pensiun
o kasus peledakan o kasus kebakaran
o kecelakaan kereta api atau pesawat terbang o banjir
o kasus kematian yang dicurigai melanggar hukum
Ada dua metode, yaitu ;
a. Identifikasi Komparatif - Dalam komunitas terbatas
- Data antemortem & postmoterm tersedia b.Identifikasi Rekonstruktif
- Komunitas korban tidak terbatas - Data antemortem tidak tersedia Cara Identifikasi yang biasa dilakukan :
1. Secara visual keluarga/rekan
memperhatikan korban (terutama wajah). Syarat : korban dalam keadaan utuh. Kelemahan : sangat dipengaruhi faktor sugesti dan emosi
2. Pengamatan pakaian catat: model, bahan,
ukuran, inisial nama & tulisan pada pakaian. Sebaiknya : simpan pakaian atau potongan pakaian (20x10 cm), foto pakaian
3. Pengamatan perhiasan catat : jenis (anting,
kalung, gelang, cincin dll), bahan (emas,perak, kuningan dll), inisial nama. Sebaiknya : simpan perhiasan dengan baik
5. Medis pemeriksaan fisik : tinggi & berat
badan, warna tirai mata, adanya luka bekas operasi, tato
6. Odontologi bentuk gigi & rahang : khas,
sangat penting bila jenazah dalam keadaan rusak/membusuk, perlu diingat : dental record di Indonesia masih sangat terbatas
7. Sidik jari tidak ada dua orang yang memiliki
sidik jari yang sama mudah dan murah
8. Serologi memeriksa darah dan cairan tubuh
korban
9. DNA sangat akurat, tapi mahal
10.Ekslusi biasanya digunakan pada korban
kecelakaan masal, menggunakan data/daftar penumpang
Metode pemeriksaan terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Identifikasi primer : DNA
Sidik Jari Odontologi
Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan 2-3 metode pemeriksaan dengan hasil (+)
2. Identifikasi sekunder
Cara sederhana : melihat langsung ciri seseorang dengan memperhatikan perhiasan, pakaian dan kartu identitas yang ditemukan.
Cara Ilmiah : melalui tektik keilmuan tertentu seperti sidik jari, kedokteran, odontologi, DNA , dll
Pada jenazah yang telah membusuk ditentukan : Ras
Jenis Kelamin Perkiraan umur Tinggi badan
Penentuan Jenis Kelamin : wajah, potongan tubuh,
bentuk rambut, pakaian, ciri-ciri seks, buah dada, pemeriksaan mikroskopik dari ovarium dan testis, rangka, dan histologik/kromosom.
Penentuan jenis kelamin berdasarkan rangka :
rangka wanita lebih halus, indeks iscium-pubis wanita lebih besar 15% dari ukuran laki-laki, luas permukaan prosesus mastoideus wanita lebih kecil, manubrium sterni wanita separuh panjang korpus sterni, tulang panjang wanita lebih pendek, lebih ringan, lebih halus, dan impressinya lebih sedikit.
Penentuan umur :
- bayi baru lahir : penentuan umur kehamilan,
viabilitas, berat badan, panjang badan, pusat penulangan, tinggi badan ( jarak antara kepala samapai ke tumit/crown-heel, jarak antara kepala ke tulang ekor/crown-rup)
- anak-anak & dewasa < 30 thn : persambungan spheno-occipital tjd dlm umur 17-25 thn (pd wanita 17-20 thn), unifikasi tulang selangka mulai umur 18-25 thn & menjadi lengkap usia 31 thn ke atas, korpus vertebrae sblm usia 30 thn menunjukkan alur-alur yang berjalan radier pada bgn permukaan atas&bawah
- dewasa > 30 thn : sutura sagitalis. Coronaries, dan lamboideus mulai menutup pada usia 20-30 thn, sutura parietomastoid dan sutura squamaeus menutup usia lima tahun kemudian – 60 thn, sutura sphenoparietal menutup usia 70 thn
Penentuan tinggi badan :
Melalui pengukuran tulang panjang : o femur 27% dr tinggi badan
o tibia 22% dr tinggi badan
o humerus 35% dr tinggi badan o tulang belakang dr tinggi badan
Formula Stevenson : o TB = 61,7207 + (2,4378 x pjg Femur) + 2,1756 o TB = 81,5115 + (2,8131 x pjg Humerus) + 2,8903 o TB = 59,2256 + (3,0263 x pjg Tibia) + 1,8916 o TB = 80,0276 + (3,7384 x pjg Radius) + 2,6791
Formula Trotter dan Gleser :
o TB = 70,37 + 1,22 (pjg Femur + pjg Tibia) + 3,24
Pengukuran dengan osteometric board & tulang harus kering
Melakukan identifikasi jenazah kepada : Jenazah tidak dikenal
Jenazah yang membusuk atau kerangka Kasus penculikan anak
Kasus bayi tertukar
Keraguan siapa orang tua anak Identifikasi korban bencana masal :
Organisasi Interpol
Secara internasional identifikasi korban massal adalah tanggung jawab polisi
Interpol Disaster Victim Identification Standing Comittee yang beranggotakan 114
negara di dunia dan bersidang setahun sekali di Lyon
Yang harus dilakukan :
Fase I :Unit Penanganan di TKP (Tempat Kejadian Peristiwa), Kegiatan :
Membuat sektor-sektor/zona pada TKP dgn ukuran 5 x 5 m.
Memberi tanda setiap sektor.
Memberikan label pandang dan label orange pada jenazah dan potongan jenazah diikat pada tubuh/ibu jari kaki korban.
Memberikan label putih pada barang-barang pemilik tercecer.
Membuat sketsa dan foto tiap sektor
Evakuasi dan transportasi jenazah dan barang, dengan :
• Memasukkan jenazah dan potongan jenazah dalam karung plastik dan diberi label sesuai nomor jenazah.
• Memasukkan barang-barang yang terlepas dari tubuh korban dan diberi label sesuai nomor jenazah.
• Diangkut ketempat pemeriksaan dan penyimpanan jenazah dan dibuat berita acara penyerahan kolektif.
Fase II : Unit postmortem :
• Menerima jenazah/potongan jenazah dan barang dari unit TKP.
• Registrasi ulang dan pengelompokan kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh, tidak utuh potongan jenazah dan barang-barang.
• Membuat foto jenazah.
• Mencatat semua ciri-ciri korban sesuai formulir interpol
• Mengambil sidik jari korban dan golongan darah (Ident/Labfor).
• Mencatat gigi-gigi korban (Odontogram). • Membuat Ro. Foto jika perlu.
• Melakukan otopsi.
• Mengambil data-data ke unit pembanding.
Fase III : Unit ante mortem
• Mengumpulkan data-data nama korban dari daftar penumpang serta data semasa hidup seperti foto dan lain-lain yang dikumpulkan dari instansi tempat korban bekerja, keluarga/kenalan, dokter-dokter gigi pribadi, polisi (sidik jari).
• Memasukkan data-data yang masuk dalam formulir yang tersedia formulir AM Kuning.
• Mengelompokkan data-data Ante
Mortem.berdasarkan : o Jenis kelamin
o Umur
o Kewarganegaraan
• Mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke unit pembanding data
Fase IV
Unit pembanding data (rekonsiliasi)
o Cek dan recek hasil unit pembanding data. o Mengumpulkan hasil identifikasi korban.
o Membuat surat keterangan kematian untuk korban yang dikenal dan surat-surat lain yang diperlukan.
o Publikasi yang benar dan terarah oleh komisi identifikasi sangat membantu masyarakat mendapat informasi yang terbaru dan akurat. Fase V
Dilakukan Evaluasi
• Dilakukan evaluasi yang komprehensif
terhadap masing-masing fase
BAB IV
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP) Definisi :
Suatu tempat penemuan barang bukti atau tempat terjadinya peristiwa tindak pidana atau kecurigaan suatu tindak pidana, merupakan suatu persaksian.
Penyidik:
1.melakukan pengamatan/observasi TKP 2.membuat sketsa/foto
3.penanganan korban
4.penanganan terhadap pelaku/kerugian lain 5.penanganan terhadap barang bukti
KUHP pasal 20 minta bantuan dokter, apakah kasus pidana atau tidak
Jika dokter tidak mau sanksi KUHP pasal 24 Bantuan dokter dapat berupa:
1. persiapan permintaan tertulis atau tidak,
catat tanggal permintaan, siapa peminta, lokasi dimana, dan alat pemeriksa TKP
2. biaya ditanggung yang meminta 3. jika korban masih hidup
• identifikasi secara visual: pakaian secara visual terhadap perhiasan, dokumen, kartu pengenal lainnya
• identifikasi medik dari ujung rambut
sampai kaki termasuk gigi dan identifikasi sidik jari
4. jika korban mati buat sketsa foto situasi
ruangan, lihat TKP (porak-poranda atau tenang):
• identifikasi lihat bab identifikasi
• lihat tanatologi suhu rektal, lebam
mayat, kaku mayat. (1. kulit pucat, 2. relaksasi otot, 3. penurunan suhu, 4. perubahan mata, 5. lebam mayat, 6. kaku mayat, 7. pembusukan)
• lihat lukanya lokasi luka, garis tengah
luka, banyak luka, ukuran luka (cm ditulis sentimeter), sifat luka:
o tepi luka (jika ditautkan berbentuk garis atau tidak)
o sudut luka (tumpul atau tidak)
o jembatan jaringan (terpotong atau tidak)
o ada lecet atau memar di sekitar luka o tanda: fraktur atau krepitasi tulang o dasar luka (bersih atau tidak)
o koordinat luka
Kesan: luka akibat benda tajam/tumpul, dll
• darah
o warna merah/tidak
o tetesan, genangan, atau garis
o melihat bentuk/sifat darah dapat
diperkirakan sumber darah
darah bundar tepi kecil darah jatuh
vertikal jarak = 60 cm
darah bundar, tepi seperti jarum
darah jath vertikal jarak 60-120 cm
darah bundar, tepi garis seperti roda
darah jatuh secara vertikal jarak > 120 cm
darah bulat lonjong darah jatuh
arahnya miring o distribusi darah
dari dada ke kaki
bentuk genangan (bunuh diri), morat marit (pembunuhan)
o sumber
dari arteri (pancaran lebih jauh dan warna lebih terang)
darah merah berbuih dari saluran
darah coklat hitam dari saluran
cerna
5.identifikasi lanjutan
• ada sperma atau tidak
• pengambilan darah : jika di dinding kering
dikerok, jika pada pakaian digunting
• darah basah/segar masukan termos es
kirim ke lab kriminologi 6.identifikasi lanjutan
• rambut
• sperma kering atau tidak secara visual
sinar UV
• air ludah, bekas gigitan bisa ditentukan
golongan darah
7.membuat kesimpulan di TKP • mati wajar atau tidak
• bunuh diri genangan darah, TKP tengang
tidak morat-marit, ada luka percobaan, luka mudah dicapai oleh korban, tidak ada luka tangkisan, pakaian masih baik
• pembunuhan TKP morat marit, luka
multipel, ada luka yang mudah dicapai ada yang tidak, luka di sembarang tempat, pakaian robek, ada luka tangkisan karena perlawanan
• kecelakaan
• mati wajar karena penyakit
Dengan melihat keadaan TKP lakukan : 1.penentuan mati wajar atau tidak 2.menentukan saat kematian
3.menentukan cara kematian/menentukan diagnosis mati
Tugas dokter di TKP untuk membantu visum dan otopsi apakah sesuai dengan TKP atau tidak.
BAB V TANATOLOGI Pengertian
Thanatos : yang berhubungan dengan kematian Logos: ilmu
adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Atau Ilmu yang mempelajari tentang mati dan diagnostik mati dan perubahan postmortem dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta kegunaan apa saja.
Fungsi Tanatologi :
o Menegakkan diagnosa mati o Memperkirakan saat kematian
o Untuk menentukan proses cara kematian
o Untuk mengetahui sebab kematian
Defenisi mati : Berhentinya ketiga sistem yaitu kardiovaskular, respirasi , dan sistem daraf pusat, yang merupakan satu unit kesatuan dan tidak terkonsumsinya oksigen.
Istilah Mati :
o Mati somatis/mati klinis : 3 sistem (SSP, SCV,
Sist.respiratory) mati ireversibel/menetap, tetapi beberapa organ & jaringan masih bisa berfungsi sementara memungkinkan untuk
transplantasi. Aktivitas otak dinyatakan berhenti bila : EEG mendatar selama 5 mnt
o Mati seluler/molekuler : kematian organ &
jaringan, sesaat setelah kematian somatis ( otak & jar.syaraf +5 menit setelah mati klinis, otot +4 jam setelah mati klinis, kornea +6 jam setelah mati klinis). Dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam waktu 4 menit; otot masih dapat dirangsang (listrik) sampai kira-kira 2 jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4 jam; dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan sulfat atropin 1% ke dalam kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1% atau fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara menyuntikkan subkutan pilokarpin 2% atau asetilkolin 20%; spermatozoa masih bertahan hidup beberapa hari dalam
epididimis; kornea masih dapat
ditransplantasikan dan darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati.
o Mati suri : Dalam stadium somatic death perlu
diketahui suatu keadaan yang dikenal dengan istilah mati suri atau apparent death. Mati suri ini terjadi karena proses vital dalam tubuh menurun sampai taraf minimum untuk kehidupan, sehingga secara klinis sama dengan orang mati. Dalam literatur lain mati suri adalah terhentinya ketiga sistem kehidupan yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri
sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur (barbiturat), tersengat aliran listrik, kedinginan, mengalami anestesi yang dalam, mengalami acute heart failure, mengalami neonatal anoxia, menderita catalepsy dan tenggelam.
o Mati serebral : kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversibel, kecuali batang otak dan serebelum (SCV dan respirasi masih berfungsi) o Mati otak/batang otak : kerusakan seluruh isi
neuronal intrakranial yang irreversibel, termasuk batang otak dan serebelum
Diagnosa mati
Hilangnya seluruh ataupun pergerakan/aktivitas refleks hilang
Mendeteksi tidak berfungsinya Respirasi :
1.Tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi.
2.Tidak ada bising napas pada auskultasi.
3.Tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes Winslow.
4.Tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban.
5.Tidak ada gerakan bulu burung yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban.
Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf, yaitu :
1.Areflex 2.Relaksasi
3.Pergerakan tidak ada 4.Tonus tidak ada
Ada 6 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler, yaitu :
1.Denyut nadi berhenti pada palpasi.
2.Detak jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi.
3.Elektro Kardiografi (EKG) mendatar / flat.
4.Tes magnus : tidak adanya tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kitaikat.
5.Tes Icard : daerah sekitar tempat penyuntikan larutan Icard subkutan tidak berwarna kuning kehijauan.
6.Tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis.
Tanda kematian : Tidak pasti
• Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit
• Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit
• Kulit pucat
• Tonus otot menghilang dan relaksasi • Pembuluh darah retina mengalami segmentasi bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap
• Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan
Pasti
• Lebam mayat (livor mortis) • Kaku mayat (rigor mortis)
• Penurunan suhu tubuh (algor mortis) • Pembusukan (decomposition,
putrefaction)
• Adiposera atau lilin mayat
Perubahan post mortem :
• Kulit wajah pucat : krn sirkulasi
berhenti, darah mengendap terutama pembuluh darah besar
• Relaksasi primer : krn tonus otot tidak ada → rahang bawah melorot
• Perubahan pada mata : pandangan
mata kosong, refleks (-)
• 10-12 jam → keruh kornea
• Penurunan suhu badan : karena
perpindahan panas ke dingin melalui konduksi, konveksi dan radiasi serta evaporasi
Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus Post Mortem Interval (PMI) oleh Glaister dan Rentoul :
- Formula untuk suhu dalam derajat Celcius PMI = 37 o C - RT o C +3
- Formula untuk suhu dalam derajat Fahrenheit
PMI = 98,6 o F - RT o F
1,5
• Perubahan pada kulit :
Lebam mayat (livor mortis) : terjadi karena pengendapan butir-butir ertirosit karena adanya gaya gravitasi sesuai dengan tubuh, berwarna biru ungu tetapi masih dalam pembuluh darah. Timbul 20-30 menit dan setelah 6-8 jam lebam mayat masih bisa ditekan dan masih bisa berpindah tempat. Suhu tubuh yang tinggi dapat mempercepat timbulnya lebam mayat.
Korban meninggal -> peredaran darah berhenti -> stagnasi ->
Penurunan suhu = 10x(37-temperatur rektal) = ... jam
akibat gravitasi -> darah mencari tempat yang terendah ->
terlihat bintik-bintik merah kebiruan. Timbul : 15 – 20 menit
Lokalisasi : tempat yang terendah Kecuali : bagian tubuh yang
- tertekan dasar - tertekan pakaia
Perbedaan antara lebam mayat & hematom lihat bab traumatologi
4 jam setelah meninggal -> extravasasi pigment darah -> letak lebam mayat tidak berubah, bila posisi mayat tidak diubah.
Warna lebam mayat:
- Normal : Merah kebiruan - Keracunan CO : Cherry red - Keracunan CN : Bright red
- Keracunan nitro benzen : Chocolate brown
- Asphyxia : Dark red
Warna Lebam Mayat
Lebam mayat sering berwarna merah padam, tetapi bervariasi, tergantung oksigenasi sewaktu korban meninggal. Bila terjadi bendungan, hipoksia, mayat memiliki warna lebam yang lebih gelap karena adanya hemoglobin tereduksi dalam pembuluh darah kulit. Lebam mayat merupakan indikator kurang akurat dalam menentukan mekanisme kematian, dimana tidak ada hubungan antara tingkat kegelapan lebam mayat dengan kematian yang disebabkan asfiksia. Sering kematian sebab wajar oleh karena gangguan koroner atau penyakit lain memiliki lebam yang lebih gelap. Terkadang area lebam mayat berwarna terang dan dilanjutkan dengan area lebam mayat berwarna lebih gelap. Hal ini akan berubah seiring memanjangnya
interval post mortem. Sering kali warna lebam mayat merah terang atau merah muda. Kematian yang disebabkan hipotermi atau terpapar udara dingin selama beberapa waktu, seperti tenggelam, dimana warna lebam mayat dapat menentukan penyebab kematian, tetapi relatif tidak spesifik oleh karena mayat yang terpapar udara dingin setelah mati (terutama bila mayat yang di dalam lemari es mayat) dapat terjadi perubahan lebam dari merah padam menjadi merah muda.
Mekanismenya belum pasti, tetapi sangatlah jelas merupakan hasil dari perubahan hemoglobin tereduksi menjadi oksihemoglobin. Hal ini dapat dimengerti pada kasus hipotermi, dimana metabolisme reduksi dari jaringan gagal mengambil oksigen dari sirkulasi darah.
Diketahui bahwa lebam mayat yang merah padam berubah menjadi merah muda pada batas horizontal anggota tubuh bagian atas, warna lebam pada anggota tubuh bagian bawah tetap gelap, sehingga perubahan secara kuantitatif lebam dapat ditentukan, dimana hemoglobin lebih mudah mengalami reoksigenasi karena eritrosit kurang mengendap pada bagian lebam. Perubahan lainnya pada warna lebam lebih berguna. Yang paling sering adalah merah terang (cherry-pink), oleh karena karboksihemoglobin (CO-Hb) terletak pada seluruh jaringan, warna ini khas dan sering merupakan indikasi pertama adanya keracunan karbonmonoksida (CO). Keracunan sianida (CN) memiliki ciri khas tertentu, yaitu warna lebam mayat merah kebiruan yang disebabkan terjadi bendungan dan sianosis (kurang O2, karena
pelepasan O2 ke jaringan dihambat). Bila ahli
riwayat dan bau sianida (CN-bau amandel), sangatlah susah menggunakan lebam mayat sebagai satu-satunya indikasi penyebab kematian. Lebam mayat yang berwarna merah kecoklatan pada methemoglobinemia dan dapat memiliki warna yang bervariasi pada keracunan aniline dan klor. Kematian yang disebabkan sepsis dimana Clostridium perfringens sebagai agen infeksi, bercak berwarna pucat keabuan dapat terkadang terlihat pada kulit, Walaupun hal ini tidak timbul pada lebam. Pemeriksaan laboratorium sederhana yaitu test resistensi alkali dapat juga dilakukan, yaitu dengan menetesi contoh darah yang telah diencerkan dengan NaOH/KOH 10%. Pada CO, warna tetap beberapa saat oleh karena resistensi, sedangkan pada CN, warna segera menjadi coklat oleh karena terbentuknya hematina alkali. Pada anemi berat, lebam mayat yang terjadi sedikit, warna lebih muda dan terjadi biasanya lebih lambat. Pada polisitemia sebaliknya lebam mayat lebih cepat terjadi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan lebam mayat adalah: viskositas darah, termasuk berbagai penyakit yang mempengaruhinya, kadar Hb, dan perdarahan (hipovolemia).
• Perubahan pada otot
Rigor mortis : karena adanya kelenturan otot setelah mati karena adanya metabolisme tingkat selular masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen→energi→ADP→ ATP. Selama masih ada energi→aktin miosin masih regang.
Jika glikogen otot habis dan energi tidak ada maka ADP tidak bisa jadi ATP → ADP tertumpuk → aktin miosin membeku → kaku.
Timbul : 1-3 jam postmortem, dipertahankan 6-12 jam, dimulai dari otot kecil : rahang bawah, anggota gerak atas, dada, perut dan anggota bawah kemudian kaku lengkap dalam 6-12 jam dan dipertahankan 24-48 jam.
Faktor yang mempercepat terjadinya rigor mortis, yaitu :
• Aktivitas fisik pra kematian / pre mortal.
• Suhu tubuh tinggi.
• Konstitusi berupa tubuh kurus. • Suhu lingkungan tinggi.
• Umur yaitu anak-anak dan orang tua.
• Gizi yang jelek.
Kekakuan yang menyerupai kaku mayat :
1.Cadaveric spasm (instantaneous rigor)
o akibat habisnya cadangan glikogen dan
ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal
o kaku mayat timbul dengan intensitas
sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer, mayat langsung mengalami kekakuan secara terus-menerus sampai terjadi relaksasi sekunder
o Terlihat pada kasus : bunuh diri dengan pistol atau senjata tajam, mati tenggelam, mati mendaki gunung, pembunuhan dimana korban menggenggam robekan pakaian pembunuh.
Pembeda Rigor Mortis Cadaveric Spasm
Waktu timbul Dua jam setelah meninggal. Rigor mortis lengkap
setelah 12 jam.
Sesaat sebelum meninggal (intravital) dan menetap
Faktor
predisposisi
-Kelelahan, emosi hebat, ketegangan, dan lain-lain.
Etiologi Habisnya cadangan
glikogen secara general.
Habisnya cadangan glikogen pada otot
setempat.
Pola terjadinya
kaku otot
Sentripetal, dari otot-otot kecil kemudian otot
besar.
Kaku otot pada satu kelompok otot tertentu.
Kepentingan
medikolegal Untuk penentuan saat
kematian.
Untuk menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya.
Biasanya pada kasus pembunuhan, bunuh diri,
dan kecelakaan.
Suhu mayat Dingin. Hangat.
Kematian sel. Ada. Tidak ada.
Relaksasi
primer Ada Tidak ada
Timbulnya Lambat Cepat
Lamanya Cepat hilang Lambat hilang
(dipertahankan)
Koordinasi
otot Kurang Baik
Lokasi otot Menyeluruh Setempat (yang aktif)
Rangsangan
sel. Tidak ada respon otot. Ada respon otot. Kaku otot. Dapat dilawan dengan
sedikit tenaga.
Perlu tenaga kuat untuk melawannya.
2. Heat stiffening :
o kekakuan otot akibat koagulasi protein otot
oleh panas
o serabut-serabut ototnya memendek sehingga
menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic
attitude) pada kasus mati terbakar 3.Cold stiffening
o terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk
cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot
a. Autolisis
o Tubuh membentuk enzim merusak sel dari
nukleus→sitoplasma→dinding→hancur
b.Mikroorganisme : bakteri patogen dalam sekum
o Setelah mati → daya tahan tubuh turun
karena leukosit menurun → kuman mudah masuk ke pembuluh darah → media baik untuk tumbuh kuman → hancurkan darah dan bentuk amonia dan H2S → pertama kali
terlihat didaerah kanan pada fossa iliaka kanan tepatnya disekum terlihat warna ungu (livide) yang merupakan reaksi Hb dan H2S →
methsulf –Hb.
o Gas pembusukan masuk ke pembuluh darah → pembuluh darah melebar sehingga perut menggembung → pecahnya kapiler di alveoli → keluar darah lewat hidung.
o Pembusukan dimulai 48 jam postmortem, belatung pada 36 jam kemudian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya pembusukan mayat, yaitu :
a. dari luar
1) Mikroorganisme/sterilitas.
2) Suhu optimal yaitu 21-380C (70-1000F)
mempercepat pembusukan. Berhenti pada suhu 2120F
3) Kelembaban udara yang tinggi mempercepat pembusukan.
4) Sifat medium. Udara : air : tanah = 8 : 2 : 1 (di udara pembusukan paling cepat, di tanah paling lambat). Hukum Casper.
b. dari dalam
1) Umur. Bayi yang belum makan apa-apa
paling lambat terjadi pembusukan.
2) Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat membusuk daripada tubuh kurus.
3) Keadaan saat mati. Udem, infeksi dan sepsis mempercepat pembusukan. Dehidrasi memperlambat pembusukan.
4) Seks. Wanita baru melahirkan (uterus
post partum) lebih cepat mengalami pembusukan.
Golongan alat tubuh berdasarkan kecepatan terjadi pembusukan :
1) cepat : otak, lambung, usus, uterus hamil/post partum
2) lambat : jantung, paru, ginjal, diafragma
3) paling lambat : prostate, uterus yang tidak hamil
Perbedaan Bulla Intravital dan Bulla Pembusukan
Bulla Intravital Perbedaan Bulla
Pembusukan
Kecoklatan Warna kulit ari Kuning
Tinggi Kadar albumin &
klor Bulla Rendah atau tidak ada
Hiperemis Dasar bulla Merah
pembusukan
Intraepidermal Jaringan yang
terangkat epidermis & Antara dermis
Ada Reaksi jaringan
& respon darah
Tidak ada
Variasi-variasi pembusukan: a. Mummifikasi
o Terjadi bila temperatur turun, kelembaban turun → dehidrasi viceral sehingga kuman-kuman tidak berkembang → tidak terjadi pembusukan → mayat mengecil, bersatu berwarna coklat kehitaman, struktur anatomi masih lengkap sampai bertahun-tahun.
o Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan
o Syarat terjadinya mummifikasi :
o Suhu relatif tinggi
o Kelembaban udara rendah o Aliran udara baik
o Waktu yang lama (12-14 minggu)
o Yang terlihat pada mummifikasi adalah
penyusutan bentuk tubuh, kulit padat hitam seperti kertas perkamen
b. Adipocare
o Terjadi karena hidrogenisasi asam lemak tidak jenuh (asam palmitat, asam stearat, asam oleat) dihidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh yang relatif padat .
o Suhu tinggi → kelembaban tinggi → lemak →
asam lemak → pH turun → kuman tidak bisa berkembang → asam lemak → dehigrogenase → penyabunan → mayat menjadi kebalikannya mumifikasi.
o Syarat terjadinya adiposera :
o Suhu rendah, kelembaban tinggi o Lemak cukup
o Aliran udara rendah
o Waktu yang lama Perkiraan Saat Kematian
• Perubahan pada mata : Kekeruhan menyeluruh pada kornea terjadi kira-kira 10-12 jam pasca mati
• Perubahan dalam lambung : Pengosongan
lambung yang terjadi dalam 3-5 jam setelah makan terakhir, misalnya sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan makan besar membtuhkan waktu 3 sampai 5 jam
untuk dicerna. Kecepatan pengosongan lambung ini dipengaruhi oleh penyakit-penyakit saluran cerna, konsistensi makanan dan kandungan lemaknya.
• Perubahan rambut : Panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk
memperkirakan saat kematian, kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari
• Pertumbuhan kuku : Pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm/hari
• Perubahan dalam cairan serebrospinal : Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, Kadar nitrogen non protein kurang 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam
• Metode Entomologik : Larva Musca domestica
mencapai panjang 8 mm pada hari ke-7, berubah menjadi kepompong pada hari ke-8, menjadi lalat pada hari ke-14. Larva
Sarcophaga cranaria mencapai panjang 20 mm
pada hari ke-9, menjadi kepompong pada hari ke-10 dan menjadi lalat pada hari ke-18. Necrophagus species akan memakan jaringan tubuh jenazah. Sedangkan predator dan parasit akan memakan serangga Necrophagus. Omnivorus species akan memakan keduanya baik jaringan tubuh maupun serangga. Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari postmortem. Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan larva dewasa yang akan berubah menjadi pupa ditemukan pada 12-18 hari.
• Reaksi supravital : Reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Rangsang listrik dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga
90-120 menit pasca mati, mengakibatkan sekresi kelenjar sampai 60-90 menit pasca mati, trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati
BAB VI ASFIKSIA Definisi
Merupakan suatu keadaan dimana suplai O2 ke
jaringan berkurang
Penyebab asfiksia terbagi 2 yaitu, penyebab asfiksia wajar dan tidak wajar. Penyebab asfiksia wajar karena penyakit seperti difteri, tumor laring, asma bronkiale, pneumotoraks, pneumonia, COPD, reaksi anafilaksis, dan lain-lain. Penyebab asfiksia tidak wajar karena emboli, listrik, racun (barbiturat), dan adanya halangan udara masuk ke saluran pernapasan secara paksa.
Pembagian menurut London
1. Hipoksik-hipoksia (Keadaan dimana oksigen
gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah) : kadar oksigen yang memang rendah atau gangguan masuk, biasanya karena gangguan sist.respirasi : hipoksia mekanik : intraluminer (co : tersedak) & ekstraluminer (co : pencekikan, penjeratan)
2. Anemik-hipoksia (Darah tidak dapat membawa O2
yang cukup untuk metabolisme ) : biasanya Hb yang kurang atau volume darah yang kurang
3. Stagnan-hipoksia (Terjadinya kegagalan
sirkulasi) : biasanya gangguan pembuluh darah, jantung, vagal refleks, emboli, dekomp kordis
4. Histotoksik-hipoksia (HH) (Keadaan yang
mengakibatkan O2 tdk bisa digunakan jaringan)
a. HH ekstraseluler : gangguan enzim, contoh keracunan CO
b. HH periseluler : gangguan permeabilitas membran sel, contoh keracunan eter/kloroform c. HH substrat : bahan/substrat yang tidak cukup
d. HH metabolit : gangguan metabolisme
karena end product tidak dapat dieliminir, contoh uremia, keracunan CO2
Hipoksik hipoksia bisa terjadi karena:
1.strangulation by suspension / hanging / penggantungan
2. manual strangulation / throttling (cekikan) 3. strangulation by ligature / jeratan
4.simulated suicidal hanging / pembunuhan yg dibuat seperti gantung diri
5.Suffocation :
a.smothering / pembekapan b.chocking / tersedak
c. gagging / mulut disumbat dg kain lalu diikat ke belakang
6.tenggelam/drowning
7.external pressure of the chest / asfiksia traumatik
8. inhalation of suffocation gases
Stadium asfiksia versi I :
stadium inspirasi dispneu
• sesak napas saat inspirasi • TD dan nadi meningkat
• Cemas, gelisah, berat kepala, takut, tinitus, vertigo
• Sianosis
• sesak saat ekspirasi Kadar CO2 tinggi
kejang
• pada saat relaksasi relaksasi spingter
ani keluar kotoran
• relaksasi spingter OUI ada sperma
stadium apneu
• kesadaran yang menurun koma
• pupil melebar
• reflek cahaya negatif • TD hampir tidak terukur • Nadi tidak teraba
stadium akhir
Stadium asfiksia versi II :
• dispneu : + 4 menit, nafas berat, cepat
& sukar, Nadi&TD meningkat, tanda-tanda sianosis
• konvulsi : + 2 menit, klonik dulu baru
tonik, lalu opistotonik, kesadaran mulai menghilang, pupil dilatasi, denyut jantung melambat, TD turun
• apneu : + 1 menit, nafas lemah,
kesadaran menurun sampai hilang, relaksasi spinkter
• final : paralisis nafas lengkap, denyut jantung beberapa saat masih ada, lalu hilang, & meninggal
Penggantungan
Definisi
Penggantungan (hanging) merupakan suatu strangulasi berupa tekanan pada leher akibat
adanya jeratan yang menjadi erat oleh berat badan korban.
• Tanda asfiksia
• Alat penggantung :
- alat penggantung dengan permukaan yang luas
(co: sarung) menyebabkan tekanan hanya pada permukaan saja, sehingga yang terjepit hanya vena (vena jugularis) sehingga muka bengkak&kebiruan, kongesti vena, mata menonjol karena bendungan
- alat penggantung dengan permukaan yang
kecil (co: tali jemuran) menyebab tekanan besar ke dalam, selain vena, arteri juga terjepit wajah pucat , mata tidak menonjol
• Adanya air liur yang keluar dari mulut
• Lidah menonjol jika gantungan di bawah gld
tiroid
• Ada air mani atau feses karena ada relaksasi spingter
• Ada jejas pada leher tepi meninggi, warna merah kecoklatan, pada palpasi keras seperti kertas perkamen, arahnya miring ke arah simpul.
• Ada resapan darah di bawah kulit di bawah
otot pada m. sternokleidomastoideus, m. supra/infrahyoid, m. hyoglosus.
• Fraktur os hyoid
• Edema pada plika vokalis
• Mati gantung bisa bunuh diri/tidak maka lakukan:
o Periksa TKP
Ada persiapan gantung diri atau tidak
Jika 1 meter tidak mungkin gantung
Bunuh diri tidak terlalu jauh
jaraknya, dan TKP tenang tidak morat marit
o Simpul dilihat
Simpul hidup bunuh diri Simpul mati dibunuh
Bunuh diri ikatan membentuk sudut,
tidak ada tanda perlawanan, tidak ada luka lecet atau memar, simpul tali bisa dikeluarkan dari kepala
o Jika tanda tanda diatas tidak ada
kecelakaan
PEMBEDA PENGGANTUNGAN
PADA BUNUH DIRI
PENGGANTUNGAN PADA
PEMBUNUHAN Usia Lebih sering terjadi pada
usia remaja dan dewasa.
Tidak mengenal batas usia, karena tindakan pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari korban dan tidak bergantung pada usia.
Tanda jejas jeratan.
Bentuknya miring, berupa lingkaran terputus
(noncontinous) dan terletak
pada bagian atas leher.
Berupa lingkaran tidak terputus, mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher, karena usaha pembunuh (pelaku) untuk membuat simpul tali.
Simpul tali. Biasanya hanya satu simpul yang letaknya pada bagian samping leher.
Biasanya lebih dari satu pada bagian depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat.
Riwayat korban.
Biasanya korban
mempunyai riwayat untuk bunuh diri dengan cara lain.
Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk bunuh dir.
Cedera. Luka-luka pada tubuh
korban yang bisa
menyebabkan kematian mendadak tidak ditemukan pada kasus bunuh diri.
Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban biasanya mengarah pada pembunuhan.