• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan Identifikasi umum

Dalam dokumen 67839673 Buku Roman Forensik Second Edition (Halaman 122-130)

Tingkat II yaitu luas dry heat 30%  membahayakan jiwa

CARA-CARA ABORTUS

1. Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan Identifikasi umum

o Tinggi badan, berat badan, umur. Pakaian; cari tanda-tanda kontak dengan suatu cairan, terutama pada pakaian dalam.

o Catat suhu badan, warna dan distribusi lebam jenasah.

o Periksa dengan palpasi uterus untuk kepastian adanya kehamilan.

o Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan pada :

- arteri coronaria - ventricle kanan - arteri pulmonalis

- arteri dan vena dipermukaan otak - vena-vena pelvis

o Vagina dan uterus diinsisi pada dinding anterior untuk menghindari jejas, kekerasan yang biasanya terjadi pada dinding posterior misalnya perforasi uterus. Cara pemeriksaan: uterus direndam dalam larutan formalin 10% selama 24 jam, kemudian direndam dalam alcohol 95% selama 24 jam, iris tipis untuk melihat saluran perforasi. Periksa juga tanda-tanda kekerasan pada cervix (abrasi, laserasi). o Ambil sampel semua organ untuk menilai histopatologis.

o Buat swab dinding uterus untuk pemeriksaan mikrobiologi.

o Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis :

- isi vagina - isi uterus

- darah dari vena cava inferior dan kedua ventricle - urine - isi lambung - rambut pubis Pemeriksaan janin - Umur janin - Golongan darah

Pemeriksaan toksikologik dilakukan untuk mengetahui adanya obat/Zat yang dapat mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha penghentian kehamilan, misalnya yang berupa IUFD - kematian janin di dalam rahim dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan.

Saat melakukan otopsi untuk kasus aborsi, ahli patologi harus membuat catatan khusus tentang kondisi rahim dan genitalia, serta deskripsi umum tentang mayat. Panjang, lebar dan ketebalan uterus, ketebalan dinding uterin, panjang rongga uterin, lingkar sirkumferen internal dan eksternal, panjang serviks, diameter corpus luteum, dan ukuran sisa-sisa janin, harus dicatat. Pemeriksaan dilakukan pada tuba ovarium dan payudara. Bagian-bagain janin harus dicari dalam saluran genital dan rongga peritoneal. Luka-luka instrumental dan tanda-tanda tenaculum harus diidentifikasi. semua organ dalam rongga abdominal dapat menyebabkan peritonitis supuratif, seperti appendiks, kandung kemih atau perut, harus diperiksa. Semua kondisi tubuh yang dapat menyebabkan aborsi spontan, seperti penyakit jantung dan hydatidiform mole, harus diperiksa. Kondisi-kondisi septik tubuh harus diperiksa dengan cermat. Vena-vena uterin dan ovarian harus diurutkan dengan cermat sampai ke bagian tubuh yang lebih besar untuk mengetahui terjadinya phlebitis purulen. Pengguanan terapeutik sulfonamid dan obat-obatan antibiotik lainnya dapat menghambat perkembangan bakteri dalam kultur post-mortem. Pemeriksaan kimiawi harus dilakukan pada otak dan viscera parenkimatom, jika perlu.

Harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis pada mukosa uterin untuk mengetahui apakah terjadi villi chorionic. Struktur-struktur lainnya, seperti tuba, ovarium, appendiks, ginjal, limpa, hati, pankreas, jantung, paru-paru, dan organ-organ lainnya yang terlihat abnormal harus diperiksa/dipotong.

Jika terdapat sisa-sisa janin, dapat dilakukan pemeriksaan sinar-x untuk mengetahui pusat-pusat osifikasi. Hal ini sangat penting untuk menentukan usia kehamilan. Benda-benda asing, instrumen, juga harus diawetkan sebagai bukti, jika ditemukan dalam tubuh.

Dalam banyak kasus, sisa-sisa janin tidak mudah diidentifikasi. jika seorang wanita meninggal saat aborsi, janin atau bagian dari janin, akan ditemukan dalam saluran genital.

Kadang-kadang, terjadi perforasi rahim dan janin dipaksakan masuk ke rongga peritoneal, ini akan ditemukan saat otopsi. Biasanya, tubuh janin telah diangkat, dan daerah plasenta ditandai oleh penonjolan sirkuler pada batas-batas uterus di sekitar fundus, kondisi ini akan bertahan selama beberapa hari.

Perforasi dapat terjadi dalam berbagai ukuran dan bentuk, bervariasi mulai dari stellata kasar dan kecil yang terbuka dan berdiameter kurang lebih 1 cm, banyak potongan stellata yang berbentuk oval atau ireguler, dan terlihat seperti-kawah yang kadang menonjol pada fundus uterin. Kadang, ditemukan dua atau beberapa perforasi pada fundus, atau terjadi perlukaaan fundus dan serviks akibat penggunaan kuret Uterus paling mudah mengalami perforasi adalah jenis bicornuate, karena operator yang ragu-ragu, menduga bahwa rongga uterus lebih panjang dan melukai dindingnya pada bagian cornua yang terpisah. Luka pada serviks uteri terjadi sebanyak kurang dari separuh perlukaan instrumental pada uterus, sebagian diantaranya berupa ekskavasasi crateriform dalam dinding servikal, sedangkan

yang lainnya mengalami perforasi ke dalam rongga abdominal melalui dinding uterus. Perforasi tersebut berbentuk stellata dan mengarah ke atas mungkin akibat penggunaan instrumen seperti kayu .

Perforasi pada rongga vaginal jarang terjadi pada aborsi yang dilakukan oleh seorang operator, namun paling sering terjadi pada aborsi yang dilakukan sendiri. salah satu kasus yang dihadapi oleh penulis adalah seorang ibu hamil yang melukai rongga vaginanya menggunakan jarum panjang, yang ditusukkan ke dalam perut dan usus beberapa kali sehingga terjadi peritonitis septik. Kasus-kasus aborsi yang mengakibatkan perforasi saluran genital dan organ abdominal harus dirujuk ke rumah sakit untuk merawat gejala dan agar dokter bedah dapat melakukan laparotomi. Dalam berbagai kasus, operator dapat memperbaiki luka dengan melakukan penjahitan, sedangkan dalam kasus lainnya, operator dapat mengangkat rahim, atau reseksi intestinal. Jika pasien meninggal, dokter bedah harus menyerahkan semua organ, jaringan atau benda asing yang diperoleh saat operasi untuk diperiksa dan menyimpan catatan klinis kasus yang akurat.

Ukuran daerah plasenta bervariasi sesuai dengan usia kehamilan dan jumlah hari setelah aborsi. Setelah melakukan kuretase pada bagian plasenta yang tersisa pada dinding uterin, berupa penyimpangan villi chorionic dan syncytial giant cell, ini dapat dilihat melalui pemeriksaan mikroskopis pada daerah plasenta. Karena plasenta merupakan bagian dari janin, ini merupakan bukti nyata terjadinya kehamilan, yang bertolak belakang dengan sel-sel decidual yang

merupakan jaringan dari ibu dan bukan, merupakan indikasi yang jelas. villi chorionic dan syncytial giant cell akan menetap selama beberapa hari kemudian menghilang, satu-satunya kriteria yang tersisa adalah ukuran dan bentuk rahim, kondisi payudara dan corpus luteum ovarium.

Penemuan janin atau sisa-sisanya biasanya berguna untuk memastikan usia kehamilan saat aborsi dilakukan. Jadi, kita harus mengetahui perkembangan janin selama masa kehamilan. Pemeriksaan sinar roentgen pada bagian-bagian janin yang besar akan menunjukkan pusat-pusat osifikasi dalam berbagai tulang, ini dapat digunakan untuk menentukan usia bagian-bagian tersebut. Biasanya akan terbentuk produk perkembangan pembuahan ovum selama dua minggu pertama masa kehamilan. Mulai dari minggu pertama sampai ke lima, selama periode tersebut, akan terjadi perkembangan berbagai organ dan menghasilkan bentuk yang jelas, organisme ini disebut sebagai embrio. Setelah minggu kelima, disebut sebagai janin.

Dalam suatu kasus aborsi yang telah terjadi selama beberapa hari dan tidak ada sisa-sisa janin dalam rahim, sulit untuk membuktikan fakta bahwa telah terjadi kehamilan atau usia kehamilan sebelum aborsi dilakukan. Bagian-bagian janin yang tersisa, membran atau jaringan plasenta, dan terjadinya infeksi intra-uterine akan menganggu atau menghambat proses involusi uterus. Nekrosis sisa-sisa janin, membran dan jaringan plasenta akan mempersulit pemeriksaan mikroskopis. Dimensi uterus yang diukur saat otopsi merupakan satu-satunya data yang dapat diandalkan oleh ahli patologis untuk memperkirakan usia kehamilan.

Dalam kondisi tidak-hamil, uterus berbentuk seperti buah pir dan memiliki panjang 3 inci, lebar 2 inci dan ketebalannya 1 inci. Selama dua bulan pertama masa kehamilan, terjadi pembesaran. Pada akhir bulan ketiga, panjang rahim akan mencapai 4 sampai 5 inci, panjang serviks mencapai 1 cm dan panjang corpus uteri mencapai 3 sampai 4 inci; pada akhir bulan keenam, uterus akan membesar, corpus akan membentuk globular dan serviks memendek. Pada akhir bulan keempat, panjang uterus mencapai 5 sampai 6 inci; pada akhir bulan keenam panjangnya akan mencapai 6 inci; pada akhir bulan ke tujuh, panjangnya mencapai 8 inci; pada akhir bulan ke delapan, panjangnya mencapai 91/2 inci; dan pada akhir bulan ke sembilan, panjangnya mencapai 101/2

sampai 12 inci.

Setelah proses kelahiran, rahim akan berkontraksi dan dindingnya menebal. Setelah dua hari post-partum, panjangnya akan mencapai 7 inci dan lebar 4 inci; pada akhir minggu pertama akan berkontraksi sampai panjangnya 5 inci; setelah dua minggu panjangnya mencapai 4 inci. Setelah dua bulan ukuran uterus akan kembali normal jika involusi telah sempurna. Dimensi uterus setelah aborsi sulit ditentukan; jika pasien hidup sebentar setelah ekspulsi janin, ukuran uterus jelas akan berkurang, namun tidak ada standar ukuran involusinya setelah aborsi dalam berbagai usia kehamilan. Pemeriksa hanya dapat menentukan dimensi uterus seakurat mungkin dan menarik kesimpulan sendiri sesuai dengan pengalamannya menghadapi kasus semacam itu. Ukuran pembuluh darah dan limfatik uterus akan bertambah selama masa kehamilan dan akan tetap meregang selama puerperium sampai masa involusi lewat.

Peningkatan vaskularitas ini akan meningkatkan kerentanan gravid uterus terhadap perdarahan dan infeksi.

Payudara akan membesar selama masa kehamilan, akibat terjadinya hiperplasia kelenjar-kelenjar payudara. Pada wanita yang tidak hamil, jaringan kelenjar berupa beberapa duktus dan sejumlah alveoli dalam suatu stroma fibrosa yang padat, namun seiring dengan perkembangan kehamilan, cabang-cabang duktus dan jaringan kelenjar akan berproliferasi dan jumlahnya bertambah. Pada akhir bulan kedua, payudara akan membesar dan memiliki konsistensi noduler saat dipalpasi. Beberapa bulan setelah sekresi air susu yang disebut sebagai kolostrum, yang keluar dari payudara saat diberi tekanan ringan. Pada akhir masa menyusui, sekresinya sangat banyak, jika payudara dipotong, akan keluar banyak cairan susu dari permukaan yang dipotong. Selama masa kehamilan, puting susu akan terlihat lebih menonjol, dan aerola di sekitarnya semakin meluas dan pigmentasinya bertambah; Ukuran kelenjar Montgomery, kelenjar sebaseous dalam aerola akan bertambah selama masa menyusui dan membentuk nodul subkutan pendek.

Sebagian urin yang diperoleh post-mortem dari kandung kemih harus disimpan dan dapat digunakan dalam uji Aschheim-Zondek untuk menguji kehamilan, jika diperoleh dalam waktu satu minggu setelah aborsi. Dalam beberapa kasus aborsi, kematian yang terjadi disebabkan oleh infeksi piogenik parah dan urin mengandung bakteri yang akan membunuh binatang-binatang

yang digunakan dalam pengujian dan mengurangi kegunaan reaksi.

Dalam dokumen 67839673 Buku Roman Forensik Second Edition (Halaman 122-130)