• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREPAREDNESS SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT DI PUSDIKLAT MIGAS CEPU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREPAREDNESS SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT DI PUSDIKLAT MIGAS CEPU"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

GAMBARAN PENERAPAN EMERGENCY

PREPAREDNESS SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN

KEADAAN DARURAT

PROGRAM DIPLOMA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

LAPORAN KHUSUS

PENERAPAN EMERGENCY RESPONSE

PREPAREDNESS SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN

KEADAAN DARURAT DI PUSDIKLAT MIGAS CEPU

Yanuar Kristardianto R.0008137

IPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta 2011

RESPONSE AND

PREPAREDNESS SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN

PUSDIKLAT MIGAS CEPU

III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)
(3)
(4)

commit to user ABSTRAK

GAMBARAN PENERAPAN EMERGENCY RESPONSE AND PREPAREDNESS SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT DI

PUSDIKLAT MIGAS CEPU

Yanuar Kristardianto1, Harninto2, Devi Aliyani3

Tujuan: Bahan baku, peralatan, tenaga kerja, serta tempat kerja mengandung potensi bahaya sehingga diperlukan upaya pencegahan terhadap keadaan darurat, bagaimana penerapan sistem tanggap darurat yang diuji coba di Pusdiklat Migas Cepu, bagaimana tim dalam menjalankan perannya saat keadaan darurat serta bagaimana fasilitas Emergency Response di Pusdiklat Migas Cepu.

Metode: Metode penelitian yang diambil adalah dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif, menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat.

Hasil: Potensi bahaya berupa kebakaran, kebocoran gas, kegagalan tenaga, kondisi kritis dan kejadian lainnya. Menurut pengelola mengancam keselamatan penghuni, sehingga perlu perencanaan penanggulangan keadaan darurat. Penerapan perencanaan keadaan darurat yaitu dengan menginformasikan prosedur keadaan darurat yang termasuk didalamnya perencanaan, tim tanggap darurat, sarana fasilitas dan prosedur pelaksanaan.

Simpulan:. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sistem tanggap darurat telah dilaksanakan. Tim emergency response telah memahami tugas masing – masing. Fasilitas emergency response yang dimiliki sudah baik, ada beberapa yang harus diperbaiki dan pelatihan emergency drill telah terlaksana.

Kata Kunci : Tanggap Darurat, Emergency Response Preparedness Kepustakaan : 18, 1984 - 2010

1. Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran,

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

2. Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran,

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

3. Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran,

(5)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kasih dan karunia-Nya dalam pelaksanaan magang dan penyusunan laporan ini di PUSDIKLAT MIGAS Cepu, sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik.

Laporan ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan di Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam pelaksanaan praktek kerja lapangan dan penyusunan laporan ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis, sehingga dalam penyusunan laporan ini dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan penyertaan dan kuasa-Nya dalam menyelesaikan laporan.

2. Bapak Prof. Dr.Zainal Arifin Adnan, dr.Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Sumardiyono, SKM, M.Kes selaku Ketua Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Harninto, dr, MS, Sp.Ok selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini.

5. Ibu Devi Aliyani, SKM selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini.

6. Bapak Kastur, S.Ag selaku Bagian administrasi yang telah membantu dalam segala kelancaran Praktek Kerja Lapangan di Pusdiklat Migas Cepu.

7. Bapak Putut Prasetyo, ST, MT selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan masukan-masukan selama proses magang di Pusdiklat Migas Cepu.

8. Bapak Suharto, ST selaku Kepala Bidang Fire yang telah membantu penulis dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis mengenai

(6)

commit to user

pelaksanaan Emergency Response and Preparedness di Pusdiklat Migas Cepu.

9. Bapak Wahyudi, Bapak Helmi, Bapak Yoga, Bapak Wiyanto, Bapak Budi, Bapak Edi, Bapak Yanto, Bapak Zainudin, Bapak Kazim, Bapak Lanan yang telah membantu kami dilapangan dan membimbing kami di Pusdiklat Migas Cepu.

10. Arie Suprayitno, Roy Abianto, Septian Wisnu, Etik dan Andriyas Lilis teman-teman satu tempat magang yang selalu mendukung dan menyemangati satu sama lain di dalam kita magang bersama di Pusdiklat Migas Cepu.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangannya, sehingga saran dan kritik sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan laporan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Cepu, Februari 2011 Penulis,

(7)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

A. Tinjauan Pustaka ... 6

B. Kerangka Pemikiran... 22

BAB III METODE PENELITIAN... 23

A. Jenis Penelitian... 23

B. Lokasi Penelitian... 23

C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian ... 23

(8)

commit to user

E. Teknik Pengumpulan Data... 24

F. Pelaksanaan... 25

G. Analisa Data... 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 27

A. Hasil Penelitian ... 27

B. Pembahasan... 53

BAB V SIMPULAN DAN SARAN... 65

A. Simpulan ... 65

B. Saran... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67 LAMPIRAN

(9)

commit to user DAFTAR GAMBAR

(10)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Penyerahan Mahasiswa PKL/Magang Lampiran 2. Surat Balasan Praktek Kerja Lapangan Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Magang Lampiran 4. Daftar Presensi Mahasiswa Magang Lampiran 5. Laporan Kegiatan Praktek Mahasiswa Lampiran 6. Lampiran PER 05/MEN/1996

Lampiran 7. Bagan Organisasi Keadaan Darurat Lampiran 8. Struktur Organisasi Pemadam Kebakaran

Lampiran 9. Tanggung Jawab dan Uraian Pekerjaan Regu Pemadam Lampiran 10. Daftar Laporan Alat Pemadam Api Ringan

Lampiran 11. Peta Assembly Point Lampiran 12. Denah Jalur Evakuasi Lampiran 13. Prosedur Evakuasi

(11)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan dan kemajuan teknologi dan juga peran serta perusahaan dalam kemajuannya, memulai perkembangan tersebut demi kemajuan dan persaingan dalam pertumbuhan globalisasi industri dan perdagangan modern. Beberapa metode perlindungan memiliki latar belakang teknis dan diperlukan derajad kepakaran yang tinggi untuk memastikan bahwa metode – metode tersebut efektif untuk mengatasi bahaya yang di hadapi (Ridley, 2006).

Tercapainya hal tersebut perlu adanya perlakuan khusus dalam perusahaan tersebut terutama mengenai hal keselamatan kerja, keamanan lingkungan kerja, kesehatan dan juga perlindungan terhadap lingkungan hidup, tanpa melupakan integritas kebijakan dan komitmen tentang penerapan keselamatan dan kesehatan secara menyeluruh. Meskipun teknologi telah diterapkan dan dijalankan oleh perusahaan atau industri, akan tetapi tenaga kerja sendiri yang akan mengendalikan dan menerapkan teknologi tersebut. Adanya perkembangan teknologi yang merambah dunia industri juga dapat membawa dampak negatif dengan munculnya bahaya yang diakibatkan oleh perkembangan tersebut, seperti timbulnya potensi dan faktor yang akan mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja didalam lingkungan tersebut. Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan, tak

(12)

terduga oleh karena dibelakang peristiwa tersebut tidak ada unsur kesengajaan lebih-lebih dalam hal perencanaan (Suma’mur, 1996).

Suatu kecelakaan kerja hanya akan terjadi apabila terdapat berbagai faktor penyebab secara bersamaan pada suatu tempat kerja atau proses produksi, dari penelitian para ahli memberikan indikasi bahwa suatu kecelakaan kerja tidak dapat terjadi dengan sendirinya akan tetapi terjadi oleh suatu atau beberapa faktor penyebab kecelakaan sekaligus dalam suatu kejadian. Setiap proses produksi, peralatan atau mesin dan tempat kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk selalu mengandung potensi bahaya tertentu yang bila tidak mendapat perhatian secara khusus akan dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Potensi bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dapat berasal dari berbagai kegiatan atau aktivitas dalam pelaksanaan operasi atau juga berasal dari luar proses kerja (Tarwaka, 2008).

Kecelakaan kerja maupun kondisi berbahaya yang terdapat di tempat kerja ini pada akhirnya akan berdampak pada munculnya situasi yang tidak normal (keadaan darurat), yang menuntut adanya kesiapsiagaan dalam menghadapi kondisi tersebut (Sahab, 1997).

Guna meminimalisasi kerugian, baik materi maupun non material, maka diperlukan langkah pencegahan dan pengendalian. Salah satu bentuk kepedulian perusahaan adalah dengan sistem perencanaan, pengelolaan dan pelaksanaan sistem tanggap darurat (emergency response and preparednes program). Terjadinya keadaan darurat adalah suatu hal yang tidak dikehendaki dan jarang dapat diantisipasi serta bila terjadi memerlukan

(13)

tindakan yang cepat dari semua bagian yang terkait. Merupakan kebijakan Pusdiklat Migas Cepu untuk melaksanakan ketentuan – ketentuan dalam pengendalian serta mengurangi akibat dari kebakaran, kebocoran gas, atau tumpahan minyak dan kejadian – kejadian lain yang terjadi di Pusdiklat Migas Cepu dan sekitarnya termasuk lingkungan disekitarnya. Keadaan darurat sendiri dilaksanakan melalui pendekatan secara sistematis dalam mengendalikan situasi keadaan darurat secepat mungkin, untuk memperkecil kerugian yang ditimbulkan dan agar kondisi menjadi normal kembali. Tugas, tanggung jawab dan koordinasi serta sistem komunikasi yang efektif dalam rencana penanggulangan keadaan darurat disesuaikan dengan tingkat besar atau kecilnya jenis keadaan darurat. Disini manajemen Pusdiklat Migas Cepu mengintruksikan kepada seluruh pegawai untuk mentaati dan melaksanakan pedoman umum penanggulangan keadaan darurat guna membantu kelancaran dan terlaksananya penanggulangan keadaan darurat yang terjadi di Pusdiklat Migas Cepu secara efektif dan terutama memperhatikan keselamatan jiwa dan lingkungan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan observasi dan penelitian perihal Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response and Preparednes Program) di Pusdiklat Migas Cepu. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana perencanaan sistem Emergency Response and Preparedness di Pusdiklat Migas Cepu?

(14)

2. Bagaimana peranan tim dalam menjalankan keadaan darurat ?

3. Bagaimana fasilitas Emergency Response and Preparedness di Pusdiklat Migas Cepu?

4. Bagaimana penerapan sistem Emergency Response and Preparedness yang diuji coba di Pusdiklat Migas Cepu ?

C. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui penerapan sistem Emergency Response and Preparedness yang diuji coba di Pusdiklat Migas Cepu.

2. Untuk mengetahui peranan tim dalam menjalankan keadaan darurat. 3. Untuk mengetahui fasilitas Emergency Response and Preparedness di

Pusdiklat Migas Cepu. D. Manfaat

1. Bagi Penulis

Diharapkan dapat menambah wawasan dan pembelajaran bagi mahasiswa dalam mengenal penerapan dan implementasi Emergency Response and Preparedness serta mengetahui sarana dan fasilitas yang digunakan sebagai penunjang.

2. Bagi Perusahaan

Diharapkan dapat digunakan sebagai materi masukan dan bahan koreksi bagi Pusdiklat Migas Cepu mengenai sistem dan implementasi sistem perencanaan, kebijakan dan prosedur operasional Emergency Response and Preparedness.

(15)

3. Bagi Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja

Diharapkan dapat menambah referensi kepustakaan dan memberikan sumbangan wacana terkait materi informasi mengenai penerapan sistem Emergency Response and Preparedness yang diselenggarakan di Pusdiklat Migas Cepu dan diharapkan berguna bagi pengembangan materi perkuliahan tentang tatalaksana program keselamatan dan kesehatan kerja.

(16)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja

Undang – undang No. 1 tahun 1970 di dalam pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber – sumber bahaya.

2. Sumber Bahaya

Kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi karena adanya sumber – sumber bahaya dilingkungan kerja. Menurut (Sahab, 1997) Sumber bahaya itu bisa berasal dari :

a. Bangunan, Peralatan dan Instalasi

Bahaya dari bangunan, peralatan dan instalasi perlu mendapat perhatian. Kontruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat desain ruangan, pencahayaan dan ventilasi, adanya jalan penyelamatan diri. Instalasi harus memenuhi persyaratan keselamatan kerja baik dalam desain maupun kontruksi, sebelum penggunaan ada pengujian terlebih dahulu yang dioperasikan oleh operator.

(17)

b. Bahan

Bahaya dari bahan meliputi berbagai resiko sesuai dengan sifat bahan, antara lain :

1) Mudah terbakar 2) Mudah meledak 3) Menimbulkan alergi

4) Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh 5) Menyebabkan kanker

6) Mengakibatkan kelainan pada janin 7) Bersifat racun

8) Radio aktif c. Proses

Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung teknologi yang digunakan, proses yang digunakan ada yang sederhana dan ada proses yang rumit, ada yang bersifat berbahaya dan kurang berbahaya.

d. Cara Kerja

Bahaya dari cara kerja dapat membahayakan karyawan itu sendiri dan orang lain disekitarnya. Cara kerja yang demikian antara lain :

1) Cara mengangkat dan mengangkut apabila dilakukan dengan cara salah dapat mengakibatkan cidera dan yang paling sering adalah cidera pada tulang punggung.

(18)

2) Cara kerja yang mengakibatkan hamburan debu dan serbuk logam, percikan api serta tumpahan bahan berbahaya.

3) Memakai alat pelindung diri yang tidak semestinya dan cara memakai yang salah.

e. Lingkungan Kerja

1) Faktor Lingkungan Fisik Menurut Tarwaka (2008)

(1) Kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas (>85 dBA), bisa menyebabkan kerusakan pada telinga sehingga timbul ketulian yang bersifat sementara maupun tetap setelah terpapar untuk jangka waktu tertentu dan tanpa proteksi yang memadai.

(2) Iklim kerja yang terlalu panas, bisa menyebabkan meningkatnya pengeluaran cairan tubuh melalui keringat sehingga terjadi dehidrasi dan gangguan kesehatan lainnya yang lebih berat.

(3) Getaran yang kuat dan terus menerus bisa menyebabkan gangguan atau kerusakan pada otot, tulang dan syaraf.

(4) Penerangan yang tidak baik ( kurang terang atau silau) bisa menyebabkan kelelahan dan kerusakan pada mata.

(5) Radiasi yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan – jaringan tubuh dan bila berlangsung untuk waktu

(19)

yang lama dan terus menerus bisa menyebabkan timbulnya kanker.

2) Faktor Lingkungan Kimia

Bahan yang bersifat kimia dapat berasal dari pemakaian selama proses produksi, yang berasal dari hamburan uap dan tercecer ke lingkungan kerja. Uap bahan kimia secara tidak langsung dapat mengakibatkan gejala kelainan pada fungsi pernapasan dan menimbulkan iritasi kulit. Serta tidak menutup kemungkinan timbulnya peledakan dan kebakaran (Suma’mur, 2009).

3) Faktor Lingkungan Biologik

Yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman – kuman penyakit yang berada di udara, yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang menderita penyakit – penyakit tertentu (Tarwaka, 2008).

4) Faktor Faal Kerja

Karena beban kerja yang terlalu berat, peralatan yang digunakan tidak serasi dengan tenaga kerja (Sahab, 1997).

Dalam sudut pandang ergonomi antara tuntutan tugas dengan kapasitas kerja harus selalu dalam garis kesinambungan sehingga dicapai performa kerja yang tinggi (Tarwaka, 2008).

(20)

5) Faktor Psikologik

Yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek – aspek psikologi ketenaga kerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian ( Tarwaka, 2008).

3. Potensi Bahaya

Menurut Pusdiklat Migas 2007, a. Kebakaran

b. Kebocoran gas

c. Tumpahan minyak/bahan kimia d. Kegagalan tenaga

e. Kondisi krisis 4. Keadaan Darurat

Keadaan darurat dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu Makara (2008) :

a. Keadaan Darurat Tingkat I

Adalah keadaan darurat yang berpotensi mengancam bahaya manusia dan harta benda (aset), yang secara normal dapat diatasi oleh personil jaga dari suatu instalasi atau pabrik dengan menggunakan prosedur yang telah dipersiapkan tanpa perlu adanya regu bantuan yang dikoordinir.

b. Keadaan Darurat Tingkat II

Adalah suatu kecelakaan besar dimana semua karyawan yang bertugas dibantu dengan peralatan dan material yang tersedia di

(21)

instalasi atau pabrik tersebut, tidak mampu mengendalikan keadaan darurat tersebut, seperti kebakaran besar, ledakan dahsyat, bocoran bahan B3 yang kuat, semburan liar sumur minyak dan gas yang mengancam manusia, lingkungannya, aset dan instalasi tersebut dengan dampak bahaya atas karyawan, daerah, dan masyarakat sekitar. Bantuan tambahan masih berasal dari industri sekitar, pemerintah setempat dan masyarakat sekitar.

c. Keadaan Darurat Tingkat III

Adalah keadaan darurat berupa malapetaka bencana dahsyat dengan akibat lebih besar dibandingkan dengan keadaan darurat tingkat II, dan memerlukan bantuan koordinasi pada tingkat nasional. 5. Emergency Response and Preparedness

Keadaan darurat dapat disebabkan karena perbuatan manusia maupun oleh alam, dapat terjadi setiap saat dan dimana saja untuk itu disetiap unit kerja perlu mempersiapkan suatu cara penanggulangannya bila terjadi keadaan darurat bilamana terjadi bencana (disaster), maka perusahaan perlu memikirkan kemungkinan terjadinya dampak kerugian. Keadaan darurat adalah suatu insiden (ledakan, kebakaran, kegagalan tenaga, tumpahan minyak dan lain – lain) di Pusdiklat Migas, dimana semua pegawai dan manajemen yang ada masih mampu menanggulanginya berdasarkan pedoman keadaan darurat yang diberlakukan (Migas, 2007).

(22)

a. Perencanaan (Emergency Response Plan)

Setelah semua potensi keadaan darurat diidentifikasi, dilakukan perencanaan awal (preplanning) untuk mengetahui dan mengembangkan strategi pengendaliannya. Berbagai kemungkinan keadaan darurat disimulasikan dalam bentuk skenario keadaan darurat mulai dari yang kecil sampai kondisi terburuk yang dapat terjadi (Ramli, 2009).

Perencanaan tersebut harus dibuat oleh perusahaan, bila perlu dengan bantuan ahli dari pihak pemerintah atau konsultan. Rencana juga bisa disusun bersama perusahaan lain bila perusahaan berada dalam suatu kawasan atau zona industri. Operasional rencana memerlukan adanya manual atau petunjuk teknis yang antara lain memuat :

1) Kebijakan perusahaan, kegunaan, kewenangan operasional, prinsip pengendalian dan bagan organisasi. 2) Deskripsi bencana yang diperkirakan dapat terjadi dan

tingkat resiko.

3) Peta pabrik, kantor dan gudang termasuk perlengkapan peralatan bantuan medik, pemadam api, tempat berlindung, pusat komando, jalur evakuasi, dan tempat berkumpul.

4) Daftar instansi bantuan dengan jalur komunikasi bantuan. 5) Sistem peringatan bahaya.

(23)

6) Pusat komunikasi, termasuk nomor telepon anggota tim bantuan darurat.

7) Prosedur penghentian operasi, termasuk pengamanannya. 8) Cara mengamankan pelanggan dan tamu.

9) Daftar perlengkapan dan sumber daya yang bisa didapatkan serta dimana bisa didapatkan.

Suatu perencanaan keadaan darurat harus praktis, sederhana, mudah dimengerti. Rencana harus sudah mengantisipasi berbagai skenario keadaan darurat meliputi bencana karena kesalahan operasi, bencana alam dan kemungkinan sabotase (Sahab, 1997).

b. Tim Tanggap Darurat (Emergency Response Team) 1) Struktur Organisasi

Pelaksanaan keadaan darurat di lakukan secara terorganisir dengan melibatkan berbagai fungsi dalam organisasi sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing – masing (Ramli, 2009).

Permenaker No.Per-05/MEN/1996 pada bagian pedoman penerapan dan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dikatakan bahwa perusahaan harus memiliki prosedur untuk menghadapi keadaan darurat atau bencana, yang diuji secara berkala untuk mengetahui keadaan pada saat kejadian yang sebenarnya. Pengujian

(24)

prosedur secara berkala tersebut dilakukan oleh personel yang memiliki kompetensi kerja, dan untuk instalasi yang mempunyai bahan besar harus dikoordinaksikan dengan instansi terkait yang berwenang. Tim Tanggap Darurat ini, terdiri dari beberapa kelompok satuan tim penanggulangan dan pengendalian bahaya, diantaranya adalah Tim Pemadaman Kebakaran, Tim Evakuasi, Tim Medis, Tim Lingkungan Serta Tim Keamanan.

2) Peran dan Tanggung Jawab

Pencapaian dalam kinerja ini tercermin dari berhasil tidaknya manajemen perusahaan di dalam mengkomunikasikan dan mengkoordinasi setiap elemen dari keanggotaan tim, pekerjaan tersebut meminta banyak pengorbanan sedangkan imbalannya rasa kepuasan dapat menyelamatkan orang lain yang berada dalam keadaan bahaya (Suma’mur, 1993).

c. Instrumen Sarana dan Prasarana Kedaruratan

Segala keperluan sarana, prasarana dan instrumen tambahan dalam prosedur tanggap darurat merupakan salah satu hal yang pokok dalam rangka meningkatkan dan mendukung kegiatan pengendalian dan penanggulangan keadan darurat (emergency) tersebut, perlengkapan dan sarana

(25)

instrumen yang minimal wajib dimiliki oleh sebuah perusahaan adalah sebagai berikut menurut Tarwaka (2008):

1) Alat Pelindung Diri

a) Alat pelindung kepala (Head Wear ) b) Alat pelindung mata (Eye Protection) c) Alat pelindung telinga (Ear Protection)

d) Alat pelindung pernafasan (Respiratory Protection) e) Alat pelindung tangan (Hand Protection)

f) Alat pelindung kaki (Feet Protection) g) Pakaian pelindung (Body Protection) h) Sabuk pengaman keselamatan (Safety Belt) 2) Sarana Pemadam Kebakaran

Di dalam (Ridley, 2006 ) ada dua jenis alat yaitu : a) Alat terpasang (Installed Equipment)

(1) Gulungan selang

(2) Pemercik api (Sprinkler) (3) Gas halogen

(4) Karbon dioksida

b) Alat pemadam api ringan ( APAR ) 3) Sarana Tanggap Darurat

a) Jalur Evakuasi

Setiap proses penanggulangan dan pengendalian keadaan darurat, harus dilengkapi dengan jalur

(26)

evakuasi yang mudah dipahami dan dilaksanakan serta tidak terlalu rumit (Sahab, 1997).

Tindakan penyelamatan personil drngan cara menjauhi tempat terjadinya keadaan darurat ke tempat yang lebih aman dengan pertimbangan keadaan dapat berkembang lebih luas (Migas, 2007).

Secara ideal semua bangunan harus memiliki sekurang – kurangnya dua jalur penyelamatan diri pada dua arah yang bertentangan terhadap setiap kebakaran yang terjadi pada sembarang tempat dalam bangunan tersebut (Kardjono, 1984).

b) Titik Assembly Point

Titik Assembly Point merupakan tempat untuk berkumpul yang aman, pada saat terjadi kondisi darurat di suatu perusahaan (Sahab, 1997) dan merupakan tujuan utama untuk melakukan tindakan evakuasai (Migas, 2007). Tanda ini diletakkan pada luar ruangan yang berarea luas seperti dibawah ini :

(1) Cukup menampung para tenaga kerja yang disesuaikan dengan pembagian area kerja masing-masing.

(27)

(2) Penentuan titik assembly point ini harus diperkirakan aman dan jauh dari sumber bahaya yang ada.

(3) Untuk jenis industri yang mencakup aktivitas dan karakteristik proses produksi yang mempunyai potensial bahaya tinggi, harus mempunyai beberapa titik assembly point yang memadai. (4) Mudah untuk dijangkau dan mudah dipahami

oleh setiap karyawan apabila berada dalam kondisi darurat.

c) Pelatihan

Untuk menjamin keberhasilan sistem manajemen darurat di perlukan upaya pembinaan dan pelatihan yang terencana dan berkesinambungan, khususnya bagi mereka yang terlibat dalam rantai komando sehingga mengetahui peran dan tanggung jawabnya (Ramli, 2009).

Anggota tim harus pada tingkat kesehatan dan kebugaran jasmani yang tinggi, disiplin dan mampu bekerja dalam situasi stress yang berat. Karena itu untuk tim penanggulangan keadaan darurat perlu dilakukan seleksi untuk mendapatkan personil yang sesuai kebutuhan (Sahab, 1997).

(28)

4) Prosedur Emergency Response and Preparedness

Prosedur keadaan darurat mencakup struktur organisasi, tugas dan tanggung jawab tim, logistik, sarana yang diperlukan, jalur komando dan komunikasi, pengamanan dan pengelolaan masyarakat sekitar (Ramli, 2009).

Pelaksanaan tanggap darurat, memiliki prosedur keadaan darurat yang harus dipedomani. Secara umum jenis prosedur keadaan darurat dapat dibagi menjadi 2 kategori menurut Makara (2008):

a) Prosedur Keadaan Darurat Intern (Local Standing Procedure )

Pedoman penanggulangan keadaan darurat untuk masing – masing fungsi atau unit. Pedoman ini hanya digunakan untuk unit atau fungsi bersangkutan untuk menanggulangi keadaan darurat yang terjadi di unitnya dalam batasan masih mampu ditanggulangi. b) Prosedur Keadaan Darurat Umum (Utama)

Pedoman perusahaan secara menyeluruh didalam menanggulangi keadaan darurat yang cukup besar atau dapat membahayakan unit kerja lain.

Menurut (Covan, 1994) ada beberapa tahapan penting dalam prosedur tanggap darurat (emergency

(29)

response and preparedness), adapun tahapan dalam prosedur tanggap darurat tersebut meliputi protect (perlindungan), communicate (komunikasi), control (pengawasan), record (pelaporan), follow-Up (evaluasi dan koreksi).

a) Tahapan Pra Kejadian

Merupakan langkah awal dalam mengembangkan sistem tanggap darurat, keadaan darurat dapat bersumber dari dalam atau luar organisasi. Keadaan darurat dapat dikategorikan sebagai berikut :

(a) Faktor operasional yang meliputi kebakaran, bocoran bahan kimia, kerusakan alat.

(b) Faktor alam (natural disaster) yang meliputi banjir, topan, gempa bumi.

(c) Faktor sosial meliputi rumor, perselisihan, sabotase.

b) Perencanaan

Perencanaan awal berupa skenario yang didalamnya memuat sumber daya yang diperlukan, strategi pengendalian, organisasi, sistem komunikasi serta dampak ke lingkungan (Ramli, 2009).

(30)

(1) Komunikasi

Komunikasi internal harus dirancang mulai dari deteksi keadaan darurat sampai ke penanggulangannya. Komunikasi eksternal dengan pemerintah daerah atau masyarakat sekitar, kegiatan organisasi untuk mencegah kepanikan atau jatuhnya korban yang tidak diinginkan (Ramli, 2009).

(2) Mekanisme Penanggulangan Keadaan Darurat Tim tanggap darurat yang terdiri tim evakuasi, tim lingkungan, bagian keamanan dan sistem komunikasi harus berjalan dan bekerjasama dengan baik, dengan melaksanakan peran masing – masing dalam kesatuan tim tanggap darurat (Covan, 1994).

d) Kegiatan Pasca Penanggulangan Keadaan Darurat (1) Pemulihan Keadaan

Merupakan langkah yang diambil untuk memulihkan keadaan seperti kondisi normal. (2) Investigasi dan Pelaporan

Setiap kejadian darurat harus di investigasi dengan teliti untuk mengetahui penyebab sekaligus juga untuk mengetahui kelemahan dan

(31)

kelebihan dalam proses penanggulangannya. Hasil.

(3) Inspeksi dan Audit

Secara berkala dilakukan audit dan inspeksi sistem \tanggap darurat yang menyangkut prosedur, sarana dan kemampuan petugas (Ramli, 2009).

6. Pemulihan / Recovery

Setelah keadaan dapat diatasi maka operasi perusahaan harus segera dipulihkan kembali, apabila tidak ada kerusakan yang berarti maka pabrik kembali dijalankan dengan sangat hati-hati sesuai dengan prosedur (start up) dibawah pengawasan ahli dan dilakukan uji coba operasi dibawah kapasitas normal. Kalau ditemukan kerusakan yang berarti, langkah pertama adalah menginventarisasi kerusakan, perbaikan dan rehabilitasi semua kerusakan dan selanjutnya uji coba operasi. Bila pada operasi percobaan berhasil baik, maka dilanjutkan operasi normal (Sahab, 1997).

(32)

B. Kerangka pemikiran

Gambar. 1 Kerangka Pemikiran Sistem dan Prosedur Emergency Response and Preparednes Tempat Kerja Sumber Bahaya Tidak ada Emergency Response and Preparedness Kegagalan, kerugian dan kecelakaan Emergency Response and Preparedness

Perencanaan Tim tanggap

darurat Instrumen sarana dan prasarana Prosedur Potensi Bahaya Keadaan Darurat Pemulihan Keadaan normal

(33)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang diambil adalah dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif, menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pusdiklat Migas Cepu. Jalan Sorogo 1 Cepu 58315, Kabupaten Blora Jawa Tengah.

C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian

Objek penelitian ini meliputi sistem dan implementasi tanggap darurat (emergency response and preparedness), berupa kebijakan, kegiatan dan program perusahaan dan fasilitas penunjang kedaruratan dalam rangka mendukung program tanggap darurat, terkhususnya sebagai upaya pengendalian kondisi darurat di Pusdiklat Migas Cepu.

D. Sumber Data

Data yang diperoleh dan dikumpulkan oleh penulis, didalam melakukan penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.

(34)

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, yaitu hasil observasi di lapangan dan wawancara dengan narasumber yang berkaitan dengan objek penelitian.

2. Data sekunder merupakan data-data yang diperoleh dari dokumen perusahan dan referensi pendukung yang masih ada relevansinya terhadap objek yang sedang diteliti. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi:

a. Dokumen perusahaan, berupa data dan dokumentasi perusahaan sebagai data pendukung (data support).

b. Buku referensi dan literatur sumber kepustakaan yang berisi materi yang relevan terhadap objek yang sedang diteliti.

c. Kumpulan jurnal publik, artikel, maupun informasi dari media elektronik yang sesuai dengan objek yang diteliti.

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam penyusunan penelitian ini adalah:

1. Wawancara merupakan metode pengumpulan data melalui interaksi tanya jawab dan diskusi tentang objek permasalahan yang sedang diteliti, yaitu sistem tanggap darurat (emergency response and preparedness). 2. Observasi lapangan suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara

mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang sedang diteliti guna mendapatkan data penelitian yang jelas dan terperinci.

(35)

3. Kepustakaan merupakan metode pengumpulan data dengan cara mempelajari dan membaca dokumen-dokumen perusahaan dan literatur dari berbagai sumber terkait dengan objek permasalahan yang diteliti

F. Pelaksanaan

1. Tahap persiapan penulis melakukan serangkaian kegiatan awal, sebelum pelaksanaan kegiatan magang dimulai adalah:

a. Permohonan surat pengantar untuk melaksanakan magang dari Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran UNS.

b. Pengajuan permohonan ijin magang di Pusdiklat Migas Cepu.

c. Mempelajari dan mempersiapkan dokumen penunjang, sebagai dokumen pelaksanaan magang, misal referensi kepustakaan yang berhubungan dengan sistem dan prosedur tanggap darurat industri (emergency response preparedness).

2. Tahap pelaksanaan program magang ini dilaksanakan pada tanggal 1 Februari 2011 sampai dengan tanggal 29 Februari 2011, adapun kegiatan peneliti selama melakukan magang adalah sebagai berikut:

a. Melakukan diskusi dan pembahasan bersama tentang program tanggap darurat yang diterapkan di Pusdiklat Migas Cepu.

b. Melakukan observasi dan wawancara untuk mengetahui kondisi dan karakteristik bahaya di area industri yang kemungkinan berpotensi besar terhadap timbulnya keadaan darurat.

(36)

c. Melakukan monitoring, pengujian dan pemeriksaan terhadap fasilitas sarana prasarana (instrument) penunjang saat terjadi keadaan darurat (emergency).

d. Mengumpulkan data-data sekunder dari Departement Fire Safety mengenai emergency response preparedness.

G. Analisa Data

Setelah data yang diperoleh yang berkaitan data emergency response and preparedness, kemudian data untuk diidentifikasi dan melakukan tinjauan secara langsung selanjutnya dilakukan penyusunan yang kemudian dianalisa dengan berpedoman pada undang – undang Permenaker RI No. PER 05/MEN/1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) terlampir dalam lampiran 6.

(37)

commit to user BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan dan berdasarkan hasil wawancara terhadap segenap nara sumber, Pusdiklat Migas Cepu tidak melupakan keselamatan kerja bagi karyawannya, maka kebijakan dan penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja kini menjadi perhatian khusus bagi Pusdiklat Migas Cepu, salah satunya adalah penerapan program dan Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response and Preparedness). Hal ini menjadi landasan Pusdiklat Migas Cepu guna mengendalikan dan mencegah adanya kemungkinan terjadinya kondisi darurat, terlebih tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan kecelakaan kerja, kerusakan prasarana maupun kerugian materi maupun non materi yang besar. Hasil penelitian yang didapat di Pusdiklat Migas Cepu meliputi :

1. Sumber Bahaya

Keadaan darurat yang dimaksudkan dari penerapan tersebut berdasarkan ruang lingkup yang dicakup dari adanya sumber bahaya seperti :

a. Kebakaran

Tempat yang berpotensi terjadi kebakaran adalah unit pengolahan kilang, power plant dan wax plant.

(38)

b. Kebocoran gas

Tempat yang berpotensi terjadi kebocoran gas adalah di unit pengolahan kilang dan dapur.

c. Kebocoran gas dan atau tumpahan minyak dari bahan kimia Tempat yang berpotensi adalah di kilang dan laboratorium. d. Kegagalan tenaga

Tempat yang berpotensi terjadi kegagalan tenaga adalah kilang, power plant dan boiler plant.

2. Emergency Response and Preparedness

Dalam lingkungan Pusdiklat Migas Cepu keadaan darurat merupakan insiden di Pusdiklat Migas Cepu, dimana semua pegawai dan manajemen yang ada masih mampu menanggulanginya berdasarkan pedoman keadaan darurat yang diberlakukan di Pusdiklat Migas Cepu, fokus dari keadaan darurat yang dilakukan oleh Pusdiklat Migas Cepu adalah di unit kilang dimana unit tersebut berpotensi menimbulkan bahaya terbesar yang dapat menimbulkan bahaya di lingkungan Pusdiklat Migas Cepu.

a. Tujuan umum

Dilaksanakan proses pengendalian dan penanggulangan keadaan darurat yang bertujuan untuk menyelamatkan sebagian atau seluruh harta benda (investasi vital) serta tenaga kerja yang berada di lokasi terjadinya keadaan darurat dengan usaha semaksimal mungkin.

(39)

b. Ruang Lingkup

Ketentuan kebijakan tanggap darurat ini berlaku untuk semua personil yang berada di dalam lingkungan Pusdiklat Migas Cepu yaitu meliputi karyawan, tamu, dan juga lingkungan yang ada didalamnya bisa dikatakan tanpa terkecuali sehingga wajib untuk dilakukan.

c. Peran Fungsionaris dan Tanggung Jawab

Organisasi dibuat dan disesuaikan berdasarkan tugas dan fungsi serta tanggung jawab bidang atau bagian terkait yang disahkan oleh Kepala Pusdiklat Migas Cepu yang didistribusikan kesetiap bidang atau bagian di lingkungan Pusdiklat Migas Cepu, apabila ada pejabat dari fungsi bidang atau bagian terkait tidak berada ditempat atau berhalangan maka pejabat pengganti yang ditunjuk secara otomatis akan menjalankan tugas dari pejabat yang digantikan.

3. Emergency Response Plan

Perencanaan yang dilakukan Pusdiklat Migas adalah melakukan penanggulangan keadaan darurat dan persiapan untuk menghadapi kejadian-kejadian yang tidak terduga. Dalam pelaksanaan prosedur menghadapi keadaan darurat di Pusdiklat Migas Cepu, dari hasil wawancara yang dilakukan Fire Chief bertugas melaksanakan penyusunan perencanaan dan penempatan tim keadaan darurat. Hal – hal yang perlu diatur dalam prosedur kesiapsiagaan tanggap darurat adalah :

(40)

a. Identifikasi jenis darurat atau bencana yang potensial yang terjadi baik di dalam lingkungan Pusdiklat Migas Cepu seperti kebakaran, kebocoran gas, kebocoran dan tumpahan minyak, kegagalan tenaga dan keadaan krisis.

b. Mempersiapkan tim penanggulangan keadaan darurat beserta tugas dan struktur organisasinya (tim pemadam kebakaran, tim evakuasi, tim rescue, keamanan, safety dan tim lingkungan).

c. Mempersiapkan sarana dan fasilitas keadaan darurat yang diperlukan dalam penannggulangan keadaan darurat.

d. Tenaga kerja mendapat sosialisasi dan pelatihan mengenai prosedur keadaan darurat yang sesuai dengan tingkat resikonya.

e. Pelatihan khusus bagi tim penanggulangan yang telah ditunjuk (emergency drill).

f. Alur proses cara menghadapi keadaan darurat diantaranya alur koordinasi dan alur komunikasi, instruksi keadaan darurat dan hubungan keadaan darurat diperhatikan secara jelas dan dikomunikasikan pada seluruh karyawan.

g. Peta evakuasi dan titik berkumpul (assembly point) telah ditentukan dan dikomunikasikan kepada seluruh karyawan Pusdiklat Migas Cepu. h. Pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan terhadap alat dan sistem

proteksi keadaan darurat, misalnya : Apar, Fire Hydrant, alarm system dan lain – lain.

(41)

4. Tim Tanggap Darurat (Emergency Response Team)

Tim tanggap darurat dibentuk sebagai salah satu langkah pengendalian terpadu dalam rangka mengendalikan dan menanggulangi keadaan darurat yang timbul di tempat kerja, maka dibentuklah tim tanggap darurat perusahaan. Organisasi tingkat perusahaan ini, beranggotakan perwakilan dari semua Departemen atau unit kerja. Tim ini dipimpin langsung oleh Kepala Bidang Sarana Kilang. Tim tanggap darurat, terdiri dari tim kebakaran, tim penyelamat, tim pengawas lingkungan, tim keamanan, tim medis, tim logistik dan tim komunikasi. Struktur organisasi tim tanggap darurat Pusdiklat Migas Cepu, terdiri dari semua personil yang berada di setiap unit kerja. (Bagan struktur organisasi dapat dilihat secara terperinci pada lampiran 7). Tim tanggap darurat di Pusdiklat Migas, terdiri dari:

a. General Manager

Kepala Pusdiklat Migas Cepu sebagai penanggung jawab operasional penanggulangan dan pengendalian keadaan darurat. b. Fire Chief

Kepala Bidang Sarana Kilang sebagai pimpinan pusat pengendalian yang bertugas mengkoordinir dan memimpin kegiatan penanggulangan keadaan darurat dan juga menentukan status keadaan darurat.

(42)

c. Deputy Fire Chief

Kepala Sub Bidang Kilang bertindak sebagai Fire Chief sebelum Fire Chief tiba di PUSKODAL, bertugas mencegah keadaan darurat tidak meluas, yang terdiri dari :

1) On Scene Comander (OSC)

Kepala pengelola LK3 yang bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis operasional penanggulangan keadaan darurat di lokasi kejadian tim ini meliputi TPKD (Tim Inti Pelaksana Keadaan Darurat) dan TBKD (Tim Bantuan Keadaan Darurat). Keputusannya bersifat mengikat dan hanya dapat dirubah oleh Fire Chief.

2) Fire Officer

Pengelola pemadam api bertanggung jawab (organisasi pemadam kebakaran terlampir pada lampiran 8):

a) Melaksanakan penanggulangan bahaya kebakaran dan keselamatan timnya yaitu memegang pimpinan regu pemadam kebakaran.

b) Melaksanakan intruksi-intruksi yang diberikan oleh OSC (On Scense Comander).

c) Selalu berkomunikasi dan berkonsultasi dengan OSC (On Scence Comander).

3) Safety Officer

(43)

a) Usaha pencegahan kecelakaan selama dan sesudah keadaan darurat.

b) Menentukan radius “fire Zone” bagi kendaraan pemadam, ambulance serta kendaraan lainnya.

c) Mengkoordinir usaha evakuasi dan memastikan adanya peralatan yang diperlukan.

4) Enviromental Officer

Pengelola lindungan lingkungan bertanggung jawab :

a) Melaksanakan penanggulangan pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh keadaan darurat.

b) Menyiapkan peralatan penanggulangan pencemaran untuk mengantisipasi tumpahan minyak yang menuju keparit atau perairan bengawan solo dan monitoring pencemaran udara. d. Fire Station

Pengawas operasional pemadam api bertanggung jawab (tanggung jawab dan uraian pekerjaan terlampir pada lampiran 9): 1) Menyiapkan kebutuhan sarana dan prasarana yang diperlukan. 2) Menjamin tersedianya tenaga operator pompa pemadam dari

LK3.

3) Mendata dan mengatur personil-personil yang tergabung dalam organisasi keadaan darurat.

4) Mencatat semua kejadian dalam suatu buku untuk dijadikan bahan evaluasi.

(44)

e. Fire Warden

Jabatan teratas dalam tiap unit yang ditunjuk oleh Kepala Pusdiklat Migas Cepu, Bertanggungjawab untuk mengkoordinir tindakan evakuasi ditempat kerja.

f. Koordinator Umum

Kepala bidang Tata Usaha, bertugas mengkoordinir terhadap semua kebutuhan yang diperlukan untuk mendukung operasional penanggulangan dan pengendalian keadaan darurat, yang terdiri : 1) Operasional Pengamanan

Kepala operasional keamanan bertugas sebagai koordinator khusus keamanan yang bertanggung jawab :

a) Kelancaran pelaksanaan kegiatan guna membantu dan mendukung upaya pengendalian dan penanggulangan keadaan darurat.

b) Pelaksanakan evakuasi.

c) Mengatur lalulintas dan membuka pintu-pintu darurat dan memastikan agar kendaraan dan personil yang memiliki identitas untuk diizinkan masuk kedaeerah kejadian.

d) Mendata semua pengunjung, tamu atau kontraktor melalui pencatatan yang sudah dilakukan.

2) Koordinator Logistik

Kepala sub bagian kepegawaian dan umum, bertanggungjawab atas kelancaran penyediaan material, transport,

(45)

dan konsumsi yang dibutuhkan selama dan sesudah penanggulangan keadaan darurat.

3) Operasional Pelayanan Medis

Kepala rumah sakit migas salah satu koordinator khusus kesehatan, bertanggung jawab :

a) Kelancaran semua pelaksanaan semua kegiatan pelayanan medis bagi korban keadaan darurat.

b) Mengadakan koordinasi dengan rumah sakit lain diluar Pusdiklat Migas.

4) Operasional Telekomunikasi

Kepala pengoperasian jaringan komunikasi dan telekomunikasi bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanakan kegiatan guna membantu dan mendukung upaya pengendalian dan penanggulangan keadaan darurat hand phone atau perangkat telekomunikasi telepon seluler baik milik Pusdiklat Migas maupun milik pribadi dapat digunakan dalam area selama keadaan darurat.

5) Operasional Humas

Kepala pengelola Humas, bertanggung jawab atas :

a) Kelancaran kegiatan dalam mendukung upaya penanggulangan dan pengendalian keadaan darurat.

b) Pembuatan dokumentasi yang berhubungan dengan keadaan darurat.

(46)

c) Menyiapkan data-data untuk siaran pers.

Selain itu, Pusdiklat Migas juga membantu dalam usaha tanggap darurat diluar aset Pusdiklat Migas Cepu sebagai tanggung jawab moral terhadap masyarakat Cepu dan sekitarnya, setelah ada permintaan dari Pemerintah Daerah.

5. Instrumen Sarana dan Prasarana Keadaan Darurat

Pusdiklat Migas Cepu telah menyediakan beberapa sarana prasarana dan instrumen kedaruratan, guna menunjang dalam proses penanggulangan dan pengendalian keadaan darurat (emergency). Beberapa fasilitas Emergency Response Pusdiklat Migas Cepu adalah sebagai berikut:

a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Hasil pengamatan dan interview, Pusdiklat Migas Cepu untuk mengantisipasi dan mengendalikan bahaya kebakaran tahap awal disediakan alat pemadam api ringan (APAR). Jenis APAR yang tersedia adalah foam, dry chemical, CO2, dan halotron.

Pemeriksaan APAR sendiri dilakukan setiap 6 bulan sekali, dengan penempatan APAR 125 cm diukur dari dasar lantai dan menggantung pada gantungan atau bracket yang telah disediakan untuk jarak pemasangan berjarak 15 meter. Agar keamanan APAR terjaga dan digunakan sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya, untuk itu Pusdiklat Migas Cepu rutin melakukan

(47)

pengecekan ditiap unit (Pemeriksaan APAR secara terperinci dapat dilihat pada lampiran 10).

b. Hydrant

Pusdiklat Migas Cepu menyediakan Hydrant baik di dalam gedung maupun di luar gedung yang tersebar dimasing-masing unit kerja. Hydrant merupakan salah satu peralatan pemadam kebakaran yang digunakan untuk mengeluarkan air pemadam yang bertekanan dari suatu instalasi jaringan pipa air pemadam. Pipa terpasang tetap yang dihubungkan dengan sumber air melalui sistem perpipaan yang fungsinya sebagai sumber air yang dibutuhkan untuk pencegahan atau pemadam kebakaran. Air pemadam yang disuplai oleh hydrant merupakan air pemadam yang bertekanan (Fire Water Outlet), dimana air tersebut berasal dari jaringan pipa air pemadam yang mendapat suplai air bertekanan dari pompa utama pemadam kebakaran.

c. Foam Chamber

Foam chamber adalah alat pemadam api yang terpasang pada tangki-tangki kilang yang apabila tejadi kebakaran maka kaca foam chamber akan pecah ketika mendapat tekanan dari saluran hydrant yang dibuka, setelah itu foam chamber akan mengeluarkan busa dan masuk kedalam tangki-tangki lewat pipa besi. Busa dari foam chamber berasal dari FPT (Foam Pressure Proportioning Tank). Di Pusdiklat Migas Cepu terdapat 3 FPT. FPT adalah tabung yang

(48)

digunakan tempat untuk mengolah air dan foam konsentrat dan akan menghasilkan foam solution.

d. Water Drenching

Water drenching adalah alat pemadam api dan pendingin yang dipasang pada tangki-tangki yang apabila terjadi kebakaran maka saluran hydrant dibuka dan water drenching akan terbuka dan mencurahi bagian atas tangki kilang. Water drenching bekerja secara penyelimutan.

e. Mobil Pemadam Kebakaran

Mobil pemadam kebakaran rangkaian dari beberapa unit sistem yang secara garis besar terdiri dari:

1) Engine dan Chasis kendaraan 2) Pompa dan PTO (Power Take Off)

Bagian tersebut dirangkai melalui sistem mekanik elektrik, konstruksi bodi dan sistem perpipaan, sehingga merupakan suatu unit secara utuh dan berfungsi sebagai kendaraan pemadam kebakaran dan media pemadam sesuai dengan kebutuhan. Pusdiklat Migas Cepu memiliki 3 mobil pemadam kebakaran yang masing-masing mempunyai kapasitas air yang berbeda akan tetapi karena usia mobil yang tidak memungkinkan hanya 2 mobil yang mampu beroperasi. Perawatan yang dilakukan secara berkala seperti mengganti oli, pemeriksaan pompa pada mobil dan peralatannya,

(49)

serta servis suku cadangnya. Tahun 2011 disiapkan untuk pengadaan 1 unit mobil pemadam baru.

f. Fire Alarm System

Pengertian dari alarm kebakaran adalah komponen dari sistem yang memberikan isyarat atau tanda adanya suatu kebakaran yang berupa :

1) Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat berupa bunyi khusus.

2) Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat yang tertangkap oleh pandangan mata secara jelas.

Alarm keadaan darurat dibunyikan pada saat keadaan darurat terjadi dan dibunyikan oleh petugas LK3 fire chief dengan ketentuan jika keadaan darurat besar terjadi suling dibunyikan selama 15 detik, berhenti 10 detik dibunyikan secara berulang – ulang selama 3 menit. Pemeriksaan dilakukan satu kali dalam seminggu setiap hari jumat.

g. Tanda Petunjuk Keluar dan Pintu Darurat

Arah jalan keluar diberi tanda sehingga dapat mudah ditemukan terutama penunjuk arah untuk pintu darurat. Keadaan darurat atau terancam orang lebih cenderung untuk melakukan tindakan ceroboh dan ragu – ragu dalam menentukan jalan mana yang harus ditempuh. Hal ini dapat mengakibatkan dampak buruk atau cenderung berbahaya bagi orang tersebut.

(50)

Disimbolkan dengan penunjuk arah baik itu panah atau tulisan yang bertuliskan “EXIT” ini terdapat pada gedung utama dan setiap laboratorium. Tanda EXIT dan petunjuk arah warna dasar hijau dengan tulisan putih juga terdapat lampu terang agar pada waktu gelap pun dapat terlihat tulisan EXIT tersebut, tanda ini telah terpasang beserta denah di setiap lantai yang berfungsi menunjukkan lokasi pintu darurat berada. Untuk pintu darurat di Pusdiklat Migas Cepu bebas dari halangan apapun dan terdapat 2 pintu untuk jalan keluar darurat, agar pada saat keadaan darurat tidak terjadi penumpukan pekerja di tempat kejadian.

h. Tempat Berkumpul Sementara (Assembly Point and Muster Point) Assembly point adalah tempat berkumpul aman yang mempunyai tujuan melindungi pekerja maupun penghuni gedung lainnya setelah dilakukan evakuasi. Pusdiklat Migas Cepu menempatkan di 6 titik, yaitu depan kantor Pusdiklat sebagai Muster Point, depan unit pengolahan, ruang boiler, laboratorium, ruang peraga, dan power plant.

Karena kurangnya perawatan sehingga ada beberapa yang kondisinya rusak Seperti kerusakan yang ditemui di beberapa titik pemasangan, pudarnya warna sehingga tulisan “A” yang dilambangkan sebagai Assembly point tidak begitu terlihat dengan jelas. Depan laboratorium yang terpasang assembly point juga ditemui adanya parkir sepeda motor dimana hal tersebut dapat

(51)

menggangggu akses keluar dan berkumpul ketika ada keadaan darurat (Peta terlampir pada lampiran 11).

i. Tanda Peringatan

Adalah tanda peringatan untuk larangan atau himbauan yang menyatakan keadaan kondisi area tersebut, sehingga harus mematuhinya sesuai yang tertulis pada tanda peringatan. Larangan itu seperti dilarang merokok, dilarang mengaktifkan handphone di kawasan kilang dan slogan pemakaian APD, dilakukan untuk pencegahan terjadinya keadaan darurat yang tidak diinginkan seperti kebakaran.

Pada saat penelitian dilakukan ada beberapa tanda peringatan dalam keadaan rusak yaitu kawasan kilang, tulisan tidak terlihat dan juga papan yang sudah tidak layak lagi untuk dipergunakan lagi. j. Alat Pelindung Diri (APD)

Pusdiklat Migas telah menyediakan alat pelindung diri, dengan disesuaikan pada karakteristik bahaya setiap area kerja. Alat pelindung diri yang disediakan pihak Pusdiklat Migas adalah:

1) Safety shoes 2) Ear plug / ear muff 3) Masker

(52)

k. Kotak P3K

Kotak P3K ditempatkan disetiap tempat kerja yang merupakan sarana kelengkapan medis dengan kelengkapan obat standar. Dari hasil observasi ditemukan kotak P3K yang terdapat obat – obat yang setelah digunakan tidak dikembalikan, seperti obat merah dan plester. l. Peta Evakuasi

Peta evakuasi adalah gambar arah penyelamatan diri pada saat terjadi keadaan darurat berupa arah keluar seperti yang ditunjukkan didalam peta. Penempatan peta evakuasi Pusdiklat Migas Cepu diletakkan pada setiap dinding dekat pintu, bertujuan agar mudah dilihat orang yang lewat, diharapkan sebagai media informasi. (Denah peta evakuasi terlampir pada lampiran 12).

6. Prosedur Pelaksanaan Emergency Response and Preparedness a. Pelaporan dan Fasilitas Pelaporan

Setiap keadaan darurat yang dapat mengakibatkan kerugian bagi Pusdiklat Migas Cepu perlu segera dilaporkan oleh siapapun yang mengetahui hal tersebut. Untuk menghindari kesalahan dalam penyampaian dan penerimaan informasi tersebut, maka tata cara pelaporan diatur sebagai berikut :

1) Pelapor harus berbicara tenang, jelas dan singkat 2) Sebut nama, nomor pegawai dan bagian

3) Sebut jenis keadaan darurat dan lokasinya

(53)

5) Fire station mengoreksi dan mengulangi informasi yang diterima 6) Fasilitas yang dapat digunakan adalah radio komunikasi dengan

kode panggil pada frekuensi 157.32 dan telpon (0296) 421888 Ext. 145

b. Tahap Pra Alarm (Initial Action)

Pengaturan ini adalah agar kondisi keadaan darurat sedapat mungkin ditanggulangi dan dikendalikan secara cepat agar tidak meluas, tidak membesar dan menghindari kerugian yang lebih besar, tindakan yang harus dilakukan :

1) Unit produksi segera mengambil tindakan awal. Mengendalikan operasi, berkoordinasi dengan pimpinan setempat dan menginformasikan keadaan setempat

2) Fire station mencatat semua informasi, menuju lokasi dengan membawa peralatan yang dibutuhkan sesuai dengan jenis keadaan darurat, untuk melakukan isolasi sehingga mudah dikendalikan. Selanjutnya menghubungi TBKD untuk membantu upaya penanggulangan.

3) Satuan pengamanan melaksanakan intruksi kerja yang telah ditetapkan dan anggota lainnya siap siaga dipos jaga masing-masing

4) Bagian lain tetap waspada terhadap perubahan keadaan dan dilarang mendekati lokasi dan menunggu intruksi selanjutnya.

(54)

c. Alarm (Alerting System)

Dibunyikan oleh petugas LK3 yang berada diruang jaga Fire station atas perintah pejabat yang berwenang yaitu fire chief dan deputy fire chief. Alerting system hanya dibunyikan apabila terjadi keadaan darurat besar dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Keadaan darurat besar : suling dibunyikan (ON) selama 15 detik, (OFF) selama 10 detik berulang-ulang dengan lama waktu dibunyikan selama 3 menit.

2) Keadaan aman (all clear) : suling dibunyikan selama 3 menit terus menerus.

d. Tahapan Alarm

Tahap ini dilakukan apabila kondisi keadaan darurat dinilai semakin bertambah serius serta dibutuhkan upaya penanggulangan total yang lebih terpadu, terorganisir dan terkoordinasi dengan mengerahkan semua sumber daya yang ada baik sumber daya manusia, tenaga maupun peralatan. Guna mendukung tercapainya sisitem pengendalian dan penanggulangan keadaan darurat yang baik, aman, efektif dan efisien, maka setiap fungsi bagian perlu menyusun suatu pembagian tugas dan tanggung jawab personil yang disahkan oleh masing-masing kepala bidang.

e. Komunikasi Keadaan Darurat

Pada saat operasi pengendalian dan penanggulangan keadaan darurat, komunikasi merupakan hal yang paling penting dan sangat

(55)

mempengaruhi cepat atau lambatnya operasi tersebut. Semua fasilitas komunikasi hanya boleh digunakan untuk hal-hal yang sangat penting yang berkaitan dengan keadaan darurat.

Jalur komunikasi yang digunakan adalah radio komunikasi handy talky dengan frekuensi yang sudah diatur selain itu juga bisa melalui telepon. Karena keterbatasan alat untuk komunikasi antar anggota digunakan alat komunikasi hand phone.

f. Transportasi

Keefektifan dan kecepatan sistem pengendalian dan penanggulangan keadaan darurat salah satunya sangat ditentukan juga oleh tersediannya sumberdaya manusia dan peralatan.

Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi antara lain :

1) Pool angkutan menyiapkan mobil angkutan barang/orang dan segera mengirimkan ke fire station

2) Pengelola angkutan dan kendaraan ringan harus segera menyediakan dan menyiapkan alat angkut berat

3) Apabila hendak meninggalkan kendaraan didalam area kilang, maka kunci kendaraan harus tetap berada ditempatnya, mematikan mesin serta dilarang mengunci pintu kendaraan. g. Pelayanan Medis

Pelayanan medis untuk penanggulangan keadaan darurat bekerjasama dengan tim medis Rumah Sakit Migas. Sistem pelayanan medis yang sangat cepat dan tepat menghindari atau

(56)

mengurangi tingkat keparahan, cidera, cacat atau gangguan kesehatan lain pada korban yang terkena akibat dari keadaan darurat. Oleh sebab itu maka Rumah Sakit Migas perlu membuat standar operasional kerja (SOP) guna mengantisipasi dan mempersiapkan semua peralatan medis serta tenaga medis bila terjadi keadaan darurat. SOP tersebut meliputi :

1) Mengatur pergerakan mobil ambulance 2) Mengatur tugas dari para medis

3) Mengatur sistem kerjasama rumah sakit terdekat 4) Mengatur sistem pelayanan medis

5) Mengatur sistem kerjasama dan koordinasi dengan rumah sakit rujukan.

h. Penyelamatan Jiwa Manusia dan Barang (Rescue and Salvage)

Salah satu antisipasi yang perlu dipersiapkan dalam sistem penanggulangan keadaan darurat adalah tindakan pencarian. Hal ini bertujuan untuk menyelamatkan jiwa manusia, harta benda, dokumen dan aset penting lainnya agar kelangsungan kegiatan operasional Pusdiklat Migas Cepu dapat terjamin.

Beberapa hal penting yang berkaitan dengan pelaksanaan tindakan ini adalah :

1) Informasi yang tepat mengenai penyelamatan korban, peralatan yang perlu diselamatkan seperti informasi jumlah, lokasi, jalur masuk dan lain sebagainya.

(57)

2) Mempersiapkan anggota tim yang telah terlatih.

3) Mempersiapkan peralatan-peralatan penyelamatan yang diperlukan termasuk peralatan proteksi bagi anggota tim.

i. Evakuasi

Tindakan evakuasi diperlukan dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan jatuhnya korban manusia yang dapat diakibatkan oleh keadaan darurat. Oleh sebab itu maka semua pegawai yang tidak terlibat dalam penanggulangan keadaan darurat harus diungsikan ke tempat yang aman dari pengaruh keadaan darurat. Ada tiga tingkatan yang harus dilakukan dalam prosedur evakuasi (Prosedur evakuasi terlampir dalam lampiran 13):

1) Partial Evacuation

Dilakukan pada semua pegawai yang tidak terlibat pada penanggulangan tersebut, segera menuju Assembly Point dan atau Muster Area.

2) Plant Evacuation

Dilakukan bila keadaan menjadi serius sehingga semua pegawai dipindahkan menjauhi tempat kejadian ketempat aman yang telah ditentukan.

3) Community Evacuation

Dilakuakan apabila kondisi telah meluas dan telah berpengaruh terhadap penduduk sehingga semuanya dipindahkan ketempat aman yang telah ditentukan (misalnya komplek perumahan).

(58)

Langkah – langkah evakuasi yang dilaksanakan Pusdiklat Migas Cepu adalah

1) Alarm berbunyi.

2) Mematikan aliran listrik.

3) Segera keluar ruangan berjalan cepat dan teratur. 4) Mendahulukan orang cacat, lansia dan ibu hamil.

5) Mengikuti rute emergency exit menuju pintu darurat dan tangga darurat, dilarang menggunakan lift.

6) Selanjutnya menuju tempat bertkumpul sementara dan menjauhi bangunan.

7) Melakukan pengecekan jumlah anggota. j. Investigasi dan Pelaporan

Setelah proses evakuasi selesai, langkah selanjutnya menghitung jumlah karyawan yang ada disesuaikan dengan data yang didapat pada daftar hadir karyawan pada saat memasuki tempat kerja yang dilakukan oleh fire warden dari tiap unit dibantu tim keamanan (security). Hasil penanggulangan yang sudah dilaksanakan untuk selanjutnya didokumentasikan dalam bentuk data yang selanjutnya dilaporkan didalam rapat bersama. Langkah selanjutnya adalah pemulihan keadaan setelah pelaksanaan kegiatan tanggap darurat selesai dilakukan.

(59)

k. Jenis Keadaan Darurat dan Mekanisme 1) Kebakaran

Langkah – langkah yang perlu diambil antara lain :

a) Pelapor kejadian kebakaran akan memberikan informasi kebakaran ke fire station.

b) Setelah menerima berita atau laporan, regu pemadam segera berangkat dengan mobil pemadam beserta fireman.

c) Asisten di fire station menyampaikan berita kebakaran ke seluruh petugas LK3 melalui HT/ telepon.

d) fire Officer langsung menuju ketempat kebakaran untuk memimpin operasi pemadaman.

e) On Scene Comander (OSC) menuju lokasi untuk memimpin operasi penanggulangan kebakaran.

f) Regu pemadam (off duty) dan regu bantuan pemadam kebakaran (on duty/off duty) segera menuju ke fire station. g) Pada unit yang terbakar (on duty) dengan segera melakukan

pemadaman awal serta melokalisir agar tidak meluas.

h) Fire warden bertanggung jawab melakukan tindakan evakuasi, unit yang terbakar melaporkan kejadian kepada kepala pengelola masing – masing dan menjalankan intruksi kerja (SOP) keadaan darurat kebakaran.

(60)

2) Kebocoran Gas

Mencegah penyebaran gas explosive dan menutup atau memperbaiki kebocoran dengan tindakan sebagai berikut :

a) Operator kilang setelah mengetahui adanya kebocoran gas, segera mematikan sumber api : pengelasan, mesin gerinda, dan semua motor bakar.

b) Petugas SATPAM segera menghentikan semua kendaraan bermotor yang memasuki area kilang dan mematikan mesin serta menutup semua jalan yang menuju ke kilang.

c) Petugas KK segera memeriksa konsentrasi gas dan sebaran gas diarea kilang dan memasang rambu – rambu tanda bahaya gas explosive.

3) Tumpahan Minyak

Mengatur tata cara dan pelaksanaan penanggulangan tumpahan minyak dari area kilang, sehingga tidak mengakibatkan pencemaran dan kebakaran dengan tindakan sebagai berikut :

a) Bila tumpahan minyak terjadi di area kilang, operator kilang segera menghubungi petugas LL (lindungan Lingkungan) dan fire station.

b) Petugas LL (Lindungan Lingkungan) akan segera menutup oil catcher dan melokalisir tumpahan minyak.

(61)

c) Petugas KK (Keselamatan Kerja) akan segera menutup daerah tumpahan minyak dan memasang rambu tanda bahaya.

d) Segera mematikan sumber api.

e) Operator kilang harus segera menghentikan aliran minyak dan segera dilakukan perbaikan, petugas SATPAM kilang segera mengamankan lokasi tumpahan.

4) Kegagalan Tenaga

Mengatur tata cara penanggulangan kegagalan tenaga, sehingga tidak mengakibatkan gangguan yang serius terhadap operasi kilang dengan tindakan sebagai berikut :

a) Kepala pengelola pembangkit dan distribusi listrik langsung menghubungi kepala pengelola distilasi melalui telepon untuk mengatur unit – unit yang akan stop operasi.

b) Kepala pengelola pembangkit dan distribusi listrik langsung menuju ke power station untuk menormalkan kembali kegagalan tenaga.

c) Kepala regu pembangkit listrik menghubungi fire station menginformasikan kejadian kegagalan tenaga di power station.

d) Operator kilang melaksanakan intruksi kerja (SOP) khusus kegagalan tenaga.

(62)

7. Program Peningkatan Kesadaran Darurat

Pelatihan penanggulangan keadaan darurat (emergency drill) merupakan salah satu bagian daripada proses perencanaan penanggulangan keadaan darurat. Pelatihan ini melibatkan semua personil dan harus dilaksanakan setiap 4 (empat ) kali setahun. Pelatihan penanggulangan keadaan darurat hanya melibatkan unit terkait, LK3, Keamanan, Humas dan kesehatan secara terencana, terkoordinasi dan mencakup semua aspek yang terkandung didalam pedoman penanggulangan keadaan darurat (skenario keadaan darurat terlampir pada lampiran 14), seperti antara lain :

a. Sistem koordinasi dan komando

b. Pengendalian operasi kilang pada saat keadaan darurat c. Fire fighting

d. Pelayanan medis e. Keamanan

f. Tim bantuan keadaan darurat

Untuk pelatihan yang dilakukan dari data evaluasi pelatihan tahun 2010 sampai saat ini masih kurang terampil, masih ada pekerja yang kurang merespon dalam kegiatan pelatihan.

(63)

B. Pembahasan

Dari hasil pengamatan, tentang sistem dan prosedur Emergency Response and Preparedness yang diimplementasikan oleh Pusdiklat Migas Cepu dapat dibahas sebagai berikut:

1. Emergency Response and Preparedness

Pusdiklat Migas Cepu disamping sebagai tempat pendidikan dan pelatihan, juga mempunyai unit pengolahan minyak mentah atau crude oil. Unit tersebut mempunyai potensi bahya yang dapat menimbulkan keadaan darurat seperti kebakaran, kebocoran gas, tumpahan minyak dan kegagalan tenaga. Keselamatan di lingkungan Pusdiklat Migas sangat diperlukan dengan penanggulangan keadaan darurat, untuk itu Pusdiklat Migas siap untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat yang mungkin terjadi.

Bila dilihat dalam Undang-undang RI No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pada pasal 3 ayat 1 yang menyatakan bahwa adanya ketetapan-ketetapan dalam rangka mencegah, mengurangi kecelakaan, memadamkan kebakaran, menanggulangi bahaya peledakan serta memberikan kesempatan/jalur penyelamatan diri pada waktu terjadi kejadian darurat bahaya.

Dapat dikatakan bahwa Pusdiklat Migas Cepu telah melaksanakan usaha keadaan darurat guna meningkatkan usaha penanggulangan dan pengendalian sumber bahaya selain itu juga pengadaan sarana dan

Gambar

Gambar 1.  Kerangka Pemikiran...............................................................

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Riset ini menggunakan proses R&D yang berfokus pada model pengembangan Waterfall dan produk yang dihasilkan berupa bentuk data inventaris barang berbasis web

Analisis Ragam Hasil Pengamatan Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan pemberian kapur dolomit terhadap hasil pengamatan jumlah gulma, berat basah gulma dan berat

Keanggotaan adalah semua masyarakat desa yang memiliki kepentingan yang sama dalam berusaha, selain itu aparat pemerintah desa juga akan memfasilitasi, dan bisa juga

Pencegahan Kesiapsiagaan Penyusunan Program Kedaruratan PLB3 Pelatihan dan Geladi Kedaruratan PLB3 Penanggulangan Keadaan Darurat PLB3 Identifikasi Keadaan Darurat

V podatkovnem sklopu na Nivoju projekta bodo shranjene tabele, ki povezujejo več sklopov med Tilen Smolnikar: Izgradnja geografskega informacijskega sistema Natura 2000... seboj,

Berdasarkan nilai estimate, dapat dikatakan bahwa motivasi memiliki pengaruh positif pada perilaku pengelolaan keuangan keluarga namun tidak signifikan, artinya semakin

Pada penelitian ini item perbaikan lebih difokuskan pada upaya peningkatan homogenitas compound dengan parameter inspeksi yang dianalisa adalah capability process dari data