• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUPTUR HEPAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RUPTUR HEPAR"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Cedera hepar, atau juga dikenal sebagai laserasi hepar merupakan bentuk trauma Cedera hepar, atau juga dikenal sebagai laserasi hepar merupakan bentuk trauma  pada

 pada hepar. hepar. Cedera Cedera hepar hepar dapat dapat terjadi terjadi karena karena trauma trauma tumpul tumpul seperti seperti kecelakaan kecelakaan lalulalu lintas atau penetrasi benda asing seperti pisau. Cedera hepar berkontribusi terhadap 5% lintas atau penetrasi benda asing seperti pisau. Cedera hepar berkontribusi terhadap 5% dari seluruh jenis trauma, yang membuat cedera hepar menjadi cedera abdomen yang dari seluruh jenis trauma, yang membuat cedera hepar menjadi cedera abdomen yang  paling banyak ditemukan.

 paling banyak ditemukan.1,21,2

Lokasi hepar yang berada di anterior serta ukurannya yang paling besar diantara Lokasi hepar yang berada di anterior serta ukurannya yang paling besar diantara organ lainnya menyebabkan hepar lebih mudah terkena trauma. Dahulu, sebagian besar organ lainnya menyebabkan hepar lebih mudah terkena trauma. Dahulu, sebagian besar cedera ditatalaksana dengan pembedahan. Namun, beberapa literatur bedah menyebutkan cedera ditatalaksana dengan pembedahan. Namun, beberapa literatur bedah menyebutkan  bahwa

 bahwa sebanyak sebanyak 86% 86% kasus kasus cedera cedera hepar hepar saat saat dilakukan dilakukan eksplorasi eksplorasi bedah bedah menunjukkanmenunjukkan  perdarahan

 perdarahan yang yang berhenti berhenti keluar, keluar, selain selain itu itu 67% 67% kasus kasus pada pada trauma trauma tumpul tumpul dapatdapat ditatalaksana tanpa pembedahan.

ditatalaksana tanpa pembedahan.1,31,3 Pencitraan seperti

Pencitraan seperti ultrasound ultrasound  dan CT scan merupakan alat bantu diagnosis yang dan CT scan merupakan alat bantu diagnosis yang sering digunakan dan lebih akurat serta sensitif untuk melihat adanya perdarahan pada sering digunakan dan lebih akurat serta sensitif untuk melihat adanya perdarahan pada organ hepar. Pencitraan tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi untuk organ hepar. Pencitraan tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi untuk laparotomi segera.

laparotomi segera.44

Trauma hepar diklasifikasikan menurut

Trauma hepar diklasifikasikan menurut The American Association for the SurgeryThe American Association for the Surgery

(AAST) kedalam grade I-VI. Manajemen nonoperatif diindikasikan jika tidak ada cedera

(AAST) kedalam grade I-VI. Manajemen nonoperatif diindikasikan jika tidak ada cedera

 pada

 pada organ organ abdomen. abdomen. Sedangkan, Sedangkan, intervensi intervensi bedah bedah dibutuhkan dibutuhkan pada pada trauma trauma hepar hepar gradegrade

IV keatas dimana terdapat resiko perdarahan atau kekambuhan.

(2)

BAB II PEMBAHASAN DEFINISI

Cedera hepar, atau juga dikenal sebagai laserasi hepar merupakan bentuk trauma  pada hepar. Cedera hepar dapat terjadi karena trauma tumpul seperti kecelakaan lalu

lintas atau penetrasi benda asing seperti pisau. Cedera hepar berkontribusi terhadap 5% dari seluruh jenis trauma, yang membuat cedera hepar menjadi cedera abdomen yang  paling banyak ditemukan.1,2

EPIDEMIOLOGI

Trauma merupakan sebab kematian dan kecacatan utama pada dewasa muda dan anak di Amerika Serikat. Berdasarkan statistic the National Center of Injury Prevention and Control   pada tahun 2000, trauma (disengaja dan tidak disengaja) merupakan  penyebab utama kematian pada umur 1-44 tahun. Data review lebih lanjut menunjukkan  bahwa sebanyak 14.113 orang usia 15-25 tahun meninggal karena trauma yang tidak

disengaja, 73% berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor.7

Satu review dari the National Pediatric Trauma Registry  oleh Cooper et al melaporkan 8% dari total 25.301 pasien mengalami trauma abdomen.7  Sementara itu, Cedera hepar berkontribusi terhadap 5% dari seluruh jenis trauma, yang membuat cedera hepar menjadi cedera abdomen yang paling banyak ditemukan.2

ETIOLOGI

Lokasi hepar yang berada di anterior serta ukurannya yang paling besar diantara organ lainnya menyebabkan hepar lebih mudah terkena trauma. Lokasinya yang terletak dibawah diafragma juga membuatnya lebih mudah terhadap gaya geser. Penyebab utama dari cedera hepar adalah trauma tumpul akibat kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dari ketinggian, serta cedera olahraga. Sebagian besar pasien yang mengalami cedera ini juga mengalami cedera di lokasi lain selain hepar. Selain trauma tumpul, cedera hepar juga dapat disebabkan oleh trauma tajam seperti trauma akibat tusukkan pisau dan akibat terkena tembakkan.1,2

PATOFISIOLOGI KLASIFIKASI

(3)

Cedera hepar telah diklasifikasikan kedalam grade I-VI oleh American Association for the Surgery of Trauma (AAST)

Klasifikasi trauma hepar menurut American Association for the Surgery of Trauma

Sumber : Sabiston Textbook of Surgery, 2012

MANIFESTASI KLINIS

Gejala syok hipovolemia meliputi cemas, berkeringat, pernafasan cepat,  penurunan kesadaran. 5 Nyeri perut kanan atas, gejala perdarahan saluran cerna atas (buang air besar (BAB hitam) merupakan gejala hemobilia yang merupakan akibat dari trauma tumpul pada hepar.5,8

The World Society of Emergency Surgery (WSES) mengklasifikasikan pendekatan trauma hepar melalui klasifikasi AAST sebagai berikut:9

 Grade I (minor hepatic injury): AAST grade I-II hemodynamically stable either blunt or penetrating lesions.

 Grade II (moderate hepatic injury): AAST grade III hemodynamically stable either blunt or penetrating lesions.

 Grade III (severe hepatic injury): AAST grade IV-VI hemodynamically stable either blunt or penetrating lesions.

 Grade IV (severe hepatic injury): AAST grade I-VI hemodynamically unstable either blunt or penetrating lesions.

PENDEKATAN KLINIS Anamnesis

Pada awalnya, evaluasi dan resusitasi pasien trauma dilakukan bersamaan. Secara umum, anamnesis lengkap tidak dilakukan sebelum identifikasi dan tatalaksana trauma yang mengancam nyawa sudah dimulai. Penilaian awal dimulai pada lokasi trauma, dengan informasi yang diberikan oleh pasien, keluarga, saksi,  paramedis, atau polisi.11

(4)

Deskripsi dari kejadian perlu ditanyakan untuk mengetahui mekanisme trauma. Jika pasien terlibat kecelakaan kendaraan bermotor, perlu diketahui kecepatan kendaraan pada saat pasien mengemudi, kerusakan yang terjadi pada tempat kejadian, waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan pasien dari kendaraan,  penggunaan sabuk pengaman atau airbags, dan apakah terdapat kematian pada

kejadian.11

Informasi keadaan klinis pasien dan resusitasi yang sudah diberikan dalam  perjalanan ke rumah sakit dapat memperkirakan keadaan hemodinamik pasien.

Kecurigaan perdarahan aktif lebih tinggi pada pasien dengan hipotensi yang sudah mendapat beberapa liter cairan dibandingkan dengan pasien yang belum diresusitasi.11

Riwayat pengobatan penting untuk mempertimbangkan penyebab trauma yang mungkin merupakan suatu kondisi medis yang dapat tidak terdeteksi. Sebagai contoh, hipoglikemia pada pasien diabetes atau serangan jantung pada pasien dengan penyakit jantung koroner mungkin menjadi faktor yang mencetuskan kejadian. Pengetahuan apakah pasien sedang dalam pengobatan antikoagulan dapat mempengaruhi jumlah, jenis, dan waktu transfusi produk darah. Pasien yang sedang mengonsumsi obat antihipertensi atau obat pengatur denyut jantung tidak memberikan respon fisiologis yang sama terhadap kehilangan darah seperti  pasien yang tidak mengonsumsi obat-obatan tersebut.11

Beberapa hal penting mengenai penyebab trauma tumpul pada hepar, terutama  pada kecelakaan kendaraan bermotor adalah sebagai berikut:

 Kerusakan kendaraan12

 Apakah diperlukan pembebasan lebih lanjut12  Apakah ruang penumpang terganggu12

 Apakah penumpang meninggal12

 Apakah ada yang terlempar keluar dari kendaraan12

 Peran alat bantu keselamatan seperti sabuk pengaman dan airbag 12  Penggunaan alcohol atau obat-obatan12

 Ada atau tidaknya trauma kepala atau saraf tulang belakang12  Apakah terdapat bukti permasalahan psikiatrik 12

Kemudian, beberapa hal yang penting diketahui pada trauma tajam hepar antara lain:

 Jenis senjata atau benda yang dipakai13  Kisaran seberapa jauh luka itu terjadi13  Lokasi yang terkena13

 Seberapa banyak luka yang ditimbulkan13  Posisi pasien saat kejadian13

(5)

 Karakteristik perdarahan (darah mengalir atau menyemprot) 13

Pemeriksaan fisik

Lakukan penilaian  Primary Survey (Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan  Exposure) tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi, suhu tubuh, frekuensi nafas), status generalis (kepala, mata, hidung, mulut, leher, thorax, abdomen, ekstremitas), dan pemeriksaan defisit neurologis pada pasien trauma. Selanjutnya lakukan penilaian Secondary Survey ( Allergy, Medication, Past  Illnesses, Last Meal, dan Event.)13

Kemudian, pada pemeriksaan fisik abdomen dapat ditemukan sebagai berikut:

 Inspeksi

Periksa perut depan dan belakang, dan juga bagian bawah dada dan  perineum, harus diperiksa untuk goresan, robekan, luka, benda asing yang tertancap serta status hamil. Penderita dapat dibalikkan dengan hati

 – 

 hati untuk mempermudah pemeriksaan lengkap.13

 Palpasi

 Nyeri tekan, defans, kekakuan atau nyeri lepas lokal atau umum menandakan trauma peritoneum12  Krepitasi atau ketidakstabilan costae  bagian bawah menandakan trauma hepar.11

 Perkusi

Perkusi pada pemeriksaan abdomen digunakan untuk melihat adanya asites.11 Pada pasien dengan peritonitis perkusi didapat hipertimpani.14

 Auskultasi

Penurunan bising usus pada peritonitis serta temuan continuous bruit  pada  pasien dengan trauma tajam abdomen14

(6)

Pemeriksaan Penunjang A. Laboratorium

Keberadaan perdarahan biasanya jelas dilihat dari penilaian hemodinamik dan nilai hematokrit abnormal hanya untuk konfirmasi diagnosis. Nilai hemoglobin dan hematokrit normal tidak menyingkirkan perdarahan.12

Penundaan transfusi tidak dilakukan pada pasien dengan nilai hematokrit normal namun memiliki tanda syok, trauma berat, atau kehilangan darah signifikan. Ketidakstabilan hemodinamik pada dewasa setelah pemberian 2 liter cairan menandakan kehilangan darah berlanjut dan merupakan indikasi  pemberian transfusi darah. Pada pasien dengan trombositopenia (trombosit < 50.000/ µL) dan perdarahan yang sedang berlangsung, diberikan transfusi  platelet.9 Peningkatan leukosit tidak spesifik dan tidak dapat memprediksi

trauma organ berongga.12 B. Pencitraan

1. CT Scan

CT scan merupakan pencitraan yang akurat untuk menilai lokasi trauma  pada hepar.15,16  CT scan dapat berguna untuk monitor penyembuhan, trauma hepar yang menyebabkan hematom intrahepar, kontusio, kerusakan  pembuluh darah dan bilier.17  Kriteria CT scan pada trauma hepar  berdasarkan grade American Association for the Surgery adalah:

 Grade 1

Gambar: Trauma hepar pada laki-laki 21 tahun dengan trauma tajam  pada kuadran kanan atas abdomen. Ditemukan hematoma subscapular

(7)

Sumber: https://emedicine.medscape.com/article/370508-overview#showall

 Grade 2

Gambar: Trauma hepar pada laki-laki 2o tahun dengan trauma tumpul abdomen. Ditemukan hematoma subscapular sebesar 3 cm.

Sumber: https://emedicine.medscape.com/article/370508-overview#showall

Gambar: Trauma tumpul hepar pada pasien yang sama. Ditemukan kontusio parenkim.

Sumber: https://emedicine.medscape.com/article/370508-overview#showall

(8)

Gambar: Trauma tumpul hepar pada wanita 22 tahun. Ditemukan hematom subscapular 4 cm dan ditemukan hematoma dan laserasi  parenkim pada lobus dextra hepar. Cairan bebas ditemukan disekitar

lien dan lobus sinistra hepar yang diduga sebagai hemoperitoneum. Sumber:

https://emedicine.medscape.com/article/370508-overview#showall

 Grade 4

Gambar: trauma tumpul hepar pada laki-laki 35 tahun. Ditemukan hematom subscapular sebesar 10 cm serta bekuan darah.

Sumber: https://emedicine.medscape.com/article/370508-overview#showall

Gambar: Ditemukan infark multisegmen pada laki-laki 40 tahun setelah kecelakan kendaraan bermotor.

(9)

Sumber: https://emedicine.medscape.com/article/370508-overview#showall

 Grade 5

Gambar: Ditemukan trauma luas hepar pada laki-laki 36 tahun setelah kecelakaan kendaraan bermotor.

Sumber: https://emedicine.medscape.com/article/370508-overview#showall

 Grade 6

Gambar: Laki-laki 36 tahun setelah kecelakaan kendaraan bermotor. Ditemukan hematoma disekitar ginjal dan vena cava inferior.

Sumber: https://emedicine.medscape.com/article/370508-overview#showall

2. USG

USG dapat menunjukkan gambaran hematom, kontusio, biloma dan hemoperitoneum.17

(10)

Gambar: Laki-laki 35 tahun dengan trauma tumpul hepar. Ditemukan  bayangan hyperechoic pada lateral kanan hepar yang menunjukkan

hematoma subscapular.

Sumber: https://emedicine.medscape.com/article/370508-overview#showall

3. Angiography

Angiography dapat dipakai untuk mengetahui sumber perdarahan aktif yang berguna untuk transkateter embolisasi untuk salah satu

(11)

Gambar: Postembolisasi arteriogram pada laki-laki 21 tahun dengan trauma tajam hepar.

Sumber: https://emedicine.medscape.com/article/370508-overview#showall

PENATALAKSANAAN

(12)

Sumber : Sabiston Textbook of Surgery, 2012

KOMPLIKASI

Insidensi komplikasi keseluruhan pada cedera hepar adalah < 7% namun dapat menjadi sebesar 15% - 20% pada grade trauma hepar tinggi. Laserasi parenkim yang dalam dapat menyebabkan fistula bilier atau formasi biloma. Pada fistula bilier, empedu dapat keluar bebas kedalam cavum abdomen atau cavum toraks. Fistula bilier dapat diterapi dengan dekompresi bilier melalui  Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP). Sementara itu, biloma adalah suatu kumpulan abses karena empedu. Biloma dapat diterapi dengan drainase perkutaneus.8

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Miklosh Bala dkk menyebutkan bahwa 22 dari 46 pasien mengalami komplikasi akibat trauma hepar. Komplikasi yang ditemukan adalah kebocoran empedu (11 pasien), formasi biloma (5 pasien), perdarahan berulang (4  pasien), abses intrahepar (1 pasien), kolesistitis akut (1 pasien) dan kegagalan hepar (2  pasien).10

Abses terbentuk pada 3

 – 

  5 % trauma yang sering disebebkan akibat jaringan yang terpapar oleh empedu. Diagnosis dapat ditegakkan pada pasien yang merasakan nyeri, temperatur yang meningkat, serta peningkatan lekosit pada beberapa hari setelah cedera yang dikonfirmasi melalui CT scan. Abses dapat diterapi dengan drainase  perkutaneus, namun laparotomi dapat diperlukan bila manajemen perkutaneus gagal.8

PROGNOSIS

Prognosis trauma hepar bergantung pada seberapa besar grade pada pasien. Pasien dengan trauma hepar grade 3 keatas dapat dikatakan sebagai trauma hepar serius, dimana angka mortalitasnya sebesar 10%, dan jika pasien memiliki cedera multiple, angka mortalitas dapat meningkat menjadi 25%. Trauma hepar serius yang bersamaan dengan cedera pada vena cava parahepatic dengan angka mortalitas diatas 50%.18

Diagnosis dini, penilaian tepat, penanganan syok yang cepat, rencana penatalaksanaan yang optimal serta fungsi organ yang masih baik merupakan factor yang berpengaruh terhadap penurunan angka mortalitas dan perbaikan dalam penatalaksanaan.19

(13)

DAFTAR PUSTAKA

1. Piper GL, Peitzman AB. 2010. Current management of hepatic trauma. The

Surgical Clinics of North

America. http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0039610910000447? via%3Dihub diakses pada 28 November 2017

2. Cothren, C. C.; Moore, E. E. 2008. Hepatic Trauma. European Journal of Trauma and Emergency Surgery. https://link.springer.com/article/10.1007%2Fs00068-008-8029-5 diakses pada 28 November 2017

3. Ali N. 2017. Liver trauma imaging.

https://emedicine.medscape.com/article/370508-overview. diakses pada 28  November 2017

4. Ward J, Alarcon L, Peitzman AB. 2015. Management of blunt liver injury: what is new? European Journala Trauma Emergency Surgery. Diakses pada 28  November 2017

5. Sabiston, David C et al. 2012. Sabiston Textbook of Surgery: the Biological Basis of Modern Surgical Practice. Canada: Elsevier.

6. Timofte D, Hutanu I, Livadariu RM, Soroceanu RP, Munteanu I, Diaconu C, et al. 2015. Management of Traumatic Liver Lesions. Diakses pada 28 November 2017 7. Legome, Eric L et al. 2016. Blunt Abdominal Trauma.

http://emedicine.medscape.com/article/1980980-overview?pa=U3XiDREfZsFE8RVtLR3D4qdk94XMiFwW7GXCmSRvBvJKhx aDaP5YGLry%2BTNK5b9Gd%2FsGPYa%2BToEoLjuhFnUEHw%3D%3D#a2 diakses pada 1 Desember 2017

8. Van, Philbert Yuan. 2016. Hepatic Injury.

http://www.merckmanuals.com/professional/injuries-poisoning/abdominal-trauma/hepatic-injury diakses pada 1 Desember 2017

9. Coccolini F, Catena F, etc. 2016. WSES Classification and Guidelines for liver

trauma. World Journal Emergency Surgery.

https://emedicine.medscape.com/article/370508-overview diakses pada 1 Desember 2017

10. Miklosh B, Samir AG, etc. 2012. Complications of High Liver Injuries: Management and outcome with focus on bile leaks. Scandinavian Journal of

(14)

Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3352307/ diakses pada 1 Desember 2017

11. BMJ. 2016. Assessment of Abdominal Trauma. http://bestpractice.bmj.com/best- practice/monograph/1187/diagnosis/step-by-step.html diakses pada 10 Desember

2017

12. Legome, Eric L et al. 2016. Blunt Abdominal Trauma.

http://emedicine.medscape.com/article/1980980-overview?pa=U3XiDREfZsFE8RVt

LR3D4qdk94XMiFwW7GXCmSRvBvJKhxaDaP5YGLry%2BTNK5b9Gd%2Fs GPYa%2BToEoLjuhFnUEHw%3D%3D#a2 diakses pada 10 Desember 2017 13. Offner P. 2017. Penetrating Abdominal Trauma Clinical Presentation.

https://emedicine.medscape.com/article/2036859-clinical Diakses pada 10 Desember 2017

14. Ferguson CM. Inspection, Auscultation, Palpation, and Percussion of the Abdomen. In: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, editors. Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory Examinations. 3rd edition. Boston: Butterworths; 1990. Chapter 93.vhttps://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK420/ diakses pada 10 Desember 2017

15. Carrilo EH, et al. 2001. Evolution in the treatment of complex blunt liver injuries.

Curr Problem Surgery.

http://www.reference.medscape.com/medline/abstract/11202160 diakses pada 10 Desember 2017

16. Ingram MC, et al. 2016. Hepatic and Splenic blush on Computed Tomography in Children Following Blunt Abdominal Trauma: Is Intervention Necessary? Journal

Trauma Acute Care Surgery. http://

www.reference.medscape.com/medline/abstract/27257689 diakses pada 10 Desember 2017

17. Poletti PA, et al. 2000. CT Criteria for Management of Blunt Liver Trauma: correlation for management of blunt liver trauma: correlation with angiographic

and surgical findings.

http://pubs.rsna.org/doi/abs/10.1148/radiology.216.2.r00au44418?journalCode=ra diology diakses pada 10 Desember 2017

18. Ahmed N., Vernick J.J. 2011. Management of liver trauma in adults. J Emerg Trauma Shock. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21633579 diakses pada 10 Desember 2017

19. Wu Yong Yu. 2016. Treatment strategy for hepatic trauma. Chinese Journal of Traumatology. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4908222/#bib6 diakses pada 10 Desember 2017

Gambar

Gambar Algoritme penilaian awal pasien trauma

Referensi

Dokumen terkait

Ditemukan sebanyak 67 jenis kupu-kupu di seluruh kawasan Gunung Galunggung terbagi menjadi 5 suku yaitu Hesperiidae, Papilionidae, Nymphalidae, dengan indeks keanekaragaman

5 Penyebaran jenis pada setiap jalur pengamatan 24 6 Keanekaragaman jenis burung per jam di Jalan Telaga Indah 25 7 Foto beberapa jenis burung yang ditemukan di

Atau Anda ingin membuat pertanyaan dengan skala likert 5-poin seperti yang biasa ditemukan pada kuesioner Skripsi atau Tesis, Anda dapat menggunakan jenis

Evaluasi secara histopatologis pada hari ke 1, 3, 5 , 7 dan 15 pasca infeksi pada jaringan otak, hepar, paru dan lien dilakukan dengan tujuan untuk melihat ada tidaknya bentukan

Ditemukan sebanyak 67 jenis kupu-kupu di seluruh kawasan Gunung Galunggung terbagi menjadi 5 suku yaitu Hesperiidae, Papilionidae, Nymphalidae, dengan indeks keanekaragaman

Dari hasil penelitian ditemukan 15 jenis kepiting dari 7 genus dan 5 famili.Nilai indeks keanekaragaman untuk semua stasiun penelitian termasuk dalam kategori

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 5 jenis tanaman berkhasiat obat yang menjadi sampel, isolat fungi endofit hanya ditemukan pada daun Ketapang (Terminalia

Evaluasi secara histopatologis pada hari ke 1, 3, 5 , 7 dan 15 pasca infeksi pada jaringan otak, hepar, paru dan lien dilakukan dengan tujuan untuk melihat ada tidaknya bentukan