• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN

THEORY OF PLANNED BEHAVIOR

ELIS TRISNAWATI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(2)
(3)

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan terhadap Intensi Berwirausaha Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Pendekatan Theory of Planned Behavior adalah karya Saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011 Elis Trisnawati NIM I24063161

(4)
(5)

mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui pendekatan Theory of Planned Behavior. Dibimbing oleh LILIK NOOR YULIATI dan ALFIASARI

Tingginya angka pengangguran membutuhkan strategi solusi untuk menyelesaikannya, khususnya oleh generasi muda. Kewirausahaan dapat menjadi salah satu solusi untuk masalah ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui pendekatan Theory of Planned Behavior (TPB) yang terdiri dari sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, dengan lokasi penelitian di kampus IPB Darmaga. Contoh dalam penelitian ini adalah 100 mahasiswa sarjana yang masih aktif. Contoh merupakan mahasiswa semester empat sampai dengan semester delapan. Persyaratan contoh adalah yang mengikuti pendidikan kewirausahaan secara formal atau pendidikan kewirausahaan secara nonformal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku (daerah) (p<0,05) berhubungan nyata dengan sikap. Uang saku bulanan (p<0,05) dan pendidikan kewirausahaan formal yang diikuti (p<0,05) memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan sikap. Pendidikan ibu (p<0,05) mempunyai hubungan yang nyata dan negatif dengan kontrol perilaku. Pendidikan kewirausahaan nonformal yang diikuti (p<0,05), sikap (p<0,01), dan norma subjektif (p<0,01) memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan intensi berwirausaha. Walaupun melalui pendekatan TPB, hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sikap (p<0,01) yang berpengaruh terhadap intensi berwirausaha.

Kata kunci: intensi berwirausaha, mahasiswa, pendidikan kewirausahaan, Theory of Planned Behavior

ABSTRACT

ELIS TRISNAWATI. The effect of entrepreneurship education to the entrepreneurship intention of Bogor Agricultural University students using Theory of Planned Behavior perspective. Surpervised by LILIK NOOR YULIATI and ALFIASARI

High numbers of unemployments need strategic solution to solve it, especially for young generation. Entrepreneurship can be one of solution for this problem. The purpose of this research was to analyze the effect of entrepreneurship education to the entrepreneurship intention of Bogor Agricultural University students using Theory of Planned Behavior (TPB) perspective (TPB consists of attitude, subjective norm, and perceived behavior control). This research used cross sectional study design with located at campus IPB Darmaga. Samples in this research were 100 students that consist of fourth semester until eight semester students. Requirements of the samples are they have followed formal entrepreneurship education or nonformal entrepreneurship education. Result showed that ethnic groups (p<0,05) had significant correlation with attitude. Monthly allowance (p<0,05) and formal entrepreneurship education that’s followed (p<0,05) had significant and positive correlation with attitude. Mother education (p<0,05) had significant and negative correlation with perceived behavioral control. Nonformal entrepreneurship education that’s followed (p<0,05), attitude (p<0,01), and subjective norm (p<0,01) had significant and positive correlation with entrepreneurship intention. Meanwhile, in the perspective of TPB, the research showed that only attitude (p<0,01) that had influence toward entrepreneurship intention.

Keywords: entrepreneurship education, entrepreneurship intention, graduate student, Theory of Planned Behavior

(6)
(7)

Berwirausaha Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Pendekatan Theory of Planned Behavior. Dibimbing oleh LILIK NOOR YULIATI dan ALFIASARI

Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) semester pertama 2007 menunjukkan tiga dari empat lulusan perguruan tinggi memilih menjadi karyawan. Harusnya, melihat kenyataan bahwa lapangan kerja yang ada tidak memungkinkan untuk menyerap seluruh lulusan perguruan tinggi di Indonesia, para lulusan perguruan tinggi mulai memilih berwirausaha. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui pendekatan Theory of Planned Behavior (TPB). Tujuan khususnya adalah: 1) mengidentifikasi karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan (formal dan nonformal) contoh, 2) menganalisis tingkat sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha contoh, 3) menganalisis hubungan antara karakteristik individu, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan dengan sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha contoh, 4) menganalisis hubungan antara sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku dengan intensi berwirausaha contoh, 5) menganalisis pengaruh pendidikan kewirausahaan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap intensi berwirausaha contoh.

Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berlokasi di Kampus IPB Darmaga. Waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret sampai April 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Sarjana IPB semester empat sampai semester delapan pada tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 9.279 orang. Kerangka contoh dalam penelitian ini adalah mahasiswa sarjana IPB yang masih aktif, pernah mengambil mata kuliah yang berhubungan dengan kewirausahaan (pendidikan kewirausahaan secara formal) atau pernah mengikuti program atau kegiatan kewirausahaan yang ada di IPB (pendidikan kewirausahaan secara nonformal). Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah teknik probability sampling berupa proportional random sampling untuk masing-masing kelompok. Jumlah contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah 100 orang dengan menggunakan rumus Slovin. Cara pemilihan contoh dibagi menjadi dua yaitu 50 orang yang mengikuti pendidikan kewirausahaan secara formal (24 contoh mengikuti Mata Kuliah Kewirausahaan, 10 Resiko Bisnis, serta 16 Negosiasi dan Advokasi Bisnis) dan 50 orang yang mengikuti pendidikan kewirausahaan secara nonformal (29 contoh mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK), 19 contoh Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM), dan 2 contoh Unit Kegiatan Mahasiswa Center of Entrepreneurship Development for Youth (UKM Century). Pengelompokan data pendidikan kewirausahaan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok pendidikan kewirausahaan formal, nonformal, serta kombinasi formal dan nonformal.

Data terdiri dari dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengisian kuesioner yang mencakup karakteristik contoh, karakteristik keluarga, pendidikan kewirausahaan, sikap (14 item pertanyaan), norma subjektif (4 item pertanyaan), kontrol perilaku (12 item pertanyaan), dan intensi berwirausaha (3 item pertanyaan). Pemberian skor ditujukan pada variabel sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha. Selanjutnya, skor pada variabel sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku tersebut dikalikan antara dua komponennya lalu dijumlahkan sesuai dengan model TPB. Setelah didapat skor total lalu dikategorikan dengan kategori rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan interval kelas. Kategori pada variabel sikap terdiri dari rendah (7-63), sedang (64-119), dan tinggi (120-175). Kategori pada variabel norma subjektif terdiri dari rendah (2-18), sedang (19-34), dan tinggi (35-50). Kategori pada variabel kontrol perilaku terdiri dari rendah (6-54), sedang (55-92), dan tinggi (93-150). Kategori pada variabel intensi berwirausaha terdiri dari rendah (3-7), sedang (8-11), dan tinggi (12-15).

(8)

berganda digunakan untuk menganalisis faktor- faktor yang berpengaruh terhadap intensi berwirausaha.

Secara umum usia contoh (40%) adalah 21 tahun. Lebih dari separuh contoh (61%) berjenis kelamin perempuan. Persentase terbesar contoh (46%) berasal dari suku Jawa. IPK sebagian besar contoh (69%) berada pada kisaran 2,76-3,50. Hampir seluruh contoh (84%) mempunyai uang saku bulanan yang berada pada kisaran Rp 500.000 hingga Rp 1.000.000. Persentase terbesar sumber uang saku bulanan contoh (24,7%) berasal dari orang tua. Pekerjaan ayah contoh (29%) didominasi oleh PNS sedangkan lebih dari separuh pekerjaan ibu contoh (52%) adalah IRT. Persentase terbesar jenjang pendidikan ayah (45%) dan ibu contoh (35%) adalah perguruan tinggi.

Lebih dari separuh contoh (52,9%) mengikuti Mata Kuliah Kewirausahaan dalam pendidikan kewirausahaan formal. Persentase terbesar contoh (35%) hanya mengikuti satu mata kuliah diantara tiga mata kuliah dalam pendidikan formalnya. Persentase keikutsertaan contoh pada program kewirausahaan dalam pendidikan kewirausahaan nonformal yaitu sebesar 52,3 persen mengikuti PKMK, 29 persen mengikuti PPKM, dan 2 persen mengikuti UKM Century. Persentase terbesar dalam tahapan PKMK yang diikuti contoh (35,4%) adalah sampai didanai. Sementara itu, pada tahapan PPKM yang pernah diikuti contoh persentase terbesarnya (14,9%) adalah sampai Stadium General. Secara umum, jumlah seminar kewirausahaan dan pelatihan kewirausahaan yang diikuti contoh adalah sebanyak 1-2 kali baik yang diselenggarakan oleh IPB maupun non IPB.

Lebih dari separuh contoh (63%) mempunyai sikap dengan kategori tinggi. Hampir sebagian besar contoh (45%) mempunyai norma subjektif dengan kategori sedang. Lebih dari separuh contoh (68%) mempunyai kontrol perilaku dengan kategori rendah. Sebagian besar contoh (65%) mempunyai intensi berwirausaha dengan kategori tinggi. Suku (daerah) (r=9,225; p<0,05), uang saku bulanan (r=0,215; p<0,05), dan jumlah pendidikan kewirausahaan formal yang diikuti (r=0,248; p<0,05) memiliki hubungan yang nyata dengan sikap. Pendidikan ibu (r=-0,181; p<0,05) mempunyai hubungan nyata dan negatif dengan kontrol perilaku. Sementara itu, jumlah pendidikan kewirausahaan nonformal (r=0,198; p<0,05), sikap (r=0,383; p<0,01), dan norma subjektif (r=0,314; p<0,01) memiliki hubungan nyata dan positif dengan intensi berwirausaha. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa sebesar 15,5 persen intensi berwirausaha dapat dijelaskan oleh variabel sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Selain itu, intensi berwirausaha juga dapat dijelaskan oleh variabel pekerjaan ayah, pendidikan kewirausahaan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku dengan besarnya nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 16,6 persen. Kedua persamaan regresi menunjukkan bahwa hanya variabel sikap (p<0,01) yang berpengaruh secara signifikan terhadap intensi berwirausaha.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap berpengaruh terhadap intensi berwirausaha mahasiswa IPB. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan sikap terhadap berwirausaha. Upaya yang bisa dilakukan IPB adalah menciptakan lingkungan yang mendukung mahasiswa untuk berwirausaha dengan mempermudah akses terhadap modal usaha, memperbanyak kegiatan seminar, dan pelatihan kewirausahaan sehingga menumbuhkan sikap yang positif terhadap berwirausaha yang pada akhirnya dapat meningkatkan intensi berwirausaha mahasiswa IPB.

Kata kunci: intensi berwirausaha, mahasiswa, pendidikan kewirausahaan, Theory of Planned Behavior

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(10)
(11)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN

THEORY OF PLANNED BEHAVIOR

ELIS TRISNAWATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Depertemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(12)

Planned Behavior

NAMA : Elis Trisnawati NRP : I24063161

Disetujui,

Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA Alfiasari, S.P., M.Si Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui,

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc.

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(13)

memberikan rahmat, hidayah, dan pertolonganNya sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan terhadap Intensi Berwirausaha Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Pendekatan Theory of Planned Behavior.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA dan Alfiasari, S.P., M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan doa, bimbingan, perhatian, waktu, motivasi, tenaga, dan saran kepada penulis hingga selesainya skripsi ini. Selain itu, kepada Bapak dan Ibu yang bekerja di Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni, Direktorat Kemahasiswaan, dan Direktorat Manajemen mutu Pendidikan yang telah membantu selama pengumpulan data. Terima Kasih kepada Ir. M. D. Djamaludin, M.Sc selaku dosen penguji, Neti Hernawati, SP, M.Si selaku dosen pemandu seminar, serta Mei Suciati dan Nur Rochimah selaku pembahas seminar atas masukan bagi perbaikan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Papa (Ahmad Fadil), mama (Eha Julaeha), kakak (Didi Supandi dan Rony Apriyandi), seluruh keluarga besar di Kuningan, teman-teman (Revi, Lika, Evi, Neneng, Reza, Abdul, Ayip, Neng Leny) dan sahabat-sahabatku (Iya, Erika, Mba Mei, Ratih) atas segala doa, kebersamaan, dan motivasinya. Semoga Allah membalas semuanya dengan kebaikan.

Demikianlah ucapan terima kasih ini dipersembahkan,dengan tulus dari lubuk hati yang paling dalam. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2011

(14)
(15)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah ... 4 Tujuan Penelitian ... 6 Kegunaan Penelitian ... 7 TINJAUAN PUSTAKA ... 9

Theory of Planned Behavior (TPB) ... 9

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku dan Intensi Berwirausaha ... 14

Kewirausahaan dan Wirausaha ... 17

KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

METODE PENELITIAN ... 23

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 23

Cara Pemilihan Contoh ... 23

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 24

Pengolahan dan Analisis Data ... 26

Definisi Operasional ... 29

HASIL ... 31

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 31

Karakteristik Contoh ... 32

Karakteristik Keluarga Contoh ... 36

Pendidikan Kewirausahaan Contoh ... 39

Sikap ... 43

Norma Subjektif ... 44

Kontrol Perilaku ... 46

Intensi Berwirausaha ... 48

Hubungan Antar Variabel Penelitian ... 49

Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Intensi Berwirausaha ... 52

PEMBAHASAN ... 55

KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

Kesimpulan ... 61

Saran... 61

DAFTAR PUSTAKA... 63

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Jumlah contoh berdasarkan persentase pendidikan kewirausahaan

formal... 24 2 Jumlah contoh berdasarkan persentase pendidikan kewirausahaan

nonformal... 24 3 Variabel, skala, dan keterangan... 25 4 Sebaran contoh berdasarkan usia dan pendidikan kewirausahaan

serta rataan dan standar deviasi usia contoh……… 32 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pendidikan

kewirausahaan……… 33 6 Sebaran contoh berdasarkan suku daerah dan pendidikan

kewirausahaan……… 34 7 Sebaran contoh berdasarkan indeks prestasi akademik dan

pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi

IPK contoh ………... 34 8 Sebaran contoh berdasarkan uang saku bulanan dan

pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi

uang saku bulanan contoh……….… 35 9 Sebaran contoh berdasarkan sumber uang saku bulanan dan

pendidikan kewirausahaan……….... 36 10 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua dan pendidikan

kewirausahaan………. 37 11 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua dan pendidikan

kewirausahaan………. 39 12 Sebaran contoh berdasarkan keikutsertaan dalam pendidikan

kewirausahaan nonformal beserta tahapan-tahapannya…………... 41 13 Sebaran contoh berdasarkan jumlah keikutsertaan dalam

seminar dan pelatihan kewirausahaan……….... 42 14 Sebaran contoh berdasarkan kategori sikap dan pendidikan

kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi sikap contoh ….….. 44 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori norma subjektif

dan pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi

norma subjektif contoh ………..….. 45 16 Sebaran contoh berdasarkan kategori figur sosial yang

mendorong berwirausaha dan pendidikan kewirausahaan………. 46 17 Sebaran contoh berdasarkan kategori kontrol perilaku dan

pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi

kontrol perilaku contoh………... 47 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori intensi berwirausaha

dan pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi

(17)

Halaman 19 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi silang antara

karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dan pendidikan

kewirausahaan dengan sikap………... 49

20 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi silang antara karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan dengan norma subjektif………... 50

21 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi silang antara karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan dengan kontrol perilaku………. 50

22 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi silang antara karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan dengan intensi berwirausaha……….. 51

23 Koefisien korelasi antar variabel penelitian menggunakan uji korelasi Pearson………... 51

24 Koefisien korelasi antara variabel sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku dengan intensi berwirausaha….………..… 52

25 Analisis regresi pengaruh sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap intensi berwirausaha………... 52

26 Analisis regresi pekerjaan ayah, pendidikan kewirausahaan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap intensi berwirausaha .. 53

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Grafik persentase sebaran responden status kerja alumni berdasarkan fakultas tahun 2010... 5

2 Model Theory of Reason Action (TRA)... 9

3 Model Theory of Planned Behavior (TPB)………. 10

4 Kerangka pemikiran penelitian...………. 21

5 Grafik sebaran contoh berdasarkan keikutsertaan dalam pendidikan kewirausahaan formal……… 40

6 Grafik sebaran contoh berdasarkan keikutsertaan jumlah mata kuliah dalam pendidikan kewirausahaan formal………. 40

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Output realibilitas kuesioner Theory of Planned Behavior (TPB) ... 67

2 Sebaran contoh berdasarkan jawaban Theory of Planned Behavior ... 68

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masalah pengangguran merupakan salah satu masalah penting di suatu negara, termasuk di Indonesia. Masalah pengangguran ini terjadi karena peningkatan jumlah penduduk yang diiringi dengan jumlah angkatan kerja dan tidak diimbangi dengan jumlah peningkatan lapangan kerja yang memadai. Kondisi ini semakin diperburuk dengan adanya krisis global yang turut menimpa Indonesia. Departemen Tenaga Kerja tahun 2007 mencatat jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 10.547.917 orang, sedangkan target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pemerintah adalah enam persen. Jika diasumsikan setiap satu persen pertumbuhan ekonomi menghasilkan 265.000 lapangan kerja baru, berarti dengan pertumbuhan ekonomi enam persen, kita hanya bisa menambah jumlah lapangan kerja 1.590.000. Hal ini berarti di dalam negeri masih kekurangan 8.957.917 lapangan kerja. Di antara banyaknya pengangguran di negeri ini justru yang paling mengenaskan adalah lebih dari 50 persen sarjana menganggur, padahal sarjana inilah yang diharapkan untuk menjadi agent of change yang bisa membawa kemajuan bagi bangsa ini (Gani 2009).

Menurut Rasyidi dalam Ariamtisna (2008) banyaknya angka pengangguran salah satunya juga disebabkan minimnya jiwa kewirausahaan masyarakat. Pendidikan di perguruan tinggi lebih banyak menghasilkan lulusan perguruan pekerja berkualifikasi akademis tinggi padahal yang dibutuhkan adalah lulusan yang berjiwa kewirausahaan karena seharusnya jumlah wirausaha di Indonesia saat ini sedikitnya 4.400.000 atau dua persen dari total jumlah penduduk, namun saat ini baru ada 400.000 pengusaha di Indonesia. Kalangan terdidik cenderung menghindari pilihan pekerjaan ini karena preferensinya terhadap pekerjaan di kantor lebih tinggi. Preferensi yang lebih tinggi didasarkan pada perhitungan biaya yang telah dikeluarkan selama menempuh pendidikan dan mengharapkan tingkat pengembalian (rate of return) yang sebanding (Citra 2010).

Kecenderungan menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar keinginan mendapat pekerjaan yang aman. Kalangan terdidik tidak berani mengambil pekerjaan berisiko seperti berwirausaha. Pilihan status pekerjaan utama para lulusan perguruan tinggi adalah sebagai karyawan atau

(20)

buruh, dalam arti bekerja pada orang lain atau perusahaan secara tetap dengan menerima upah yang rutin. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) semester pertama tahun 2007 menunjukkan tiga dari empat lulusan perguruan tinggi memilih status untuk menjadi karyawan. Hanya lima persen yang berwirausaha yaitu dengan membuka usaha yang dapat mempekerjakan buruh atau karyawan yang dibayar tetap (Darmaningtyas dalam Citra 2010). Kecilnya minat berwirausaha di kalangan lulusan perguruan tinggi sangat disayangkan. Harusnya, melihat kenyataan bahwa lapangan kerja yang ada tidak memungkinkan untuk menyerap seluruh lulusan perguruan tinggi di Indonesia, para lulusan perguruan tinggi mulai memilih berwirausaha sebagai pilihan karir.

Kewirausahaan memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia karena kewirausahaan memiliki peran untuk menambah daya tampung tenaga kerja, generator pembangunan, contoh bagi masyarakat lain, membantu orang lain, memberdayakan karyawan, hidup efisien, dan menjaga keserasian lingkungan. Jiwa kewirausahaan akan mendorong seseorang memanfaatkan peluang yang ada menjadi sesuatu yang menguntungkan. Pendorong utama meningkatnya kebutuhan kewirausahaan adalah munculnya ragam kesempatan berusaha dalam produksi dan pemasaran barang dan jasa (Alma 1999).

Indonesia masih membutuhkan sumber daya manusia tangguh yang memiliki jiwa kewirausahaan untuk mengembangkan sektor pertanian sebagai suatu sektor yang memiliki basis sumber daya alam yang berlimpah. Hal tersebut menjadi tantangan bagi Institut Pertanian Bogor (IPB) yang merupakan perguruan tinggi negeri di bidang pertanian yang dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia tangguh yang dapat berperan dalam pengembangan pertanian. IPB telah mencanangkan lima pilar orientasi pendidikan untuk mempersiapkan sumber daya manusia tersebut. Kelima pilar tersebut adalah profesionalisme, kepekaan sosial, kepedulian lingkungan, jiwa kewirausahaan dan moral (Daryanto dalam Fawaqa 2006). Hal ini sesuai dengan visi Institut Pertanian Bogor, yaitu ”Menjadi universitas riset terkemuka di Asia dengan kompetensi utama pertanian tropika, berkarakter kewirausahaan, dan bersendikan keharmonisan” (Panduan Program Sarjana 2008).

Dari lima pilar pendidikan dan visi IPB terlihat jelas bahwa pengembangan jiwa kewirausahaan menjadi salah satu titik penting bagi pembinaan kemahasiswaan di IPB. Hal ini dikarenakan mahasiswa memiliki

(21)

potensi yang sangat luar biasa dalam bidang kewirausahaan. Mahasiswa yang berada pada proses menuju pendewasaan berfikir dan persiapan menuju kehidupan pascakampus serta ditunjang dengan semangat generasi muda yang memiliki potensi sangat besar untuk mulai berwirausaha (Azzahra 2009). Usia mendirikan usaha terlihat cukup potensial pada usia 20-24 tahun yang merupakan kisaran usia mahasiswa (Zimmerer & Scarborough dalam Azzahra 2009). Hasil penelitian terbaru terhadap wirausaha warung internet di Indonesia membuktikan bahwa usia wirausahawan berkorelasi signifikan terhadap kesuksesan usaha yang dijalankan (Kristiansen et al. 2003).

Keinginan seseorang untuk berwirausaha dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik individu, karakteristik keluarga, faktor psikologis, nilai budaya dan sosial, serta pendidikan. Penelitian Schiller dan Crawson dalam Indarti dan Rokhima (2008) menemukan adanya perbedaan yang signifikan dalam hal kesuksesan berwirausaha antara perempuan dan laki-laki. Berdasarkan penelitian Mazzarol et al. (1999), perempuan cenderung kurang menyukai untuk membuka usaha baru dibandingkan kaum laki-laki. Hal ini mungkin dikarenakan laki-laki mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan perempuan dalam hal penghasilan sehingga laki-laki akan berusaha untuk mendapatkan pekerjaan atau membuka usaha baru.

Keluarga adalah salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berwirausaha. Orang tua akan memberikan corak budaya, suasana rumah, pandangan hidup dan pola sosialisasi yang akan menentukan sikap, perilaku serta proses pendidikan terhadap anak-anaknya. Orang tua yang bekerja sebagai wirausaha akan mendukung dan mendorong kemandirian, berprestasi dan bertanggung jawab. Dukungan orang tua ini, terutama ayah sangat penting dalam pengambilan keputusan pemilihan karir bagi anak seperti menjadi wirausaha. Orang tua memberikan dampak kuat pada pemilihan karir, penelitian menunjukkan para wirausaha biasanya memiliki orang tua yang juga seorang wirausaha (Peterman & Kennedy 2003).

Menurut Hisrich dan Peters dalam Wijaya (2007), pendidikan penting bagi wirausaha. Bukan hanya gelar yang didapatkannya saja, namun pendidikan juga mempunyai peranan yang besar dalam membantu mengatasi masalah-masalah dalam bisnis seperti keputusan investasi dan sebagainya. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa 70 persen wirausahawati adalah lulusan perguruan tinggi. Secara lebih spesifik penelitian ini menemukan bahwa pendidikan yang

(22)

dibutuhkan untuk berwiraswasta termasuk dalam area finansial, strategi perencanaan, pemasaran dan manajemen. Kram et al. dalam Farzier dan Niehm (2008) menemukan bahwa pendidikan dan pelatihan mempengaruhi persepsi orang terhadap karir kewirausahaan, dengan menyediakan kesempatan untuk mensimulasikan memulai usaha.

Intensi berwirausaha telah terbukti menjadi prediktor yang terbaik bagi perilaku kewirausahaan (Krueger & Carsrud dalam Indarti dan Rokhima 2008). Menurut Ajzen (1988) intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku yang disebut dengan Theory of Planned Behavior (TPB). Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa keinginan berwirausaha para mahasiswa merupakan sumber bagi lahirnya wirausaha-wirausaha masa depan (Gorman et al. 1997). Oleh karena itu, hal yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha pada mahasiswa melalui pendekatan

Theory of Planned Behavior (TPB).

Perumusan Masalah

Upaya untuk mendorong minat berwirausaha mulai terlihat dilakukan oleh kalangan institusi pendidikan, termasuk perguruan tinggi dan Institut Pertanian Bogor adalah salah satunya. IPB telah menyelenggarakan Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM) untuk menjaring potensi wirausaha di kalangan mahasiswa sekaligus melatih jiwa kewirausahaannya agar kelak bisa berkarir sebagai seorang wirausahawan. Potensi mahasiswa untuk berwirausaha juga terlihat pada banyaknya mahasiswa yang mengikuti berbagai program pengembangan kewirausahaan. Salah satunya adalah keaktifan mahasiswa dalam Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) yang merupakan suatu ajang lomba yang berhasil menunjukkan potensi wirausaha mahasiswa dan juga sebagai wadah pengembangan jiwa kewirausahaan bagi generasi muda, yaitu mahasiswa yang diselenggarakan oleh pemerintah melalui Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti). Selain itu, di IPB juga terdapat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Century yang merupakan wadah untuk mengaplikasikan jiwa kewirausahaan mahasiswa. Adanya program kewirausahaan tersebut, diharapkan meningkatkan intensi kewirausahaan mahasiswa. Kurikulum yang telah memasukkan pelajaran atau mata kuliah

(23)

kewirausahaan juga telah marak di perguruan tinggi termasuk di IPB. Namun demikian, hasilnya masih belum terlihat. Para lulusan perguruan tinggi masih saja tidak mau untuk langsung terjun sebagai wirausahawan (Citra 2010).

Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni (DPKHA) atau

Career Development and Alumni Affairs yang sering disebut CDA IPB juga

berusaha untuk meningkatkan berbagai pola pembinaan kewirausahaan, baik kepada mahasiswa maupun alumni agar dapat berusaha secara mandiri, bahkan dapat menyerap tenaga kerja. Berdasarkan hasil studi CDA periode 2005-2009, wirausaha adalah jenis profesi yang paling diminati oleh mahasiswa IPB di tingkat pertama dengan jumlah peminat yang mencapai 35-40 persen. Namun demikian, ada kecenderungan yang mengkhawatirkan karena minat mahasiswa untuk berwirausaha semakin menurun menjelang kelulusan dan alumni IPB yang benar-benar berwirausaha setelah menyelesaikan studi hanya sekitar empat persen (Nurrochmat 2009).

Gambar 1 menunjukkan sebaran status kerja alumni IPB pada tahun 2010 yang mencapai jumlah 1.537 alumni. Hasil penelitian DPKHA tahun 2010 tersebut menunjukkan persentase dominan berada pada status bekerja dengan persentase sebesar 84,71 persen. Namun sedikit sekali alumni yang berwirausaha setelah lulus kuliah yang ditunjukkan dari sebaran status kerja yang berwirausaha hanya sebesar 4,42 persen. Sementara itu, persentase alumni yang berstatus kerja berdasarkan aktivitas lain sebesar 10,87 persen (Laporan Tracer Studi 2010).

Gambar 1 Grafik persentase sebaran responden status kerja alumni berdasarkan fakultas tahun 2010

(24)

Seseorang dengan intensi untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai usaha. Intensi dapat dijadikan sebagai pendekatan dasar yang masuk akal untuk memahami siapa-siapa yang akan menjadi wirausaha (Choo & Wong 2006). Menurut Ajzen (1988) dalam Theory of

Planned Behavior (TPB), intensi dibentuk oleh tiga variabel yaitu sikap, norma

subjektif, dan kontrol perilaku. Hal ini sangat tepat untuk dikaji lebih lanjut, mengingat banyaknya program kewirausahaan yang ada tetapi pada akhirnya, mahasiswa tetap memilih bekerja dibandingkan untuk berwirausaha. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa meskipun minat mahasiswa IPB tinggi terhadap kewirausahaan yang terlihat dari antusiasme dalam mengikuti program kewirausahaan yang ada di kampus tetapi setelah lulus ternyata hanya sedikit yang menjadi wirausaha. Oleh karenanya, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana tingkat sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha pada mahasiswa IPB?

2. Bagaimana hubungan antara karakteristik individu, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan dengan sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha mahasiswa IPB?

3. Bagaimana hubungan antara sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku dengan intensi berwirausaha mahasiswa IPB?

4. Bagaimana pengaruh pendidikan kewirausahaan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap intensi berwirausaha mahasiswa IPB?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum, tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui pendekatan Theory of

Planned Behavior.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, suku (daerah), Indeks Prestasi Kumulatif, dan uang saku bulanan), karakteristik keluarga (pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua), dan pendidikan kewirausahaan (secara formal maupun nonformal) contoh.

(25)

2. Menganalisis tingkat sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha contoh.

3. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan dengan sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha contoh.

4. Menganalisis hubungan antara sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku dengan intensi berwirausaha contoh.

5. Menganalisis pengaruh pendidikan kewirausahaan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap intensi berwirausaha contoh.

Kegunaan Penelitian

Beberapa kegunaan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti. Penelitian ini berguna sebagai sarana untuk menambah

wawasan, pemahaman, pengalaman, pengembangan ilmu yang berguna untuk masa depan.

2. Bagi mahasiswa. Penelitian ini berguna untuk mengetahui intensi kewirausahaan pada mahasiswa sehingga bisa menumbuhkan perilaku berwirausaha di kalangan mahasiswa dan menjadi bahan untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi pihak Institusi IPB. Penelitian ini berguna memberikan informasi kepada pihak Rektorat Institut Pertanian Bogor khususnya Direktorat Kemahasiswaan dan Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni (DPKHA) terkait dengan program kewirausahaan sehingga dapat menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada mahasiswa.

4. Bagi Pemerintah. Penelitian ini berguna dalam memberikan informasi kepada pihak Departemen Ketanagakerjaan dalam mengambil kebijakan mengenai peningkatan pengembangan kewirausahaan terkait dengan program serta penyediaan sarana dan prasarana untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan di kalangan masyarakat.

5. Bagi pihak Lembaga Keuangan. Penelitian ini berguna dalam hal penyediaan modal dalam rangka meningkatkan jumlah wirausaha di Indonesia.

(26)
(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Perilaku yang telah Direncanakan (Theory of Planned Behavior)

Para teoritikus sikap memiliki pandangan bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek sudah dapat dijadikan prediktor apakah ia akan melakukan suatu tindakan atau tidak. Fishbein dan Ajzen (1975) berpendapat berbeda, mereka menyatakan bahwa sikap seseorang itu belum cukup pasti untuk memunculkan suatu perilaku. Melalui Teori Aksi Beralasan (Theory of Reasoned

Action) yang dikenal dengan singkatan TRA, keduanya kemudian menambahkan

faktor norma subjektif sebagai faktor tekanan lingkungan yang ikut andil dalam memunculkan perilaku. Akumulasi dari faktor sikap dan norma subjektif tersebut disebut sebagai intensi atau niat (intention).

Fishbein dan Ajzen (1975) menjelaskan bahwa intensi seseorang terhadap perilaku dibentuk oleh dua faktor utama yaitu sikap perilaku tertentu (attitude toward the behavior) dan norma subjektif (subjective norms). Sikap merupakan evaluasi atau penilaian positif atau negatif seseorang terhadap sejumlah kepercayaan (belief) terhadap objek tertentu. Sementara itu, norma subjektif yaitu sejauh mana keinginan individu memenuhi harapan dari sejumlah pihak yang dianggap penting berkaitan dengan perilaku tertentu. Gambar 2 dapat memperjelas pemahaman tentang intensi yang telah diuraikan di atas.

Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975)

Selain itu juga, Ajzen (1988) menjelaskan bahwa intensi melibatkan empat elemen penting yaitu TACT yang merupakan singkatan dari Target,

Action, Context, dan Time. Keempat elemen itu dapat diartikan sebagai objek

target pada perilaku tersebut (Target), perilaku (Action), situasi dimana perilaku harus ditampilkan (Context) dan kapan perilaku harus ditampilkan (Time). Semakin jelas keempat elemen ini maka semakin kuat intensi memprediksi perilaku tertentu.

Sikap

Norma Subjektif

(28)

TRA dinilai memiliki kelemahan karena adanya penekanan pada faktor

norma subjektif yang dianggap terlalu melemahkan faktor individu sebagai pengendali atas tingkah lakunya sendiri. Oleh karena itu, TRA dikembangkan menjadi Theory of Planned Behavior (TPB) dengan menambahkan kontrol perilaku (perceived behavioral control) sebagai penentu niat seseorang. TPB menjelaskan bahwa perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi juga kontrol yang ketersediaan sumber daya dan kesempatan tertentu (perceived behavioral control) (Ajzen 1988). Gambar 3 memberikan pemahaman bahwa intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku.

Gambar 3 Model Theory of Planned Behavior (TPB) (Sumber : Ajzen 1988)

Berikut ini akan dijelaskan komponen-komponen intensi melalui pendekatan Theory of Planned Behavioral.

Sikap

Sikap merupakan salah satu komponen dalam intensi terhadap perilaku tertentu. Sikap atau attitude merupakan suatu faktor yang ada dalam diri seseorang yang dipelajari untuk memberikan respon dengan cara konsisten yaitu suka atau tidak suka pada penilaian terhadap suatu yang diberikan. Salah satu pemahaman sikap yang juga penting adalah bahwa sikap terdiri dari tiga komponen yang dikenal dengan trilogi sikap, yaitu sikap terdiri dari afektif, kognitif dan konatif. Afektif berarti perasaan atau penilaian tertentu seseorang baik terhadap suatu objek, orang, isu maupun kejadian. Kognitif terdiri dari

Norma Subjektif Intensi Perilaku Sikap Kontrol perilaku

(29)

pengetahuan, opini, dan kepercayaan terhadap suatu objek. Sedangkan komponen konatif merupakan bentuk perasaan dan evaluatif (Fishbein & Azjen 1975).

Sikap dalam teori ini memiliki dua aspek pokok, yaitu: kepercayaan perilaku dan evaluasi. Kepercayaan perilaku adalah keyakinan individu bahwa menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu akan menghasilkan akibat-akibat atau hasil-hasil tertentu, dan merupakan aspek pengetahuan individu tentang obyek sikap dapat pula berupa opini individu hal yang belum tentu sesuai dengan kenyataan. Semakin positif keyakinan individu akan akibat dari suatu obyek sikap maka akan semakin positif pula sikap individu terhadap obyek sikap tersebut, demikian pula sebaliknya. Evaluasi adalah penilaian seseorang terhadap hasil-hasil yang dimunculkan dari suatu perilaku. Evaluasi akan berakibat pada perilaku penilaian yang diberikan individu terhadap tiap-tiap akibat atau hasil yang diperoleh oleh individu. Apabila menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu, evaluasi atau penilaian ini dapat bersifat menguntungkan atau merugikan (Fishbein & Ajzen 1975). Berikut ini adalah formulasi model sikap dalam TPB.

n AB = ∑ bi . ei

i=1

Keterangan : AB = sikap terhadap perilaku tertentu

b = kepercayaan terhadap perilaku tersebut yang mengarahkan pada konsekuensi atau hasil

i = hasil (outcome)

e = evaluasi seseorang terhadap hasil

n = jumlah kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap perilaku tertentu

Norma Subjektif

Komponen intensi lainnya dalam intensi terhadap perilaku tertentu adalah norma subjektif. Norma subjektif adalah persepsi seseorang terhadap pikiran pihak-pihak yang dianggap berperan dan memiliki harapan kepadanya untuk melakukan sesuatu dan sejauh mana keinginan untuk memenuhi harapan tersebut. Konsep norma subjektif merupakan representasi dari tuntutan atau tekanan lingkungan yang dihayati individu dan menunjukkan keyakinan individu atas adanya persetujuan atau tidak dari figur-figur sosial jika ia melakukan suatu perbuatan. Orang lain atau figur sosial dalam norma subjektif yang dimaksud biasanya ialah significant other bagi orang yang bersangkutan (Fishbein dan

(30)

Ajzen 1975). Figur-figur sosial yang penting bisa saja termasuk di dalamnya orang tua, teman dekat, suami atau istri, rekan kerja (Wijaya 2007).

Norma subjektif dibentuk oleh dua aspek, yakni keyakinan normatif dan motivasi untuk memenuhi tuntunan lingkungan. Keyakinan normatif merupakan pandangan pihak lain yang dianggap penting oleh individu yang menyarankan individu untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu. Sementara itu, motivasi untuk memenuhi tuntunan lingkungan merupakan kesediaan individu untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan pendapat atau pikiran pihak lain yang dianggap penting bahwa individu harus atau tidak harus menampilkan perilaku tertentu (Fishbein & Ajzen 1975). Rumusan norma subjektif pada intensi perilaku tertentu dirumuskan sebagai berikut.

n SN = ∑ bi . mi

i=1

Keterangan : SN = norma subjektif bi = kepercayaan normatif

mi = motivasi untuk mengikuti sejumlah n referensi atau i

Kontrol Perilaku

Komponen ketiga dalam intensi adalah kontrol perilaku. Kontrol perilaku ini merupakan suatu acuan adanya kesulitan atau kemudahan yang ditemui seseorang dalam berperilaku tertentu. Kontrol perilaku berperan dalam Theory of

Planned Behavior dalam dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung

berdasarkan kontrol-kontrol yang ada pada diri seseorang. Kontrol perilaku berperan secara tidak langsung mempengaruhi perilaku yaitu melalui intensi terhadap perilaku. Selain itu, kontrol perilaku juga bisa secara langsung mempengaruhi perilaku tersebut (Ajzen 1988). Variabel ini kemudian dirumuskan sebagai berikut.

PBC = ∑ Ci . Pi

Keterangan : PBC = kontrol perilaku

Ci = control belief strength (kekuatan keyakinan seseorang bahwa ia bisa berbuat sesuatu)

Pi = control belief power (keyakinan seseorang akan adanya hambatan atau dukungan untuk melakukan suatu perbuatan)

(31)

Intensi dan Intensi Kewirausahaan

Perilaku seseorang dapat diprediksi melalui pengukuran sikapnya terhadap suatu objek tertentu. Pendekatan ini dapat dijembatani dengan melihat intensi untuk menampilkan perilaku tertentu dalam diri seseorang. Intensi secara harfiah bermakna niat. Fishbein dan Ajzen (1975) mendefinisikan intensi atau niat ini sebagai kemungkinan subjektif (subjective probability) individu untuk berperilaku tertentu. Intensi merupakan dimensi probabilitas lokasi subjektif seseorang yang menghubungkan antara dirinya dengan suatu tindakan tertentu. Dengan kata lain, intensi merupakan besarnya dimensi probabilitas subjektif seseorang yang akan ditampilkan dalam bentuk perilaku tertentu. Intensi dipandang sebagai ubahan yang paling dekat dari individu untuk melakukan perilaku, maka dengan demikian intensi dapat dipandang sebagai hal yang khusus dari keyakinan yang obyeknya selalu individu dan atribusinya selalu perilaku (Fishbein & Ajzen 1975). Menurut Ajzen (1988) pembentukan intensi pada diri seseorang terikat dalam suatu perilaku tertentu. Intensi terbentuk dalam rangka memenuhi faktor-faktor kebutuhan yang memiliki dampak pada perilaku. Intensi juga menandakan bagaimana upaya seseorang bertekad untuk mencoba dan berencana untuk menampilkan perilaku tertentu.

Santoso (1995) beranggapan bahwa intensi adalah hal-hal yang diasumsikan dapat menjelaskan faktor-faktor motivasi serta berdampak kuat pada tingkah laku. Hal ini mengindikasikan seberapa keras seseorang berusaha dan seberapa banyak usaha yang dilakukan agar perilaku yang diinginkan dapat dilakukan. Jika sikap positif dan individu terdorong untuk berbuat sesuai harapan lingkungan untuk melakukan suatu perbuatan, ditambah individu melihat bahwa tidak ada hambatan baginya untuk berperilaku maka kemungkinan munculnya perilaku tinggi. Dengan kata lain, niatnya besar. Bila sikap negatif, individu tidak mau menentang harapan lingkungan padanya, dan individu merasa tidak akan mampu melakukan suatu perbuatan, maka niat menjadi lemah, yang ini berarti kemungkinan dia berperilakupun rendah (Wijaya 2007).

Penelitian untuk melihat aspek intensi kewirausahaan seseorang telah mendapat perhatian cukup besar dari para peneliti. Intensi kewirausahaan dapat diartikan sebagai proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembentukan suatu usaha (Katz & Gartner 1988). Seseorang dengan intensi untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang tanpa intensi

(32)

untuk memulai usaha. Intensi kewirausahaan adalah prediksi yang reliabel untuk mengukur perilaku kewirausahaan dan aktivitas kewirausahaan (Krueger et al. 2000). Umumnya, intensi kewirausahaan adalah keadaan berfikir yang secara langsung dan mengarahkan perilaku individu ke arah pengembangan dan implementasi konsep bisnis yang baru (Birds, 1988 dalam Nasrudin et al. 2009).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku dan Intensi Berwirausaha Karakteristik Individu

Usia. Usia ketika seseorang memulai usaha menjadi kurang penting,

tetapi apabila sudah ada pelatihan dan persiapan yag memadainya sebaiknya semakin awal memulai usaha akan semakin baik daripada menunda usaha (Staw dalam Riyanti 2003). Hurlock (1980) berpendapat bahwa perkembangan karier berjalan seiring dengan proses perkembangan manusia. Roe dalam Wijaya (2007) mengatakan bahwa minat terhadap pekerjaan mengalami perubahan sejalan dengan usia tetapi menjadi relatif stabil pada post adolescent. Hasil penelitian Hijriyah (2004) menemukan bahwa umur mempengaruhi perilaku wirausaha pedagang Fried Chicken kaki lima di kota Bogor.

Jenis kelamin. Jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap minat

berwirausaha mengingat adanya perbedaan terhadap pandangan pekerjaan antra pria dan wanita. Manson dan Hogg dalam Wijaya (2007) mengemukakan bahwa kebanyakan wanita cenderung sambil lalu dalam memilih pekerjaan dibanding dengan pria. Wanita menganggap pekerjaan bukanlah hal yang penting. Karena wanita masih dihadapkan pada tuntutan tradisional yang lebih besar menjadi istri dan ibu rumah tangga. Seperti yang sudah diduga, bahwa mahasiswa laki-laki memiliki intensi yang lebih kuat dibandingkan mahasiswa perempuan. Secara umum, sektor wiraswasta adalah sektor yang didominasi oleh kaum laki-laki. Kolvereid (1996) menyatakan bahwa laki-laki terbukti mempunyai intensi kewirausahaan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Matthews dan Moser (1996) pada lulusan master di Amerika dengan menggunakan studi longitudinal menemukan bahwa minat laki-laki untuk berwirausaha konsisten dibandingkan minat perempuan yang berubah menurut waktu.

Uang Saku Bulanan. Uang saku bulanan adalah uang yang diterima

mahasiswa setiap bulannya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang berasal dari orang tua, beasiswa, hasil dari bekerja, berwirausaha dan lain-lain.

(33)

Hasil penelitian Azzahra (2009) menemukan bahwa uang saku per bulan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pengetahuan, sikap, tindakan, maupun perilaku wirausaha mahasiswa IPB peserta PPKM dan PKMK. Tren wirausaha saat ini bukan lagi ingin digeluti oleh orang yang berpenghasilan rendah, tetapi juga yang berpenghasilan tinggi.

Suku (daerah). Hasil penelitian Azzahra (2009) menyatakan bahwa

karakteristik suku (daerah) berhubungan nyata dengan sikap dan tindakan wirausaha. Dari sisi sikap wirausaha, hal ini disebabkan karena adanya pandangan dan persepsi positif terhadap profesi wirausaha oleh beberapa suku (daerah) di Indonesia seperti suku Minang, sehingga mempengaruhi sikap wirausaha responden. Dari sisi tindakan wirausaha, adanya adat atau kebiasaan di suku (daerah) yang lebih cepat dalam bertindak dan melakukan sesuatu dibandingkan dengan suku (daerah) lain. Adat dan kebiasaan tersebut tentunya mempengaruhi tindakan seseorang dalam berwirausaha.

Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)

merupakan angka yang menunjukkan prestasi akademik atau kemajuan belajar mahasiswa secara kumulatif yang dicapai mulai dari semester 1 sampai dengan semester paling akhir untuk semua mata kuliah yang ditempuh (Anonim 2009). Penelitian yang dilakukan Azzahra (2009) menyatakan bahwa IPK tidak berhubungan nyata dengan perilaku wirausaha maupun unsur-unsurnya yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan wirausaha. Orang yang memiliki IPK tinggi belum tentu memiliki pengetahuan, sikap dan tindakan wirausaha yang baik.

Karakteristik Keluarga

Keluarga adalah tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Segala perilaku orang tua dan pola asuh yang diterapkan didalam keluarga pasti berpengaruh dalam pembentukan kepribadian atau karakter seorang anak (Schikendanz dalam Megawangi 2004).

Pekerjaan Orang tua. Menurut Staw dalam Riyanti (2003) ada bukti kuat

bahwa wirausaha memiliki orang tua yang bekerja mandiri atau berbasis sebagai wirausaha meskipun tidak ada studi banding dengan wirausaha yang orang tuanya bukan wirausaha, relasi dengan orang tua yang wirausaha tampaknya menjadi aspek penting yang membentuk keinginan seseorang untuk menjadi wirausaha.

Pendidikan Orang tua. Tingkat pendidikan orang tua merupakan aspek

(34)

yang dicapai seseorang akan membentuk cara, pola dan karakter berpikir, presepsi, pemahaman, dan kepribadian (Guhardja et al. 1992). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004) pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua maka semakin besar pengetahuan orang tua akan pentingnya pendidikan. Dengan demikian, orang tua diharapkan dapat memberi stimulasi dan fasilitas yang dapat menunjang proses belajar dan prestasi akademik anak.

Pendidikan Kewirausahaan

Pengaruh pendidikan kewirausahaan selama ini telah dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan hasrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan generasi muda. Pendidikan memainkan peran penting pada saat wirausaha mencoba mengatasi masalah-masalah dan mengoreksi penyimpangan dalam praktek bisnis (Kourilsky & Walstad 1998).

Melalui pendidikan formal, belajar kewirausahaan dapat dilakukan melalui Mata Kuliah Kewirausahaan yang bisa memberikan pemahaman yang lebih baik tentang proses kewirausahaan, tantangan yang dihadapi para pendiri usaha baru dan masalah yang harus diatasi agar berhasil. Pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal tersebut terkait langsung dengan bidang usaha yang dikelola. Semakin banyak seseorang tertarik untuk belajar dalam dunia pendidikan akan meningkatkan dalam usahanya (Utami 2007). Rahmawati (2000) mengatakan bahwa paket pendidikan kewirausahaan akan membentuk siswa untuk mengejar karir kewirausahaan. Meski pendidikan formal bukan syarat untuk memulai usaha baru, pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal memberi dasar yang baik apalagi bila pendidikan formal tersebut terkait dengan bidang usaha yang dikelola (Riyanti 2003).

Di sisi lain, kewirausahaan juga dapat dipelajari dari pendidikan nonformal. Pendidikan kewirausahaan nonformal sangat penting karena mahasiswa yang mengetahui prinsip-prinsip kewirausahaan dan pengelolaan bisnis dari pendidikan formalnya tersebut belum tentu menjadi wirausaha yang sukses. Mereka perlu dibekali dengan berbagai atribut, keterampilan dan perilaku yang dapat meningkatkan kemampuan kewirausahaan mereka dengan pelatihan kewirausahaan (Brockhaus dalam Bell 2008). Kram et al dalam Farzier dan Niehm (2008) menemukan bahwa pendidikan dan pelatihan mempengaruhi

(35)

persepsi orang terhadap karir kewirausahaan, dengan menyediakan kesempatan untuk mensimulasikan memulai usaha.

Kewirausahaan dan Wirausaha

John Kao dalam Sudjana (2004) menyebutkan bahwa kewirausahaan adalah sikap dan perilaku wirausaha. Kewirausahaan yang sering dikenal dengan sebutan entrepreneurship berasal dari bahasa Perancis yang diterjemahkan secara harfiah adalah perantara. Secara lebih luas kewirausahaan didefinisikan sebagai proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi. Namun demikian, istilah kewirausahaan dapat pula diartikan sebagai sikap dan perilaku mandiri yang mampu memadukan unsur cipta, rasa, dan karsa serta karya atau menggabungkan kreativitas, tantangan, kerja keras, dan kepuasan untuk mencapai prestasi maksimal sehingga dapat memberikan nilai tambah maksimal terhadap jasa, barang, maupun pelayanan yang dihasilkan dengan mengindahkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Kewirausahaan merupakan suatu kualitas dari sikap seseorang daripada hanya sekedar keahlian. Seorang wirausaha memiliki kualifikasi yang tahan banting, selalu mencari peluang, dan memiliki visi (Sutanto 2002).

Wirausaha adalah orang yang menciptakan kerja bagi orang lain dengan cara mendirikan, mengembangkan, dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri dan bersedia mengambil resiko pribadi dalam menentukan peluang berusaha dan secara kreatif menggunakan potensi-potensi dirinya untuk mengenali produk, mengelola dan menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya (Riyanti 2003)

(36)
(37)

KERANGKA PEMIKIRAN

Institut Pertanian Bogor yang merupakan salah satu perguruan tinggi negeri dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh yang dapat berperan dalam pengembangan pertanian. Usaha untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada mahasiswa adalah penyelenggaraan mata kuliah yang berkaitan dengan kewirausahaan yang merupakan pendidikan formalnya. Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM), Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK), dan pengadaan Unit Kegiatan Mahasiswa yang bergerak di bidang kewirausahaan yaitu Century yang merupakan pendidikan nonformalnya. Program kewirausahaan tersebut diharapkan bisa menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada mahasiswa sehingga dapat meningkatkan intensi berwirausaha mahasiswa.

Niat seseorang untuk berwirausaha bisa diukur dengan menggunakan intensi karena menurut Choo dan Wong (2006) menyatakan bahwa intensi berwirausaha dapat dijadikan pendekatan dasar yang masuk akal untuk memahami siapa-siapa yang akan menjadi wirausaha. Penelitian ini menggunakan pendekatan Theory of Planned Behavior (TPB) untuk mengetahui intensi berwirausaha pada mahasiswa IPB. TPB merupakan salah satu teori yang sering digunakan untuk mengukur intensi. TPB menjelaskan bagaimana perilaku tertentu dapat diprediksi melalui determinan-determinan perilaku tersebut. Intensi mencakup tiga determinan yang menentukannya, yakni sikap (attitude toward behavior), norma subjektif (subjective norms) dan kontrol perilaku (perceived behavioral control) (Ajzen 1988). Artinya, jika seseorang memiliki sikap positif terhadap perilaku berwirausaha, mendapatkan dukungan lingkungan untuk melakukan suatu tindakan berwirausaha, dan ia merasa bahwa tidak ada hambatan untuk melaksanakannya maka intensi kewirausahaannya akan kuat. Dengan demikian, kemungkinan orang tersebut untuk berperilaku berwirausaha akan sangat tinggi.

Selain menggunakan model TPB, keinginan seseorang untuk berwirausaha atau intensi berwirausaha dapat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik individu, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan yang diikuti. Karakteristik individu yang akan diteliti berkaitan dengan intensi berwirausaha adalah jenis kelamin, umur, suku (daerah), uang saku bulanan, dan IPK. Sementara itu, karakteristik keluarga yang diteliti meliputi

(38)

pekerjaan orang tua dan pendidikan orang tua. Pendidikan kewirausahaan yang diteliti yaitu pendidikan secara formal dan secara nonformal yang selanjutnya diduga akan berhubungan dengan intensi berwirausaha. Bagan kerangka pemikiran pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Pendekatan Theory of Planned

(39)

Keterangan: Hubungan Antar Variabel yang Diteliti Variabel yang Diteliti

Hubungan Antar Variabel yang tidak Diteliti Variabel yang tidak Diteliti

Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian diadaptasi dari Theory of Planned Behavior Ajzen (1988)

Karakteristik individu:

- Jenis kelamin - Usia

- Suku (daerah)

- Indeks Prestasi Kumulatif - Uang saku bulanan - Karakteristik keluarga: - Pekerjaan orang tua - Pendidikan orang tua Kontrol Perilaku Sikap Pendidikan kewirausahaan: - Formal - Nonformal Intensi Berwirausaha Norma Subjektif Perilaku Berwirausaha

(40)
(41)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan cross sectional study yakni data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran karakteristik contoh. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survei karena mengambil contoh dari satu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun & Effendi 1995). Penelitian dilakukan di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berlokasi di Kampus IPB Darmaga. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa IPB merupakan salah satu perguruan tinggi terbesar di Indonesia dan mahasiswa IPB memiliki keinginan untuk mengikuti program dan kegiatan kewirausahaan. Waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret sampai April 2011.

Cara Pemilihan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Sarjana IPB semester empat sampai semester delapan tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 9.279 orang. Data tersebut diperoleh melalui Direktorat Administrasi Pendidikan IPB tahun 2010. Kerangka contoh dalam penelitian ini adalah mahasiswa sarjana IPB yang masih aktif, pernah mengambil mata kuliah yang berhubungan dengan kewirausahaan (pendidikan kewirausahaan secara formal), atau pernah mengikuti program atau kegiatan kewirausahaan yang ada di IPB (pendidikan kewirausahaan secara nonformal). Jumlah contoh yang akan diambil berdasarkan rumus Slovin, yaitu salah satu teknik penentuan jumlah contoh untuk penelitian sosial yang mana dalam penelitian ini menggunakan tingkat kesalahan 10%.

Menurut Umar (2003), untuk menentukan jumlah contoh yang diambil, digunakan rumus Slovin berikut:

N 9.279

n = = = 98,93 (1+Ne2) 1 + 9.279 (0,12)

Keterangan : n = jumlah mahasiswa contoh N = populasi mahasiswa IPB

e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan yang bisa ditolerir yaitu 10 persen

(42)

Berdasarkan hasil perhitungan rumus Slovin maka penelitian ini menetapkan jumlah contoh 100 orang. Contoh dipilih secara purposive dengan dibagi menjadi dua yaitu 50 orang yang mengikuti pendidikan kewirausahaan secara formal (kelompok formal) dan 50 orang yang mengikuti pendidikan kewirausahaan secara nonformal (kelompok nonformal). Contoh pada kelompok formal dipilih dari peserta mata kuliah Kewirausahaan, Resiko Bisnis, serta Negosiasi dan Advokasi Bisnis. Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah teknik probability sampling berupa proportional random sampling untuk masing-masing kelompok. Jumlah contoh berdasarkan persentase jumlah mahasiswa peserta mata kuliah Kewirausahaan, Resiko Bisnis, serta Negosiasi dan Advokasi Bisnis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah contoh berdasarkan persentase pendidikan kewirausahaan formal

No. Mata Kuliah Jumlah

Mahasiswa (N) Persentase (%) Jumlah contoh (n) 1. Kewirausahaan 396 49 24 2. Resiko Bisnis 164 20 10

3. Negosiasi dan Advokasi Bisnis 256 31 16

Total 816 100 50

Sementara itu, contoh pada kelompok nonformal dipilih dari keikutsertaan dalam Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK), Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM), dan Unit Kegiatan Mahasiswa Center of Entrepreneurship Development for Youth (UKM Century). Jumlah contoh berdasarkan persentase jumlah mahasiswa yang mengikuti PKMK, PPKM, dan UKM Century dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah contoh berdasarkan persentase pendidikan kewirausahaan nonformal

No. Program Jumlah

Mahasiswa (N) Persentase (%) Jumlah contoh (n) 1. PKMK 1404 57 29 2. PPKM 932 38 19 3. UKM Century 120 5 2 Total 2456 100 50

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari responden yang merupakan mahasiswa sarjana semester empat sampai

(43)

semester delapan IPB yang mengikuti pendidikan kewirausahaan formal serta nonformal. Data primer yang diambil diantaranya adalah karakteristik individu (jenis kelamin, umur, suku (daerah), uang saku bulanan, dan Indeks Prestasi Kumulatif), karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan orang tua), pendidikan kewirausahaan (formal dan nonformal), sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha.

Tabel 3 Variabel, skala, dan keterangan

No Variabel

Skala perta- nyaan pada kuesioner

Keterangan 1. Jenis kelamin Nominal 1. Laki-laki

2. Perempuan 2. Umur (tahun) (Hijriyah 2004) Rasio - 3 Suku (daerah) (Azzahra 2009)

Nominal 1. Minang 4.Sunda 7. lainnya 2. Batak 5.Jawa

3. Betawi 6. Makasar 4 Indeks Prestasi

Kumulatif

Interval Penelitian ini mengkategorikan IPK menjadi:

1.Memuaskan (≤ 2,75)

2.Sangat memuaskan(2,76–3,50) 3.Cum laude (≥ 3.51)

5. Uang Saku Bulanan (Rp/bulan)

Rasio Penelitian ini mengkategorikan uang saku bulanan menjadi:

1.Rendah (<Rp.500.000)

2.Sedang(Rp500.000-Rp1.000.000) 3.Tinggi (>Rp.1.000.000)

6. Pendidikan orang tua (lama pendidikan)

Rasio Penelitian ini mengkategorikan pendidikan orang tua menjadi: 1. Tidak sekolah (< 6 tahun) 2. Tamat SD (6 tahun) 3. Tamat SMP (9 tahun) 4. Tamat SMU (12 tahun)

5. Tamat akademi/PT (> 12 tahun) 7. Pekerjaan orang tua

(Azzahra 2009)

Nominal 1. Wirausaha 2. Non wirausaha 8. Pendidikan kewira-

usahaan formal

Rasio Jumlah keikutsertaan mata kuliah 9. Pendidikan kewira-

usahaan nonformal

Rasio Jumlah keikutsertaan program, se- minar, dan pelatihan kewirausahaan

10. Sikap (skor) Ordinal -

11. Norma subjektif (skor) Ordinal -

12. Kontrol perilaku (skor) Ordinal -

13. Intensi Berwirausaha (skor)

Ordinal -

Data sekunder diperoleh dari buku Panduan Program Sarjana tahun 2008 mengenai gambaran umum lokasi penelitian. Informasi mengenai jumlah mahasiswa diperoleh dari Direktorat Administrasi Pendidikan IPB, mengenai Program Kewirausahaan di Institut Pertanian Bogor seperti Program Kreativitas

(44)

Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) diperoleh dari Direktorat Kemahasiswaan dan mengenai Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM) diperoleh dari Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni (DPKHA) atau Career Development and Alumni Affairs (CDA).

Cara pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menyebarkan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Setiap responden diberikan satu paket kuesioner untuk diisi dengan menggunakan metode self-report. Skala yang digunakan adalah skala nominal, ordinal, rasio, dan interval dengan kategori yang telah disesuaikan dengan jenis variabel yang diukur.

Pengolahan dan Analisis Data

Instrumen yang dibuat harus diuji reliabilitasnya. Uji reliabilitas adalah uji keterandalan instrumen yang digunakan dalam penelitian yang akan mampu mengungkapkan informasi yang sebenarnya di lapangan. Instrumen yang diukur reliabilitasnya adalah sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha. Besarnya reliabilitas pada variabel sikap sebesar 0,955, norma subjektif sebesar 0,773, kontrol perilaku sebesar 0,725, dan intensi berwirausaha sebesar 0,866 (Lampiran 1).

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami. Data yang dikumpulkan dari kuesioner diolah melalui proses editing, coding, scoring, dan entry data ke komputer, cleaning data, dan

analize data. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan analisis

deskriptif dan inferensia. Analisis data inferensia yang digunakan dalam penelitian ini mencakup uji korelasi dan uji regresi linear berganda. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik contoh (jenis kelamin, umur, suku (daerah), uang saku bulanan, dan Indeks Prestasi Kumulatif), karakteristik keluarga (pendidikan dan pekerjaan orang tua), pendidikan kewirausahaan (secara formal dan nonformal), sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha.

Rumus untuk mengetahui sikap adalah sebagai berikut:

n AB = ∑ bi . ei

Gambar

Gambar  1  menunjukkan  sebaran  status  kerja  alumni  IPB  pada  tahun  2010 yang mencapai jumlah 1.537 alumni
Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian diadaptasi dari    Theory of Planned Behavior Ajzen (1988) Karakteristik individu:
Gambar  5  Grafik  sebaran  contoh  berdasarkan  keikutsertaan  dalam  pendidikan  kewirausahaan formal
Tabel  14  Sebaran  contoh  berdasarkan  kategori  sikap  dan  pendidikan  kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi sikap berwirausaha  contoh  No  Sikap   Pendidikan Kewirausahaan (%)  Formal  Nonformal  Kombinasi  Formal dan   Nonformal  Total  1
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jika matriks A mempunyai determinan 0 maka A dikatakan matriks singular, yaitu matriks yang tidak

Karya Tulis Yang Pernah Dipublikasikan (minimal 2 karya

Wawancara merupakan suatu bentuk komunikasi semacam tanya jawab secara langsung antara penyelidik dengan subjek berupa percakapan yang bertujuan untuk memperoleh informasi

Peningkatan jumlah bubur buah sirsak dengan bubur bit memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap parameter yang diamati yaitu meningkatkan kadar

[r]

Berdasarkan dari hasil data tersebut dapat diketahui bahwa H0 diterima yang berarti variabel Struktur Aktiva secara parsial berpengaruh negatif tidak signifikan pada