7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teori 1. Kecemasan a. Pengertian kecemasan
Kecemasan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu gejala. Kebanyakan orang mengalami kecemasan pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Biasanya, kecemasan muncul sebagai reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan, dan karena itu berlangsung sebentar saja (Ramaiah, 2003, 72).
Suliswati (2005, hal 81), lebih lanjut mengatakan bahwa kecemasan sebagai respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya.
b. Teori Kecemasan
Menurut Stuart, (2007, 93) ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai kecemasan. Teori tersebut antara lain :
a. Teori psikoanalitik, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi anatra dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id meewakili dorongan insting dan impuls primitive, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan norma budaya seseorang. Ego atau aku berfungsi mengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Teori interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami kecemasan yang berat. c. Teori perilaku, kecemasan merupakan hasil dari frustasi, yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan.
d. Teori keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih antara gangguan kecemasan dan depresi.
e. Teori biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama-aminobitirat (GABA), yang berperan penting dalam biologis yang berhubungan dengan kecemasan.
c. Faktor yang mempengaruhi kecemasan.
Menurut Suliswati, (2005, hal 87) ada 2 faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu :
a. Faktor predisposisi yang meliputi :
1) Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional. Penelitian ini berkaitan dengan peristiwa traumatik persalinan masa lalu. Contoh persalinan normal, laserasi spontan, episiotomi, ekstraksi vakum, seksio sesaria.
2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4) Frustasi akan menimbulkan ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani kecemasan akan mempengaruhi individu dalam berespons terhadap
konflik yang dialami karena mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodiazepin, karena benzodiapine dapat menekan neurotransmitter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
b. Faktor presipitasi meliputi :
1) Ancaman terhadap integritas fisik, ketegangan yang menganca integritas fisik meliputi :
a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologi system imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal.
b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal. a) Sumber internal, meliputi kesulitan dalam berhubungan
interpersonal di rumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal, meliputi kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
d. Rentang Respon Kecemasan dan Tingkatan Kecemasan
Menurut Stuart (2007, hal 95) respon terhadap kecemasan ada 4 aspek yaitu:
a. Respon fisiologis
1) Kardiovaskuler, meliputi: palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa mau pingsan, pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.
2) Pernafasan, meliputi: nafas sangat pendek, nafas sangat cepat, tekanan pada dada, napas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah.
3) Neuromuskuler, meliputi: refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor frigiditas, wajah tegang, kelemahan umum kaki goyah, gerakan yang janggal.
4) Gastrointestinal, meliputi: kehilangan nafsu makan, menolak makanan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung, diare.
5) Traktus urinarius, meliputi: tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.
6) Kulit, meliputi: wajah kemerahan sampai telapak tangan, gatal, rasa panas, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.
b. Respon perilaku
Respon perilaku yang sering terjadi yaitu: gelisah, keteganga fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang kordinasi, cenderung mendapat cidera, menarik dari masalah, menhindar, hiperventilasi. c. Respon kognitif
Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupsi, hambatan berfikir bidang persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut pada gambar visual, takut pada cedera dan kematian.
d. Respon afektif
Mudah tersinggung, tidak sabar, gelisah, tegang, nervus, katakutan, alarm, terror, gugup, gelisah.
Suliswati (2005, 87) membagi kecemasan menjadi 4 tingkatan yaitu : a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
1) Respon Fisiologis
ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar. 2) Respon Kognitif
Lapang persegi meluas, mampu menerima rangsangan kompleks, konsentrasi pada masalah dan menyelesaikan masalah secara efektif.
3) Respon perilaku
Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan dan suara kadang-kadang meninggi.
b. Kecemasan sedang
Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun, sindividu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
1) Respon Fisiologis
Sering nafas pendek, nadi ekstra sistolik dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare atau konstipasi, gelisah. 2) Respon Kognitif
Lapang persepsi menyempit, rangsang luar tidak mampu diterima, dan berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya. 3) Respon Perilaku
Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan), berbicara banyak dan lebih cepat, dan perasaan tidak nyaman.
c. Kecemasan Berat
cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan/tuntuan.
1) Respon Fisiologis
Sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringant dan sakit kepala, penglihatan kabur.
2) Respon Kognitif
Lapang persepsi sangat menyempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah.
3) Respon Prilaku
Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat dan blocking.
d. Panik
Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu sehingga individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/tuntunan. 1) Respon Fisiologis
Nafas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi, pucat sakit dada dan rendahnya koordanasi motorik
2) Respon Kognitif
Lapang persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi, tidak dapat berfikir logis, dan ketidakmampuan mengalami distorsi.
3) Respon Prilaku
Agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, bocking, presepsi kacau, kecemasan yang timbul dapat diidentifikasi melalui respon yang dapat berupa respon fisik, emosional dan kognitif atau intelektual.
e. Gejala-gejala kecemasan
Kecemasan pada usia lanjut merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang dialami oleh usia lanjut atau berupa ketakutan yang tidak jelas dan hebat. Hal ini terjadi sebagai reaksi terhadap sesuatu yang dialami oleh seseorang (Nugroho, 2008, hal 101). Gejala-gejalanya adalah: a. Perubahan tingkah laku
b. Bicara cepat
c. Meremas-remas tangan d. Berulang-ulang bertanya
e. Tidak mampu berkonsentrasi atau tidak memahami penjelasan f. Tidak mampu menyimpan informasi yang diberikan
g. Gelisah h. Keluhan badan
i. Kedinginan dan telapak tangan lembab. f. Proses Adaptasi Kecemasan.
a. Mekanisme koping
1) Strategi pemecahan masalah.
atau menanggulangi masalah atau ancaman yang ada dengan kemampuan realistis. Strategi pemecahan masalah ini secara ringkas dapat digunakan dengan metode STOP yaitu Source, Trial and Error, Others, serta Pray and Patient. Source berarti mencari dan mengidentifikasi apa yang menjadi sumber masalah. Trial and error mencoba berbagi rencana pemecahan masalah yang disusun. Bila satu tidak berhasil maka mencoba lagi dengan metode yang lain. Begitu selanjutnya, others berarti meminta bantuan orang lain bila diri sendiri tidak mampu. Sedangkan pray and patient yaitu berdoa kepada Tuhan. Hal yang perlu dihindari adalah adanya rasa keputusasaan yang terhadap kegagalan yang dialami (Suliswati, 2005, hal 88).
2) Task oriented (berorentasi pada tugas)
a. Dipikirkan untuk memecahkan masalah, konflik, memenuhi kebutuhan dengan motivasi yang tinggi.
b. Realistis memenuhi tuntunan situasi stress. c. Disadari dan berorentasi pada tindakan.
d. Berupa reaksi melawan (mengatasi rintangan untuk memuaskan kebutuhan), menarik diri (menghindari sumber ancaman fisik atau psikologis), kompromi (mengubah cara, tujuan untuk memuaskan kebutuhan) (Suliswati, 2005).
3) Ego oriented
Dalam teori ini, ego oriented berguna untuk melindungi diri dengan perasaan yang tidak adekuat seperti inadequacy dan perasaan buruk berupa pengguanan mekanismme pertahanan diri (defens mechanism). Jenis mekanisme pertahanan diri yaitu (Suliswati, 2005, hal 89): a) Denial
Menghindar atau menolak untuk melihat kenyataan yang tidak diinginkan dengan cara mengabaikan dan menolak kenyataan tersebut.
b) Proyeksi
Menyalakan orang lain mengenai ketidakmampuan pribadinya atas kesalahan yang diperbuatnya. Mekanisme ini diguakan untuk mengindari celaan atau hukuman yang mungkin akan ditimpakan pada dirinya.
c) Represi
Menekan kedalam tidak sadar dan sengaja melupakan terhadap pikiran, perasaan, dan pengalaman yang menyakitkan.
d) Regresi
Kemunduran dalam hal tingkah laku yang dilakukan individu dalam menghadapi stress.
e) Rasionalisasi
Berusaha memberikan alasan yang masuk akal terhadap perbuatan yang dilakukanya.
f) Fantasi
Keinginan yang tidak tercapai dipuaskan dengan imajinasi yang diciptakan sendiri dan merupakan situasi yang berkhyal.
g) Displacement
Memindahkan perasaan yang tidak menyenangkan diri atau objek ke orang atau objek lain yang biasannya lebih kurang berbahaya dari pada semula.
h) Undoing
Tindakan atau komunikasi tertentu yang bertujuan menghapuskan atau meniadakan tindakan sebelumnya. i) Kompensasi
Menutupi kekurangan dengan meningkatkan kelebihan yang ada pada dirinya (Suliswati, 2005, hal 90).
g. Cara pengukuran kecemasan
Alat ukur tingkat kecemasan telah dikembangkan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya adalah kecemasan berdasarkan VAS (Visual Analog Scale), Demikian halnya dengan penelitian ini, karena kecemasan berdasarkan VAS telah terbukti dan banyak digunakan sebagai
referensi untuk penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kecemasan maka dalam penelitian ini untuk mengukur kecemasan suami dalam mengahadapi persalinan istrinya pada kehamilan primigravida juga digunakan VAS.
Gejala kecemasan berdasarkan VAS diukur berdasarkan skala yang bergerak 0 hingga 10. Angka 0 artinya tidak ada kecemasan dan angka 10 artinya kecemasan yang mencapai tingkatan panik.
Gejala kecemasan diukur berdasarkan ketentuan kecemasan ringan memiliki ciri sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar. Lapang persegi meluas, mampu menerima rangsangan kompleks, konsentrasi pada masalah dan menyelesaikan masalah secara efektif. Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan dan suara kadang-kadang meninggi (Stuart, 2007 hal 98)
Kecemasan sedang memiliki ciri sering nafas pendek, nadi ekstra sistolik dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare atau konstipasi, gelisah. Lapang persepsi menyempit, rangsang luar tidak mampu diterima, dan berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya. Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan), berbicara banyak dan lebih cepat, dan perasaan tidak nyaman (Stuart, 2007 hal 98).
Kecemasan berat memiliki ciri sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringant dan sakit kepala, penglihatan kabur. Lapang persepsi sangat menyempit dan tidak mampu menyelesaikan
masalah. Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat dan blocking. Panik meliputi nafas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi, pucat sakit dada dan rendahnya koordanasi motorik. Lapang persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi, tidak dapat berfikir logis, dan ketidakmampuan mengalami distorsi. Agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, bocking, presepsi kacau, kecemasan yang timbul dapat diidentifikasi melalui respon yang dapat berupa respon fisik, emosional dan kognitif atau intelektual (Stuart, 2007 hal 98).
2. Persalinan
a. Pengertian Persalinan
Proses persalinan adalah saat yang menegangkan dan mencemaskan bagi wanita dan keluarganya. Pada kebanyakan wanita, persalinan dimulai saat terjadi kontraksi uterus pertama dan dilanjutkan dengan kerja keras selama berjam-jam dilatasi dan melahirkan dan berakhir ketika wanita dan keluarganya memulai proses ikatan dengan bayi (Bobak, 2005, hal 215).
Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri dengan pelahiran plasenta. Penyebab awitan persalinan spontan tidak diketahui, walaupun sejumlah teori menarik telah dikembangkan dan perawatan profesional kesehatan mengetahui
cara menginduksi persalinan pada kondisi tertentu (Varney, 2008, hal 182)
Persalinan normal adalah persalinan pada presentasi belakang kepala (kepala janin lahir terlebih dahulu) melalui jalan lahir/vagina. Janin cukup bulan (37-40 minggu), lahir spontan/tanpa memakai alat, ditolong oleh tenaga kesehatan, tidak menimbulkan komplikasi pada ibu maupun bayi dan berlangsung dalam waktu 18-24 jam (Prawirohardjo, 2002, hal 90).
c. Proses persalinan
Proses persalinan dipengaruhi oleh beberapa kekuatan berikut ini (Huliana, 2008, hal 56):
1) Tenaga yang mendorong janin keluar, berupa tenaga ibu yang terdiri dari kontraksi/his dan tenaga mengejan.
2) Tahanan-tahanan yang ditimbulkan oleh leher rahim untuk membuka jalan lahir, heseran-geseran jalan lahir, dan tahanan otot-otot dasar panggul.
3) Gerakan-gerakan janin selama persalinan berlangsung.
Proses persalinan terdiri dari 4 tahap, yaitu tahap I, tahap II, tahap III dan tahap IV.
1) Tahap I
Tahap I adalah kala I atau kala pembukaan. Pada tahap ini terjadi kontraksi-kontraksi yang akan membuka jalan lahir sampai pembukaan lengkap. Pembukaan lengkap yaitu pembukaan jalan lahir
yang cukup dilewati oleh kepala janin
2) Tahap II
Tahap II ini disebut juga kala II atau kala pengeluaran. Tahap II dimulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi. Fase ini berlangsung sekitar 1 ½ jam pada anak pertama, untuk anak kedua dan seterusnya rata-rata ½ jam. Pada tahap II kontraksi/his mejadi lebih cepat dan kuat yang berlangsung selama 2-3 menit sekali. Biasanya bagian terendah janin sudah berada di bawah rongga panggul sehingga terjadi tekanan pada otot-otot dasar panggul. Secara refleks. Kondisi ini akan menimbulkan rasa mengejan, seperti hendak buang air besar. Ibu dapat mengejan secara spontan untuk menghindari wasir.
Enggagement dan mekanisme merupakan dua mekanisme persalinan. Mekanisme persalinan adalah gerakan posisi yang dilakukan oleh janin untuk menyesuaikan diri terhadap pelvis ibu. Gerakan ini diperkukan karena diameter terbesar janin harus sejajar dengan diameter terbesar pelvis ibu agar janin yang cukup bulan dapat melewati pelvis dan kemudian bayi dapat dilahirkan.
Upaya mengevaluasi kemajuan janin melalui pelvis, skrining untuk komplikasi yang berkembang dan fasilitasi kelahiran secara tepat penting dilakukan agar benar-benar diketahui mekanisme persalinan untuk setiap persentasi, posisi dan variasi janin (Varney, 2008, hal 183). Tahap mekanisme tersebut meliputi (Bobak, 2005 hal 286):
a) Enggagement
Apabila diameter bipartial kepala melewati pintu atas panggul, kepala dikatakan telah menancap pada pintu atas panggul. Kebanyakan wanita multipara, hal ini terjadi sebelum persalinan aktif dimulai karena otot-otot abdomen asih tegang, sehingga bagian presentasi terdorong ke dalam panggul.
b) Penurunan
Penurunan adalah gerakan bagian presentasi melewati panggul. Penurunan terjadi akibat tiga kekuatan yaitu tekanan cairan amnion, tekanan langsung kontraksi fundus pada janin dan kontraksi diafragma dan otot-otot abdomen.
c) Fleksi
Segera setelah kepala yang turun tertahan oleh serviks, dinding panggul atau dasar panggul, dalam keadaan normal fleksi terjadi dan dagu didekatkan kearah dada janin.
d) Putaran paksi dalam
Pintu atas panggul ibu memliki bidang paling luas pada diameter transvernya. Dengan demikian kepala janin melalui pintu atas dan masuk ke dalam panggul sejati dengan posisi oksipitotransversa. Akan tetapi bidang pintu ke bawah panggul yang terluas ialah diameter anteroposterior.
e) Ekstensi
anterior oleh perineum. Mula-mula oksiput melewati permukaan bawah simfitis pubis, kemudian kepala muncul keluar akibat ekstensi. Pertama-tama oksiput, kemudian wajah dan akhirnya dagu.
f) Ekspulsi
Setelah bahu keluar, kepala dan bahu diangkat ke atas tulang pubis ibu dan badan bayi dikeluarkan dengan gerakan fleksi lateral simfisis pubis. Ketika seluruh tubuh bayi keluar, persalinan bayi selesai. Ini merupakan akhir tahap kedua persalinan dan waktu saat tubuh bayi keluar seluruhnya, dicatat dalam catatan medis.
3) Tahap III
Tahap III disebut juga kala III atau kala uri, yang dimulai dari lahirnya bayi sampai lahirnya plasenta. Setelah bayi lahir,d arah tali pusat diambil untuk melakukan pemeriksaan terhadap bayinya. Rahim akan teraba keras sedikit di atas pusar. Beberapa menit kemudian, rahim akan berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dinding rahim. Biasnya plasenta lepas dalam 6-15 menit setelah bayi lahir dan keluar secara spontan. Saat plasenta dilahirkan, ibu tidak perlu mengejan lagi. Pengeluaran plasenta diikuti dengan keluarnya darah, kemudian perdarahannya diukur untuk menentukan apakah terjadi perdarahan yang melebihi batas normal. Plasenta diperiksa apakah ada kelainan, selanjutnya plasenta dikemas dan dirapikan di tempat bersalin atau dibawa pulang oleh keluarga.
4) Tahap IV
Tahap IV disebut juga kala IV, tahap ini merupakan mas satu atau dua jam setelah keluarnya plasenta. Pada tahap ini, keadaan bayi dan ibu diambil secara intensif., khususnya jika terjadi perdarahan pada ibu setelah melahirkan. Setelah seluruh tindakan selesai, tanda-tanda vital tubuh ibu, kontraksi rahim, keadaan kandung kemih, perdarahan serta kondisi jahitannya diobservasi secara intensif. Setelah diobservasi tubuh ibu dibersihkan dan diberi makanan dengan kandungan gizi yang baik agar tenaganya pulih kembali. Selanjutnya ibu akan menyusui bayinya. Setelah disusui, bayi akan ditempatkan dalam alat penghangat sampai suhu tubuh normal kembali. Pada saat ini, tubuh bayi akan dibersihkan dari darah dan verniks (lemak) yang berlebihan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik secara keseluruhan, mulai dari kepala sampai kaki beserta rangsangan-rangsangan refleksnya. Pemeriksaan rangsangan refleks yang biasanya dilakukan adalah refleks genggam, refleks kaki, refleks moro, serta refleks berjalan dan melangkah.
Selama proses persalinan pasangan dianjurkan hadir pada saat kelahiran bayi mereka jika ini sesuai dengan kebudayaan mereka. Keintiman psikologis unit keluarga dipelihara dan pasangan dapat terus memberikan dukungan yang diperlukan selama proses persalinan, hal ini dikarenakan pasangan memiliki kesempatan untuk menciptakan ikatan batin yang sama dengan bayi (Bobak, 2005, hal 286). Namun demikian
keteguhan hati seorang suami dalam mendampingi atau menunggu istri selama proses persalinan sangat diperlukan. Suami yang sedang menunggu istri selama proses persalinan memiliki perasaan yang bercampur aduk antara bahagia, stress dan kecemasan. Kecemasan yang timbul disebabkan oleh faktor kesiapan fisik, kesiapan mental psikologis, dan dari faktor kesiapan sosial ekonomi.
d. Intervensi medis dalam persalinan
Menurut Prawirahardjo (2002, hal 99) beberapa intervensi medis dalam persalinan adalah sebagai berikut:
1. Episiotomi
Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan tersebut. Oleh sebab itu, pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus mengacu pada penilaian klinik yang tepat dan teknik yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi (Sarwono, 2002, hal 78).
Dengan demikian tidak dianjurkan untuk melakukan prosedur episiotomi secara rutin karena mengacu pada pengalaman dan bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan oleh pakar dan klinisi, ternyata tidak terdapat bukti bermakna tentang manfaat episiotomi rutin.
Indikasi pada episiotomi ini meliputi :
a. Fasilitasi untuk persalinan dengan tindakan atau menggunakan instrumen
b. Mencegah robekan perineum yang kaku atau diperkirakan tidak mampu beradaptasi terhadap regangan yang berlebihan.
c. Mencegah kerusakan jaringan pada ibu dan bayi pada kasus letak/presentasi abnormal dengan menyediakan tempat lebih luas untuk persalinan yang aman.
2. Ekstraksi vakum
Ekstraksi vakum merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi. Oleh karena itu, kerjasama dan kemampuan untuk mengekspresikan bainya, merupakan faktor yang sangat penting dalam menghasilkan akumulasi tenaga dorongan dengan tarikan kearah yang sama. Tarikan pada kulit kepala bayi, dilakukan dengan membuat cengkraman yang dihasilkan dari aplikasi tekanan negatif (vakum). Terdapat 3 gaya yang bekerja pada prosedur ini, yaitu tekanan intrauterin, tekanan ekspresi eksternal dan gaya tarik
Indikasi dalam tindakan ini adalah kala II lama dengan persentasi kepala belakang/verteks. Kontraindikasinya adalah :
a. Malpresentasi (dahi, puncak kepala, muka, bokong) b. Panggul sempit (disproporsi kepala-panggul). 3. Seksio sesaria
Suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 5000 gr melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Sebelum keputusan untuk melakukan seksio sesaria diambil, pertimbangan
secara teliti indikasi dan resiko yang mungkin terjadi (perdarahan, cedera saluran kemih/usus, infeksi). Pertimbangan tersebut harus berdasarkan penilaian pra bedah secara lengkap, mengacu pada syarat-syarat pembedahan dan pembiusan. Sebelum tindakan seksio sesaria dilaksanakan terlebih dahulu dilakukan kajian usia kehamilan berdasarkan haid terakhir, profil biofisik, dan amneosentesis untuk menilai maturitas paru janin.
Indikasinya meliputi pada ibu yaitu : a. Disproporsi kepala panggul
b. Disfungsi uterus c. Distosia jaringan lunak d. Plasenta previa
Indikasi pada anak yaitu : a. Janin besar
b. Gawat janin c. Letak lintang 4. Robekan perineum
Dibagi menjadi 4 yaitu:
a. Tingkat I yaitu robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum.
b. Tingkat II yaitu robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai otot sfingter ani. c. Tingkat III yaitu robekan mengenai perineum sampai dengan otot
d. Tingkat IV, yaitu robekan mengenai perineum sampai dengan otot stingfer ani dan mukosa rektum
Robekan sekitar klitoris dan uretra dapat menimbulkan perdarahan hebat dan mungkin sangat sulit untuk diperbaiki. Penolong harus melakukan penjahitan reparasi dan hemostasi
B. Kerangka teori
Gambar 2.1 Kerangka teori
Sumber : Stuart (2007), Suliswati, dkk (2005)
Kecemasan ibu Faktor presdisposisi kecemasan :
• Peristiwa traumatic (macam-macam persalinan) • Konflik emosional • Konsep diri • Frustasi • Gangguan fisik
• Pola mekanisme koping • Riwayat gangguan
kecemasan • Medikasi
Faktor presipitasi Kecemasan :
• Ancaman terhadap integritas fisik
9 Sumber Internal 9 Sumber Eksternal • Ancaman terhadap Harga
diri
9 Sumber Internal 9 Sumber Eksternal
C. Kerangka konsep
Gambar 2.1 Kerangka konsep
D. Hipotesis
Ha : Ada hubungan antara macam-macam persalinan dengan tingkat kecemasan pada ibu multigravida di BPS. Yohanna Semarang.
Macam-macam persalinan
Kecemasan ibu