Bab V Hasil dan Analisis Pengujian Direct Shear Test
V.1 Hasil Pengujian Terhadap Sampel Yang Dibuat Di Laboratorium
Pengujian Direct Shear dilakukan dengan menggeser secara langsung sampel dua lapis bituminuous material. Prosedur pelaksanaan pengujian dari Direct Shear ini secara lengkap disajikan pada Lampiran B yang dibuat mengacu kepada ASTM Standard (ASTM, 2006). Pembacaan dial proving ring dilakukan pada interval pergeseran (flow) yang sudah ditentukan sebelumnya dan dibaca pada dial flow. Pembacaan dial proving ring ini dilakukan sampai suatu kondisi pembacaan dial yang tidak naik lagi atau menurun. Kondisi ini adalah kondisi failure pada sampel. Pembacaan interval pergeseran tersebut dapat dilihat pada Tabel V.1
Tabel V.1 Interval Pembacaan Pergeseran
No Rentang Pembacaan Pergeseran (mm) Interval Pembacaan Pergeseran (mm) 1 0,0 – 0,5 0,02 2 0,5 – 1,0 0,05 3 1,0 – 2,0 0,10 4 2,0 – dst 0,25
Untuk mengakomodir rentang pembacaan ini, dial proving ring harus mempunyai akurasi 0,0001 inch sedangkan dial flow mempunyai akurasi 0,01 mm. Hasil bacaan dial proving ring kemudian dikalikan dengan kalibrasi dari proving ring tersebut, yaitu sebesar 8,4319 Lbf per 0,0001 inch. Dengan luas bidang geser sampel tertentu maka didapat nilai shear stress nya yang dapat dikonversi dalam satuan MPa. Dari deretan nilai shear stress yang terjadi pada suatu pergeseran tertentu, diplotkan pada sumbu kartesian yang ordinatnya adalah shear stress (MPa) dan absisnya adalah displacement (mm), sehingga jejaknya terlihat pada Gambar V.1.
AG21-2 y = 0.0202x5 - 0.1819x4 + 0.6143x3 - 1.083x2+ 1.1753x - 9E-05 max(2.034, 0.669) y = 0.9613x + 0.0085 0.0 0.4 0.7 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 Displacement (mm) S h e a r S tr e s s (M P a )
Gambar V.1 Kurva Shear Stress-Displacement
Dari jejak shear stress dan displacement ini kemudian ditentukan persamaan polinomialnya dengan metoda regresi linier. Dengan menggunakan persamaan ini, Bond Stiffness ditentukan dari bagian linier pada awal kurva dan didapat persamaan garis lurus dengan regresi linear. Kemiringan garis lurus ini merupakan nilai dari Bond Stiffness. Sedangkan nilai maksimum dari persamaan polinomial adalah nilai Bond Strength nya.
Dari sampel yang seluruhnya dibuat di laboratorium dibuat variasi berdasarkan faktor-faktor eksperimental yang diduga dapat menjadi parameter kondisi bonding seperti yang terlihat pada Tabel V.2.
Tabel V.2 Variasi Pengujian Direct Shear untuk sampel yang fully fabricated
No Faktor Level
1 Tipe Campuran Beraspal (Lapis Atas) AC-WC ; AC-BC
2 Jenis Tackcoat CSS-1 ; MC800
3 Kadar tackcoat (ltr/m2) 0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5
Dari berbagai macam variasi seperti yang terlihat pada Tabel V.2, jika masing-masing variasi ada tiga dan dua sampel, maka didapat total sampel sebanyak : (2x2x6x2)x3 + (2x2x6x1)x2 = 192 buah. Dengan prosedur pengujian seperti terlihat pada Lampiran B, setiap sampel diuji Direct Shear untuk mendapatkan nilai Bond Strength dan Bond Stiffness. Secara lengkap nilai Bond Strength dan Bond Stiffness di tampilkan pada Tabel V.3 dan Tabel V.4. Beberapa sel-sel pada tabel-tabel tersebut terlihat tidak ada rekaman hasilnya, karena telah mengalami failure lebih dahulu pada saat kotak geser dan beban dipasangkan ke sampelnya.
Tabel V.4 Nilai Bond Stiffness (MPa/m) hasil Pengujian Direct Shear
Nilai-nilai Bond Strength seperti yang terlihat pada Tabel V.3 jika dibuat histogramnya dapat ditampilkan pada Gambar V.2 dan Gambar V.3.
Terlihat pada Gambar V.2 dan Gambar V.3, untuk setiap kadar tack coat kenaikan temperatur pengujian akan menyebabkan menurunnya nilai Bond Strength. Sedangkan faktor kadar tack coat terlihat tidak menunjukkan pola keteraturan yang dapat menyimpulkan bagaimana pengaruh faktor ini terhadap nilai Bond Strength. Dari kondisi ini dapat dianalisis, bahwa agak sulit menentukan kadar yang optimum dari aplikasi tackcoat pada sampel yang pembuatannya di overlay diatas lapisan beraspal yang baru (fresh pavement).
Bond Stre ngth AC-WC+AC-BC Tack Coat Emulsi 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Kadar Tackcoat (l/m2 ) Bo n d St re n g th ( M Pa )
Suhu Rendah Suhu Menengah Suhu Tinggi
Bond Strength AC-WC+AC-BC Tack Coat Cutback
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Kadar Tackcoat (l/m 2) B ond S ti ff n es s ( M P a /m )
Suhu Rendah Suhu Menengah Suhu Tinggi
Bond Strength AC-WC+AC-WC Tack Coat Cutback
0 0 0 1 1 1 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Kadar Tackcoat (l/m2) B o nd S tr engt h ( M P a )
Suhu Rendah Suhu Menengah Suhu Tinggi
Bond Strength AC-WC+AC-WC Tack Coat Emulsi
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Kadar Tackcoat (l/m2) B ond S tr e ngt h (M P a )
Suhu Rendah Suhu Menengah Suhu Tinggi
Gambar V2. Grafik Nilai Bond Strength pada Lapis (AC-WC)+(AC-WC)
Setidaknya ada dua faktor yang membuat kondisi tersebut terjadi. Faktor yang pertama adalah faktor rongga udara permukaan yang cukup besar dibandingkan perkerasan lama yang terlihat dari nilai VIM nya yang mengalami penurunan pada perkerasan lama yang sudah melayani lalu lintas. Faktor yang kedua adalah adanya penambahan kadar tack coat dari kandungan aspal perkerasan baru yang memberikan kontribusi terhadap kadar tack coat pada saat dipadatkan dalam kondisi panas. Kedua faktor ini akan dapat diatasi apabila lapisan atas sampel di gelar diatas lapisan perkerasan lama (old pavement) untuk mengetahui pengaruh faktor kadar tack coat terhadap nilai Bond Strength. Kondisi ini juga dialami pada penelitian mengenai evaluasi Bond Strength oleh tim Auburn University yang menerapkan kadar tack coat sampai dengan 0,4 ltr/m2. (West et al., 2005).
Berbeda dengan kondisi diatas, Soendiarto (2004) yang melakukan penelitian Bond Strength pada perkerasan komposit menyimpulkan bahwa kadar tackcoat optimum yang menghasilkan Bond Strength maksimum terjadi pada kadar tack coat 0,3 ltr/m2 untuk aspal cutback RC-70 dan 0,4 ltr/m2 untuk aspal emulsi CRS-1.
Hachiya dan Sato (1997) melakukan penelitian untuk tack coat aspal emulsi pada tingkat aplikasi 0,2 ltr/m2; 0,4 ltr/m2 dan 0,6 ltr/m2. Hachiya menyimpulkan bahwa bond strength terbesar dihasilkan pada kadar tack coat 0,2 ltr/m2, hal ini dapat terjadi karena perbedaan faktor proses evaporasi, karena makin kecil kadarnya maka makin cepat proses evaporasinya. Hal yang paling memastikan menurunnya bond strength adalah faktor terkontaminasinya tack coat terhadap debu selama masa konstruksinya. Bagaimanapun, material tack coat emulsi yang dimodifikasi dengan rubber akan menghasilkan bonding yang kuat sehingga cocok untuk perkerasan lapangan terbang. Satu hal yang menarik terlihat pada Gambar V.2 dan V.3, bahwa pada kadar tack coat 0 ltr/m2 (tanpa aplikasi tack coat), nilai bond strength yang terjadi mempunyai nilai yang cukup tinggi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kadar aspal pada lapisan beraspal terutama pada lapis perkerasan baru akan berkontribusi sebagai lapis pengikat
AC-WC+AC-WC Tack Coat Emulsi 0 100 200 300 400 500 600 700 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Kadar Tackcoat (l/m2) Bo n d St if fn e s s ( M Pa /m )
Suhu Rendah Suhu Menengah Suhu Tinggi
AC-WC+AC-WC Tack Coat Cutback
0 100 200 300 400 500 600 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Kadar Tackcoat (l/m2) Bo nd S tif fn es s ( M Pa /m )
Suhu Rendah Suhu Menengah Suhu Tinggi
AC-WC+AC-BC Tack Coat Emulsi
0 100 200 300 400 500 600 700 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Kadar Tackcoat (l/m2) Bo n d St if fn e s s ( M Pa /m )
Suhu Rendah Suhu Menengah Suhu Tinggi
AC-WC+AC-BC Tack Coat Cutback
0 100 200 300 400 500 600 700 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Kadar Tackcoat (l/m2) B o n d S ti ffn e s s ( M P a /m )
Suhu Rendah Suhu Menengah Suhu Tinggi
(tackcoat) sehingga menghasilkan bonding pada interface antar lapis perkerasan beraspal tersebut
Untuk nilai Bond Stiffness seperti yang ditunjukkan pada Tabel V.4 jika dibuat grafik histogram dapat dilihat pada Gambar V.4
Gambar V.4 Grafik Nilai Bond Stiffness hasil Pengujian Direct Shear
Karena nilai Bond Stiffness tidak mempunyai nilai yang unik untuk setiap interpretasi dari kurva Shear Stress-Displacement, maka hipotesis pengaruh kadar tackcoat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan nilai Bond Stiffness yang sesuai. Oleh karena itu, seperti yang terlihat pada Gambar V.4 nilai Bond Stiffness
mempunyai kelebihan pola keteraturan dibandingkan nilai Bond Strength seperti yang telah didiskusikan sebelumnya.
V.2 Faktor yang paling berpengaruh terhadap nilai Bond Strength
Dari berbagai macam faktor yang sudah dikembangkan pada penelitian ini, pertanyaan yang seringkali perlu dijawab adalah faktor-faktor manakah yang paling berpengaruh pada nilai-nilai paramater bonding. Untuk menganalisis faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam suatu percobaan multi factor seperti yang dilakukan pada penelitian ini maka suatu pendekatan yang disebut factorial design of experiments dapat digunakan untuk menganalisis perilaku ini. (Kennedy dan Neville, 1976). Yang dimaksud dengan Design of Experiments (DOE) adalah suatu metode statistik yang digunakan untuk membantu mengidentifikasi faktor-faktor mana yang mungkin berpengaruh terhadap suatu variabel pada suatu proses tertentu. (PMI, 2004).
Setiap faktor dalam design of experiment mempunyai taraf yang akan diuji apakah masing-masing taraf yang diberikan mempunyai perbedaan (difference) yang signifikan sehingga perubahan taraf yang terjadi untuk suatu faktor akan berpengaruh terhadap variabel yang ditinjau. Perbedaan (difference) yang ditinjau dalam kasus ini adalah dalam hal nilai variance nya, karena masing-masing taraf mempunyai nilai standard deviasi yang berbeda. Untuk menguji tingkat signifikansi perbedaan dari dua variance digunakan pengujian F (F test). Karena pada design of experiments pengujian signifikansi terhadap perbedaan variance melibatkan banyak faktor dengan taraf yang bervariasi maka F test yang dilakukan terhadap berbagai macam variance ini disebut metoda Analysis of Variance atau ANOVA (Kennedy dan Neville, 1976). Untuk lebih memperjelas metoda ini terutama perbedaannya dengan analisis korelasi, pada sub bab berikut akan diuraikan tentang konsep analisis korelasi dan perbedaannya dengan analisis varians.
V.2.1 Analisis Korelasi dan Analisis Varians.
Teknik didalam analisis korelasi seringkali kali dipakai untuk menunjukkan seberapa erat hubungan antara suatu nilai dengan faktor yang mempengaruhinya, atau dalam terminologi model matematis seringkali digunakan istilah hubungan antara variabel terikat (dependent variables) dengan variabel bebasnya (independent variabel). Oleh karena itu Sembiring (2003) mengatakan bahwa analisis korelasi berkaitan erat dengan analisis regresi dan amat sering digunakan dalam penelitian. Misalkan (x1,y1),
(x2,y2),…,(xn, yn) pasangan data terok yang diperoleh dari dua peubah acak X dan Y.
Pertanyaan yang ingin dijawab adalah bagaimana eratnya hubungan (linier) antara X dan Y. Disini tidak dipersoalkan hubungan kausal (sebab-akibat) dalam korelasi kendati hal itu merupakan masalah yang perlu dijawab akhirnya. Untuk menunjukkan korelasi antara X dan Y salah satu parameter yang digunakan adalah kovarians (sxy)
yang dinyatakan dengan persamaan berikut :
Kovarians mengukur besar dan arah hubungan linier antara dua peubah. Bila kovarians positif maka kedua peubah berubah searah, artinya bila X membesar maka Y juga membesar dan sebaliknya. Kovarians yang negatif berarti kedua peubah berubah berlawanan, bila yang satu membesar maka yang lainnya mengecil. Sayangnya konsep yang sangat berguna ini sulit menafsirkannya karena kedua peubah mungkin mempunyai satuan yang berlainan dan nilai kovarians tidak terbatas. Karena itu diperlukan ukuran yang lebih mudah menafsirkannya. Ukuran itu diperoleh dengan membakukan kovarians, yaitu membaginya dengan simpangan baku masing-masing peubah. Bila sx dan sy simpangan baku terok dari X dan Y maka koefisien korelasi antara X dan Y, rxy, adalah :
∑
− − − = ( )( ) 1 1 y y x x n sxy i i[
2 2]
1/2 ) ( . ) ( ) )( ( .∑
∑
∑
− − − − = = y y x x y y x x s s s r i i i i y x xy xy (V.1) (V.2)Dengan persamaan (V.2) maka nilai rxy berada pada nilai -1 ≤ rxy ≤ 1 sehingga dapat
dengan mudah menafsirkannya. Bila hubungan linier antara X dan Y sempurna maka rxy = ±1; +1 bila hubungan tersebut searah dan -1 bila berlawanan arah. Tiadanya
hubungan linier antara X dan Y ditandai dengan rxy = 0.
Walpole dan Myers (1989) menekankan bahwa koefisien korelasi antar dua peubah adalah menunjukkan suatu hubungan linier antara keduanya. Bila terdapat hubungan kuadratis yang erat antara X dan Y seperti pada Gambar V.5(b) koefisien korelasi sebesar nol akan diperoleh yang menunjukkan hubungan tak linier. Jika diperoleh suatu nilai koefisien korelasi sampel yang dekat dengan nol akan diperoleh data-data yang tampil tersebar acak seperti pada Gambar V.5(a) yang menunjukkan kecilnya hubungan sebab akibat.
Gambar V.5 Diagram pencar untuk nilai korelasi nol (Walpole dan Myers, 1989) Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa analisis korelasi adalah dipakai untuk mengukur erat tidaknya hubungan linier antara suatu faktor dengan suatu nilai-nilai yang diamati sehingga analisis ini kurang tepat dipakai untuk mengetahui faktor-faktor mana yang signifikan berpengaruh terhadap suatu nilai yang diamati. Untuk
maksud hal ini West et al. (2005) mengusulkan untuk menggunakan analisis varians (Analysis of Variance-ANOVA) untuk mengetahui faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap nilai Bond Strength dari suatu percobaan Direct Shear. Analisis varians adalah suatu metode untuk membagi suatu varians dari data percobaan yang diamati kedalam bagian-bagian yang berbeda, setiap bagian terhubung dengan suatu faktor yang diketahui. Dari sini dapat diperkirakan besarnya pengaruh yang dihasilkan dari berbagai faktor yang berbeda dan dapat ditentukan apakah bagian khusus dari suatu varians lebih besar dari suatu ekspektasi tertentu dalam suatu pengujian hipotesis nol (null hypothesis) (Ferguson, 1981).
Jika suatu varians dipahami sebagai rata-rata dari kuadrad deviasi, maka analisis varians berarti suatu teknik untuk menganalisis atau menguraikan seluruh varians atas bagian-bagiannya yang bermakna (Walpole dan Myers, 1989). Hal ini digunakan untuk penerapan pengujian terhadap signifikansi suatu data. Metoda ini secara detil diuraikan pada sub bab berikut.
V.2.2 Analisis varians pada percobaan multifaktor
Pada percobaan multifaktor suatu rancangan percobaan terdiri dari beberapa faktor yang seringkali diinginkan untuk diteliti seberapa penting pengaruh faktor-faktor tersebut pada suatu respons. Menurut Walpole dan Myers (1989), istilah faktor dipakai dalam arti yang luas untuk menyatakan setiap hal yang mempengaruhi percobaan, seperti suhu, waktu atau tekanan yang mungkin berubah dari suatu usaha ke usaha lainnya. Taraf suatu faktor didefinisikan sebagai tingkat atau jenis yang digunakan dalam percobaan yang terkait faktor yang ditinjau. Dalam setiap hal ini, tidak hanya menentukan apakah faktor-faktor berpengaruh pada respons saja yang penting tapi juga menentukan apakah terdapat interaksi antara faktor-faktor tersebut yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai yang diamati.
Interaksi antar faktor terkait dengan apakah perubahan suatu faktor berpengaruh terhadap faktor lainnya untuk suatu nilai yang diamati. Untuk lebih memperjelas konsep interaksi, tinjau Gambar V.6. Pada Gambar V.6 terlihat dua faktor yaitu A dan B masing-masing mempunyai dua taraf yaitu A1, A2 dan B1, B2 terhadap nilai rata-rata (means) dari data yang diamati. Jika faktor A dan B tidak berinteraksi maka perubahan taraf untuk faktor A akan seiring dengan perubahan taraf faktor B untuk suatu nilai means tertentu, hal ini ditunjukkan dengan sejajarnya kedua garis perubahan taraf masing-masing faktor seperti terlihat pada Gambar V.6(a).
Gambar V.6 Pengertian interaksi antar dua faktor (Edwards, 1979)
Sebaliknya jika faktor A dan faktor B mempunyai interaksi maka kedua garis perubahan taraf akan berpotongan seperti yang terlihat pada Gambar V.6(b).
Dalam ANOVA pengujian hipotesis yang dilakukan menggunakan uji F. Syarat pengujian F adalah kelompok data yang akan diuji mempunyai rata-rata yang sama tetapi berbeda dalam standard deviasinya atau variansnya. Rumus dari nilai F adalah : (Kennedy dan Neville, 1976).
(V.3)
s1 dan s2 adalah berturut-turut varians dari sampel 1 dan sampel 2 yang dibandingkan
perbedaannya dan s1 > s2. Karena definisi dari varians adalah rata-rata dari
kuadrad deviasi maka rumus-rumus dalam ANOVA diturunkan dari definisi ini yang dinyatakan dalam persamaan berikut (Kennedy dan Neville, 1976) :
Jumlah kuadrad deviasi =
∑
∑
∑
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = − n x x x x 2 2 2 ( ) ) (
Jumlah kuadrad deviasi seringkali disebut dengan Sum of Square of Deviation atau disingkat Sum of Square (SS). Sesuai dengan definisi varians diatas maka varians adalah rata-rata dari Sum of Square (Mean of Sum of Square) seringkali disingkat dengan Mean Square (MS), oleh karena itu persamaan (V.3) dapat dituliskan menjadi:
MS1 adalah varians dari satu faktor yang ditinjau, sedangkan MS2 adalah varians dari
total setiap faktor secara terpisah. MS2 biasanya merupakan selisih dari varians total
sampel dengan varians dari semua faktor yang ada.
Dalam analisis varians untuk percobaan faktorial biasanya direpresentasikan dalam bentuk tabel ANOVA yang dapat dilihat pada Tabel V.5. yang secara tipikal melibatkan suatu design of experiment dengan dua faktor. Untuk faktor yang lebih dari dua dapat dikembangkan dari tabel tersebut.
2 2 2 1
s
s
F
=
2 1 MS MS F = (V.4) (V.5)Tabel V.5 Tabel ANOVA Faktor Sum of Square (SS) Degree of Freedom Mean Square (MS) F A SSA a-1 1 − = a SS MS A A E A A MS MS f = B SSB b-1 1 − = b SS MS B B E B B MS MS f = (A*B)
interaksi SS(A*B) (a-1)(b-1) ( 1)( 1)
) * ( ) * ( = − − b a SS MS A B A B E B A B A MS MS f( * ) = ( * ) Error SSE ab(n-1) ) 1 ( − = n ab SS MS E E Total SST abn-1
Jika data pengamatan percobaan secara tipikal terlihat pada Tabel V.6 maka rumus-rumus yang berkaitan dengan nilai-nilai Sum of Square dapat dilihat pada persamaan(V.6) sampai dengan persamaan (V.10).
Tabel V.6 Tabel data tipikal hasil percobaan multifaktor
B A 1 2 … b Jumlah 1 T11 T12 … T1b. T1. 2 T21 T22 … T2b. T2. … … … … … … a Ta1 Ta2 … Tab Ta. Jumlah T.1 T.2 … T.b T..
∑ ∑ ∑
= = = − = a i b j n k ijk T abn T T SS 1 1 1 2 .. 2 (V.6) abn T bn T SS a i i A 2 .. 1 2 .. − =∑
= (V.7) abn T an T SS b j j B 2 .. 1 2 . − =∑
= (V.8) abn T an T bn T n T SS b j j a i i a i b j ij B A 2 .. 1 2 . 1 2 . 1 1 2 ) * ( = − − +∑
∑
∑ ∑
= = = = (V.9) ) * (SS
SS
SS
SS
SS
=
−
−
−
(V.10)Contoh perhitungan rinci yang melibatkan Tabel V.5 dan persamaan (V.6) sampai (V.10) dapat ditemukan pada buku karangan Kennedy dan Neville (1976).
Analisis selanjutnya dari ANOVA adalah menganalisis hasil perhitungan nilai F (Fhitung) dan membandingkannya dengan nilai F pada level of confidence (α) tertentu
atau dengan kata lain nilai F pada probabilitas (1-α). Hasil uji F ini digunakan untuk menyimpulkan suatu hipotesis ‘tidak ada perbedaan’ sebagai null hyphotesis dan ‘terdapat perbedaan yang signifikan’ sebagai hipotesis tandingannya. Dengan suatu confidence level (α) tertentu maka null hypothesis akan ditolak apabila nilai Fhitung
yang menghasilkan probabilitas α’ lebih kecil dari probabilitas (1-α) artinya terdapat perbedaan rata-rata (means) yang signifikan antara berbagai taraf yang ditinjau, sehingga faktor yang terkait sangat berpengaruh terhadap nilai variabel yang diamati. Sebaliknya jika α’ lebih besar dari (1-α) maka null hypothesis diterima artinya tidak ada perbedaan rata-rata (means) sehingga faktor yang terkait tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai variabel yang diamati, seperti yang terlihat pada Gambar V.7.
Terlihat pada Gambar V.7, pada confidence level 95% atau probabilitas 5% maka nilai F nya untuk derajad kebebasan 10 dan 20 adalah sebesar 2.35. Dari perhitungan varians didapat Fhitung = 2.25, maka dengan derajad kebebasan 10 dan 20 didapat
probabilitas α’ yang lebih besar dari 5% sehingga null hypothesis ditolak.
Untuk menghitung nilai Fhitung yang menghasilkan probabilitas α’ serta besaran
lainnya dalam tabel ANOVA (Tabel V.5) maka program SPSS 13 dapat digunakan untuk membantu menganalisisnya.
V.2.3 Perhitungan ANOVA untuk Bond Strength
Pengujian Direct Shear yang dilakukan terhadap sampel yang fully fabricated melibatkan berbagai macam faktor dan taraf seperti yang terlihat pada Tabel V.7 berikut.
Tabel V.7 Faktor dan Taraf dari percobaan Direct Shear
Faktor Taraf Derajad
Kebebasan (AC-WC)+(AC-WC) Mix_Type (AC-WC)+(AC-BC) 1 CSS-1 Tack_Type MC-800 1 0 0,1 0,2 0,3 0,4 Tack_Rate 0,5 5 28 40 Temperature 60 2
Hasil percobaan Direct Shear dalam nilai parameter Bond Strength terangkum pada Tabel V.3. Pertama-tama harus diperiksa terlebih nilai rata-rata dan standar deviasi dari pengelompokan data sesuai faktor dan taraf pada Tabel V.7 yang hasilnya dapat dirangkum pada Tabel V.8. Analisis varians terhadap Bond Stiffness tidak dilakukan
karena belum terdapat nilai yang unik dari suatu pengujian Direct Shear yang sudah dikerjakan. Nilai Bond Stiffness yang didapatkan masih berada dalam suatu rentang tertentu, yang pemilihan nilainya diambil dari hipotesa kecenderungan pengaruhnya terhadap faktor tertentu.
Tabel V.8. Nilai Means, Standar Deviasi dan COV untuk setiap pengelompokan data untuk faktor-faktor utama
Parameter Statistik Bond Strength Faktor Taraf
Rata-rata
(MPa) Standar Deviasi COV
*) (AC-WC) + (AC-WC) 0,879 0,213 24,3% Mix_Type (AC-WC) + (AC-BC) 0,835 0.857 0,227 0,857 27,2% 28,3% CSS-1 0,883 0,238 27,0% Tack_Type MC-800 0,829 0,856 0,199 0,856 24,1% 31,5% 0,0 0,899 0,216 24,0% 0,1 0,826 0,265 32,1% 0,2 0,816 0,186 22,8% 0,3 0,857 0,162 18,9% 0,4 0,892 0,257 28,8% Tack_Rate 0,5 0,842 0,855 0,231 0,855 27,5% 28,1% 28 1,021 0,260 25,5% 40 0,763 0,102 13,4% Temperature 60 0,750 0,845 0,105 0,845 14,0% 30,2%
*)COV = Coefficient of Variance, merupakan rasio antara Standard Deviasi dengan
Means (rata-rata)
Terlihat pada Tabel V.8 semua average means mempunyai nilai yang sama dan average standar deviasi mempunyai nilai yang berbeda, sehingga pengujian F dapat digunakan untuk analisis varians. Selanjutnya analisis varians dilakukan dengan melengkapi sel-sel pada Tabel ANOVA sesuai Tabel V.5. Pertama-tama dihitung Sum of Square Total (SST) dengan menggunakan persamaan (V.6), yaitu :
Berikutnya dihitung Sum of Square dari masing-masing faktor yang dimulai dari faktor utama yang pertama yaitu Mix_Type, yaitu :
Selanjutnya dengan cara yang sama dihitung Sum of Square dari faktor-faktor yang lain beserta interaksinya. Perhitungan Sum of Square yang terakhir adalah untuk Sum of Square Error dengan persamaan (V.10), yaitu :
Bagian yang terakhir dari analisis varians adalah pengujian signifikansi dari varians setiap faktor yang ditinjau. Pengujian yang dilakukan adalah menggunakan pengujian F sehingga harus dihitung nilai Fhitung sesuai persamaan (V.5). Nilai Fhitung ini dengan
menggunakan distribusi F dapat ditentukan probabilitasnya, α’. Nilai probabilitas, α’, ini kemudian dibandingkan dengan probabilitas (1-α) dari confidence level α tertentu. West et al. (2005) mengusulkan confidence level untuk pengujian signifikansi suatu faktor tehadap nilai-nilai Bond Strength adalah sebesar 95%, sehingga untuk penelitian ini menggunakan confidence level 95%.
Sebagai contoh untuk faktor Mix_Type nilai Fhitung adalah : 2,7922
0344 , 0 096 , 0 = = hitung F
Dengan Fhitung 2,7922 dan derajad kebebasan 1 dan 99 maka dengan distribusi F dapat
ditentukan nilai probabilitas α’ = 9,8%. Nilai ini lebih besar dari probabilitas 5% pada level of confidence 95%, sehingga null hypothesis diterima yang berarti varians dari faktor Mix_type tidak ada perbedaan yang signifikan pada confidence level 95% dan taraf yang dibuat tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai Bond Strength.
(
) (
)
(
) (
)
8,301 171 41 , 146 641 , 0 ... 937 , 0 979 , 0 2 2 2 2 + + + − = = T SS(
) (
)
(
)
[
]
[
(
) (
)
(
)
]
(
)
0,096 171 41 , 146 88 641 , 0 ... 560 , 1 200 , 1 83 641 , 0 ... 937 , 0 979 , 0 2 2 2 2 2 2 2 _ − = + + + + + + + = Type Mix SS 405 , 3 896 , 4 301 , 8 − = = − = T All⋅Factors E SS SS SSProsedur ANOVA yang sudah dilakukan pada penjelasan ini secara mudah dapat dikerjakan dengan bantuan program komputer SPSS 13 yang secara lengkap Tabel ANOVA dapat disajikan pada Tabel V.9
Tabel V.9 Hasil ANOVA untuk Bond Strength dengan program SPSS 13
Faktor Sum of Squares (SS) DoF Mean Square (MS) Fhitung Prob. (α’) Significance ? Mix_Type 0,096 1 0,096 2,792 9,79% Tidak Tack_Type 0,134 1 0,134 3,883 5,16% Tidak Tack_Rate 0,158 5 0,032 0,917 47,33% Tidak Temperature 2,621 2 1,311 38,109 0,00% Ya
Mix_Type * Tack_Type 0,050 1 0,050 1,468 22,85% Tidak
Mix_Type * Tack_Rate 0,292 5 0,058 1,696 14,27% Tidak
Tack_Type * Tack_Rate 0,044 5 0,009 0,258 93,50% Tidak
Mix_Type * Tack_Type *
Tack_Rate 0,046 5 0,009 0,270 92,86% Tidak
Mix_Type * Temperature 0,101 2 0,050 1,468 23,54% Tidak
Tack_Type * Temperature 0,018 2 0,009 0,258 77,32% Tidak
Mix_Type * Tack_Type *
Temperature 0,029 2 0,014 0,420 65,84% Tidak
Tack_Rate * Temperature 0,565 10 0,032 0,918 52,01% Tidak
Mix_Type * Tack_Rate *
Temperature 0,555 10 0,056 1,615 11,31% Tidak
Tack_Type * Tack_Rate *
Temperature 0,138 10 0,014 0,402 94,30% Tidak
Mix_Type * Tack_Type *
Tack_Rate * Temperature 0,049 10 0,005 0,142 99,90% Tidak
Error 3,405 99 0,034
Total 8,301 170
Berdasarkan analisis pada Tabel V.9, dengan level of confidence 95% terlihat bahwa hanya ada satu faktor yang berpengaruh terhadap nilai Bond Strength yaitu faktor temperatur, sedangkan faktor yang lainnya mempunyai probabilitas α’ lebih besar dari 5% sehingga varians dari faktor yang ditinjau tidak mempunyai perbedaan yang signikan atau faktor yang terkait tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai Bond Strength. Pernyataan ini mendukung penjelasan pada sub bab V.1 bahwa dalam percobaan laboratorium menggunakan sampel dari campuran beraspal yang
dibuat di laboratorium (freshly bituminuous mix) agak sulit menentukan kadar tackcoat yang optimum sehingga terlihat pada ANOVA faktor tack rate tidak berpengaruh pada nilai Bond Strength. Akan tetapi pada kenyataannya kuantitas tack coat yang dihamparkan haruslah optimum tidak kurang dan juga tidak berlebihan, sesuai penelitian yang telah dilakukan peneliti sebelumnya (Soendiarto, 2006 ; Hachiya dan Sato, 1998). Oleh karena itu dengan penelitian ini, apabila ingin mengetahui kadar tack coat yang optimum tidak direkomendasikan menggunakan sampel dari material beraspal yang baru dibuat (fresh). Oleh karena itu pada percobaan berikutnya digunakan sampel dari coring lapangan (old pavement) seperti yang dijelaskan pada sub bab V.3.
Untuk faktor temperatur tetap memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai Bond Strength sesuai hasil ANOVA diatas. Oleh karena itu perilaku kondisi bonding antar lapis perkerasan di lapangan akan sangat tergantung kepada temperatur perkerasan. Pada temperatur yang tinggi nilai Bond Strength akan rendah sehingga daya lekat antar lapis perkerasan juga akan berkurang. Perlu penelitian yang ekstensif di lapangan untuk memastikan hubungan antara nilai Bond Strength yang rendah akibat kenaikan temperatur perkerasan yang akan menyebabkan kerusakan struktur perkerasan jalan.
Analisis dengan pendekatan statistik yang telah dilakukan untuk kondisi data penelitian yang telah dihasilkan cukup sampai pada faktor yang berpengaruh terhadap design of experiment yang dilakukan. Jika data yang dihasilkan mendukung (kecukupan data, variabilitas sampel) maka analisis dapat dilanjutkan ke pemodelan matematis dari Bond Strength sebagai variabel dependent dan faktor-faktor yang berpengaruh sebagai variabel independent nya dengan menggunakan analisis regresi dengan banyak variabel. Untuk kasus diatas terlihat hanya satu faktor yang berpengaruh signifikan yaitu faktor temperatur, sehingga melibatkan faktor lainnya yang diindikasikan secara kuat berpengaruh (misalnya faktor kadar tack coat) belum dapat dilakukan dengan baik.
V.3 Hasil Pengujian Terhadap Sampel Kombinasi dari Lapangan dan Laboratorium
Pada percobaan ini akan dievaluasi pengaruh dari beberapa faktor terhadap kondisi bonding antar lapis perkerasan beraspal dengan berbagai macam kondisi pengujian Direct Shear pada beban normal dan temperatur pengujian tertentu. Faktor-faktor tersebut adalah terkait dengan kadar tackcoat (0, 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 ltr/m2) dan temperatur pengujian (28 oC, 40 oC, 60 oC). Sample pengujian secara skematik dapat dilihat pada Gambar V.8.
Gambar V.8 Skematik Sampel Pengujian
Untuk sampel bagian bawah digunakan lapis perkerasan lama (old pavement) yang didapat dari pengambilan sampel blok 40x40cm di lapangan pada ruas Palimanan Jatibarang, kemudian dipotong sisi-sisinya menjadi 30x30cm dan tebal 5cm seperti terlihat pada Gambar V.9.
Dari rencana pembuatan sampel seperti diuraikan diatas, dibuat variasi untuk pengujian Direct Shear seperti yang tercantum pada Tabel V.10.
Tabel V.10 Variasi Pengujian Direct Shear
No Faktor Level
1 Tipe Campuran Beraspal (Lapis Atas) AC-WC
2 Jenis Tackcoat CSS-1
3 Kadar tackcoat (ltr/m2) 0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5
4 Suhu ( oC ) 28; 40; 60
Secara lengkap nilai Bond Strength dan Bond Stiffness di tampilkan pada Tabel V.11 dan Tabel V.12.
Tabel V.11 Nilai-nilai Bond Stiffness (MPa/m)
Pengaruh Kadar Tackcoat dan Temperatur pada
Bond Stiffness
y = -5561.3x2 + 3058.1x + 351.39 R2 = 0.2982 y = -4993.4x2 + 3076.1x + 266.54 R2 = 0.5631 y = -4370.4x2 + 2511.4x + 418.12 R2 = 0.615 0 200 400 600 800 1000 1200 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Kadar Tackcoat (l/m2) B ond S tif fn es s ( M P a /m )____ : Suhu 28 C . . . : Suhu 40 C _ _ _ _ : Suhu 60 C
Variasi pemberian tack coat dilakukan mulai dari kadar 0,1 ltr/m2; 0,2 ltr/m2; 0,3 ltr/m2; 0,4 ltr/m2; 0,5 ltr/m2; dan tanpa pemberian tack coat. Dengan analisis regresi yang terlihat pada Gambar V.10 dan Gambar V.11 bahwa persamaan kuadrad yang dihasilkan menunjukkan kecenderungan penambahan kadar tack coat yang berlebihan akan menurunkan nilai Bond Stiffness dan Bond Strength.
Gambar V.10 Pengaruh Kadar tack coat terhadap Bond Stiffness
Dari kurva ini terlihat bahwa pemberian kadar tackcaot 0,3 ltr/m2 sampai dengan 0,4 ltr/m2 akan menghasilkan nilai Bond Stiffness dan Bond Strength yang maksimum pada tiga temperatur yang berbeda, 28 oC, 40 oC dan 60 oC.
Pengaruh Kadar Tackcoat dan Temperatur pada Bond Strength y = -4.0048x2 + 2.5361x + 0.3035 R2 = 0.7502 y = -4.0186x2 + 2.3073x + 0.3478 R2 = 0.4036 y = -2.238x2 + 1.9382x + 0.5355 R2 = 0.7841 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 Kadar Tackcoat (l/m2) B ond S tr e ngt h ( M P a )
____ : Suhu 28 C . . . : Suhu 40 C _ _ _ _ : Suhu 60 C
Gambar V.11 Pengaruh Kadar tack coat terhadap Bond Strength
V.4 Analisis Internal Friction pada Interface Antar Lapis Perkerasan Beraspal
Faktor friksi pada interface antar lapisan beraspal juga berpengaruh terhadap kondisi bonding antar lapisan beraspal. Pada material beraspal mempunyai besaran mekanis yang menggabungkan kedua aspek kohesi, yaitu ketahanan material terhadap geser tanpa adanya tegangan tambahan dan aspek internal friction, yaitu ketahanan material terhadap geser akibat adanya tegangan tambahan, misalnya normal, yang diterapkan pada material (RRL, 1962). Untuk memperkirakan besar internal friction pada interface antar lapisan beraspal, persamaan Coulomb seperti terlihat pada persamaan V.11, dapat disusun dari percobaan Triaxial atau Direct Shear dengan beban normal yang bervariasi.
(V.11)
Grafik Bond Strength vs Tegangan Normal
y = 1.4707x + 0.2744 R2 = 0.7761 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 Tegangan Normal (MPa)
B ond S tr eng th ( M P a )
Dengan memvariasikan beban normal dari 0; 60; 125; 185; dan 250 kg, didapat nilai Bond Strength terkait penerapan Beban Normal tersebut seperti terlihat pada Tabel V.13.
Tabel V.13 Nilai Bond Strength untuk Tegangan Normal yang bervariasi
.
Gambar V.12 Faktor Internal Friction pada Interface
Dari grafik pada Gambar V.12, nilai kohesi dari interface ini adalah sebesar 0.2744 MPa dan sudut gesernya, φ=55.79o. Makin besar sudut geser ini maka makin besar pula kontribusi internal friction terhadap nilai Bond Strengthnya.
Bond Strength (MPa) Beban (kg) Tegangan Normal (MPa) 1 2 3 4 5 6 0 0,00 0,063 0,162 0,138 0,204 0,228 0,274 60 0,12 0,396 0,351 0,398 0,671 0,713 0,613 125 0,25 0,597 0,688 0,674 0,794 0,749 0,807 185 0,37 0,745 0,826 0,674 1,109 0,811 • 250 0,50 0,782 0,870 0,790 1,050 1,196 0,989
φ
σ
τ
=
C
+
n×
tan
V.5 Rentang Nilai Bond Stiffness dan Bond Strength
Dari pengujian sampel yang full fabricated seperti yang telah diuraikan pada subbab V.1, terlihat nilai-nilai Bond Stiffness yang didapat relatif berada pada rentang 330 – 1.100 MPa/m untuk lapisan WC dan rentang 130 – 1300 MPa/m untuk lapisan AC-BC. Rentang ini masih berada pada kondisi intermediate dengan mengacu pada studi teoritis yang dilakukan Hakim (2002) yang menggunakan program BISAR dimana didapat rentang Bond Stiffness (Ks) sebagai berikut : De bonding Ks<100 MPa/m ;
Intermediate Case:100≤Ks<10,000 MPa/m;Full Bonding:Ks≥10,000 MPa/m
Untuk menyelidiki lebih jauh apakah pengujian Direct Shear akan menghasilkan nilai Bond Stiffness pada rentang yang lebih tinggi, perlu dipersiapkan sampel lain yang diperkirakan mempunyai daya lekat yang kuat, yaitu sampel hasil coring baik untuk kondisi monolit maupun yang multilayer.
Tabel V.14 Nilai Bond Stiffness dan Bond Strength dari Sampel Coring
Catatan : IWT = Inner Wheel Track OWT = Outer Wheel Track X=Lapis Atas Y=Lapis Bawah
No STA Nama Lajur Bond Stiffness
(MPa/m) Bond Strength (MPa) MULTILAYERED 1 29+775 CEPAT IWT 1.052,1 1,725 2 30+195 CEPAT IWT 907,5 1,655 3 30+195 CEPAT OWT 1.039,8 1,742 4 30+565 CEPAT OWT-X 565,1 1,153 5 30+565 CEPAT OWT-Y 878,3 1,468 6 31+380 CEPAT OWT-X 907,1 1,186 7 31+380 CEPAT OWT-Y 502,8 1,012 8 31+380 LAMBAT IWT 660,8 1,241 9 31+380 LAMBAT OWT-X 1.069,7 1,637 10 31+800 CEPAT OWT 618,0 1,124 11 31+870 LAMBAT IWT 699,5 1,331 12 31+870 LAMBAT OWT 527,1 1,711 13 32+060 CEPAT IWT 778,5 0,888 14 32+450 LAMBAT IWT-X 987,4 1,757 15 32+450 LAMBAT IWT-Y 774,8 0,955 MONOLIT 1 32+060 CEPAT OWT 1.191,5 1,624 2 32+720 LAMBAT OWT 1.072,6 1,792
Pengambilan sampel coring seperti yang telah diuraikan pada sub bab IV.9, kemudian diuji dengan Direct Shear yang hasilnya dapat ditampilkan pada Table V.14.
Jika seluruh hasil pengujian Direct Shear seperti yang disajikan pada Tabel V.3, Tabel V.4 sebagai kategori fresh pavement, dan Tabel V.14 sebagai kategori old pavement dan monolit, kemudian dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan pertimbangan bahwa fresh pavement dan old pavement sebagai sampel lapis perkerasan yang dibuat di laboratorium dan in situ adalah tidak mungkin mencapai kondisi daya lekat yang full bonding karena kondisi ini adalah kondisi ideal. Keduanya mempunyai mempunyai daya lekat yang partial bonding. Kondisi yang partial bonding ini dapat dikelompokkan lagi berdasarkan tingkat penyebaran data hasil pengujian Direct Shear. Sedangkan kondisi ideal yang full bonding hanya dapat dicapai untuk lapis perkerasan yang monolit terutama sampel hasil coring di lapangan.
Tabel V.15 Batas-batas nilai Bond Stiffness dan Bond Strength sesuai kategori
Bond Stiffness (MPa/m)
Fresh Pavement (Full Fabricated) Old Pavement (Coring) Monolit Pavement (Coring) Rata-rata 522.5 797.9 1132 Standar Deviasi 114.82 196.34 - Batas Atas 637 994 - Batas Bawah 407 600 - Jumlah Sampel 53 15 2
Bond Strength (MPa)
Fresh Pavement (Full Fabricated) Old Pavement (Coring) Monolit Pavement (Coring) Rata-rata 1 1.37 1.71 Standar Deviasi 0.26 0.31 - Batas Atas 1.27 1.69 - Batas Bawah 0.74 1.06 - Jumlah Sampel 53 15 2
Pada Gambar V13 dan Gambar V.14 disajikan data scattered nilai Bond Stiffness dan Bond Strength dari semua pengujian Direct Shear pada studi ini, terutama untuk temperatur pengujian standar (28oC). Rata-rata dan standard deviasi yang menghasilkan batas atas dan batas bawah yang secara lengkap terlihat pada Tabel V.15.
Gambar V.13 Data scattered nilai-nilai Bond Stiffness
Dengan mengambil nilai-nilai batas atas dan batas bawah dari masing-masing jenis sampel seperti pada Tabel V.15 dan mengambil rata-rata dari batas-batas yang overlap, maka dapat ditentukan rentang Bond Stiffness dan Bond Strength yang merupakan parameter bonding hasil uji laboratorium seperti terlihat pada Tabel V.16.
Tabel V.16 Rentang kondisi bonding hasil pengujian Direct Shear
No Bond Stiffness (Ks)
(MPa/m)
Bond Strength (Bs)
(MPa) Kondisi Bonding
1 ≤ 407 ≤ 0.74 Partial Bonding (Weak)
2 407 < Ks ≤ 619 0.74 < Bs ≤ 1.2 Partial Bonding (Medium)
3 619 < Ks ≤ 1,063 1.2 < Bs ≤ 1.7 Partial Bonding (Strong)
4 > 1,063 > 1.7 Full Bonding
V.6 Pemanfaatan batas kondisi bonding pada kajian struktur perkerasan lentur
Saat ini, sebagian besar desain perkerasan lentur jalan raya mengasumsikan bahwa daya lekat yang sangat kuat (full bond) terjadi antar lapis perkerasan. Daya lekat (bonding) yang lemah antar lapis perkerasan beraspal adalah salah satu penyebab dari berbagai kerusakan perkerasan jalan. Pengelupasan perkerasan jalan yang seringkali terjadi pada titik percepatan lalu lintas, pengereman kendaraan, kendaraan berbelok adalah masalah yang banyak terjadi terkait lemahnya daya lekat (bonding) antar lapisan beraspal. Banyak peneliti mempercayai bahwa jenis kerusakan ini terjadi karena tingginya tegangan horizontal dan kurangnya adhesi dan bonding pada interface antar lapisan beraspal (Hachiya dan Sato, 1998). Kondisi daya lekat ini tidak diketahui dan berada pada rentang mulai daya lekat yang sangat kuat (full adhesion) sampai dengan tidak adanya daya lekat sama sekali (zero adhesion), tergantung pada material properties dan kualitas konstruksinya.
Besarnya nilai kapasitas daya lekat untuk menahan tegangan geser pada interface agar tidak terjadi slippage maupun pengelupasan lapis perkerasan adalah sangat diperlukan untuk perencanaan struktur perkerasan. Lokasi di persimpangan jalan tempat kendaraan berbelok, mengerem dan mempercepat adalah lokasi yang sangat kritis untuk mengetahui kapasitas daya lekat lapisnya agar tidak terjadi kerusakan jalan.
Pentingnya mengetahui daya lekat antar lapis perkerasan dengan parameter Bond Strength dan Bond Stiffness sebagai kuantifikasi untuk analisis struktur lanjutan yang melibatkan faktor bonding sangat diperlukan. Batas-batas kondisi seperti yang sudah ditemukan pada penelitian ini setidaknya dapat menjadi preliminary analysis untuk melibatkannya dalam desain struktur perkerasan lentur.