TATA GEREJA DAN
TATA LAKSANA
GEREJA KRISTEN INDONESIA
TATA GEREJA DAN
TATA LAKSANA
GEREJA KRISTEN INDONESIA
Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT) Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen Indonesia.
-- Cet. I, ed. 1.
-- Jakarta: Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Kristen Indonesia, 2009.
Xx, 366 hlm.; 22 cm.
ISBN 978-979-97755-2-8
I. Gereja – Indonesia I. Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Kristen Indonesia.
275.98
TATA GEREJA DAN TATA LAKSANAGEREJA KRISTEN INDONESIA
Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Kristen Indonesia 2009/BPMS GKI/Bk/015
Tata letak: Widyowati Purwanto Johanes
Desain sampul: H T Pramono
©Hak Cipta dan hak lainnya dilindungi undang-undang.
Diterbitkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Kristen Indonesia.
e-mail: synodgki@indo.net.id
Jakarta 2009 Edisi pertama Cetakan Pertama
Dilarang mengutip dan/atau menggandakan seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit.
Dicetak oleh PT Adhitya Andrebina Agung Isi di luar taggung jawab percetakan
DAFTAR ISI
Daftar Isi 5
Kata Pengantar 19
I. TATA GEREJA 21
A. MUKADIMAH 23
MUKADIMAH 25
Penjelasan tentang Mukadimah 27
B. TATA DASAR 35
Pasal 1 Hakikat dan Wujud 37
Pasal 2 Nama dan Tempat Kedudukan 37
Pasal 3 Pengakuan Iman 38
Pasal 4 Tujuan 38
Pasal 5 Persekutuan 38
Pasal 6 Kesaksian dan Pelayanan 39
Pasal 7 Pembangunan Gereja 39
Pasal 8 Keanggotaan 39
Penjelasan tentang Tata Dasar 45
Pasal 1 Hakikat dan Wujud 45
Pasal 2 Nama dan Tempat Kedudukan 46
Pasal 3 Pengakuan Iman 47
Pasal 4 Tujuan 47
Pasal 5 Persekutuan 47
Pasal 6 Kesaksian dan Pelayanan 47
Pasal 7 Pembangunan Gereja 48
Pasal 8 Keanggotaan 48
Pasal 9 Jabatan Gerejawi 48
Pasal 10 Kepemimpinan 48
Pasal 11 Harta Milik 50
Pasal 12 Tata Laksana 51
Pasal 13 Perubahan 51
Pasal 14 Penutup 51
II. TATA LAKSANA 53
A. Hakikat dan Wujud 55
BAB I JEMAAT 55
Pasal 1 Tahapan untuk Pelembagaan Jemaat 55
Pasal 2 Pos Jemaat 55
Pasal 3 Bakal Jemaat 56
Pasal 4 Perubahan Status Bakal Jemaat
Menjadi Pos Jemaat 58
Pasal 5 Jemaat 58
Pasal 6 Perubahan Status Jemaat
Menjadi Bakal Jemaat 60
Pasal 7 Penggabungan Jemaat dari Gereja Lain 61
BAB II KLASIS 62
Pasal 8 Penataan Klasis 62
BAB III SINODE WILAYAH 63
Pasal 9 Penataan Sinode Wilayah 63
B. Nama dan Logo 64
BAB IV NAMA 64
Pasal 10 Contoh Nama 64
BAB V LOGO GKI 64
Pasal 11 Makna Logo 64
C. Ajaran 65
BAB VI AJARAN 65
Pasal 12 Ajaran 65
D. Persekutuan 66
BAB VII KEBAKTIAN 66
Pasal 13 Jenis 66
Pasal 14 Penanggungjawab dan Penyelenggara 67
Pasal 15 Liturgi 68
Pasal 16 Buku Nyanyian 69
Pasal 17 Leksionari 69
Pasal 18 Pakaian Liturgis Pendeta 70
Pasal 19 Warna Liturgis 71
BAB VIII SAKRAMEN 71
BAB IX KATEKISASI 79
Pasal 26 Katekisasi 79
BAB X PERNIKAHAN GEREJAWI 80
Pasal 27 Pengertian 80
Pasal 28 Syarat 80
Pasal 29 Prosedur 80
Pasal 30 Pernikahan Gerejawi secara Ekumenis
dengan Gereja Katolik 82
Pasal 31 Pernikahan Gereja
dengan Ketentuan Khusus 83
BAB XI PELAYANAN 85
Pasal 32 Pelayanan 85
BAB XII PENGGEMBALAAN 85
Pasal 33 Pengertian 85
Pasal 34 Pelaksana 85
Pasal 35 Jenis 86
Pasal 36 Penggembalaan Umum 86
Pasal 37 Penggembalaan Khusus 86
Pasal 38 Dasar untuk Pelaksanaan
Penggembalaan Khusus 87
Pasal 39 Prosedur Pelaksanaan Penggembalaan Khusus
terhadap Anggota Baptisan 99
Pasal 40 Prosedur Pelaksanaan Penggembalaan Khusus
terhadap Anggota Sidi 100
Pasal 41 Prosedur Pelaksanaan Penggembalaan Khusus
terhadap Penatua 101
Pasal 42 Prosedur Pelaksanaan Penggembalaan Khusus terhadap Pendeta yang Melayani Jemaat
dan Pendeta Tugas Khusus 103
Pasal 43 Prosedur Pelaksanaan Penggembalaan Khusus
terhadap Pendeta Tugas Khusus Klasis 107 Pasal 44 Prosedur Pelaksanaan Penggembalaan Khusus
terhadap Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah 110
Pasal 45 Prosedur Pelaksanaan Penggembalaan Khusus
terhadap Pendeta Tugas Khusus Sinode 114 Pasal 46 Prosedur Pelaksanaan Penggembalaan Khusus
terhadap Pendeta Emeritus 117
Pasal 47 Prosedur Pelaksanaan Penggembalaan Khusus
terhadap Majelis Jemaat 120
BAB XIII PERLAWATAN 125
Pasal 48 Jenis 125
Pasal 49 Perlawatan Umum Rutin Jemaat 125 Pasal 50 Perlawatan Umum Insidental Jemaat 127 Pasal 51 Perlawatan Khusus Jemaat 128
Pasal 52 Perlawatan Klasis 131
Pasal 53 Perlawatan Sinode Wilayah 132
BAB XIV GERAKAN KEESAAN GEREJA 134
Pasal 54 Peran Serta GKI dalam
Gerakan Keesaan Gereja 134
Pasal 55 Peran Serta Jemaat 134
Pasal 56 Peran Serta Klasis 134
Pasal 57 Peran Serta Sinode Wilayah 134
Pasal 58 Peran Serta Sinode 135
E. Kesaksian dan Pelayanan 136
BAB XV KESAKSIAN DAN PELAYANAN 136
Pasal 59 Pengertian 136
Pasal 60 Kegiatan 136
Pasal 65 Pembangunan Sinode Wilayah 139
Pasal 66 Pembangunan Sinode 140
G. Keanggotaan 141
BAB XVII KEANGGOTAAN 141
Pasal 67 Anggota Baptisan 141
Pasal 68 Anggota Sidi 142
Pasal 69 Buku Induk Anggota GKI 143
BAB XVIII PERPINDAHAN ANGGOTA 143
Pasal 70 Perpindahan Anggota Antar Jemaat GKI 143 Pasal 71 Perpindahan Anggota ke Gereja Lain
yang Seajaran 144
Pasal 72 Perpindahan Anggota dari Gereja Lain
yang Seajaran ke GKI 144
Pasal 73 Perpindahan Anggota ke Gereja Lain
yang tidak Seajaran 145
Pasal 74 Perpindahan Anggota dari Gereja Lain
yang tidak Seajaran ke GKI 146 Pasal 75 Perpindahan Anggota ke Agama Lain
dan Penerimaan Kembali 148
BAB XIX SIMPATISAN 149
Pasal 76 Simpatisan 149
H. Jabatan Gerejawi 149
BAB XX KETENTUAN-KETENTUAN POKOK
TENTANG JABATAN PENATUA 149
Pasal 77 Status 149
Pasal 78 Masa Jabatan 150
Pasal 79 Kedudukan dan Fungsi 150
Pasal 80 Masa Pelayanan 150
Pasal 81 Lingkup dan Sarana Pelaksanaan Tugas
Pelayanan Kepemimpinan 150
Pasal 82 Tugas 151
Pasal 83 Syarat 152
BAB XXI PROSES KEPENATUAAN 153
Pasal 84 Dasar Pemanggilan 153
Pasal 85 Tahap Pencalonan 153
Pasal 86 Tahap Penetapan 153
Pasal 87 Tahap Pembekalan 154
Pasal 88 Tahap Peneguhan 154
Pasal 89 Jadwal 155
BAB XXII PENGEMBANGAN PELAYANAN
PENATUA 155
Pasal 90 Pengembangan Pelayanan Penatua 155 Pasal 91 Evaluasi Kinerja Pelayanan Penatua 155 BAB XXIII PENGAKHIRAN DAN PENANGGALAN
JABATAN PENATUA 155
Pasal 92 Pengertian 155
Pasal 93 Pengakhiran Jabatan Penatua 156 Pasal 94 Penanggalan Jabatan Penatua 156 BAB XXIV KETENTUAN-KETENTUAN POKOK
TENTANG JABATAN PENDETA 157
Pasal 95 Status 157
Pasal 96 Keanggotaan 157
Pasal 97 Masa Jabatan 157
Pasal 98 Kedudukan dan Fungsi 158
Pasal 104 Seleksi Calon Mahasiswa Teologi 161 Pasal 105 Pembinaan dan Pendampingan
Mahasiswa Teologi 161
BAB XXVI PERSIAPAN CALON PENDETA
UNTUK KADER PENDETA 162
Pasal 106 Pra-Penempatan 162
Pasal 107 Pendidikan dan Persiapan Kependetaan 163 Pasal 108 Proyeksi Penempatan Calon Pendeta 163 BAB XXVII PROSES KEPENDETAAN UNTUK
KADER PENDETA 164
Pasal 109 Dasar Pemanggilan 164
Pasal 110 Tahap Perkenalan 164
Pasal 111 Tahap Orientasi 166
Pasal 112 Tahap Pemanggilan 169
Pasal 113 Tahap Penahbisan 170
Pasal 114 Percakapan Gerejawi untuk Memasuki
Tahap Pemanggilan 171
BAB XXVIII PROSES KEPENDETAAN UNTUK PENDETA DARI GEREJA LAIN
YANG SEAJARAN 175
Pasal 115 Tahap Pra-Pemanggilan 175
Pasal 116 Tahap Perkenalan 176
Pasal 117 Tahap Aplikasi 178
Pasal 118 Tahap Pemanggilan 179
Pasal 119 Tahap Peneguhan 180
BAB XXIX PENDETA TUGAS KHUSUS 180
Pasal 120 Pengertian 180
Pasal 121 Pendeta Tugas Khusus Jemaat 181
Pasal 122 Pendeta Tugas Khusus Klasis 183
Pasal 123 Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah 186
Pasal 124 Pendeta Tugas Khusus Sinode 188
BAB XXX PENDETA KONSULEN 190
Pasal 125 Pendeta Konsulen 190
BAB XXXI MUTASI PENDETA 191
Pasal 126 Mutasi Umum 191
Pasal 127 Mutasi Pendeta Tugas Khusus yang
Menyelesaikan Masa Pelayanannya 194 Pasal 128 Mutasi Pendeta karena Ketidakharmonisan
Dalam Hubungan Pelayanan 195
Pasal 129 Mutasi Pendeta yang Sudah Selesai
Menjalani Penggembalaan Khusus 200
BAB XXXII EMERITASI PENDETA 203
Pasal 130 Ketentuan Pokok 203
Pasal 131 Proses Emeritasi Berdasarkan Umur 203 Pasal 132 Proses Emeritasi karena Sakit atau Cacat 206 Pasal 133 Proses Emeritasi Berdasarkan Alasan yang
Dapat Dipertanggungjawabkan 208 Pasal 134 Proses Penundaan Emeritasi
Berdasarkan Umur 210
Pasal 135 Pemberdayaan dan Pendampingan
Pendeta Emeritus 211
BAB XXXIII PENGEMBANGAN, PENDAMPINGAN DAN EVALUASI KINERJA PELAYANAN
PENDETA 212
Pasal 136 Pengembangan Pendeta 212
Pasal 137 Pendampingan Pendeta 212
Pasal 143 Prosedur Penanggalan Jabatan Pendeta 214 BAB XXXV TANGGUNG JAWAB JEMAAT, KLASIS
SINODE WILAYAH, DAN SINODE MENGENAI JAMINAN KEBUTUHAN
HIDUP PENDETA 215
Pasal 144 Pendahuluan 215
Pasal 145 Penjelasan Istilah 215
Pasal 146 Jaminan Kebutuhan Hidup Pokok 216
Pasal 147 Tunjangan Kemahalan 216
Pasal 148 Tunjangan Keluarga 217
Pasal 149 Tunjangan Setempat 218
Pasal 150 Tunjangan Masa Pelayanan 218
Pasal 151 Tunjangan Hari Natal 218
Pasal 152 Cuti dan Tanggungan Cuti 218 Pasal 153 Penggantian Biaya yang Wajib Diberikan 220 Pasal 154 Tunjangan Pendeta Konsulen 222 Pasal 155 Jaminan Kebutuhan Hidup untuk
Pendeta Tugas Khusus 222
Pasal 156 Tunjangan Jabatan 223
Pasal 157 Peninjauan Perhitungan 223
Pasal 158 Perpensiunan 223
BAB XXXVI TANGGUNG JAWAB JEMAAT, KLASIS, SINODE WILAYAH, DAN SINODE
TERHADAP PENDETA EMERITUS 224
Pasal 159 Pendahuluan 224
Pasal 160 Penjelasan Istilah 224
Pasal 161 Rumah 224
Pasal 162 Pengobatan 225
Pasal 163 Lektur 225
Pasal 164 Pakaian Liturgis 226
Pasal 165 Biaya Transpor 226
Pasal 166 Pemakaman/Kremasi 227
I. Kepemimpinan 227
BAB XXXVII PIMPINAN 227
Pasal 167 Jemaat 227
Pasal 168 Klasis 228
Pasal 169 Sinode Wilayah 229
Pasal 170 Sinode 229
BAB XXXVIII TUGAS 230
Pasal 171 Majelis Jemaat 230
Pasal 172 Badan Pekerja Majelis Jemaat 233
Pasal 173 Majelis Klasis 233
Pasal 174 Badan Pekerja Majelis Klasis 235 Pasal 175 Majelis Sinode Wilayah 237 Pasal 176 Badan Pekerja Majeis Sinode Wilayah 239
Pasal 177 Majelis Sinode 241
Pasal 178 Badan Pekerja Majelis Sinode 242
BAB XXXIX PERTANGGUNGJAWABAN 246
Pasal 179 Majelis Jemaat 246
Pasal 180 Badan Pekerja Majelis Jemaat 246 Pasal 181 Badan Pekerja Majelis Klasis 246 Pasal 182 Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah 247 Pasal 183 Badan Pekerja Majelis Sinode 247
BAB XL PERSIDANGAN 248
Pasal 184 Majelis Jemaat 248
Pasal 185 Majelis Klasis 250
Pasal 186 Majelis Sinode Wilayah 251
Pasal 190 Rapat Kerja
Badan Pekerja Majelis Sinode 258 BAB XLII PENINJAUAN ULANG DAN BANDING 260
Pasal 191 Peninjauan Ulang 260
Pasal 192 Banding 261
BAB XLIII PERWAKILAN 262
Pasal 193 Majelis Jemaat 262
Pasal 194 Badan Pekerja Majelis Klasis 262 Pasal 195 Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah 262 Pasal 196 Badan Pekerja Majelis Sinode 263
BAB XLIV BADAN PELAYANAN 263
Pasal 197 Pengertian 263
Pasal 198 Badan Pelayanan Jemaat 264 Pasal 199 Badan Pelayanan Klasis 264 Pasal 200 Badan Pelayanan Sinode Wilayah 264 Pasal 201 Badan Pelayanan Sinode 264
BAB XLV TENAGA PELAYANAN GEREJAWI 264
Pasal 202 Pengertian 264
Pasal 203 Status 265
Pasal 204 Pengaturan Rinci 265
J. Sarana Penunjang 265
BAB XLVI HARTA MILIK 265
Pasal 205 Pengertian tentang Harta Milik 265
Pasal 206 Perolehan 266
Pasal 207 Tanggung Jawab Bersama Jemaat untuk
Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode 266
Pasal 208 Kepemilikan 266
Pasal 209 Pengelolaan 266
Pasal 210 Pertanggungjawaban 268
Pasal 211 Pemeriksaan 269
K. Peranti Gerejawi 270
BAB XLVII PERANTI GEREJAWI 270
Pasal 212 Peranti Gerejawi 270
L. Perubahan dan Penutup 270
BAB XLVIII PERUBAHAN 270
Pasal 213 Perubahan 270
BAB XLIX PENUTUP 271
Pasal 214 Penutup 271
Lampiran 273
Lampiran 1 Pengakuan Iman Rasuli 275
Lampiran 2 Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel 276
Lampiran 3 Pengakuan Iman Athannasius 277
Lampiran 4 Pemahaman Bersama Iman Kristen 280 Lampiran 5 Pegangan Ajaran Gereja Kristen Indonesia
Mengenai Alkitab 292
Lampiran 6 Pegangan Ajaran Gereja Kristen Indonesia
Mengenai Gereja 296
Lampiran 7 Pegangan Ajaran Gereja Kristen Indonesia
Mengenai Gerakan Pentakosta Baru (Karismatik) 305
KATA PENGANTAR
Sebagaimana kita ketahui, GKI telah memiliki Tata Gereja GKI yang disahkan dalam Persidangan XIII Majelis Sinode GKI pada bulan November 2002 dan diberlakukan pada tanggal 26 Agustus 2003. Bagi GKI, Tata Gereja GKI itu adalah tata gerejanya yang pertama.
Sesudah Tata Gereja GKI itu dipakai sebagai sarana pelayanan GKI di semua lingkupnya – Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode – selama lebih dari enam tahun, ia mengalami pembaruan. Pembaruan itu dilakukan melalui proses amandemen yang dilaksanakan oleh seluruh Majelis Jemaat, Majelis Klasis, dan Majelis Sinode Wilayah, dan yang dituntaskan oleh Majelis Sinode GKI melalui persidangannya yang ke-16. Hasil dari pembaruan terhadap Tata Gereja GKI itu adalah Tata Gereja dan Tata Laksana GKI sebagaimana yang berada di tangan Anda sekarang ini. Tata Gereja dan Tata Laksana GKI ini diperlengkapi dengan Pedoman Pelaksanaan GKI yang dimuat dalam Peranti Gerejawi GKI yang diterbitkan secara terpisah.
Sebagaimana Tata Gereja GKI yang pertama, Tata Gereja dan Tata Laksana GKI ini menjadi wujud persembahan nyata GKI kepada Tuhan Yesus Kristus, Raja Gereja.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKI ini adalah sarana organisasioanal yang
penting dan mendasar untuk menata kehidupan dan untuk melaksanakan
tugas panggilan kita sebagai GKI. Dalam kaitan ini, kami ingin
Gereja dan Tata Laksana GKI. Itu sebabnya, sambil kita semua berpegang pada dan memanfaatkan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI ini, kita akan tetap terbuka untuk terus menerus menyempurnakannya sesuai dengan prosedur gerejawi GKI.
Soli Deo Gloria!
Jakarta, November 2009
Badan Pekerja Majelis Sinode
Gereja Kristen Indonesia
I
TATA GEREJA
A
MUKADIMAH
MUKADIMAH
[1] Oleh bimbingan dan pertolongan Roh Kudus, Gereja Kristen Indonesia yang merupakan kelanjutan dan wujud kesatuan dari Gereja Kristen Indonesia Jawa Barat, Gereja Kristen Indonesia Jawa Tengah, dan Gereja Kristen Indonesia Jawa Timur, dalam menggumuli Firman Allah yang dipersaksikan oleh Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, di tengah-tengah dunia dalam konteks Indonesia pada masa kini, dengan ini menyatakan pokok-pokok pemahaman dan pengakuan imannya mengenai gereja yang universal dan mengenai dirinya sendiri secara partikular sebagai berikut:
[2] Secara universal, gereja bersumber pada Allah yang menyelamatkan melalui karya-Nya di dalam dan sepanjang sejarah. Karya penyelamatan Allah –yang mencapai puncaknya pada Tuhan Yesus Kristus– dilakukan secara menyeluruh dan meliputi segala sesuatu menuju pemenuhan Kerajaan Allah. Dalam karya penyelamatan itu, melalui perjanjian-Nya, Allah menghimpun umat pilihan-Nya yang dimulai dari umat Israel dan dilanjutkan dengan umat Allah yang baru dalam Tuhan Yesus Kristus melalui kuasa Roh Kudus, yaitu gereja. Sebagai umat baru, gereja itu esa. Keesaan gereja itu adalah keesaan dalam kepelbagaian. Dengan demikian, gereja adalah persekutuan yang esa dari orang-orang beriman kepada Yesus Kristus –Tuhan dan Juru Selamat dunia– yang dengan kuasa Roh Kudus dipanggil dan diutus Allah untuk berperanserta dalam mengerjakan misi Allah, yaitu karya penyelamatan Allah di dunia.
[3] Dalam rangka berperanserta mengerjakan misi Allah, gereja melaksanakan misinya. Misi gereja itu dilaksanakan oleh seluruh anggota gereja dalam konteks masyarakat, bangsa, dan negara di mana gereja ditempatkan.
[6] Misi gereja itu dilaksanakan di tengah-tengah situasi yang senantiasa berubah dan berkembang. Karena itu, untuk melaksanakan misinya dengan baik, gereja dalam keseluruhan dan keutuhannya dipanggil untuk terus-menerus melakukan pembangunan gereja.
[7] Secara partikular, GKI di samping memahami dirinya sebagai bagian dari gereja Tuhan Yesus Kristus Yang Esa, juga memahami dirinya sebagai bagian dari gereja-gereja di Indonesia, dan bagian dari masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
[8] Keberadaan GKI dimaksudkan sebagai sumbangan bagi proses yang lebih nyata dari Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia, dan bagi pelaksanaan yang lebih baik dari misi Allah. Oleh karena itu, wujud kesatuan GKI adalah kesatuan yang fungsional, yang dicerminkan dalam bentuk kesatuan struktural yang organis, dengan tetap menghargai dan memanfaatkan semua kekayaan serta kepelbagaian warisan historis yang ada di dalamnya.
[9] Sebagai gereja di Indonesia, GKI mengakui bahwa gereja dan negara memiliki kewenangan masing-masing yang tidak boleh dicampuri oleh yang lain, namun keduanya adalah mitra sejajar yang saling menghormati, saling mengingatkan, dan saling membantu.
[10] Dalam kebersamaan yang dijiwai oleh iman Kristen serta semangat persatuan dan kesatuan bangsa, GKI membuka diri untuk bekerja sama dan berdialog dengan gereja-gereja lain, pemerintah, serta kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat, guna mengusahakan kesejahteraan, keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
[11] Agar GKI dapat mewujudkan kesatuannya yang utuh dan dinamis serta dapat melaksanakan misinya secara berdayaguna (efisien) dan berhasilguna (efektif), Tata Gereja dan Tata Laksana GKI ini disusun, disahkan, dan diberlakukan secara resmi oleh Majelis Sinode GKI menjadi perangkat peraturan dan sarana organisasional gerejawi. Tata Gereja dan Tata Laksana GKI ini disusun berdasarkan sistem penataan gereja presbiterial-sinodal. Sebagai satu kesatuan yang utuh Tata Gereja dan Tata Laksana GKI terdiri dari:
1. Tata Gereja, yang meliputi:
a. Mukadimah.
b. Tata Dasar.
2. Tata Laksana.
PENJELASAN TENTANG MUKADIMAH
Mukadimah adalah pernyataan pemahaman teologis GKI mengenai gereja secara universal dan partikular.
Alinea 1
1. Hanya dalam Roh Kudus, GKI dapat mengungkapkan pemahaman imannya mengenai gereja yang universal dan mengenai dirinya sendiri secara partikular melalui Mukadimah ini.
2. Dalam bimbingan dan pertolongan Roh Kudus, GKI menggumuli Firman Allah. Pergumulan itu terjadi secara terus-menerus dalam perjumpaan dengan Allah yang hidup, yang menyatakan diri-Nya dalam Tuhan Yesus Kristus seperti yang diberitakan oleh Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
3. Pergumulan GKI dengan Firman Allah terjadi dalam konteks Indonesia pada masa kini. Namun dalam memahami konteksnya, GKI melihat dirinya juga sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dunia ini. Karena itu pengungkapan diri dan fungsi GKI pada konteks Indonesia harus dimengerti secara luas dalam konteks dunia.
4. Dari pergumulan seperti tersebut di atas, GKI menyatakan pokok-pokok pemahaman dan pengakuan imannya mengenai gereja yang universal dan mengenai dirinya sendiri secara partikular. Pada satu sisi, pemahaman diri GKI secara umum dan mendasar sudah tercakup dalam pemahaman yang universal. Pada sisi lain, pemahaman diri GKI secara partikular memuat pokok-pokok yang bersifat khusus dengan bertolak dari dasar pemahaman yang universal.
5. Sebagai hasil dari pekabaran Injil yang dilakukan oleh tenaga-tenaga dalam dan luar negeri, di Jawa Timur pada tanggal 22 Februari 1934 berdirilah gereja
Alinea 2
1. Sumber keberadaan gereja di dunia bukan dari dirinya sendiri dan bukan dari dunia ini, melainkan dari Allah yang melakukan karya penyelamatan-Nya di dalam dan sepanjang sejarah. Ungkapan “di dalam dan sepanjang sejarah”
menunjuk pada karya penyelamatan Allah yang melingkupi seluruh waktu dan peristiwa dalam dunia ini sejak manusia jatuh ke dalam dosa sampai akhir zaman. Karya penyelamatan ini melibatkan umat manusia dan dunia.
2. Karya penyelamatan Allah itu membebaskan dunia dan manusia dari dosa dan membawa dunia serta manusia kepada kehidupan baru yang sesungguhnya dalam relasi yang benar dengan Allah, dengan sesama dan dengan seluruh ciptaan.
3. Sejarah yang di dalamnya Allah berkarya menyelamatkan adalah sejarah dunia ini.
4. Di dalam sejarah dunia, Allah berkarya melalui sejarah keselamatan yang dinyatakan melalui perjanjian-Nya. Perjanjian Allah itu, pada satu sisi merangkumi prakarsa dan tindakan kasih Allah untuk mengikat diri-Nya dan memanggil manusia, dan pada sisi lain, merangkumi jawaban manusia dengan kasih dan kepatuhan atas prakarsa dan karya Allah. Sejarah keselamatan itu dimulai dari sejarah tindakan Allah melalui umat Israel, lalu sejarah tindakan Allah melalui Tuhan Yesus Kristus, dan dilanjutkan dengan sejarah karya Allah melalui gereja-Nya.
5. Dari segi perjanjian dalam kerangka sejarah penyelamatan Allah itu, Tuhan Yesus Kristus adalah Dasar dan Kepala Gereja yang mencirikan keberadaan gereja sebagai umat Allah yang baru. Pada satu pihak, gereja tidak dapat dilepaskan dari umat Israel dalam Perjanjian Lama. Pada pihak lain, keberadaan gereja sebagai umat yang baru berdasar pada Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat dunia.
6. Hanya oleh Roh Kuduslah, Tuhan Yesus Kristus menjadi dan diakui sebagai Dasar dan Kepala Gereja. Pada satu pihak, Roh Kudus secara terus-menerus membarui gereja dan kehidupan kini dan di sini. Pada pihak lain, Roh Kudus secara terus-menerus mengarahkan gereja untuk hidup dan bertumbuh ke masa depan, yaitu ke arah penggenapan yang sempurna dari karya penyelamatan Allah itu.
7. Di dalam Tuhan Yesus Kristus melalui kuasa Roh Kudus, gereja sebagai umat yang baru itu esa. Pada satu pihak, keesaan gereja yang berakar pada Tuhan Yesus Kristus bersifat “diberikan”, pada pihak lain, oleh kuasa Roh Kudus gereja dipanggil untuk mewujudkan keesaan itu secara nyata.
8. Keesaan gereja adalah keesaan dalam kepelbagaian. Di dalam Tuhan Yesus Kristus, gereja secara hakiki adalah esa. Namun dalam kenyataan sejarah,
gereja Tuhan Yesus Kristus yang esa telah mewujud menjadi satuan-satuan historis yang berkepelbagaian jika ditinjau dari segi-segi sejarah, kebudayaan, tradisi, cara hidup dan berpikir, organisasi, dan lain-lain. Bertolak dari kenyataan ini, hanya dengan kuasa Roh Kudus, setiap gereja yang menjadi bagian dari gereja Tuhan Yesus Kristus itu dimampukan untuk mewujudkan keesaan dalam kepelbagaian.
9. Dengan demikian gereja sebagai umat yang baru merupakan kesatuan organis yang bertumbuh terus serta membawa janji pembebasan manusia dan dunia dari dosa. Gereja memang terikat pada ruang dan waktu sebagai suatu kenyataan historis di dunia. Namun, justru karena seluruh keberadaannya mengarah kepada penggenapan karya penyelamatan Allah itu, gereja dipanggil dan diutus oleh Allah untuk berperanserta dalam pemberlakuan rencana dan karya penyelamatan Allah itu di dalam dan bagi dunia ini.
Alinea 3
1. Karya penyelamatan Allah yang universal dan meliputi segala sesuatu disebut sebagai misi Allah. Pada hakikatnya Allah sendirilah yang menjalankan misi- Nya. Namun gereja mendapat tempat dan panggilan untuk turut berperanserta dalam pemberlakuan misi Allah itu melalui pelaksanaan misinya sendiri. Misi Allah tidak dapat dibatasi hanya pada misi gereja. Dalam kerangka sejarah penyelamatan Allah di dunia, misi Allah dinyatakan juga melalui misi gereja, dan dengan demikian misi gereja bersumber dari dan melayani misi Allah.
2. Gereja dalam keutuhan dan keseluruhannya adalah pelaksana misi gereja. Itu berarti seluruh anggota gereja baik secara pribadi maupun bersama-sama bertanggung jawab dalam pelaksanaan misi gereja.
3. Gereja dipanggil dan diutus oleh Allah untuk melaksanakan misinya –dalam kerangka misi Allah– di dalam dan bagi dunia. Oleh karena itu, misi gereja harus dilaksanakan dalam konteks masyarakat, bangsa dan negara di mana gereja ditempatkan.
Alinea 5
1. Anggota gereja berperan secara hakiki dalam melaksanakan misi gereja. Itu berarti, anggota gereja mempunyai peranan yang sangat menentukan sebagai pelaku yang secara nyata melaksanakan misi gereja. Pada satu sisi, peranan anggota gereja yang demikian menentukan didasarkan pada panggilan Allah yang dimengerti sebagai pemberian anugerah, tugas dan tanggung jawab dari Allah kepada umat-Nya. Pada sisi lain, peranan tersebut diwujudkan sesuai dengan karunia Roh Kudus yang dimengerti sebagai pelbagai talenta, kemampuan, keahlian, dan lain-lain yang dianugerahkan Allah kepada setiap anggota gereja.
2. Tuhan memanggil sebagian anggota gereja untuk menjadi pejabat gerejawi yang berperan melayani dan memperlengkapi gereja agar mampu melaksanakan misi gereja.
3. Hubungan antara anggota gereja dengan pejabat gerejawi bersifat fungsional dalam pengertian bahwa keduanya saling terkait erat dan tidak dapat dipisahkan dalam rangka melaksanakan misi gereja.
Alinea 6
1. Yang dimaksudkan dengan istilah “pembangunan” dalam “pembangunan gereja” bukan dalam arti pembangunan fisik (misalnya pembangunan gedung gereja atau pembangunan rumah ibadat). Arti istilah “pembangunan” di sini, yang mengacu terutama kepada istilah “oikodome” dalam Perjanjian Baru, adalah pembangunan spiritual dalam pengertian yang seluas-luasnya, sebagai tugas dari persekutuan Kristen secara utuh dan menyeluruh.
2. Pada hakikatnya Allah adalah Pelaku Utama dalam pembangunan gereja.
Namun, karena Allah telah memilih dan berkenan memakai umat-Nya sebagai rekan sekerja-Nya, secara konkret dan operasional gereja menjadi pelaku pembangunan gereja. Yang dimaksudkan dengan gereja dalam hal ini adalah seluruh anggota dan pejabat gerejawinya, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama sebagai kesatuan.
Alinea 7 Cukup jelas.
Alinea 8
1. Kesatuan GKI bukanlah kesatuan yang bersifat abstrak, tetapi kesatuan yang
dinampakkan dalam satu organisasi yang utuh dengan satu tata gereja.
Walaupun demikian, mengingat GKI berasal dari GKI Jawa Barat, GKI Jawa Tengah, dan GKI Jawa Timur yang mempunyai warisan historis yang berbeda- beda dan konteks lingkungan yang khas, kesatuan itu harus terbuka kepada kepelbagaian yang ada dan tidak hanya menekankan keseragaman yang mematikan kreativitas dan kekayaan warisan historis yang dimiliki oleh bagian masing-masing.
2. GKI sebagai satu kesatuan tidak bersifat eksklusif, yaitu tertutup pada dirinya sendiri saja, melainkan merupakan bagian yang utuh dari gereja-gereja di Indonesia yang terhisap dalam Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, yang sejak terbentuknya pada tanggal 25 Mei 1950 berada dalam perjalanan sejarah yang sama, yaitu mengupayakan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.
3. Kesatuan GKI tidak hanya dipandang sebagai tujuan, tetapi juga dimaksudkan untuk memampukan GKI melakukan fungsinya di dunia, khususnya di Indonesia. Kesatuan GKI itu pada satu pihak selalu berada dalam proses perubahan pada dirinya sendiri, namun pada pihak lain juga dalam proses memengaruhi dan mengubah lingkungan di luarnya. Karena itu kesatuan ini disebut sebagai kesatuan yang bersifat fungsional: pertama, dengan mendasarkan diri pada Kristus dan oleh kuasa Roh Kudus, kesatuan GKI berfungsi ikut mengambil bagian dalam perjuangan mewujudnyatakan keesaan Gereja Tuhan Yesus Kristus, khususnya di Indonesia; kedua, kesatuan GKI itu berfungsi melibatkan diri dalam misi Allah di dunia, khususnya di Indonesia.
4. Sesuai dengan hakikatnya, GKI tidak memberikan kemungkinan pemisahan diri dari kesatuan GKI.
Alinea 9
1. Pada dasarnya GKI mengakui bahwa negara dan gereja adalah dua lembaga yang berasal dari Allah yang mempunyai tugas panggilan dan kewenangannya masing-masing. Karena itu gereja tidak boleh mencampuri langsung atau mengambil alih wewenang negara. Sebaliknya, negara tidak boleh membatasi
sebagaimana yang dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang formulasinya adalah: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; (3) Persatuan Indonesia; (4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan;
(5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
3. GKI mendukung, terlibat, dan berpartisipasi penuh dalam pembangunan nasional oleh karena GKI memahami pembangunan nasional sebagai upaya sengaja dan terencana untuk mewujudkan kehidupan bangsa Indonesia yang lebih baik dalam arti yang seluas-luasnya dan sepenuh-penuhnya. Dukungan, keterlibatan, dan partisipasi tersebut harus diwujudkan dengan sikap positif, kreatif, kritis, dan realistis. Positif artinya terbuka terhadap hal yang baik;
kreatif artinya dalam kuat kuasa Roh Kudus terlibat secara aktif dalam usaha- usaha pembaruan; kritis artinya melihat segala sesuatu dalam terang Firman Allah; realistis artinya sadar akan waktu dan batas-batas kenyataan dan tidak terbawa oleh impian kosong.
Alinea 10
1. GKI terpanggil untuk mengusahakan kesejahteraan –yaitu syalom– yang berisikan keadilan, perdamaian, dan keutuhan seluruh ciptaan. Untuk mewujudkannya, GKI harus membuka diri bersedia bekerja sama dan berdialog dengan semua pihak dan golongan yang berkemauan baik.
2. Mengusahakan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan adalah tiga (3) sisi misioner yang saling terkait dan tak terpisahkan. Perdamaian yang GKI perjuangkan adalah perdamaian yang berkeadilan, bukan sekadar keadaan status quo. Keadilan yang GKI upayakan adalah keadilan yang memperdamaikan, bukan yang justru mempertentangkan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain dan antara satu golongan dengan golongan yang lain. Dan akhirnya, keadilan dan perdamaian itu bukan hanya antarmanusia saja, melainkan keadilan dan perdamaian di dalam konteks keutuhan seluruh ciptaan Allah.
3. Yang dimaksud dengan “keutuhan ciptaan” adalah bahwa seluruh ciptaan Allah saling terkait di dalam satu sistem kehidupan yang integral, di mana semua yang ada di dalamnya saling bergantung dan saling membutuhkan satu sama lain. Punahnya atau rusaknya satu unsur akan mengganggu keutuhan seluruh sistem. Pada gilirannya ini akan membahayakan semua unsur di dalam sistem yang bersangkutan.
4. Manusia tidak boleh hanya memikirkan kepentingan dan kenyamanannya sendiri, dengan mengabaikan hak hidup ciptaan yang lain. GKI dipanggil bukan hanya untuk mengusahakan kesejahteraan bagi manusia saja, melainkan
bagi seluruh kehidupan di dalam seluruh alam ciptaan Allah.
Alinea 11
1. Sebagaimana sudah diungkapkan dalam alinea-alinea sebelumnya, sumber keberadaan dan misi GKI secara hakiki adalah Allah sendiri. Karena itu GKI sebagai satu lembaga/organisasi bukan lembaga/organisasi biasa dan harus berbeda secara hakiki dari organisasi-organisasi/lembaga-lembaga lainnya di dunia. Tetapi karena GKI adalah satu lembaga/organisasi yang berkeberadaan dan menjalankan misinya di dunia ini, GKI memerlukan perangkat peraturan resmi dan sarana organisasional gerejawi yang fungsional. Hal itulah yang dituangkan dalam Tata Gereja dan Tata Laksana GKI ini.
2. Tata Gereja dan Tata Laksana GKI ini adalah satu varian dari sistem penataan gereja presbiterial-sinodal. Sebagai bentuk penataan organisasional gerejawi GKI, sistem ini mempunyai dua aspek dasar, yaitu wujud kesatuan GKI yang melaksanakan misi GKI dan lembaga kepemimpinan GKI.
a. Wujud kesatuan dari GKI bertolak dari Jemaat sebagai wujud kesatuan basis yang adalah wadah persekutuan dari para anggota GKI sebagai orang-orang percaya. Wujud kesatuan basis ini kemudian diperluas menjadi wujud kesatuan Klasis, selanjutnya diperluas lagi menjadi wujud kesatuan Sinode Wilayah, dan akhirnya diperluas lagi dalam wujud kesatuan Sinode sebagai wujud kesatuan yang terluas.
b. Lembaga kepemimpinan GKI disebut sebagai majelis. Majelis adalah lembaga yang bersifat tetap, yang menjadi wadah bagi para pejabat gerejawi untuk menjalankan pelayanan kepemimpinan mereka secara kolektif-kolegial. Sejajar dengan wujud kesatuan GKI, kemajelisan dimulai dari Majelis Jemaat sebagai lembaga kepemimpinan Jemaat, yang kemudian diperluas menjadi Majelis Klasis, selanjutnya Majelis Sinode Wilayah, dan akhirnya Majelis Sinode.
3. Mukadimah memuat dasar eklesiologis bagi peraturan-peraturan dalam Tata Dasar GKI dan Tata Laksana GKI. Eklesiologi GKI dirumuskan dalam bentuk
4. Tata Dasar GKI memuat definisi diri GKI yang merupakan penjabaran dari eklesiologi GKI dan dirumuskan dalam bentuk peraturan dasar yang singkat, padat, dan tidak-operasional. Tata Dasar diberi penjelasan dalam Penjelasan tentang Tata Dasar. Penjelasan tentang Tata Dasar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Tata Dasar dan harus dibaca bersama dengan Tata Dasar sehingga Tata Dasar dapat dipahami secara penuh.
5. Tata Laksana GKI memuat penjabaran dari Tata Dasar GKI dalam bentuk peraturan yang operasional dan terinci, yang berisi:
a. Pengertian/ketentuan gerejawi.
b. Persyaratan gerejawi.
c. Prosedur gerejawi.
6. Tata Laksana GKI diperlengkapi dengan Peranti Gerejawi GKI agar persyaratan-persyaratan gerejawi dalam Tata Laksana GKI dapat dipenuhi dan prosedur-prosedur GKI dalam Tata Laksana GKI dapat diwujudkan.
B
TATA DASAR
Pasal 1
HAKIKAT DAN WUJUD
1. GKI adalah gereja Tuhan Yesus Kristus yang saat ini mewujud sebagai Jemaat-jemaat, Klasis-klasis, Sinode Wilayah-sinode wilayah, dan Sinode di Indonesia, yang melaksanakan misinya dalam kerangka misi Allah di dunia.
2. a. Jemaat adalah wujud kesatuan GKI yang hadir dan melaksanakan misinya di wilayah tertentu dan merupakan persekutuan dari keseluruhan anggota di wilayah itu.
b. Klasis adalah wujud kesatuan GKI yang hadir dan melaksanakan misinya di wilayah tertentu dan merupakan persekutuan dari keseluruhan Jemaat di wilayah itu.
c. Sinode Wilayah adalah wujud kesatuan GKI yang hadir dan melaksanakan misinya di wilayah tertentu dan merupakan persekutuan dari keseluruhan Klasis di wilayah itu.
d. Sinode adalah wujud kesatuan GKI yang hadir dan melaksanakan misinya di wilayah tertentu dan merupakan persekutuan dari keseluruhan Sinode Wilayah di wilayah itu.
3. Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode, masing-masing dan bersama- sama merupakan perwujudan GKI sebagai satu gereja yang lengkap dan utuh.
4. GKI tidak memberikan kemungkinan bagi pemisahan diri Jemaat, Klasis, dan Sinode Wilayah.
Pasal 2
NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN
1. Nama
a. GKI dalam wujud Jemaat disebut: GKI … (alamat lengkap, nama jalan dan kota, nama wilayah dan kota, atau nama kota).
b. GKI dalam wujud Klasis disebut: GKI Klasis ... (nama kota atau nama
Majelis Sinode Wilayahnya
d. Tempat kedudukan GKI dalam wujud Sinode adalah Jakarta.
Pasal 3
PENGAKUAN IMAN
1. GKI mengaku imannya bahwa Yesus Kristus adalah:
a. Tuhan dan Juru Selamat dunia, Sumber kebenaran dan hidup.
b. Kepala Gereja, yang mendirikan gereja dan yang memanggil gereja untuk hidup dalam iman dan misinya.
2. GKI mengaku imannya bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Allah, yang menjadi dasar dan norma satu-satunya bagi kehidupan gereja.
3. GKI, dalam persekutuan dengan Gereja Tuhan Yesus Kristus di segala abad dan tempat, menerima Pengakuan Iman Rasuli (Lampiran 1), Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel (Lampiran 2), dan Pengakuan Iman Athanasius (Lampiran 3).
4. GKI, dalam ikatan dengan tradisi Reformasi, menerima Katekismus Heidelberg.
5. GKI, dalam persekutuan dengan gereja-gereja di Indonesia, menerima Pemahaman Bersama Iman Kristen (PBIK) dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) (Lampiran 4).
Pasal 4 TUJUAN
GKI bertujuan ikut mengerjakan misi Allah dengan mewujudkan persekutuan serta melaksanakan kesaksian dan pelayanan.
Pasal 5 PERSEKUTUAN
1. GKI mewujudkan persekutuan dengan Allah dan dengan sesama saudara seiman.
2. Persekutuan itu diwujudkan secara pribadi dan bersama-sama.
3. Persekutuan itu dilakukan:
a. Dalam lingkup GKI.
b. Dalam gerakan keesaan gereja.
Pasal 6
KESAKSIAN DAN PELAYANAN
1. GKI melaksanakan kesaksian dan pelayanan dalam masyarakat melalui perkataan dan perbuatan.
2. Kesaksian dan pelayanan itu dilaksanakan secara pribadi dan bersama-sama.
3. Kesaksian dan pelayanan itu juga dilaksanakan GKI dalam kerja sama kemitraan dengan gereja-gereja lain, pemerintah dan masyarakat.
Pasal 7
PEMBANGUNAN GEREJA
1. Pengertian Dasar
a. Pembangunan gereja adalah keseluruhan upaya yang dilakukan oleh GKI pada semua lingkupnya, yaitu Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode, untuk merencanakan dan melaksanakan proses-proses perubahan (transformasi) secara menyeluruh, terpadu, terarah, dan bersinambung, dalam hubungan timbal-balik dengan masyarakat di mana GKI hidup dan berkarya.
b. Pembangunan gereja bertujuan agar Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode GKI, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, mampu mewujudkan persekutuan serta melaksanakan kesaksian dan pelayanan sesuai dengan kehendak Allah di dalam Kristus di lingkungannya masing- masing.
2. Pembangunan gereja pada setiap lingkup GKI harus memberikan dampak timbal-balik yang positif dan konstruktif bagi kehidupan dan karya dari lingkup-lingkup GKI lainnya secara keseluruhan.
Pasal 8 KEANGGOTAAN
Pasal 9
JABATAN GEREJAWI
1. Jabatan gerejawi GKI terdiri dari:
a. Penatua.
b. Pendeta.
2. Penatua dan pendeta berfungsi memimpin gereja.
3. Fungsi kepemimpinan penatua dan pendeta diwujudkan dalam kerangka pembangunan gereja:
a. Di lingkup Jemaat dalam dan melalui Majelis Jemaat.
b. Di lingkup Klasis dalam dan melalui Majelis Klasis dan Badan Pekerja Majelis Klasis.
c. Di lingkup Sinode Wilayah dalam dan melalui Majelis Sinode Wilayah dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
d. Di lingkup Sinode dalam dan melalui Majelis Sinode dan Badan Pekerja Majelis Sinode.
Pasal 10 KEPEMIMPINAN
1. Pimpinan
a. Dalam wujud Jemaat, GKI dipimpin oleh Majelis Jemaat yang anggota- anggotanya terdiri dari semua pejabat gerejawi dalam Jemaat yang bersangkutan. Sesuai dengan kebutuhan, Majelis Jemaat dapat mempunyai Badan Pekerja Majelis Jemaat sebagai pimpinan harian, yang diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada Majelis Jemaat.
b. Dalam wujud Klasis, GKI dipimpin oleh Majelis Klasis yang anggota- anggotanya terdiri dari keseluruhan Majelis Jemaat dalam Klasis yang bersangkutan. Pimpinan harian Majelis Klasis adalah Badan Pekerja Majelis Klasis yang diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada Majelis Klasis.
c. Dalam wujud Sinode Wilayah, GKI dipimpin oleh Majelis Sinode Wilayah yang anggota-anggotanya terdiri dari keseluruhan Majelis Klasis dalam Sinode Wilayah yang bersangkutan. Pimpinan harian Majelis Sinode Wilayah adalah Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada Majelis Sinode Wilayah.
d. Dalam wujud Sinode, GKI dipimpin oleh Majelis Sinode yang anggota- anggotanya terdiri dari keseluruhan Majelis Sinode Wilayah dalam Sinode. Pimpinan harian Majelis Sinode adalah Badan Pekerja Majelis Sinode yang diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada Majelis Sinode.
2. Tugas
a. Majelis Jemaat bertugas memimpin Jemaat agar Jemaat melaksanakan pembangunan gereja pada lingkup Jemaat untuk mencapai tujuan GKI di lingkup Jemaat. Jika terdapat Badan Pekerja Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Jemaat bertugas selaku pimpinan harian Majelis Jemaat.
b. Majelis Klasis bertugas memimpin Jemaat-jemaat dalam Klasis agar mereka melaksanakan pembangunan gereja pada lingkup Klasis untuk mencapai tujuan GKI di lingkup Klasis. Badan Pekerja Majelis Klasis bertugas selaku pimpinan harian Majelis Klasis.
c. Majelis Sinode Wilayah bertugas memimpin Jemaat-jemaat dalam Sinode Wilayah agar mereka melaksanakan pembangunan gereja pada lingkup Sinode Wilayah untuk mencapai tujuan GKI di lingkup Sinode Wilayah.
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah bertugas selaku pimpinan harian Majelis Sinode Wilayah.
d. Majelis Sinode bertugas memimpin Jemaat-jemaat dalam Sinode agar mereka melaksanakan pembangunan gereja pada lingkup Sinode untuk mencapai tujuan GKI di lingkup Sinode. Badan Pekerja Majelis Sinode bertugas selaku pimpinan harian Majelis Sinode.
3. Wewenang
a. Majelis Jemaat mempunyai wewenang untuk melaksanakan tugasnya. Jika terdapat Badan Pekerja Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Jemaat mendapat wewenang dari Majelis Jemaat untuk melaksanakan tugasnya.
b. Majelis Klasis mempunyai wewenang untuk melaksanakan tugasnya.
Badan Pekerja Majelis Klasis mendapat wewenang dari Majelis Klasis untuk melaksanakan tugasnya.
c. Majelis Sinode Wilayah mempunyai wewenang untuk melaksanakan tugasnya. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah mendapat wewenang dari Majelis Sinode Wilayah untuk melaksanakan tugasnya.
d. Majelis Sinode mempunyai wewenang untuk melaksanakan tugasnya.
Badan Pekerja Majelis Sinode mendapat wewenang dari Majelis Sinode untuk melaksanakan tugasnya.
5. Persidangan Gerejawi
a. Persidangan Majelis Jemaat adalah sarana bagi Majelis Jemaat untuk mengambil keputusan. Persidangan Majelis Jemaat dihadiri oleh anggota- anggota Majelis Jemaat dari Jemaat yang bersangkutan. Keputusan Majelis Jemaat harus diterima oleh anggota-anggota dalam Jemaat yang bersangkutan.
b. Persidangan Majelis Klasis adalah sarana bagi Majelis Klasis untuk mengambil keputusan. Persidangan Majelis Klasis dihadiri oleh Majelis Jemaat-Majelis Jemaat dalam Klasis yang bersangkutan. Keputusan Majelis Klasis harus diterima oleh Jemaat-jemaat dalam Klasis yang bersangkutan.
c. Persidangan Majelis Sinode Wilayah adalah sarana bagi Majelis Sinode Wilayah untuk mengambil keputusan. Persidangan Majelis Sinode Wilayah dihadiri oleh Majelis Klasis-Majelis Klasis dalam Sinode Wilayah yang bersangkutan. Keputusan Majelis Sinode Wilayah harus diterima oleh Jemaat-jemaat dalam Sinode Wilayah yang bersangkutan.
d. Persidangan Majelis Sinode adalah sarana bagi Majelis Sinode untuk mengambil keputusan. Persidangan Majelis Sinode dihadiri oleh Majelis Sinode Wilayah-Majelis Sinode Wilayah dalam Sinode. Keputusan Majelis Sinode harus diterima oleh Jemaat-jemaat dalam Sinode.
6. Rapat Kerja
a. Badan Pekerja Majelis Klasis dapat menyelenggarakan Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis di antara dua Persidangan Majelis Klasis sebagai sarana untuk mengambil keputusan dengan melibatkan Majelis Jemaat- Majelis Jemaat dalam Klasisnya.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dapat menyelenggarakan Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah di antara dua Persidangan Majelis Sinode Wilayah sebagai sarana untuk mengambil keputusan dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis-Badan Pekerja Majelis Klasis dalam Sinode Wilayahnya.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode dapat menyelenggarakan Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode di antara dua Persidangan Majelis Sinode sebagai sarana untuk mengambil keputusan dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah-Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dalam Sinode.
7. Peninjauan Ulang dan Banding
Jika ada keputusan Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode Wilayah, atau Majelis Sinode yang dianggap salah, dapat dilakukan peninjauan ulang oleh Majelis yang mengambil keputusan itu, kemudian dapat dilakukan banding kepada Majelis dari lingkup yang lebih luas. Untuk keputusan Majelis
Sinode yang dianggap salah hanya dilakukan peninjauan ulang.
8. Perwakilan
Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Klasis, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, dan Badan Pekerja Majelis Sinode dapat menunjuk wakil-wakilnya untuk urusan-urusan tertentu.
9. Badan Pelayanan
Sesuai dengan kebutuhan pelayanan yang ada, Majelis Jemaat, Majelis Klasis dan/atau Badan Pekerja Majelis Klasis, Majelis Sinode Wilayah dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, serta Majelis Sinode dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode dapat membentuk badan pelayanan yang diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada lembaga yang mengangkatnya.
10. Tenaga Pelayanan Gerejawi
Sesuai dengan kebutuhan pelayanan yang ada, Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode dapat mempunyai tenaga pelayanan gerejawi yang diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Klasis, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, atau Badan Pekerja Majelis Sinode sesuai dengan lingkup pelayanannya.
Pasal 11 HARTA MILIK
1. Harta milik GKI adalah milik Allah yang dipercayakan kepada GKI untuk melaksanakan misinya.
2. GKI dalam wujud Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode masing-masing memiliki harta milik atas nama GKI sebagai Jemaat atau Klasis atau Sinode Wilayah atau Sinode.
3. GKI memperoleh harta miliknya terutama dari persembahan anggota yang berdasarkan atas dan didorong oleh kesadaran tentang penatalayanan, juga dari sumber-sumber lain dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan Firman Allah dan Ajaran GKI.
Pasal 13 PERUBAHAN
1. Mukadimah dari Tata Gereja GKI dan Tata Dasar GKI dapat diubah oleh Majelis Sinode dalam Persidangan Majelis Sinode berdasarkan usul dari:
a. Majelis Sinode Wilayah, yang dapat berasal dari:
1) Anggota sidi melalui dan disetujui oleh Majelis Jemaat, Majelis Klasis, dan Majelis Sinode Wilayah.
2) Majelis Jemaat melalui dan disetujui oleh Majelis Klasis dan Majelis Sinode Wilayah.
3) Badan Pekerja Majelis Jemaat melalui dan disetujui oleh Majelis Jemaat, Majelis Klasis, dan Majelis Sinode Wilayah.
4) Majelis Klasis melalui dan disetujui oleh Majelis Sinode Wilayah.
5) Badan Pekerja Majelis Klasis melalui dan disetujui oleh Majelis Klasis dan Majelis Sinode Wilayah.
6) Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah melalui dan disetujui oleh Majelis Sinode Wilayah.
7) Majelis Sinode Wilayah.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode.
2. Setiap usul perubahan harus menjadi bahan dari dan dimasukkan ke dalam acara Persidangan Majelis Sinode melalui Badan Pekerja Majelis Sinode.
Pasal 14 PENUTUP
Hal-hal yang belum diatur dalam Tata Dasar GKI diputuskan oleh Majelis Jemaat, atau Majelis Klasis, atau Majelis Sinode Wilayah, atau Majelis Sinode dalam persidangannya masing-masing, sesuai dengan tugas dan wewenangnya, sejauh tidak bertentangan dengan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
PENJELASAN TENTANG TATA DASAR
Pasal 1
HAKIKAT DAN WUJUD
1. Ungkapan “saat ini” mengandung pengertian bahwa tidak tertutup kemungkinan bagi GKI untuk berada di wilayah lain kelak.
2. a. 1) Dalam wujud kesatuan GKI, Jemaat adalah wujud kesatuan yang paling dasar.
2) Yang dimaksud dengan wilayah pada Jemaat adalah keseluruhan wilayah di mana Jemaat itu berada. Dalam hal ini, tidak tertutup kemungkinan bahwa (sebagian) wilayah dari sebuah Jemaat bertumpang tindih dengan (sebagian) wilayah dari Jemaat lain.
b. 1) Dalam wujud kesatuan GKI, Klasis adalah wujud kesatuan yang lebih luas daripada Jemaat, dan yang meliputi semua Jemaat dalam Klasis itu.
2) Yang dimaksud dengan wilayah pada Klasis adalah keseluruhan wilayah di mana Jemaat-jemaat dalam kesatuan Klasis itu berada. Dalam hal ini, tidak tertutup kemungkinan (sebagian) wilayah dari sebuah Klasis bertumpang tindih dengan (sebagian) wilayah Klasis lain.
c. 1) Dalam wujud kesatuan GKI, Sinode Wilayah adalah wujud kesatuan yang lebih luas daripada Klasis, dan yang meliputi semua Klasis dalam Sinode Wilayah itu.
2) Yang dimaksud dengan wilayah pada Sinode Wilayah adalah keseluruhan wilayah di mana Klasis-klasis dalam kesatuan Sinode Wilayah itu berada. Dalam hal ini, tidak tertutup kemungkinan bahwa (sebagian) wilayah dari sebuah Sinode Wilayah bertumpang tindih dengan (sebagian) wilayah dari Sinode Wilayah lain.
d. 1) Dalam wujud kesatuan GKI, Sinode adalah wujud kesatuan yang paling
saling bertumpang tindih.
3) Karena semua wujud kesatuan GKI itu terletak pada bidang yang sama, tidak dikenal sama sekali pemahaman tentang jenjang atau tingkatan seolah-olah ada sebuah wujud kesatuan yang berada di bawah atau di atas wujud kesatuan yang lain.
b. 1) Dalam kesatuan GKI yang rangkap empat itu, setiap wujud kesatuan (Jemaat atau Klasis atau Sinode Wilayah atau Sinode) dapat dipandang sebagai wujud kesatuan yang berdiri sendiri dan yang merepresentasikan GKI pada lingkup masing-masing.
2) Namun keempat wujud kesatuan itu sama sekali tidak dapat dan tidak boleh dipisahkan satu dari yang lainnya, karena semuanya (Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah dan Sinode) itulah yang secara bersama-sama dan serentak merepresentasikan GKI sebagai sebuah gereja yang utuh dan lengkap.
c. GKI adalah satu Badan Hukum yang mencakup semua wujud kesatuan GKI yaitu Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah dan Sinode.
4. Cukup jelas.
Pasal 2
NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN
1. Nama
a. Jika dalam satu (1) kota ada beberapa Jemaat GKI, penamaan Jemaat- jemaat itu memakai alamat lengkap, nama jalan dan kota, atau nama wilayah dan kota. Jika dalam satu (1) kota hanya ada satu (1) Jemaat GKI, penamaan Jemaat itu memakai nama kota saja. Jika kemudian muncul Jemaat GKI lain di kota tersebut, nama Jemaat yang baru muncul itu harus ditetapkan sesuai dengan ketentuan di atas, demikian juga nama Jemaat yang sudah ada harus diubah sesuai dengan ketentuan di atas.
b. Nama Klasis diambil dari nama salah satu kota/wilayah di mana terdapat setidaknya sebuah Jemaat dari Klasis itu.
c. Nama Sinode Wilayah diambil dari nama satu propinsi atau daerah yang setingkat dengan propinsi di mana terdapat setidaknya sebuah Klasis dari Sinode Wilayah itu.
d. Cukup jelas.
2. Tempat kedudukan a. Cukup jelas.
b. Cukup jelas.
c. Cukup jelas.
d. Cukup jelas.
Pasal 3
PENGAKUAN IMAN
1. Cukup jelas.
2. Yang dimaksudkan dengan Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah “Alkitab yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam terjemahan baru, yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia”.
3. Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel, dan Pengakuan Iman Athanasius adalah tiga pengakuan iman ekumenis yang diterima dan dimiliki oleh Gereja Tuhan Yesus Kristus di segala abad dan tempat. Dalam praktik liturgis, GKI memakai Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel. Teks dari ketiga pengakuan iman tersebut dimuat dalam Lampiran.
4. Katekismus Heidelberg adalah dokumen konfesi yang utama dari alur Calvinis abad XVI. Penerimaan di sini dimaksudkan sebagai penerimaan kekayaan warisan historis untuk memberikan kepada GKI ciri Reformasi umumnya dan Reformasi Calvinis khususnya.
5. Teks Pemahaman Bersama Iman Kristen dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia dimuat dalam Lampiran.
Pasal 4 TUJUAN
Cukup jelas.
Pasal 5 PERSEKUTUAN
1. Cukup jelas.
2. Cukup jelas.
3. Perwujudan persekutuan baik dalam lingkup GKI maupun dalam gerakan
Pasal 7
PEMBANGUNAN GEREJA
1. Cukup jelas.
2. Cukup jelas.
Pasal 8 KEANGGOTAAN
1. Cukup jelas.
2. Cukup jelas.
Pasal 9
JABATAN GEREJAWI
1. Penatua (disingkat: Pnt.) dan pendeta (disingkat: Pdt.) secara hakiki mempunyai kedudukan yang sama dalam pengertian yang satu tidak berada di bawah atau di atas yang lain. Dengan demikian di dalam GKI tidak dikenal hierarki jabatan gerejawi. Hierarki jabatan gerejawi dalam bentuk apa pun harus dihindarkan (jika belum terjadi, namun potensial dapat terjadi) atau ditolak (jika telah menjadi kenyataan dalam praktik kehidupan gerejawi).
2. Kepemimpinan yang dijalankan oleh penatua dan pendeta pada hakikatnya adalah kepemimpinan yang melayani dengan meneladan kepada Kristus.
Dengan demikian di dalam GKI setiap bentuk kepemimpinan yang berorientasi kepada kekuasaan dan kepentingan diri sendiri harus dihindarkan (jika belum terjadi, namun potensial dapat terjadi) atau ditolak (jika telah menjadi kenyataan dalam praktik kehidupan gerejawi).
3. Pembangunan gereja merupakan kerangka yang bersifat umum dan luas bagi penatua dan pendeta untuk melaksanakan pelayanan kepemimpinan gerejawi mereka. Dalam perspektif ini dapat dikatakan bahwa penatua dan pendeta mempunyai tugas umum yang mereka laksanakan secara bersama. Dalam tugas umum itu terliput semua tugas kepemimpinan gerejawi yang diemban oleh penatua dan pendeta.
Pasal 10 KEPEMIMPINAN
1. Pimpinan
a. Majelis Jemaat adalah sebuah lembaga kepemimpinan kolektif. Jika terdapat Badan Pekerja Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Jemaat
terdiri dari beberapa anggota Majelis Jemaat dan juga merupakan sebuah lembaga kepemimpinan kolektif.
b. Dalam kenyataan, Majelis Klasis tidak mungkin melaksanakan tugas kepemimpinannya sehari-hari secara operasional. Karena itu, beberapa dari antara anggota Majelis Klasis ditugasi untuk menjadi pimpinan harian dalam wadah Badan Pekerja Majelis Klasis sebagai sebuah lembaga kepemimpinan kolektif.
c. Dalam kenyataan, Majelis Sinode Wilayah tidak mungkin melaksanakan tugas kepemimpinannya sehari-hari secara operasional. Karena itu beberapa dari antara anggota Majelis Sinode Wilayah ditugasi untuk menjadi pimpinan harian dalam wadah Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah sebagai sebuah lembaga kepemimpinan kolektif.
d. Dalam kenyataan, Majelis Sinode tidak mungkin melaksanakan tugas kepemimpinannya sehari-hari secara operasional. Karena itu beberapa dari antara anggota Majelis Sinode ditugasi untuk menjadi pimpinan harian dalam wadah Badan Pekerja Majelis Sinode sebagai sebuah lembaga kepemimpinan kolektif.
2. Tugas
a. Pada dasarnya tugas memimpin melingkupi tindakan-tindakan:
1) Menentukan arah.
2) Menggerakkan orang-orang menuju ke arah tersebut.
3) Memfasilitasi transformasi dalam proses berjalan bersama menuju ke arah tersebut.
4) Memaknai peristiwa-peristiwa yang terjadi secara teologis.
5) Mendapatkan dan memelihara kepercayaan dari mereka yang dipimpin.
b. Sama dengan Butir 2.a di atas.
c. Sama dengan Butir 2.a di atas.
d. Sama dengan Butir 2.a di atas.
3. Wewenang
a. Wewenang Majelis Jemaat pada hakikatnya berasal dari Allah yang memanggil pejabat-pejabat gerejawi –yang menjadi anggota-anggota
Majelis Sinode– melalui Jemaat.
4. Pertanggungjawaban
a. Sesuai dengan wewenang yang berasal dari Allah, Majelis Jemaat pada hakikatnya bertanggung jawab kepada Allah. Secara operasional, pertanggungjawaban Majelis Jemaat dilaksanakan oleh Majelis Jemaat melalui Persidangan Majelis Jemaat.
b. Sesuai dengan wewenang yang berasal dari Allah, Majelis Klasis pada hakikatnya bertanggung jawab kepada Allah. Secara operasional, pertanggungjawaban Majelis Klasis dilaksanakan oleh Majelis Klasis melalui Persidangan Majelis Klasis.
c. Sesuai dengan wewenang yang berasal dari Allah, Majelis Sinode Wilayah pada hakikatnya bertanggung jawab kepada Allah. Secara operasional, pertanggungjawaban Majelis Sinode Wilayah dilaksanakan oleh Majelis Sinode Wilayah melalui Persidangan Majelis Sinode Wilayah.
d. Sesuai dengan wewenang yang berasal dari Allah, Majelis Sinode pada hakikatnya bertanggung jawab kepada Allah. Secara operasional, pertanggungjawaban Majelis Sinode dilaksanakan oleh Majelis Sinode melalui Persidangan Majelis Sinode.
5. Persidangan Gerejawi a. Cukup jelas.
b. Cukup jelas.
c. Cukup jelas.
d. Cukup jelas.
6. Rapat Kerja a. Cukup jelas.
b. Cukup jelas.
c. Cukup jelas.
7. Peninjauan Ulang dan Banding Cukup jelas.
8. Perwakilan Cukup jelas.
9. Badan Pelayanan Cukup jelas.
10. Tenaga Pelayanan Gerejawi Cukup jelas.
Pasal 11 HARTA MILIK
1. Harta milik GKI adalah milik Allah. GKI dalam hal ini dipercaya oleh Allah
untuk mengelolanya. Hanya dalam pengertian itulah GKI dapat disebut sebagai pemilik.
2. Cukup jelas.
3. Cukup jelas.
4. Harta milik berupa barang tidak bergerak yang telah dimiliki atas nama Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode sebelum pemberlakuan Tata Gereja GKI pada tanggal 26 Agustus 2003 tetap atas nama lembaga masing- masing. Harta milik berupa barang tidak bergerak yang telah dimiliki atas nama Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode sesudah pemberlakuan Tata Gereja GKI pada tanggal 26 Agustus 2003 adalah atas nama GKI sebagai Sinode. Dalam keadaan di mana pengatasnamaan GKI sebagai Sinode tidak dimungkinkan oleh peraturan pemerintah di wilayah tertentu, harta tidak bergerak dapat diatasnamakan GKI sebagai Sinode Wilayah.
5. Cukup jelas.
Pasal 12 TATA LAKSANA
1. Cukup jelas.
2. Cukup jelas.
Pasal 13 PERUBAHAN Cukup jelas.
Pasal 14 PENUTUP Cukup jelas.
II
TATA LAKSANA
A. HAKIKAT DAN WUJUD
BAB I JEMAAT
Pasal 1
TAHAPAN UNTUK PELEMBAGAAN JEMAAT
Jemaat dilembagakan setelah melalui dua tahap yaitu Pos Jemaat dan Bakal Jemaat.
Pasal 2 POS JEMAAT
1. Pos Jemaat adalah wadah kegiatan persekutuan, kesaksian, dan pelayanan Jemaat di suatu wilayah tertentu yang diarahkan untuk menjadi Bakal Jemaat.
2. Syarat
a. Terdapat sekurang-kurangnya 15 (lima belas) anggota sidi dari Jemaat yang membentuknya.
b. Tersedia tempat kebaktian yang tetap.
c. Telah menyelenggarakan kebaktian secara teratur sekurang-kurangnya sekali seminggu.
d. Ada sekurang-kurangnya tiga (3) anggota sidi yang bersedia menjadi anggota Badan Pengurus Pos Jemaat, yang satu dengan lainnya tidak mempunyai hubungan suami-istri, mertua-menantu, orang tua-anak dan saudara sekandung.
e. Sesuai dengan Kebijakan dan Strategi Pengembangan GKI.
3. Prosedur
yang terkait menyusun laporan perlawatan dan rekomendasi tentang rencana pendirian Pos Jemaat tersebut untuk disampaikan dalam Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terdekat.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dalam rapat kerjanya mempertimbangkan laporan perlawatan dan rekomendasi Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait untuk mengambil keputusan mengabulkan atau menolak permohonan Majelis Jemaat tersebut.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyampaikan keputusan tersebut kepada Majelis Jemaat pemohon dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode.
f. Jika Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah mengabulkan permohonan Majelis Jemaat tersebut, Majelis Jemaat yang bersangkutan menyelenggarakan Kebaktian Peresmian Pos Jemaat, dengan menggunakan Liturgi yang ditetapkan oleh Majelis Sinode, termasuk pelantikan Badan Pengurus Pos Jemaat, selambat-lambatnya tiga (3) bulan sejak permohonan tersebut dikabulkan. Kebaktian Peresmian Pos Jemaat dilayani oleh Pendeta. Dalam Kebaktian Peresmian Pos Jemaat itu Badan Pekerja Majelis Sinode menyerahkan Piagam Peresmian Pos Jemaat kepada Majelis Jemaat yang bersangkutan. Formulasi Piagam Peresmian Pos Jemaat dimuat dalam Peranti Administrasi.
g. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan tentang Pos Jemaat baru itu kepada Majelis Klasis dalam Persidangan Majelis Klasis yang terdekat.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan tentang Pos Jemaat baru itu kepada Majelis Sinode Wilayah dalam Persidangan Majelis Sinode Wilayah terdekat, dengan tembusan Badan Pekerja Majelis Sinode.
4. Sebuah Pos Jemaat dapat dibentuk oleh lebih dari satu Jemaat.
Pasal 3 BAKAL JEMAAT
1. Bakal Jemaat adalah bagian dari Jemaat yang merupakan pengembangan dari Pos Jemaat yang diarahkan untuk menjadi Jemaat.
2. Syarat
a. Terdapat sekurang-kurangnya lima puluh (50) anggota sidi dari Jemaat yang membentuknya yang bersedia terlibat dalam kegiatan pelayanan di Bakal Jemaat yang akan dibentuk.
b. Tersedia tempat kebaktian yang tetap.