9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi Kepemimpinan dalam Organisasi Kerja 2.1.1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi, pesan, atau gagasan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan, dengan menggunakan media akhirnya mendapatkan umpan balik atau efek tertentu. Sebuah paradigma dari Harold Laswell dalam
“The Structure and Function of Communication in Society”, Laswell menyatakan bahwa cara yang paling baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut : Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Pernyataan tersebut menunjukkan
bahwa komunikasi meliputi 5 unsur jawaban dari pertanyan yang diajukan, yaitu Komunikator, Pesan, Media, Komunikan, dan Efek.
Adapun beberapa ahli yang mendefinisikan pengertian komunikasi, yaitu :
1. Weaver (1949), komunikasi merupakan segala prosedur yang mana suatu pemikiran seseorang dapat mempengaruhi yang lainnya.
2. Miller (1951), komunikasi merupakan suatu informasi yang berlalu dari suatu tempat ke tempat yang lainnya.
10
3. Babcock (1952), komunikasi merupakan kejadian yang bekerja dengan simbol, dalam lingkungan tertentu, oleh seseorang atau lebih, dengan media, untuk menyampaikan sebuah pesan.
4. Hovland, Janis, & Kelley (1953), komunikasi merupakan suatu proses yang mana komunikator mengirim stimulus untuk memberi pengaruh tindakan seseorang.
5. Anderson (1959), komunikasi merupakan sebuah proses yang mana seseorang akan saling memahami satu sama lain yang berjalan dinamis, berubah, silir berganti sesuai dengan situasi.
6. Gode (1959), komunikasi merupakan proses menciptakan kesamaan dari beberapa orang mulai dari monopoli satu ke yang lainnya.
7. Ruesch & Beteson (1961), komunikasi menurutnya bukan merujuk pada pesan verbal, eksplisit, dan intensional namun juga semua proses seseorang mempengaruhi yang lainnya.
8. Oliver, Zelko, & Holtzman (1962), komunikasi merupakan kiasan gambaran seseorang mengenai stimulasi pikiran orang lain atas kesadaran seseorang akan pentingnya sebuah peristiwa.
9. Emery, Ault, & Agee (1963), komunikasi merupakan senin transmisi informasi, sikap, gagasan, dari seseorang ke yang lainnya.
10. Lewis (1963), komunikasi merupakan proses yang mana seseorang akan meminimalisir ketidakpastian lewat isyarat dalam sebuah hubungan.
11
11. Berelson & Steiner (1964), komunikasi merupakan pengiriman segala informasi, ide, emosi, dsb melalui simbol.
12. Gerbner (1964), komunikasi merupakan hubungan sosial melewati sebuah simbol dan sistem.
13. Dance (1964), komunikasi merupakan pencapaian respon melaui simbol verbal.
14. Hawes (1973), komunikasi merupakan aktivitas beraturan dalam dimensi ruang serta waktu dengan menggunakan simbol.
(Sumber: Apendix A, Dance & Larson, 1976 Miller (2001:5)).
2.1.2. Proses Komunikasi
Dalam sebuah komunikasi terdapat elemen dan proses yang mendukung terjadinya komunikasi sehingga akan mencapai tujuan bersama. Dalam bukunya, Santoso menyebutkan paling sedikit 3 unsur pokok dalam proses komunikasi yakni pengirim pesan, isi pesan, dan si penerima pesan. Isi pesan akan disampaikan oleh si pengirim melalui lambang atau simbol yang dipahami oleh mereka yang berkomunikasi, lambang-lambang tersebut terdiri dari :
1. Bahasa lisan maupun tulisan
2. Isyarat-isyarat, seperti angkat tangan, kedipan mata, anggukan kepala, dsb
3. Gambar, contohnya peta, bagan/struktur, dsb
4. Tanda, meliputi rambu lalu lintas, lampu peringatan, dsb
12
Unsur-unsur pokok dalam suatu proses komunikasi yakni :
1. Sumber pesan, berisi ide atau gagasan yang akan di sampaikan kepada penerima pesan.
2. Pengirim pesan (Komunikator), unsur atau orang yang menyampaikan ide atau gagasan kepada penerima pesan.
Tugas pengirim pesan adalah :
1. Melakukan Encoding, yakni merumuskan ide atau gagasan ke dalam pesan sehingga dapat dimengerti oleh penerima pesan.
2. Memilih lambang atau simbol yang akan menjadi alat bagi isi pesan agar tersampaikan pada si penerima pesan sesuai dengan situasi dan kondisinya.
3. Memilih sarana atau media yang akan digunakan untuk menyampaikan pesannya.
4. Media atau sarana, alat yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesannya agar dapat sampai kepada penerima pesan (komunikan).
5. Penerima pesan (Komunikan), unsur atau orang yang menerima suatu gagasan yang dikirim oleh komunikator.
6. Efek pesan, hasil yang didapat dari pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan.
7. Feedback, umpan balik yang berisi jawaban atas pesan yang telah tersampaikan pada komunikan.
13
2.1.3. Macam-macam Konteks Komunikasi
2.1.3.1.Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication)
Komunikasi antar orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal.
2.1.3.2.Komunikasi Intrapribadi (Intrapersonal Communication)
Komunikasi dengan diri-sendiri. Contohnya berpikir.
Komunikasi ini merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam konteks-konteks lainnya, meskipun dalam disiplin komunikasi tidak dibahas secara rinci dan tuntas.
2.1.3.3.Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok yaitu komunikasi yang dilakukan antara suatu kelompok. Tiap individu yang terlibat pada komunikasi ini masing-masing berkomunikasi sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam kelompok. Contohnya, berbincang antara ayah, ibu, dan anak dalam keluarga, diskusi guru dan murid di kelas, dll.
2.1.3.4.Komunikasi Massa
Komunikasi massa yaitu komunikasi yang ditujukan pada masyarakat luas. Bentuk komunikasinya bisa dilakukan dengan dua cara yaitu komunikasi melalui media massa seperti radio, surat
14
kabar, TV, dsbnya dan komunikasi langsung tanpa melalui media massa seperti ceramah, atau pidato.
2.1.3.5.Komunikasi Organisasi
2.1.3.5.1. Konsep Komunikasi Organisasi
Kegiatan komunikasi dalam suatu organisasi dan komunikasi antar organisasi. Bedanya dengan komunikasi kelompok adalah bahwa sifat organisasi organisasi lebih formal dan lebih mengutamakan prinsip-prinsip efisiensi dalam melakukan kegiatan komunikasinya.
Goldhaber mengatakan bahwa komunikasi organisasi merupakan cara menciptakan dan menukar pesan dalam suatu jaringan yang saling tergantung satu sama lain.
Goldhaber juga mengatakan bahwa tujuan komunikasi organisasi yaitu untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti dan selalu berubah-ubah.
Selanjutnya ia juga menjelaskan tujuh konsep dalam komunikasi organisasi, yaitu :
a. Proses, konsep ini diperlukan untuk terciptanya saling tukar-menukar pesan diantara anggota organisasi.
Kegiatan ini terjadi secara terus-menerus sehingga dikatakan sebagai. suatu proses.
15
b. Pesan, anggota dalann organisasi harus mampu mengirim dan menerima pesan. Pesan yang baik akan mampu diterima oleh si penerima pesan.
c. Jaringan, terdiri atas kumpulan orang yang mendudukii posisi atau jabatan tertentu. Sekumpulan orang. tersebut menjalankan tugas, fungsi, dan perannya masing- masing dalam organisasi.
d. Keadaan saling. tergantung, konsep ini dibutuhkan bila suatu bagian tidak berfungsi sebagaimana mestinya akan mengganggu kinerja. dari bagian lain juga.
e. Hubungan, fungsi dari bagian yang dijalankan oleh manusia bergantung pada hubungan antara anggota satu dengan anggota lainnya.
f. Lingkungan (internal dan eksternal),. konsep ini merupakan totalitas fisik dan faktor sosial yg diperhitungkan dalam pembuatan keputusan mengenai individu dalam suatu sistem.
g. Ketiidakpastian, untuk memenuhi ketersediaan informasi yang tersedia dan yang diiharapkan.
2.1.3.5.2. Penggolongan Komunikasi Organisasi a. Komunikasi Lisan dan Tertulis
Komunikasi dalam konteks ini berkaitan dengan pesan yang akan disampaikan. Komunikasi antar personal menjadi contoh utama dalam hal ini, karena
16
komunikasi didalamnya disampaikan secara lisan maupun tertulis. Hampir seluruh manusia berinteraksi menggunakan komunikasi lisan dan tertulis dengan berbagai faktor pertimbangan, yakni berapa biaya yang dikeluarkan, seberapa cepat komunikasi tersebut tersampaikan, sumber daya yang tersedia serta efisiensi penyampaiannya.
b. Komunikasi Verbal dan Non Verbal
Komunikasi ini menyampaikan informasinya meliputi bagaimana perasaan seseorang dikemukakan secara lisan dan melalui isyarat, simbol, suasana hati yang dinyatakan melalui gerakan isyarat atau yang biasa disebut bahasa badan (body language). Makna dari kalimat yang disampaikan akan diperjelas melalui nada suara yang tinggi atau rendah, bagaimana nada suara tersebut dan kapan komunikator berbicara.
c. Komunikasi Ke Bawah, Ke Atas, dan Ke Samping Komunikasi Ke Bawah meliputi komunikasi dari manajemen tertinggi ke manajemen tengah, dan berakhir pada karyawan. Komunikasi ini berfungsi sebagai pemberian informasi, pengarahan, perintah, tujuan organisasi, kebijaksanaan perusahaan, hak dan kewajiban karyawan, serta evaluasi.
17
Komunikasi Ke Atas meliputi komunikasi dari hirarki kekuasaan terendah ke yang lebih tinggi (manajer). Komunikasi ini berfungsi untuk memperoleh segala informasi yang ada dalam organisasi.
Komunikai Ke Samping meliputi komunikasi yang berlangsung pada tingkatan kekuasaan yang sama.
Komunikasi ini berfungsi untuk pengkoordinasikan serta pemecahan masalah yang ada di organisasi tersebut.
d. Komunikasi Satu Arah dan Dua Arah
Komunikasi Satu Arah hanya menekankan pada penyampaian pesannya. Keuntungan dari komunikasi ini yaitu cepat dalam penyampaiannya serta menghemat biaya dan waktu karena tidak adanya celah bagi komunikan untuk mempertanyakan informasi yang dikirimkan, sehingga dapat melindungi kesalahan yang barangkali dilakukan komunikan tersebut. Namun, terdapat kekurangan dari komunikasi ini yaitu penerima tidak memperoleh penjelasan terhadap pesan yang telah dikirimkan.
Komunikasi Dua Arah berbentuk umpan balik tetap yang membuat komunikator mendapat feedback berupa pesan yang disampaikan. Adapun kerugian dari komunikasi ini yaitu kurang efisien, serta membutuhkan
18
banyak waktu. Namun ada juga kelebihan dari komunikasi ini, yakni komunikator dapat memperhatikan dan memahami pesan yang disampaikan.
e. Komunikasi Formal dan Informal
Komunikasi Formal merupakan komunikasi yang terjadi antara karyawan melewati kekuasaan yang sudah ditetapkan manajer.
Komunikasi Informal berfungsi untuk memelihara hubungan sosial dari kelompok informal yang penyebaran informasinya bersifat pribadi. Adapun sifat dan karakteristikmya yaitu pada kecepatan penyebarannya. (Masmuh, 2010:07)
2.1.4. Komunikasi Kepemimpinan
Kepemimpinan berarti membimbing dan menuntun mempengaruhi, mengontrol, pikiran, perasaan, dan tingkah laku orang lain. Pemimpin yaitu orang yang berfungsi memimpin, atau orang yang membimbing atau menuntun. Kepemimpinan yang bersifat tatap muka berlangsung melalui kata-kata secara lisan, kepemimpinan jenis ini bersifat langsung karena sang pemimpin dalam usahanya mempengaruhi orang lain. Fungsi utama kepemimpinan berada dalam jenis khusus dari salah satu kelompoknya (group representation). Seorang atasan harus mewakili kelompoknya melewati saluran - saluran khusus yang direncanakan dan dibuat oleh kelompoknya sendiri.
19
Komunikasi Kepemimpinan merupakan aktifitas yang dilakukan pimpinan kepada bawahannya meliputi penyampaian pesan, informasi, dan tugas melalui media tertentu untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Lewis (1987), komunikasi ke bawah atau biasa disebut Komunikasi Pimpinan yaitu sebuah arus pesan yang mengalir dari pimpinan kepada bawahannya. Kebanyakan komunikasi pimpinan bertujuan untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkenaan dengan tugas - tugas dan pemeliharaan. Pesan tersebut biasanya berhubungan dengan pengarahan, tujuan, disiplin, perintah, pertanyaan dan kebijaksanaan umum.
Masmuh (2010;280) menyebutkan 5 hal yang penting dalam komunikasi pimpinan, diantaranya :
1. Apa tugas dan tujuan dari organisasi tersebut.
2. Kapan tujuan tersebut harus dicapai.
3. Bagaimana tujuan itu harus tercapai.
4. Siapa saja yang bertanggung jawab pada setiap unit kerja.
5. Mengapa tujuan tersebut harus dicapai.
Inti Komunikasi kepemimpinan adalah bagaimana pemimpin memberi instruksi atau tugas yang jelas dan mudah dipahami oleh bawahan, bagaimana mengkomunikasikan kebijakan organisasi kepada semua unsur di dalamnya, bagaimana frekuensi komunikasi pimpinan dengan bawahan, membangkitkan motif bawahan atau karyawan, mengunggah daya gerak mereka untuk bekerja lebih giat. (Masmuh 2010;280).
20
Landasan teori penelitian ini menggunakan teori Kontingensi oleh Fiedler (1967) atau biasa disebut Contingensi of leadership. Menurutnya, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara pemimpin dan situasinya.
Keefektifan pemimpin bergantung pada situasi tertentu yang dihadapinya, dan hubungan-hubungan dalam gaya kepemimpinannya.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam situasi kepemimpinan, yaitu : 1. Relasi antar pemimpin dan anggotanya, bagaimana seorang pemimpin
membangun human relation dengan baik. Dengan demikian hubungan atasan dan bawahan akan harmonis sehingga akan tercipta perasaan senang, percaya, dan menghargai pemimpin.
2. Struktur tugas, cara-cara melakukan pekerjaan yang dijelaskan rinci dan bertahap. Tugas yang terstruktur dan jelas akan berpengaruh besar terhadap pemimpin atas tim tersebut.
3. Kekuasaan jabatan, merupakan suatu tingkat hukuman, penghargaan kenaikan pangkat, disiplin kerja, dan teguran. Posisi jabatan dalam sebuah organisasi akan menentukan sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk menanamkan nilai dan arti dari tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sejauh mana pemimpin menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman, penghargaan, promosi dan penurunan pangkat.
2.1.5. Fungsi Kepemimpinan 2.1.5.1.Fungsi Informatif
21
Seluruh anggota organisasi menginginkan informasi yang lebih banyak,. lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkann setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara pasti, pada dasarnya informasi dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. Orang - orang pada tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna. mengatasi konflik yang terjadii di dalam organisasi. Sedangkan. karyawan membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial. dan kesehatan, izin cuti dsb.
2.1.5.2.Fungsi. Regulatif
Fungsi regulatif berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku pada suatu organisasi. Seluruh lembaga dan organisasi mempunyai dua hal yang. berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu :
a. Atasan, yakni mereka yang mempunyai wewenang untuk mengatasi semua informasi yang disampaikan. Disamping itu mereka juga mempunyai wewenang untuk memberikan perintah, sehingga dalam structure organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority) supaya perintahnya dilakukan sebagaimana semestinya.
b. Berkaitan dengann pesan. Pesan regulatife dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, karyawan membutuhkan
22
kepastian peraturan mengenai pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilakukan.
2.1.5.3.Fungsi. Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi,.kekuasaan dan kewenangan tak selalu membawa hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan. ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab. pekerjaan yang dilaksanakan sukarela dilakukan oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang.lebih besar diibanding jika pimpinan sering menunjukkan kekuasaan dan wewenangnya.
2.1.5.4.Fungsi. Integratif
Setiap.organisasi berusaha menyediiakan saluran yang mungkin karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik.. Terdapat dua saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.
23 2.1.6. Gaya Kepemimpinan
Menurut White & Lippit Harbani (2008) gaya kepemimpinan terdiri dari 3 macam yaitu :
2.1.6.1.Kepemimpinan Otoriter
Merupakan kekuasaan atau wewenang sebagian besar mutlak berada pada pimpinan. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan pimpinan. Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar, dan paling cakap. Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan instruksi atau perintah, ancaman hukuman, serta pengawasan yang dilakukan secara ketat.
Ciri - ciri Kepemimpinan Otoriter :
a. Kewewenangan mutlak terpusat pada atasan.
b. Keputusan dan. Kebijakan dibuat oleh atasan.
c. Komunikasi berlangsung satu arah.
d. Pengawasan dilakukan. secara ketat.
e. Prakarsa dari atasan dan tanpa kesempatan bawahan untuk memberiikan pendapat.
f. Lebih banyak kritik dibanding pujian.
g. Atasan menuntut kesetian dan prestasi sempurna.
h. Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh atasan.
24
2.1.6.2.Kepemimpinan Demokratis
Merupakan pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan dengan menciptakan kerjasama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para bawahan.
Pemimpin dengan gaya ini, akan mendorong kemampuan bawahan mengambil keputusan. Pimpinan akan selalu membina bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar. Disini pemimpin mencoba mengutamakan “human relation” (hubungan antar.manusia) yang baik dan lancar.
Ciri - ciri gaya kepemimpinan Demokratis : a. Kewenangan atasan tidak mutlak.
b. Atasan bersedia melimpahkan wewenang kepada bawahan.
c. Keputusan dan kebijakan dibuat bersama antara atasan dan bawahan.
d. Komunikasi berlangsung dua arah.
e. Pengawasan diilakukan secara wajar.
f. Bawahan diberii kesempatan untuk berprakarsa dan menyampaikan saran.
g. Tugas yang diberi untuk bawahan lebih bersifat permintaan daripada instruksi.
h. Pujian dan kritik pada bawahan diberikan secara seimbang.
i. Terdapat suasana saliing percaya dan saliing menghargai.
2.1.6.3.Kepemimpinan Laissez-Faire
25
Gaya ini berasumsii bahwa suatu tugas disajikan pada kelompok yang biasanya menentukan teknik - teknik mereka sendiri guna mencapai tujuan tersebut untuk mencapai sasaran - sasaran dan kebijakan organisasi. Kepemimpinan pada type ini melaksanakan perannya atas dasar aktivitas kelompok dan pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya.
Pada tipe ini pemiimpin akan meletakkan tanggungjawab keputusan penuh pada para bawahannya, pemimpin akan sedikit saja memberikan pengarahan. Pemimpin pada gaya ini sifatnya positif dan seolah - olah tidak mampu memberiikan pengaruh kepada bawahannya.
Ciri-ciri gaya kepemimpinan Laissez-Faire :
a. Pimpinan melimpahkan sepenuhnya kepada bawahan.
b. Keputusan dan kebijakan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.
c. Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan.
d. Hampir tidak ada pengawasan.
e. Pengambil inisiatif selalu datang dari bawahan.
f. Hampir tidak ada pengarahan dari pimpinan.
g. Kepentingan pribadi lebih dominan dari pada kepentingan kelompok.
h. Tanggung jawab dipikul oleh orang perorang.
26
2.1.7. Peran Pemimpin Sebagai Komunikator
Keberhasilan seorang pemimpin dapat dilihat dalam kegiatan berkomunikasi. Faktor utama bagii seorang pemimpin dalam kegiatannya sebagai komunikator ialah :
1. Faktor daya tarik komunikator, isi pesan yang disampaikan komunikator memiliki kesamaan dengan komunikan sehingga komunikan bersedia taat pada pesan disampaikan komunikator.
Sikap tersebut akan menimbulkan simpati komunikan pada komunikator.
2. Faktor kepercayaan pada komunikator,. ditentukan oleh oleh keahlian komunikator pada bidang tugasnya. Kepercayaan pada komuniikator mencerminkan bahwa pesan yang disampaikan pada komunikan dianggap benar dan sesuai kenyataan.
Berikut adalah beberapa faktor yang perlu diiperhatikan apabila seorang pemimpin sebagai komunikator :
1. Kerangka. Referensi
Keberhasilan seorang pemimpin dalam berkomunikasi dapat ditentukan apabila pesan yang disampaikan cocok dengan kerangka referensi komunikan. Kerangka referensii seseorang dibentuk dari hasil pengalaman, pendidikan,. dan definisi - definisi yang diperoleh dari orang lain atau suatu kelompoknya. Pesan yang disampaikan hendaknya menggunakan bahasa yang umum dan kalimat yang sederhana, sehingga lawan bicara akan memahami isi pesan tersebut.
2. Konteks Situasional
27
Situasi atau suasana sangat berpengaruh terhadap kelangsungan komunikasi. Konteks situasional adalah kondisi dalam hubungannya dengan komunikasi. Suatu komunikasi yang dilancarkan dalam situasi dan kondisi yang tidak menyenangkan tidak akan fungsional. Bahkan akan menjadi boomerang kepada komunikator sehingga komunikan akan timbil pertikaian antar keduanya akibat kesalah pahaman.
3. Konotasi
Merupakan kata-kata yang dijadikan alat untuk mengekspresikan isi pikiran atau perasaan. Pesan komunikasi entah itu ide, informasi atau opini merupakan pikiran komunikator yang disampaikan menggunakan bahasa sehingga sampai kepada benak komunikan. Terdapat dua jenis pengertian dari kata-kata, yakni denotatif dan konotatif. Denotatif yaitu kata-kata yang diterima secara umum oleh kebanyakan orang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Sedangkan konotatif yaitu kata-kata yang mengandung penilaian tertentu yang disebabkan latar belakang dan pengalaman seseorang.
2.2 Macam-macam Efek Komunikasi
1. Kognitif yaitu akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informative bagi dirinya.
2.Afektif yaitu akibat yang timbul pada diri komunikan yang terjadi pada perubahan sikap.
3.Behavioural yaitu akibat timbulnya pada diri seseorang dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan.
28
Adapun efek komunikasi dalam. kepemimpinan yang dapat menunjang keberhasilan organisasi di antaranya yaitu:
1. Membuat dan merumuskan tujuan organisasi
Atasan harus mampu membentuk visi atau tujuan yang jelas bagi organisasi dan merumuskan tugas - tugas yang diperlukan untuk membantu organiisasi mencapai tujuan yang telah direncanakan.
2. Membangun situasi pemahaman yang lebih baik
Atasan harus membangun pengertian yang baik antara karyawanya agar tidak terjadi kesalahpahaman. Pesan yang dirumuskan dengan baik tidak cukup jika tidak didukung dengan pengetahuan yang baik tentang teknik komunikasi yang tepat.
3. Membangun kepercayaan. dengan berbagai pihak
Agar seorang atasan memperoleh kepercayaan dari karyawannya, maka ia harus membangun kepercayaan dengan mengkomunikasikan tujuan yang dimiliki serta berinteraksi dengan. mereka.
4. Menjalin hubungan baiik dengan karyawannya
Hubungan antara atasan dan karyawanya dapat memberikan dampak yang besar terhadap organisasi. Agar hubungan dapat terjalin dengan baik, maka seorang atasan harus selektif dalam membagikan sumber daya yang dimiliki dengan pengiikutnya.
2. Menyatakan visi, misi, nilai - nilai dan aturan organisasi
Atasan harus mengarahkan karyawanya dengan memberikan contoh seperti komunikasi yang dilakukan pemimpin harus jelas, singkat, dan juga harus menilai pikiran, ide, dan perasaan orang lain.
29
Kepemimpinan yang baik sangat dibutuhkan untuk merangkul semua budaya,.pengetahuan, pendidikan, nilai-nilai moral, demografi yang berbeda, dan penyiimpangan komunikasi.
3. Membangun system komunikasi yang transparan
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk membangun sistem komunikasi yang transparan di antaranya adalah adanya saluran komunikasi maka setiap orang harus mengetahui beragam saluran komunikasi yang dapat digunakan, setiap orang juga memiliki akses ke saluran komunikasi formal dan komunikasi yang dilakukan bersifat singkat dan langsung, dll.
4. Memotivasi karyawan
Atasan yang memiiliki semangat dan motivasi diri yang besar yang dapat disebut sebagai pemimpin yang efektif karena ia mempunyai potensi yang besar untuk memotivasi dan mengangkat moral anggota timnya.
5. Mendelegasiikan tugas dan kewajiban
Seorang atasan hendaknya dapat mendelegasikan tugas - tugas pada karyawannya dengan harapan masing – masing karyawannya dapat menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan baik. Atasan tidak perlu benar - benar menghindari perilaku suportif karena jika hal ini terjadi, maka karyawannya akan merasa diabaikan dan hubungan antara atasan dan karyawan akan terganggu.
30 6. Mendorong system umpan balik
Seorang atasan yang efektif harus selalu mendorong sistem umpan balik untuk memperbaiki lingkungan dunia kerja. Umpan balik bertujuan untuk mengatasi berbagai kesalahan yang mungkin timbul selama proses komunikasi dalam organiisasi.
7. Membangun seni berinteraksi dengan orang lain
Atasan harus mampu membangun seni berinteraksi dengan setiap individu meskipun mereka berada dalam kelompok. Dengan demikian, seorang atasan harus dapat mengarahkan kelompok sebagaimana ia berbicara dengan setiap individu.
8. Berpikiran dan bersikap terbuka
Seorang atasan harus berpikiran dan bersikap terbuka bagi tiap kritik dan saran untuk memperbaiki gaya komunikasi, gaya kepemimpinan, dan menerimanya sebagai bentuk pembelajaran.
9. Menggunakan beragam saluran dan teknologi komuniikasi
Atasan harus mempertimbangkan berbagai saluran dan teknologi komunikasi untuk memaparkan jenis-jenis informasi seperti rapat tatap muka, video conferences, telephone conferences, surat elektronik, dll sebagai cara untuk dapat berhubungan dengan seluruh karyawannya.
10. Manajemen team
31
Atasan mempunyai tanggung jawab untuk membentuk lingkungan di sekitarnya agar dapat mendorong kreativitas, pencapaian tugas, mengangkat moral serta memotivasi karyawannya.
11. Menstimulasi kreativitas dan inovasi
Atasan harus dapat menstimulasi karyawannya untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif dalam menjalankan tugas - tugasnya serta memberikan tantangan terhadap kepercayaan dan nilai-nilai yang dimiliki oleh karyawannya.
12. Memberikan arahan dan bimbingan
Karyawan sangat membutuhkan arahan, bimbingan, dan dukungan dari atasan karena mereka merasa tidak dapat menampilkan kinerja yang maksimal dan kurang percaya diri dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Untuk itu, atasan harus memberikan arahan dan dorongan secara langsung kepada karyawannya sebagai upaya untuk menyelesaikan tugas - tugas yang diberikan.
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
Menurut Martoyo (2002) terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi disiplin kerja yaitu motivasi, diklat, kepemimpinan, esejahteraan, penegakkan disiplin. Sedangkan Simamora (2004) juga menyatakan bahwa komunikasi dapat mempengaruhi disiplin kerja, karena komunikasi merupakan sumber masalah disiplin yang bersifat
32
organisasional. Kegagalan dalam mengkomunikasikan standar dan ekspektasi kerja yang memadai menjadi salah satu pemicu timbulnya masalah disiplin. Oleh karena itu, komunikasi juga dapat mempengaruhi perilaku disiplin kerja karyawan.
Malayu Hasibuan (2009:194) berpendapat beberapa faktor yang mempengaruhi diisiplin kerja karyawan, yitu :
1. Waskat (pengawasan melekat), yaitu tindakan nyata yang paling efektif untuk mewujudkan disiplin kerja. Tindakan ini efektif merangsang disiplin dan moral kerja karyawan, karena karyawan dapat perhatian, bimbingan, petunjuk dan pengarahan dari atasannya langsung. Dengan waskat ini atasan akan dapat mengetahui secara langsung kedisiplinan karyawan sehingga pimpinan dapat menilai kondiisi setiap karyawan. Selain mengawasii disiplin kerja karyawan, waskat juga mencari sistem kerja yang efektif untuk mewujudkan tujuan organisasi dan karyawan. Hal ini juga berarti Waskat termasuk dalam penerapan komunikasi verbal dan non verbal.
2. Tujuan dan Kemampuan, hal ini sangat berpengaruh pada tingkat disiplin.kerja karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan.
Pekerjaan yang dibebankan pada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan tersebut, agar mereka dapat bersungguh-sungguh dan disiplin untuk mengerjakannya.
3. Teladan Pemimpin, hal ini sungguh berperan dalam menentukan disiiplin kerja karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para
33
karyawannya. Seorang atasan harus menyadari bahwa dirinya menjadi contoh dan diteladani oleh karyawannya, untuk itu pimpinan harus mempunyai kedisiplinan yang baik agar karyawannya juga dapat melaksanakan disiplin yang baik.
4. Balas.Jasa. Balas jasa atau kompensasi juga mempengaruhi disiplin kerja karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap pekerjaannya maka disiplin akan terlaksana. Balas jasa berperan penting dalam menciptakan disiplin kerja karyawan, artinya semakin besar kompensasi yang diberikan perusahaan, maka semakin baik disiplin kerja karyawan. Begitu juga sebaliknya, karyawan akan sulit bekerja dengan disiplin jika kebutuhan primer mereka tidak terpenuhi.
5. Keadilan. Keadilan akan ikut mendorong terwujudnya disiplin kerja karyawan, karena sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan ingin diperlakukan sama.
6. Ketegasan. Atasan harus tegas dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi disiplin kerja karyawan. Atasan harus berani dan bertindak tegas untuk menghukum setiap karyawan yang tidak disiplin sesuai dengan sanksi.
7. Sanksi atau Punishment. Sanksi berperan penting dalam memelihara disiplin kerja karyawan, karena dengan sanksi hukum yang berat karyawan akan semakin takut.untuk melanggar peraturan - peraturan organisasi sehingga perilaku yang tidak disiplin akan berkurang. Berat atau ringan sanksi yang diterapkan tersebut juga mempengaruhi baik atau buruknya disiplin kerja.karyawan. Hendaknya sanksi hukum tersebut tidak terlalu
34
berat supaya sanksi tersebut dapat dijadikan pelajaran untuk mendiidik karyawan agar mengubah perilakunya.
8. Hubungan..Kemanusiaan. Menciptakan hubungan yang baik dan harmonis sesama karyawan baik hubungan keatas maupun kepada bawahannya yang terdiri dari direct single relationship, direct group relationship dan cross relationship akan ikut menciptakan disiplin kerja
karyawan yang baik. Dengan menciptakan hubungan kemanusiaan yang baik yang serasi akan terwujudnya lingkungan kerja yang nyaman.
2.3.1. Pengertian Disiplin Kerja
Menurut Mangkunegara (2001:129) ”Dicipline is management action to enforce organization standar’.
Banyak pengertian mengenai disiplin itu meliputi karyawan yang datang dan pulang tepat waktu. Pernyataan tersebut menjadi salah satu yang dituntut oleh organisasi. Oleh karena itu, kedisiplinan dapat diartikan sebagai tingkah laku yang tertulis maupun yang tidak tertulis (Hasibuan, 2009:212).
Disiplin kerja dapat didefinisikan sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak menggelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya (Sastrohadiwiryo, 2003:291).
35
Disiplin karyawan adalah perilaku seseorang yang sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang ada atau disiplin adalah sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi atau perusahaan baik tertulis maupun yang tidak tertulis (Sutrisno, 2009:94).
Adapun menurut Moekijat, 2002: 356 pembagian disiplin meliputi 2 jenis, yaitu :
1. Self imposed discipline, yaitu disiplin yang dipaksanakan oleh diri sendiri. Disiplin ini berasal dari diri sesorang yang pada hakikatnya berasal dari dorongan pada dirinya sendiri. Self imposed discipline juga dapat diartikan oleh suatu keinginan dan kemauan untuk mengerjakan apa yang sesuai dengan keinginan kelompok.
2. Command discipline, yaitu disiplin yang diperintahkan. Disiplin dalam hal ini berasal dari suatu kekuasaan yang diakui dan menggunakan cara-cara menakutkan seperti hukuman atau sanksi agar para karyawan malaksanakan apa yang dikehendakinya.
2.3.2. Jenis-jenis Disiplin Kerja
Menurut.Handoko (2012 : 144) disiplin kerja digolongkan dua jenis, yaitu :
1. Disiplin.preventif, yaitu kegiatan yang dilaksanakan dengan maksud untuk mendorong para karyawan agar sadar menaati berbagai standar dan aturan, sehingga dapat di cegah berbagai penyelewengan atau pelanggaran. Yang utama dalam hal ini adalah ditumbuhkannya “self discripline” pada setiap karyawan.
36
2. Disiplin.korektif, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi pelanggaran yang terjadi terhadap aturan – aturan. Kegiatan korektif ini berupa hukuman atau sanksi pendisiplinan (discriplinary action), wujudnya dapat berupa peringatan, ataupun berupa shorsing. Semua sasaran pendisiplinan tersebut harus positif, bersifat mendidik, dan mengoreksi kekeliruan untuk tiidak terulang kembali.
2.3.3. Bentuk-bentuk Disiplin Kerja
Disiplin kerja mencakup berbagai bidang dan cara pandangnya, seperti menurut Guntur (1996) ada beberapa sikap disiplin yang perlu dikelola dalam pekerjaan, yaitu :
- Disiplin terhadap waktu - Disiplin terhadap target kerja - Disiplin terhadap kualitas kerja - Disiplin terhadap prioritas kerja - Disiplin terhadap prosedur kerja
Kriteria yang digunakan dalam disiplin kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga indikator disipin kerja, yaitu :
1. Disiplin pada waktu. Disiplin waktu disini diartikan sebagai sikap atau tingkah laku yang menunjukkan ketaatan terhadap jam kerja yang meliputi kehadiran dan kepatuhan karyawan pada jam kerja, dan apakah karyawan tersebut melaksanakan tugas dengan tepat waktu dan benar.
37
2. Disiplin pada peraturan. Peraturan maupun tata tertib yang tertulis dan tidak tertulis dibuat agar tujuan suatu organisasi dapat dicapai dengan baik. Untuk itu dibutuhkan komitmen dari karyawan atas apa yang telah ditetapkan pada organisasi tersebut. Komitmen disini berarti taat dan patuh dalam melaksanakan perintah dari atasan, serta ketaatan karyawan dalam menggunakan kelengkapan pakaiian seragam yang telah ditentukan organisasi tersebut.
3. Disiplin pada tanggungjawab. Salah satu bentuk tanggung jawab karyawan yaitu penggunaan dan pemeliharaan peralatan yang baik sehingga kegiatan kantor berjalan dengan lancar. Serta adanya kesanggupan dalam menghadapi pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya sebagai seorang karyawan. Robinns (2005, h;182)
2.3.4. Indikator Disiplin Kerja
Menurut Nitisemito (1996:40), indikator yang dapat membuat rendahnya disiplin kerja karyawan adalah :
1. Tingkat absensi yang tinggi. Menurut Gordon E. Wathins absensi menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
“Absensi menunjukkan ketidakhadiran pekerja dalam tugasnya. Hal ini termasuk waktu yang hilang sebab sakit, kecelakaan dan pergi meninggalkan pekerjaan karena alasan-alasan pribadi, baik diberi wewenang atau tidak. Yang tidak diperhitungkan sebagai absensi adalah diberhentikan sementara, tidak ada pekerjaan, cuti yang sah, periode libur dan pemberhentian bekerja.”Turunnya.produktivitas
38
kerja. Salah satu indikator rendahnya disiplin kerja dapat ditunjukkan dari turunnya produktivitas kerja. Produktivitas yang turun biasanya karena kemalasan, penundaan pekerjaan, dll.
2. Adanya.kelalaian.dalam.penyelesaian.pekerjaan.
Rendahnya kedisiplinan kerja karyawan dapat dilihat dengan sering terjadinya kelalaian sehingga dapat menyebabkan keterlambatan penyelesaian pekerjaan.
3. Tingkat kecerobohan atau kecelakaan yang tinggi. Tidak dapat dipungkiri jika rendahnya disiplin kerja dapat menyebabkan pekerjaan- pekerjaan yang gagal diluar kendali. Hal itu dapat disebabkan dari karyawan yang bermalas-malasan dan tidak fokus.
4. Seringnya pencurian bahan-bahan pekerjaan. Pencurian bahan pekerjaan memang hal yang kecil, namun jika suatu kedisiplinan kerja rendah, hal yang kecil pun dapat menjadi penghalang dari kelancaran suatu organisasi karena bisa saja menimbulkan konflik.
5. Timbul konflik antar karyawan. Perselisihan disini dapat menyebabkan ketidaktenangan karyawan dalam bekerja yang dapat mengganggu pekerjaan yang sedang dilakukan.
2.3.5. Aspek-aspek Disiplin Kerja
Amriany, dkk dalam Anggraeni (2008) menuliskan aspek - aspek disiplin kerja yaitu pertama kehadiran, seorang karyawan dijadwalkan untuk bekerja dan harus hadir tepat pada waktu tanpa alasan apapun.
Waktu, merupakan jangka waktu saat karyawan harus hadir untuk memulai pekerjaan, waktu istirahat, dan akhir pekerjaan. Kedua kepatuhan
39
terhadap perintah dan kepatuhan terhadap aturan yakni serangkaian aturan yang dimiliki perusahaan. Ketiga produktivitas kerja, poin ini yaitu produktivitas kerja menjadi salah satu aspek dari disiplin kerja, karena mau tidak mau sebuah kedisiplinan kerja pada karyawan akan menunjang pada produktivitas kerja.
2.4.Definisi Konseptual
2.4.1. Variabel Independent (X) : Komunikasi Kepemimpinan
Variabel bebas (Independent Variable) dalam penelitian ini adalah Komunikasi Kepemimpinan. Menurut Kriyantono (2010: 20), variabel bebas merupakan variabel yang diduga sebagai penyebab atau pendahulu dari variabel lain.
Definisi Komunikasi Kepemimpinan menurut Masmuh (2013: 279) merupakan aktivitas penyampaian pesan, informasi, dan tugas (secara verbal maupun non verbal) melalui cara tertentu atau yang disebut dengan gaya komunikasi yang dilakukan oleh seorang pimpinan kepada bawahannya, dengan tujuan tertentu. Beberapa hal penting dalam komunikasi kepemimpinan yaitu sebagai berikut:
1. Frekuensi komunikasi pimpinan dengan bawahan
2. Pemberian instruksi dan tugas yang jelas dan mudah dipahami 3. Mengkomunikasikan kebijakan kantor
4. Membangkitkan motif bawahan atau karyawan
5. Menggugah daya gerak karyawan untuk bekerja lebih giat
40
Menurut Lewis (1987), komunikasi kepemimpinan yaitu sebuah arus pesan yang mengalir dari pimpinan kepada bawahannya. Pesan tersebut biasanya berhubungan dengan pengarahan, tujuan, disiplin, perintah, pertanyaan dan kebijaksanaan umum.
2.4.2. Variabel Dependent (Y) : Disiplin Kerja Karyawan
Variabel terikat (Dependent Variable) dalam penelitian ini adalah Disiplin Kerja. Menurut Kriyantono (2010: 21), variabel terikat merupakan variabel yang diduga sebagai akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahului.
Disiplin kerja menurut Robbins dalam Arisandy (2004: 28) diartikan sebagai sebuah sikap yang dilakukan dengan sukarela dan dalam kondisi sadar serta mampu mematuhi setiap peraturan yang berlaku dalam sebuah perusahaan.
Robbins (2005: 182) juga menyebutkan 3 konsep pada disiplin kerja, yaitu:
1. Disiplin pada waktu
2. Disiplin pada tanggungjawab (tugas) 3. Disiplin pada aturan berpakaian.
2.5.Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran secara terperinci dari definisi konseptual dimana menyertakan indikator dari variabel independent dan variabel dependen.
41
2.5.1. Variabel Independent (X) : Komunikasi Kepemimpinan
Menurut Masmuh (2010: 280) beberapa hal penting dalam komunikasi kepemimpinan sebagai berikut:
1. Frekuensi komunikasi pimpinan dengan bawahan
2. Pemberian instruksi dan tugas yang jelas dan mudah dipahami 3. Mengkomunikasikan kebijakan kantor
4. Membangkitkan motif bawahan atau karyawan
5. Mengunggah daya gerak karyawan untuk bekerja lebih giat
Adapun beberapa indikator yang disebutkan pada tabel di bawah ini merupakan hasil dari data sekunder yang ditemukan di lapangan.
Tabel 2.1
Indikator Penelitian Variabel Independent
No. Variabel X Konsep Indikator
1. Komunikasi Kepemimpinan
Frekuensi komunikasi pimpinan dengan bawahan.
- Berkomunikasi melalui briefing harian.
- Berkomunikasi melalui reporting bulanan.
- Pengadaan bonding tim untuk menjalin rasa kekeluargaan.
- Keterlibatan rapat sebanyak 3 kali dalam 1 minggu.
- Kesempatan menyampaikan
42
pendapat saat rapat.
- Kebebasan berdiskusi.
- Pemberian kritik mengenai pekerjaan.
Pemberian
perintah/instruksi.
- Pemberian perintah sebanyak 2 kali dalam satu minggu.
- Penyampaian informasi mengenai pekerjaan.
- Tanggungjawab terhadap perintah yang diberikan.
- Pengawasan mengenai pekerjaan yang diperintahkan.
- Tuntutan menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna.
Penyampaian kebijakan kantor.
- Penyampaian aturan/tata tertib kantor sebanyak 2 kali dalam satu minggu.
- Kepatuhan terhadap setiap keputusan pimpinan.
Membangkitkan motif karyawan.
- Pujian untuk setiap pekerjaan yang sesuai dengan target.
- Reward untuk pekerjaan yang melampaui target.
43 Menggugah daya gerak karyawan untuk kerja lebih giat.
- Menegur karyawan ketika terlambat masuk kantor.
- Punishment untuk karyawan yang terlambat lebih dari 3 kali dalam satu bulan.
- Punishment pada karyawan yang melanggar aturan kantor.
2.5.2. Variabel Dependent (Y) : Disiplin Kerja Karyawan
Disiplin kerja menurut Robbins dalam Arisandy (2004: 28) diartikan sebagai sebuah sikap yang dilakukan dengan sukarela dan dalam kondisi sadar serta mampu mematuhi setiap peraturan yang berlaku dalam sebuah perusahaan yang meliputi 3 konsep, diantaranya:
1. Ketepatan waktu 2. Tanggungjawab 3. Aturan berpakaian
Adapun beberapa indikator yang disebutkan pada tabel di bawah ini merupakan hasil dari data sekunder yang ditemukan di lapangan.
44
Tabel 2.2
Indikator Penelitian Variabel Dependent
No. Variabel Y Konsep Indikator
1. Disiplin Kerja Karyawan.
Ketepatan waktu
- Tidak terlambat masuk kantor lebih dari 3 kali dalam satu bulan.
- Tidak absen/tidak masuk kantor lebih dari 3 kali dalam satu bulan.
- Kerja selama 8 jam sesuai shift yang telah ditentukan.
- Tidak meninggalkan kantor selama jam kerja.
- Tidak keluar kantor pada jam kerja tanpa seizin pimpinan.
- Menyelesaikan tugas sesuai deadline yang telah ditentukan.
Tanggungjawab - Mengerjakan tugas yang telah diperintahkan dengan sungguh- sungguh.
- Tidak menolak tugas yang diperintahkan pimpinan sebanyak 3 kali dalam satu minggu.
45
- Kepuasan hasil kerja.
Aturan berpakaian
- Menggunakan seragam sesuai aturan kantor (atasan dan bawahan).
- Tidak menggunakan seragam yang salah sebanyak 3 kali dalam satu minggu.
- Menggunakan atribut yang telah ditetapkan kantor pada hari tertentu.
2.6.Hipotesis
Hipotesis merupakan prediksi mengenai kemungkinan hasil dari suatu penelitian Frankle dan Wallen (1990: 40). Selanjutnya Yatim Riyanto, (1996: 13) menyatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Hipotesis belum tentu benar. Benar tidaknya siatu hipotesis tergantung hasil pengujian data empiris.
Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut :
46
Ho : “Ada pengaruh pada komunikasi kepemimpinan terhadap disiplin kerja karyawan”
Ha: “Tidak ada pengaruh pada komunikasi kepemimpinan terhadap disiplin kerja karyawan”