INTERAKSI OBAT PADA PASIEN OSTEOARTHRITIS DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM HAJI
MEDAN PERIODE SEPTEMBER 2015 – NOVEMBER 2015
SKRIPSI
OLEH:
INTAN YUSNIA NIM 121501029
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2016
INTERAKSI OBAT PADA PASIEN OSTEOARTHRITIS DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM HAJI
MEDAN PERIODE SEPTEMBER 2015 – NOVEMBER 2015
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
INTAN YUSNIA NIM 121501029
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2016
PENGESAHAN SKRIPSI
INTERAKSI OBAT PADA PASIEN OSTEOARTHRITIS DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN PERIODE
SEPTEMBER 2015 – NOVEMBER 2015 OLEH:
INTAN YUSNIA NIM 121501029
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal: 21 Oktober 2016
Disetujui oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap., Apt NIP 197803142005011002 NIP 195301011983031004
Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt.
Pembimbing II, NIP 197803142005011002
Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. Dr. Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt.
NIP 197802152008122001 NIP 197806032005012004
Prof. Dra. Azizah Nasution., M.Sc., Ph.D., Apt.
NIP 195503121983032001 Medan, November 2016
Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
Dr. Masfria, M.S., Apt.
NIP 195707231986012001
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Interaksi Obat pada Pasien Osteoarthritis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan periode September 2015 – November 2015”.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., dan Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap., Apt., selaku ketua penguji, Ibu Dr. Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., dan Ibu Prof. Dra. Azizah Nasution., M.Sc., Ph.D., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan Ibu Prof. Dra.
Azizah Nasution., M.Sc., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing akademik serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.
Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang kepada keluarga tercinta, Ayahanda H. Ismet Hasibuan., dan Ibunda Hj. Yusnidar Lubis S.Ag, Abang
Muhammad Imran S.S., Ahmad Irfandi, MKM., kakak dr. Deby Jayanti., dr.
Annisa Habny Nasution, dan Adik Ilham Kurniawan, atas limpahan kasih sayang, semangat dan doa yang tidak ternilai dengan apapun. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat tercinta Pharmateam, serta Mahasiswa/i angkatan 2012 Fakultas Farmasi USU yang selalu mendoakan dan memberi semangat.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, 21 Oktober 2016 Penulis,
Intan Yusnia NIM 121501029
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Intan Yusnia
Nomor Induk Mahasiswa : 121501029 Program Studi : S-1 Reguler
Judul Skripsi : Interaksi Obat Pada Pasien Osteoarthritis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan Periode September 2015 – November 2015
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar keserjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.
Medan, 21 Oktober 2016 Yang membuat pernyataan
Intan Yusnia NIM 121501029
INTERAKSI OBAT PADA PASIEN OSTEOARTHRITIS DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN PERIODE
SEPTEMBER 2015 – NOVEMBER 2015 ABSTRAK
Osteoarthritis merupakan suatu penyakit sendi degeneratif yang paling sering terjadi pada orang dewasa dan usia lanjut. Pada pasien usia lanjut dapat mengalami komplikasi penyakit sehingga membutuhkan obat kombinasi, yang dapat menyebabkan terjadinya interaksi obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ada tidaknya interaksi obat pada pasien osteoarthritis, mengetahui profil penggunaan, frekuensi interaksi obat, jenis obat yang berinteraksi, mekanisme interaksi obat, tingkat keparahan interaksi obat serta melihat hubungan interaksi obat dengan usia dan jumlah obat pada pasien osteoarthritis.
Metode penelitian ini adalah survei deskriptif. Pengambilan data secara retrospektif. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Haji Medan dengan menggunakan rekam medik pasien rawat jalan osteoarthritis pada bulan September 2015 – November 2015 yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis data interaksi obat menggunakan sumber yang terkini dan terpercaya (Drug Interaction Fact, Stockleys Drug Interaction, Drugs.com, Medscape.com), dan hasil data di analisis dengan menggunakan uji Chi Square pada program SPSS Advanced Statistic 18.0.
Hasil penelitian menunjukkan dari 120 rekam medik terdapat 87 rekam medik yang mengalami interaksi obat dengan frekuensi interaksi 72,5%. Jenis obat yang paling banyak berinteraksi adalah meloxicam (39,43%), natrium diklofenak (33,80%), dan paracetamol (17,60%). Berdasarkan mekanisme terjadinya interaksi terdapat 74 kasus dengan mekanisme farmakodinamik (52,11%), 65 kasus dengan mekanisme farmakokinetik (45,77%), dan 3 kasus dengan mekanisme unknown (2,11%). Berdasarkan tingkat keparahan interaksi terdapat tingkat keparahan ringan 65 kasus (45,77%), sedang 73 kasus (51,40%), dan berat 4 kasus (2,81%), serta tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian interaksi obat (p >0,05) dan adanya hubungan antara jumlah obat dengan kejadian interaksi obat (p<0,05).
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat interaksi obat yang cukup tinggi pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan periode September 2015 – November 2015. Faktor yang mempengaruhi interaksi obat adalah jumlah obat yang digunakan.
Kata kunci : Interaksi obat, osteoarthritis, RSU Haji Medan.
DRUG INTERACTIONS IN OSTEOARTHRITIS PATIENTS AT OUTPATIENT INSTALLATION OF RUMAH SAKIT UMUM HAJI
MEDAN FROM SEPTEMBER 2015 – NOVEMBER 2015 ABSTRACT
Osteoarthritis is the degenerative disease that most often which occurs in adults and the elderly. The elderly patients suffer from complication disease their requires combination drug, leading to drug interaction. The study aimed to identify the incidence of drug interaction in patients with osteoarthritis, knowing the profile of drug use, frequency of drug interaction, the type of drug interaction, the mechanism of drug interaction, the severity of for drug interaction and determine the correlation interaction with age and the amount of drug in osteoarthritis patients.
The research method used a descriptive survey with retrospective design.
The study was conducted at Rumah Sakit Umum Haji Medan using medical records of outpatients osteoarthritis in September 2015 – November 2015 that fulfilled the inclusion criteria. Data analysis drug interaction was done the most current and reliable sources (Drug Interaction Fact, Stockleys Drug Interaction, Drugs.com, Medscape.com), and the data was analyzed using Chi Square in SPSS advanced Statistics 18.0.
The result showed 120 medical records there are 87 medical records which may experience of drug interactions with for interaction frequency of 72.5%. The types of drugs most interaction is meloxicam (39.43%), sodium diclofenac (33.80%), and paracetamol (17.60%). Based on the mechanism of interaction there were 74 cases with pharmacodynamic mechanism (52.11%), 65 cases with pharmacokinetic mechanism (45.77%), and 3 cases with unknown mechanism (2.11%). Based on severitiy of the interaction there were minor 65 cases (45.77%), moderate 73 cases (51.40%), and major 4 cases (2.81%), there was correlation between age and incidence of interaction (p<0.05) and there was a correlation between the number of drugs and the incidence of drug interaction (p>0.05).
Based on the reserch, it can be concluded that there are drug interaction high enough in osteoarthritis patients at outpatient installation Rumah Sakit Umum Haji Medan period September 2015 – November 2015. The factor affecting drug interaction is the amount of drug used.
Keywords: Drug interaction, osteoarthritis, RSU Haji Medan.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 3
1.3 Perumusan Masalah ... 4
1.4 Hipotesis... 5
1.5 Tujuan Penelitian ... 5
1.6 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Interaksi Obat ... 7
2.1.1 Mekanisme Interaksi Obat ... 7
2.1.1.1 Interaksi Farmakokinetik ... 7
2.1.1.2 Interaksi Farmakodinamik ... 12
2.2 Osteoarthritis ... 13
2.2.1 Faktor resiko Osteoarthritis ... 14
2.2.2 Patofisiologi ... 16
2.3 Penatalaksanaan Osteoarthritis ... 17
2.3.1 Terapi Non Farmakologi ... 17
2.3.2 Terapi Farmakologi... 17
2.3.3 Terapi Bedah ... 21
BAB III METODE PENELITIAN ... 22
3.1 Jenis Penelitian ... 22
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 22
3.2.2 Waktu Penelitian ... 22
3.3 Populasi dan Sampel... 22
3.3.1 Populasi ... 22
3.3.2 Sampel ... 23
3.4 Definisi Operasional ... 23
3.5 Instrumen Penelitian ... 25
3.5.1 Sumber Data ... 25
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 25
3.6 Analisis Data ... 25
3.7 Bagan Alur Penelitan ... 26
3.8 Langkah Penelitian ... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
4.1 Karakteristik umum subjek penelitian ... 28
4.1.1 Usia ... 28
4.1.2 Jumlah Obat ... 29
4.2 Profil Penggunaan Obat pada Pasien Osteoarthritis di Instalasi Rwat Jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan Periode September 2015 – November 2015 ... 30
4.3 Profil Distribusi Penyakit Penyerta Pada Pasien Osteoarthritis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan Periode September 2015 – November 2015 ... 31
4.4 Persentase Frekuensi Interaksi Obat Pada Pasien Osteoarthritis Pada Subjek Penelitian ... 32
4.5 Gambaran Kejadian Interaksi Obat Pada Pasien Osteoarthritis Pada Subjek Penelitian ... 33
4.5.1 Obat Pada Pasien Osteoarthritis yang Sering Mengalami Interaksi Obat Pada Subjek Penelitian .... 33
4.5.2 Mekanisme Interaksi Obat Pada Pasien Osteoarthritis Pada Subjek Penelitian ... 35
4.5.3 Tingkat Keparahan Interaksi Obat Pada Pasien Osteoarthritis Pada subjek Penelitian ... 37
4.6 Hubungan Karateristik Subjek penelitian Dengan Kejadian Interaksi Obat Pada Pasien Osteoarthritis... 40
4.6.1 Faktor usia ... 40
4.6.2 Faktor jumlah obat ... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 43
5.1 Kesimpulan ... 43
5.2 Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
LAMPIRAN ... 47
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dan usia ... 28 4.2 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jumlah obat ... 29 4.3 Persentase tingkat penggunaan obat pada pasien osteoarthritis
di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan periode September 2015 – November 2015 ... 30 4.4 Persentase penyakit penyerta pada pasien osteoarthritis di
Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan periode September 2015 –November 2015 ... 31 4.5 Persentase interaksi obat pada pasien osteoarthritis pada subjek
penelitian ... 32 4.6 Jenis kejadian interaksi obat pada pasien osteoartritis pada
subjek penelitian ... 33 4.7 Jumlah obat pada pasien osteoarthritis yang mengalami
interaksi obat ... 34 4.8 Mekanisme interaksi pada jenis kejadian Interaksi obat pasien
osteoarthritis pada subjek penelitian ... 35 4.9 Persentase mekanisme interaksi obat pada pasien osteoarthritis
pada subjek penelitian ... 36 4.10 Tingkat keparahan pada jenis kejadian interaksi obat Pada
pasien osteoarthrtitis pada subjek penelitian ... 38 4.11 Persentase tingkat keparahan interaksi obat pada subjek
penelitian ... 38 4.12 Hasil analisis interaksi obat pada pasien osteoarthritis
berdasarkan usia ... 40 4.13 Hasil analisis interaksi obat pada pasien osteoarthritis
berdasarkan jumlah obat ... 41
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat ... 4
2.1 Sendi yang terkena osteoarthritis ... 16
2.2 Alogaritma terapi osteoarthritis ... 18
3.1 Alur pelaksanaan penelitian ... 26
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Hasil analisis bivariat beberapa variabel bebas terhadap kejadian potensi interaksi obat dengan menggunakan uji Chi-
Squuare pada program SPSS Advanced Statistic 18.0 ... 47 2 Data interaksi obat pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat
jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan periode September 2015 – November 2015 ... 50 3 Surat permohonan izin penelitian dari fakultas ... 60 4 Surat permohonan izin penelitian/pengambilan data dari
Rumah Sakit Umum Haji Medan ... 61 5 Surat keterangan selesai penelitian dari Rumah Sakit Umum
Haji Medan ... 62 6 Surat Etical Clirens ... 63
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoarthritis merupakan suatu penyakit sendi degenaratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi, penyakit ini terjadi seiring dengan pertambahan usia dan biasanya terjadi pada orang dewasa dan usia lanjut. Data radiografi menunjukkan bahwa osteoarthritis terjadi pada sebagian besar usia lebih dari 65 tahun, dan pada hampir setiap orang pada usia 75 tahun (Depkes RI, 2006).
Osteoarthritis merupakan jenis artritis yang paling sering terjadi yang menimbulkan rasa sakit dan hilangnya kemampuan gerak. Osteoarthritis merupakan kelainan yang mengenai berbagai ras dan kedua jenis kelamin.
Osteoarthritis lebih banyak ditemukan pada perempuan jika dibandingkan dengan laki – laki yaitu 68,67% (Pratiwi, 2015).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2004, diketahui bahwa osteoarthritis diderita oleh 151,4 juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai 27,4 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara. di Amerika Serikat prevalensinya meningkat sekitar 66% - 100% pada tahun 2020 dan pada tahun 2050 diperkirakan 130 juta orang menderita osteoarthritis di seluruh dunia.
Prevalensi jumlah osteoarthritis di Indonesia 50 – 60% (Nainggolan, 2009). Kasus osteoarthritis cukup tinggi di Indonesia yaitu 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40 – 60 tahun dan 65% pada usia > 61 tahun (Handayani, 2009). Sedangkan prevalensi osteoarthtritis lutut berdasarkan pemeriksaan radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada pria, dan 12,7% pada wanita (Soeroso, dkk., 2009). Menurut Riskesdas 2013, prevalensi penyakit sendi berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan di Indonesia 11,9% dan berdasarkan gejala 24,7%.
Jika berdasarkan diagnosis kesehatan dan gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur 33,1%, Jawa Barat 32,1%, Bali 30%, DKI Jakarta 21,8%. Jika dilihat dari karakteristik umur, prevalensi tertinggi pada umur ≥ 75 tahun (54, 8 %). Penderita wanita juga lebih banyak (27,5%) dibandingkan dengan pria (21,8%) (Riskesdas, 2013).
Terapi untuk mengatasi osteoarthritis tergantung dari distribusi dan keparahan sendi yang terlibat, adanya penyakit lain dan obat – obatan yang digunakan (Depkes RI, 2006). Terapi osteoarthritis umumnya simptomatik yang bertujuan untuk membantu mengurangi keluhan nyeri pada pasien osteoarthritis, biasanya digunakan analgetik dan obat Non Steroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAID) (Soeroso, dkk., 2009).
Penderita osteoarthritis yang paling sering terjadi pada usia lanjut karena pada usia lanjut mengalami proses degenaratif yaitu penurunan fungsi atau perubahan struktur dari keseluruhan organ. Degenerasi ini menimbulkan berbagai penyakit, sehingga memungkinkan mereka menerima banyak obat atau polifarmasi. Polifarmasi didefenisikan sebagai pengobatan multipel oleh satu pasien dan sering terjadi pada pasien geriatrik sehingga menimbulkan interaksi obat (Rahmawati, dkk., 2014). Interaksi obat adalah peristiwa dimana kerja obat dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan (Stockley, 2008). Proporsi interaksi obat dengan obat lain (antar obat) berkisar antara 2,2% sampai 30% terjadi pada pasien rawat-inap dan 9,2% sampai 70,3%
terjadi pada pasien-pasien rawat jalan (Gitawati, 2008). Hasil penelitian di Kanada menunjukkan bahwa 24 pasien osteoarthritis teridentifikasi mengalami interaksi
obat sebesar 14% (Putnam, dkk., 2006).
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Menkes RI, 2016). Hasil Penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan menujukkan bahwa dari 1019 lembar resep pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskuler di RSUP H. Adam Malik Medan, diperoleh bahwa interaksi obat terjadi sekitar 28,85% dan yang tidak berinteraksi sebesar 71,05% (Bakri, 2011).
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang interaksi obat pada pasien osteoarthritis yang terjadi di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan.
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang interaksi obat pada pasien osteoarthritis yang meliputi frekuensi kejadian interaksi obat, mekanisme interaksi, mengidentifikasi obat yang sering berinteraksi dan menentukan tingkat keparahan interaksi obat yang terjadi di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan selama periode September 2015 – November 2015. Dalam hal ini karakteristik pasien (Usia) dan karakteristik obat (jumlah obat yang diterima pasien) adalah variabel bebas (Independent Variable) yang merupakan faktor resiko, kejadian interaksi obat sebagai variabel terikat (dependent variable).
Adapun gambaran kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.
Variabel Bebas Variabel terikat Parameter
Gambar 1.1 Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat.
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah pada penelitian di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Haji Umum Medan periode September 2015 – November 2015 adalah sebagai berikut:
a. apakah terdapat interaksi obat pada pemberian obat pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan ?
b. berapakah persentase frekuensi interaksi obat pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan ?
c. bagaimana pola mekanisme interaksi obat yang berinteraksi dan tingkat keparahan interaksi pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan ?
d. apakah ada hubungan antara usia dengan interaksi obat pada pasien osteoarthritis dan juga antara jumlah obat dengan interaksi obat pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan ?
Interaksi Obat:
- Frekuensi interaksi - Mekanisme interaksi - Jenis obat yang
berinteraksi - Tingkat keparahan
interaksi Faktor
Resiko
Interaksi obat pada pasien osteoarthritis
Karakteristik Obat : - Jumlah Obat
Karakteristik Pasien : - Usia Pasien
1.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
a. terdapat interaksi obat pada peresepan pasien osteoartrthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan.
b. persentase frekuensi interaksi obat pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan tinggi.
c. pola mekanisme interaksi obat yang berinteraksi meliputi farmakodinamik, farmakokinetik, dan unknown, dan tingkat keparahan interaksi obat pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan meliputi berat, sedang, ringan.
d. ada hubungan antara usia dengan interaksi obat osteoarthritis dan juga antara jumlah obat dengan interaksi obat pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan.
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
a. mengetahui apakah ada interaksi obat yang terjadi pada pasien osteoarthritis di Instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan.
b. mengetahui persentase frekuensi interaksi obat pada pasien osteorthritis di Instalasi Rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan.
c. mengetahui bagaimana mekanisme interaksi dengan jenis obat lain dan tingkat keparahan interaksi yang ada pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan
d. mengetahui hubungan antara usia dengan interaksi obat dan juga antara jumlah obat yang berinteraksi pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan guna memeberikan manfaat sebagai berikut:
a. agar dapat memberikan gambaran tentang interaksi obat yang meliputi mekanisme interaksi, dan tingkat keparahan yang berpotensi terjadi pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan.
b. memberikan gambaran mengenai frekuensi interaksi obat pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan.
c. sebagai sumber informasi bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sehingga tercapai penggunaan obat yang rasional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Interaksi Obat
Interaksi obat didefenisikan sebagai modifikasi efek suatu obat akibat dari obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan, sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih berubah (Fradgley, 2003).
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik (Setiawati, 2007).
2.1.1 Mekanisme reaksi
Mekanisme interaksi obat secara umum terbagi dua yaitu interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik.
2.1.1.1 Interaksi Farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga kadar obat lainnya meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut (Setiawati, 2007).
Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe:
a. interaksi pada absorbsi obat
Interaksi obat pada fase absorpsi kemungkinan terjadi akibat mekanisme berikut ini:
i. Efek perubahan pada pH gastrointestinal
Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung pada sejauh mana obat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan. Absorpsi ditentukan oleh pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH isi usus dan sejumlah parameter yang berhubungan dengan formulasi obat. Sebagai contoh pada absorpsi asam salisilat oleh lambung lebih besar terjadi pada pH rendah daripada pada pH tinggi (Stockley, 2008).
ii. Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan komplek
Agen pengadsorpsi seperti arang aktif dimaksudkan untuk bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus untuk pengobatan overdosis obat atau untuk menghilangkan bahan beracun lainnya, tetapi dapat mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam dosis terapetik. Antasida juga dapat menyerap sejumlah besar obat-obatan. Sebagai contoh, antibakteri tetrasiklin dengan kalsium, bismut aluminium, dan besi, membentuk kompleks yang kurang diserap sehingga mengurangi efek antibakteri (Stockley, 2008).
iii. Perubahan motilitas gastrointestinal
Kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian atas usus kecil, obat- obatan yang mengubah laju pengosongan lambung dapat mempengaruhi absorpsi.
Misalnya metoklopramid mempercepat pengosongan lambung sehingga meningkatkan penyerapan parasetamol (asetaminofen). Contoh lain seperti obat antimuskarinik dapat menurunkan motilitas gastrointestinal sehingga meningkatkan absorbsi sebahagian besar obat. (Stockley, 2008).
iv. Malabsorbsi dikarenakan obat
Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi. Efeknya dapat mengganggu
absorpsi beberapa obat termasuk digoksin dan metotreksat (Stockley, 2008).
b. Interaksi pada distribusi obat
Pada fase distribusi obat terdapat dua mekanisme yaitu:
i. Interaksi pada ikatan protein
Setelah absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh sirkulasi darah. Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma, banyak yang lainnya diangkut oleh beberapa proporsi molekul dalam larutan dan sisanya terikat dengan protein plasma, terutama albumin. Ikatan obat dengan protein plasma bersifat reversibel, kesetimbangan terjadi antara molekul - molekul yang berikatan dengan albumin dan dengan yang tidak berikatan. Hanya molekul yang tidak berikatan yang tetap bebas dan aktif secara farmakologi, sedangkan obat obat yang dalam bentuk terikat dapat bersirkulasi tetapi secara farmakologi tidak aktif (Stockley, 2008).
ii.Induksi dan inhibisi protein transport obat
Hal ini semakin diakui bahwa distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis, dibatasi oleh aksi protein transporter obat seperti P- glikoprotein. Protein ini secara aktif membawa obat keluar dari sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat yang termasuk inhibitor transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat obat ke dalam otak, yang dapat meningkatkan efek samping Central Nervous System (Stockley, 2008).
c. Interaksi pada metabolisme Obat
Interaksi pada fase metabolisme obat terdapat empat mekanisme yaitu:
i. Perubahan pada metabolisme fase pertama
Meskipun beberapa obat yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak berubah dalam urin, banyak diantaranya secara kimiawi diubah menjadi yang lebih mudah diekskresikan oleh ginjal. Jika tidak demikian, banyak obat yang akan bertahan dalam tubuh dan terus memberikan efeknya untuk waktu yang lama. Perubahan kimia ini disebut metabolisme, biotransformasi, degradasi biokimia, atau kadang-kadang detoksifikasi. Beberapa metabolisme obat terjadi di dalam serum, ginjal, kulit dan usus, tetapi proporsi terbesar dilakukan oleh enzim yang ditemukan di membran retikulum endoplasma sel- sel hati. Ada dua jenis reaksi utama metabolisme obat. Pertama, reaksi tahap I (melibatkan oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obatan menjadi senyawa yang lebih polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan terikatnya obat dengan beberapa zat lain (misalnya asam glukuronat, yang dikenal sebagai glukuronidasi) untuk membuat senyawa yang tidak aktif. Mayoritas reaksi oksidasi fase I dilakukan oleh enzim sitokrom P450. Sedangkan enzim pada reaksi tahap II sedikit yang diketahui (Stockley, 2008).
ii. Induksi Enzim
Ketika barbiturat digunakan secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus dilakukan peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik yang sama, alasannya karena barbiturat dapat meningkatkan aktivitas enzim mikrosomal sehingga metabolisme dan ekskresinya meningkat (Stockley, 2008).
iii. Inhibisi enzim
Inhibisi enzim atau lebih umum dikatakan penghambatan enzim
menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga obat terakumulasi di dalam tubuh. Jalur metabolisme yang paling sering dihambat adalah fase oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari banyak interaksi inhibisi enzim tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan serum obat. Jika serum tetap berada dalam kisaran terapeutik interaksi tidak penting secara klinis (Stockley, 2008).
iv. Interaksi isoenzim sitokrom P450 dan obat yang diprediksi
Isoenzim tertentu bertanggung jawab untuk metabolisme obat. Misalnya, siklosporin dimetabolisme oleh CYP3A4, rifampisin menginduksi isoenzim ini, sedangkan ketokonazol menghambat aktivitasnya, sehingga tidak mengherankan bahwa rifamfisin dapat mengurangi efek siklosporin sementara ketokonazol meningkatkannya (Stockley, 2008).
d. Interaksi pada ekskresi obat
Interaksi pada fase eksresi bisa terjadi karena perubahan seperti dibawah ini:
i. Perubahan pH urin
Seperti penyerapan obat di usus, reabsorpsi secara pasif tergantung pada apakah obat terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan,yang tergantung pada pKa dan pH urin. Dengan demikian pada nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah (pKa 3 - 7,5) sebagian besar terdapat sebagai molekul terionisasi, yang tidak dapat berdifusi ke dalam sel tubulus maka akan tetap dalam urin dan dikeluarkan dari tubuh. Sebaliknya, basa lemah dengan nilai pKa 7,5 sampai 10.5. Dengan demikian, perubahan pH yang meningkatkan jumlah obat dalam bentuk terionisasi, meningkatkan hilangnya obat (Stockley, 2008).
ii. Perubahan ekskresi aktif tubular ginjal
Obat yang menggunakan sistem transportasi aktif yang sama ditubulus ginjal dapat bersaing satu sama lain dalam hal ekskresi. Sebagai contoh, probenesid mengurangi ekskresi penisilin dan obat lainnya (Stockley, 2008).
iii. Perubahan aliran darah ginjal
Aliran darah melalui ginjal dikendalikan oleh vasodilator prostaglandin ginjal. Jika sintesis prostaglandin ini dihambat, ekskresi beberapa obat dari ginjal dapat berkurang (Stockley, 2008).
2.1.1.2 Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergis atau antagonis, tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam plasma (Setiawati, 2007). Interaksi farmakodinamik memiliki beberapa mekanisme yaitu:
a. Interaksi aditif atau sinergis
Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan bersama - sama efeknya bisa bersifat aditif. Misalnya, alkohol menekan sistem saraf pusat, jika dikonsumsi bersamaan dengan ansiolitik, dan hipnotik dapat menyebabkan kantuk berlebihan. Kadang-kadang efek aditif menyebabkan toksik (misalnya aditif ototoksisitas, nefrotoksisitas, depresi sumsum tulang) (Stockley, 2008).
b. Interaksi antagonis atau berlawanan
Antagonis terjadi jika obat yang berinteraksi memiliki efek farmakologi yang berlawanan. Sebagai contoh, kumarin dapat memperpanjang waktu
asupan vitamin K bertambah, efek dari antikoagulan oral dihambat dan waktu protrombin dapat kembali normal, sehingga menggagalkan manfaat terapi pengobatan antikoagulan (Stockley, 2008).
2.1.2 Tingkat keparahan interaksi obat
Keparahan interaksi diberi tingkatan dan dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu:
a. keparahan ringan
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan ringan memiliki konsekuensi mungkin mengganggu atau tidak terlalu mencolok tapi tidak signifikan mempengaruhi hasil terapi. Pengobatan tambahan biasanya tidak diperlukan (Tatro, 2009).
b. keparahan sedang
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan sedang jika efek yang terjadi dapat menyebabkan penurunan status klinis pasien. Pengobatan tambahan, perpanjangan pengobatan dan rawat inap mungkin diperlukan perawatan di rumah sakit (Tatro, 2009).
c. keparahan berat
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan berat jika terdapat probabilitas yang tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan terjadinya kerusakan permanen (Tatro, 2009).
2.2 Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang progresif
dimana rawan kartilago yang melindungi ujung tulang yang mulai rusak, disertai perubahan reaktif pada tepi sendi dan tulang subkhondral yang menimbulkan rasa sakit dan hilangnya kemampuan gerak (Depkes RI, 2006).
2.2.1 Faktor Risiko Osteoarthritis
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya osteoarthritis sebagai berikut:
a. Umur
Usia merupakan determinan utama pada osteoarthritis. Dari semua faktor risiko untuk timbulnya osteoarthritis, faktor ketuan adalah yang terkuat.
Prevalensi dan beratnya osteoarthritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Osteoarthritis hampir tidak pernah pada anak – anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun (Soeroso, dkk., 2009).
b. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena osteoarthritis. Secara keseluruhan, dibawah 45 tahun frekuensi osteoarthritis kurang lebih sama pada laki – laki dan wanita, tetapi diatas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi osteoarthritis lebih banyak pada wanita dari pada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoarthritis (Soeroso, dkk., 2009).
c. Suku Bangsa
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoarthritis nampaknya terdapat perbedaan diantara masing – masing suku bangsa. Misalnya osteoarthritis paha lebih jarang diantara orang – orang kulit hitam dan Asia daripada Kaukasia.
Osteoarthritis lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli (Indian) daripada orang – orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan
cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan (Soeroso, dkk., 2009).
d. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoarthritis misalnya, pada ibu dari seorang wanita dengan osteoarthritis pada sendi – sendi interfalang distal (Nodus Heberden) terdapat 2 kali lebih sering osteoarthritis pada sendi – sendi tersebut, dan anak perempuan cenderung mempunyai 3 kali lebih sering, dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis (Soeroso, dkk., 2009).
e. Obesitas dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk timbulnya osteoarthritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoarthritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoarthritis pada sendi lain seperti tangan. Oleh karena itu disamping faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut. Peran faktor metabolik dan hormonal pada kaitan antara osteoarthritis dan kegemukan juga disokong oleh adanya kaitan antara osteoarthritis dengan penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan hipertensi (Soeroso, dkk., 2009).
f. Cedera Sendi, Pekerjaan dan Olah raga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus berkaitan dengan peningkatan risiko osteoarthritis tertentu. Demikian juga cedera sendi dan olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko osteoarthritis yang lebih tinggi (Soeroso, dkk., 2009).
2.2.2 Patofisiologi
Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang mengenai rawan kartilago.
Kartilago merupakan jaringan licin yang membungkus ujung – ujung tulang persendian. Kartilago yang sehat memungkinkan tulang – tulang menggelincir sempurna satu sama lain. Selain itu kartilago dapat menyerap renjatan (shock) dari gerakan fisik, yang terjadi pada penderita osteoarthritis ialah sobek dan ausnya permukaan kartilago . Akibatnya tulang–tulang saling bergesekan, menyebabkan rasa sakit, bengkak, dan sendi dapat kehilangan kemampuan bergerak. Lama kelamaan sendi akan kehilangan bentuk normalnya, dan osteofit dapat tumbuh di ujung persendian. Sedikit dari tulang atau kartilago dapat pecah dan mengapung di dalam ruang persendian. Akibatnya rasa sakit bertambah, bahkan dapat memperburuk keadaan (Depkes RI, 2006). Berikut adalah Gambar 2.1 sendi yang terkena osteoarthritis.
(Dipiro, dkk., 2008).
Gambar 2.1 Sendi yang terkena osteoarthritis
2.3 Penatalaksanaan Osteoarthritis
Pengelolaan osteoarthritis berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya sendi yang terkena (Soeroso, dkk., 2009). Penatalaksanaannya terdiri dari 3 hal yaitu:
2.3.1 Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi merupakan step pertama yang dilakukan pada pengobatan osteoarthritis sebagai berikut:
a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, langkah-langkah agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai (Soeroso, dkk., 2009).
b. Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit (Soeroso, dkk., 2009).
c. Penurunan Berat Badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat osteoarthritis. Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat badan berlebih (Soeroso, dkk., 2009).
2.3.2 Terapi Farmakologi
Terapi obat pada osteoarthritis ditargetkan untuk menghilangkan rasa sakit. Osteoarthritis umumnya terlihat pada orang tua yang memiliki kondisi medis lainnya, dan pengobatan osteoarthritis sering dilakukan dalam jangka panjang. Oleh karena itu diperlukan pendekatan konservatif untuk terapi obat yang berfokus pada kebutuhan setiap pasien (Dipiro, dkk., 2008). Algoritma terapi osteoarthritis (OA) dapat dilihat pada Gambar 2.2.
yes no
No
(Depkes RI, 2006).
Gambar 2.2 Algoritma terapi osteoarthritis
Rasa nyeri dihubungkan dengan nyeri sendi OA
Terapi non obat dapat dikombinasikan dengan terapi obat
Istirahat, Terapi fisik, Diet, Edukasi pasien, Alat bantu
Evaluasi dan kelola
• Bursitis
• Tendositis
• Nyeri otot Cukup Respon?
Terapi dilanjutkan Analgesik, Paracetamol oral, Topikal kapsaicin, glucosamin sulfat
Cukup Respon?
Terapi dilanjutkan
NSAID
Pemilihan berdasarkan:
Biaya, Riwayat
PUD atau GI, Intoleran terhadap NSAID Alergi, NSAID, aspirin
Gagal jantung, Disfungsi ginjal atau hati, hipertensi, pendarahan
Dicoba 1- 2 minggu untuk nyeri, 2-4minggu untuk inflamasi
Perhatian : Pasien >65 tahun Penyakit lain Minum glukokortikoid riwayat PUD, pendarahan GI Pemakaian antikoagulan
Pilih COX-2 inhibitor Atau NSAID + PPI Atau NSAID + misoprostol
Cukup Respon?
Terapi dilanjutkan Dicoba NSAID lain
Cukup Respon?
Pertimbangkan analgesik narkotik,injeksi hialuronat dan evaluasi bedah
yes
yes no
yes
yes no
no
Berikut ini adalah obat – obat yang digunakan pada pasien osteoarthritis seperti:
a. Asetaminophen
American College of Rheumatology (ACR) merekomendasikan asetaminophen sebagai obat pilihan pertama untuk mengatasi osteoarthritis karena relatif aman, efikasi dan biaya lebih rendah dibandingkan dengan NSAID.
Asetaminophen bekerja pada susunan saraf pusat dengan menghambat sintesis prostaglandin dengan cara menghambat sikloogsigenase pusat. Asetaminophen diabsorbsi dengan baik setelah pemberian secara oral dengan bioavaibilitas 60% - 98%, mencapai konsentrasi puncak 1 - 2 jam, diaktivasi di hati dengan cara konjugasi dengan sulfat atau glukoronid, dan metabolitnya diekskresi lewat ginjal (Dipiro, dkk., 2008).
b. Non Steroid Anti – Inflamatory Drug (NSAID)
Dalam hal seperti ini kita pikirkan untuk pemberian NSAID, oleh karena obat golongan ini disamping memiliki efek analgetik juga memiliki efek antiinflamasi (Soeroso, dkk., 2009). American College of Rheumatology (ACR) merekomendasikan NSAID untuk pasien yang tidak efektif menggunakan acetaminophen. NSAID memiliki sifat analgesik pada dosis rendah dan efek antiinflamasi pada dosis tinggi. NSAID bekerja dengan blokade sintesis prostaglandin dengan menghambat enzim siklooksigenase (COX -1 dan COX – 2) diperkirakan berkaitan dengan kemampuan NSAID untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan, karena NSAID nonspesifik dan COX – 2 inhibitor selektif memiliki khasiat yang sama, pemilihan obat sering tergantung pada toksisitas dan biaya. Obat NSAID yanag biasa digunakan pada pasien osteoarthritis adalah natrium diklofenak, ibuprofen, naproxen (Dipiro, dkk., 2008).
c. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent merupakan obat – obatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan tulang rawan sendi pada pasien osteoarthritis. Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat, glukosamin dan sebagainya (Soeroso, dkk., 2009).
Salah satu contoh obat yang termasuk dalam chondroprotektive agent adalah:
i. Glucosamin dan Chondroitin
Glucosamin diyakini berfungsi sebagai agen chondroprotective, yang merangsang matriks tulang rawan. Pemberian glucosamin dan kondroitin memiliki khasiat dalam mengurangi rasa sakit dan meningkatkan mobilitas. Dosis yang yang dianjurkan setidaknya 1.500 mg/hari untuk glukosamin dan 1.200 mg/hari untuk kondroitin. (Dipiro, dkk., 2008).
ii. Asam Hialuronat
Asam hialuronat membantu dalam rekontruksi cairan sinovial, meningkatkan elastisitasnya sementara dan memperbaiki fungsi sendi. Mekanisme kerja dari hyaluronat tidak sepenuhnya dipahami tulang rawan sehat mengandung asam hialuronat kental yang merupakan substansi untuk memfasilitasi pelumasan dan pemyerapan dalam berbagai kondisi bantalan beban. Pasien dengan osteoarthritis menunjukkan penurunan asam hialuronat yang mutlak dan fungsional, sehingga diperlukan administrasi eksogen yang disebut sebagai viscosupplementation (Dipiro, dkk., 2008).
d. Analgesik Opioid
Dosis rendah analgesik opioid dapat berguna pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan dengan acetaminophen, NSAID, injeksi intraartikular,
atau terapi topikal. Agen ini sangat berguna pada pasien yang tidak bisa mengkonsumsi NSAID karena gagal ginjal, pasien yang telah melakukan pilihan pengobatan lain dan gagal, serta pasien yang berada dengan risiko tinggi terhadap bedah. Opioid dosis rendah adalah intervensi awal yang biasanya diberikan dalam kombinasi dengan asetaminofen. Jika rasa sakit tak tertahankan dan membatasi aktivitas hidup sehari-hari, dan pasien memiliki kesehatan jantung yang cukup baik untuk menjalani operasi besar, penggantian sendi lebih baik dibandingkan ketergantungan pada opioid (Dipiro, dkk., 2008).
e. Tramadol
Tramadol dengan atau tanpa asetaminophen memiliki efek analgesik sederhana pada pasien dengan osteoarthritis jika dibandingkan dengan placebo.
Tramadol juga cukup efektif sebagai terapi tambahan pada pasien yang memakai bersamaan NSAID atau COX – 2 selektif inhibitor. Seperti analgesik opioid, tramadol dapat berguna bagi pasien yang tidak bisa mengkonsumsi NSAID atau COX – 2 inhibitor selektif. Tramadol harus dimulai pada dosis rendah (100mg/hari). Efek samping opioid seperti mual, muntah, pusing, sembelit, sakit kepala, dan mengantuk umum terjadi pada penggunaan tramadol. Hal ini terjadi pada 60 – 70% dari pasien yang diobati, dan 40% pasien menghentikan tramadol karena adanya efek merugikan tersebut (Dipiro, dkk., 2008).
2.3.3. Terapi Bedah
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari – hari ( Soeroso, dkk., 2009).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan survei deskriptif. Pengambilan data pasien secara retrospektif yaitu penelitian yang berusaha melihat kebelakang (Notoatmodjo, 2010). Data dikumpulkan dari rekam medik pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan, selama periode September 2015 - November 2015.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Haji Medan yang berlokasi di Jl. RS. Haji Medan Estate. Lokasi ini dipilih karena berdasarkan pertimbangan Rumah Sakit Umum Haji Medan merupakan rumah sakit rujukan dan merupakan rumah sakit kelas B.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Maret 2016 dengan pengambilan data selama 3 bulan yaitu bulan September 2015 – November 2015 di Instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pasien
osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan periode September 2015 – November 2015 sejumlah 120 rekam medik.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien osteoarthritis yang melakukan pengobatan di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan pada periode September 2015 – November 2015. Pengambilan sampel dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.
Sampel yang dipilih harus memenuhi kriteria inklusi adalah:
a. pasien osteoarthritis dengan atau tanpa penyakit penyerta yang menjalani pengobatan di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan.
b. data rekam medik lengkap, memuat : data pasien (nama, jenis kelamin, usia), diagnosis penyakit, data peggunaan obat pada pasien osteoarthritis.
c. mendapat terapi ≥ 2 obat.
Kriteria eksklusi adalah:
a. pasien osteoarthritis yang bukan menjalani pengobatan di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan.
b. data rekam medik pasien lengkap tetapi tidak dapat dibaca.
3.4 Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi.
b. Kartu rekam medik adalah dokumen milik Rumah Sakit yang berisi data–data
Pasien.
c. Periode pengamatan adalah suatu rentang waktu untuk menentukan besarnya insidensi pada periode tersebut.
d. Interaksi obat adalah situasi di mana suatu obat mempengaruhi aktivitas obat lain, yaitu meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan atau direncanakan.
e. Frekuensi interaksi adalah jumlah kasus interaksi obat pada pasien osteoarthritis – obat yang terjadi.
f. Mekanisme interaksi adalah bagaimana interaksi obat terjadi apakah farmakokinetik, farmakodinamik, atau unknown.
g. Tingkat keparahan interaksi obat adalah ringan, sedang, berat.
h. Jumlah obat adalah berapa banyak item obat yang diberikan dalam satu resep, jumlah obat ditentukan menjadi ≥ 2 obat.
i. Interaksi unknown adalah interaksi obat yang mekanismenya belum diketahui secara pasti.
j. Interaksi farmakokinetik adalah interaksi pada proses absorpsi, interaksi pada proses distribusi, interaksi pada proses metabolisme, interaksi pada proses eksresi.
k. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat yang mempunyai khasiat atau efek samping yang serupa atau berlawanan.
l. Tingkat keparahan ringan kemungkinan dapat mengganggu tetapi seharusnya tidak secara signifikan mempengaruhi hasil terapi. Pengobatan tambahan biasa tidak diperlukan.
m. Tingkat keparahan sedang menyebabkan penurunan status klinis pasien.
Pengobatan tambahan, rawat inap, atau diperpanjang dirawat dirumah sakit mungkin diperlukan.
n. Tingkat keparahan berat secara potensial mengancam jiwa atau dapat menyebabkan kerusakan permanen.
3.5 Instrumen Penelitian 3.5.1 Sumber Data
Sumber data yang digunakan di dalam penelitian ini berupa rekam medik pasien penderita osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan periode September 2015 – November 2015.
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan rekam medik pasien penderita osteoarthritis periode September 2015 – November 2015. Data yang dikumpulkan kemudian dikelompokkan meliputi data pasien (usia, jenis kelamin, jumlah obat yang diterima) dan menyeleksi data berdasarkan ada tidaknya interaksi obat yang terjadi pada data pengobatan pasien osteoarthritis.
3.6 Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian akan dianalisis secara deskriptif.
Data interaksi obat dilakukan secara teoritik dengan studi literatur literature Drug Interaction Fact, Stockley’s Drug Interaction serta digunakan juga situs internet
yang terpercaya http://www.medscape.com/druginfo/druginterchecker dan http://www.drugs.com/drug interaction.php. Analisis data menggunakan metode statistik deskriptif meliputi persentase frekuensi interaksi obat pada pasien
osteoarthritis secara keseluruhan, mekanisme interaksi obat baik yang mengikuti mekanisme interaksi farmakokinetik, farmakodinamik, dan unknown, serta ditentukan jenis-jenis obat yang sering berinteraksi dan tingkat keparahannya. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel. Hubungan antara variabel penelitian dengan interaksi obat yang diperoleh dianalisis dengan metode Chi-Square menggunakan program SPSS versi 18.0.
3.7 Bagan Alur Penelitian
Adapun gambaran dari pelaksanaan penelitian terdapat pada Gambar 3.1:
Gambar 3.1 Bagan alur penelitian interaksi obat pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan Periode September 2015 – November 2015
Mengumpulkan data penggunaan obat pada pasien osteoarthritis dari rekam medik
Seleksi data yang memenuhi kriteria inklusi
Identifikasi obat yang berinteraksi
Persentase interaksi
Penarikan Kesimpulan Analisis data
Obat yang sering berinteraksi
Mekanisme interaksi
Tingkat keparahan
interaksi
3.8 Langkah Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan langkah-langkah seperti berikut:
a. Meminta rekomendasi Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Haji Medan.
b. Menghubungi Direktur Utama Rumah Sakit Umum Haji Medan untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dan pengambilan data, dengan membawa surat rekomendasi dari fakultas.
c. Mengumpulkan data berupa rekam medik yang tersedia di Rumah Sakit Umum Haji Medan
d. Menganalisis data dan informasi yang diperoleh sehingga didapatkan kesimpulan dari penelitian.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Umum Subjek Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan periode September 2015 – November 2015 yang memenuhi kriteria inklusi adalah 120 rekam medik yang terdapat didalamnya 120 lembar resep.
4.1.1 Usia
Berdasarkan dari 120 rekam medik pada pasien osteoarthritis menunjukkan gambaran bahwa karakteristik subjek yang dominan antara lain perempuan n= 71 ( 59,17 %) dan usia 26 – 55 tahun n= 54 (45%). Karakteristik umum subjek mengenai usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian jenis kelamin dan usia
Karakteristik subjek Jumlah RM (n= 120) %
Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan
49 71
40,83 59,17 Usia
26 – 55 56 – 65
> 65
54 34 32
45 28,3 26,67 Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa penderita osteoarthritis dominan banyak diderita oleh pasien dengan rentang usia 26 – 55 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kanada diperkirakan 37 % orang yang berusia 20 tahun atau lebih telah didiagnosis arthritis yaitu osteoarthritis (MacDonald, 2014). Hal ini bisa terjadi karena trauma, pekerjaan dan faktor
Soebandi Jember bahwa pasien osteoarthritis diderita pada rentang usia 50 – 59 tahun. Hal serupa juga terdapat dalam penelitian Thomas, dkk. (2013) menunjukkan bahwa pasien osteoarthritis lebih tinggi terjadi pada wanita dan meningkat dengan pertambahan usia ≥50 tahun. Hal ini dikarenakan bahwa proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan disekitar sendi, penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan fungdi kondrosit yang semuanya mendukung terjadinya osteoarthritis (Amilia, 2015).
Secara keseluruhan dibawah usia 45 tahun frekuensi penderita osteoarthritis antara wanita dan pria relatif sama, tetapi diatas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi osteoarthritis lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoarthritis (Soeroso, dkk., 2009). Peran hormonal pada patogenesis osteoarthritis adalah hormon estrogen, dimana salah satu fungsinya adalah membantu sintesa kondrosit dalam matriks tulang dan jika estrogen menurun maka sintesa kondrosit akan menurun sedangkan aktifitas lisosom meningkat, hal inilah yang menyebabkan osteoarthritis banyak terjadi pada wanita (Pratama, 2015).
4.1.2 Jumlah Obat
Berdasarkan sampel yang diperoleh dari 120 rekam medik yang menggunakan obat pada pasien osteoarthritis dalam resepnya, diperoleh 69,16 % jumlah obat yang <5. Seperti yang terdapat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Karakteristik subjek penelitian jumlah obat
Jumlah Obat Jumlah Resep (n= 120) %
Jumlah obat
<5
≥5
83 37
69,16 30,83
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa peresepan <5 obat memiliki persentase yang tinggi yaitu 69,16 % pada pasien osteoarthritis dibanding pada resep ≥5 yaitu 30,83%. Pada penelitian (Ubedulla, dkk., 2013) yang dilakukan di Rumah Sakit pendidikan bagian ortopedik menunjukkan jumlah obat yang diberikan berkisar 1 sampai 8. Hal ini terjadi karena penyakit kronis seperti osteoarthritis umumnya memperoleh peresepan lebih banyak (Syuaib, dkk., 2015).
4.2 Profil Penggunaan Obat pada Pasien Osteoarthritis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan periode September 2015 –
November 2015
Persentase penggunaan obat pada pasien osteoarthritis di Rumah Sakit Umum Haji Medan September 2015 – November 2015 yang diambil dari 120 rekam medik yang didalamnya terdapat 120 resep dimana terdapat 177 penggunaan obat pada pasien osteoarthritis ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Persentase tingkat penggunaan obat pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan periode September 2015 – November 2015
No. Nama Obat Jumlah Penggunaan %
1 Meloxicam 78 44,06
2 Natrium Diklofenak 37 20,90
3 Paracetamol 27 15,24
4 Glucosamin 23 13
5 Tramadol 7 3,95
6 Aspirin 5 2,82
Total 177
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa persentase yang tertinggi penggunaan obat pada pasien osteoarthritis yang paling banyak digunakan adalah meloxicam sebesar 44,06%, natrium diklofenak 20,90% dan paracetamol sebesar 15,24%. Pada penelitian (Pratama, 2015) yang dilakukan di Rumah Sakit dr. H Koesnadi Bondowoso menunjukkan bahwa obat yang banyak digunakan pada
pasien osteoarthritis adalah meloxicam. Penggunaan obat NSAID diberikan pada pasien yang menderita osteoarthritis ringan sampai berat (Sinusas, 2012).
Pemakaian NSAID memberikan rasa nyaman bagi banyak orang dengan persendian kronis, tetapi dapat juga menyebabkan masalah gastrointestinal yang serius, oleh karena itu penggunaan NSAID merupakan pilihan terakhir (Depkes RI, 2006).
4.3 Profil Distribusi Penyakit Penyerta pada Pasien Osteoarthritis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan periode September 2015 – November 2015
Berdasarkan analisis terhadap 120 rekam medik terdapat 106 penyakit penyerta pada pasien osteoarthritis dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Persentase penyakit penyerta pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Haji Medan periode September 2015 – November 2015
No Penyakit Penyerta Jumlah %
1 Hipertensi 39 36,8
2 Depresi 16 15,09
3 Diabetes 15 14,15
4 Epilepsi 15 14,15
5 Dispepsia 10 9,43
6 Ansietas 6 5,66
7 Infeksi saluran kemih 3 2,83
8 Jantung 2 1,88
Total 106
Berdasarkan hasil pada Tabel 4.4 diperoleh bahwa persentase yang tertinggi penyakit penyerta pada pasien osteoarthritis adalah hipertensi dengan 39 kasus sebesar 36,8%, depresi 15,09%, dan diabetes sebesar 14,15%. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratama tahun 2015 di Rumah Sakit dr. H Koesnadi Bondowoso menunjukkan bahwa penyakit penyerta yang paling banyak adalah penyakit hipertensi. Hal ini dikarekan pada usia lanjut mengalami
penurunan elastisitas pembuluh darah perifer sehingga meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang menyebabkan peningkatan tekanan darah (Suhardjono, 2009).
4.4 Persentase Frekuensi Interaksi Obat pada Pasien Osteoarthritis pada Subjek Penelitian
Berdasarkan analisis terhadap 120 rekam medik, ditemukan adanya interaksi obat pada pasien osteoarthritis sebesar 72,5%. Gambaran umum kejadian interaksi obat kriteria usia ditunjukkan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Persentase interaksi obat pada pasien osteoarthritis pada subjek penelitian
Berdasarkan analisis terhadap 120 lembar resep pasien, adanya interaksi obat padapasien osteoarthritis terjadi paling tinggi pada usia 26 – 55 tahun yaitu 33,33% resep dibandingkan dengan pasien usia 56 - 65 tahun yaitu 20,83% resep, usia >65 tahun yaitu 18,33% resep dan interaksi obat lebih banyak pada pasien yang menerima <5 jenis obat yaitu 54,2% dibandingkan pasien yang menerima >5 jenis obat yaitu 18,33 %.
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Churi, dkk., (2011) No Kriteria
Subjek
Total Rekam Medik = 120
Berinteraksi % Tidak
Berinteraksi % 1 Usia
26 – 55 56 – 65
> 65
40 25 22
33,33 20,83 18,33
14 9 10
11,66 7,5 8,33
Total 87 72,5 33 27,5
2 Jumlah Obat
< 5
≥5
65 22
54,2 18,3
18 15
15 12,5
Total 87 72,5 33 27,5
serupa juga pada penelitian Soherwardi (2012) bahwa interaksi obat yang tertinggi terjadi di umur 56 – 65 tahun, dengan semakin meningkatnya usia maka interaksi semakin meningkat. Begitu juga dengan interaksi obat berdasarkan jumlah obat semakin tingginya jumlah obat yang diresepkan maka semakin meningkat interaksi obat (Murtaza, dkk., 2015).
4.5 Gambaran Kejadian Interaksi Obat pada Pasien Osteoarthritis Pada Subjek Penelitian
Berdasarkan analisis terhadap 120 rekam medik pasien yang mengalami interaksi obat ditemukan 142 kasus interaksi, terdiri dari 30 jenis interaksi obat pada pasien osteoarthritis. Dapat dilihat pada Tabel 4.6.
4.5.1 Obat pada Pasien Osteoarthritis yang Sering Mengalami Interaksi Obat pada Subjek Penelitian
Berikut ini adalah data mengenai jenis kejadian interaksi obat pada pasien osteoarthritis yang dilihat dari 142 kasus yang diamati.
Tabel 4.6 Jenis kejadian interaksi obat pada pasien osteoarthritis pada subjek
penelitian
No Obat yang berinteraksi Jumlah kasus
1 Natrium diklofenak + Ranitidin 26
2 Meloxicam + Amlodipin 20
3 Meloxicam + Metilprednisolon 14
4 Paracetamol + Ranitidin 14
5 Paracetamol + Gabapentin 6
6 Paracetamol + Lansoprazol 5
7 Natrium diklofenak + Meloxicam 5
8 Meloxicam + Nifedifin 5
9 Natrium diklofenak + Amlodipin 5
10 Meloxicam + Valsartan 4
11 Tramadol + Alprazolam 3
12 Natrium diklofenak + Cefadroxil 3
13 Meloxicam + Glimepirid 3
14 Natrium diklofenak + Sucralfat 3
15 Meloxicam + Aspirin 3
16 Tramadol + Amitriptilin 3
Tabel 4.6 (Lanjutan)
18 Natrium diklofenak + Valsartan 2
19 Meloxicam + Terazosin 2
20 Aspirin + Natrium diklofenak 2
21 Meloxicam + Ramipril 2
22 Aspirin + Amlodipin 2
23 Meloxicam + Bisoprolol 1
24 Meloxicam + Karbamazepin 1
25 Natrium diklofenak + Furosemid 1
26 Meloxicam + Ketorolac 1
27 Meloxicam + Captopril 1
28 Natrium diklofenak + Amiodaron 1
29 Meloxicam + Candesartan 1
30 Aspirin + Fenitoin 1
Total 142
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jenis obat pada pasien osteoarthritis yang paling sering mengalami interaksi adalah meloxicam 38,73%, natrium diklofenak 33,80%, dan paracetamol 17,60% dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Jumlah obat pada pasien osteoarthritis yang memiliki interaksi obat pada subjek penelitian
No Nama obat Jumlah (n = 142) %
1. Meloxicam 55 38,73
2. Natrium diklofenak 48 33,80
3. Paracetamol 25 17,60
4. Tramadol 8 5,63
5. Aspirin 6 4,22
Total 142
Hasil yang diperoleh dipengaruhi tingginya peresepan obat yang melibatkan obat – obat tersebut di Rumah Sakit Umum Haji Medan salah satunya yaitu pada pasien osteoarthritis di instalasi rawat jalan yang persentase paling tinggi adalah meloxicam. Menurut ACR (American College of Rheumatology) merekomendasikan parasetamol sebagai obat pilihan pertama dalam penatalaksanaan nyeri, karena relatif aman, efikasi, dan harga murah dibanding NSAID (Depkes RI, 2006). Ketika Asetaminophen gagal untuk mengontrol