• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN FITOBIOTIK EKSTRAK KUNYIT DAN BAWANG PUTIH TERHADAP PERFORMA BROILER YANG DIINFEKSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMBERIAN FITOBIOTIK EKSTRAK KUNYIT DAN BAWANG PUTIH TERHADAP PERFORMA BROILER YANG DIINFEKSI"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN FITOBIOTIK EKSTRAK KUNYIT DAN BAWANG PUTIH TERHADAP PERFORMA

BROILER YANG DIINFEKSI

MBERIAN FITOBIOTIK EKSTRAK KUNYIT DAN BAWANG PUTIH TERHADAP PERFORMA

BROILER YANG DIINFEKSI Salmonella pullorum

SKRIPSI

Oleh

M. ASFAR SYAFAR I111 12 286

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

MBERIAN FITOBIOTIK EKSTRAK KUNYIT DAN

BAWANG PUTIH TERHADAP PERFORMA

(2)

ii

PEMBERIAN FITOBIOTIK EKSTRAK KUNYIT DAN BAWANG PUTIH TERHADAP PERFORMA

BROILER YANG DIINFEKSI Salmonella pullorum

SKRIPSI

Oleh

M. ASFAR SYAFAR I111 12 286

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena dengan segala berkah, kehendak, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga penyusunan tugas akhir yang berjudul “Pemberian Ekstrak Kunyit dan Bawang Putih Terhadap Performa Broiler yang Diinfeksi Salmonella pullorum”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Shalawat dan salam tak lupa penulis haturkan pada Nabiyullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan ummat manusia.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua Orang tua, Ayahanda Syafaruddin Tyaiyeb dan Ibunda Hasnawati yang telah memberikan kasih sayang, dukungan dan lantunan doa kesuksesan di setiap shalatnya. Dukungan baik spiritual maupun materil, keikhlasan dalam merawat dan mendidik penulis sampai saat ini. Saudariku Nur Insyani Syafar atas perhatian, doa dan dukungan yang diberikan selama ini. Semoga kita dapat membahagiakan kedua orang tua dan dikumpulkan sekeluarga oleh Allah SWT dalam kebaikan dan ketaatan-Nya.

Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan, petunjuk, arahan, dan masukan yang berharga dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggi- tingginya kepada :

1. Ibu Dr. Sri Purwanti, S.Pt., M.Si. selaku pembimbing utama dan Ibu Prof. Dr.

Ir. Laily Agustina. M.S. sebagai pembimbing anggota yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari awal penelitian hingga selesainya penulisan tugas akhir ini. Terima kasih atas kesempatan untuk ikut serta dalam Hibah Penelitian Unhas 2016.

(6)

vi 2. Bapak Dr.Ir. Syamsuddin Nompo, MP., Ibu Dr. Andi Mujnisa, S.Pt., MP., dan Ibu Marhamah Nadir, SP., M.Si. Ph.D. sebagai pembahas yang telah memberikan masukan dalam proses perbaikan tugas akhir ini.

3. Ibu Dr. Wahniyathi, S.Pt., M.Si. selaku penasehat akademik yang senantiasa memberikan arahan dan motivasi kepada penulis selama berada di bangku perkuliahan.

4. Ibu Rektor UNHAS, Bapak Dekan, Pembantu Dekan I,II dan III dan seluruh Bapak Ibu Dosen yang telah melimpahkan ilmunya kepada penulis, Bapak Ibu Staf Pegawai dan seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Kepada RISTEKDIKTI dan Yayasan Van Deventeer Maas Stichting atas beasiswa dan kepercayaannya dalam mendanai pendidikan penulis.

5. Untuk keluarga besarku, Nenek Sitti, Tante Hj. Mala dan Om Syamsir yang sudah menjadi keluarga kedua, semua Om-Tante dan Sepupu tanpa terkecuali yang senantiasa memberikan dukungan. Terkhusus untuk Ipul, Bayu, dan Andi yang kamarnya sering kali kuinvasi di akhir pekan, tetap semangat mengejar cita-cita.

6. Hasrullah, Aan Ardiansyah dan Rizky D. Putra selaku teman penelitian yang telah banyak memberikan bantuan, kerjasama dan pengertian selama penelitian berlangsung. Semangat! semoga skripsi kalian juga bisa segera terselesaikan.

7. Teman-teman Flock Mentality 12 terkhusus untuk Kelas C “Solkars Bolangers” terima kasih atas canda tawa serta kebahagiaan selama penulis menjalani perkuliahan. Teruntuk Rudi Nal Adiatma, Rita Massolo, Irmayanti, Vina Nur Isra, Muhammad Fiqhi, Rosalia Matius, Wendy Natalia, Ibrahim, Ekadara Larasati, Nesmawati, Melati Adrie Ningsih terima kasih atas bantuan

(7)

vii dan pertemanan selama ini, terima kasih karena tak bosan menjawab pertanyaan berseri dari penulis yang tiada habisnya.

8. Teman-teman KKN Gelombang 92, terkhusus posko di atas awan “Kayuloe”:

Rais, Dila, Bina dan Rei terima kasih atas pengalaman tak terlupakan dan derita “yang tak dibagi” bersama. Terima kasih untuk teman-teman Exchange Student Taiwan “Fei Chang Hao”, my beloved Tweetaniers, RR VDMS Makassar, Regional Meeting 16 VDMS Manado, BPM Sulsel, Balitbangda Sulsel, Diskop Sulsel, A+ Team, Mentor dan mentee Jejaring Indonesia, UKM KPI-UH 2012-2013, RELIC 2013, Kophi Sulsel, Kir Smansa Bekha, Genk Sambal, Pinisi Power, Optimus Coaching Clinic, Terjebak DEADline Team, “Martabak pakai nasi” genk, dan semua-semua “manusia baik” yang sudah mewarnai kehidupan penulis selama menjadi mahasiswa.

9. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan meski telah berusaha melakukan yang terbaik. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran ataupun kritikan yang bersifat konstruktif dari pembaca demi penyempurnaan karya tulis ini.

Akhir kata, semoga Allah SWT melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita, dan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Makassar, Februari 2017

Penulis

(8)

viii RINGKASAN

M. ASFAR SYAFAR. I111 12 286. Pemberian Fitobiotik Ekstrak Kunyit dan Bawang Putih Terhadap Performa Broiler yang Diinfeksi Salmonella pullorum.

Dibawah bimbingan: Sri Purwanti dan Laily Agustina.

Penggunaan antibiotik sebagai feed additive terus dibatasi karena menyebabkan residu pada pangan dan resistensi bakteri. Fitobiotik mengandung zat bioaktif yang berfungsi sebagai zat antibakteri sehingga penggunaannya sebagai Natural Growth Promotors pengganti antibiotik terus disarankan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian fitobiotik Ekstrak Air Kunyit (EAK), Ekstrak Air Bawang Putih (EABP) dan kombinasi Ekstrak Air Kunyit dan Bawang Putih (EAKBP) sebagai feed additive terhadap performa broiler yang diinfeksi Salmonella pullorum. Sebanyak seratus ekor d.o.c dipelihara secara intensif selama 38 hari dan dibagi ke dalam lima perlakuan dan empat ulangan yang setiap perlakuan terdiri atas lima ekor. Bahan baku ransum disusun dengan kandungan energi metabolis (EM) 3.011,25 kkal/kg dan Protein Kasar (PK) 20,62%. Ransum perlakuan R0 (Ransum basal tanpa fitobiotik dan antibiotik/kontrol negatif), R1 (Ransum basal + tetracycline 0,015% + infeksi Salmonella pullorum/kontrol positif), R2 (Ransum basal + EAK 2,50% + infeksi Salmonella pullorum), R3 (Ransum basal + EABP 2,00% + infeksi Salmonella pullorum), R4 (Ransum basal + EAKBP 2,50% + infeksi Salmonella pullorum).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap konsumsi pakan, pertambahan berat badan, konversi pakan dan berat karkas. Disimpulkan bahwa penambahan fitobiotik ekstrak air kunyit dan bawang putih sebagai feed additive pada ransum mampu mempertahankan performa broiler setelah diinfeksi Salmonella pullorum.

Kata kunci: Broiler, kunyit, bawang putih, fitobiotik, Salmonella pullorum

(9)

ix ABSTRACT

M. ASFAR SYAFAR. I111 12 286. Supplementation of Phytobiotic Turmeric Extract, Garlic Extract and its Combination towards the Performances of Broiler in which infected by Salmonella pullorum. Supervised by Sri Purwanti and Laily Agustina.

Antibiotics as feed additive is causing residues and drug resistance in bacteria.

Phytobiotic as Natural Growth Promoters (NGPs) which is containing bio-active ingredients and it has been identified as an anti-bacterial alternative of antibiotics.

This study was conducted to determine the effects of Turmeric Extract (TE), Garlic Extract (GE) and the combination of Turmeric and Garlic Extract (TGE) as a feed additive towards the performances of broiler in which infected by Salmonella pullorum. One hundred d.o.c were reared intensively for 38 days and divided into five treatments and four replications, with five chicks in each replicate. The raw diets material was formulated with 3011.25 kcal metabolizable energy (ME)/kg and 20.62% crude protein (CP). The treatments were R0 (basal diet without phytobiotic nor antibiotic as a negative control), R1 (basal diet+

0.015% tetracycline + Salmonella pullorum infection as a positive control), R2 (basal diet + 2.5% TE + Salmonella pullorum infection), R3 (basal diet + 2.0% GE + Salmonella pullorum infection) and R4 (basal diet + 2.5% TGE + Salmonella pullorum infection). The result shows that there was no significant different (P>0.05) on the feed intake, weight gain, conversion ratio and carcass weight of the broilers. As the conclusion of this study is turmeric and garlic phytobiotic extract diet as feed additive in fact able to maintain the performances of broiler in which already infected with Salmonella pullorum.

Keywords: broiler, turmeric, garlic, phytobiotic, Salmonella pullorum

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN SAMPUL

HALAMAN JUDUL ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

RINGKASAN ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Fitobiotik sebagai Feed Additive ... 3

Gambaran Umum dan Potensi Kunyit sebagai Fitobiotik ... 6

Gambaran Umum dan Potensi Bawang Putih sebagai Fitobiotik ... 8

Ayam Ras Pedaging (Broiler) ... 10

Konsumsi Pakan ... 12

Pertambahan Berat Badan ... 13

Konversi Pakan ... 14

Berat Karkas ... 16

Bakteri Salmonella sp. dan Kerugian pada Unggas ... 17

(11)

xi

Hipotesis ... 20

METODE PENELITIAN ... 21

Waktu dan Tempat ... 21

Materi Penelitian ... 21

Prosedur Penelitian ... 21

Rancangan Percobaan ... 25

Parameter Penelitian ... 26

Analisis Data ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

Pengaruh Perlakuan Terhadap Performa Broiler ... 28

Konsumsi Pakan Kumulatif ... 29

Pertambahan Berat Badan ... 31

Konversi Pakan ... 33

Berat Karkas ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

Kesimpulan ... 38

Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

LAMPIRAN ... 46

(12)

xii DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Komposisi Kimia Kunyit ... 7 2. Komposisi Ransum Penelitian ... 24 3. Performa Broiler Umur 38 Hari yang diinfeksi Salmonella

pullorum dengan pemberian EAK, EABP, dn EAKBP ... 28

(13)

xiii DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Mekanisme Kerja Fitobiotik ... 4

2. Kunyit ... 6

3. Bawang Putih ... 8

4. Broiler ... 11

5. Bakteri Salmonella sp. ... 18

6. Infeksi pada Mukosa Usus oleh Bakteri Salmonella sp ... 19

7. Konsumsi Pakan Broiler yang diinfeksi Salmonella pullorum dengan pemberian EAK, EABP, dn EAKBP ... 29

8. Pertambahan Berat Badan Broiler yang diinfeksi Salmonella pullorum dengan pemberian EAK, EABP, dn EAKBP ... 32

9. Konversi Pakan Broiler yang diinfeksi Salmonella pullorum dengan pemberian EAK, EABP, dn EAKBP ... 34

10. Berat Karkas Broiler yang diinfeksi Salmonella pullorum dengan pemberian EAK, EABP, dn EAKBP ... 36

(14)

xiv DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Tabel Anova Konsumsi Pakan Broiler ... 46

2. Tabel Anova Pertambahan Berat Badan Broiler ... 46

3. Tabel Anova Konversi Pakan Broiler ... 47

4. Tabel Anova Berat Karkas Broiler ... 47

5. Dokumentasi Penelitian ... 48

6. Riwayat Hidup ... 50

(15)

1

PENDAHULUAN

Industri perunggasan khususnya ayam ras pedaging (broiler) memberikan kontribusi yang besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional terutama sebagai pemasok protein hewani. Berdasarkan data Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2015), broiler memberikan kontribusi sebesar 52,79 persen terhadap total produksi daging nasional pada tahun 2014. Populasi broiler di Indonesia meningkat sebesar 7,38 persen dari 1.344.191.104 ekor pada tahun 2013 menjadi 1.443.349.118 ekor pada tahun 2014. Salah satu kendala dalam pemeliharaan broiler adalah besarnya kemungkinan terserang penyakit. Umumnya penyakit ini disebabkan oleh mikroba patogen Salmonella sp., Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli.

Salah satu penyakit unggas yang sulit dikendalikan adalah Salmonellosis (penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp.), bakteri ini mampu mengontaminasi broiler baik pada masa penetasan, pemeliharaan maupun pada saat pasca panen yang berpengaruh terhadap aspek keamanan pangan.

Salmonellosis pada unggas dapat menyebabkan penyakit pullorum, demam tifoid maupun deman paratifoid (Ariyanti dkk., 2005), dikhawatirkan pencemaran Salmonella sp. pada pangan dapat menjadi penyebab utama penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease). Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, seperti peningkatan sanitasi, vaksinasi, maupun penggunaan antibiotik, namun tetap saja terdapat kekurangan. Akhir-akhir ini penggunaan antibiotik sebagai Growth Promotors (AGPs) di beberapa negara terus mengalami penurunan, bahkan kawasan Uni Eropa telah melarang

(16)

2 penggunaannya sejak tahun 2006. Penggunaan antibiotik dalam waktu lama dapat menimbulkan residu yang membahayakan kesehatan konsumen, selain itu mikroba patogen dapat menjadi resisten terhadap suatu penyakit sehingga sulit disembuhkan dan mampu menimbulkan jenis penyakit baru. Salah satu upaya yang efektif untuk mengatasi keterbatasan tersebut adalah penggunaan Natural Growth Promotors (NGPs) seperti fitobiotik.

Fitobiotik merupakan aditif ransum yang berasal dari tanaman (tumbuh- tumbuhan) murni yang dapat meningkatkan performa ternak (Windisch dan Kroismayr, 2007). Berbagai studi terkait pemanfaatan fitobiotik telah banyak dilakukan. Sumarasinghe et al. (2003) mengemukakan bahwa penambahan kunyit dalam ransum broiler dapat digunakan sebagai alternatif pengganti antibiotik karena dapat memperbaiki pertumbuhan dan efisiensi pakan. Pemberian bawang putih dalam pakan broiler dapat mempertahankan produktifitas (Nusdianto dan Triakoso, 1999), meningkatkan konversi ransum, meningkatkan persentase karkas, dan menurunkan koloni bakteri Salmonella typhimurium (Suharti, 2004), serta menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactie, Staphylococcus aureus, dan Eschericia coli (Safithri, 2004). Lebih jauh Purwanti et al. (2014) menyatakan bahwa kombinasi fitobiotik ekstrak air kunyit dan bawang putih mampu berperan sebagai agen antibakteri terhadap Salmonella sp., Lactobacillus sp. dan Escherichia coli pada level 2,5 persen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian fitobiotik ekstrak air kunyit dan bawang putih sebagai feed additive terhadap konsumsi pakan, pertambahan berat badan, konversi pakan dan berat karkas broiler yang diinfeksi Salmonella pullorum.

(17)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Fitobiotik sebagai Feed Additive

Fitogenik atau fitobiotik adalah senyawa asal tanaman yang digunakan dalam pakan ternak untuk meningkatkan penampilan produksi ternak (Yulianti, 2015). Sedangkan menurut Windisch dan Kroismayr (2007) fitobiotik merupakan aditif ransum yang berasal dari tanaman (tumbuh-tumbuhan) murni yang dapat meningkatkan performa ternak. Fitobiotik dapat dimanfaatkan sebagai growth promotors seperti asam organik dan probiotik yang dapat dipopulerkan dalam nutrisi ternak. Fitobiotik mulai banyak dikembangkan selama beberapa tahun terakhir, khususnya dikembangkan untuk ternak unggas dan babi. Gerakan penggunaan fitobiotik sebagai feed additive semakin berkembang semenjak negara-negara Eropa menentang penggunaan antibiotik karena menimbulkan efek resisten pada mikroorganisme patogen.

Budidaya ternak secara intensif membutuhkan upaya untuk memaksimalkan efisiensi pakan. Hal tersebut berkaitan dengan saluran pencernaan pada unggas. Berdasarkan data penelitian Apajalahti (1999) bahwa pada saluran pencernaan unggas terdapat kurang lebih 1011/g mikroorganisme.

Aktivitas mikroorganisme tersebut mempengaruhi kecernaan pakan, pemanfaatan energi yang terkandung dalam bahan pakan yang selanjutnya akan berdampak terhadap kesehatan dan pertumbuhan ternak (Jamroz et al., 2006). Populasi mikroorganisme tersebut sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan dan kondisi pada saluran pencernaan yang meliputi: komposisi pakan, keberadaan faktor penghambat kecernaan, dan kekebalan tubuh. Kondisi yang tidak kondusif

(18)

4 pada saluran pencernaan akan mengakibatkan meningkatnya populasi mikroorganisme patogen yang berakibat timbulnya penyakit dan menurunnya pertumbuhan (Venho, 2000).

Populasi bakteri patogen dapat ditekan dengan penggunaan antibiotik yang berimplikasi terhadap meningkatnya pertumbuhan. Sayangnya penggunaan antibiotik menstimulasi tumbuhnya mikroorganisme yang resisten. Terobosan yang dilakukan adalah dengan penggunaan fitobiotik yang berasal dari tanaman obat (herbal) yang lebih bersifat ramah lingkungan. Fitobiotik mengandung senyawa bioaktif yang berperan penting dalam meningkatkan efesiensi pencernaan (Ertas et al., 2005), tingkat kesehatan saluran pencernaan (Cross et al., 2007), dan sekresi enzim (Windisch dan Kroismayr, 2007) serta mampu menstimulasi nutrisi ternak, berperan sebagai antimikroba, koksidiostatik, dan antihelmintik (Panda et al., 2006). Mekanisme kerja fitobiotik dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Mekanisme Kerja Fitobiotik (Yulianti, 2015).

(19)

5 Mekanisme kerja dari fitobiotik yang terkandung pada tanaman herbal diuraikan sebagai berikut: faktor sensorik adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan karena bau dan rasa yang dihasilkan, konsumsi tumbuhan obat dapat menstimulasi sistem syaraf pusat selanjutnya menstimulasi kelenjar saliva dan sekresi cairan pencernaan dari lambung, hati, pankreas dan usus kecil yang berguna untuk mengontrol pH yang sesuai untuk efektivitas kerja enzim-enzim pencernaan. Bahan aktif tanaman obat mampu menghambat pertumbuhan (inhibitory activity) terhadap foodborne pathogens, fungi, dan mikroba patogen dalam saluran pencernaan sehingga dapat mencegah degradasi zat-zat makanan oleh mikroba sehingga zat-zat makanan lebih tersedia untuk ternak. Selain itu tanaman obat dapat meningkatkan kecernaan zat-zat makanan, metabolisme nitrogen, asam amino, glukosa, dan konversi energi (digestive enhancers). Tanaman obat juga mempunyai pengaruh positif terhadap sistem kekebalan tubuh karena efek relaksasi dan kemampuannya dalam menstimulasi sistem saraf pusat, mempertahankan permukaan epitel, meningkatkan fungsi liver, ginjal, meningkatkan produksi sel darah putih, dan menghambat replikasi virus.

Adanya komponen anti stress dan immunomodulatory activity juga membantu ternak lebih toleran terhadap stress (Ulfah, 2006).

(20)

6 Gambaran Umum dan Potensi Kunyit (Curcuma domestica Val.) sebagai Fitobiotik

Kunyit atau Curcuma berasal dari bahasa Arab Kurkum dan Yunani Karkom (Walter et al., 2007). Di Indonesia, kunyit banyak digunakan sebagai bumbu dapur dan bahan obat-obatan (Syukur dan Hernani, 2002). Beberapa kandungan kimia dari rimpang kunyit yang telah diketahui yaitu protein (6,3%), lemak (5,1%), mineral (3,5%), karbohidrat (69,4%), minyak atsiri (5,8%), dan kurkuminoid (3-4%) yang menyebabkan warna kuning pada kunyit (Chattopadhyay et al., 2004). Bentuk fisik kunyit dapat dilihat pada Gambar 2.

Zat warna kuning pada kunyit disebut kurkuminoid meliputi kurkumin 50- 60%, monodesmetoksikurkumin dan bidesmetoksikurkumin (Sidik et al., 1995). Dari ketiga senyawa kurkuminoid tersebut, kurkumin merupakan komponen terbesar.

Kadar total kurkuminoid dihitung sebagai persentase kurkumin, karena kandungan kurkumin paling besar dibanding komponen kurkuminoid lain. Li et al. (2011) menyatakan bahwa tanaman kunyit mengandung beberapa senyawa bioaktif antara lain senyawa kurkumin, demetoxykurkumin, bisdemetoxykurkumin dan

Gambar 2. Kunyit (Sumber: Realworldsurvivor.com, 2016)

(21)

7 minyak atsiri. Aktivitas antibakteri kunyit disebabkan oleh aktivitas kurkumin dan minyak atsiri kunyit. Jitoe et al. (1992) mengemukakan bahwa aktivitas antioksidan dari kunyit lebih kuat daripada jenis rempah-rempah atau tanaman obat dari kelompok jahe-jahean (Zingiberance). Komponen yang terkandung dalam kunyit dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Kunyit

Komponen Jumlah (%)

Kadar Air 6,0

Protein 8,0

Karbohidrat 57,0

Serat Kasar 7,0

Bahan Mineral 6,8

Minyak Volatil 3,0

Kurkumin 3,2

Bahan Non Volatil 9,0

Sumber: Natarajan dan Lewis (1980)

Menurut Platel dan Srinivasan (1996) bahwa kunyit memiliki efek yang baik pada organ usus yaitu dapat meningkatkan aktivitas enzim lipase, sukrose dan maltase. Beberapa penelitian secara in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa kunyit mempunyai aktivitas sebagai antiinflamasi atau antiperadangan (Hadi, 1985), aktivitas terhadap peptic ulcer, antitoksik, antihiperlipidemia dan aktivitas antikanker (Sumiati dan Adnyana, 2005). Sumarasinghe et al. (2003) mengemukakan bahwa penambahan kunyit dalam ransum ayam broiler dapat memperbaiki pertumbuhan dan efisiensi pakan serta dapat digunakan sebagai alternatif terhadap penggunaan antibiotik. Sedangkan Yuliawati (2007) menyatakan bahwa pemberian kunyit sebesar 1% dalam ransum ayam broiler nyata meningkatkan berat badan akhir dibandingkan dengan pemberian kunyit sebesar 2%. Penelitian Yamin dkk. (2009) menunjukkan bahwa penambahan

(22)

8 tepung kunyit dalam ransum sebanyak 0,04% dapat meningkatkan konsumsi pakan dan produktivitas broiler. Kunyit merupakan tanaman yang dapat digunakan sebagai aditif pakan golongan fitobiotik pada ayam broiler. Kunyit diketahui memiliki efek imunomodulator sehingga dapat membantu mengoptimalkan kondisi kesehatan ayam broiler (Napirah dkk., 2013).

Gambaran Umum dan Potensi Bawang Putih (Allium sativum Linn.) sebagai Fitobiotik

Bawang putih merupakan salah satu bumbu dapur yang sering digunakan dalam berbagai masakan Indonesia (Wibowo, 1999). Menurut Mazza dan Oomah (2000) bawang putih sebagian besar terdiri dari air (56-68%), karbohidrat (26- 30%). Komponen yang paling signifikan, secara medis, adalah kandungan senyawa organosulfur (11-35 mg/g fresh garlic). Bentuk fisik bawang putih dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bawang Putih (Sumber: DNAthecode.com, 2016)

(23)

9 Dr. Paavo Airola, seorang peneliti gizi dan pendiri The International Academy of Biological Medicine dalam Karossi et al. (1993), berhasil menemukan dan mengisolasi sejumlah komponen aktif dari bawang putih, antara lain:

a) Allisin: zat aktif yang mempunyai daya bunuh pada bakteri dan daya antiradang,

b) Alliin: suatu asam amino sebagai antibiotik,

c) Gurwitchrays (sinar gurwitch): radiasi mitogenetik yang merangsang pertumbuhan sel tubuh dan mempunyai daya peremajaan (rejuvenating effect) pada semua fungsi tubuh,

d) Antihemolytic factor: faktor anti lesu darah atau anti kekurangan sel-sel darah merah,

e) Selenium: suatu mikro mineral yang merupakan faktor yang bekerja sebagai antioksidan. Selenium juga mencegah terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah jantung dan otak,

f) Antitoksin: anti racun atau pembersih darah dari racun-racun bakteri ataupun populasi logam-logam berat,

Selain kandungan tersebut, Wibowo (2001) menjelaskan bahwa umbi bawang putih mengandung vitamin seperti thiamin, riboflavin, niasin dan asam askorbat. Lebih jauh Keusgen (2002) menjelaskan bahwa bawang putih juga memiliki kandungan saponin, sterol, mineral dan selenium, vitamin C, thiamin, riboflavin, niacin, asam pantotenat dan vitamin E serta flavonoid dan fenol dalam konsentrasi yang rendah. Sifat antibakteri dari bawang putih telah cukup lama diketahui. Berbagai persiapan bawang putih telah terbukti menunjukkan spektrum

(24)

10 yang luas dari aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram-negatif dan Gram- positif termasuk jenis Escherichia, Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus, Klebsiella, Proteus, Bacillus, dan Clostridium (Ankri dan Mirelman, 1999).

Penelitian mengenai bawang putih dalam pengobatan unggas telah banyak dilakukan. Nusdianto dan Triakoso (1999) menjelaskan bahwa pemberian bawang putih 5% dalam pakan ayam memberikan pengaruh berat badan tertinggi dalam hal mempertahankan produktivitas broiler. Penelitian Suharti (2004) menyatakan bahwa penambahan bawang putih 2,5% dalam ransum mampu meningkatkan konversi ransum, meningkatkan persentase karkas, dan menurunkan koloni bakteri Salmonella typhimurium. Serta menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactie, Staphylococcus aureus, dan Eschericia coli (Safithri, 2004).

Ayam Ras Pedaging (Broiler)

Ayam pedaging atau yang dikenal dengan sebutan broiler, merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya broiler baru popular di Indonesia tahun 1980-an dimana pemerintah mencanangkan pengalihan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya (Rasyaf, 2008). Broiler memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah dagingnya empuk, ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap pakan cukup tinggi, sebagian besar dari pakan diubah menjadi daging dan pertambahan berat badan sangat cepat sedangkan, kelemahannya adalah memerlukan pemeliharaan secara intensif dan

(25)

cermat, relatif lebih peka terhadap suatu

(Murtidjo, 2003). Penampakan broiler dapat dilihat pada Gambar 4.

Rasyaf (2008) sudah dipasarkan pada umur 5

pertumbuhannnya belum maksimum, karena ayam broiler yang sudah berat susah dijual. Menurut Amrullah (2004), pertumbuhan ayam yang cepat ini haru diimbangi dengan ketersediaan pakan yang cukup, karena kekurangan pakan akan sangat mengganggu laju pertumbuhan.

yang mendukung keunggulan broiler, diantaranya adalah makanan, temperatur lingkungan dan manajemen pem

akan tampak bila tidak didukung dengan pakan yang mengandung protein dan asam amino yang seimbang sesuai dengan kebutuhan ayam. Broiler akan tumbuh optimal pada temperatur lingkungan 19

memilih banyak minum daripada makan untuk mengurangi beban panas, sehingga sejumlah unsur nutrisi yang diperlukan tidak masuk ke dalam tubuh ayam. Broiler

Gambar 4

cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi penyakit dan sulit beradaptasi Penampakan broiler dapat dilihat pada Gambar 4.

Rasyaf (2008) menyatakan bahwa umumnya di Indonesia ayam broiler sudah dipasarkan pada umur 5-6 minggu dengan berat 1,3 – 1,6 kg walapun laju pertumbuhannnya belum maksimum, karena ayam broiler yang sudah berat susah Menurut Amrullah (2004), pertumbuhan ayam yang cepat ini haru diimbangi dengan ketersediaan pakan yang cukup, karena kekurangan pakan akan sangat mengganggu laju pertumbuhan. Rasyaf (2008) menjelaskan beberapa hal yang mendukung keunggulan broiler, diantaranya adalah makanan, temperatur lingkungan dan manajemen pemeliharaan. Pertumbuhan yang sangat cepat tidak akan tampak bila tidak didukung dengan pakan yang mengandung protein dan asam amino yang seimbang sesuai dengan kebutuhan ayam. Broiler akan tumbuh optimal pada temperatur lingkungan 19-200C. Jika terlalu pana

memilih banyak minum daripada makan untuk mengurangi beban panas, sehingga sejumlah unsur nutrisi yang diperlukan tidak masuk ke dalam tubuh ayam. Broiler

Gambar 4. Broiler strain Cobb (Sumber: The Poultry Site, 2016)

11 infeksi penyakit dan sulit beradaptasi Penampakan broiler dapat dilihat pada Gambar 4.

umumnya di Indonesia ayam broiler 1,6 kg walapun laju pertumbuhannnya belum maksimum, karena ayam broiler yang sudah berat susah Menurut Amrullah (2004), pertumbuhan ayam yang cepat ini harus diimbangi dengan ketersediaan pakan yang cukup, karena kekurangan pakan akan elaskan beberapa hal yang mendukung keunggulan broiler, diantaranya adalah makanan, temperatur eliharaan. Pertumbuhan yang sangat cepat tidak akan tampak bila tidak didukung dengan pakan yang mengandung protein dan asam amino yang seimbang sesuai dengan kebutuhan ayam. Broiler akan tumbuh C. Jika terlalu panas, ayam akan memilih banyak minum daripada makan untuk mengurangi beban panas, sehingga sejumlah unsur nutrisi yang diperlukan tidak masuk ke dalam tubuh ayam. Broiler

. Broiler strain Cobb (Sumber: The Poultry Site, 2016)

(26)

12 mampu menghasilkan daging sebagai sumber protein hewani dalam jumlah yang cukup besar serta memiliki rasa yang gurih (Amrullah, 2004).

Konsumsi Pakan

Untuk keperluan hidup dan produksi, ayam membutuhkan sejumlah nutrisi yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang dan berkualitas, pakan yang mengandung karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral (Rasyaf, 2008).

Performans dapat dilihat dari konsumsi pakan, konversi pakan, dan produksi karkas (Rifai dan Sukarini, 2011). Dari faktor-faktor yang mempengaruhi performan produksi, ternyata faktor pakan yang paling berpengaruh. Konsumsi pakan merupakan cermin dari masuknya sejumlah unsur nutrien ke dalam tubuh ayam (Rasyaf, 2002). Konsumsi pakan dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan energi pokok hidup dan selebihnya akan digunakan untuk pertumbuhan dan proses produksi (Rifai dan Sukarini, 2011).

Menurut Wahyu (1992), konsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan, umur, aktivitas ternak, palatabilitas pakan, tingkat produksi dan pengelolaannya. Sesuai dengan tujuan pemeliharaannya yaitu memproduksi daging sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat, maka jumlah pemberian pakan pada broiler tidak dibatasi (ad libitum) artinya berapa saja jumlah pakan yang dapat dihabiskan, itulah yang diberikan (Kartadisastra, 1994).

Broiler dapat menyesuaikan konsumsi pakannya untuk memperoleh cukup energi guna pertumbuhan maksimum. Penyesuaian tersebut berkisar antara 2800-3400 kkal energi metabolisme per kg pakan (Anggorodi, 1985).

(27)

13 Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi yang ada di dalam ransum yang telah tersusun dari berbagai bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ayam broiler (Rasyaf, 1994). Menurut Tilman dkk.

(1986), sifat khusus unggas adalah mengonsumsi pakan untuk memperoleh energi sehingga pakan yang dimakan tiap harinya cenderung berhubungan dengan kadar energinya. Wahyu (1984) menyatakan bahwa konsumsi akan meningkat bila diberi ransum yang berenergi rendah dan menurun bila diberi ransum yang berenergi tinggi. Church (1979), menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas. Palatabilitas dipengaruhi oleh bau, rasa, tekstur dan warna pakan yang diberikan.

Konsumsi ayam dapat pula dipengaruhi oleh kapasitas tembolok.

Meskipun kebutuhan energinya belum terpenuhi, namun ayam akan berhenti makan apabila temboloknya sudah penuh (Tilman dkk., 1986). Rasyaf (1992), menyatakan bahwa tembolok merupakan alat pencernaan pertama sebelum masuk ke proses berikutnya. Sebagai alat pencernaan pertama yang sifatnya sebagai penampung, kapasitas tembolok tidak banyak atau terbatas.

Pertambahan Berat Badan

Pertumbuhan pada hewan bermula dari sel telur yang telah dibuahi dan berlanjut sampai dewasa. Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan berat yang dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang tiap minggu atau tiap waktu lain (Tilman dkk., 1986). Pertumbuhan murni, mencakup pertumbuhan dalam bentuk berat jaringan-jaringan pembangun seperti: tulang, jantung, otak, dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-

(28)

14 alat tubuh. Selanjutnya dinyatakan oleh Anggorodi (1995) bahwa pertumbuhan murni adalah suatu penambahan jumlah protein dan zat-zat mineral yang tertimbun dalam tubuh, sedangkan penambahan lemak/penambahan air bukanlah pertumbuhan murni.

Pertambahan berat badan kerap kali digunakan sebagai pegangan produksi bagi peternak dan para ahli. Bila pertambahan berat badan yang diperoleh peternak lebih baik dari standar maka menguntungkan peternak itu. Namun, perlu diingat bahwa ada bibit ayam yang memang pertambahan berat badannya tinggi tetapi tingkat konsumsinya juga tinggi, padahal biaya untuk ransum adalah yang terbesar dalam suatu peternakan (biaya variabel). Oleh karena itu, pertambahan berat badan harus pula dikaitkan dengan konsumsi ransumnya (Rasyaf, 2004).

Konversi Pakan

Konversi pakan pada broiler termasuk jumlah pakan yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 pounds atau 1 kg berat hidup. Konversi pakan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: umur ternak, bangsa, kandungan gizi pakan, keadaan temperatur dan keadaan unggas (Anggorodi, 1985). Menurut Amrullah (2004) bahwa konversi pakan yang baik berkisar antara 1,75-2, semakin rendah angka konversi pakan berarti kualitas pakan semakin baik.

Konversi ransum adalah jumlah makanan yang habis dikonsumsi oleh seekor ayam dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai bentuk dan berat badan optimal (Irawan, 1996). Selanjutnya Rasyaf (2004) menyatakan bahwa, konversi ransum (Feed Conversion Ratio) adalah perbandingan jumlah konsumsi ransum pada satu minggu dengan pertambahan berat badan yang dicapai pada minggu itu,

(29)

15 bila rasio kecil berarti pertambahan berat badan ayam memuaskan atau ayam makan dengan efisien. Hal ini dipengaruhi oleh besar badan dan bangsa ayam, tahap produksi, kadar energi dalam ransum, dan temperatur lingkungan.

Konversi ransum mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum yang berkualitas. Nilai konversi ransum minimal dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : 1) kualitas ransum, 2) teknik pemberian pakan, 3) angka mortalitas. Perlu disadari bahwa kunci keberhasilan usaha dalam budidaya broiler adalah angka konversi ransum (Abidin, 2002).

Makin sehat broiler semakin baik konversi ransumnya dan jumlah ransum yang dikonsumsi juga meningkat. Peningkatan konsumsi dan konversi ransum bertujuan untuk memperoleh berat badan yang maksimal (Tobing, 2004).

Kemampuan ayam broiler mengubah ransum menjadi berat hidup jauh lebih cepat dibandingkan dengan ayam kampung. Nilai konversi makanannya sewaktu dipanen dapat mencapai nilai dibawah 2. Nilai ini berarti bahwa jika normalitas sekelompok ayam broiler hanya memerlukan ransum kurang dari 2 kg untuk menghasilkan 1 kg bobot hidup (Amrullah, 2004).

Menurut Amrullah (2006) ayam pedaging mampu menghasilkan bobot badan 1,5 - 1,9 kg/ekor pada usia 5 - 6 minggu. Dijelaskan lebih lanjut bahwa ayam broiler pada minggu ke empat bobot badan daat mencapai 1,480 kg/ekor dengan konversi pakannya adalah 1,431 (Nuryanto, 2007). Sementara Rasyaf (2004), menyatakan bahwa bila hendak memperbaiki sudut konversi, sebaiknya dipilih angka konversi yang terendah. Akan tetapi, angka itu berada dari masa

(30)

16 awal ke masa akhir karena di masa akhir pertumbuhan broiler menjadi lambat atau mulai menurun setelah usia 4 minggu sedangkan ransumnya bertambah terus.

Berat Karkas

Karkas broiler merupakan bagian tubuh ayam yang telah dikeluarkan jeroannya, kepala dipisahkan dengan leher hingga batas pemotongan dan kaki.

Karkas ayam dibuat klasifikasinya berdasarkan bagian-bagian tubuh (Rasyaf, 1994). Menurut Priyatno (2003) bahwa secara garis besar karkas dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Karkas kosong yaitu ayam yang telah disembelih dan dikurangi dengan darah, organ dalam, kepala dan kaki. 2) Karkas isi yaitu ayam yang telah disembelih dan dikurangi bulu, darah, kepala, leher, kaki dan organ dalam kecuali jantung, hati dan rempela (gizzard). Sedangkan Abubakar (2003) membagi karkas broiler kedalam tiga kelompok berdasarkan cara penanganannya yaitu: 1) Karkas segar yaitu karkas yang baru selesai diproses selama tidak lebih dari 6 jam dan tidak mengalami perlakuan lebih lanjut 2) Karkas dingin segar yaitu karkas segar yang segera didinginkan setelah selesai diproses sehingga suhu di dalam daging menjadi antara 4-50C. 3) Karkas beku yaitu karkas yang telah mengalami proses pembekuan cepat atau lambat dengan suhu penyimpanan antara minus 120C sampai dengan 180C.

Selama proses pengolahan yaitu dari bentuk ayam yang hidup hingga terwujud daging ayam yang siap masak akan terjadi kehilangan berat hidup kurang lebih 1/3 bagian (berat daging siap masak itu nantinya kurang lebih 2/3 dari berat hidupnya) karena bulu, kaki, cakar, leher, kepala, jeroan atau isi dalam dan ekor dipisah dari bagian daging tubuh dengan demikian daging hanya tinggal

(31)

17 75% dari berat hidup (Resnawati, 2004). Murtidjo (2003) menyatakan, bahwa rata-rata berat karkas ayam berkisar antara 65-75% dari berat hidup pada waktu siap potong. Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan dapat berupa faktor genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan additif dan stress. Sedangkan faktor setelah pemotongan meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotik (Nurhayati, 2008).

Haroen (2003) menjelaskan pencapaian berat karkas sangat berkaitan dengan berat hidup dan pertambahan berat badan. Pertambahan berat badan disebabkan secara langsung oleh ketersediaan asam amino pembentuk jaringan sehingga konsumsi protein pakan berhubungan langsung dengan proses pertumbuhan (Winedar dkk., 2006). Menurut Zaenab dkk. (2005), persentase bagian-bagian karkas terdiri atas karkas dada sekitar 23,45 -25,5%, karkas paha sekitar 21,80%, karkas punggung sekitar 20%, dan karkas sayap 8,6%. Lebih jauh North (1972) menyatakan, persentase karkas pada ayam umur 7 minggu sekitar 65,7% untuk ayam betina dan 65% untuk ayam jantan.

Bakteri Salmonella sp. dan Kerugian pada Unggas

Salmonella sp. merupakan masalah besar di berbagai negara, selain merugikan bagi ternak, secara tidak langsung Salmonella sp. dapat menjadi penyebab utama penyakit yang ditularkan melalui makanan dan minuman (foodborne disease). Kejadian pengontaminasian Salmonella sp. cenderung meningkat akhir-akhir ini sehingga membutuhkan dana yang besar untuk

(32)

18 penanganan (Tindall, 2005). Berdasarkan informasi yang didapat dari Humprey (1998) kejadian Salmonellosis (penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp.) di Inggris setiap tahun mencapai 4000 kasus, sedangkan di Amerika Serikat sekitar 50% kejadian Salmonellosis pada manusia diantaranya disebabkan oleh S.

entridis dan S. thypimurium (Pascual et al., 1999).

Salmonella sp. merupakan bakteri Gram negatif yang bergerak (motil) dengan menggunakan flagela, bersifat anaerob fakultatif, katalase positif dan oksidase negatif. Terdapat lebih dari 2500 serotypes berbeda yang diketahui dan tersebar pada hewan terutama unggas dan babi. Jenis spesies dari Salmonella sp.

terdiri dari Salmonella bongori dan Salmonella enterica. Bakteri Salmonella sp.

yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit unggas yaitu Salmonella typhimurium, Salmonella enteritidis, Salmonella gallinarium dan Salmonella pullorum. Bentuk Salmonella sp. dapat dilihat pada Gambar 5.

Salah satu spesies Salmonella yang banyak menyebabkan penyakit pada unggas adalah Salmonella pullorum, infeksi pada ayam dapat menyebabkan penyakit menular yang dikenal dengan nama berak putih atau berak kapur

Gambar 5. Bakteri Salmonella sp. (Sumber: Samadimd.com dan webmd.com, 2016)

(33)

19 (Bacilary White Diarrhea = BWD). Penyakit ini menimbulkan mortalitas yang sangat tinggi pada anak ayam umur 1 -10 hari. Selain ayam, penyakit ini juga menyerang unggas lain seperti kalkun, puyuh, merpati, beberapa burung liar (Wawun, 2008). Morbiditas mencapai 10 - 80 % dan mortalitasnya bisa mencapai 100 % jika terjadi stres pada ayam (Mullin, 2004). Selain penyakit tersebut, infeksi Salmonella pada unggas dapat menyebabkan deman paratyphoid.

Infeksi Salmonella sp. terjadi melalui 3 cara yaitu kongenital, oral dan aerogen (Ressang, 1984). Secara kongenital yaitu penularan melalui telur, sehingga anak ayam yang menetas melalui telur tersebut akan terinfeksi Salmonella sp.. Infeksi secara oral terjadi melalui pakan dan air minum yang tercemari Salmonella sp.. Sedang aerogen adalah infeksi yang terjadi di dalam mesin penetas telur dimana masa tunas penyakit berkisar antara 1 minggu.

Penularan melalui vektor juga lazim terjadi, penyebaran ini terjadi melalui hewan- hewan kecil seperti tikus, lalat, burung liar dan peralatan yang mengandung bakteri Salmonella sp. yang digunakan di dalam kandang (Cox et al., 1996).

Mekanisme infeksi Salmonella sp. di dalam usus dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Infeksi pada mukosa usus oleh bakteri Salmonella sp. (Giannella, 1996)

(34)

20 Pada saat Salmonella sp. masuk ke dalam usus halus, maka sel goblet akan menghasilkan mukus yaitu cairan yang berfungsi untuk mengusir benda asing seperti bakteri patogen, jika ternyata mukus ini tidak dapat mengusir bakteri patogen (Salmonella) maka Salmonella sp. ini akan tetap bertahan dan masuk ke dalam sel epitel usus menembus lapisan atas vili. Selanjutnya, Salmonella sp. ini akan dihambat pertumbuhannya oleh sel-sel limfosit, namun jika sel-sel limfosit tidak dapat menghambat pertumbuhan Salmonella maka Salmonella ini akan masuk ke dalam pembuluh darah (Merriyana, 2007).

Hipotesis

Diduga bahwa zat bioaktif yang terkandung dalam fitobiotik Ekstrak Air Kunyit (EAK), Ekstrak Air Bawang Putih (EABP) dan kombinasi Ekstrak Air Kunyit dan Bawang Putih (EAKBP) mampu mempertahankan konsumsi pakan, pertambahan berat badan, konversi pakan dan berat karkas broiler yang terinfeksi Salmonella pullorum.

(35)

21

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober – Desember 2016 di kandang broiler, Perumahan Dosen Universitas Hasanuddin Blok AB 5, Makassar.

Materi Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan antara lain: ayam ras, kunyit, bawang putih, tetracycline, filler, biakan bakteri Salmonella pullorum, jagung kuning halus, dedak padi, Meat and Bone Meal (MBM), minyak nabati, Chicken Feather Meal (CFM), bungkil kedelai, CaCO3, Dicalcium Phospate (DCP), premiks, garam (NaCl), L-lysin, DL-methionin, vaksin, vitamin, air minum, jarum suntik, kertas koran, tali rafia, sarung tangan, sekam padi (litter), plastik dan kertas label.

Alat yang digunakan antara lain: kandang percobaan, tempat pakan dan tempat minum, sekat bambu, timbangan elektrik, alat semprot desinfektan, lampu pijar, peralatan sanitasi, timbangan, wadah penyimpanan, sekop, baskom, tirai, peralatan bedah, pisau potong, meja processing, panci, kompor dan alat tulis.

Prosedur Penelitian - Persiapan Kandang

Sebelum ternak dimasukkan, kandang terlebih dahulu ditaburi dengan kapur secara merata pada lantai kandang. Selanjutnya dilakukan penyemprotan desinfektan untuk mematikan mikroorganisme patogen. Proses desinfeksi menggunakan larutan formalin yang dicampurkan dengan air bersih dengan perbandingan 25 ml: 15 liter, kemudian larutan tersebut disemprotkan keseluruh bagian kandang. Peralatan kandang seperti tempat pakan dan air minum

(36)

22 sebelumnya dicuci menggunakan sabun, kemudian dibilas menggunakan air dan desinfektan.

Kandang yang digunakan adalah kandang sistem litter dengan ukuran 8 x3 m, ukuran per unit sebesar 80 cm x 75 m x 50 cm (20 unit) dengan litter kandang berasal dari sekam padi setebal ± 5 cm. Petak kandang unit percobaan ditempatkan secara berjejer dan dilakukan pengacakan urutan perlakuan dengan masing-masing petak berisi 5 ekor ayam umur satu hari (day old chicken) berjenis kelamin campuran (unsexed) yang diperoleh dari perusahaan penetasan. Setiap petak dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Pemanasan kandang dilakukan dengan menggunakan lampu pijar berkekuatan 60 watt yang dipasang pada tiap petak kandang. Pemanasan dilakukan selama 24 jam hingga umur 14 hari. Pada malam hari, sisi kandang ditutup menggunakan tirai untuk melindungi ayam dari angin dan suhu dingin.

- Pembuatan EAK, EABP, dan EAKBP

Ekstrak kunyit dan bawang putih diproduksi oleh CV. Lansida, Yogyakarta.

Ekstrak kunyit dan bawang putih diperoleh melalui serangkaian proses, mula- mula dilakukan pencucian kunyit segar hingga bersih dari tanah yang menempel dan ditiriskan kemudian diiris-iris tipis, sedangkan bawang putih dilakukan pengupasan kulit luar lalu diiris-iris tipis. Selanjutnya masing-masing bawang putih dan kunyit secara terpisah dicampurkan dengan air (perbandingan 1:5) kemudian diblender dan diaduk dengan menggunakan ultra turax. Selanjutnya larutan kunyit maupun bawang putih difiltrasi dan kemudian dievaporasi. Ekstrak

(37)

23 air kunyit dan bawang putih siap digunakan dan dicampur sesuai level pada perlakuan.

- Pembuatan Biakan Salmonella pullorum.

Pembiakan Salmonella pullorum dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar. Biakan bakteri diambil koloni 1 loop dan ditanam pada media kaldu brain heart infusion (BHI) dan diinkubasikan pada suhu 37°C selama 18-24 jam (Alisantosa et al., 2000; Desmidt et al., 1997). Kemudian disentrifus dengan kecepatan 500 gravitasi selama 10 menit sehingga berbentuk pelet. Untuk memperoleh dosis inokulum, pelet diencerkan dengan larutan NaCl fisiologis steril dan kekeruhannya disamakan dengan standar McFarland no.1 yang setara dengan 108 colony forming unit (CFU)/ml (Miyamoto et al., 1998).

- Perlakuan Ransum

Ransum perlakuan diberikan pada ayam broiler mulai d.o.c (day old chicken) sampai umur 38 hari. Bahan penyusun ransum terdiri dari jagung kuning halus, dedak padi, Meat and Bone Meal (MBM), minyak nabati, Chicken Feather Meal (CFM), bungkil kedelai, CaCO3, Dicalcium Phospate (DCP), premiks, garam (NaCl), L-lysin, dan DL-methionin. Ransum yang digunakan dalam penelitian berbentuk tepung (mash) dan disusun menurut rekomendasi Standar Nasional Indonesia (2006) dengan kandungan protein 19% dan energi 2900 kkal/kg. Ransum perlakuan terdiri dari ransum basal ditambah dengan 2,5% EAK, 2,0% EABP dan 2,5% EAKBP (1EAK : 3EABP) sebagai feed additive. Agar total ransum mencapai 100% maka ditambahkan filler berupa pasir halus, filler

(38)

24 merupakan bahan yang ditambahkan tapi tidak mengubah komposisi nutrisi dalam ransum. Susunan ransum penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Ransum Penelitian (1−38 Hari)

Jenis Pakan Perlakuan Pakan

R0 R1 R2 R3 R4

Jagung Kuning Halus (%) 59,00 59,00 59,00 59,00 59,00

Dedak (%) 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00

MBM (%) 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00

Minyak (%) 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00

CFM (%) 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00

Bungkil Kedelai (%) 13,25 13,25 13,25 13,25 13,25

CaCO3 (%) 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

DCP (%) 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30

Premiks* 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50

Garam 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

L-Lysin (%) 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10

DL-Methionin (%) 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10

Total Ransum Basal 97,50 97,50 97,50 97,50 97,50

Filler (%) 2,50 2,485 0 0,50 0

Tetracycline (%) 0 0,015 0 0 0

Ekstrak Air Kunyit (%) 0 0 2,50 0 0

Ekstrak Air Bawang Putih (%) 0 0 0 2,00 0

Ekstrak Air Kunyit Bawang

Putih (%) (1EAK : 3EABP) 0 0 0 0 2,50

Total Ransum (%) 100 100 100 100 100

Kandungan Nutrisi Pakan Berdasarkan Perhitungan Energi Metabolis (ME)

(kkal/kg) 3011,25 3011,25 3011,25 3011,25 3011,25

Protein kasar (%) 20,62 20,62 20,62 20,62 20,62

Serat kasar (%) 3,017 3,017 3,017 3,017 3,017

Lemak kasar (%) 4,07 4,07 4,07 4,07 4,07

Kalsium (%) 1,71 1,71 1,71 1,71 1,71

L-Lysin (%) 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85

DL-Methionin (%) 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28

P (%) 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40

Keterangan: *Komposisi premiks per Kilogram; Vitamin A; 1.250.000 UI, Vitamin D3; 250.000 UI, Vitamin E; 1000 mg, Vitamin K3; 200 mg, Vitamin C; 4000 mg,Vitamin B1; 200 mg, Vitamin B2; 400 mg, Vitamin B6; 100 mg, Vitamin B12; 1200 mcg, Biotin; 200 mg, Niacin; 4000mg, Calcium- D-Pantothenate; 400 Mg, L-Arginine; 1000mg, L-Threonine; 1500 mg, DL-Methionine;

5000mg, L-Lysine;12.500, Choline; 2000mg, Folic acid; 50mg, Zinc;7000mg, Ferros;3000mg, Manganese; 6000mg, Copper; 500mg, Iodida;20mg, Selenium;20mg, Cobalt;20mg, Promotor;

2500mg, Antioxidant, carriera.s.f; 1 kg.

R0 = Ransum basal tanpa fitobiotik dan antibiotik dan tanpa infeksi Salmonella pullorum + filler 2,5% (kontrol negatif); R1 = Ransum basal + tetracycline 0,015% + filler 2,485% + infeksi Salmonella pullorum (kontrol positif); R2 = Ransum basal + EAK 2,50% + infeksi Salmonella pullorum; R3 = Ransum basal + EABP 2,00% + filler 0,50% + infeksi Salmonella pullorum; R4 = Ransum basal + EAKBP 2,50% (perbandingan 1EAK : 3EABP) + infeksi Salmonella pullorum

(39)

25 - Pemeliharaan dan Perlakuan Penelitian

Broiler dibagi secara acak dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan sehingga terdapat 20 unit kandang, dipelihara selama 38 hari. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Pemberian air gula selama 6 jam pada awal kedatangan ayam. Vita stress diberikan sebelum dan setelah dilakukan vaksinasi dan penimbangan berat badan untuk menghindari stress pada ayam. Vaksinasi Newcastle Disease (ND) pada umur 4 hari melalui tetes mata. Ayam broiler ditimbang untuk mengetahui pertambahan berat badan setiap seminggu sekali, dan penimbangan sisa pakan untuk menghitung konsumsi.

Ayam diinfeksi dengan Salmonella pullorum pada umur 4 minggu secara peroral dengan dosis 108 CFU/ml (Alisantosa et al., 2000; Desmidt et al., 1997).

Pengambilan sampel pada akhir penelitian masing-masing dua ekor tiap unit percobaan secara acak untuk dipotong, sehingga jumlah ayam broiler yang dipotong sebanyak 40 ekor (40% total populasi). Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi konsumsi pakan, pertambahan berat badan, konversi pakan dan berat karkas broiler.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Masing-masing satu unit percobaan terdiri dari 5 ekor ayam, sehingga jumlah ayam keseluruhan adalah 100 ekor ayam broiler. Susunan perlakuan terdiri atas 5 macam ransum, yaitu:

(40)

26 R0 = Ransum basal tanpa fitobiotik dan antibiotik dan tanpa infeksi Salmonella

pullorum + filler 2,5% (kontrol negatif)

R1 = Ransum basal + tetracycline 0,015% + filler 2,485% + infeksi Salmonella pullorum (kontrol positif)

R2 = Ransum basal + EAK 2,50% + infeksi Salmonella pullorum

R3 = Ransum basal + EABP 2,00% + filler 0,50% + infeksi Salmonella pullorum R4 = Ransum basal + EAKBP 2,50% + infeksi Salmonella pullorum

Parameter Penelitian

 Konsumsi pakan kumulatif

Konsumsi pakan kumulatif merupakan banyaknya pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan selama periode pemeliharaan. Perhitungan konsumsi dilakukan setiap minggu berdasarkan selisih pakan yang diberikan dengan sisa pakan setiap minggu pada setiap unit percobaan. (Rasyaf, 2004) :

Pakan yang diberikan (gram) – Pakan sisa (gram) Konsumsi pakan =

(gram/ekor) Jumlah ayam (ekor)

 Pertambahan berat badan kumulatif

Rataan pertambahan berat badan kumulatif dihitung dari rataan berat badan per ekor pada akhir penelitian dikurangi rataan berat badan per ekor pada awal pemeliharaan.

Pertambahan Berat Badan (Rasyaf, 2004):

PBB (gram) = BBakhir (gram) – BBawal (gram)

(41)

27

 Konversi pakan

Konversi pakan dihitung berdasarkan perbandingan antara rataan pertambahan berat badan dengan rataan konsumsi pakan setiap minggu

Konsumsi pakan (gram) Konversi pakan =

Pertambahan berat badan (gram)

 Berat karkas

Berat karkas adalah berat tubuh setelah dipotong, dikurangi bulu, kepala, kaki (shank), alat pencernaan, dan organ-organ tubuh bagian dalam kecuali ginjal dan paru-paru. Berat karkas ditimbang pada akhir penelitian.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam (Analyses of Variance/ANOVA) (Gomez and Gomez, 1995). Menggunakan bantuan software SPSS versi 16.0.

Model matematis yang digunakan adalah : Yij = µ + τί + εij

Keterangan :

Yij = Hasil pengamatan dari perubah pada penggunaan ekstrak air kunyit dan bawang putih ke-i dengan ulangan ke-j.

µ = Rata-rata pengamatan τί = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Dimana : i = 1, 2, 3, 4 dan 5

j = 1, 2, 3 dan 4

(42)

28

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan Terhadap Performa Broiler.

Hasil pengamatan terhadap konsumsi pakan, pertambahan berat badan, konversi pakan dan berat karkas pada broiler yang diinfeksi bakteri Salmonella pullorum dengan pemberian fitobiotik Ekstrak Air Kunyit (EAK), Ekstrak Air Bawang Putih (EABP) dan kombinasi Ekstrak Air Kunyit dan Bawang Putih (EAKBP) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Performa Broiler Umur 38 Hari yang Diinfeksi Salmonella pullorum dengan Pemberian EAK, EABP dan EAKBP

Perlakuan

Parameter Konsumsi Pakan

Kumulatif (g/ekor) ns

Pertambahan Berat Badan

(g/ekor)ns

Konversi Pakan ns

Berat Karkas (g/ekor) ns R0 1626,00 ± 276,59 688,68 ± 74,28 2,35 ± 0,25 540,50 ± 127,90 R1 1855,80 ± 219,02 888,91 ± 81,40 2,11 ± 0,42 653,00 ± 152,82 R2 1732,90 ± 416,68 830,01 ± 176,13 2,10 ± 0,38 670,25 ± 142,13 R3 1753,70 ± 223,54 826,75 ± 69,25 2,12 ± 0,23 696,38 ± 67,73 R4 1765,70 ± 310,06 833,80 ± 130,05 2,11 ± 0,69 712,38 ± 28,76 Keterangan : ns : Non significant;

R0 (Ransum basal tanpa fitobiotik dan antibiotik dan tanpa infeksi Salmonella pullorum + filler 2,5%/kontrol negatif); R1 (Ransum basal + tetracycline 0,015% + filler 2,485% + infeksi Salmonella pullorum/kontrol positif); R2 (Ransum basal + EAK 2,50% + infeksi Salmonella pullorum); R3 (Ransum basal + EABP 2,00% + filler 0,50% + infeksi Salmonella pullorum);

R4 (Ransum basal + EAKBP 2,50% + infeksi Salmonella pullorum)

Hasil analisis statistik menyatakan bahwa penambahan EAK, EABP dan EAKBP tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap konsumsi pakan, pertambahan berat badan, konversi pakan dan berat karkas dengan menginfeksikan Salmonella pullorum. Walaupun tidak memperlihatkan adanya pengaruh, namun secara numerik ada kecenderungan dengan penambahan EAK, EABP dan EAKBP pada ransum broiler yang diinfeksi Salmonella pullorum menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan ransum kontrol negatif pada semua parameter. Sedangkan untuk nilai konversi pakan dan berat karkas dengan

(43)

29 penambahan EAK dan EAKBP menunjukkan kecenderungan hasil yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya (baik kontrol negatif maupun positif).

Konsumsi Pakan Kumulatif

Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa pemberian EAK, EABP dan EAKBP tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi pakan broiler yang diinfeksi Salmonella pullorum. Rata-rata konsumsi pakan kumulatif tertinggi yaitu pada perlakuan R1 (1855,80 gram/ekor). Hasil penelitian diperoleh kisaran konsumsi pakan kumulatif dari 1626,00 – 1855,80 gram/ekor/38 hari.

Hasil penelitian terhadap nilai konsumsi pakan kumulatif ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Konsumsi pakan kumulatif broiler yang diinfeksi Salmonella pullorum dengan pemberian EAK, EABP dan EAKBP

Berdasarkan Gambar 7 bahwa penambahan EAK, EABP dan EAKBP pada ransum menunjukkan nilai konsumsi pakan yang lebih baik dari ransum kontrol negatif namun masih lebih rendah dari kontrol positif, hal ini berkaitan

1500 1550 1600 1650 1700 1750 1800 1850 1900

R0 R1 R2 R3 R4

Konsumsi Pakan (gram/ekor)

Perlakuan

1855,80 ± 219,02

1626,00 ± 276,59

1732,90 ± 416,68

1765,70 ± 310,06 1753,70 ± 223,54

(44)

30 dengan sifat zat bioaktif herbal yang tidak langsung memberikan pengaruh terhadap ternak, namun memerlukan waktu yang relatif lama untuk dapat bereaksi di dalam tubuh. Konsumsi pakan pada perlakuan R2 lebih rendah dibanding perlakuan R1, R3 dan R4, hal ini dapat disebabkan oleh rasa pahit pada kunyit sehingga menurunkan palatabilitas ransum. Perlakuan R3 dan R4 yang mengandung ekstrak bawang putih menunjukkan nilai lebih rendah dari R1 namun lebih baik dibanding R0 dan R2, hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pakan pada unggas tidak terlalu dipengaruhi oleh bau (ekstrak bawang berbau menyengat akibat kandungan sulfur) karena indra penciuman yang kurang berkembang pada unggas. Hal ini didukung oleh Church (1979) bahwa faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas. Palatabilitas dipengaruhi oleh bau, rasa, tekstur dan warna pakan yang diberikan. Purwanti (2008) menjelaskan bahwa rasa pahit pada kunyit dapat menurunkan palatabilitas sehingga ternak kurang suka mengonsumsi. Lidah unggas memiliki sistem perasa berupa gustative or taste buds untuk mengenali rasa makanannya sedangkan indra penciumannya (olfactory system) kurang berkembang. Kepekaan rasa pada unggas tergantung pada jumlah alat perasa (taste buds). Ayam memiliki jumlah taste buds sebanyak 24, burung puyuh 62, dan itik 200 (Zuprizal, 2006; Aufy dan Tobias, 2012).

Konsumsi pakan dalam penelitian ini sangat dipengaruhi oleh jenis strain serta bentuk fisik dari pakan yang diberikan, dalam hal ini bentuk yang digunakan adalah tepung (mash) untuk mempermudah pencampuran ransum dengan EAK, EABP dan EAKBP. Ransum komersial ayam broiler yang beredar di pasaran umumnya berbentuk butiran (crumble) untuk menyesuaikan dengan pola tingkah

(45)

31 laku ayam yang menyukai butiran. Hal ini didukung oleh Natawihardja (1985) bahwa ayam broiler mengonsumsi ransum yang berbentuk butiran atau pellet lebih tinggi dibanding yang berbentuk tepung. Lebih lanjut Rasyaf (2004) menambahkan jumlah pakan yang dikonsumsi ayam tergantung pada spesies, umur, bobot badan, temperatur lingkungan dan tingkat gizi dalam pakan.

Penambahan EAK, EABP, dan EAKBP yang tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan didukung oleh penelitian Purwanti (2008) yang menyatakan bahwa perlakuan dengan pemberian kunyit, bawang putih dan mineral zink (ZnO) dalam pakan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap performa ayam broiler. Penelitian Agustina dkk. (2014) yang melakukan penambahan ramuan herbal cair dan serbuk pada broiler yang diinfeksi Salmonella pullorum juga tidak memperlihatkan pengaruh terhadap parameter performa.

Pertambahan Berat Badan

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertambahan berat badan broiler yang diinfeksi Salmonella pullorum. Secara numerik pertambahan berat badan pada ransum R2, R3, dan R4 memperlihatkan nilai yang lebih baik dibanding R0 namun masih lebih rendah dari R1. Rata-rata pertambahan berat badan tertinggi pada perlakuan R1 yaitu 888,91 gram/ekor. Pertambahan berat badan selama 38 hari pemeliharaan berada pada kisaran 688,68 – 888,91 gram/ekor. Hasil penelitian terhadap pertambahan berat badan ditunjukkan pada Gambar 8.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil wawancara dengan para informan yaitu pengambil kebijakan, unsur baperjakat, pejabat yang dimutasi, serta masyarakat dijelaskan sesuai dengan indikator-indikator

Agung Prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm.. Merujuk pada al-Qur’ân banyak ayat menjelaskan tentang prinsip-prinsip kesetaraan gender. Nasaruddin Umar

Penulisan Tugas Akhir ini merupakan syarat kelulusan dalam menyelesaikan studi di Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri

Peran majelis ta’lim selaparang dalam pembinaan keagamaan masyarakat adalah Sebagai Tempat Peningkatan Pengetahuan Keagamaan, Tempat Pendidikan Seumur Hidup Berbasis

Dengan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share (tps) ini diharapkan dapat mempermudah pendidik dalam menyampaikan materi dan dapat meningkatkan

Ketua Pengadilan Tinggi Perihal :Usulan Kenaikan Pangkat atas nama Tata Usaha Negara Jakarta. ………..,

Apabila pengaturan pola jahit utilitas (pantulan/mirror, pembesaran/elongasi, lebar & langkah jahitan dan keketatan benang) telah diubah-ubah, maka Anda dapat

Dari hasil penelitian yang telah di analisi oleh peneliti pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tari Si Kambang Manih merupakan sebuah tari Tradisi kerakyatan