SKRIPSI NOVEMBER 2017
PENGGUNAAN METODE PCR DALAM MENDETEKSI GEN TEMONEIRA (TEM) PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE PADA SAMPEL URIN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR SULAWESI
SELATAN
OLEH:
Muh. Hilmy Aditya C11114513 PEMBIMBING:
dr. Firdaus Hamid Ph.D
DISUSUN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKANSTUDI PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
ii
PENGGUNAAN METODE PCR DALAM MENDETEKSI GEN TEMONEIRA (TEM) PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE PADA SAMPEL URIN ANAK SEKOLAH DASAR DI
KOTA MAKASSAR SULAWESI SELATAN
Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran
OLEH : Muh. Hilmy Aditya
C111 14 513
PEMBIMBING:
dr. Firdaus Hamid Ph.D
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2017
iii
iv
v
vi
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Muh. Hilmy Aditya
NIM : C111 14 513
Tempat & tanggal lahir : Ujung Pandang, 17 Desember 1996 Alamat Tempat Tinggal : Jl. Bakti Raya No.12
Alamat email : hilmyadithya@yahoo.com
HP : 0895804057718
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: “PENGGUNAAN METODE PCR DALAM MENDETEKSI GEN TEMONEIRA (TEM) PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE PADA SAMPEL URIN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR SULAWESI SELATAN” adalah hasil pekerjaan saya dan seluruh ide, pendapat, atau materi dari sumber lain telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai. Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Makassar, 20 November 2017 Yang Menyatakan,
Muh. Hilmy Aditya
vii ABSTRAK
”PENGGUNAAN METODE PCR DALAM MENDETEKSI GEN
TEMONEIRA (TEM) PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE PADA SAMPEL URIN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR SULAWESI SELATAN ”
Muh. Hilmy Aditya C11114513
dr. Firdaus Hamid Ph.D
Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Latar Belakang: Gen Temoneira (TEM) merupakan salah satu gen yang paling banyak terdapat dan terdeteksi pada Extended Spectrum Beta Lactamase yang diperkirakan sekitar 90 % bakteri Escherichia coli yang resisten terhadap ampicillin. Sedangkan salah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi bakteri penghasil ESBL itu sendiri dengan metoder Polymerase Chain Reaction (PCR). Tujuan penelitian ini sendiri untuk mendeteksi keberadaan gen TEM pada ESBL Enterobactericeae di sampel urin anak sekolah dasar kota Makassar.
Metode: Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 5 bulan pada sekolah dasar di kota Makassar dengan metode pengumpulan sampel urin, selanjutnya dilakukan ekstraksi DNA untuk mengidentifikasi gen menggunakan metode PCR, lalu dilakukan proses elektroforesis yang nantinya didapatkan hasil gen TEM itu sendiri.
viii
Hasil: Pada penelitian ini ditemukan 76 sampel positif dari gen TEM
Kesimpulan: Ditemukan gen TEM pada ESBL Enterobactericeae pada sampel urin dari siswa-siswi sekolah dasar kota Makassar
Kata Kunci: TEM, ESBL, PCR, Enterobacteriaceae
ix ABSTRACT
USING PCR METHOD TO DETECTING TEMONEIRA (TEM) GENE IN EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE ON URIN SAMPLE OF CHILDRENS ELEMENTARY SCHOOLS IN MAKASSAR CITY OF SOUTH SULAWESI"
Muh. Hilmy Aditya C11114513
dr. Firdaus Hamid Ph.D
Department of Microbiology Faculty of Medicine Hasanuddin University
Background: The Temoneira Genes (TEM) is one of the most common and detected genes in the Extended Spectrum Beta Lactamase, estimated at about 90% of ampicillin- resistant Escherichia coli bacteria. While one of the methods used to detect the ESBL- producing bacteria itself with Polymerase Chain Reaction (PCR) methodologies. The purpose of this research to detect the presence of TEM gene on Enterobacteriaceae ESBL in urine sample of childrens elementary schools in Makassar City.
Method: This research was conducted for 5 months at elementary school in Makassar city by collecting urine samples, then extraction of DNA to identify genes using PCR method, then electrophoresis process which later obtained the result of TEM gene itself.
Results: In this research was found 76 positive samples of the TEM gene.
Conclusion: TEM gene was found in Enterobactericeae ESBL on urine samples from elementary school students in Makassar City.
Keywords: TEM, ESBL, PCR, Enterobacteriacea
"USING PCR METHOD TO DETECTING TEMONEIRA (TEM) GENE IN EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE ON URIN SAMPLE OF CHILDRENS ELEMENTARY SCHOOLS IN MAKASSAR CITY OF SOUTH SULAWESI"
x
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala atas petunjuk,rahmat dan karunia- Nya yang selalu diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin selama tahun 2014-2017
Keberhasilan penyusunan skripsi ini tak lepas dari bimbingan, kerjasama serta bantuan moril dari berbagai pihak yang telah diterima penulis sehingga segala rintangan yang dihadapi selama penelitian dan penyusunan ini Alhamdulillah dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu semoga kedepannya Allah Subhanahu Wata’ala masih memberikan rahmat, hidayah dan kesempatan untuk penulis agar bisa menampilkan karya-karya selanjutnya yang bisa bermanfaat bagi orang banyak tentunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan secara tulus dan ikhlas kepada yang pihak-pihak yang membantu, berkontibusi selama penelitian ini :
1. Orang tua dan saudara-saudara kandung penulis yang selama ini memberi bantuan berupa doa, moril, dan dukungan yang dapat menguatkan mental menjalani ini semua.
2. dr. Firdaus Hamid, Ph.D selaku pembimbing yang dengan kesediaan, keikhlasan, dan kesabaran meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis, mulai dari penyusunan proposal sampai pada penulisan skripsi ini.
3. Dr.dr. Dianawaty Amiruddin, MSi, Sp.KK dan dr. Airin RN Mappewali, M.Kes, Sp.KK selaku penguji atas kesediaan dan saran-saran yang diberikan pada saat seminar proposal hingga seminar akhir yang sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini.
xi
4. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, para Pembantu Dekan, para dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis.
5. Kepala Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin serta staf bagian penelitian atas bantuan dan kesediaan waktunya membantu penulis.
6. Staf Laboratorium Mikrobiologi HUM-RC Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin atas bantuan, arahan, kritikan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
7. Para Kepala Sekolah dan Guru SDN Kompleks Mangkura Makassar dan SDN Kompleks Cambayya Makassar
8. Priady Wira, Hamdan Ramadhan, Alif Visyar, Bayu Setiono dan Andi Rahmat teman bimbingan skripsi yang terus bersama-sama berjuang dan telah memberikan bantuan moril maupun materil selama penyusunan skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan ; Grup Mati-Mati Ayam, Keluarga besar NEUTROF14VINE, dan Muhsin Zubair yang telah memberikan support, doa, bantuan moril dan apapun itu.
10. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Dan tidak lupa penulis mohon maaf jika dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini terdapat hal – hal yang kurang berkenan. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca. Aamiin.
Makassar, 20 November 2017
Penulis
xii DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Enterobacteriaceae ... 6
2.2. Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) ... 6
2.3. Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) Tipe TEM ... 8
2.4. Metode PCR ... 8
BAB 3. KERANGKA KONSEP 3.1. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ... 10
3.1.1. Kerangka Teori ... 10
xiii
3.1.2. Kerangka Konsep ... 11
3.2. Definisi Operasional ... 11
3.2.1. Gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae ... 11
BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Tipe dan Desain Penelitian ... 12
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12
4.3. Variabel ... 12
4.3.1. Variabel dependen ... 12
4.3.2. Variabel independen ... 12
4.4. Populasi dan Sampel... 13
4.4.1. Jumlah Populasi dan Sampel ... 13
4.5. Instrumen Penelitian ... 14
4.5.1. Kriteria inklusi ... 14
4.5.2. Kriteria ekslusi ... 14
4.6. Cara Pengumpulan Data ... 14
4.7. Pengelolahan dan Penyajian Data ... 15
4.8. Prosedur Penelitian ... 15
4.8.1. Pengolahan Data ... 15
4.8.2. Penyajian Data ... 16
4.9. Prosedur Penelitian ... 16
4.9.1. Tahap persiapan ... 16
4.9.2. Tahap pelaksanaan ... 16
4.9.3. Tahap pelaporan ... 17
xiv
4.10. Etika Penelitian ... 17 4.11. Bagian Alur Penelitian ... 18 BAB 5. HASIL DAN ANALISIS
5.1. Karakteristik Sampel... 19 5.2. Analisis Hasil Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) ... 20 BAB 6. PEMBAHASAN
6.1. Karakteristik Sampel ... 26 6.2. Distribusi Gen Temoneira (TEM) pada Bakteri Enterobacteriaceae dengan Pemeriksaan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) ... 26 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan ... 30 7.2. Saran ... 30 DAFTAR PUSTAKA ... 31 LAMPIRAN
xv DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM
Tabel 5.1 Distribusi Gen TEM pada sampel urin ... 23
Diagram 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Sampel ... 19
Diagram 5.2 Distribusi Gen TEM pada sampel urin ... 24
Diagram 5.3 Distribusi Genotype ESBL pada sampel Urin ... 24
xvi DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well atas) ... 22 Gambar 5.2 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well tengah) ... 22 Gambar 5.3 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well bawah) ... 23 Gambar 5.4 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A dan B (well atas) .... 23 Gambar 5.5 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel B (well tengah) ... 24 Gambar 5.6 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel B (well bawah) ... 24 Gambar 5.7 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel B ... 25
xvii DAFTAR LAMPIRAN
1. Biodata Peneliti ... 34 2. Etik Penelitian ... 36 3. Data distribusi Gen ESBL pada sampel feses siswa Sekolah Dasar di Kota
Makassar ... 37
1
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Penemuan antibiotik diinisiasi oleh Paul Ehrlich pada tahun 1910 yaitu antibiotika pertama, salvarsan yang digunakan untuk melawan syphilis. Ehrlich kemudian diikuti oleh Alexander Fleming yang secara tidak sengaja menemukan penisilin pada tahun 1928. Setelah penisilin, mulai banyaknya antibiotik yang ditemukan seperti kloramfenikol dan kelompok sefalosforin, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida, polipeptida, linkomisin dan rifampisin. (Humaida R, 2015) Beberapa bakteri menghasilkan enzim, yang disebut dengan beta laktamase, yang dapat merusak cincin beta laktam dari penisilin dengan cara menghidrolisis, dan tanpa cincin beta laktam, penisilin menjadi tidak efektif melawan bakteri .Sehingga bakteri tetap dapat membentuk dinding sel, bahkan ketika diberikan antibiotik beta laktam, dan bakteri ini akan digolongkan ke dalam bakteri yang resisten terhadap beta laktam, sehinggan terjadi resistensi terhadap antibiotik.(Ginting, Effraim J, 2015)
Resistensi antibiotik merupakan konsekuensi dari penggunaan antibiotik yang salah, dan perkembangan dari suatu mikroorganisme itu sendiri, bisa jadi karena adanya mutasi atau gen resistensi yang didapat (WHO 2012). Penyebab Resistensi Antibiotik Menurut WHO (2012), ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaan antibiotik merupakan penyebab paling utama menyebarnya mikroorganisme resisten. Contohnya, pada pasien yang tidak mengkonsumsi antibiotik yang telah diresepkan oleh dokternya, atau ketika kualitas antibiotik yang diberikan buruk. Adapun faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan adanya resistensi antibiotik adalah kelemahan atau ketiadaan sistem monitoring dan surveilans, ketidakmampuan sistem untuk mengontrol kualitas suplai obat, ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaan obat,
2
2
buruknya pengontrolan pencegahan infeksi penyakit, kesalahan diagnosis dan pengobatan yang diberikan.( Pratama, M. Arief, 2014)
Saat bakteri menemukan mekanisme resistensi terhadap golongan beta laktam, banyak obat-obatan baru yang dikembangkan dari penisilin untuk mengatasi resistensi yang muncul pada bakteri. Turunan dari antibiotik ini disebut dengan beta laktam spektrum luas (extended spectrum beta-lactamase), termasuk di dalamnya sefalosporin, monobaktam. Penggunaan antibiotik sefalosporin spektrum luas secara luas dan tidak tepat mengakibatkan munculnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik, dengan menghasilkan enzim-enzim extended spectrum beta lactamase (ESBL). ESBL adalah enzim yang dapat menyebabkan resistensi terhadap hampir seluruh antibiotik beta laktam, termasuk penisilin, sefalosporin, dan monobaktam aztreonam.
.(Ginting, Effraim J, 2015)
Enterobacteriaceae adalah kelompok bakteri basil gram negatif yang besar dan heterogen, dengan habitat alaminya di saluran cerna manusia dan hewan (Brooks et al, 2008). Sefalosporin sering digunakan pada kasus Infeksi Saluran Kemih (ISK) karena mempunyai efek bakterisid yang kuat terutama sefalosporin generasi yang ketiga (sefoperazon, sefotaksim, seftazidim, seftizoksim, seftriakson, sefiksim dan moksalaktam) (Katzung, 1998). Selain itu, sefalosporin generasi ketiga lebih aktif terhadap bakteri gram negatif seperti Enterobactericeae dibandingkan generasi sebelumnya namun kurang aktif melawan bakteri gram positif (Joyce, 1996)
Prevalensi Enterobacteriaceae penghasil ESBL meningkat di beberapa benua meskipun angka akurat yang pasti belum diketahui secara jelas. Sebagai contoh, survei yang dilakukan di Amerika Latin, menunjukkan dari 10.000 sampel urin yang dikumpulkan dari 10 senter, 45% K.
pneumoniae dan 10.8%Escherichia coli positif ESBL. Peningkatan prevalensi ini juga terjadi pada benua Asia. Data yang dikeluarkan oleh Study for Monitoring Antimicrobial Resistance Trends
3
3
(SMART) pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi E.coli dan K. pneumoniae yang menunjukkan ESBL positif adalah 42.2 % dan 35.8% . Di Indonesia sendiri, prevalensi ESBL belum diketahui secara jelas karena belum adanya penelitian secara terpusat. Pada tahun 2011, telah dilakukan survei di RS. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Hasil survei tersebut menunjukkan dari 112 isolat yang dikumpulkan, 58,42% diantaranya positif ESBL. Tidak hanya di Jakarta, penelitian yang dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan pada bulan Juni 2011-Juli 2012 didapatkan dari 91 sampel isolat E.coli, 53 dianataranya dinyatakan postitif ESBL (Malem, Rasta Natalia, 2015)
Diantara sejumlah enzim yeng berhubungan dengan ESBL, ESBL kelas A (termasuk temoneira [TEM] ) adalah yang paling banyak terdeteksi (Bradford, 2001). Diperkirakan lebih dari 90% E. coli yang resisten terhadap ampicillin berkaitan dengan adanya TEM-1 (Livermore, 1995).
Menurut penelitian dari Goyal et al. pada tahun 2008 di Sanjay Gandhi Postgraduate Institute of Medical Sciences, India, dari 82 sampel ESBL E. coli yang diperiksa, 54,9% diantaranya merupakan ESBL tipe TEM (45/82) (Goyal et al., 2009).
Pendeteksian keberadaan bakteri penghasil ESBL dapat dilakukan dengan beberapa metode, termasuk salah satunya adalah arbitrarily primed polymerase chain reaction (PCR) (Branger et al., 1998). PCR merupakan teknik yang sangat canggih dan membutuhkan biaya yang cukup tinggi, namun berdasarkan tingkat spesifitas, efisiensi, dan keakuratannya, tidak diragukan bahwa keunggulan teknik ini sangat besar dibanding metode diagnostik konfensional lainnya (Joshi dan Desphande, 2010; Yusuf, 2010).
Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti memandang perlu untuk melakukan penelitian terkait ESBL, yang dulu hanya sebagai permasalahan akibat infeksi nosokomial namun sekarang sudah menjadi infeksi dalam komunitas. Selain itu belum adanya data penelitian yang dilakukan untuk mendeteksi gen TEM pada ESBL yang diproduksi oleh Enterobacteriaceae di komunitas
4
4
khusunya Kota Makassar, serta perlunya mengetahui persebaran ESBL dalam upaya penatalaksanaan yang tepat terhadap penyakit infeksi, maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGGUNAAN METODE PCR DALAM MENDETEKSI GEN TEMONEIRA (TEM) PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE PADA SAMPEL URIN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR SULAWESI SELATAN”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan suatu masalah yaitu apakah gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae dapat dideteksi pada sampel urin anak usia Sekolah Dasar di kota Makassar?
1.3 Tujuan Penelitian
Mendeteksi keberadaan gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae pada sampel urin anak usia Sekolah Dasar di Kota Makassar dengan menggunakan metode PCR.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang Gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae masyarakat.
5
5
2. Bagi peneliti dan ilmu pengetahuan, penelitian ini akan menjadi acuan dan sumber bacaan untuk penelitian-penelitian berikutnya.
3. Untuk departemen kesehatan dan instansi terkait lainnya, dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang prevalensi resistensi Gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae terhadap antibiotik.
4. Untuk tenaga kesehatan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pengobatan menggunakan antibiotik.
5. Bagi peneliti sendiri, dapat dijadikan bahan masukan dan pembelajaran yang bermanfaat untuk perkembangan keilmuan peneliti.
6
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Enterobacteriaceae
Enterobacteriaceae memiliki beberapa genus seperti Escherichia, Salmonella, Klebsiella, Shigela, Enterobacter, Proteus, Serratia dan lain-lain. Enterobacteriaceae terdiri dari 25 genus dan 110 spesies, tetapi hanya 20-25 spesies yang memiliki arti klinis, dan spesies lainnya jarang ditemukan (Brooks et al, 2008).
E. coli adalah spesies yang banyak terdapat pada saluran cerna manusia. Terdapat strain dari E. coli yang menghasilkan enterotoxin maupun faktor virulensi yang lain (National Health Service, 2014).
E. coli adalah penyebab utama infeksi saluran kemih (urinary tract infection/UTI) dan juga
dapat menyebabkan meningitis akut, pneumonia, infeksi intra-abdominal, infeksi enterik, dan lain- lain (Brooks, et al, 2001). Resistensi E. coli terhadap berbagai antibiotika telah banyak dilaporkan.E. coli telah banyak yangresisten terhadap golongan β-laktam, fosfomisin,dan golongan kuinolon. Tetapi, saat ini fosfomisindan kuinolon justru paling sering digunakan untuk mengobati kasus infeksi oleh bakteri ini (Lindgren, et al, 2003; Nilsson, et al, 2003)
2.2 Extended Spectrum β-Lactamase (ESBL)
Extended Spectrum β-Lactamase (ESBL) adalah enzim plasmid yang memperantarai terjadinya hidrolisis dan inaktivasi dari antibiotika beta-laktam termasuk sefalosforin generasi ketiga, penisilin dan aztreonam (Aztal, 2004; Al-Jasser, 2006). Enzim ini adalah hasil mutasi dari enzim beta-laktamase TEM-1, TEM-2, dan SHV-1 yang biasa ditemukan pada famili
7
7
Enterobacteriaceae, yang secara normal akan memberikan resistensi pada penisilin dan sefalosforin generasi pertama (Chaudary, 2004).
Enzim ini pertama kali diisolasi dari kuman K. ozaenae pada tahun 1983 di Jerman (Peterson, 2005). Selain dihasilkan oleh Klebsiella pneumoniae dan E. coli, ESBL juga diproduksi oleh organisme lainnya seperti Salmonella spp., Pseudomonas aeruginosa, Morganella morganii, Erratia marcescens dan Enterobacteriaceae lainnya (Livermore, 1996). Angka kejadian infeksi akibat bakteri penghasil ESBL di Amerika Serikat sebesar 0,25%. Demikian pula di Eropa, kecuali Belanda, di mana didapatkan kejadian kurang dari 1% (Stobberingh, 1999). Di negara-negara Asia lainnya kejadian ESBL yang diproduksi oleh E. coli dan K. pneumoniae bervariasi, di Korea 4,8%, Taiwan 8,5% dan Hongkong 12% (Tsang, 2000). Hasil penelitian Antimicrobial Resistance in Indonesia: prevalence and prevention (AMRIN Study) menemukan bahwa kejadian ESBL di Indonesia cukup tinggi yakni 29% pada E. coli dan 36% pada K.pneumoniae (Kuntaman, 2005).
Ada tiga jenis utama dari ESBL: TEM, SHV, dan CTX-M. ESBL jenis TEM dan SHV dikembangkan dari tipe ESBL yang sama, khususnya TEM-1, TEM-2, SHV-1, dan SHV-11.
Seringkali derivat ESBL dibedakan hanya oleh satu asam amino dari enzim induk, tapi perbedaannya cukup untuk memberikan aktivitas spektrum luas. Hampir semua β-laktamase tipe CTX-M dideskripsikan sebagai ESBL.
Enzim β Lactamase dapat merusak cincin β laktam dari penisilin dengan hidrolisis, dan tanpa cincin β laktam, penisilin menjadi tidak efektif melawan bakteri. Enzim β Lactamase disekresikan ke rongga peri plasma oleh bakteri gram negatif dan ke cairan ektra seluler pada bakteri gram positif (Hadi, 2014).
2.3 Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) Tipe TEM
8
8
ESBL tipe TEM terdiri dari TEM-1 dan TEM-2. TEM-1 pertama kali ditemukan pada tahun 1966 dari E.coli yang diisolasi dari seorang pasien bernama Temoneira di Yunani (hal ini menyebabkan enzim ini disebut sebagai TEM) (Bonomo dan Paterson, 2005). Primer spesifik yang
digunakan adalah TEMF 5’CTTCCTGTTTTTGCTCACCCA3’ danTEMR
5’TACGATACGGGAGGGCTTAC3’ (Yuwono, 2011).TEM-1 beta-laktamase adalah enzim yang bertanggung jawab atas resistensi bakteri terhadap ampicillin, penicillin dan cephalosporin generasi I dan dapat diinhibisi oleh asam klavulanat. ESBL tipe TEM paling banyak ditemukan pada E.coli dan K. pneumoniae (Bradford, 2001).TEM-2, yang merupakan pertukaran dua asam amino (Sougakoff et al. 1987). Jumlah beta-lactamse tipe-TEM sekarang melebihi 100. Semuanya, kecuali TEM-1 dan TEM-2, adalah ESBL. Tipe ESBL tipe TEM paling banyak ditemui pada bakteri E. coli dan K. pneumoniae . akan tetapi, ESBL tipe TEM juga dapat ditemui pada bekteri Gram-negatif (Livermore, 1995)
2.4 Deteksi Gen dengan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens nukleotida tertentu secara in vitro. Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetic.Dengan menggunakan metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap siklus PCR akan diperoleh 2 kali banyaknya DNA target. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target. Metode PCR dapat dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah yang sangat sedikit.DNA cetakan yang digunakan juga
9
9
tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCR dapat digunakan untuk melipat gandakan suatu sekuens DNA dalam genom bakteri. PCR adalah reaksi polimerase berantai, yaitu reaksi yang melibatkan enzim polimerase yang dilakukan secara berulang-ulang. Yang diulang- ulang adalah proses pemisahan untai ganda DNA menjadi untai tunggal, hibridisasi primer untuk mengawali replikasi DNA dilanjutkan dengan proses penambahan basa pada cetakan DNA oleh enzim polimerase, untuk melakukan kegiatan ini dibutuhkan tabung PCR yang bersifat reponsif dengan perubahan suhu dan mesin thermal cycler, suatu mesin yang mampu menaikkan dan menurunkan suhu dengan cepat, dan bahan-bahan untuk membuat reaksi PCR. Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil.Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya.
Proses PCR terdiri dari tiga tahapan, yaitu denaturasi DNA template, penempelan (annealing) primer, dan polimerisasi (extension) rantai DNA. Denaturasi merupakan proses pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi cetakan (templat) sebagai tempat penempelan primer dan tempat kerja DNA polimerase, dengan pemanasan singkat pada suhu 90-95°C selama beberapa menit. (Hasibuan, E, 2015)
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN
10
10 3.1 Kerangka Teori dan Kerangka Konsep
3.1.1. Kerangka Teori
3.1.2. Kerangka Konsep
Faktor Risiko
Pengobatan Antibiotik BAK di tempat umum Perawatan RS yang lama Intubasi dan ventilasi mekanik
Diare
Infeksi Saluran Kemih Neonatal sepsis Colitis
Neonatal meningitis
Enterobacteriaceae
Gen SHV Gen TEM Gen CTX-M
Enzim Beta lactamase
ESBL
TEM CTX-M
11
11 3.2 Definisi Operasional
3.2.1. Gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae
a. Definisi : Gen yang mengkode dan menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis cincin beta lactam dari antibiotic golongan beta lactam dan sefalosporin generasi III
b. Hasil : Positif gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae apabila hasil elektroforesis sampel menggambarkan fragmen yang sama dengan control positif.
Negatif gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae apabila hasil elektroforesis sampel tidak menggambarkan fragmen yang sama dengan control positif
ESBL Enterobacteriaceae Urin
SHV
-Riwayat Infeksi sebelumnya -Penggunaan antibiotik -Riwayat perawatan Rumah Sakit yang lama
12
12 BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tipe dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif observasional. Pada penelitian ini, peneliti akan mendeteksi Gen TEM yang dihasilkan oleh Extended-Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Enterobacteriaceae pada sampel urin anak usia sekolah dasar di Kota Makassar, dengan menggunakan metode PCR.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni Pengumpulan sampel dilakukan di dua sekolah yang akan ditentukan di Makassar,Sulawesi Selatan.
4.3 Variabel
4.3.1. Variabel dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah Gen TEM yang dihasilkan oleh Extended-Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Enterobacteriaceae.
4.3.2 Variabel independen
Variabel independen pada penelitian ini adalah Enterobacteriaceae yang terdapat pada urin anak sekolah dasar.
13
13 4.4 Populasi dan Sampel
4.4.1 Jumlah Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah siswa siswi sekolah dasar di Kota Makassar. Sampel adalah satu sekolah dasar di Makassar yang dipilih secara acak, yang dipilih secara tertentu dan dianggap mewakili populasinya. Pada uji ini rancangan acak lengkap, besar sampel penelitian yang digunakan ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Prasetyo, 2005) :
n = 96,04 Keterangan : n : Jumlah Sampel
Zα: skor Z pada kepercayaan 95% = 1.96 P : Maksimal estimasi = 0,5
d : Limit dari error (10%)
Sehingga jika berdasarkan rumus tersebut maka n yang didapatkan adalah 96,04 = 96 sampel sehingga pada penelitian ini setidaknya peneliti harus mengambil data dari sampel sekurang-kurangnya sejumlah 100 orang.
n = Zα2 x P(1-P) d2
n = 1,962 x 0.5(1-0.5) 0,12
14
14 4.5 Metode Sampling
Sampel dipilih dengan metode simple random sampling (sampel acak sederhana) dengan kriteria sebagai berikut:
4.5.1. Kriteria inklusi :
1. Siswa/i SD di Kota Makassar, Sulawesi Selatan 2. Siswa/i SD di Kota Makassar dengan kondisi sehat.
3. Siswa/i SD di Kota Makassar yang tidak mengonsumsi antibiotik selama 1 bulan terakhir.
4.5.2 Kriteria ekslusi :
1. Siswa/i SD di Kota Makassar yang tidak bersedia melakukan pengambilan sampel.
2. Siswa/i SD di Kota Makassar yang tidak hadir.
3. Siswa/i SD di Kota Makassar yang mengonsumsi antibiotik selama 1 bulan terakhir.
4.6 Instrumen Penelitian
a. Instrumen yang akan digunakan dalam pengambilan sampel urin : 1. Mangkuk styrofoam
2. Tabung sentrifus 3. Pipet tetes 4. Label identitas 5. Box kontainer 6. Kuesioner
15
15 b. Laboratorium:
1. Kit Ekstraksi DNA (DNA Purification Kit ) 2. Alat PCR (2720 Thermal Cycler)
3. Alat elektroforesis 4. Mikropipet
5. Sentrifus
Peralatan lainnya : 1. Alat transportasi 2. Alat dokumentasi
4.7 Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer berupa deteksi laboratorium mengenai Gen TEM yang dihasilkan oleh ESBL pada sampel urin anak usia sekolah dasar di Makassar yang sudah dilakukan pengambilan sampel.
Sedangkan, jenis data sekundernya berupa informasi tentang identitas siswa yang diperoleh dari guru di sekolah.
4.8 Pengolahan dan Penyajian Data 4.8.1 Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software IBM SPSS Statistik 21.
16
16 4.8.2 Penyajian Data
Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk table distribusi disertai dengan penjelasan dalam bentuk narasi dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian.
4.9 Prosedur Penelitian 4.9.1 Tahap persiapan
Pada tahap persiapan penelitian, dilakukan kegiatan sebagai berikut :
1. Peneliti menyusun proposal penelitian dan mengajukannya kepada pembimbing.
2. Peneliti mengusulkan perizinan berupa izin etik penelitian dan perizinan pengambilan data di lokasi penelitian.
4.9.2 Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut : 1. Peneliti berkunjung ke lokasi penelitian yang telah ditetapkan.
2. Peneliti melakukan pengambilan data identitas siswa yang diperoleh dari guru di sekolah.
3. Peneliti meminta kesediaan partisipan untuk mengumpulkan sampel urin.
4. Peneliti menjelaskan prosedur pengambilan sampel kemudian membagikan plastik cetik yang berisi pot, kayu aplikator, label serta kepada siswa.
5. Pada hari kedua peneliti kembali ke sekolah dan mengumpulkan sampel feses yang telah dibawa oleh siswa dan memberikan bingkisan untuk partisipan penelitian.
17
17
6. Sampel selanjutnya dikirim ke laboratorium Universitas Hasanuddin untuk dilakukan berbagai uji dalam hal ini identifikasi Gen TEM yang dihasilkan oleh ESBL dengan metode PCR.
7. Peneliti mengumpulkan data hasil laboratorium.
8. Peneliti melakukan pengolahan dan penyajian data hasil penelitian.
9. Peneliti merekapitulasi dan mengarsipkan seluruh hasil penelitian yang telah terkumpulkan untuk disusun menjadi laporan penelitian.
10. Peneliti melakukan evaluasi hasil data bersama pembimbing 11. Peneliti melakukan penarikan kesimpulan dari penelitian.
4.9.3 Tahap pelaporan
Pada tahap pelaporan penelitian, dilakukan kegiatan sebagai berikut : 1. Penulisan hasil analisis dan kesimpulan penelitian
2. Penyusunan laporan penelitian 3. Pencetakan hasil penelitian 4. Publikasi penelitian
4.10 Etika Penelitian
a. Menyertakan surat pengantar yang diajukan kepada pihak pemerintah setempat sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.
b. Menyertakan surat ke Sekolah Dasar (SD) di Makassar untuk permohonan izini penelitian dan pengambilan sampel.
c. Melakukan perizinin kepada komisi komisi etik kedokteran.
18
18 4.11 Bagan Alur Penelitian
Pengambilan urin
Ektraksi DNA
Running PCR
Elektroforesis
(+) Gen TEM (-) Gen TEM
19
19 BAB V
HASIL DAN ANALISIS
Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar dengan mengambil sampel dari 2 Sekolah Dasar yaitu SDN Kompleks dan SDN Cambayya. Banyaknya sampel yang digunakan yaitu 100 sampel yang kemudian sampel yang telah diambil dianalisis di Laboratorium HUM-RC berupa pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mengidentifikasi adanya gen TEM pada bakteri Enterobacteriaceae. Hasil olah data disajikan dalam bentuk table dan diagram dilengkapi dengan narasi sebagai berikut.
5.1 Karakteristik Sampel
Dari populasi sampel diambil 100 partisipan secara acak dan memenuhi kriteria penelitian.
Adapun distribusi jenis kelamin sampel dapat dilihat pada diagram berikut.
Diagram 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Sampel
Sampel ini terdiri dari 50 anak (50%) laki-laki dan 50 anak (50%) perempuan yang kemudian dari 100 sampel ini dilakukan ekstraksi gen dilanjutkan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
20
20 5.2 Analisis Hasil Pemeriksaan PCR
Sebanyak 100 sampel yang telah dilakukan Polymerase Chain Reaction (PCR) selanjutnya dilakukan dengan elektroforesis untuk menilai hasil akhir. Adapun hasil PCR disajikan sebagai berikut.
Gambar 5.1 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well atas)
Gambar 5.2 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well tengah)
21
21
Gambar 5.3 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well bawah)
Gambar 5.4 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A dan B (well atas)
22
22
Gambar 5.5 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel B (well tengah)
Gambar 5.6 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel B (well bawah)
23
23
Gambar 5.7 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel B
Dari hasil elektroforesis 100 sumur yang berisi sampel ditemukan ikatan yang membentuk pita berwarna putih pada gel sesuai dengan control positif, yang artinya terdapat gen TEM pada 100 sampel urin siswa sekolah dasar di Kota Makassar. Data sampel yang terdeteksi gen TEM dapat dilihat dari tabel dan grafik berikut.
Hasil PCR Jumlah %
Gen TEM + 76 76
Gen TEM - 24 24
Total 100 100
Tabel 5.1 Distribusi Gen TEM pada sampel urin
24
24
Diagram 5.2 Distribusi Gen TEM pada sampel urin
Dari hasil pemeriksaan elektroforesis pada 100 sampel urin terdapat gen TEM, sedangkan untuk genotype ESBL lainnya yang juga terdeteksi selama penelitian dapat dilihat pada tabel dan diagram berikut.
Diagram 5.3 Distribusi Genotype ESBL pada sampel Urin
Secara keseluruhan, gen TEM merupakan gen ESBL terbanyak yang ditemukan dari sampel urin Enterobacteriaceae yaitu sebanyak 76 dari 100 sampel (76%) sedangkan untuk gen SHV dan CTX-M tidak terdapat pada sampel urin. Adapun sampel yang tidak terdeteksi ESBL
Hasil PCR
Gen TEM + Gen TEM -
Distribusi Genotype ESBL
Gen TEM Gen SHV Gen CTX-M Negatif
25
25
yaitu sebanyak 24 sampel dari 100 sampel (24%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat gen TEM sebanyak 76 dari 100 sampel (76%) sedangkan tidak terdapat gen SHV dan CTX-M pada 100 sampel tersebut serta terdapat 24 dari 100 sampel yang tidak terdeteksi ESBL.
26
26 BAB VI PEMBAHASAN
Setelah proses pengambilan sampel urin dari siswa/i Sekolah Dasar di Kota Makassar, didapatkan 100 sampel urin yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang kemudian akan diekstraksi dan dilakukan pemeriksaan dengan metode polymerase chain reaction (PCR) dengan tujuan mengidentifikasi adanya Gen TEM pada Enterobacteriaceae yang memproduksi Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) yang didapatkan. Berikut merupakan penjelasan dari hasil penelitian yang akan dibahas dengan membandingkan dengan penelitian-penelitian lain yang telah ada sebelumnya :
6.1 Karakteristik Sampel
Penelitian ini dilakukan pada sampel urin yang diambil dari siswa/i SDN Kompleks Mangkura Makassar dan SDN Kompleks Cambayya Makassar kelas 3 sampai kelas 5 secara sukarela, dengan rentang usia partisipan antara 8-12 tahun yang terdiri dari 50 siswa (50%) laki- laki dan 50 siswa (50%) perempuan.
6.2 Distribusi Gen Temoneira (TEM) pada Bakteri Enterobacteriaceae dengan Pemeriksaan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)
Tujuan penelitian ini sendiri dilaksanakan akibat penggunaan antibiotika betalaktam di Indonesia yang masih sangat tinggi, sehingga kemungkinan resistensi terhadap antibiotika tersebut bakal meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya resistensi tersebut adalah Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL). Temoneira (TEM) merupakan salah
27
27
satu gen ESBL kelas A yang mempengaruhi bakteri sehingga resisten terhadap kebanyakan antibiotika betalaktam dan seringkali co-resisten terhadap antibiotika kelas-kelas lainnya.
Di Eropa sendiri penelitian seperti ini pernah dilakukan oleh T. Spanu et al pada tahun 2002 di Rumah Sakit Katolik del Sacro Cuore Roma, Italia. Di antara strain ESBL-positif, Klebsiella pneumoniae, Proteus mirabilis, dan Escherichia coli menyumbang 73,6% isolat. Jadi
dari 500 sampel ditemukan hanya Gen TEM dan SHV yang secara keseluruhan gen TEM sebanyak 234 sampel (46,8%) dan gen SHV sebanyak 173 sampel (34,6%), secara keseluruhan jenis TEM-tipe ESBL lebih umum daripada enzim tipe SHV sedangkan strain ESBL yang tidak ditemukan gen sebanyak 93 sampel (18,6%). Secara in vitro, semua kecuali satu isolat penghasil ESBL tetap rentan terhadap imipenem .
Selain itu di Negara Asia sendiri tepatnya di Iran juga pernah dilakukan penelitian oleh Mojtaba Moosavian dan Behnaz Deiham pada tahun 2011 di Rumah Sakit Dezful Ganjavian kota Ahvaz yang menunjukkan bahwa dari 420 isolat Enterobacteriaceae, 128 (30,5%) adalah Isolat positif-ESBL, yang paling umum dari mereka milik Klebsiella (45,4%) dan E. coli (28,8%). Hasil elektroforesis produk PCR menunjukkan pola genom yang berhubungan dengan blaTEM (1097 bp), blaCTX-M (870 bp), gen blaSHV (660 bp). Hasil ini juga menunjukkan bahwa 57% dari isolat positif ESBL fenotipik adalah genotip ESBL positif. Klebsiella dan E. coli dengan frekuensi masing-masing 79,5 % dan 43,6% memiliki paling banyak frekuensi gen EBLS. Multiplex polymerase chain reaction (PCR) gen di antara bakteri positif ESBLs (73 isolat) menunjukkan adanya gen yang berhubungan dengan TEM dan SHV pada 65,8% dan 15% isolat, masing- masing. Juga gen ESBL dari keduanya TEM dan SHV terlihat pada 14 isolat (19,2%).
Di Indonesia sendiri akibat produksi extended-spectrum beta-lactamase (ESBL) oleh Enterobacteriaceae yang terus menjadi masalah penyakit infeksi khususnya di rumah sakit maka
28
28
dilakukan penelitian oleh Yuwono pada tahun 2011 di RSUP Moh. Hoesin Palembang. Bakteri produsen ESBLs menjadi penyebab utama infeksi saluran kemih, peritonitis dan abses. Identifikasi gen TEM pada Enterobacteriaceae produsen ESBL pada pasien yang dirawat di RSUP Moh.
Hoesin Palembang. Didapatkan 78 sampel Enterobacteriaceae berdasarkan uji Double Disk Approximation dan PCR. Berdasarkan hasil PCR ditemukan 34 sampel mengandung gen TEM.
Distribusi gen TEM adalah 13 (38,24%) pada Klebsiella pneumoniae, 16 (47,06%) pada Escherichia coli, 4 (11,76%) pada Enterobacter sp dan 1 (2,94%) pada Proteus sp. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Klebsiella pneumoniae dominan pada Enterobacteriaceae produsen ESBL. Gen TEM dominan ditemukan pada E. Coli (Yuwono, 2011).
Terdapatnya gen TEM pada Enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL menunjukkan bahwa sudah terjadi penyebaran bakteri yang memiliki enzim yang dapat melisiskan cincin beta laktam dari antibiotik golongan sefalosporin. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan prevalensi gen TEM ESBL Enterobacteriaceae pada sampel urin siswa sekolah dasar di Kota Makassar dengan jumlah gen TEM yang paling banyak terdeteksi dibandingkan dengan gen ESBL lainnya yaitu gen CTX-M dan SHV. Hasil ini menunjukkan bahwa prevalensi ESBL secara genotype sudah cukup tinggi di Kota Makassar. Terdapatnya gen TEM pada Enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL menunjukkan bahwa sudah terjadi penyebaran bakteri yang memiliki enzim yang dapat melisiskan cincin beta laktam dari antibiotik golongan sefalosporin di populasi anak Sekolah Dasar di Kota Makassar. Dari 100 sampel, hanya 24 sampel (24%) yang tidak memiliki gen ESBL CTX- M dan SHV. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa sampel yang negatif tersebut memiliki gen ESBL lain yang tidak diteliti pada penelitian ini, mengingat ESBL mempunyai beberapa kelas dan tiap kelas memiliki beberapa gen. Begitu pula sampel yang positif, dapat juga memiliki gen ESBL lain yang tidak diteliti pada penelitian ini. Jadi hasil analisis urin yang
29
29
mengandung bakteri Enterobacteriaceae menggunakan metode PCR yang dilakukan pada penelitian ini sendiri, ditemukan 76 dari 100 sampel (76%) yang memiliki gen TEM. Hasilnya, gen TEM merupakan gen yang paling banyak diidentifikasi jika dibandingkan dengan gen ESBL lainnya. Gen TEM yang ditemukan pada sampel urin Enterobacteriaceae adalah sebanyak 76 dari 100 sampel sedangkan gen SHV dan CTX-M sebanyak 0 dari 100 sampel
Jadi, peneliti telah menemukan gen TEM pada Enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL pada sampel urin siswa Sekolah Dasar di Kota Makassar. Hal ini berarti dalam populasi Anak Sekolah Dasar sudah terdapat bakteri yang resisten terhadap antibiotik beta lactam yaitu sefalosporin III.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan
30
30
Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan hasil penelitian mengenai "Deteksi Gen Temoneira (TEM) pada Enterobacteriaceae yang memproduksi Extended-Spectrum Beta Lactamase (ESBL) dengan Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dari Sampel Urin Siswa Sekolah Dasar Di Kota Makassar, Sulawesi Selatan maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Ditemukan gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae pada sampel urin siswa/i Sekolah Dasar di Kota Makassar.
b. Prevalensi ESBL Enterobacteriaceae secara genotype cukup tinggi di Kota Makassar.
7.2 Saran
a. Untuk Penelitian selanjutnya, dapat dilakukan penelitian lebih lanjut di tingkat populasi yang lebih luas bukan hanya pada anak SD untuk menggambarkan tingkat resistensi pada komunitas.
b. Untuk tenaga kesehatan, dianjurkan untuk lebih bijak dalam pemberian antibiotik terhadap pasien mengingat persentase bakteri penghasil ESBL yang sudah terbukti berkembang dalam masyarakat.
c. Untuk masyarakat, pencegahan infeksi bakteri dapat dilakukan dengan meningkatkan pola hidup bersih dan sehat dan menggunakan antibiotik sesuai petunjuk tenaga kesehatan.
31
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Humaida R, (2015) Kesesuaian Penggunan Antibiotik Pada Balita Berdasarkan
Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak IDAI di Puskesmas Way Urang Kalianda Kabupaten Lampung Selatan tahun 2013. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
2. Ginting, Jhon Effraim, 2015, Akurasi Duke Model Score Sebagai Prediktor Infeksi Extended-Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Pada Pasien Rawat Inap
3. Pratama, M. Arief, 2014, Tingkat Pengetahuan Masyarakat terhadap Penggunaan Antibiotik di Kelurahan Suka Maju, Kecamatan Medan Johor, Kotamadya Medan
Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, 154 & 188, Jakarta, EMS.
Jawetz M, Melnick R, Aldelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC;. P 199- 200.
4. Karowsky J A. et. al. 2010. Multidrug resistant urinary tract isolates of Escherichia coli : prevalence and patient demographics in the United states in 2009. Antimicrob Agents Chemother 2009; 45(5) : 1402-06.
5. Malem, Rasta Natalia, 2015. Skrining Enterobactericeae Penghasil Extended Spectrum Beta- Lactamase dengan Metode Uji Double Disk Synergy Pada Sampel Urin Pasien Suspek Infeksi Saluran Kemih di RSUP. H. Adam Malik Medan
6. Bradford P. Extended spectrum ß lactamases in the 21st century: characterization,
epidemiology, and detection of this important resistance threat. Clinical Microbiology Revisi 2001; 14: 933-951.
7. Ankur Goyal, K.N. Prasad, Amit Prasad, Sapna Gupta, Ujjala Ghoshal & Archana Ayyagari.
2009. Extended spectrum-lactamases in Escherichia coli & Klebsiella pneumoniae &
associated risk factors. Indian J Med Res 129, pp 695-700.
8. Livermore DM. 1995. Beta-lactamases in laboratory and clinical resistance. Clin Microbiol Rev, 8, 557-584.
a. Branger C, Lesimple CA, Bruneu B, et al. l. 1998. Long-term investigation of the clonal dissemination of Klebsiella pneumonia isolates producing extended- -lactamases in a university hospital. J Med Microbiol 1998; 47: 210-09
32
32
9. Joshi dan Deshpande. 2010. Polymerase Chain Reaction : Methods, Principles and Application. International Journal of Biomedical Research, India.
10. Kaper JB, Nataro JP, Harry LT. 2004. Pathogenic Escherichia coli. Nature Reviews Microbiology. 2: 123-140.
11. Holt GJ, Krieg RN, Sneath HAP, Staley HAP,Williams TS. Enterobacteriaceae. In:
Bergey’smanual of determinative bacteriology.International Edition. 9th ed. Maryland:
Williams& Wilkins; 1994. p. 179-80.
12. Lindgren P K, Karlsson A, Hughes D. Mutation rate and evolution of fluoroquinolone resistancein Escherichia coli isolates from patients with urinary tract infections. Antimicrob Agents Chemother. 2003; 47: 3222-32.
Aztal Z, Sharif FA, Abdallah SA, Fahd MI. Extended spectrum beta lactamases in
Escherichia coli isolated from communityacquired urinary tract infection in the Gaza Strip, Palestina. Ann Saudi Med 2004;24:55-7.
13. Chaudary U, Aggarwal R. Extended Spectrum β-Lactamases (ESBL), an emerging threat to clinical therapeutics. Indian Journal of Medical Microbiology 2004;22(2):75-80.
14. Stobberingh E, Arends J, Hoogkamp- Korstanje JAA, Goessens WHF, Visser MR, Buiting AGM. Occurence of extendedspectrum β-Lactamases in Dutch Hospital Infection
1999;27:348-54.
Tsang DNC, Que TL, Ho M, Yuen KY. Comparison of screening methods for detection of extended spectrum β-Lactamases and their prevalens among Escherichia coli and Klebsiella species in Hongkong. APMIS 2000;108:237-40.
15. Kuntaman, Mertaniasih NM, Purwanta M. Dalam: Usman Hadi, Nasronudin, editors.
Bakteri penghasil ESBL dari spesimen klinikdi RSU dr Soetomo Surabaya. Simposium penyakit infeksi dan problema resistensi antimikroba. Surabaya: FK Unair 2005.p.1-9.
16. Hadi U, Duerink DO, Lestari ES, Nagelkerke NJ, Werter S, et al. 2008. A Survey of antibiotic use of individuals visiting public healthcare facilities in Indonesia. International journal of infectious diseases: IJID: official publication of the International Society for Infectious Diseases 12: 622–9.
17. Yuwono. 2011. Prevalensi Gen TEM pada Extended-Spectrum Beta-Lactamases Producing Enterobacteriaceae
33
33
18. Hasibuan, E. 2015.PerananTeknik Polymerase Chain Reaction (PCR)
TerhadapPerkembanganIlmuPengetahuan.PranataLaboratoriumPerguruanTinggiFakultasKe dokteranUniversitas Sumatera Utara 2015 .hal 11-13.
19. Winarto. Prevalensi Kuman ESBL (Extended Spectrum Beta Lactamase) dari Material Darah di RSUP Dr. Kariadi Tahun 2004-2005. Semarang: Media Medika Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2009 ; 260 – 67.
34
34 LAMPIRAN 1. Biodata Peneliti
1. Nama Lengkap Muh. Hilmy Aditya 2. Jenis Kelamin Laki-Laki
3. Program Studi Pendidikan Dokter
4. NIM C11114513
5. Tempat/ Tanggal Lahir Ujung Pandang, 17 Desember 1996
6. E-mail hilmyadithya@yahoo.com
7. No. Telepon/ Hp 0895804057718
8.
Riwayat Pendidikan:
Jenjang Nama Institusi Jurusan Tahun masuk -
Tahun lulus
SD SD Pundarika 2002 – 2008
SMP SMP Islam Athirah
Kajaolalido
2008 – 2011
SMA SMA Negeri 1
Makassar
IPS 2011 – 2014
35
35 Perguruan Tinggi Universitas
Hasanuddin
Pendidikan Dokter 2014 - Sekarang
36
36 2. Etik Penelitian
37
37
3. Data distribusi Gen ESBL pada sampel feses siswa Sekolah Dasar di Kota Makassar
No
Kode Sampel
A
Hasil PCR Sampel Urine Hasil PCR Sampel Faeses
TEM SHV CTX-M TEM SHV CTX-M
1 32 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
2 34 Negatif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
3 35 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
4 36 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
5 38 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
6 59 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
7 66 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
8 80 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif
9 82 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
10 84 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
11 85 Negatif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
12 87 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
13 99 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
14 100 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
15 105 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 16 106 Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif 17 107 Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif 18 114 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 19 116 Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif 20 126 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 21 128 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
22 150 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
23 153 Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
24 154 Positif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif
25 157 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
26 31 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
27 39 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
28 40 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
29 41 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
30 42 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 31 48 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 32 49 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
33 51 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
34 53 Positif Negatif Negatif Positif Positif Positif
38
38
35 63 Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif 36 65 Negatif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
37 69 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
38 71 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
39 72 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
40 73 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
41 81 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
42 90 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
43 93 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
44 94 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 45 95 Negatif Negatif Negatif Positif Positif Negatif 46 112 Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif 47 124 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 48 125 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
49 144 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
50 145 Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
39
39 No
Kode Sampel
B
Hasil PCR Sampel Urine Hasil PCR Sampel Faeses
TEM SHV CTX-M TEM SHV CTX-M
1 13 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
2 14 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
3 19 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
4 33 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
5 42 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
6 59 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
7 61 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
8 63 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
9 64 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
10 71 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
11 72 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
12 81 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
13 82 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
14 86 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
15 100 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
16 106 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
17 129 Positif Negatif Negatif Positif Positif Positif
18 130 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
19 131 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
20 138 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
21 139 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
22 140 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
23 141 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
24 148 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
25 151 Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
26 11 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
27 15 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
28 23 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
29 27 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
30 28 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
31 60 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
32 73 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
33 75 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
34 78 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
35 85 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
36 99 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
37 102 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
38 111 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
40
40
39 113 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
40 116 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
41 133 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
42 134 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
43 142 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
44 145 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
45 155 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
46 156 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
47 158 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
48 159 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
49 160 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
50 164 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif