• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN METODE PCR DALAM MENDETEKSI GEN TEMONEIRA (TEM) PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE PADA SAMPEL URIN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR SULAWESI SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGGUNAAN METODE PCR DALAM MENDETEKSI GEN TEMONEIRA (TEM) PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE PADA SAMPEL URIN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR SULAWESI SELATAN"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI NOVEMBER 2017

PENGGUNAAN METODE PCR DALAM MENDETEKSI GEN TEMONEIRA (TEM) PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE PADA SAMPEL URIN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR SULAWESI

SELATAN

OLEH:

Muh. Hilmy Aditya C11114513 PEMBIMBING:

dr. Firdaus Hamid Ph.D

DISUSUN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKANSTUDI PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2017

(2)

ii

PENGGUNAAN METODE PCR DALAM MENDETEKSI GEN TEMONEIRA (TEM) PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE PADA SAMPEL URIN ANAK SEKOLAH DASAR DI

KOTA MAKASSAR SULAWESI SELATAN

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

OLEH : Muh. Hilmy Aditya

C111 14 513

PEMBIMBING:

dr. Firdaus Hamid Ph.D

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Muh. Hilmy Aditya

NIM : C111 14 513

Tempat & tanggal lahir : Ujung Pandang, 17 Desember 1996 Alamat Tempat Tinggal : Jl. Bakti Raya No.12

Alamat email : hilmyadithya@yahoo.com

HP : 0895804057718

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: “PENGGUNAAN METODE PCR DALAM MENDETEKSI GEN TEMONEIRA (TEM) PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE PADA SAMPEL URIN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR SULAWESI SELATAN” adalah hasil pekerjaan saya dan seluruh ide, pendapat, atau materi dari sumber lain telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai. Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Makassar, 20 November 2017 Yang Menyatakan,

Muh. Hilmy Aditya

(7)

vii ABSTRAK

”PENGGUNAAN METODE PCR DALAM MENDETEKSI GEN

TEMONEIRA (TEM) PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE PADA SAMPEL URIN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR SULAWESI SELATAN ”

Muh. Hilmy Aditya C11114513

dr. Firdaus Hamid Ph.D

Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Latar Belakang: Gen Temoneira (TEM) merupakan salah satu gen yang paling banyak terdapat dan terdeteksi pada Extended Spectrum Beta Lactamase yang diperkirakan sekitar 90 % bakteri Escherichia coli yang resisten terhadap ampicillin. Sedangkan salah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi bakteri penghasil ESBL itu sendiri dengan metoder Polymerase Chain Reaction (PCR). Tujuan penelitian ini sendiri untuk mendeteksi keberadaan gen TEM pada ESBL Enterobactericeae di sampel urin anak sekolah dasar kota Makassar.

Metode: Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 5 bulan pada sekolah dasar di kota Makassar dengan metode pengumpulan sampel urin, selanjutnya dilakukan ekstraksi DNA untuk mengidentifikasi gen menggunakan metode PCR, lalu dilakukan proses elektroforesis yang nantinya didapatkan hasil gen TEM itu sendiri.

(8)

viii

Hasil: Pada penelitian ini ditemukan 76 sampel positif dari gen TEM

Kesimpulan: Ditemukan gen TEM pada ESBL Enterobactericeae pada sampel urin dari siswa-siswi sekolah dasar kota Makassar

Kata Kunci: TEM, ESBL, PCR, Enterobacteriaceae

(9)

ix ABSTRACT

USING PCR METHOD TO DETECTING TEMONEIRA (TEM) GENE IN EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE ON URIN SAMPLE OF CHILDRENS ELEMENTARY SCHOOLS IN MAKASSAR CITY OF SOUTH SULAWESI"

Muh. Hilmy Aditya C11114513

dr. Firdaus Hamid Ph.D

Department of Microbiology Faculty of Medicine Hasanuddin University

Background: The Temoneira Genes (TEM) is one of the most common and detected genes in the Extended Spectrum Beta Lactamase, estimated at about 90% of ampicillin- resistant Escherichia coli bacteria. While one of the methods used to detect the ESBL- producing bacteria itself with Polymerase Chain Reaction (PCR) methodologies. The purpose of this research to detect the presence of TEM gene on Enterobacteriaceae ESBL in urine sample of childrens elementary schools in Makassar City.

Method: This research was conducted for 5 months at elementary school in Makassar city by collecting urine samples, then extraction of DNA to identify genes using PCR method, then electrophoresis process which later obtained the result of TEM gene itself.

Results: In this research was found 76 positive samples of the TEM gene.

Conclusion: TEM gene was found in Enterobactericeae ESBL on urine samples from elementary school students in Makassar City.

Keywords: TEM, ESBL, PCR, Enterobacteriacea

"USING PCR METHOD TO DETECTING TEMONEIRA (TEM) GENE IN EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE ON URIN SAMPLE OF CHILDRENS ELEMENTARY SCHOOLS IN MAKASSAR CITY OF SOUTH SULAWESI"

(10)

x

Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala atas petunjuk,rahmat dan karunia- Nya yang selalu diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin selama tahun 2014-2017

Keberhasilan penyusunan skripsi ini tak lepas dari bimbingan, kerjasama serta bantuan moril dari berbagai pihak yang telah diterima penulis sehingga segala rintangan yang dihadapi selama penelitian dan penyusunan ini Alhamdulillah dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu semoga kedepannya Allah Subhanahu Wata’ala masih memberikan rahmat, hidayah dan kesempatan untuk penulis agar bisa menampilkan karya-karya selanjutnya yang bisa bermanfaat bagi orang banyak tentunya.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan secara tulus dan ikhlas kepada yang pihak-pihak yang membantu, berkontibusi selama penelitian ini :

1. Orang tua dan saudara-saudara kandung penulis yang selama ini memberi bantuan berupa doa, moril, dan dukungan yang dapat menguatkan mental menjalani ini semua.

2. dr. Firdaus Hamid, Ph.D selaku pembimbing yang dengan kesediaan, keikhlasan, dan kesabaran meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis, mulai dari penyusunan proposal sampai pada penulisan skripsi ini.

3. Dr.dr. Dianawaty Amiruddin, MSi, Sp.KK dan dr. Airin RN Mappewali, M.Kes, Sp.KK selaku penguji atas kesediaan dan saran-saran yang diberikan pada saat seminar proposal hingga seminar akhir yang sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini.

(11)

xi

4. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, para Pembantu Dekan, para dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis.

5. Kepala Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin serta staf bagian penelitian atas bantuan dan kesediaan waktunya membantu penulis.

6. Staf Laboratorium Mikrobiologi HUM-RC Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin atas bantuan, arahan, kritikan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

7. Para Kepala Sekolah dan Guru SDN Kompleks Mangkura Makassar dan SDN Kompleks Cambayya Makassar

8. Priady Wira, Hamdan Ramadhan, Alif Visyar, Bayu Setiono dan Andi Rahmat teman bimbingan skripsi yang terus bersama-sama berjuang dan telah memberikan bantuan moril maupun materil selama penyusunan skripsi ini.

9. Teman-teman seperjuangan ; Grup Mati-Mati Ayam, Keluarga besar NEUTROF14VINE, dan Muhsin Zubair yang telah memberikan support, doa, bantuan moril dan apapun itu.

10. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Dan tidak lupa penulis mohon maaf jika dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini terdapat hal – hal yang kurang berkenan. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca. Aamiin.

Makassar, 20 November 2017

Penulis

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Enterobacteriaceae ... 6

2.2. Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) ... 6

2.3. Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) Tipe TEM ... 8

2.4. Metode PCR ... 8

BAB 3. KERANGKA KONSEP 3.1. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ... 10

3.1.1. Kerangka Teori ... 10

(13)

xiii

3.1.2. Kerangka Konsep ... 11

3.2. Definisi Operasional ... 11

3.2.1. Gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae ... 11

BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Tipe dan Desain Penelitian ... 12

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

4.3. Variabel ... 12

4.3.1. Variabel dependen ... 12

4.3.2. Variabel independen ... 12

4.4. Populasi dan Sampel... 13

4.4.1. Jumlah Populasi dan Sampel ... 13

4.5. Instrumen Penelitian ... 14

4.5.1. Kriteria inklusi ... 14

4.5.2. Kriteria ekslusi ... 14

4.6. Cara Pengumpulan Data ... 14

4.7. Pengelolahan dan Penyajian Data ... 15

4.8. Prosedur Penelitian ... 15

4.8.1. Pengolahan Data ... 15

4.8.2. Penyajian Data ... 16

4.9. Prosedur Penelitian ... 16

4.9.1. Tahap persiapan ... 16

4.9.2. Tahap pelaksanaan ... 16

4.9.3. Tahap pelaporan ... 17

(14)

xiv

4.10. Etika Penelitian ... 17 4.11. Bagian Alur Penelitian ... 18 BAB 5. HASIL DAN ANALISIS

5.1. Karakteristik Sampel... 19 5.2. Analisis Hasil Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) ... 20 BAB 6. PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Sampel ... 26 6.2. Distribusi Gen Temoneira (TEM) pada Bakteri Enterobacteriaceae dengan Pemeriksaan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) ... 26 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... 30 7.2. Saran ... 30 DAFTAR PUSTAKA ... 31 LAMPIRAN

(15)

xv DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM

Tabel 5.1 Distribusi Gen TEM pada sampel urin ... 23

Diagram 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Sampel ... 19

Diagram 5.2 Distribusi Gen TEM pada sampel urin ... 24

Diagram 5.3 Distribusi Genotype ESBL pada sampel Urin ... 24

(16)

xvi DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.1 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well atas) ... 22 Gambar 5.2 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well tengah) ... 22 Gambar 5.3 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well bawah) ... 23 Gambar 5.4 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A dan B (well atas) .... 23 Gambar 5.5 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel B (well tengah) ... 24 Gambar 5.6 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel B (well bawah) ... 24 Gambar 5.7 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel B ... 25

(17)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

1. Biodata Peneliti ... 34 2. Etik Penelitian ... 36 3. Data distribusi Gen ESBL pada sampel feses siswa Sekolah Dasar di Kota

Makassar ... 37

(18)

1

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Penemuan antibiotik diinisiasi oleh Paul Ehrlich pada tahun 1910 yaitu antibiotika pertama, salvarsan yang digunakan untuk melawan syphilis. Ehrlich kemudian diikuti oleh Alexander Fleming yang secara tidak sengaja menemukan penisilin pada tahun 1928. Setelah penisilin, mulai banyaknya antibiotik yang ditemukan seperti kloramfenikol dan kelompok sefalosforin, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida, polipeptida, linkomisin dan rifampisin. (Humaida R, 2015) Beberapa bakteri menghasilkan enzim, yang disebut dengan beta laktamase, yang dapat merusak cincin beta laktam dari penisilin dengan cara menghidrolisis, dan tanpa cincin beta laktam, penisilin menjadi tidak efektif melawan bakteri .Sehingga bakteri tetap dapat membentuk dinding sel, bahkan ketika diberikan antibiotik beta laktam, dan bakteri ini akan digolongkan ke dalam bakteri yang resisten terhadap beta laktam, sehinggan terjadi resistensi terhadap antibiotik.(Ginting, Effraim J, 2015)

Resistensi antibiotik merupakan konsekuensi dari penggunaan antibiotik yang salah, dan perkembangan dari suatu mikroorganisme itu sendiri, bisa jadi karena adanya mutasi atau gen resistensi yang didapat (WHO 2012). Penyebab Resistensi Antibiotik Menurut WHO (2012), ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaan antibiotik merupakan penyebab paling utama menyebarnya mikroorganisme resisten. Contohnya, pada pasien yang tidak mengkonsumsi antibiotik yang telah diresepkan oleh dokternya, atau ketika kualitas antibiotik yang diberikan buruk. Adapun faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan adanya resistensi antibiotik adalah kelemahan atau ketiadaan sistem monitoring dan surveilans, ketidakmampuan sistem untuk mengontrol kualitas suplai obat, ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaan obat,

(19)

2

2

buruknya pengontrolan pencegahan infeksi penyakit, kesalahan diagnosis dan pengobatan yang diberikan.( Pratama, M. Arief, 2014)

Saat bakteri menemukan mekanisme resistensi terhadap golongan beta laktam, banyak obat-obatan baru yang dikembangkan dari penisilin untuk mengatasi resistensi yang muncul pada bakteri. Turunan dari antibiotik ini disebut dengan beta laktam spektrum luas (extended spectrum beta-lactamase), termasuk di dalamnya sefalosporin, monobaktam. Penggunaan antibiotik sefalosporin spektrum luas secara luas dan tidak tepat mengakibatkan munculnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik, dengan menghasilkan enzim-enzim extended spectrum beta lactamase (ESBL). ESBL adalah enzim yang dapat menyebabkan resistensi terhadap hampir seluruh antibiotik beta laktam, termasuk penisilin, sefalosporin, dan monobaktam aztreonam.

.(Ginting, Effraim J, 2015)

Enterobacteriaceae adalah kelompok bakteri basil gram negatif yang besar dan heterogen, dengan habitat alaminya di saluran cerna manusia dan hewan (Brooks et al, 2008). Sefalosporin sering digunakan pada kasus Infeksi Saluran Kemih (ISK) karena mempunyai efek bakterisid yang kuat terutama sefalosporin generasi yang ketiga (sefoperazon, sefotaksim, seftazidim, seftizoksim, seftriakson, sefiksim dan moksalaktam) (Katzung, 1998). Selain itu, sefalosporin generasi ketiga lebih aktif terhadap bakteri gram negatif seperti Enterobactericeae dibandingkan generasi sebelumnya namun kurang aktif melawan bakteri gram positif (Joyce, 1996)

Prevalensi Enterobacteriaceae penghasil ESBL meningkat di beberapa benua meskipun angka akurat yang pasti belum diketahui secara jelas. Sebagai contoh, survei yang dilakukan di Amerika Latin, menunjukkan dari 10.000 sampel urin yang dikumpulkan dari 10 senter, 45% K.

pneumoniae dan 10.8%Escherichia coli positif ESBL. Peningkatan prevalensi ini juga terjadi pada benua Asia. Data yang dikeluarkan oleh Study for Monitoring Antimicrobial Resistance Trends

(20)

3

3

(SMART) pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi E.coli dan K. pneumoniae yang menunjukkan ESBL positif adalah 42.2 % dan 35.8% . Di Indonesia sendiri, prevalensi ESBL belum diketahui secara jelas karena belum adanya penelitian secara terpusat. Pada tahun 2011, telah dilakukan survei di RS. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Hasil survei tersebut menunjukkan dari 112 isolat yang dikumpulkan, 58,42% diantaranya positif ESBL. Tidak hanya di Jakarta, penelitian yang dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan pada bulan Juni 2011-Juli 2012 didapatkan dari 91 sampel isolat E.coli, 53 dianataranya dinyatakan postitif ESBL (Malem, Rasta Natalia, 2015)

Diantara sejumlah enzim yeng berhubungan dengan ESBL, ESBL kelas A (termasuk temoneira [TEM] ) adalah yang paling banyak terdeteksi (Bradford, 2001). Diperkirakan lebih dari 90% E. coli yang resisten terhadap ampicillin berkaitan dengan adanya TEM-1 (Livermore, 1995).

Menurut penelitian dari Goyal et al. pada tahun 2008 di Sanjay Gandhi Postgraduate Institute of Medical Sciences, India, dari 82 sampel ESBL E. coli yang diperiksa, 54,9% diantaranya merupakan ESBL tipe TEM (45/82) (Goyal et al., 2009).

Pendeteksian keberadaan bakteri penghasil ESBL dapat dilakukan dengan beberapa metode, termasuk salah satunya adalah arbitrarily primed polymerase chain reaction (PCR) (Branger et al., 1998). PCR merupakan teknik yang sangat canggih dan membutuhkan biaya yang cukup tinggi, namun berdasarkan tingkat spesifitas, efisiensi, dan keakuratannya, tidak diragukan bahwa keunggulan teknik ini sangat besar dibanding metode diagnostik konfensional lainnya (Joshi dan Desphande, 2010; Yusuf, 2010).

Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti memandang perlu untuk melakukan penelitian terkait ESBL, yang dulu hanya sebagai permasalahan akibat infeksi nosokomial namun sekarang sudah menjadi infeksi dalam komunitas. Selain itu belum adanya data penelitian yang dilakukan untuk mendeteksi gen TEM pada ESBL yang diproduksi oleh Enterobacteriaceae di komunitas

(21)

4

4

khusunya Kota Makassar, serta perlunya mengetahui persebaran ESBL dalam upaya penatalaksanaan yang tepat terhadap penyakit infeksi, maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGGUNAAN METODE PCR DALAM MENDETEKSI GEN TEMONEIRA (TEM) PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE PADA SAMPEL URIN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR SULAWESI SELATAN”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan suatu masalah yaitu apakah gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae dapat dideteksi pada sampel urin anak usia Sekolah Dasar di kota Makassar?

1.3 Tujuan Penelitian

Mendeteksi keberadaan gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae pada sampel urin anak usia Sekolah Dasar di Kota Makassar dengan menggunakan metode PCR.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang Gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae masyarakat.

(22)

5

5

2. Bagi peneliti dan ilmu pengetahuan, penelitian ini akan menjadi acuan dan sumber bacaan untuk penelitian-penelitian berikutnya.

3. Untuk departemen kesehatan dan instansi terkait lainnya, dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang prevalensi resistensi Gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae terhadap antibiotik.

4. Untuk tenaga kesehatan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pengobatan menggunakan antibiotik.

5. Bagi peneliti sendiri, dapat dijadikan bahan masukan dan pembelajaran yang bermanfaat untuk perkembangan keilmuan peneliti.

(23)

6

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Enterobacteriaceae

Enterobacteriaceae memiliki beberapa genus seperti Escherichia, Salmonella, Klebsiella, Shigela, Enterobacter, Proteus, Serratia dan lain-lain. Enterobacteriaceae terdiri dari 25 genus dan 110 spesies, tetapi hanya 20-25 spesies yang memiliki arti klinis, dan spesies lainnya jarang ditemukan (Brooks et al, 2008).

E. coli adalah spesies yang banyak terdapat pada saluran cerna manusia. Terdapat strain dari E. coli yang menghasilkan enterotoxin maupun faktor virulensi yang lain (National Health Service, 2014).

E. coli adalah penyebab utama infeksi saluran kemih (urinary tract infection/UTI) dan juga

dapat menyebabkan meningitis akut, pneumonia, infeksi intra-abdominal, infeksi enterik, dan lain- lain (Brooks, et al, 2001). Resistensi E. coli terhadap berbagai antibiotika telah banyak dilaporkan.E. coli telah banyak yangresisten terhadap golongan β-laktam, fosfomisin,dan golongan kuinolon. Tetapi, saat ini fosfomisindan kuinolon justru paling sering digunakan untuk mengobati kasus infeksi oleh bakteri ini (Lindgren, et al, 2003; Nilsson, et al, 2003)

2.2 Extended Spectrum β-Lactamase (ESBL)

Extended Spectrum β-Lactamase (ESBL) adalah enzim plasmid yang memperantarai terjadinya hidrolisis dan inaktivasi dari antibiotika beta-laktam termasuk sefalosforin generasi ketiga, penisilin dan aztreonam (Aztal, 2004; Al-Jasser, 2006). Enzim ini adalah hasil mutasi dari enzim beta-laktamase TEM-1, TEM-2, dan SHV-1 yang biasa ditemukan pada famili

(24)

7

7

Enterobacteriaceae, yang secara normal akan memberikan resistensi pada penisilin dan sefalosforin generasi pertama (Chaudary, 2004).

Enzim ini pertama kali diisolasi dari kuman K. ozaenae pada tahun 1983 di Jerman (Peterson, 2005). Selain dihasilkan oleh Klebsiella pneumoniae dan E. coli, ESBL juga diproduksi oleh organisme lainnya seperti Salmonella spp., Pseudomonas aeruginosa, Morganella morganii, Erratia marcescens dan Enterobacteriaceae lainnya (Livermore, 1996). Angka kejadian infeksi akibat bakteri penghasil ESBL di Amerika Serikat sebesar 0,25%. Demikian pula di Eropa, kecuali Belanda, di mana didapatkan kejadian kurang dari 1% (Stobberingh, 1999). Di negara-negara Asia lainnya kejadian ESBL yang diproduksi oleh E. coli dan K. pneumoniae bervariasi, di Korea 4,8%, Taiwan 8,5% dan Hongkong 12% (Tsang, 2000). Hasil penelitian Antimicrobial Resistance in Indonesia: prevalence and prevention (AMRIN Study) menemukan bahwa kejadian ESBL di Indonesia cukup tinggi yakni 29% pada E. coli dan 36% pada K.pneumoniae (Kuntaman, 2005).

Ada tiga jenis utama dari ESBL: TEM, SHV, dan CTX-M. ESBL jenis TEM dan SHV dikembangkan dari tipe ESBL yang sama, khususnya TEM-1, TEM-2, SHV-1, dan SHV-11.

Seringkali derivat ESBL dibedakan hanya oleh satu asam amino dari enzim induk, tapi perbedaannya cukup untuk memberikan aktivitas spektrum luas. Hampir semua β-laktamase tipe CTX-M dideskripsikan sebagai ESBL.

Enzim β Lactamase dapat merusak cincin β laktam dari penisilin dengan hidrolisis, dan tanpa cincin β laktam, penisilin menjadi tidak efektif melawan bakteri. Enzim β Lactamase disekresikan ke rongga peri plasma oleh bakteri gram negatif dan ke cairan ektra seluler pada bakteri gram positif (Hadi, 2014).

2.3 Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) Tipe TEM

(25)

8

8

ESBL tipe TEM terdiri dari TEM-1 dan TEM-2. TEM-1 pertama kali ditemukan pada tahun 1966 dari E.coli yang diisolasi dari seorang pasien bernama Temoneira di Yunani (hal ini menyebabkan enzim ini disebut sebagai TEM) (Bonomo dan Paterson, 2005). Primer spesifik yang

digunakan adalah TEMF 5’CTTCCTGTTTTTGCTCACCCA3’ danTEMR

5’TACGATACGGGAGGGCTTAC3’ (Yuwono, 2011).TEM-1 beta-laktamase adalah enzim yang bertanggung jawab atas resistensi bakteri terhadap ampicillin, penicillin dan cephalosporin generasi I dan dapat diinhibisi oleh asam klavulanat. ESBL tipe TEM paling banyak ditemukan pada E.coli dan K. pneumoniae (Bradford, 2001).TEM-2, yang merupakan pertukaran dua asam amino (Sougakoff et al. 1987). Jumlah beta-lactamse tipe-TEM sekarang melebihi 100. Semuanya, kecuali TEM-1 dan TEM-2, adalah ESBL. Tipe ESBL tipe TEM paling banyak ditemui pada bakteri E. coli dan K. pneumoniae . akan tetapi, ESBL tipe TEM juga dapat ditemui pada bekteri Gram-negatif (Livermore, 1995)

2.4 Deteksi Gen dengan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens nukleotida tertentu secara in vitro. Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetic.Dengan menggunakan metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap siklus PCR akan diperoleh 2 kali banyaknya DNA target. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target. Metode PCR dapat dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah yang sangat sedikit.DNA cetakan yang digunakan juga

(26)

9

9

tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCR dapat digunakan untuk melipat gandakan suatu sekuens DNA dalam genom bakteri. PCR adalah reaksi polimerase berantai, yaitu reaksi yang melibatkan enzim polimerase yang dilakukan secara berulang-ulang. Yang diulang- ulang adalah proses pemisahan untai ganda DNA menjadi untai tunggal, hibridisasi primer untuk mengawali replikasi DNA dilanjutkan dengan proses penambahan basa pada cetakan DNA oleh enzim polimerase, untuk melakukan kegiatan ini dibutuhkan tabung PCR yang bersifat reponsif dengan perubahan suhu dan mesin thermal cycler, suatu mesin yang mampu menaikkan dan menurunkan suhu dengan cepat, dan bahan-bahan untuk membuat reaksi PCR. Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil.Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya.

Proses PCR terdiri dari tiga tahapan, yaitu denaturasi DNA template, penempelan (annealing) primer, dan polimerisasi (extension) rantai DNA. Denaturasi merupakan proses pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi cetakan (templat) sebagai tempat penempelan primer dan tempat kerja DNA polimerase, dengan pemanasan singkat pada suhu 90-95°C selama beberapa menit. (Hasibuan, E, 2015)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN

(27)

10

10 3.1 Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

3.1.1. Kerangka Teori

3.1.2. Kerangka Konsep

Faktor Risiko

Pengobatan Antibiotik BAK di tempat umum Perawatan RS yang lama Intubasi dan ventilasi mekanik

Diare

Infeksi Saluran Kemih Neonatal sepsis Colitis

Neonatal meningitis

Enterobacteriaceae

Gen SHV Gen TEM Gen CTX-M

Enzim Beta lactamase

ESBL

TEM CTX-M

(28)

11

11 3.2 Definisi Operasional

3.2.1. Gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae

a. Definisi : Gen yang mengkode dan menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis cincin beta lactam dari antibiotic golongan beta lactam dan sefalosporin generasi III

b. Hasil : Positif gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae apabila hasil elektroforesis sampel menggambarkan fragmen yang sama dengan control positif.

Negatif gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae apabila hasil elektroforesis sampel tidak menggambarkan fragmen yang sama dengan control positif

ESBL Enterobacteriaceae Urin

SHV

-Riwayat Infeksi sebelumnya -Penggunaan antibiotik -Riwayat perawatan Rumah Sakit yang lama

(29)

12

12 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tipe dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif observasional. Pada penelitian ini, peneliti akan mendeteksi Gen TEM yang dihasilkan oleh Extended-Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Enterobacteriaceae pada sampel urin anak usia sekolah dasar di Kota Makassar, dengan menggunakan metode PCR.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni Pengumpulan sampel dilakukan di dua sekolah yang akan ditentukan di Makassar,Sulawesi Selatan.

4.3 Variabel

4.3.1. Variabel dependen

Variabel dependen pada penelitian ini adalah Gen TEM yang dihasilkan oleh Extended-Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Enterobacteriaceae.

4.3.2 Variabel independen

Variabel independen pada penelitian ini adalah Enterobacteriaceae yang terdapat pada urin anak sekolah dasar.

(30)

13

13 4.4 Populasi dan Sampel

4.4.1 Jumlah Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah siswa siswi sekolah dasar di Kota Makassar. Sampel adalah satu sekolah dasar di Makassar yang dipilih secara acak, yang dipilih secara tertentu dan dianggap mewakili populasinya. Pada uji ini rancangan acak lengkap, besar sampel penelitian yang digunakan ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Prasetyo, 2005) :

n = 96,04 Keterangan : n : Jumlah Sampel

Zα: skor Z pada kepercayaan 95% = 1.96 P : Maksimal estimasi = 0,5

d : Limit dari error (10%)

Sehingga jika berdasarkan rumus tersebut maka n yang didapatkan adalah 96,04 = 96 sampel sehingga pada penelitian ini setidaknya peneliti harus mengambil data dari sampel sekurang-kurangnya sejumlah 100 orang.

n = Zα2 x P(1-P) d2

n = 1,962 x 0.5(1-0.5) 0,12

(31)

14

14 4.5 Metode Sampling

Sampel dipilih dengan metode simple random sampling (sampel acak sederhana) dengan kriteria sebagai berikut:

4.5.1. Kriteria inklusi :

1. Siswa/i SD di Kota Makassar, Sulawesi Selatan 2. Siswa/i SD di Kota Makassar dengan kondisi sehat.

3. Siswa/i SD di Kota Makassar yang tidak mengonsumsi antibiotik selama 1 bulan terakhir.

4.5.2 Kriteria ekslusi :

1. Siswa/i SD di Kota Makassar yang tidak bersedia melakukan pengambilan sampel.

2. Siswa/i SD di Kota Makassar yang tidak hadir.

3. Siswa/i SD di Kota Makassar yang mengonsumsi antibiotik selama 1 bulan terakhir.

4.6 Instrumen Penelitian

a. Instrumen yang akan digunakan dalam pengambilan sampel urin : 1. Mangkuk styrofoam

2. Tabung sentrifus 3. Pipet tetes 4. Label identitas 5. Box kontainer 6. Kuesioner

(32)

15

15 b. Laboratorium:

1. Kit Ekstraksi DNA (DNA Purification Kit ) 2. Alat PCR (2720 Thermal Cycler)

3. Alat elektroforesis 4. Mikropipet

5. Sentrifus

Peralatan lainnya : 1. Alat transportasi 2. Alat dokumentasi

4.7 Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer berupa deteksi laboratorium mengenai Gen TEM yang dihasilkan oleh ESBL pada sampel urin anak usia sekolah dasar di Makassar yang sudah dilakukan pengambilan sampel.

Sedangkan, jenis data sekundernya berupa informasi tentang identitas siswa yang diperoleh dari guru di sekolah.

4.8 Pengolahan dan Penyajian Data 4.8.1 Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software IBM SPSS Statistik 21.

(33)

16

16 4.8.2 Penyajian Data

Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk table distribusi disertai dengan penjelasan dalam bentuk narasi dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian.

4.9 Prosedur Penelitian 4.9.1 Tahap persiapan

Pada tahap persiapan penelitian, dilakukan kegiatan sebagai berikut :

1. Peneliti menyusun proposal penelitian dan mengajukannya kepada pembimbing.

2. Peneliti mengusulkan perizinan berupa izin etik penelitian dan perizinan pengambilan data di lokasi penelitian.

4.9.2 Tahap pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut : 1. Peneliti berkunjung ke lokasi penelitian yang telah ditetapkan.

2. Peneliti melakukan pengambilan data identitas siswa yang diperoleh dari guru di sekolah.

3. Peneliti meminta kesediaan partisipan untuk mengumpulkan sampel urin.

4. Peneliti menjelaskan prosedur pengambilan sampel kemudian membagikan plastik cetik yang berisi pot, kayu aplikator, label serta kepada siswa.

5. Pada hari kedua peneliti kembali ke sekolah dan mengumpulkan sampel feses yang telah dibawa oleh siswa dan memberikan bingkisan untuk partisipan penelitian.

(34)

17

17

6. Sampel selanjutnya dikirim ke laboratorium Universitas Hasanuddin untuk dilakukan berbagai uji dalam hal ini identifikasi Gen TEM yang dihasilkan oleh ESBL dengan metode PCR.

7. Peneliti mengumpulkan data hasil laboratorium.

8. Peneliti melakukan pengolahan dan penyajian data hasil penelitian.

9. Peneliti merekapitulasi dan mengarsipkan seluruh hasil penelitian yang telah terkumpulkan untuk disusun menjadi laporan penelitian.

10. Peneliti melakukan evaluasi hasil data bersama pembimbing 11. Peneliti melakukan penarikan kesimpulan dari penelitian.

4.9.3 Tahap pelaporan

Pada tahap pelaporan penelitian, dilakukan kegiatan sebagai berikut : 1. Penulisan hasil analisis dan kesimpulan penelitian

2. Penyusunan laporan penelitian 3. Pencetakan hasil penelitian 4. Publikasi penelitian

4.10 Etika Penelitian

a. Menyertakan surat pengantar yang diajukan kepada pihak pemerintah setempat sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.

b. Menyertakan surat ke Sekolah Dasar (SD) di Makassar untuk permohonan izini penelitian dan pengambilan sampel.

c. Melakukan perizinin kepada komisi komisi etik kedokteran.

(35)

18

18 4.11 Bagan Alur Penelitian

Pengambilan urin

Ektraksi DNA

Running PCR

Elektroforesis

(+) Gen TEM (-) Gen TEM

(36)

19

19 BAB V

HASIL DAN ANALISIS

Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar dengan mengambil sampel dari 2 Sekolah Dasar yaitu SDN Kompleks dan SDN Cambayya. Banyaknya sampel yang digunakan yaitu 100 sampel yang kemudian sampel yang telah diambil dianalisis di Laboratorium HUM-RC berupa pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mengidentifikasi adanya gen TEM pada bakteri Enterobacteriaceae. Hasil olah data disajikan dalam bentuk table dan diagram dilengkapi dengan narasi sebagai berikut.

5.1 Karakteristik Sampel

Dari populasi sampel diambil 100 partisipan secara acak dan memenuhi kriteria penelitian.

Adapun distribusi jenis kelamin sampel dapat dilihat pada diagram berikut.

Diagram 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Sampel

Sampel ini terdiri dari 50 anak (50%) laki-laki dan 50 anak (50%) perempuan yang kemudian dari 100 sampel ini dilakukan ekstraksi gen dilanjutkan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

(37)

20

20 5.2 Analisis Hasil Pemeriksaan PCR

Sebanyak 100 sampel yang telah dilakukan Polymerase Chain Reaction (PCR) selanjutnya dilakukan dengan elektroforesis untuk menilai hasil akhir. Adapun hasil PCR disajikan sebagai berikut.

Gambar 5.1 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well atas)

Gambar 5.2 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well tengah)

(38)

21

21

Gambar 5.3 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well bawah)

Gambar 5.4 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A dan B (well atas)

(39)

22

22

Gambar 5.5 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel B (well tengah)

Gambar 5.6 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel B (well bawah)

(40)

23

23

Gambar 5.7 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel B

Dari hasil elektroforesis 100 sumur yang berisi sampel ditemukan ikatan yang membentuk pita berwarna putih pada gel sesuai dengan control positif, yang artinya terdapat gen TEM pada 100 sampel urin siswa sekolah dasar di Kota Makassar. Data sampel yang terdeteksi gen TEM dapat dilihat dari tabel dan grafik berikut.

Hasil PCR Jumlah %

Gen TEM + 76 76

Gen TEM - 24 24

Total 100 100

Tabel 5.1 Distribusi Gen TEM pada sampel urin

(41)

24

24

Diagram 5.2 Distribusi Gen TEM pada sampel urin

Dari hasil pemeriksaan elektroforesis pada 100 sampel urin terdapat gen TEM, sedangkan untuk genotype ESBL lainnya yang juga terdeteksi selama penelitian dapat dilihat pada tabel dan diagram berikut.

Diagram 5.3 Distribusi Genotype ESBL pada sampel Urin

Secara keseluruhan, gen TEM merupakan gen ESBL terbanyak yang ditemukan dari sampel urin Enterobacteriaceae yaitu sebanyak 76 dari 100 sampel (76%) sedangkan untuk gen SHV dan CTX-M tidak terdapat pada sampel urin. Adapun sampel yang tidak terdeteksi ESBL

Hasil PCR

Gen TEM + Gen TEM -

Distribusi Genotype ESBL

Gen TEM Gen SHV Gen CTX-M Negatif

(42)

25

25

yaitu sebanyak 24 sampel dari 100 sampel (24%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat gen TEM sebanyak 76 dari 100 sampel (76%) sedangkan tidak terdapat gen SHV dan CTX-M pada 100 sampel tersebut serta terdapat 24 dari 100 sampel yang tidak terdeteksi ESBL.

(43)

26

26 BAB VI PEMBAHASAN

Setelah proses pengambilan sampel urin dari siswa/i Sekolah Dasar di Kota Makassar, didapatkan 100 sampel urin yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang kemudian akan diekstraksi dan dilakukan pemeriksaan dengan metode polymerase chain reaction (PCR) dengan tujuan mengidentifikasi adanya Gen TEM pada Enterobacteriaceae yang memproduksi Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) yang didapatkan. Berikut merupakan penjelasan dari hasil penelitian yang akan dibahas dengan membandingkan dengan penelitian-penelitian lain yang telah ada sebelumnya :

6.1 Karakteristik Sampel

Penelitian ini dilakukan pada sampel urin yang diambil dari siswa/i SDN Kompleks Mangkura Makassar dan SDN Kompleks Cambayya Makassar kelas 3 sampai kelas 5 secara sukarela, dengan rentang usia partisipan antara 8-12 tahun yang terdiri dari 50 siswa (50%) laki- laki dan 50 siswa (50%) perempuan.

6.2 Distribusi Gen Temoneira (TEM) pada Bakteri Enterobacteriaceae dengan Pemeriksaan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)

Tujuan penelitian ini sendiri dilaksanakan akibat penggunaan antibiotika betalaktam di Indonesia yang masih sangat tinggi, sehingga kemungkinan resistensi terhadap antibiotika tersebut bakal meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya resistensi tersebut adalah Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL). Temoneira (TEM) merupakan salah

(44)

27

27

satu gen ESBL kelas A yang mempengaruhi bakteri sehingga resisten terhadap kebanyakan antibiotika betalaktam dan seringkali co-resisten terhadap antibiotika kelas-kelas lainnya.

Di Eropa sendiri penelitian seperti ini pernah dilakukan oleh T. Spanu et al pada tahun 2002 di Rumah Sakit Katolik del Sacro Cuore Roma, Italia. Di antara strain ESBL-positif, Klebsiella pneumoniae, Proteus mirabilis, dan Escherichia coli menyumbang 73,6% isolat. Jadi

dari 500 sampel ditemukan hanya Gen TEM dan SHV yang secara keseluruhan gen TEM sebanyak 234 sampel (46,8%) dan gen SHV sebanyak 173 sampel (34,6%), secara keseluruhan jenis TEM-tipe ESBL lebih umum daripada enzim tipe SHV sedangkan strain ESBL yang tidak ditemukan gen sebanyak 93 sampel (18,6%). Secara in vitro, semua kecuali satu isolat penghasil ESBL tetap rentan terhadap imipenem .

Selain itu di Negara Asia sendiri tepatnya di Iran juga pernah dilakukan penelitian oleh Mojtaba Moosavian dan Behnaz Deiham pada tahun 2011 di Rumah Sakit Dezful Ganjavian kota Ahvaz yang menunjukkan bahwa dari 420 isolat Enterobacteriaceae, 128 (30,5%) adalah Isolat positif-ESBL, yang paling umum dari mereka milik Klebsiella (45,4%) dan E. coli (28,8%). Hasil elektroforesis produk PCR menunjukkan pola genom yang berhubungan dengan blaTEM (1097 bp), blaCTX-M (870 bp), gen blaSHV (660 bp). Hasil ini juga menunjukkan bahwa 57% dari isolat positif ESBL fenotipik adalah genotip ESBL positif. Klebsiella dan E. coli dengan frekuensi masing-masing 79,5 % dan 43,6% memiliki paling banyak frekuensi gen EBLS. Multiplex polymerase chain reaction (PCR) gen di antara bakteri positif ESBLs (73 isolat) menunjukkan adanya gen yang berhubungan dengan TEM dan SHV pada 65,8% dan 15% isolat, masing- masing. Juga gen ESBL dari keduanya TEM dan SHV terlihat pada 14 isolat (19,2%).

Di Indonesia sendiri akibat produksi extended-spectrum beta-lactamase (ESBL) oleh Enterobacteriaceae yang terus menjadi masalah penyakit infeksi khususnya di rumah sakit maka

(45)

28

28

dilakukan penelitian oleh Yuwono pada tahun 2011 di RSUP Moh. Hoesin Palembang. Bakteri produsen ESBLs menjadi penyebab utama infeksi saluran kemih, peritonitis dan abses. Identifikasi gen TEM pada Enterobacteriaceae produsen ESBL pada pasien yang dirawat di RSUP Moh.

Hoesin Palembang. Didapatkan 78 sampel Enterobacteriaceae berdasarkan uji Double Disk Approximation dan PCR. Berdasarkan hasil PCR ditemukan 34 sampel mengandung gen TEM.

Distribusi gen TEM adalah 13 (38,24%) pada Klebsiella pneumoniae, 16 (47,06%) pada Escherichia coli, 4 (11,76%) pada Enterobacter sp dan 1 (2,94%) pada Proteus sp. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Klebsiella pneumoniae dominan pada Enterobacteriaceae produsen ESBL. Gen TEM dominan ditemukan pada E. Coli (Yuwono, 2011).

Terdapatnya gen TEM pada Enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL menunjukkan bahwa sudah terjadi penyebaran bakteri yang memiliki enzim yang dapat melisiskan cincin beta laktam dari antibiotik golongan sefalosporin. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan prevalensi gen TEM ESBL Enterobacteriaceae pada sampel urin siswa sekolah dasar di Kota Makassar dengan jumlah gen TEM yang paling banyak terdeteksi dibandingkan dengan gen ESBL lainnya yaitu gen CTX-M dan SHV. Hasil ini menunjukkan bahwa prevalensi ESBL secara genotype sudah cukup tinggi di Kota Makassar. Terdapatnya gen TEM pada Enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL menunjukkan bahwa sudah terjadi penyebaran bakteri yang memiliki enzim yang dapat melisiskan cincin beta laktam dari antibiotik golongan sefalosporin di populasi anak Sekolah Dasar di Kota Makassar. Dari 100 sampel, hanya 24 sampel (24%) yang tidak memiliki gen ESBL CTX- M dan SHV. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa sampel yang negatif tersebut memiliki gen ESBL lain yang tidak diteliti pada penelitian ini, mengingat ESBL mempunyai beberapa kelas dan tiap kelas memiliki beberapa gen. Begitu pula sampel yang positif, dapat juga memiliki gen ESBL lain yang tidak diteliti pada penelitian ini. Jadi hasil analisis urin yang

(46)

29

29

mengandung bakteri Enterobacteriaceae menggunakan metode PCR yang dilakukan pada penelitian ini sendiri, ditemukan 76 dari 100 sampel (76%) yang memiliki gen TEM. Hasilnya, gen TEM merupakan gen yang paling banyak diidentifikasi jika dibandingkan dengan gen ESBL lainnya. Gen TEM yang ditemukan pada sampel urin Enterobacteriaceae adalah sebanyak 76 dari 100 sampel sedangkan gen SHV dan CTX-M sebanyak 0 dari 100 sampel

Jadi, peneliti telah menemukan gen TEM pada Enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL pada sampel urin siswa Sekolah Dasar di Kota Makassar. Hal ini berarti dalam populasi Anak Sekolah Dasar sudah terdapat bakteri yang resisten terhadap antibiotik beta lactam yaitu sefalosporin III.

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan

(47)

30

30

Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan hasil penelitian mengenai "Deteksi Gen Temoneira (TEM) pada Enterobacteriaceae yang memproduksi Extended-Spectrum Beta Lactamase (ESBL) dengan Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dari Sampel Urin Siswa Sekolah Dasar Di Kota Makassar, Sulawesi Selatan maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

a. Ditemukan gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae pada sampel urin siswa/i Sekolah Dasar di Kota Makassar.

b. Prevalensi ESBL Enterobacteriaceae secara genotype cukup tinggi di Kota Makassar.

7.2 Saran

a. Untuk Penelitian selanjutnya, dapat dilakukan penelitian lebih lanjut di tingkat populasi yang lebih luas bukan hanya pada anak SD untuk menggambarkan tingkat resistensi pada komunitas.

b. Untuk tenaga kesehatan, dianjurkan untuk lebih bijak dalam pemberian antibiotik terhadap pasien mengingat persentase bakteri penghasil ESBL yang sudah terbukti berkembang dalam masyarakat.

c. Untuk masyarakat, pencegahan infeksi bakteri dapat dilakukan dengan meningkatkan pola hidup bersih dan sehat dan menggunakan antibiotik sesuai petunjuk tenaga kesehatan.

(48)

31

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Humaida R, (2015) Kesesuaian Penggunan Antibiotik Pada Balita Berdasarkan

Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak IDAI di Puskesmas Way Urang Kalianda Kabupaten Lampung Selatan tahun 2013. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.

2. Ginting, Jhon Effraim, 2015, Akurasi Duke Model Score Sebagai Prediktor Infeksi Extended-Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Pada Pasien Rawat Inap

3. Pratama, M. Arief, 2014, Tingkat Pengetahuan Masyarakat terhadap Penggunaan Antibiotik di Kelurahan Suka Maju, Kecamatan Medan Johor, Kotamadya Medan

Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, 154 & 188, Jakarta, EMS.

Jawetz M, Melnick R, Aldelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC;. P 199- 200.

4. Karowsky J A. et. al. 2010. Multidrug resistant urinary tract isolates of Escherichia coli : prevalence and patient demographics in the United states in 2009. Antimicrob Agents Chemother 2009; 45(5) : 1402-06.

5. Malem, Rasta Natalia, 2015. Skrining Enterobactericeae Penghasil Extended Spectrum Beta- Lactamase dengan Metode Uji Double Disk Synergy Pada Sampel Urin Pasien Suspek Infeksi Saluran Kemih di RSUP. H. Adam Malik Medan

6. Bradford P. Extended spectrum ß lactamases in the 21st century: characterization,

epidemiology, and detection of this important resistance threat. Clinical Microbiology Revisi 2001; 14: 933-951.

7. Ankur Goyal, K.N. Prasad, Amit Prasad, Sapna Gupta, Ujjala Ghoshal & Archana Ayyagari.

2009. Extended spectrum-lactamases in Escherichia coli & Klebsiella pneumoniae &

associated risk factors. Indian J Med Res 129, pp 695-700.

8. Livermore DM. 1995. Beta-lactamases in laboratory and clinical resistance. Clin Microbiol Rev, 8, 557-584.

a. Branger C, Lesimple CA, Bruneu B, et al. l. 1998. Long-term investigation of the clonal dissemination of Klebsiella pneumonia isolates producing extended- -lactamases in a university hospital. J Med Microbiol 1998; 47: 210-09

(49)

32

32

9. Joshi dan Deshpande. 2010. Polymerase Chain Reaction : Methods, Principles and Application. International Journal of Biomedical Research, India.

10. Kaper JB, Nataro JP, Harry LT. 2004. Pathogenic Escherichia coli. Nature Reviews Microbiology. 2: 123-140.

11. Holt GJ, Krieg RN, Sneath HAP, Staley HAP,Williams TS. Enterobacteriaceae. In:

Bergey’smanual of determinative bacteriology.International Edition. 9th ed. Maryland:

Williams& Wilkins; 1994. p. 179-80.

12. Lindgren P K, Karlsson A, Hughes D. Mutation rate and evolution of fluoroquinolone resistancein Escherichia coli isolates from patients with urinary tract infections. Antimicrob Agents Chemother. 2003; 47: 3222-32.

Aztal Z, Sharif FA, Abdallah SA, Fahd MI. Extended spectrum beta lactamases in

Escherichia coli isolated from communityacquired urinary tract infection in the Gaza Strip, Palestina. Ann Saudi Med 2004;24:55-7.

13. Chaudary U, Aggarwal R. Extended Spectrum β-Lactamases (ESBL), an emerging threat to clinical therapeutics. Indian Journal of Medical Microbiology 2004;22(2):75-80.

14. Stobberingh E, Arends J, Hoogkamp- Korstanje JAA, Goessens WHF, Visser MR, Buiting AGM. Occurence of extendedspectrum β-Lactamases in Dutch Hospital Infection

1999;27:348-54.

Tsang DNC, Que TL, Ho M, Yuen KY. Comparison of screening methods for detection of extended spectrum β-Lactamases and their prevalens among Escherichia coli and Klebsiella species in Hongkong. APMIS 2000;108:237-40.

15. Kuntaman, Mertaniasih NM, Purwanta M. Dalam: Usman Hadi, Nasronudin, editors.

Bakteri penghasil ESBL dari spesimen klinikdi RSU dr Soetomo Surabaya. Simposium penyakit infeksi dan problema resistensi antimikroba. Surabaya: FK Unair 2005.p.1-9.

16. Hadi U, Duerink DO, Lestari ES, Nagelkerke NJ, Werter S, et al. 2008. A Survey of antibiotic use of individuals visiting public healthcare facilities in Indonesia. International journal of infectious diseases: IJID: official publication of the International Society for Infectious Diseases 12: 622–9.

17. Yuwono. 2011. Prevalensi Gen TEM pada Extended-Spectrum Beta-Lactamases Producing Enterobacteriaceae

(50)

33

33

18. Hasibuan, E. 2015.PerananTeknik Polymerase Chain Reaction (PCR)

TerhadapPerkembanganIlmuPengetahuan.PranataLaboratoriumPerguruanTinggiFakultasKe dokteranUniversitas Sumatera Utara 2015 .hal 11-13.

19. Winarto. Prevalensi Kuman ESBL (Extended Spectrum Beta Lactamase) dari Material Darah di RSUP Dr. Kariadi Tahun 2004-2005. Semarang: Media Medika Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2009 ; 260 – 67.

(51)

34

34 LAMPIRAN 1. Biodata Peneliti

1. Nama Lengkap Muh. Hilmy Aditya 2. Jenis Kelamin Laki-Laki

3. Program Studi Pendidikan Dokter

4. NIM C11114513

5. Tempat/ Tanggal Lahir Ujung Pandang, 17 Desember 1996

6. E-mail hilmyadithya@yahoo.com

7. No. Telepon/ Hp 0895804057718

8.

Riwayat Pendidikan:

Jenjang Nama Institusi Jurusan Tahun masuk -

Tahun lulus

SD SD Pundarika 2002 – 2008

SMP SMP Islam Athirah

Kajaolalido

2008 – 2011

SMA SMA Negeri 1

Makassar

IPS 2011 – 2014

(52)

35

35 Perguruan Tinggi Universitas

Hasanuddin

Pendidikan Dokter 2014 - Sekarang

(53)

36

36 2. Etik Penelitian

(54)

37

37

3. Data distribusi Gen ESBL pada sampel feses siswa Sekolah Dasar di Kota Makassar

No

Kode Sampel

A

Hasil PCR Sampel Urine Hasil PCR Sampel Faeses

TEM SHV CTX-M TEM SHV CTX-M

1 32 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

2 34 Negatif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

3 35 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

4 36 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

5 38 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

6 59 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

7 66 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

8 80 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif

9 82 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

10 84 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

11 85 Negatif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

12 87 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

13 99 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

14 100 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

15 105 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 16 106 Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif 17 107 Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif 18 114 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 19 116 Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif 20 126 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 21 128 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

22 150 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

23 153 Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

24 154 Positif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif

25 157 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

26 31 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

27 39 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

28 40 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

29 41 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

30 42 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 31 48 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 32 49 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

33 51 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

34 53 Positif Negatif Negatif Positif Positif Positif

(55)

38

38

35 63 Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif 36 65 Negatif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

37 69 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

38 71 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

39 72 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

40 73 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

41 81 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

42 90 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

43 93 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

44 94 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 45 95 Negatif Negatif Negatif Positif Positif Negatif 46 112 Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif 47 124 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 48 125 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

49 144 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

50 145 Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

(56)

39

39 No

Kode Sampel

B

Hasil PCR Sampel Urine Hasil PCR Sampel Faeses

TEM SHV CTX-M TEM SHV CTX-M

1 13 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

2 14 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

3 19 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

4 33 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

5 42 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

6 59 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

7 61 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

8 63 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

9 64 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

10 71 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

11 72 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

12 81 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

13 82 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

14 86 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

15 100 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

16 106 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

17 129 Positif Negatif Negatif Positif Positif Positif

18 130 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

19 131 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

20 138 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

21 139 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

22 140 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

23 141 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

24 148 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

25 151 Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

26 11 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

27 15 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

28 23 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

29 27 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

30 28 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

31 60 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

32 73 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

33 75 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

34 78 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

35 85 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

36 99 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

37 102 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

38 111 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

(57)

40

40

39 113 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

40 116 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

41 133 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

42 134 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

43 142 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

44 145 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

45 155 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

46 156 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

47 158 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

48 159 Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif

49 160 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

50 164 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh skarifikasi dan suhu terhadap perkecambahan biji kepel yang paling efektif pada kondisi in vitro

dengan adanya potensi wisata di sekitar kecamatan Ile Ape Timur memiliki keindahan alam yang asli dan menjadi kawasan konservasi yang dapat diterima oleh masyarakat

Keunggulannya yaitu (1) sistem ini sudah dapat diakses dimana saja apabila komputer yang digunakan terhubung dengan internet, dan (2) sistem ini digunakan untuk melakukan transaksi

Sehubungan dengan adanya dua model regresi untuk memprediksi kemampuan peserta, yakni regresi tunggal dan regresi ganda, pada tulisan ini akan dibandingkan

Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang telah dilaksanakan selama dua siklus dalam upaya untuk meningkatkan perilaku disiplin dan prestasi belajar

Hajjah Esah yang sentiasa mendoakan kejayaan anakanda. Akhi, sekali, penyempu,naan tulisan ilmiah ini hanya dapat menjaeji kenyataan ke,ana sokongan dan ,estu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peran bidan dalam promosi kesehatan dengan tindakan Pencegahan Primer Kompleks Tuberkulosis (PKTB) pada anak usia 1-23

Struktur sosial desa yang homogen, ketika ia berpindah maka perlu penyesuaian dengan struktur sosial kota yang heterogen bilamana status sosial seseorang dan perannya tidak lagi