NASKAH PUBLIKASI
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA BERDASARKAN PERPRES NOMOR 54
TAHUN 2010 DAN KEPPRES NOMOR 80 TAHUN 2003
( STUDI KASUS PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI )
Disusun dan Diajukan untuk Melangkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh :
DWI CAHYANTO PRASETYO NIM : C100 070 176
FAKULTAS HUKUM
ii HALAMAN PERSETUJUAN
Naskah Publikasi Skripsi ini telah disetujui oleh
Dewan Penguji Skripsi Fakultas Hukum
iv ABSTRAK
Dwi Cahyanto Prasetyo, Nim : C100070176. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa Berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Dan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 di Pemerintah Daerah Boyolali. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali serta bagaimana cara mengatasinya
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis empiris, yaitu metode pendekatan yang menekankan pada teori-teori hukum dan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dimana anggarannya bersumber baik dari APBN maupun APBD telah berpedoman pada Keppres No. 80 tahun 2003 dan Perpres No. 54 tahun 2010 yang telah beberapa kali diubah dan yang terakhir Perpres No. 70 tahun 2012, hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang lebih efisien, terbuka dan kompetitif yang dimaksudkan agar ketersediaan barang dan jasa lebih terjangkau dan berkualitas sehingga terjadi pelayanan publik yang semakin meningkat. Pengadaan barang dan jasa berdasarkan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku dilakukan dengan cara swakelola dan melalui penyedia barang dan jasa dengan proses lelang.Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Boyolali: tidak atau kurang dipahaminya subtansi atau isi dari perjanjian, sehingga akan berakibat tidak diketahuinya hak dan kewajibanya sebagaimana tertuang dalam perjanjian. Hal ini akan berdampak pada kualitas/mutu pelaksanaan pekerjaan, kurang tercapai tepat mutu, waktu dan sasaran; kurang diberikannya kesempatan atau waktu yang cukup untuk mempelajari isi dari perjanjian pekerjaan; Penyedia barang tidak mempunyai kemampuan untuk mengkaji isi perjanjian dari segi hukum. cara mengatasi Hambatan-hambatan tersebut adalah sebagai berikut: memberikan waktu yang cukup untuk mempelajari isi yang tertuang dalam perjanjian, sehingga akan mengetahui hak dan kewajiban yang harus dilakukan; setiap perjanjian untuk dikonsultasikan kepada ahli hukum sehingga kualitas dapat tercapai dengan baik; Melakukan upaya-upaya sosialisasi berbagai peraturan perundang undangan melalui asosiasi jasa kontruksi di kabupaten Boyolali, dan mengefektifkan lembaga Pembina Jasa Konstruksi dalam melakukan pembinaan, dengan melakukan pembinaan secara rutin, berkala dan berkesinambungan.
v ABSTRACT
Dwi Cahyanto Prasetyo, Nim : C100070176. Faculty of Law, Muhammadiyah University Surakarta. The Objective of this study is to investigate the implementation of the goods and services procurement contract based on Perpres No. 54 Tahun 2010 and Keppres No. 80 Tahun 2003 in regional government of Boyolali, to determine the obstacles faced by Boyolali District Government in the implementation of the procurement of goods and servicesthe agreement and how to overcome them.
In this research, the writer using juridical empiric method, it is an approaching method based on the law theories and rules of law related to the research’s problem.
Based on the results of research and data analysis above, it can be concluded that the procurement of goods and services in which the budget comes from both the APBN and APBD that has been guided by theKeppres No. 80 Tahun 2003 and Perpres No. 54 Tahun 2010 have been revised several times and the last Perpres No. 70 tahun 2012, these are intended to make the goods and services procurement more efficient, open and competitive so that the theavailability of goods and services become more affordable and qualified, so that there will be an increasing in public services. The procurement of goods and services under the provisions of policies legislation conducted by self-managed and providers of goods and services through the bidding process. The Obstacles encountered in the implementation of agreements of goods and services in Boyolali regency: the lack of understanding or do not comprehend the substance of the agreement, which will result in not knowing their rights and responsibilities as stated in the agreement. This will have an impact on the works quality, lack of right quality, time and target achievement; theless opportunities or the time given to learn the work contents; The Goods supplier does not have the ability to examine the contents of the agreement in terms of the law. The way to overcome these obstacles is as follows: providing time to learn the contents outlined in the agreement, which will determine the rights and obligations that must be done; consulting any agreement to legal experts so that the quality can be well achieved; socializing various laws through theBoyolali construction services association and making more routine and effective guiding institutions, periodically and continuously.
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa merupakan perjanjian yang
kompleks karena mengatur banyak aspek baik secara legal maupun
teknis tentang proses pengadaan barang dan jasa, yang membutuhkan kajian
lebih lanjut guna ditemukannya format kontrak perjanjian pengadaan barang
dan jasa yang ideal sesuai dengan kebutuhan dan mampu memberikan
perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak yang membuatnya. Perjanjian
Pengadaan Barang dan Jasa sering dibuat dalam bentuk kontrak standar,
dimana suatu kontrak telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak dan
pihak yang lainnya hanya dihadapkan pada pilihan untuk menerima atau
menolak perjanjian tersebut. Perjanjian baku atau standar lahir sebagai bentuk
dari perkembangan dan tuntutan dunia usaha. Kontrak standar telah banyak
diterapkan dalam dunia usaha seperti perbankan, lembaga pembiayaan
konsumen, dan berbagai bentuk usaha lainya. Kontrak standar atau baku
dipandang lebih efisien dari sisi waktu dan biaya.1 Secara formal di Indonesia
aturan hukum mengenai perjanjian baku atau standar belum diatur dengan jelas,
sehingga perlu mendapatkan kajian lebih lanjut. Hukum pada dasarnya adalah
untuk perlindungan kepentingan manusia. Dalam setiap hubungan hukum,
termasuk perjanjian harus ada keseimbangan antara para pihak supaya tidak
terjadi konflik kepentingan. Namun dalam realitasnya tidak selalu demikian.
Selalu terdapat kemungkinan salah satu pihak mempunyai posisi yang lebih kuat
1
2
baik dari sisi ekonomis maupun dari penguasaan teknologi atau suatu
penemuan yang spesifik. Dalam kondisi ini salah satu pihak lebih
mempunyai peluang untuk lebih diuntungkan dalam suatu perjanjian.
Seringkali pihak penyusun menentukan syarat-syarat yang cukup memberatkan
apalagi kontrak tersebut disajikan dalam bentuk kontrak standard, karena
ketentuan-ketentuan dalam perjanjian dapat dipakai untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya kerugian pada pihaknya. Dalam hal demikian salah
satu pihak hanya punya pilihan untuk menerima atau menolak perjanjian tersebut.
Dalam konteks inilah praktek perjanjian pengadaan barang dan jasa menurut
penulis perlu dicermati lebih lanjut dari sisi aspek hukumnya. Karena pengadaan
barang dan jasa selama ini hanya dipandang seakan-akan sekedar memenuhi
persyaratan dalam suatu pelaksanaan proyek pengadaan, padahal perjanjian
tersebut merupakan dasar pelaksanaan kegiatan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik menyusun Skripsi
dengan judul: TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PERJANJIAN
PENGADAAN BARANG DAN JASA BERDASARKAN PERPRES NOMOR
54 TAHUN 2010 DAN KEPPRES NOMOR 80 TAHUN 2003 (STUDI KASUS
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI)
B. Rumusanmasalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa
Berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Dan Keppres Nomor 80 Tahun
3
2. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi dalam pelaksanaan perjanjian
pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali serta
bagaimana cara mengatasinya ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan sesuai dengan permasalahan yang
ada, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa
Berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Dan Keppres Nomor 80
Tahun 2003 di Pemerintah Daerah Boyolali.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan
perjanjian pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Daerah Kabupaten
Boyolali serta bagaimana cara mengatasinya.
D. Metode Penelitian
Pendekatan Penelitian ini bersifat deskriptif, karena dalam penelitian
penulis memberikan gambaran secara umum serta menyeluruh tentang obyek
yang diteliti. “Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data
yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan dan gejala-gejala lainnya.2
2
4
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa Berdasarkan
Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Dan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 di
Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali.
Pengadaan barang/jasa publik di Pemerintah Kabupaten Boyolali yang
anggarannya dibebankan pada APBD maupun APBN, menurut Bapak
Mardani, Kasubag Perencanaan dan Pelaporan, Dinas Pekerjaan umum dan
Energi Sumber Daya Mineral, Pemkab Boyolali dilaksanakan dengan
berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang
Pedoman pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun
2007 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun
2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Terakhir diterbitkanya Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah dan dirubah melalui Perpres 70 Tahun 2012 tentang
Perubahan atas Perpres 54 Tahun 2010.3
Dalam pelaksanaannya pelaksana utama adalah Unit Pelayanan
Pengadaan/ULP Kab Boyolali, namun karena keterbatasan Personil dalam
ULP maka dibuatlah ketentuan untuk Pengadaan dengan nilai di atas 200 juta
pengadaannya melalui ULP atau Pokja ULP dan untuk pengadaan di bawah
200 juta dilakukan se0cara mandiri oleh SKPD masing-masing namun masih
dalam pengawasan ULP.
3
5
Tujuan diterbitkanya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, adalah untuk mewujudkan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang efisien, terbuka dan kompetitif agar
ketersediaan Barang/Jasa yang terjangkau dan berkualitas, sehingga akan
berdampak pada peningkatan pelayanan publik.
Cara pengadaan barang/jasa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor
54 tahun 2010 ada 2 (dua) yaitu : Pengadaan dengan cara swakelola dan
dengan cara melalui Penyedia Barang dan Jasa atau lelang.
1. Pengadaan dengan cara swakelola.
Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa secara Swakelola pada
Pemerintah Kabupaten Boyolali, dilakukan oleh instansi pemerintah
sebagai penanggung jawab anggaran maupun sebagai pengguna
anggaran. Adapun pekerjaan yang dilaksanakan dengan swakelola oleh
pemerintah Kabupaten Boyolali telah memenuhi kriteria sebagai berikut
: pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau
memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya manusia serta sesuai
dengan tugas pokok K/L/D/I; pekerjaan yang operasi dan
pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat;
pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau
pembiayaannya tidak diminati oleh Penyedia Barang/Jasa; pekerjaan
yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu,
sehingga apabila dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa akan
menimbulkan ketidakpastian dan risiko yang besar; penyelenggaraan
6
untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat khusus
untuk pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat
dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa; pekerjaan survei, pemprosesan
data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium dan
pengembangan sistem tertentu; pekerjaan yang bersifat rahasia bagi
K/L/D/I yang bersangkutan; pekerjaan Industri Kreatif, inovatif dan
budaya dalam negeri; penelitian dan pengembangan dalam negeri
dan/atau; pekerjaan pengembangan industri pertahanan, industri alutsista
dan industri almatsus dalam negeri.
Pelaksanaan swakelola di Pemerintah Kabupaten Boyolali lebih banyak
untuk pekerjaan yang sifatnya rutin seperti penyelenggaraan diklat,
kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan, dan pekerjaan
yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau
memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya manusia serta sesuai
dengan tugas pokok K/L/D/I. sebagai contoh Dinas Pekerjaan Umum
dan Energi Sumber Daya Manusia mengerjakan pekerjaan konstruksi
seperti Pemeliharaan Rutin jalan dan jembatan di seluruh kabupaten
Boyolali. Pekerjaan ini sifatnya rutin, seara tupoksi sesuai dan
mempunyai SDM sesuai bidangnya hal ini sekaligus akan dapat
meningkatkan kualitas SDM yang dimilikinya. Dengan pelaksanaan
swakelola disini tidak ada perjanjian atau kontrak, kecuali yang
didalamnya ada pengadaan barang maka pengadaannya melalui penyedia
barang dan jasa, sehingga diperlukan Perjanjian atau kontrak antara
7
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 26 Peraturan Presiden Nomor 54
tahun 2010.
2. Pengadaan dengan cara melalui Penyedia Barang dan Jasa atau lelang.
Pengadaan dengan cara melalui penyedia barang dan jasa yang ada di
Pemerintah Kabupaten Boyolali dilakukan oleh suatu lembaga
pemerintah yaitu Unit Layanan Pengadaan (ULP). Adapun
pelaksanaannya melalui proses perencanaan pemilihan Penyedia
Barang/Jasa, pemilihan sistem pengadaan, penetapan metode penilaian
kualifikasi, penyusunan jadwal pemilihan Penyedia Barang/Jasa,
penyusunan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa dan penetapan HPS.
Contoh : Pengadaan barang/jasa dengan cara di umumkan melalui media
masa dan papan pengumuman dan Pengadaan barang/jasa secara
elektronik (LPSE).
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 33 Peraturan Presiden 54 tahun
2010.
Melalui pendekatan jenis barang/jasa yang diadakan, Metode Pemilihan
penyedia barang/jasa berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010, dibagi
menjadi 3 (tiga) yaitu : Metode Penyedia Barang / Jasa lainya ; metode
Penyedia pekerjaan Konstruksi dan metode Penyedia Jasa Konsultansi.
Masing masing metode dibagi menjadi beberapa metode dengan
pendekatan jumlah/pagu anggaran yang akan di tenderkan atau
dilelangkan kepada pihak kedua/rekanan dengan rincian sebagai berikut:
a. Penyedia Barang / Jasa Lainya meliputi : Pelelangan Umum,
8 Langsung, Kontes/Sayembara
b. Pekerjaan Konstruksi meliputi : Pelelangan Umum, Pelelangan
Terbatas, Pemilihan Langsung, Penunjukan Langsung, Pengadaan
Langsung
c. Jasa Konsultansi meliputi : Seleksi Umum, Seleksi Sederhana,
Penunjukan Langsung, Pengadaan Langsung, Sayembara
Pengadaan barang dan jasa dikatagorikan menjadi 2 (dua) yaitu Non
Konsultansi dan Konsultansi.
Dari metode tersebut akan diadakan proses lelang dengan jadwal yang
telah ditetapkan oleh Panitia Pengadaan Barang dan jasa melalui Pokja ULP
Kabupaten Boyolali. Secara garis besar tahapan masing-masing metode
terangkum dalam Jadwal pengadaan sebagai berikut : Pengumuman,
pendaftaran dan pengambilan dokumen pengadaan, Pemberian Penjelasan,
Pemasukan dokumen penawaran, Pembukaan dokumen penawaran, Evaluasi
penawaran, Pengumuman pemenang, Masa sanggah, Penerbitan SPPBJ
Bila proses pemilihan penyedia barang dan jasa selesai dilaksanakan
oleh ULP/Pejabat Pengadaan sebagaimana tersebut diatas maka proses
berikutnya adalah pelaksanaan kontrak atau perjanjian antara pemerintah atau
sering disebut pihak pertama dalam hal ini di wakili oleh Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) untuk dan atas nama Pemerintah kabupaten Boyolali dengan
Pihak kedua yaitu Penyedia Barang dan Jasa
Proses pelaksanaan kontrak atau perjanjian ini menjadi tugas dan
kewenangan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), meliputi : Penunjukan
9
Kontrak/Perjanjian; Perubahan Kontrak/Perjanjian; Pembayaran Prestasi Kerja;
Penerapan Keadaan Kahar (bila terjadi); Pemutusan Perjanjian; Penyelesaian
perselisihan; Serah terima pekerjaan.
.
B. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi dalam pelaksanaan perjanjian
pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali
serta bagaimana cara mengatasinya.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah Penulis laksanakan dengan meneliti di
Pemerintah Kabupaten Boyolali, penulis akan menyajikan mengenai
hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perjanjian pengadaan barang/jasa di
Pemkab Kabupaten Boyolali, yakni sebagai berikut :
a. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perjanjian :
Pelaksanaan perjanjian antara kedua belah pihak masih banyak
dijumpai seperti:
1. Seringnya penyedia barang atau jasa menunda pekerjaan walaupun
Perjanjian kontrak telah ditanda tangani oleh kedua belah pihak
dan penyedia barang atau jasa telah menerima Surat Perintah Mulai
Kerja (SPMK) hal ini berakibat pada keterlambatan dalam
pelaksanaan pekerjaan. Menurut pejabat pembuat komitmen (PPK)
hal ini disebabkan keterbatasan sumber daya manusia yang
dimiliki oleh Penyedia jasa baik secara kuantitas maupun kualitas.
Sehingga substansi atau isi dari perjanjian tidak dipahami atau
tidak dimengerti oleh pihak penyedia jasa. dan salah satu dampak
10
akhir kontrak, dengan demikian kualitas hasil pekerjaan kurang
diperhatikan, asal mengejar target waktu dan menghindari denda.
2. Rekanan dalam pelaksanaan tidak mengacu pada Time
schedule/jadwal pelaksanaan yang telah disepakati dalam
perjanjian kontrak, hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan
diantaranya gambar atau Rencana Anggaran sering tidak sesuai
dengan kondisi dilapangan atau sulit diaplikasikan di lapangan
sehingga akan terjadi perubahan yang akhirnya akan berdampak
pada keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.
3. Disamping itu Penyedia Barang/jasa dalam pelaksanaannya,
menempatkan pelaksana dilapangan/pengawas tidak sesuai dengan
bidangnya baik latar belakang pendidikan maupun pengalaman
kerja sehingga menyebabkan kesulitan didalam menjabarkan
gambar ke realisasi lapangan, hal ini akan berdampak pada
keterlambatan penyelesaian pekerjaan
4. Pada pekerjaan rigid pavemen untuk pengecoran yang dilakukan
mendekati akhir waktu pelaksanaan biasanya masa pemeliharaanya
kurang diperhatikan sehingga lapis permukaan cepat mengelupas
karena beton belum umur sudah dilewati oleh kendaraan
5. Penyedia barang/jasa sering tidak meminta ijin secara resmi
kepada PPKom atau Pejabat Pembuat Komitmen apabila akan
memulai pekerjaan pasang, mengecor, pembersihan dan lain-lain.
Sesuai perjanjian yang telah disepakati atau aturan sebelum
11
dari Pejabat Pembuat Komitmen/PPK.
b. Upaya-upaya untuk mengatasi
1. Mengefektifkan pengawasan kepada penyedia barang dan jasa
untuk memperhatikan, mempelajari isi dari perjanjian, jadwal
waktu, serta memberikan syarat kepada rekanan agar dalam
menempatkan orang dalam mengawasi pekerjaan adalah
orang-orang yang mempunyai keahlian dibidangnya, seperti pegawasan
gedung memiliki keahlian dibidang gedung, arsitektur, pada
pekerjaan jalan dan jembatan memiliki bidang usaha bidang sipil.
2. Menegur dan membina pada rekanan untuk senantiasa
memperhatikan ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan
sesuai apa yang dipersyaratkan dalam kontrak perjanjian sehingga
kualitas hasil pekerjaan akan terjamin.
3. Mencermati dengan seksama antara gambar dan kenyataan
dilapangan dengan memanfaatkan kunjungan kelapangan di dalam
proses awal lelang yaitu setelah diadakan aanwijzing /pemberian
penjelasan kepada calon penyedia barang/jasa. Dengan demikian
dapat mensinkronkan antara gambar dan spek teknis yang
dipersyaratkan dengan kondisi riil dilapangan. Hal ini akan dapat
menghindari perubahan gambar atau spek secara signifikan.
4. Mengawasi dengan ketat dan melarang keras untuk tidak
mensubkontrakkan pekerjaan, bila tetap dilakukan maka diberikan
sanksi yang keras yaitu pemutusan kerja dan Badan usaha Jasa
12
5. Melakukan upaya-upaya sosialisasi berbagai peraturan perundang
undangan melalui asosiasi jasa kontruksi di kabupaten Boyolali,
dan mengefektifkan lembaga Pembina Jasa Konstruksi dalam
melakukan pembinaan, dengan melakukan pembinaan secara rutin,
13
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Daerah Kabupaten
Boyolali dimana anggarannya bersumber baik dari APBN maupun APBD
telah berpedoman pada Keppres No. 80 tahun 2003 dan Perpres No. 54 tahun
2010 yang telah beberapa kali diubah dan yang terakhir Perpres No. 70 tahun
2012, hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan pengadaan barang dan jasa
pemerintah yang lebih efisien, terbuka dan kompetitif yang dimaksudkan
agar ketersediaan barang dan jasa lebih terjangkau dan berkualitas sehingga
terjadi pelayanan publik yang semakin meningkat. Pengadaan barang dan
jasa berdasarkan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku dilakukan
dengan cara swakelola dan melalui penyedia barang dan jasa dengan proses
lelang.
2. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perjanjian
pengadaan barang dan jasadi Kabupaten Boyolali :
a. tidak atau kurang dipahaminya subtansi atau isi dari perjanjian, sehingga
akan berakibat tidak diketahuinya hak dan kewajibanya sebagaimana
tertuang dalam perjanjian. Hal ini akan berdampak pada kualitas/mutu
pelaksanaan pekerjaan, kurang tercapai tepat mutu, waktu dan sasaran.
b. kurang diberikannya kesempatan atau waktu yang cukup untuk
mempelajari isi dari perjanjian pekerjaan.
c. Penyedia barang tidak mempunyai kemampuan untuk mengkaji isi
14
3. Cara mengatasi Hambatan-hambatan tersebut adalah sebagai berikut :
a. memberikan waktu yang cukup untuk mempelajari isi yang tertuang
dalam perjanjian, sehingga akan mengetahui hak dan kewajiban yang
harus dilakukan.
b. setiap perjanjian untuk dikonsultasikan kepada ahli hukum sehingga
kualitas dapat tercapai dengan baik.
c. Melakukan upaya-upaya sosialisasi berbagai peraturan perundang
undangan melalui asosiasi jasa kontruksi di kabupaten Boyolali, dan
mengefektifkan lembaga Pembina Jasa Konstruksi dalam melakukan
pembinaan, dengan melakukan pembinaan secara rutin, berkala dan
berkesinambungan
B. Saran
Dari kesimpulan yang ada dan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat
dikemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat menjadi bahan pemikiran
guna memberikan saran bagi permasalahan yang dihadapi yaitu :
1. Diadakan sosialisasi peraturan tentang pengadaan barang dan jasa secara
intensif dan berkala kepada penyedia jasa melalui pembinaan badan
penyelenggara ijin usaha jasa konstruksi.
2. Mengikutsertakan personil untuk mengikuti Bimbingan Teknis pengadaan
barang dan jasa atau mengundang LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang Jasa Pemerintah) untuk memberikan bimbingan teknis kepada para
Aparatur pemerintah dan penyedia barang/jasa yang berkompeten di bidang
15
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Fuady, Munir. 2003. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum
Bisnis), PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.