• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDUKSI KETAHANAN TANAMAN BAWANG MERAH DENGAN BAKTERI ENDOFIT INDIGENUS TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI (Xanthomonas axonopodis pv allii).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INDUKSI KETAHANAN TANAMAN BAWANG MERAH DENGAN BAKTERI ENDOFIT INDIGENUS TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI (Xanthomonas axonopodis pv allii)."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

INDUKSI KETAHANAN TANAMAN BAWANG MERAH DENGAN BAKTERI ENDOFIT INDIGENUS TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI

(Xanthomonas axonopodis pv allii)

Oleh :

Yulmira Yanti*, Zurai Resti

*) Staf pengajar Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium dan rumah kaca yang dilaksanakan selama satu tahun. Tahapannya adalah sebagai berikut (1) Induksi ketahanan tanaman bawang merah terhadap penyakit hawar daun bakteri (2) Karakterisasi isolat bakteri endofitik terpilih.

(2)

PENDAHULUAN

Beberapa tahun terakhir ini tanaman bawang merah di Sumatrera Barat banyak diserang oleh bakteri Xanthomonas axonopodis pv. allii (Xaa) penyebab penyakit hawar daun bakteri. Xaa dapat menyerang semua umur tanaman. Hasil penelitian Resti et al (2007) Penyakit hawar daun bakteri telah tersebar di daerah sentra produksi bawang merah di Sumatera Barat. Persentase serangan mencapai 100 % di Kab. Solok dan 39,62 % di Kab. Agam. Menurut Schwart dan Gent (2006) kehilangan hasil (termasuk ukuran dan kualitas umbi) bisa mencapai 100 %, terutama bila kondisi lingkungan mendukung. Penyakit hawar daun bakteri ini dapat ditularkan melalui benih (seedborn patogen) dan selain menyerang bawang merah juga dapat menyerang bawang putih, bawang daun, dan bawang bombay (Raumagnac et al, 2004)

Informasi mengenai tindakan pengendalian penyakit ini di Indonesia masih terbatas, karena penyakit ini baru ditemukan. Penelitian mengenai pengendalian penyakit hawar daun bakteri yang efektif dan efisien sangat diperlukan agar dapat menekan perkembangan penyakit dan mengatasi penyebaran yang lebih luas.

(3)

Pengendalian hayati terhadap penyakit tanaman yang telah dikembangkan saat ini umumnya bersifat langsung terhadap patogen, yaitu melalui kompetisi, antibiosis atau parasit. Aspek lain yang perlu diteliti adalah potensi agen hayati dalam menginduksi ketahanan tanaman. Menurut Tuzun dan Kuc (1991) ketahanan tanaman dapat terinduksi dengan menginokulasi agen penginduksi sehingga dapat melindungi tanaman terhadap patogen dan mekanisme ini dikenal dengan imunisasi.

Pengendalian penyakit tanaman dengan menggunakan bakteri endofitik merupakan salah satu alternatif pengendalian yang ramah lingkungan, berkesinambungan dan dapat diintegrasikan dalam program pengendalian hama terpadu. Beberapa jenis bakteri endofitik ini disamping sebagai agen biokontrol, juga sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, dan mengimunisasi ketahanan tanaman terhadap patogen (Kloepper et al, 1999)

Bakteri endofitik adalah bakteri yang berada dalam jaringan tanaman atau dipermukaan tanaman dan keberadaan tanaman tersebut tidak menimbulkan kerusakan bagi tanaman atau tidak menimbulkan gejala apapun pada tanaman (Bandara et al, 2006). Bakteri endofitik dapat diisolasi dari bagian akar, batang, bunga, dan kotiledon. Bakteri dapat masuk melalui proses perkecambahan biji, akar-akar sekunder stomata, atau melalui kerusakan yang terjadi pada daun. Di dalam tanaman bakteri endofitik dapat terlokalisir pada bagian dimana bakteri tersebut mulai masuk atau menyebar ke bagian tanaman lainnya. Di dalam jaringan tanaman bakteri berada di dalam sel, diruang antar sel, atau dalam jaringan pembuluh (Zinniel et al, 2002).

Bakteri endofitik yang digunakan sebagai agen penginduksi diisolasi dari berbagai jenis tanaman bawang sehat yang berada di daerah endemik penyakit hawar daun bakteri. Isolat yang didapatkan tersebut diharapkan mampu menginduksi ketahanan tanaman bawang merah terhadap serangan Xaa. Beberapa isolat endofitik yang di dapatkan tersebut diasumsikan mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menginduksi ketahanan tanaman bawang merah, karena memiliki keragaman morfologi, fisiologi dan molekular.

(4)

2.) Mengetahui respon fisiologis tanaman bawang merah setelah diimunisasi dengan bakteri endofitik.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama merupakan uji induksi ketahanan tanaman bawang merah di rumah kaca. Tahap kedua merupakan penelitian laboratorium untuk mendapatkan karakter isolat bakteri endofit terpilih.

Tahap 1: Induksi ketahanan tanaman bawang merah terhadap penyakit hawar daun bakteri

Isolat bakteri endofitik indigenus

Isolat bakteri endofitik yang digunakan merupakan koleksi Resti (2008), yang di telah diisolasi dari berbagai daerah di Sumatera Barat. Isolat bakteri endofitik etrsebut berasal dari jaringan akar tanaman bawang merah sehat yang berada di sekitar tanaman yang terserang bakteri Xaa. Isolat bakteri endofitik di remajakan pada medium NA dan inkubasi selama 2 x 24 jam. Perbanyakan isolat dilakukan dengan cara mengkulturkan pada medium NB dan diinkubasi pada shaker selama 24 jam (preculture), satu ml biakan dari preculture dipindahkan ke dalam 50 ml medium NB dan diinkubasi pada shaker selama 2 x 24 jam (mainculture). Selanjutnya diaplikasikan pada benih bawang merah dengan cara direndam.

Isolasi dan identifikasi Bakteri potogen (Xaa)

(5)

Induksi Ketahanan Bawang merah dengan bakteri endofitik

Bibit bawang merah yang digunakan adalah varietas medan. Umbi bawang untuk bibit dicuci bersih, dipotong 1/3 bagian atas kemudian direndam dalam suspensi isolat bakteri endofitik dengan kepadatan inokulum 106 sel/ml selama 15 menit.

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 3 ulangan. Bibit tersebut ditaman pada campuran tanah dan pupuk kandang steril dalam polybag dan dipelihara di rumah kaca.

Tanaman bawang merah diinokulasi dengan Xaa pada umur 15 hari setelah aplikasi bakteri endofitik. Daun bawang dilukai dengan jarum, kemudian diinokulasi dengan Xaa (kepadatan inokulum 106 sel/ml). Peubah yang diamati adalah masa

inkubasi (hari), persentase serangan penyakti, pertumbuhan tanaman (tinggi, dan jumlah daun)

Tahap II: Karakterisasi isolat bakteri endofitik terpilih

Hormon tumbuh indole acetic acid (IAA)

Indole acetic acid (IAA) dari isolat bakteri dideterminasi dengan metoda kalorimeter Bric et al (1991). Bakteri dikulturkan dalam medium cair Kings B selama 2 x 24 jam pada shaker dengan kecepatan 200 rpm. Kultur disentrifus pada 7000 g selama 15 menit. Supernatan dipisahkan dari pelletnya, 2 ml supernatan ditambahkan dalam 4 ml reagent sowlkesky (1 ml FeCl3 dalam 49 ml perchloric acid 35 %)

dikocok, inkubasi selama 20-25 menit dan absorbannya ditentukan dengan spectrofotometri panjang gelombang 530 nm. Jumlah IAA yang dihasilkan dikalibrasikan menggunakan kurva IAA standar (10-100µg/ml)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap I : Induksi Ketahanan Tanaman Bawang Merah dengan Bakteri Endofit Indigenus

Isolat bakteri endofitik indigenus

(6)

Gram, reaksi Hipersensitif (HR) dan patogenisitas dapat dilihat pada tabel 1. Pada umumnya isolat endofit bersifat Gram + (72% Gram positif), dan isolat lainnya adalah Gram -, semua isolat bersifat HR negatif dan patogenisitas negatif, hal ini berarti isolat –isolat tersebut tidak tergolong patogen pada tanaman sehingga tidak berbahaya bila diintroduksikan pada tanaman bawang merah ataupun tanaman yang ada disekitar pertanaman bawang merah di lapangan. Sebaran dan bentuk koloni endofit dari perakaran bawang merah dapat dilihat pada gambar 1.

Tabel 1: Sifat-sifat isolat bakteri endofit dari daerah sentra bawang merah Sumatera Barat

No. Isolat Reaksi Gram Reaksi HR Patogenisitas

Kode Sumber

1. TL1E1.2 Alahan Panjang - -

-2. TL1E2.2 Alahan Panjang - -

-3. TL1E2.3 Alahan Panjang - -

-4. TL1E2.1 Alahan Panjang - -

-5. TL1E1.1. Alahan Panjang + -

-6. TP1E1.3 Alahan Panjang + -

-7. TP4E2.1 Alahan Panjang + -

-8. TP4E2.2 Alahan Panjang + -

-9. TP2E1.2 Alahan Panjang - -

-10. TP2E1.3 Alahan Panjang - -

-11. TP2E1.1 Alahan Panjang + -

-12. TP2E2.1 Alahan Panjang - -

-13. TP1E2.2 Alahan Panjang - -

-14. TP1E2.1 Alahan Panjang - -

-15 TP1E1.2 Alahan Panjang + -

-16. TP1E1.1 Alahan Panjang + -

-17. TP2E2.2 Alahan Panjang - -

-18. TP4E1.1 Alahan Panjang - -

-19. TL3E1.1 Alahan Panjang - -

-20. TL3E2.3 Alahan Panjang - -

-21. TL3E2.2 Alahan Panjang - -

-22. TL3E2.1 Alahan Panjang + -

-23. TP4E1.2 Alahan Panjang + -

-24. TL3EE1.2 Alahan Panjang + -

-25. TL2E2.3 Alahan Panjang + -

-26. TL2E2.2 Alahan Panjang + -

-27. TL2E2.1 Alahan Panjang + -

-28. TL2E1 Alahan Panjang + -

(7)

-30. TP3E1 Alahan Panjang + -

-31. RD1E1 Alahan Panjang + -

-32. RD1E2 Alahan Panjang + -

-33. RD2E1 Alahan Panjang + -

-34. RD2E2 Alahan Panjang + -

-35. JB1E1 Alahan Panjang - -

-36. JB1E2 Alahan Panjang + -

-37. JB1E3 Alahan Panjang - -

-38. PK2E1 Alahan Panjang + -

-39. PK2E2 Alahan Panjang - -

-40. PK2E3 Alahan Panjang - -

-41. PK2E4 Alahan Panjang + -

-42. ULG1E1 Alahan Panjang + -

-43. ULG1E2 Alahan Panjang - -

-44. ULG1E3 Alahan Panjang + -

-45. ULG1E4 Alahan Panjang - -

-46. LL1E1 Alahan Panjang + -

-47. LL1E2 Alahan Panjang + -

-48. LL1E3 Alahan Panjang + -

-49. STP1E1 Alahan Panjang - -

-50. STP1E2 Alahan Panjang + -

-51. STP1E3 Alahan Panjang - -

-52. STP1E4 Alahan Panjang + -

-53. STP1E5 Alahan Panjang - -

-54. PK1E1 Alahan Panjang + -

-55. PK1E2 Alahan Panjang + -

-56. PK1E3 Alahan Panjang + -

-57 PK1E4 Alahan Panjang + -

-58. PK1E5 Alahan Panjang + -

-59. STP2E1 Alahan Panjang + -

-60. STP2E2 Alahan Panjang + -

-61 JP1E1 Alahan Panjang + -

-62. JP1E2 Alahan Panjang + -

-63. SN1E4 Alahan Panjang + -

-64. SN1E3 Alahan Panjang - -

-65. SN2E2 Alahan Panjang + -

-66. LKE2 Alahan Panjang + -

-67. SN1E2 Alahan Panjang + -

-68. SN2E3 Alahan Panjang + -

-69. LKE1 Alahan Panjang + -

-70. SN1E1 Alahan Panjang - -

-71. SN2E1 Alahan Panjang + -

-72. SS2E1 Alahan Panjang + -

-73. PU1E3 Alahan Panjang + -

(8)

-75. PU2E2 Alahan Panjang + -

-76. PU2E1 Alahan Panjang + -

-77. BD1.1E1 Badorai + -

-78. BD1.1E2 Badorai + -

-79. BD1.2E1 Badorai + -

-80. BD1.2E2 Badorai + -

-81. BD1.2E3 Badorai + -

-82. BD1.2E4 Badorai + -

-83. BD1.3E1 Badorai + -

-84. BD1.3E2 Badorai + -

-85. BD1.3E3 Badorai + -

-86. BD2.1E1 Badorai + -

-87. BD2.1E3 Badorai + -

-88. BD2.2E1 Badorai + -

-89. BD2.2E2 Badorai + -

-90. BD2.2E3 Badorai - -

-91. BD2.3E5 Badorai + -

-92. BD2.3E6 Badorai + -

-93. BD3.1E1 Badorai + -

-94. BD3.1E2 Badorai + -

-95. BD4.1E1 Badorai + -

-96. BD4.1E2 Badorai + -

-97. BD4.2E1 Badorai + -

-Ket: : reaksi HR - : tidak menunjukkan reaksi HR

A B

(9)

Isolasi dan identifikasi Bakteri potogen (Xaa)

Hasil isolasi patogen penyebab penyakit hawar daun bakteri didapatkan morfologi koloni yang bulat, cembung, berlendir dan berwarna kuning, dengan sifat fisiologis Gram negatif, pektinase positif, uji pigmen xanthomonadin positif. Hasil uji morfologi dilihat pada tabel 2, dan sifat fisiologis bakteri Xaa tabel 3. Gambar koloni dapat dilihat pada gambar 2 dan pengujian fisiologis, HR dan patogenisitas pada gambar 3.

Tabel 2 : Hasil pengamatan morfologi koloni bakteri Xaa pada medium NGA

No. Morfologi koloni Hasil

1. 2. 3. 4.

Bentuk koloni Warna Permukaan koloni Penampang melintang koloni

Bulat (Regular) Kuning Berlendir cembung

Gambar 2 : Morfologi koloni Xaa pada medium NGA, Koloni pada medium NGA umur 5x 24 jam (A), morfologi satu koloni Xaa pada medium NGA (B)

Tabel 3: Hasil Pengujian sifat fisiologis, reaksi HR dan patogenisitas Xaa

No. Sifat Fisiologis Hasil pengujian

1. 2. 3. 4. 5.

Uji Gram Pektinase

Pigmen xanthomonadin Uji HR

Patogenisitas

(10)

Hasil pengujian patogenisitas isolat Xaa hasil isolasi menunjukkan adanya gejala hawar daun bakteri. Gejala awal yang nampak adalah water soaking (kebasahan) pada ujung daun diikuti perubahan warna jadi kuning, bercak kecil yang kemudian meluas menjadi hawar (gambar 3).

A B C D Gambar 3: Uji fisiologis, Reaksi HR dan Patogenisitas Xaa, Uji Gram (A), Uji pektinase (B), Uji HR (C), Uji patogenisitas (D)

Induksi Ketahanan Bawang merah dengan bakteri endofitik

(11)

Tabel 4: Hasil Pengamatan persentase serangan dan efektivitas penekanan penyakit HDB pada bawang merah yang diintroduksi dengan isolat endofit

(12)

43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. ULG1E1 ULG1E2 ULG1E3 ULG1E4 LL1E1 LL1E2 LL1E3 STP1E1 STP1E2 STP1E3 STP1E4 STP1E5 STP2E1 STP2E2 JP1E1 JP1E2 PK2E3 Kontrol 14,63 13,58 12,5 0,42 0,65 0,86 21,14 1,35 1,27 1,56 16,05 29,03 1, 34 15,83 1,93 13,83 11,54 41,96 65,13 67,63 70,21 98,99 98,45 97,95 49,62 96,78 96,97 96,28 61,74 30,81 96,81 62,27 95,40 67,04 72,49 0,00

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan isolat endofit indigenus sangat tinggi untuk menurunkan serangan penyakit hawar daun bakteri di rumah kaca, dibandingkan hasil penelitian yang mengintroduksikan beberapa jenis agen induser lain, seperti penggunaan Pseudomonas fluorescens dapat menurunkan serangan Bean Common Mosaic Potyvirus (BCMV) pada kacang buncis dari 50% (pada tanaman kontrol) menjadi 10% (Kumar et al, 2005). Introduksi b4 isolat Pseudomonas sp. dari tanah supresif (suppresive soil) pada areal pertanaman pigeon pea menunjukkan kemampuan menghambat perkembangan nematoda dan menurunkan indeks penyakit layu (Shiddiqui dan Shakeel, 2006).

(13)

A B

Gambar 4 : Perbandingan tanaman yang diintroduksi dengan isolat endofit dan kontrol. Tanaman kontrol yang bergejala HDB (A), Tanaman yang diintroduksi endofit tidak menunjukkan gejala penyakit (umur 30 hst) (B).

Disamping dapat menekan serangan penyakit isolat endofit juga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil pengamatan kemampuan isolat endofit dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman ditunjukkan pada tabel 5. Tidak semua isolat endofit mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman bawang merah dibandingkan dengan tanaman kontrol (yang bernilai minus tidak mampu meningkatkan pertumbuhan) Peningkatan pertumbuhan berkisar antara 1,50 – 33,08 % untuk tinggi tanaman dan 2,54 – 71,83 % untuk jumlah daun. Peningkatan tertinggi terdapat pada tanaman bawang merah yang diintroduksi dengan isolat ULG1E1 terhadap tinggi tanaman dan isolat LL1E1 terhadap jumlah daun. Kondisi ini hampir sama dengan kemampuan bakterisida copper hydroxide, disamping menekan perkembangan penyakit HDB juga mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman (Gent dan Schwartz, 2005).

Tabel 5: Pertumbuhan tanaman bawang merah setelah diintroduksi dengan isolat endofit indigenus

No. Kode Isolat Tinggi Tanaman (cm) Efektivitas (%) Jumlah daun (Helai)

Efektivitas (%) 1.

2. 3. 4. 5. 6.

TL1E2 TL1E3 TL1E4 TL1E5 TL2E1 TL2E2

34,5 36 35 33,88 34,75 35

3,76 8,27 5,26 1,89 4,51 5,26

16,5 20,5 21,25

20 19,25

26

(14)
(15)

53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60.

STP1E4 STP1E5 STP2E1

STP2E2 JP1E1 JP1E2 PK2E3 Kontrol

39 43,75 38,67 39 43,75

36 35,75 33,25

17,29 31,58 16,30 17,29 31,58 8,27 7,52 0,00

27 20,67

27,5 30 23,75

23,5 26 17,75

52,11 16,45 54,93 69,01 33,80 32,39 46,48 0,00

Kemampuan PGPR dalam memacu pertumbuhan tanaman telah banyak dilaporkan antara lain Burkhoderia sp galur PsJN tergolong efektif memacu pertumbuhan kentang (Frommel et al, 1991), sayuran (Nowak et al, 1995), dan anggur (Ait Barka et al, 2000). Pseudomonas galur F113, SBW25 dan CHAO mampu meningkatkan berat pucuk ercis (masing-masing 20%, 22%, dan 35%); galur Q2-87, SBW 25 dan CHAO meningkatkan berat akar (14%, 14% dan 52%). Galur SBW25 dan CHAO meningkatkan panjang akar (19%, dan 69%) dan meningkatkan jumlah akar lateral (14% dan 29%) (Naseby et al, 2001).

Kemampuan meningkatkan hasil tanaman oleh kelompok PGPR telah banyak dilaporkan, antara lain, peningkatan hasil gandum setelah diintroduksi dengan 3 isolat Plant Promoting Bioprotectant Rhizobacteria (PGPBR) sama dengan perlakuan kimia iprodione + thiram, P. putida biotipe A dan P. putida biotipe B menunjukkan peningkatan hasil oleh PGPBR bervariasi dari 18-22% di Posso Fundo dan 27-28% di Pato Branco (Luz, 2001). Hasil percobaan rumah kaca pada tanaman kentang yang diperlakukan dengan bakteri menunjukkan peningkatan hasil mencapai 500%, sedangan pada percobaan lapangan menurun sampai kurang dari 20%. Peningkatan hasil sampai 20% saja sudah merupakan impian bagi pemulia tanaman (plant breeder) (Merriman, 1975).

(16)

Tahap II: Karakterisasi isolat bakteri endofitik terpilih

Hormon tumbuh indole acetic acid (IAA)

Hasil pengukuran kadar IAA pada 10 isolat endofit dengan kemampuan induksi terbaik dari percobaan tahap I disajikan pada tabel 6. Pada tabel 6 menunjukkan pada sepuluh isolat endofit indigenus terpilih yang diuji semuanya menghasilkan IAA dengan kandungan IAA hampir sama. Konsentrasi IAA ke sepuluh isolat endofit tersebut berkisar antara 0,239 - 0,242 ppm. Adanya kandungan IAA pada isolat endofit indigenus terpilih tersebut ditunjukkan dengan perubahan warna larutan menjadi merah. Maira (2000) menyatakan bahwa isolat rhizobacteria yang dapat menghasilkan IAA akan mengalami perubahan warna menjadi merah setelah suspensi isolat bakteri tersebut direaksikan dengan reagent salkowsky. Hasil pengujian kandungan IAA ditampilkan pada gambar 5.

Tabel 6. Konsentrasi IAA yang dihasilkan oleh isolat endofit terpilih No. Kode Isolat Konsentrasi IAA (ppm)

1. ULG1E4 0,242

2. LL1E1 0,241

3. LL1E2 0,241

4. PK1E1 0,241

5. PK1E3 0,241

6. RD2E2 0,240

7. STP1E1 0,240

8. STP1E2 0,240

9. STP1E3 0,240

10. STP2E1 0,239

A B

(17)

Kesepuluh isolat endofit terpilih hasil dari percobaan tahap I mampu menghasilkan hormone IAA yang merupakan hormone tumbuh yang berfungsi dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis mikroba yang diisolasi dari tanah dapat menghasilkan hormone tumbuh secara in vitro yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman antara lain indole acetic acid (IAA) (Klement et al, 1990). Informasi terbaru menyatakan bahwa Pseudomonas fluorescens yang bersifat endofit pada perakaran padi mampu memfiksasi Nitrogen (Centre for microbial ang plant genetic 2006).

KESIMPULAN

Hasil pengujian kemampuan induksi dari 59 isolat bakteri endofit indigenus menunjukkan bahwa tidak semua isolat mampu menekan serangan penyakit HDB dan meningkatkan pertumbuhan tanaman bawang merah. Kemampuan isolat bakteri endofit indigenus dalan menekan serangan penyakit bisa mencapai 98,99% . Hasil seleksi didapatkan 10 isolat bakteri endofit indigenus terpilih yang mempunyai kemampuan penekanan penyakit terbaik yaitu isolat RD2E2, PK1E1, PK1E3, ULG1E4, LL1E1, LL1E2, STP1E1, STP1E2, STP1E3, STP2E1. Isolat endofit indigenus terpilih menghasilkan IAA dengan konsentrasi antara 0,23 – 0,24 ppm.

Ucapan Terimakasih

Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan No : 126a/H.16/PL/HB.PHB/IV/2009.

Daftar Pustaka

AAK, 1998. Pedornan Bertanam. Kanisius. Yogyakarta

Agrios, G. N. 1997. Plant Pathology. 4th edition. Academic Press Inc.tSan Diego-New

York-Boston-Lon don -Syd ney-Tokyo-Toronto.

(18)

Bandara, W.M.M.S, G. Seneviratne, S.A. Kulasooriya., 2006. Interaction among endophytic bacteria and fungi; effects and potensials. J. Biosci 31 (5). Indian Academy and Sciences.

Centre for microbial and plant genetics. 2006. Plant growth promoting rhizobacteria dan biodegradasi. Katolike Universiteit Leuwen, Netherland.

Cook, R. J., Baker, K. F., 1989. The nature and practice of biological control of plant pathogens. APS Press. St. Paul Minnesota.

Gent, D. H., Schwart, H. F., Ishimaru, C.A., Louws, F. J., Cramer, R. A., dan Lawrence C. B. 2004. Polyphasic Charaterizion of Xanthomonas Strain Onion. Phytophatology. 94: 184 -195.

Hallmann, J., A.Q. Hallman, W.g. Miller , R.A. Sikora. And S.E. Lindow. 2001. Endophytic colonization of plants by the biocontrol agent Rhizobium etii G12 in relation to Meloidogyne incognita infection. Biological control vol. 91., No.4, 415-422.

ldris, H. 1998. Pengujian beberapa varietas bawang merah (Allium cepa L.form ascalonicum) terhadap perkembangan penyakit doivny milcleiv yang disebabkan oleh Peronospora destructor (Berk) Casp. Skripsi Fak. Pertanian Univ. Andalas Padang.

-Kloepper, J.W., Leong, J.,Teintze, M. and Scrhorth,M. N. Enhanced plant growth by sideophores produced by platrit growth promting rhizobacteria. Nature. 1980, 286:885-886

Kumar, A., Anandaraj, M., and Sarma, Y. R. 2005. Fthizome solarization and microwave treatmGent: ecoffiendly methods for disinfecting ginger seed rhizomes. Hal. 185195. In: Bacterial wilt disease and the Ralsionia solanucearum species complex. C. Allen, P. Prior, A. C. Hayward. eds. APS Press St. Paul, Minnesota USA.

Lelliot, R. A., and Stead, D. A. 1987. Methods for the diagnosis of bacterial disease on plant. 2nd Ed. Oxford, Blackwell Sci. Pub[.

Nejad. P., and Johnson, P. A. 2000. Endophytic bacteria induce growth prornotion and wilt disease suppression in oilseed rape and tomato. Biological Conlrol. 18: 2008-215

Nunez, J. J. Gilbertson, R. L. Meng,X. Davis,R.M. 2002. First Report of Xanthomonas Leaf Blight of Onion in California. Plant Diseases. 86:330

(19)

Resti, Z., Yanti, Y., Rahma, H. 2007. Distribusi Penyakit Hawar Daun Bakteri Pada tanaman Bawang (Xanthomonas axonopodis pv allii) Sebagai Penyakit Baru di Sumatera Barat. Laporan Penelitian DIPA Unand. Universitas Andalas. Padang.

Resti, Z. Reflin, Husna, R. 2005. Tingkat Serangan Penyakit Hawar Daun Bakteri Disebabkan oleh Xanthononas axonopodis pv allii Pada Beberapa Jenis Tanaman Bawang ( Allium sp). Laporan Penelitian DIPA Unand 2005. Universitas Andalas. Padang.

Roumagnac, P., 1. Gagnevin, L Gardan, L Sutra, C Manceau, E.R Dickstein. 2003. Polyphasic Characterization of Xanthomonas Isolated From Onion, Garlic, and Welsh Onion (Allium spp.) and Their Relatedneess to DefferGent Xanthomonas Species. Intemasional Journal of Systematic and Evalutranary Microbiology htt/Plantpath if as. Ufi.edu./fame/PDF DocumGents/Polyphasic.pdf.

Roumagnac, P., Pruvost, 0., Chiroleu, F., dan Hughes, H. 2004. Spatial ann Temporal Analysis of Bacterial Blight of Onion Caused By Xanthomonas axonopodis pv allii. Phytophatology. 94 : 138 - 146.

Schaad N.W, Jones J.B, Chun W. 2001. Laboratory Guide for Identification of Plant. Pathogenic Bacteria. St Paul: The American Phytopatology Society.

Schwartz, 11. F., dan Otto, K. 2000. First Report Of a Leaf Blight Of Onion Caused By Xanthomonas campestris in Colorado. Plant Dis.84:922

Tuzun, S and J. KLIC. 1991. Plant Immunization an Alternative to Pesticides for Control of Plant Disease in the Greenhouse and Field. Proc. Of the International Seminar" Biological Control ol'Plant Disease and Virus Vector" Food and Fertilizer tech CGentre for the Asian and Pacific Region.

Weller, D. M. 1988. Biological control of soilborne plant pathogens i,i the rhizosphere with bacteria. AIM. Rev. Phylol-w1hol. 26: 379-407.

Gambar

Tabel 1: Sifat-sifat isolat bakteri endofit dari daerah sentra bawang merah               Sumatera Barat
Gambar 1: Sebaran dan bentuk koloni bakteri endofit pada medium NA dari sampelperakaran  tanaman  bawang  Alahan  Panjang  (A)
Tabel 3: Hasil Pengujian sifat fisiologis, reaksi HR dan patogenisitas Xaa
Gambar 3: Uji fisiologis, Reaksi HR dan Patogenisitas Xaa, Uji Gram (A), Uji                   pektinase (B), Uji HR (C), Uji patogenisitas (D)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Papan rangkaian yang terbuat dari bahan Phenolik tidak boleh digunakan pada. frekuensi di atas 10 MHz, karena akan mengakibatkan kerugian

Fokus dari penelitian ini adalah untuk merumuskan suatu desain didaktis berdasarkan learning obstacle yang ditemukan pada siswa dalam konsep luas daerah

“Terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor fisik (tinggi badan, berat badan, panjang lengan, panjang tungkai, tinggi duduk, lingkar lengan,

The present study has revealed the ways in which the western author represents the non-western culture in the novel Gardens of Waters using the theoretical

Model yang digunakan untuk menjelaskan penerimaan sistem e-learning adalah Technology Acceptance Model (TAM) dengan menggunakan 5 konstruk utama dalam TAM.Jenis data

Penerapan pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi dapat meningkatkan Meningkatkatkan Prestasi Belajar Siswa Tentang Konsep Listrik pada mata pelajaran

Menurut Halim (1999:85) “modal kerja adalah aktiva-aktiva jangka pendek yang digunakan untuk kepentingan sehari-hari pada suatu perusahaan.” Menurut Dwi (2010:111) “modal kerja

(http://properti.kompas.com/read). Maka dari itu Hotel Alila Ubud harus selalu mengelola kawasan hotel dengan tetap menjaga keindahan alam sekitarnya. Selain pengelolaan yang