• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - SINTESIS DAN KARAKTERISASI BIOSELULOSA�KITOSAN SERTA PEMANFAATANNYA DALAM BIDANG MEDIS Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - SINTESIS DAN KARAKTERISASI BIOSELULOSA�KITOSAN SERTA PEMANFAATANNYA DALAM BIDANG MEDIS Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan Kitosan 4.1.1Penyiapan Perlakuan Sampel

Langkah awal yang dilakukan dalam proses isolasi kitin adalah dengan

membersikan cangkang kepiting yang masih mentah dan cangkang kepiting yang

sudah matang (sudah melalui proses pemanasan) dari kotoran dan sisa-sisa daging

yang masih menempel pada cangkang. Setelah cangkang kepiting telah bersih dari

kotoran dan sisa daging, kemudian cangkang tersebut dikeringkan di bawah sinar

matahari sampai kering.

Pengeringan cangkang kepiting dilakukan untuk mengurangi kadar air

pada yang terdapat pada cangkang yang sudah dibersihkan sehingga cangkang

kepiting lebih awet dan mempermudah dalam penyimpanan. Setelah cangkang

kepiting kering, kemudian ditumbuk hingga halus dan dilakukan penyaringan

hasil tumbukan dengan penyaring ukuran 75 μm. Tujuan dari penumbukan ini

untuk memperluas permukaan cangkang kepiting sehingga proses isolasi kitin

bisa dilakukan secara maksimal dengan larutan pengekstrak sehingga lebih cepat

bereaksi.

4.1.2 Isolasi Kitin

(2)

Tabel 4.1. Data pembuatan kitosan dari cangkang kepiting mentah dan cangkang

Deproteinasi 34,7511 35,0371

Demineralisasi 15,336 14,427

Deasetilasi 9,329 6,532

Tahap deproteinasi merupakan proses penghilangan protein yang terdapat

pada cangkang kepiting dengan menggunakan larutan NaOH. Pada penelitian ini

menggunakan larutan NaOH 3,5% dengan suhu sebesar 75 oC selama 2 jam

dengan perbandingan berat cangkang kepiting dan volume pengekstrak sebesar

1:10 (w/v) karena didapatkan nilai yang paling optimim (kwarty Sri RS). Dalam

proses ini terjadi perubahan warna pada cangkang kepiting yang awalnya

berwarna putih agak gelap menjadi agak terang, hal ini disebabkan karena larutan

NaOH bersifat korosif sehingga dapat merusak zat warna pada cangkang kepiting.

Ion Na+ dari NaOH akan mengikat ujung rantai-rantai dari protein yang

bermuatan negatif dan akan terekstrak dalam bentuk Na-proteinat. Reaksi yang

terjadi pada proses deproteinasi adalah:

Serbuk kulit kepiting + NaOH(aq) serbuk kulit bebas protein + Na-proteinat

Produk yang diperoleh pada tahap deproteinasi ini disebut dengan crude

kitin atau kitin kasar. Dari 50,0113 gram cangkang kepiting mentah diperoleh

crude kitin sebesar 34,7511 gram, terjadi pengurangan massa sebesar 30,513%

dan untuk 50,0147 gram cangkang kepiting matang dperoleh crude kitin sebesar

(3)

pada tahap ini disebabkan adanya protein yang terkandung dalam cangkang

kepiting larut dalam pereaksi.

Tahap selanjutnya adalah tahap demineralisasi, yaitu proses penghilangan

senyawa anorganik atau mineral yang terkandung dalam cangkang kepiting.

Proses penghilangan mineral pada crude kitin menggunakan larutan HCl 2N

dengan cara memasukkan crude kitin sedikit demi sedikit sambil diaduk karena

proses pemisahan mineral ini akan terbentuk gas CO2 yang berupa

gelembung-gelembung udara yang terbentuk pada saat crude kitin dimasukkan dalam larutan

HCl 2N pada suhu kamar selama 30 menit dengan perbandingan crude kitin dan

volume pengekstrak sebesar 1:15 (w/v).

Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini diperoleh 15,336 gram kitin

dari 34,7511 gram crude kitin dari cangkang mentah, terjadi pengurangan massa

sebesar 55,869% dan diperoleh pula 14,4271 gram kitin dari 35,0371 gram crude

kitin dari cangkang matang, terjadi pengurangan massa sebesar 58,823%. Adanya

pengurangan massa pada proses demineralisasi disebabkan mineral-mineral

tersebut larut dalam pereaksi yang kemudian dihilangkan dalam pencucian.

(4)

4.1.3 Transformasi Kitin menjadi Kitosan

Proses transformasi kitin menjadi kitosan yang lebih sering dikenal dengan

tahap deasetilasi ini menggunakan larutan NaOH 60% selama 2 jam pada suhu

110 oC. Penggunaan NaOH kosentrasi tinggi karena kitin tahan terhadap proses

deasetilasi karena unit sel kitin berstruktur kristalin dan juga adanya ikatan

hidrogen yang meluas antar atom nitrogen dengan gugus karboksil tetangganya.

Pemanasan suhu tinggi bertujuan untuk memisahkan atau memutuskan ikatan

antara gugus asetil dengan atom nitrogen sehingga berubah menjadi gugus amina

(-NH2), reaksi dalam proses ini adalah reaksi hidrolisis, warna kitosan dari hasil

deasetilasi ini berwarna lebih putih dari pada kitin.

Gambar 4.2. Kitosan

Dalam penelitian ini diperoleh 9,329 gram kitosan dari 15,336 gram kitin

cangkang mentah, terjadi pengurangan massa sebesar 39,169% dan diperoleh juga

6,532 gram kitosan dari 14,4271 gram kitin cangkang matang, terjadi

pengurangan massa sebesar 54,724%. Terjadi pengurangan massa pada proses

deasetilasi ini disebabkan adanya gugus asetil yang putus dan terlarut dalam

(5)

4.1.4 Karakteristik Kitin dan Kitosan

4.1.4.1 Uji kelarutan terhadap asam asetat 0,75%

Untuk mengetahui bahwa produk yang dihasilkan dari proses deasetilasi

kitin tersebut adalah kitosan, maka dilakukan dahulu uji yang paling sederhana

yaitu dengan melarutkan hasil deasetilasi tersebut dalam larutan asam asetat

0,75%. Apabila tidak larut maka dapat dipastikan bahwa produk yang dihasilkan

bukan kitosan tetapi masih kitin.

Kelarutan kitosan pada larutan asam asetat encer disebabkan karena gugus

amina (-NH2) yang terdapat pada kitosan terprotonasi oleh asam asetat menjadi

ion amina bermuatan positif (-NH3+). Gugus amina pada kitosan akan membentuk

suatu garam ammonium asetat (Fesseden, 1995). Karena itu semakin tinggi

derajat deasetilasi dari kitosan, maka kelarutannya dalam asam asetat encer juga

akan semakin tinggi.

4.1.4.2 Analisa Spektroskopi IR

Uji Spektrokopi IR dilakukan di Laboratorium Polimer Fakuktas Teknik

Kimia Universitas Surabaya (UBAYA) menggunakan alat Spektrokopi tipe Buck

Scientific 500, alat ini mempunyai sensitifitas daerah serapan 4000-600 cm-1 .

Sejumlah sampel digerus bersama KBr dengan perbandingan 1:10 (w/w).

Digunakan KBr karena sel tempat cuplikan dari sampel harus terbuat dari

bahan-bahan yang tembus terhadap sinar infra merah, seperti NaCl dan KBr. Campuran

kemudian di press dengan menggunakan alat pengepres pada tekanan 10 torr

(6)

bentuk spektrum yang menggambarkan besarnya nilai % transmitan dan bilangan

gelombang untuk kitosan dari cangkang mentah, seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 4.3 di bawah ini.

Gambar 4.3. Spektrum IR kitosan dari cangkang mentah

Dari spektrum IR di atas terlihat tajam yang khas pada gugus karboksil

amida pada daerah 1653,09 cm-1 dan terdapat pita serapan untuk (-N-H) pada

1584,13 cm-1, menunjukkan adanya gugus amida. Selain itu juga terdapat puncak

pita serapan gugus hidroksil (-O-H) pada daerah 3446,21 cm-1. Perhitungan

derajat deasetilasi menggunakan spektra IR ditentukan dengan absorbansi dari

gugus amida dan OH.

Dari hasil penelitian berdasarkan analisis spektra IR dengan menggunakan

metoda base-line, maka didapatkan nilai perhitungan untuk derajar deasetilasi dari

kitosan dari cangkang mentah sebesar 81,829%

(7)

Sedangkan gambar spektrum IR untuk kitosan dari cangkang matang akan

ditunjukan pada Gambar 4.4 dibawah ini.

Gambar 4.4. Spectrum IR kitosan dari cangkang matang

Dari spektrum IR di atas terlihat tajam yang khas pada gugus karboksil amida

pada daerah 1652,78 cm-1 dan terdapat pita serapan untuk (-N-H) pada 1583,62

cm-1, menunjukkan adanya gugus amida. Selain itu juga terdapat puncak pita

serapan gugus hidroksil (-O-H) pada daerah 3446,03 cm-1. Perhitungan derajat

deasetilasi menggunakan spektra IR ditentukan dengan absorbansi dari gugus

amida dan OH.

Dari hasil penelitian berdasarkan analisis spektra IR dengan menggunakan

metoda base-line, maka didapatkan nilai perhitungan untuk derajar deasetilasi dari

kitosan dari cangkang matang sebesar 71,899 %.

(8)

Standar nilai untuk derajat deasetilasi kitosan adalah DD>70%. Derajat

deasetilasi menentukan banyaknya gugus asetil yang telah dihilangkan selama

proses transformasi dari kitin menjadi kitosan. Semakin besar derajat deasetilasi,

maka kitosan akan semakin aktif karena semakin banyak gugus amina yang

menggantikan gugus asetil, dimana gugus amina lebih reaktif bila dibandingkan

dengan gugus asetil karena adanya pasangan elektron bebas pada atom nitrogen

dalam struktur kitosan.

4.2 Pembuatan Bioselulosa 4.2.1 Bioselulosa tanpa Kitosan

Pembuatan Bioselulosa dengan media nira siwalan dengan penambahan

sukrosa sebesar 10 gram sebagai sumber glukosa serta urea 0,5 gram sebagai

katalis diasamkan dengan asam asetat hingga pH = 4 serta dipanaskan selama 15

menit, kemudian didinginkan hingga suhu kamar setelah itu diberikan bakteri

Acetobacter Xylinum. Masa fermentasi selama 8 hari, setelah 3 hari penambahan

bakteri timbul lapisan tipis pada permukaan media yang merupakan pelikel yang

akan menjadi Bioselulosa. Proses terbentuknya bioselulosa merupakan isomerisasi

glukosa yang berasal dari sukrosa akibat rangkaian aktifitas bakteri Acetobacter

Xylinum, yang mana langkah-langkah pembentukan Bioselulosa tersebut

digambarkan pada Gambar 4.5, sedangkan untuk reaksi umum terbentuknya

(9)

Gambar 4.5. Tahapan sintesis Bioselulosa dari sukrosa

Gambar 4.6. Reaksi sintesis Bioselulosa

4.2.2 Bioselulosa-Kitosan

Dalam media yang sudah dimodifikasi terhadap sukrosa dengan variasi

kitosan (1 g; 2 g; 3 g; 4 g dan 5 g) setelah ditambahkan starter acetobacter

xylinum difermentasi selama 8 hari. Terbentuk pelikel pada permukaan media

setelah 3 hari dan pelikel itu lebih tipis dari pada pelikel yang terjadi pada

bioselulosa tanpa kitosan, hal ini terjadi karena adanya interaksi antara

Bioselulosa dengan kitosan yang terbukti pada pengujian yang dilakukan.

Interaksi ini secara hipotesis digambarkan pada Gambar 4.7 di bawah ini. C12H22O11

Sukrosa CGlukosa 6H12O6

+

CFruktosa 6H12O5

Glukosa-6-fospat Glukosa-1-fospat

(10)

Gambar 4.7. Interaksi Bioselulosa dengan Kitosan

Gugus NH2 pada kitosan melalui dipol-dipol dan gugus –OH pada Bioselulosa

melakukan interaksi sehingga terbentuk Bioselulosa-kitosan yang akan terlihat

dari karakteristik FTIR, uji tarik, uji swelling dan rata permukaan dari

Bioselulosa-kitosan tersebut.

4.3 Karakterisasi Bioselulosa-Kitosan 4.3.1 Analisa Spektrokopi IR

Dari analisa ini bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi yang terbentuk

akibat dari pencampuran antara Bioselulosa dengan variasi kitosan, spektrum

interaksi antara bioselulosa dengan kitosan dapat dilihat pada Gambar 4.8 sampai

(11)

Gambar 4.8. Spektrum IR Bioselulosa tanpa kitosan

Gambar 4.9. Spektrum IR Bioselulosa dengan 1 gram kitosan

(12)

Gambar 4.10. Spektrum IR Bioselulosa dengan 2 gram kitosan

Gambar 4.11. Spektrum IR Bioselulosa dengan 3 gram kitosan

(13)
(14)

Analisis spektroskopi IR yang di dapat dari berbagai variasi massa kitosan

dapat dilihat bahwa adanya interaksi antara bioselulosa dengan kitosan, hal ini

terbukti adanya perubahan serapan yang terjadi pada numberwave 2000-500

dengan serapan yang berbeda-beda. Pada serapan daerah bilangan gelombang

1740-1630 cm-1 menunjukkan adanya gugus karbonil (C=O)amida, sedangkan

pada pita serapan daerah bilangan gelombang 1400 cm-1 memperkuat adanya

gugus C-N amida, pada pita serapan 1300-1000 cm-1 menunjukkan adanya gugus

cincin eter siklik (piranosa) dan ikatan eter (glikosida). Pita serapan pada daerah

gelombang 800-666 cm-1 dihasilkan dari kibasan gugus N-H.

Hasil di atas dapat memberikan identifikasi pada biosellulosa tanpa kitosan

tidak menunjukan adanya pita serapan yang menunjukkan adanya gugus C-N

amida pada bilangan gelombang 1400 cm-1. Sedangkan untuk bioselulosa-kitosan

dengan variasi dari massa kitosan dapat menunjukkan adanya pita serapan pada

bilangan gelombang 1400 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus C-N amida

walaupun serapan itu kecil.

Perubahan bilangan panjang gelombang pada bioselulosa-kitosan terjadi

karena pergeseran antara panjang gelombang pada bioselulosa dengan panjang

gelombang pada kitosan sehingga terjadi pemendekan dari panjang gelombang

menyebabkan energi dari bioselulosa-kitosan tersebut semakin besar, itu sesuai

dengan kekekalan energi bahwa energi berbanding terbalik dengan panjang

gelombang, penambahan besarnya energi tersebut kemungkinan timbul karena

(15)

4.3.2 Uji Ketebalan Bioselulosa-Kitosan

Uji ketebalan pada sampel dilakukan dengan menggunakan Coating

Thickness Gauge tipe TT 210. Ketebalan Bioselulosa-Kitosan pada variasi

komposisi massa kitosan. dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan dibuat grafik dan

ditunjukkan pada Gambar 4.14.

(16)

Pembuatan bioselulosa-kitosan diawali dengan proses fermentasi dari

bakteri Acetobacter Xylinum yang nantinya akan mempolimerisasi dari

glukosa-glukosa yang berasal dari sukrosa dan fermentasi ini akan muncul pelikel pada

permukaan media yang merupakan hasil kinerja dari bakteri tersebut.

Berdasarkan Tabel 4.1, Bioselulosa-kitosan dengan variasi komposisi massa

kitosan mempunyai ketebalan yang berbeda. Pada Bioselulosa-kitosan dengan

variasi penambahan massa kitosan 0 gram, 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5

gram memberikan nilai ketebalan 104 μm; 97 μm; 69 μm; 53,5 μm; 47,5 μm dan

42 μm, ketebalan Bioselulosa-Kitosan menurun seiring dengan peningkatan

penambahan massa kitosan.

Hal diatas dapat dijelaskan bahwa penambahan variasi massa kitosan

menyebabkan penghambatan kegiatan dari bakteri acetobacter xylinum dalam

proses isomerisasi dari bioselulosa karena adanya reaksi pengikatan dari kitosan

yang bereaksi dengan bioselulosa, proses itu terlihat saat terjadi pelikel pada

media terbentuk berbeda-beda yang mana bioselulosa tanpa kitosan lebih cepat

terbentuk dari pada pelikel yang terbentuk dalam media yang ditambahkan dengan

variasi massa kitosan, semakin banyak massa kitosan yang ditambahkan dalam

media pembuatan bioselulosa semakin tipis bioselulosa-kitosan yang terbentuk.

4.3.3 Uji Tarik Bioselulosa-Kitosan

Data dari hasil uji tarik Bioselulosa-Kitosan digunakan untuk memperoleh

nilai kuat tarik (Ultimate Tensile Strength) dan elongation at break

(17)

massa kitosan dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan ditunjukkan grafik pada Gambar

4.15 dan Gambar 4.16.

(18)

Gambar 4.16. Pengaruh variasi komposisi massa kitosan terhadap kuat tarik bioselulosa-kitosan

Pada bioselulosa yang terdiri dari hanya Bioselulosa tanpa penambahan

massa kitosan terlihat bahwa nilai elongasinya adalah 15,87302 % sedangkan

pada penambahan massa kitosan sebesar 1 gram terjadi penurunan nilai elongasi

menjadi 12,29508 %. Pada penambahan variasi massa kitosan sebesar 2 gram, 3

gram, 4 gram dan 5 gram memberikan nilai elongasi sebesar 6,451613 %;

3,278689 %; 1,5625 % dan 1,439024 %. Penambahan massa kitosan 1 gram

sampai 5 gram diperoleh nilai elongasi yang semakin menurun terkecuali pada

penambahan massa kitosan pada 5 gram naik sedikit dari massa kitosan sebesar 4

gram, tetapi nilai elongation dari beberapa bioselulosa-kitosan tersebut masih jauh

dari nilai elongation dari bioselulosa tanpa kitosan. Hal tersebut membuktikan

adanya pengaruh penambahan massa kitosan yang dapat mempengaruhi nilai

mekanik untuk menurunkan nilai elongasi dari bioselulosa-kitosan selain sebagai

penambahan keaktifan dari bioselulosa itu sendiri. Besarnya elongation

(19)

menentukan keuletan (ductility) suatu material, bila nilainya mendekati nol maka

material tersebut merupakan material yang rapuh.

Penurunan nilai elongasi bioselulosa-kitosan terjadi karena molekul

hidroksil dari bioselulosa berikatan dengan gugus amida pada kitosan, sehingga

terjadi interaksi difusi dimana sifat dasar dari bioselulosa yang mempunyai

elongation yang tinggi akan menurun seiring dengan banyaknya massa kitosan

yang diberikan. Perubahan nilai elongasi itu dipengeruhi oleh gaya yang diberikan

pada bahan itu sedangkan penambahan massa mengakibatkan perubahan dari gaya

pada bioselulosa-kitosan sehingga nilai elongation akan berubah seiring dengan

perubahan gaya dan perubahan gaya dipengaruhi dari variasi massa dari kitosan

yang diberikan.

Interaksi tersebut mempunyai gaya interaksi yang cukup kuat antara

bioselulosa dengan kitosan sehingga molekul kitosan berdifusi kedalam rantai

polimer bioselulosa. Hal ini kitosan akan berada diantara rantai polimer

(bioselulosa) dan mempengaruhi mobilitas rantai yang dapat mempengaruhi nilai

dari elongationnya sampai batas kompatibilitas (sifat yang menguntungan ketika

terjadi pencampuran polimer) rantai.

Kekuatan tarik merupakan kekuatan tegangan maksimum bahan untuk

menahan tegangan yang diberikan. Kekuatan suatu bahan dipengaruhi oleh ikatan

kimia penyusunnya. Ikatan kimia yang kuat tergantung pada jumlah ikatan

molekul dan jenis ikatannya (seperti ikatan kovalen, ion, hidrogen dan Van der

(20)

affinitas. Affinitas merupakan fenomena dimana atom atau molekul tertentu

memiliki kecenderungan untuk bersatu atau berikatan.

Pada bioselulosa-kitosan dengan komposisi variasi penambahan massa

kitosan 0 gram, 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram, memberikan nilai

kuat tarik 3.151,92 N/cm2; 6.472,16 N/cm2; 9.269,5 N/cm2; 11.876,64 N/cm2;

8.400 N/cm2 dan 7.976,19 N/cm2. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa

semakin banyak penambahan variasi massa kitosan dapat mempengaruhi dari sifat

tarikan dari bahan tersebut. Adanya perubahan nilai tarik dari bioselulosa-kitosan

dengan penambahan massa kitosan 3 gram memberikan nilai kuat tarik yang

maksimum, hal ini membuktikan bahwa penambahan dapat mempengaruhi sifat

kuat tarik juga. Perubahan kuat tarik diperkirakan juga karena perubahan gaya

yang diberikan dan perubahan gaya karena disebabkan oleh perubahan massa

kitosan yang ditambahkan pada bioselulosa-kitosan.

4.3.4 Uji Morfologi Bioselulosa-Kitosan

Uji morfologi bioselulosa-kitosan dilakukan dengan menggunakan

mikroskop optik. Uji ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

bioselulosa-kitosan yang terdiri dari campuran bioselulosa dengan penambahan variasi

komposisi massa kitosan terhadap struktur penampang atas bioselulosa-kitosan.

Struktur penampang atas bioselulosa-kitosan yang terdiri dari campuran

bioselulosa dan variasi komposisi kitosan, tanpa penambahan kitosan ditunjukkan

pada Gambar 4.17(a), sedangkan variasi komposisi massa kitosan 1 gram sampai

(21)

Gambar 4.17. Hasil uji mikroskop optik permukaan atas bioselulosa-kitosan dengan variasi massa kitosan (a) 0 gram, (b) 1 gram, (c) 2 gram,

(a) (b)

(c) (d)

(22)

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa pada penampang atas

bioselulosa-kitosan yang terdiri dari campuran bioselulosa yang bersumber pada

sukrosa tanpa penambahan variasi massa kitosan menunjukkan struktur

permukaan yang cerah dan banyaknya kerutan-kerutan. Bioselulosa-kitosan

dengan penambahan massa kitosan 3 gram menunjukkan struktur permukaan yang

rata dan kerutan kecil dan homogenitas yang tinggi bila dibandingkan dengan

yang lain. Pada bioselulosa-kitosan dengan penambahan variasi komposisi

massakitosan menunjukkan adanya struktur yang berbeda.

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa kitosan bekerja

dengan cara melekatkan dirinya sendiri pada gugus amida di antara rantai-rantai

bioselulosa pada gugus hidroksil. Terjadi hal lain ketika bioselulosa tanpa

penambahan kitosan menunjukkan pada penampang atas dari bioselulosa-kitosan

terdapat banyak kerutan dan permukaan tidak merata yang ditunjukkan dengan

serat-serat, untuk penambahan massa kitosan sebesar 1 gram dan 2 gram pada

bioselulosa menunjukkan adanya ikatan antara kitosan dengan bioselulosa tetapi

ikatan kitosan tidak merata sehingga masih ada gelembung udara yang masih

terikat. Sedangkan untuk penambahan massa kitosan sebesar 4 gram dan 5 gram

pada bioselulosa terlalu berlebihan sehingga terlalu banyak kitosan yang

mengumpul sehingga permukaan dari bioselulosa-kitosan tidak merata. Hal ini

terjadi karena penambahan massa kitosan yang melewati taupun kurang dari batas

sehingga molekul kitosan yang kurang ataupun berlebih berada pada fase

(23)

bioselulosa-kitosan semakin terlihat tidak merata. Hal tersebut berpengaruh pada

sifat mekanik dan ketahanan bioselulosa-kitosan yang berbeda.

4.3.5 Uji Swelling Bioselulosa-Kitosan

Uji penyerapan terhadap air (swelling) dilakukan untuk mengetahui

pengaruh variasi massa kitosan pada bioselulosa terhadap % air yang diserap

bioselulosa-kitosan. Semakin sedikit air yang diserap maka semakin besar daya

tahan bioselulosa-kitosan terhadap air, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan

ditunjukkan pada grafik Gambar 4.18.

Tabel 4.4. Data pengukuran penyerapan (swelling) terhadap air, bioselulsa-kitosan pada variasi komposisi massa kitosan.

(24)

Gambar 4.18. Pengaruh variasi komposisi massa kitosan terhadap penyerapan (swelling) terhadap air, bioselulosa-kitosan.

Dari data gambar di atas dapat di lihat bahwa semakin banyak penambahan

massa kitosan semakin kecil penyerapan yang terjadi. Pada bioselulosa tanpa

kitosan terjadi penyerapan sebesar 273,697%, sedangkan penyerapan

bioselulosa-kitosan dengan penambahan 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram

mempunyai persentasi penyerapan sebesar 254,852%; 68,7337%; 59,1472%;

45,858% dan 17,4817%. Dari hasil yang diperoleh bahwa penambahan variasi

massa kitosan penyebabkan menurunnya penyerapan terhadap air karena sifat dari

kitosan itu sendiri yang merupakan menolak air, sehingga pengikatan pada air

tidak terlalu banyak. Hal ini membuktikan adanya pengikatan antara bioselulosa

dengan kitosan dan juga dapat memberikan sifat daya tahan bahan terhadap air,

Gambar

Gambar 4.1. Kitin
Gambar 4.2. Kitosan
Gambar 4.3. Spektrum IR kitosan dari cangkang mentah
Gambar 4.4. Spectrum IR kitosan dari cangkang matang Page 1/1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan ibu dalam menstimulasi perkembangan psikososial otonomi ini dapat meningkat secara signifikan dengan pertemuan penyuluhan kesehatan dilakukan lebih dari

Hasil akhir penelitian ini diharapkan alat peraga resonansi dan efek doppler berbasis soundcard pc/laptop dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar

Dengan ini kami mengundang perusahaan saudara untuk megikuti Klarifikasi Penawaran Paket Pekerjaan PEMBANGUNAN BP3K KECAMATAN PINOGU yang Insya Allah akan diadakan pada

Bullying berasal dari kata bahasa inggris bully yang artinya gertak, menggertak, atau mengganggu sedangkan makna luas dari bullying (Riauskina, Djuwita, dan Soesetio

Berbeda dengan binatang, tingkah laku manusia sangat fleksibel. Hal ini terjadi karena kemampuan dari manusia untuk belajar dan beradaptasi dengan apa yang telah dipelajarinya.

Assalamu’alaikum Wr. Puji syukur bagi Allah SWT, dengan nama-Nya langit ditinggikan dan bumi dihamparkan. Allah pemilik segala kemuliaan, keagungan, kekuatan, dan

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan berupa hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi.Prasyarat yang harus

Suatu pakaian atau trend mode dapat menjadi sarana bagi seorang remaja untuk dapat lebih diterima oleh teman – teman sebayanya dan seseorang yang pakaiannya tidak sesuai dengan