2.1
Konsep Perencanaan Dan Pelaksanaan Program
Ditjen Cipta Karya
Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan
berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta
Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan
amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan
pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota
perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan,
pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.
Gambar 2.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan
infrastruktur Bidang Cipta Karya, yang membagi amanat pembangunan
infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu amanat
penataan ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan direktif presiden,
amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya
dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan
iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan pendudukperkota an,
pengarusutamaan gender, serta green economy. Disamping isu umum, terdapat
juga permasalahan dan potensi pada masingmasing daerah, sehingga dukungan
seluruh stakeholders pada penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya sangat
Gambar 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
2.2
Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang
Cipta Karya
Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan
nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi,
mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh
sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat
kebijakan pembangunan nasional.
2.2.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arahdan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara
bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan
Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan
penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan
terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor
terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan
jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan
kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan
(demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sector
sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.
Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka
Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan
sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset
management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan
kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3)
penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan
profesional, dan (4)penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam
pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.
Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata
dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat
untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan
lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan
prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan
prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang
bersifat komersial.
Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap
tahapan RPJMN, yaitu:
RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan
melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih
meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam
pengembangan perumahan dan permukiman.
RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh
masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan
Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman
kumuh.
RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud
kota tanpa permukiman kumuh.
2.2.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014
RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosialyang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat Dalam rangka
pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai
dengan UUD 1945 Pasal 28 H, pemerintah memfasilitasi penyediaan
perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan
dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air
minum, air limbah, persampahan dan drainase.
Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur
permukiman pada periode 2010-2014, yaitu:
Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air
minum non-perpipaan terlindungi 38 %.
Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga
akhir tahun 2014, yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat (off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kota sebesar 5%
maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 %
serta penyediaan akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site) yang layak bagi 90% total penduduk.
Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah perkotaan.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan
diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air
minum dan sanitasi yang memadai, melalui:
menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah,
memastikan ketersediaan air baku air minum,
meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman,
meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan
air limbah, dan pengelolaan persampahan,
meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi,
meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,
Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS),
Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan
infrastruktur,
meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,
mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.
2.2.3 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia MP3EI (Perpres No. 32 Tahun 2011)
Dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional 2005 – 2025 dan untuk melengkapi dokumen perencanaan guna
meningkatkan daya saing perekonomian nasional yang lebih solid, diperlukan
adanya suatu masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi
Indonesia yang memiliki arah yang jelas, strategi yang tepat, fokus dan terukur.
Berdasarkan pertimbangan, maka perlu ditetapkan Peraturan Presiden tentang
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Gambar 2.2 Kedudukan MP3EI dalam Konteks Perencanaan
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, maka
ditetapkan Peraturan Presiden tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, yang selanjutnya disebut MP3EI.
MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung
sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 dan melengkapi
dokumen perencanaan.
MP3EI tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. MP3EI berfungsi sebagai :
Acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non kementerian
untuk menetapkan kebijakan sektoral dalam rangka pelaksanaan
percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia di bidang tugas
masing, yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis
masing-masing kementerian/lembaga pemerintah non kementerian sebagai bagian
Acuan untuk penyusunan kebijakan percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi Indonesia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota
terkait.
MP3EI dapat menjadi acuan bagi badan usaha dalam menanamkan
modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Koordinasi pelaksanaan MP3EI dilakukan oleh Komite Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, yang selanjutnya disebut KP3EI.
KP3EI mempunyai tugas:
Melakukan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan MP3EI
Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan MP3EI
Menetapkan langkah-langkah dan kebijakan dalam rangka penyelesaian
permasalahan dan hambatan pelaksanaan MP3EI.
MP3EI digagas untuk mempercepat dan memperluas pembangunan
ekonomi melalui pengembangan 8 program utama, yang terdiri atas pertanian,
pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, dan telematika, serta
pengembangan kawasan strategis. Kedelapan program tersebut dibagi lagi ke
Gambar 2.3 Kegiatan Ekonomi Utama
Sedangkan strategi pengembangan 22 kegiatan ekonomi tersebut adalah
mengintegrasikan tiga elemen utama, meliputi:
Pengembangan potensi ekonomi wilayah di 6 Koridor Ekonomi Indonesia,
yaitu: Koridor Ekonomi Sumatera, Koridor Ekonomi Jawa, Koridor Ekonomi
Kalimantan, Koridor Ekonomi Sulawesi, Koridor Ekonomi Bali–Nusa
Tenggara, dan Koridor Ekonomi Papua–Kepulauan Maluku;
Memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi secara lokal dan
terhubung secara global (locally integrated, globally connected);
Memperkuat kemampuan SDM dan IPTEK nasional untuk mendukung
pengembangan program utama di setiap koridor ekonomi.
Dengan demikian pertumbuhan ekonomi akan makin terarah karena
kegiatan ekonomi) dan berlangsung lintas wilayah di 6 koridor, terkoneksi, dan
terintegrasi. Pada gilirannya strategi tersebut diharapkan menunjang penguatan
kapasitas SDM dan penguasaannya terhadap pengembangan IPTEK.
Gambar 2.4 Tema Pembangunan Masing Masing Koridor Ekonomi
Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan
pertumbuhan ekonomi 7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI
yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut
pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan
masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI).
Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur
permukiman pada KPI Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan
tersebut. Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah adalah
satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau
terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK.
Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan
evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor
Gambar 2.5 Koridor Ekonomi Indonesia (KEI)
(Sumber ; Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025)
Di dalam Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) Kabupaten Pacitan tidak termasuk dalam Kawasan Perhatian
Investasi (KPI). Pengembangan MP3EI difokuskan pada Kawasan Perhatian
Investasi (KPI) yang diidentifikasikan sebagai satu atau lebih kegiatan ekonomi
atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor
konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah
identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra
produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.
Penetapan Lokasi Kawasan Perhatian Investasi (KPI) Koridor Jawa Berdasarkan
Arahan Perpres Nomor 32 Tahun 2011 adalah;
Tabel 2.1 Penetapan Lokasi Kawasan Perhatian Investasi (KPI)
NO KORIDOR KPI
1 Koridor Ekonomi (KE) Sumatera Sei Mangkei, Tapanuli Selatan, Dairi Dumai, Tj Api-Api – Tj Carat, Muaraenim – Pendopo, Palembang Prabumulih, Bangka Barat, Babel, Batam, Bandar Lampung, Lampung
Timur, Besi Baja Cilegon 2 Koridor Ekonomi (KE) Jawa Banten, DKI Jakarta, Karawang
Bekasi, Purwakarta, Cilacap, Surabaya
Gresik, Lamongan, Pasuruan 3 Koridor Ekonomi (KE) Bali – Nusa
Tenggara
Badung, Buleleng, Lombok Tengah, Kupang, Sumbawa Barat, Aegela,
NO KORIDOR KPI
(Sumber ; Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025)
Pengembangan Koridor Ekonomi Jawa mempunyai tema Pendorong
Industri dan Jasa Nasional. Selain itu, strategi khusus Koridor Ekonomi Jawa
adalah mengembangkan industri yang mendukung pelestarian daya dukung air
dan lingkungan.
Secara umum, Koridor Ekonomi Jawa memiliki kondisi yang lebih baik di
bidang ekonomi dan sosial, sehingga Koridor Ekonomi Jawa berpotensi untuk
berkembang dalam rantai nilai dari ekonomi berbasis manufaktur ke jasa.
Koridor ini dapat menjadi benchmark perubahan ekonomi yang telah sukses
berkembang dalam rantai nilai dari yang sebelumnya fokus di industri primer
menjadi fokus di industri tersier, sebagaimana telah terjadi di Singapura,
Shenzen dan Dubai.
Koridor Ekonomi Jawa memiliki beberapa hal yang harus dibenahi,
antara lain:
Tingginya tingkat kesenjangan PDRB dan kesenjangan kesejahteraan di
antara provinsi di dalam koridor;
Pertumbuhan tidak merata sepanjang rantai nilai, kemajuan sektor
manufaktur tidak diikuti kemajuan sektor-sektor yang lain;
Kurangnya investasi domestik maupun asing;
Kurang memadainya infrastruktur dasar.
Fokus pembangunan ekonomi Koridor Ekonomi Jawa adalah pada
kegiatan ekonomi utama makananminuman, tekstil, dan peralatan transportasi.
Selain itu terdapat pula aspirasi untuk mengembangkan kegiatan ekonomi
Gambar 2.7 Peta Investasi Koridor Ekonomi Jawa
(Sumber ; Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025)
Tabel 2.2 Aglomerasi Indikasi Investasi
2.2.4 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan
Indonesia (MP3KI)
Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu
diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk
itu, telah ditetapkan MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan
diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan
memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di
semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan
kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi
utama, yaitu:
Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh,
terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan
goncangan,
Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga
dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang,
Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood)
masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di
tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek.
Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan
penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan
program pemberdayaan masyarakat (PNPMPerkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas,
Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.
Ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi menciptakan kesenjangan,
ketidakstabilan dan meluasnya ketidaksejahteraan. Sehingga, membuat
pemerintah merasa perlu untuk melengkapi master plan pertumbuhan ekonomi
dengan master plan pengurangan kemiskinan agar dunia seimbang
(equilibrium). Master plan tersebut adalah Master Plan Percepatan dan
Perluasan Pengurangan Kemiskinan (MP3KI), yang bertujuan memeratakan
pertumbuhan ekonomi dalam mengurangi kesenjangan.
MP3KI adalah affirmative action, sehingga pembangunan ekonomi yang
terwujud tidak hanya growth, tetapi juga Poor, job dan
Substansi yang melatarbelakangi perluasan pengurangan kemiskinan
melalui MP3KI dapat dirangkum dalam 9 alasan, yaitu:
Pertumbuhan penduduk yang besar (bisa jadi potensi, bisa juga jadi
tantangan)
Lahan usaha petani dan nelayan makin terbatas
Peluang dan pengembangan usaha si miskin amat terbatas
Urbanisasi memperparah kemiskinan perkotaan (slum and squatter)
Rendahnya kualitas SDM usia muda
Rendahnya penyerapan kerja sector industri
Masih banyak daerah terisolir dengan akses pelayanan dasar yang rendah
Belum tersedianya jaminan sosial yang komprehensif
Masih terjadi marjinalisasi penduduk miskin, cacat, illegal, berpenyakit
kronis, dsb.
Gambar 2.8 Kerangka Desain MP3KI
Tahapan Pelaksanaan MP3KI
Periode 2013-2014:
Percepatan pengurangan kemiskinan untuk mencapai target 8% - 10%
Perbaikan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.
Pada kantong-kantong kemiskinan, sinergi lokasi dan waktu, serta
perbaikan sasaran (seperti : Program Gerbang Kampung di Menko
Kesra);
Sustainable livelihood penguatan kegiatan usaha masyarakat miskin,
termasuk membangun keterkaitan dengan MP3EI;
Terbentuknya BPJS kesehatan pada tahun 2014 .
Periode 2015 – 2019:
Transformasi program-program pengurangan kemiskinan;
Peningkatan cakupan, terutama untuk Sistem Jaminan Sosial menuju
universal coverage;
Terbentuknya BPJS Tenaga Kerja;
Penguatan sustainable livelihood.
Periode 2020-2025:
Pemantapan sistem penanggulangan kemiskinan secara terpadu;
Sistem jaminan sosial mencapai universal coverage.
Gambar 2.10 Kolaborasi MP3EI dengan MP3KI
Gambar 2.11 Sinergi MP3EI dan MP3KI Dalam Pengembangan Lingkungan
2.2.5 Kawasan Ekonomi Khusus
UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi
penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan
berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan
ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di
samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan
perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat
mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga
menunjang kegiatan ekonomi di KEK.
Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu
dilaksanakan pembangunan perekonomian nasional berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Sesuai dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam
rangka demokrasi ekonomi, diperlukan keberpihakan politik ekonomi yang lebih
memberikan kesempatan dan dukungan pada usaha mikro, kecil, menengah
(UMKM), dan koperasi dan sekaligus memberikan manfaat bagi industri dalam
negeri. Berkaitan dengan hal itu, dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
disediakan lokasi bagi UMKM dan koperasi agar dapat mendorong terjadinya
keterkaitan dan sinergi hulu hilir dengan perusahaan besar, baik sebagai Pelaku
Usaha maupun sebagai pendukung Pelaku Usaha lain.
Dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi nasional,
diperlukan peningkatan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang
memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis. Kawasan tersebut
dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan
kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pengembangan KEK
bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model
terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain
industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan
pekerjaan.
Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Khusus diatur dengan Undang-Undang. Ketentuan tersebut menjadi dasar
hukum perlunya diatur kebijakan tersendiri mengenai KEK dalam suatu
Undang-Undang.
Ketentuan KEK dalam Undang-Undang ini mencakup pengaturan fungsi,
bentuk, dan kriteria KEK, pembentukan KEK, pendanaan infrastruktur,
kelembagaan, lalu lintas barang, karantina, dan devisa, serta fasilitas dan
kemudahan.
KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan
fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Fungsi KEK adalah
untuk melakukan dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa,
industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos
dan telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lain. Sesuai dengan hal tersebut,
KEK terdiri atas satu atau beberapa Zona, antara lain Zona pengolahan ekspor,
logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, dan energi yang
kegiatannya dapat ditujukan untuk ekspor dan untuk dalam negeri.
Kriteria yang harus dipenuhi agar suatu daerah dapat ditetapkan sebagai
KEK adalah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, tidak berpotensi
mengganggu kawasan lindung, adanya dukungan dari pemerintah
provinsi/kabupaten/kota dalam pengelolaan KEK, terletak pada posisi yang
strategis atau mempunyai potensi sumber daya unggulan di bidang kelautan
dan perikanan, perkebunan, pertambangan, dan pariwisata, serta mempunyai
batas yang jelas, baik batas alam maupun batas buatan.
Untuk menyelenggarakan KEK, dibentuk lembaga penyelenggara KEK
yang terdiri atas Dewan Nasional di tingkat pusat dan Dewan Kawasan di
tingkat provinsi. Dewan Kawasan membentuk Administrator KEK di setiap KEK
untuk melaksanakan pelayanan, pengawasan, dan pengendalian
operasionalisasi KEK. Kegiatan usaha di KEK dilakukan oleh Badan Usaha dan
Pelaku Usaha.
Fasilitas yang diberikan pada KEK ditujukan untuk meningkatkan daya
saing agar lebih diminati oleh penanam modal. Fasilitas tersebut terdiri atas
fasilitas fiskal, yang berupa perpajakan, kepabeanan dan cukai, pajak daerah
perizinan, keimigrasian, investasi, dan ketenagakerjaan, serta fasilitas dan
kemudahan lain yang dapat diberikan pada Zona di dalam KEK, yang akan
diatur oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam hal pengawasan, ketentuan larangan tetap diberlakukan di KEK,
seperti halnya daerah lain di Indonesia. Namun, untuk ketentuan pembatasan,
diberikan kemudahan dalam sistem dan prosedur yang ditetapkan oleh
Pemerintah dengan tetap mengutamakan pengawasan terhadap kemungkinan
penyalahgunaan atau pemanfaatan KEK sebagai tempat melakukan tindak
pidana ekonomi.
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, diharapkan terdapat satu
kesatuan pengaturan mengenai kawasan khusus di bidang ekonomi yang ada di
Indonesia dengan memberi kesempatan kepada Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang Menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4775) untuk diusulkan menjadi KEK, baik
dalam jangka waktu maupun setelah berakhirnya jangka waktu yang telah
ditetapkan. Dengan berlakunya Undang-Undang ini, tidak terjadi lagi
pembentukan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
2.2.6 Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan
Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program
semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki peranan
penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih
untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan masyarakat perkotaan.
Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam
peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta
pengurangan permukiman kumuh.
Untuk lebih memfokuskan pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan,
dan untuk kesinambungan serta penajaman Prioritas Pembangunan Nasional
sebagaimana termuat dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang
Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, maka
diinstruksikan kepada para menteri dan seluruh pimpinan lembaga yang
berwenang untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas,
fungsi dan kewenangan masing-masing, dalam rangka pelaksanaan
program-program pembangunan yang berkeadilan, yang meliputi program-program :
Program pro rakyat, memfokuskan pada :
Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga
Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
masyarakat
Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha
mikro dan kecil
Program keadilan untuk semua, memfokuskan pada :
Program keadilan bagi anak
Program keadilan bagi perempuan
Program keadilan di bidang ketenagakerjaan
Program keadilan di bidang bantuan hukum
Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan
Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan
Program pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), memfokuskan
pada :
Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan
Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua
Program penurunan angka kematian anak
Program kesehatan ibu
Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya
Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup
Program pendukung percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan
Milenium
Dari ke tiga program pembangunan tersebut, program pembangunan di
bidang Cipta Karya tertuang didalam program pencapaian Tujuan Pembangunan
Milenium. Adapun program-program pembangunan bidang Cipta Karya yang
tertuang didalam Rencana tindak upaya pencapaian Tujuan Pembangunan
Milenium dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.3 Rencana Tindak Upaya Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium
No. Program Tindakan Sasaran Keluaran
1. Program limbah melalui sistem off-site
Terlayaninya kawasan dengan infrastruktur air limbah melalui sistem on-site
*) keluaran dapat disesuaikan berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan secara berkala
2.3
Peraturan Perundangan Terkait Bidang PU/CK
Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi
peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU No. 7 tahun 2008 tentang Sumber
Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan.
2.3.1 UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal28H ayat (1) menyebutkan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat. Tempat tinggal mempunyai peran yang sangat strategis dalam
pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya
membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif
sehingga terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar
bagi setiap manusia, yang akan terus ada dan berkembang sesuai dengan
tahapan atau siklus kehidupan manusia.
Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat
mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di
dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh
wilayah Indonesia. Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, idealnya
rumah harus dimiliki oleh setiap keluarga, terutama bagi masyarakat yang
berpenghasilan rendah dan bagi masyarakat yang tinggal di daerah padat
penduduk di perkotaan. Negara juga bertanggung jawab dalam menyediakan
dan memberikan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat melalui
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman serta keswadayaan
masyarakat. Penyediaan dan kemudahan perolehan rumah tersebut merupakan
satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang, kehidupan ekonomi, dan
social budaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan
dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang bertumpu
pada masyarakat memberikan hak dan kesempatan seluas-luasnya bagi
masyarakat untuk ikut berperan. Sejalan dengan peran masyarakat di dalam
pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, Pemerintah dan
pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk menjadi fasilitator,
penelitian dan pengembangan yang meliputi berbagai aspek yang terkait, antara
lain, tata ruang, pertanahan, prasarana lingkungan, industri bahan dan
komponen, jasa konstruksi dan rancang bangun, pembiayaan, kelembagaan,
sumber daya manusia, kearifan lokal, serta peraturan perundang-undangan
yang mendukung.
Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:
Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau dalam
lingkungan yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana, dan
utilitas umum secara berkelanjutan serta yang mampu mencerminkan
kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia
Ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk
pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan
hunian perkotaan dan perdesaan
Mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata
ruang serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna
Memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatan negara
Mendorong iklim investasi asing.
Sejalan dengan arah kebijakan umum tersebut, penyelenggaraan
perumahan dan permukiman, baik di daerah perkotaan yang berpenduduk
padat maupun di daerah perdesaan yang ketersediaan lahannya lebih luas perlu
diwujudkan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pengelolaannya.
Pemerintah dan pemerintah daerah perlu memberikan kemudahan perolehan
rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui program perencanaan
pembangunan perumahan secara bertahap dalam bentuk pemberian
kemudahan pembiayaan dan/atau pembangunan prasarana, sarana, dan
utilitas umum di lingkungan hunian.
Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman tidak hanya
melakukan pembangunan baru, tetapi juga melakukan pencegahan serta
pembenahan perumahan dan kawasan permukiman yang telah ada dengan
melakukan pengembangan, penataan, atau peremajaan lingkungan hunian
perkotaan atau perdesaan serta pembangunan kembali terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh. Untuk itu, penyelenggaraan perumahan dan
pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan belanja daerah, lembaga
pembiayaan, dan/atau swadaya masyarakat. Dalam hal ini, Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat perlu melakukan upaya pengembangan
sistem pembiayaan perumahan dan permukiman secara menyeluruh dan
terpadu.
Di samping itu, sebagai bagian dari masyarakat internasional yang turut
menandatangani Deklarasi Rio de Janeiro, Indonesia selalu aktif dalam
kegiatan-kegiatan yang diprakarsai oleh United Nations Centre for Human
Settlements. Jiwa dan semangat yang tertuang dalam Agenda 21 dan Deklarasi
Habitat II adalah bahwa rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan
menjadi hak bagi semua orang untuk menempati hunian yang layak dan
terjangkau (adequate and affordable shelter for all). Dalam Agenda 21
ditekankan pentingnya rumah sebagai hak asasi manusia. Hal itu telah sesuai
pula dengan semangat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Pengaturan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman, mendukung penataan dan
pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui
pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata
ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR,
meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan
perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di
lingkungan hunian perkotaan maupun lingkungan hunian perdesaan, dan
menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan
berkelanjutan.
Penyelenggaraan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan
pemerataan kesejahteraan rakyat, yang meliputi perencanaan perumahan,
pembangunan perumahan, pemanfaatan perumahan dan pengendalian
Salah satu hal khusus yang diatur dalam undang-undang ini adalah
keberpihakan negara terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam
kaitan ini, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memenuhi kebutuhan
rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan memberikan kemudahan
pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan
pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan. Kemudahan
pembangunan dan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah
itu, dengan memberikan kemudahan, berupa pembiayaan, pembangunan
prasarana, sarana, dan utilitas umum, keringanan biaya perizinan, bantuan
stimulan, dan insentif fiskal.
Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan
wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh,
terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Penyelenggaraan
kawasan permukiman tersebut bertujuan untuk memenuhi hak warga negara
atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan
teratur serta menjamin kepastian bermukim, yang wajib dilaksanakan sesuai
dengan arahan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan
berkelanjutan.
Undang-undang perumahan dan kawasan permukiman ini juga
mencakup pemeliharaan dan perbaikan yang dimaksudkan untuk menjaga
fungsi perumahan dan kawasan permukiman agar dapat berfungsi secara baik
dan berkelanjutan untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup orang
perseorangan yang dilakukan terhadap rumah serta prasarana, sarana, dan
utilitas umum di perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan
permukiman. Di samping itu, juga dilakukan pengaturan pencegahan dan
peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh
yang dilakukan untuk meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan
masyarakat penghuni perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Hal ini
dilaksanakan berdasarkan prinsip kepastian bermukim yang menjamin hak
setiap warga negara untuk menempati, memiliki, dan/atau menikmati tempat
tinggal, yang dilaksanakan sejalan dengan kebijakan penyediaan tanah untuk
2.3.2 UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
Pembangunan nasional untuk memajukan kesejahteraan umum
sebagaimana dimuat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada hakekatnya
adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan,
kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu masyarakat
Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila.
Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya,
mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak,
perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Oleh karena itu,
penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan
dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk
mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, serta
seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.
Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang.
Oleh karena itu dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada
pengaturan penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam
penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi
persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung, serta harus
diselenggarakan secara tertib.
Undang-undang tentang Bangunan Gedung mengatur fungsi bangunan
gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung,
termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada
setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran
masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan, dan
ketentuan penutup.
Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas
kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung
dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan
Masyarakat diupayakan untuk terlibat dan berperan secara aktif bukan
hanya dalam rangka pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung untuk
kepentingan mereka sendiri, tetapi juga dalam meningkatkan pemenuhan
persyaratan bangunan gedung dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung
pada umumnya.
Perwujudan bangunan gedung juga tidak terlepas dari peran penyedia
jasa konstruksi berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa
konstruksi baik sebagai perencana, pelaksana, pengawas atau manajemen
konstruksi maupun jasa-jasa pengembangannya, termasuk penyedia jasa
pengkaji teknis bangunan gedung. Oleh karena itu, pengaturan bangunan
gedung ini juga harus berjalan seiring dengan pengaturan jasa konstruksi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan diberlakukannya undang-undang ini, maka semua
penyelenggaraan bangunan gedung baik pembangunan maupun pemanfaatan,
yang dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh
pemerintah, swasta, masyarakat, serta oleh pihak asing, wajib mematuhi
seluruh ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang tentang Bangunan
Gedung.
Dalam menghadapi dan menyikapi kemajuan teknologi, baik informasi
maupun arsitektur dan rekayasa, perlu adanya penerapan yang seimbang
dengan tetap mempertimbangkan nilai-nilai sosial budaya masyarakat setempat
dan karakteristik arsitektur dan lingkungan yang telah ada, khususnya
nilai-nilai kontekstual, tradisional, spesifik, dan bersejarah.
Pengaturan dalam undang-undang ini juga memberikan ketentuan
pertimbangan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia yang
sangat beragam. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah terus mendorong,
memberdayakan dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat
memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini secara bertahap sehingga
jaminan keamanan, keselamatan, dan kesehatan masyarakat dalam
menyelenggarakan bangunan gedung dan lingkungannya dapat dinikmati oleh
semua pihak secara adil dan dijiwai semangat kemanusiaan, kebersamaan, dan
saling membantu, serta dijiwai dengan pelaksanaan tata pemerintahan yang
Undang-undang ini mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif,
sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya,
termasuk Peraturan Daerah, dengan tetap mempertimbangkan ketentuan dalam
undang-undang lain yang terkait dalam pelaksanaan undang-undang ini.
2.3.3 UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia dalam segala bidang. Dalam menghadapi ketidakseimbangan antara
ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin
meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial,
lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras.
Pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi
dan keterpaduan yang harmonis antar wilayah, antar sektor, dan antar generasi.
Sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam
tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu
diberi peran dalam pengelolaan sumber daya air. Undang-undang Nomor 11
Tahun 1974 tentang Pengairan sudah tidak sesuai dengan tuntutan
perkembangan keadaan, dan perubahan dalam kehidupan masyarakat sehingga
perlu diganti dengan undang-undang yang baru. Berdasarkan pertimbangan
sebagaimana yang telah diuraikan tersebut, maka perlu dibentuk
undang-undang tentang sumber daya air.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20 ayat (2), Pasal
22 huruf D ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 33 ayat (3) dan ayat (5)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan persetujuan
bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik
Indonesia memutuskan menetapkan Undang-Undang tentang Sumber Daya Air.
Ketentuan Umum Dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air, yang dimaksud dengan :
Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah,
air hujan, dan air laut yang berada di darat.
Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di
bawah permukaan tanah.
Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang
terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.
Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber
air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan
penghidupan manusia serta lingkungannya.
Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air.
Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara
menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan
pengelolaan sumber daya air.
Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang
luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
Hak guna air adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau
mengusahakan air untuk berbagai keperluan.
Hak guna pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air.
Hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan air.
Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom
yang lain sebagai badan eksekutif daerah.
Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para
menteri.
Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa
tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan
datang.
Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan,
penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air secara
optimal agar berhasil guna dan berdaya guna.
Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah,
menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang
disebabkan oleh daya rusak air.
Daya rusak air adalah daya air yang dapat merugikan kehidupan.
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan
yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka
mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air.
Operasi adalah kegiatan pengaturan, pengalokasian, serta penyediaan air
dan sumber air untuk mengoptimalkan pemanfaatan prasarana sumber
Pemeliharaan adalah kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana
sumber daya air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber
air dan prasarana sumber daya air.
Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain yang
menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun
tidak langsung.
Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi wewenang untuk
melaksanakan pengelolaan sumber daya air.
Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan,
kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta
transparansi dan akuntabilitas. Sumber daya air dikelola secara menyeluruh,
terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan
kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan
hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras.
Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan
pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih,
dan produktif.
Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penguasaan sumber daya air diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui hak ulayat
masyarakat hukum adat setempat dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan
perundang-undangan. Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air tetap
diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan telah dikukuhkan dengan
peraturan daerah setempat. Atas dasar penguasaan negara ditentukan hak
guna air.
Hak guna air berupa hak guna pakai air dan hak guna usaha air. Hak
guna air tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan, sebagian atau
seluruhnya. Hak guna pakai air diperoleh tanpa izin untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang
Cara menggunakannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami sumber
air.
Ditujukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah
besar.
Digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada.
Izin diberikan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya. Hak guna pakai air meliputi hak untuk mengalirkan air dari
atau ke tanahnya melalui tanah orang lain yang berbatasan dengan tanahnya.
Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha
dengan izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya. Pemegang hak guna usaha air dapat mengalirkan air di atas
tanah orang lain berdasarkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan. Persetujuan dapat berupa kesepakatan ganti kerugian atau
kompensasi.
Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang
dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan
masyarakat dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber
daya air. Pola pengelolaan sumber daya air disusun berdasarkan wilayah sungai
dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. Penyusunan
pola pengelolaan sumber daya air dilakukan dengan melibatkan peran
masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya. Pola pengelolaan sumber daya air
didasarkan pada prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan
pendayagunaan sumber daya air.
Wewenang dan Tanggung Jawab Wilayah sungai dan cekungan air tanah
ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Presiden menetapkan wilayah sungai
dan cekungan air tanah dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Sumber
Daya Air Nasional. Penetapan wilayah sungai meliputi wilayah sungai dalam
satu kabupaten/kota, wilayah sungai lintas kabupaten/kota, wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional.
Penetapan cekungan air tanah meliputi cekungan air tanah dalam satu
kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas kabupaten/kota, cekungan air tanah
kriteria dan tata cara penetapan wilayah sungai dan cekungan air tanah diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah meliputi:
Menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;
Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai
strategis nasional;
Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
Mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional
Mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan,
peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada cekungan air
tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara;
Membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air
wilayah sungai lintas provinsi, dan dewan sumber daya air wilayah sungai
strategis nasional;
Memfasilitasi penyelesaian sengketa antarprovinsi dalam pengelolaan
sumber daya air;
Menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan sumber
daya air;
Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah
memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi meliputi:
Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya
berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan
kepentingan provinsi sekitarnya
Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota;
Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi
sekitarnya;
Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai lintas kabupaten/kota;
Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
Mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota;
Mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan,
pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah pada
cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;
Membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat
provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
Memfasilitasi penyelesaian sengketa antarkabupaten/kota dalam
pengelolaan sumber daya air;
Membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan
pokok masyarakat atas air;
Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
dan
Memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota meliputi :
Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya
berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan
sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya;
Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam
satu kabupaten/kota;
Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya;
Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai dalam satu kabupaten/kota;
Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota
sekitarnya;
Mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya serta sumber daya
air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
Membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat
kabupaten/kota dan/atau pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
Memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat di
wilayahnya; dan
Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota.
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah desa atau yang disebut
dengan nama lain meliputi:
Mengelola sumber daya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan oleh
masyarakat dan/atau pemerintahan di atasnya dengan mempertimbangkan
asas kemanfaatan umum;
Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
Memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas air sesuai
dengan ketersediaan air yang ada; dan
Memperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan pengelolaan
sumber daya air di wilayahnya.
Sebagian wewenang Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air
dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Dalam hal pemerintah daerah belum dapat
melaksanakan sebagian wewenangnya, pemerintah daerah dapat menyerahkan
wewenang tersebut kepada pemerintah di atasnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pelaksanaan sebagian wewenang pengelolaan sumber
daya air oleh pemerintah daerah wajib diambil oleh pemerintah di atasnya
dalam hal:
Pemerintah daerah tidak melaksanakan sebagian wewenang pengelolaan
sumber daya air sehingga dapat membahayakan kepentingan umum;
dan/atau
Adanya sengketa antarprovinsi atau antarkabupaten/kota.
Konservasi Sumber Daya Air
Konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan
keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air.
Konservasi sumber daya air dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan
pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber
daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai. Ketentuan tentang
konservasi sumber daya air menjadi salah satu acuan dalam perencanaan tata
ruang.
Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi
dan melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap
kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk
kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia. Perlindungan dan
pelestarian sumber air dilakukan melalui:
Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;
Pengendalian pemanfaatan sumber air;
Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;
Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan
pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;
Pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
Pengaturan daerah sempadan sumber air;
Rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau
Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian
alam.
Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air dijadikan dasar dalam
penatagunaan lahan. Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan
secara vegetatif dan/atau sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan
budaya. Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sumber air diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pengawetan air ditujukan untuk memelihara keberadaan dan
ketersediaan air atau kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan manfaatnya.
Pengawetan air dilakukan dengan cara:
Menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dapat dimanfaatkan
pada waktu diperlukan;
Menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif; dan/atau
Mengendalikan penggunaan air tanah.
Ketentuan mengenai pengawetan air diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah. Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
ditujukan untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk
dan yang ada pada sumber-sumber air. Pengelolaan kualitas air dilakukan
dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber
daya air. Pengendalian pencemaran air dilakukan dengan cara mencegah
masuknya pencemaran air pada sumber air dan prasarana sumber daya air.
Ketentuan mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Setiap orang atau badan
usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air
dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau
Konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk,
rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka
alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai.
Pengaturan konservasi sumber daya air yang berada di dalam kawasan suaka
alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai diatur
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai pelaksanaan
konservasi sumber daya air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pendayagunaan Sumber Daya Air
Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan
penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan
sumber daya air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang
ditetapkan pada setiap wilayah sungai. Pendayagunaan sumber daya air
ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan
mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat secara
adil. Pendayagunaan sumber daya air dikecualikan pada kawasan suaka alam
dan kawasan pelestarian alam. Pendayagunaan sumber daya air
diselenggarakan secara terpadu dan adil, baik antarsektor, antarwilayah
maupun antarkelompok masyarakat dengan mendorong pola kerja sama.
Pendayagunaan sumber daya air didasarkan pada keterkaitan antara air hujan,
air permukaan, dan air tanah dengan mengutamakan pendayagunaan air
permukaan. Setiap orang berkewajiban menggunakan air sehemat mungkin.
Pendayagunaan sumber daya air dilakukan dengan mengutamakan fungsi sosial
untuk mewujudkan keadilan dengan memperhatikan prinsip pemanfaat air
membayar biaya jasa pengelolaan sumber daya air dan dengan melibatkan peran
masyarakat.
Penatagunaan sumber daya air ditujukan untuk menetapkan zona
pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada sumber air. Penetapan zona
pemanfaatan sumber air merupakan salah satu acuan untuk penyusunan atau
perubahan rencana tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan sumber daya
air pada wilayah sungai yang bersangkutan. Penetapan zona pemanfaatan
sumber daya air dilakukan dengan:
Mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budi daya;
Menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis
Memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan sumber
air;
Memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan;
Melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang berkepentingan;
dan
Memperhatikan fungsi kawasan.
Penetapan peruntukan air pada sumber air pada setiap wilayah sungai
dilakukan dengan memperhatikan:
Daya dukung sumber air;
Jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi pertumbuhannya;
Perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air; dan
Pemanfaatan air yang sudah ada.
Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pengawasan pelaksanaan
ketentuan peruntukan air. Penyediaan sumber daya air ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan air dan daya air serta memenuhi berbagai keperluan
sesuai dengan kualitas dan kuantitas. Penyediaan sumber daya air dalam setiap
wilayah sungai dilaksanakan sesuai dengan penatagunaan sumber daya air yang
ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan pokok, sanitasi lingkungan, pertanian,
ketenagaan, industri, pertambangan, perhubungan, kehutanan dan
keanekaragaman hayati, olahraga, rekreasi dan pariwisata, ekosistem, estetika,
serta kebutuhan lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi
bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas
utama penyediaan sumber daya air di atas semua kebutuhan. Urutan prioritas
penyediaan sumber daya air selain ditetapkan pada setiap wilayah sungai oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-nya. Apabila
penetapan urutan prioritas penyediaan sumber daya air menimbulkan kerugian
bagi pemakai sumber daya air, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib