• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II - DOCRPIJM b3b29f3a92 BAB IIBab 2 Konsep Perencanaan Bidang Cipta Karya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II - DOCRPIJM b3b29f3a92 BAB IIBab 2 Konsep Perencanaan Bidang Cipta Karya"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

|

1

BAB II

KONSEP PERENCANAAN

BIDANG CIPTA KARYA

2.1.

KONSEP PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN

PROGRAM DITJEN CIPTA KARYA

Konsep perencanaan dan pelaksanaan bidang Cipta Karya merupakan

suatu arahan dalam pencapaian pembangunan permukimn yang layak huni dan

berkelanjutan. Dalam konsep perencanaan dan pelaksanaan bidang Cipta Karya

memuat arahan kebijakan tentang amanat penataan ruang, amanat pembangunan

nasional, amanat pembangunan bidang PU/CK, serta amanat internasional

mengenai pembangunan berkelanjutan secara global.

Dalam arahan konsep ini perlu diperhatikan juga kondisi eksisting dari

pembangunan bidang Cipta Karya, isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan

serta permasalahan-permasalahan dan potensi-potensi yang dimiliki daerah.

Keterkaitan dari kebijakan-kebijakan amanat pembangunan berkelanjutan dengan

kondisi eksisting dari pembangunan Bidang Cipta Karya, isu-isu strategis, serta

permasalahan dan potensi yang dimiliki daerah akan menghasilkan rencana dan

program bidang Cipta Karya dan pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya.

Dengan dukungan dari stakeholder, dalam hal ini pihak dari daerah

(provinsi/kota/kabupaten), dunia usaha dan masyarakat secara tepat, maka

cita-cita untuk mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan akan

(2)

BAB II

|

2

(3)

BAB II

|

3

2.2.

Amanat Pembangunan Nasional

2.2.1.

RPJP Nasional 2005

2025 (UU No.17 Tahun 2007)

A. Umum

Berdasarkan pasal 4 Undang-Undang No. 25 tahun Tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional disusun sebagai penjabaran dari tujuan dibentuknya

pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi

dan arah pembangunan nasional.

Pembangunan Nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang

berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa

dan negara, untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional

sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk itu dalam 20 tahun mendatang sangat

penting dan mendesak bagi Bangsa Indonesia untuk melakukan penataan kembali

berbagai langkah-langkah antara lain dibidang pengelolaan sumber daya alam,

sumber daya manusia, lingkungan hidup dan kelembagaannya sehingga bangsa

Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar,

serta daya saing yang kuat didalam pergaulan masyarakat internasional.

Dengan ditiadakannya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai

pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional dan diperkuatnya otonomi

daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia, maka untuk menjaga pembangunan yang berkelanjutan, Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional sangat diperlukan. Sejalan dengan

Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional (SPPN) yang memerintahkan penyusunan RPJP Nasional yang

menganut paradigma perencanaan yang visioner, maka RPJP Nasional hanya

(4)

BAB II

|

4

Kurun waktu RPJP Nasional adalah 20 tahun. Pelaksanaan RPJP Nasional

2005 – 2025 terbagi dalam tahap-tahp perencanaan pembangunan dalam

periodesasi perencanaan pembangunan jangka menengah nasional 5 (lima)

tahunanyang dituangkan dalam RPJM Nasional I tahun 2005 – 2009, RPJM

Nasional II tahun 2010 – 2014, RPJM Nasional III tahun 2015 – 2019, dan RPJM

Nasional IV tahun 2020 – 2024.

B. Visi dan Misi Pembangunan Nasional Tahun 2005 – 2025

Berdasarkan kondisi Bangsa Indonesia saat ini, tantangan yang dihadapi

dalam 20 tahunan mendatang dengan memperhitungkan modal dasar yang

dimiliki oleh bangsa Indonesia dan amanat pembangunan yang tercantum dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, visi

pembangunan Nasional tahun 2005 – 2025 adalah, INDONESIA YANG

MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR.

Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui

8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut :

1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya,

dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila

2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing

3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum

4. Mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu

5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan

6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari

7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju,

kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional

8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia

2.2.2.

RPIJM Nasional 2010

2014 (Perpres No. 05 Tahun 2010)

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang No.25

(5)

BAB II

|

5

perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014,

yang selanjutnya disebut RPJM Nasional, adalah dokumen perencanaan

pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 2010

sampai dengan tahun 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Kementerian/Lembaga tahun 2010 – 2014, yang selanjutnya disebut Rencana

Strategis Kementerian/Lembaga, adalah dokumen perencanaan

Kementerian/Lembaga untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 2010

sampai dengan tahun 2014.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yang selanjutnya

disebut RPJM Daerah, adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk

periode 5 tahun sesuai periode masing-masing pemerintah daerah. RPJM

Nasional memuat strategipembangunan nasional, kebijakan umum, program

Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka

ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh

termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka

regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. RPJM Nasional

berfungsi sebagai :

a. Pedoman bagi Kementerian/Lembaga dalam menyusun Rencana Strategis

Kementerian/Lembaga

b. Bahan penyusunan dan perbaikan RPJM Daerah dengan memperhatikan

tugas pemerintah daerah dalam mencapai sasaran nasional yang termuat

dalam RPJM Nasional

c. Pedoman pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah

2.2.3.

MP3EI (Perpres No. 32 Tahun 2010)

Dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional 2005 – 2025 dan untuk melengkapi dokumen perencanaan guna

(6)

BAB II

|

6

adanya suatu masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi

Indonesia yang memiliki arah yang jelas, strategi yang tepat, focus dan terukur.

Berdasarkan pertimbangan, maka perlu ditetapkan Peraturan Presiden tentang

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

2011-2025.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, maka

ditetapkan Peraturan Presiden tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, yang selanjutnya disebut MP3EI.

MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan

pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung

sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 dan melengkapi dokumen

(7)

BAB II

|

7

MP3EI tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. MP3EI berfungsi sebagai :

a. Acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non kementerian

untuk menetapkan kebijakan sektoral dalam rangka pelaksanaan percepatan

dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia di bidang tugas

masing-masing, yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis masing-masing

kementerian/lembaga pemerintah non kementerian sebagai bagian dari

dokumen perencanaan pembangunan.

b. Acuan untuk penyusunan kebijakan percepatan dan perluasan pembangunan

ekonomi Indonesia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait.

MP3EI dapat menjadi acuan bagi badan usaha dalam menanamkan modal

di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Koordinasi pelaksanaan MP3EI dilakukan oleh Komite Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, yang selanjutnya disebut KP3EI.

KP3EI mempunyai tugas:

a. Melakukan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan MP3EI

b. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan MP3EI

c. Menetapkan langkah-langkah dan kebijakan dalam rangka penyelesaian

permasalahan dan hambatan pelaksanaan MP3EI.

MP3EI digagas untuk mempercepat dan memperluas pembangunan

ekonomi melalui pengembangan 8 program utama, yang terdiri atas pertanian,

pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, dan telematika, serta

pengembangan kawasan strategis. Kedelapan program tersebut dibagi lagi ke

(8)

BAB II

|

8

Gambar 2.3 Kegiatan Ekonomi Utama

Sedangkan strategi pengembangan 22 kegiatan ekonomi tersebut adalah

mengintegrasikan tiga elemen utama, meliputi:

1. Pengembangan potensi ekonomi wilayah di 6 Koridor Ekonomi Indonesia,

yaitu: Koridor Ekonomi Sumatera, Koridor Ekonomi Jawa, Koridor

Ekonomi Kalimantan, Koridor Ekonomi Sulawesi, Koridor Ekonomi Bali–

Nusa Tenggara, dan Koridor Ekonomi Papua–Kepulauan Maluku;

2. Memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi secara lokal dan

(9)

BAB II

|

9

3. Memperkuat kemampuan SDM dan IPTEK nasional untuk mendukung

pengembangan program utama di setiap koridor ekonomi.

Dengan demikian pertumbuhan ekonomi akan makin terarah karena digenjot

pada 8 program utama berbasis potensi nasional (yang terdiri dari 22 kegiatan

ekonomi) dan berlangsung lintas wilayah di 6 koridor, terkoneksi, dan

terintegrasi. Pada gilirannya strategi tersebut diharapkan menunjang penguatan

kapasitas SDM dan penguasaannya terhadap pengembangan IPTEK.

Gambar 2.4 Tema Pembangunan Masing-Masing Koridor Ekonomi

2.2.4.

MP3KI

Ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi menciptakan kesenjangan,

ketidakstabilan dan meluasnya ketidaksejahteraan. Sehingga, membuat

pemerintah merasa perlu untuk melengkapi master plan pertumbuhan ekonomi

(10)

BAB II

|

10

Master plan tersebut adalah Master Plan Percepatan dan Perluasan Pengurangan

Kemiskinan (MP3KI), yang bertujuan memeratakan pertumbuhan ekonomi dalam

mengurangi kesenjangan.

MP3KI adalah affirmative action, sehingga pembangunan ekonomi yang

terwujud tidak hanya growth, tetapi juga Poor, job dan

Pro-environment; termasuk penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat miskin.

Substansi yang melatarbelakangi perluasan pengurangan kemiskinan

melalui MP3KI dapat dirangkum dalam 9 alasan, yaitu:

1. Pertumbuhan penduduk yang besar (bisa jadi potensi, bisa juga jadi

tantangan)

2. Lahan usaha petani dan nelayan makin terbatas

3. Peluang dan pengembangan usaha si miskin amat terbatas

4. Urbanisasi memperparah kemiskinan perkotaan (slum and squatter)

5. Rendahnya kualitas SDM usia muda

6. Rendahnya penyerapan kerja sector industri

7. Masih banyak daerah terisolir dengan akses pelayanan dasar yang rendah

8. Belum tersedianya jaminan sosial yang komprehensif

9. Masih terjadi marjinalisasi penduduk miskin, cacat, illegal, berpenyakit

(11)

BAB II

|

11

Gambar 2.5 Kerangka Desain MP3KI

Tahapan Pelaksanaan MP3KI

Periode 2013-2014:

 Percepatan pengurangan kemiskinan untuk mencapai target 8% -

10% pada tahun 2014;

 Perbaikan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.

 Pada kantong-kantong kemiskinan, sinergi lokasi dan waktu, serta

perbaikan sasaran (seperti : Program Gerbang Kampung di Menko

Kesra);

 Sustainable livelihood penguatan kegiatan usaha masyarakat

miskin, termasuk membangun keterkaitan dengan MP3EI;

 Terbentuknya BPJS kesehatan pada tahun 2014 .

Periode 2015 – 2019:

 Transformasi program-program pengurangan kemiskinan;

 Peningkatan cakupan, terutama untuk Sistem Jaminan Sosial menuju

(12)

BAB II

|

12

 Terbentuknya BPJS Tenaga Kerja;

 Penguatan sustainable livelihood.

Periode 2020-2025:

 Pemantapan sistem penanggulangan kemiskinan secara terpadu;

 Sistem jaminan sosial mencapai universal coverage.

(13)

BAB II

|

13

Gambar 2.7 Kolaborasi MP3EI dengan MP3KI

2.2.5.

KEK (UU No. 39 Tahun 2009)

Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu

dilaksanakan pembangunan perekonomian nasional berdasar atas demokrasi

ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,

berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan

kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Sesuai dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam

rangka demokrasi ekonomi, diperlukan keberpihakan politik ekonomi yang lebih

memberikan kesempatan dan dukungan pada usaha mikro, kecil, menengah

(UMKM), dan koperasi dan sekaligus memberikan manfaat bagi industri dalam

(14)

BAB II

|

14

disediakan lokasi bagi UMKM dan koperasi agar dapat mendorong terjadinya

keterkaitan dan sinergi hulu hilir dengan perusahaan besar, baik sebagai Pelaku

Usaha maupun sebagai pendukung Pelaku Usaha lain.

Dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi nasional,

diperlukan peningkatan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang

memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis. Kawasan tersebut

dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan

kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pengembangan KEK

bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model

terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain

industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan

pekerjaan.

Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal mengatur bahwa ketentuan mengenai Kawasan Ekonomi

Khusus diatur dengan Undang-Undang. Ketentuan tersebut menjadi dasar

hukum perlunya diatur kebijakan tersendiri mengenai KEK dalam suatu

Undang-Undang.

Ketentuan KEK dalam Undang-Undang ini mencakup pengaturan fungsi,

bentuk, dan kriteria KEK, pembentukan KEK, pendanaan infrastruktur,

kelembagaan, lalu lintas barang, karantina, dan devisa, serta fasilitas dan

kemudahan.

KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan

fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Fungsi KEK adalah

untuk melakukan dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa,

industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan

telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lain. Sesuai dengan hal tersebut, KEK

terdiri atas satu atau beberapa Zona, antara lain Zona pengolahan ekspor, logistik,

industri, pengembangan teknologi, pariwisata, dan energi yang kegiatannya

(15)

BAB II

|

15

Kriteria yang harus dipenuhi agar suatu daerah dapat ditetapkan sebagai

KEK adalah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, tidak berpotensi

mengganggu kawasan lindung, adanya dukungan dari pemerintah

provinsi/kabupaten/kota dalam pengelolaan KEK, terletak pada posisi yang

strategis atau mempunyai potensi sumber daya unggulan di bidang kelautan dan

perikanan, perkebunan, pertambangan, dan pariwisata, serta mempunyai batas

yang jelas, baik batas alam maupun batas buatan.

Untuk menyelenggarakan KEK, dibentuk lembaga penyelenggara KEK

yang terdiri atas Dewan Nasional di tingkat pusat dan Dewan Kawasan di tingkat

provinsi. Dewan Kawasan membentuk Administrator KEK di setiap KEK untuk

melaksanakan pelayanan, pengawasan, dan pengendalian operasionalisasi KEK.

Kegiatan usaha di KEK dilakukan oleh Badan Usaha dan Pelaku Usaha.

Fasilitas yang diberikan pada KEK ditujukan untuk meningkatkan daya

saing agar lebih diminati oleh penanam modal. Fasilitas tersebut terdiri atas

fasilitas fiskal, yang berupa perpajakan, kepabeanan dan cukai, pajak daerah dan

retribusi daerah, dan fasilitas nonfiskal, yang berupa fasilitas pertanahan,

perizinan, keimigrasian, investasi, dan ketenagakerjaan, serta fasilitas dan

kemudahan lain yang dapat diberikan pada Zona di dalam KEK, yang akan diatur

oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Dalam hal pengawasan, ketentuan larangan tetap diberlakukan di KEK,

seperti halnya daerah lain di Indonesia. Namun, untuk ketentuan pembatasan,

diberikan kemudahan dalam sistem dan prosedur yang ditetapkan oleh

Pemerintah dengan tetap mengutamakan pengawasan terhadap kemungkinan

penyalahgunaan atau pemanfaatan KEK sebagai tempat melakukan tindak pidana

ekonomi.

Dengan berlakunya Undang-Undang ini, diharapkan terdapat satu

kesatuan pengaturan mengenai kawasan khusus di bidang ekonomi yang ada di

Indonesia dengan memberi kesempatan kepada Kawasan Perdagangan Bebas dan

(16)

BAB II

|

16

2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor

1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang

Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang

Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775) untuk

diusulkan menjadi KEK, baik dalam jangka waktu maupun setelah berakhirnya

jangka waktu yang telah ditetapkan. Dengan berlakunya Undang-Undang ini,

tidak terjadi lagi pembentukan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.

2.2.6.

Direktif Presiden (Inpres No.3 Tahun 2010)

Untuk lebih memfokuskan pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan,

dan untuk kesinambungan serta penajaman Prioritas Pembangunan Nasional

sebagaimana termuat dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang

Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, maka

diinstruksikan kepada para menteri dan seluruh pimpinan lembaga yang

berwenang untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas,

fungsi dan kewenangan masing-masing, dalam rangka pelaksanaan

program-program pembangunan yang berkeadilan, yang meliputi program-program :

1. Program pro rakyat, memfokuskan pada :

 Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga

 Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan

masyarakat

 Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha

(17)

BAB II

|

17

2. Program keadilan untuk semua, memfokuskan pada :

 Program keadilan bagi anak

 Program keadilan bagi perempuan

 Program keadilan di bidang ketenagakerjaan

 Program keadilan di bidang bantuan hukum

 Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan

 Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan

3. Program pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), memfokuskan

pada :

 Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan

 Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua

 Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

 Program penurunan angka kematian anak

 Program kesehatan ibu

 Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular

lainnya

 Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup

 Program pendukung percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan

Milenium

Dari ke tiga program pembangunan tersebut, program pembangunan di

bidang Cipta Karya tertuang didalam program pencapaian Tujuan Pembangunan

Milenium. Adapun program-program pembangunan bidang Cipta Karya yang

tertuang didalam Rencana tindak upaya pencapaian Tujuan Pembangunan

Milenium dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1

Rencana Tindak Upaya Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium

No. Program Tindakan Sasaran Keluaran

(18)

BAB II

|

18

No. Program Tindakan Sasaran Keluaran

2. Program

sistem penyediaan air minum *) keluaran dapat disesuaikan berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan secara berkala

2.3.

Peraturan Perundangan Pembangunan Bidang PU/CK

2.3.1.

UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H

ayat (1) menyebutkan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Tempat tinggal mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan

(19)

BAB II

|

19

Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif sehingga terpenuhinya

kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang

akan terus ada dan berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan

manusia.

Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu

bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam

lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah

Indonesia. Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, idealnya rumah harus

dimiliki oleh setiap keluarga, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan

rendah dan bagi masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk di

perkotaan. Negara juga bertanggung jawab dalam menyediakan dan memberikan

kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat melalui penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman serta keswadayaan masyarakat.

Penyediaan dan kemudahan perolehan rumah tersebut merupakan satu kesatuan

fungsional dalam wujud tata ruang, kehidupan ekonomi, dan social budaya yang

mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat

demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang bertumpu pada

masyarakat memberikan hak dan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat

untuk ikut berperan. Sejalan dengan peran masyarakat di dalam pembangunan

perumahan dan kawasan permukiman, Pemerintah dan pemerintah daerah

mempunyai tanggung jawab untuk menjadi fasilitator, memberikan bantuan dan

kemudahan kepada masyarakat, serta melakukan penelitian dan pengembangan

yang meliputi berbagai aspek yang terkait, antara lain, tata ruang, pertanahan,

prasarana lingkungan, industri bahan dan komponen, jasa konstruksi dan rancang

bangun, pembiayaan, kelembagaan, sumber daya manusia, kearifan lokal, serta

(20)

BAB II

|

20

Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:

a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau dalam

lingkungan yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana, dan

utilitas umum secara berkelanjutan serta yang mampu mencerminkan

kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia

b. Ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk

pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan

hunian perkotaan dan perdesaan

c. Mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata ruang

serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna

d. Memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatan negara

e. Mendorong iklim investasi asing.

Sejalan dengan arah kebijakan umum tersebut, penyelenggaraan

perumahan dan permukiman, baik di daerah perkotaan yang berpenduduk padat

maupun di daerah perdesaan yang ketersediaan lahannya lebih luas perlu

diwujudkan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pengelolaannya.

Pemerintah dan pemerintah daerah perlu memberikan kemudahan perolehan

rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui program perencanaan

pembangunan perumahan secara bertahap dalam bentuk pemberian kemudahan

pembiayaan dan/atau pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum di

lingkungan hunian.

Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman tidak hanya

melakukan pembangunan baru, tetapi juga melakukan pencegahan serta

pembenahan perumahan dan kawasan permukiman yang telah ada dengan

melakukan pengembangan, penataan, atau peremajaan lingkungan hunian

perkotaan atau perdesaan serta pembangunan kembali terhadap perumahan

kumuh dan permukiman kumuh. Untuk itu, penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman perlu dukungan anggaran yang bersumber dari anggaran

pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan belanja daerah, lembaga

(21)

BAB II

|

21

pemerintah daerah, dan masyarakat perlu melakukan upaya pengembangan

sistem pembiayaan perumahan dan permukiman secara menyeluruh dan terpadu.

Di samping itu, sebagai bagian dari masyarakat internasional yang turut

menandatangani Deklarasi Rio de Janeiro, Indonesia selalu aktif dalam

kegiatan-kegiatan yang diprakarsai oleh United Nations Centre for Human Settlements.

Jiwa dan semangat yang tertuang dalam Agenda 21 dan Deklarasi Habitat II

adalah bahwa rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan menjadi hak bagi

semua orang untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau (adequate and

affordable shelter for all). Dalam Agenda 21 ditekankan pentingnya rumah

sebagai hak asasi manusia. Hal itu telah sesuai pula dengan semangat

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pengaturan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman

dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman, mendukung penataan dan pengembangan

wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan

lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk

mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR, meningkatkan

daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan

dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di lingkungan

hunian perkotaan maupun lingkungan hunian perdesaan, dan menjamin

terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang

sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.

Penyelenggaraan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan

pemerataan kesejahteraan rakyat, yang meliputi perencanaan perumahan,

pembangunan perumahan, pemanfaatan perumahan dan pengendalian

perumahan.

Salah satu hal khusus yang diatur dalam undang-undang ini adalah

keberpihakan negara terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam kaitan

(22)

BAB II

|

22

bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan memberikan kemudahan

pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan

perumahan secara bertahap dan berkelanjutan. Kemudahan pembangunan dan

perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah itu, dengan

memberikan kemudahan, berupa pembiayaan, pembangunan prasarana, sarana,

dan utilitas umum, keringanan biaya perizinan, bantuan stimulan, dan insentif

fiskal.

Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan

wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang

mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh,

terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Penyelenggaraan

kawasan permukiman tersebut bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas

tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur

serta menjamin kepastian bermukim, yang wajib dilaksanakan sesuai dengan

arahan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan.

Undang-undang perumahan dan kawasan permukiman ini juga mencakup

pemeliharaan dan perbaikan yang dimaksudkan untuk menjaga fungsi

perumahan dan kawasan permukiman agar dapat berfungsi secara baik dan

berkelanjutan untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup orang perseorangan

yang dilakukan terhadap rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum di

perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman. Di

samping itu, juga dilakukan pengaturan pencegahan dan peningkatan kualitas

terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang dilakukan untuk

meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni

perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Hal ini dilaksanakan berdasarkan

prinsip kepastian bermukim yang menjamin hak setiap warga negara untuk

menempati, memiliki, dan/atau menikmati tempat tinggal, yang dilaksanakan

sejalan dengan kebijakan penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan

(23)

BAB II

|

23

2.3.2.

UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

Pembangunan nasional untuk memajukan kesejahteraan umum

sebagaimana dimuat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada hakekatnya

adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh

masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan,

kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu masyarakat Indonesia

yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila.

Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya,

mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak,

perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Oleh karena itu,

penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan

dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk

mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, serta

seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.

Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang.

Oleh karena itu dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada

pengaturan penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan

bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan

administratif dan teknis bangunan gedung, serta harus diselenggarakan secara

tertib.

Undang-undang tentang Bangunan Gedung mengatur fungsi bangunan

gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung,

termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada

setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran

masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan, dan

ketentuan penutup.

Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas

(24)

BAB II

|

24

dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan

dan berkeadilan.

Masyarakat diupayakan untuk terlibat dan berperan secara aktif bukan

hanya dalam rangka pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung untuk

kepentingan mereka sendiri, tetapi juga dalam meningkatkan pemenuhan

persyaratan bangunan gedung dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung

pada umumnya.

Perwujudan bangunan gedung juga tidak terlepas dari peran penyedia jasa

konstruksi berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi

baik sebagai perencana, pelaksana, pengawas atau manajemen konstruksi

maupun jasa-jasa pengembangannya, termasuk penyedia jasa pengkaji teknis

bangunan gedung. Oleh karena itu, pengaturan bangunan gedung ini juga harus

berjalan seiring dengan pengaturan jasa konstruksi sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Dengan diberlakukannya undang-undang ini, maka semua

penyelenggaraan bangunan gedung baik pembangunan maupun pemanfaatan,

yang dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh

pemerintah, swasta, masyarakat, serta oleh pihak asing, wajib mematuhi seluruh

ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang tentang Bangunan Gedung.

Dalam menghadapi dan menyikapi kemajuan teknologi, baik informasi

maupun arsitektur dan rekayasa, perlu adanya penerapan yang seimbang dengan

tetap mempertimbangkan nilai-nilai sosial budaya masyarakat setempat dan

karakteristik arsitektur dan lingkungan yang telah ada, khususnya nilai-nilai

kontekstual, tradisional, spesifik, dan bersejarah.

Pengaturan dalam undang-undang ini juga memberikan ketentuan

pertimbangan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia yang

sangat beragam. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah terus mendorong,

memberdayakan dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat

memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini secara bertahap sehingga jaminan

(25)

BAB II

|

25

bangunan gedung dan lingkungannya dapat dinikmati oleh semua pihak secara

adil dan dijiwai semangat kemanusiaan, kebersamaan, dan saling membantu,

serta dijiwai dengan pelaksanaan tata pemerintahan yang baik.

Undang-undang ini mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif,

sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk

Peraturan Daerah, dengan tetap mempertimbangkan ketentuan dalam

undang-undang lain yang terkait dalam pelaksanaan undang-undang-undang-undang ini.

2.3.3.

UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat

Indonesia dalam segala bidang. Dalam menghadapi ketidakseimbangan antara

ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin

meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial,

lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras.

Pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi

dan keterpaduan yang harmonis antar wilayah, antar sektor, dan antar generasi.

Sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam

tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu

diberi peran dalam pengelolaan sumber daya air. Undang-undang Nomor 11

Tahun 1974 tentang Pengairan sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan

keadaan, dan perubahan dalam kehidupan masyarakat sehingga perlu diganti

dengan undang-undang yang baru. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang

telah diuraikan tersebut, maka perlu dibentuk undang-undang tentang sumber

daya air.

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20 ayat (2), Pasal 22

huruf D ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 33 ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang

(26)

BAB II

|

26

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia

memutuskan menetapkan Undang-Undang tentang Sumber Daya Air.

Ketentuan Umum

Dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang

dimaksud dengan :

1. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di

dalamnya.

2. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah

permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah,

air hujan, dan air laut yang berada di darat.

3. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.

4. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di

bawah permukaan tanah.

5. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang

terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.

6. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber

air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan

penghidupan manusia serta lingkungannya.

7. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,

memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya

air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

8. Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam

merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan

konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan

pengendalian daya rusak air.

9. Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara

menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan

(27)

BAB II

|

27

10.Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air

dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil

yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

11.Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu

kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi

menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah

hujan ke danau atau ke

laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan

batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh

aktivitas daratan.

12.Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas

hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses

pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

13.Hak guna air adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau

mengusahakan air untuk berbagai keperluan.

14.Hak guna pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air.

15.Hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan air.

16.Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom

yang lain sebagai badan eksekutif daerah.

17.Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta

para menteri.

18.Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta

keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa

tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi

kebutuhan makhluk

hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.

19.Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan,

penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air secara

(28)

BAB II

|

28

20.Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah,

menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang

disebabkan oleh daya rusak air.

21.Daya rusak air adalah daya air yang dapat merugikan kehidupan.

22.Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan

yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka

mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air.

23.Operasi adalah kegiatan pengaturan, pengalokasian, serta penyediaan air

dan sumber air untuk mengoptimalkan pemanfaatan prasarana sumber

daya air.

24.Pemeliharaan adalah kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana

sumber daya air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber

air dan prasarana sumber daya air.

25.Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain

yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung

maupun tidak langsung.

26.Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi wewenang untuk

melaksanakan pengelolaan sumber daya air.

Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan,

kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta

transparansi dan akuntabilitas. Sumber daya air dikelola secara menyeluruh,

terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan

kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan

hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras.

Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok

minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan

produktif.

Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

(29)

BAB II

|

29

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui hak ulayat

masyarakat hukum adat setempat dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang

tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan

perundang-undangan. Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air tetap diakui

sepanjang kenyataannya masih ada dan telah dikukuhkan dengan peraturan

daerah setempat. Atas dasar penguasaan negara ditentukan hak guna air.

Hak guna air berupa hak guna pakai air dan hak guna usaha air. Hak guna

air tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya.

Hak guna pakai air diperoleh tanpa izin untuk memenuhi kebutuhan pokok

sehari-hari bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada di dalam

sistem irigasi. Hak guna pakai air memerlukan izin apabila:

a. Cara menggunakannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami sumber

air

b. Ditujukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah

besar

c. Digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada.

Izin diberikan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan

kewenangannya. Hak guna pakai air meliputi hak untuk mengalirkan air dari

atau ke tanahnya melalui tanah orang lain yang berbatasan dengan tanahnya. Hak

guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan

izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

Pemegang hak guna usaha air dapat mengalirkan air di atas tanah orang lain

berdasarkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

Persetujuan dapat berupa kesepakatan ganti kerugian atau kompensasi.

Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang

dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat

dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air. Pola

pengelolaan sumber daya air disusun berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip

keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. Penyusunan pola pengelolaan

(30)

BAB II

|

30

usaha seluas-luasnya. Pola pengelolaan sumber daya air didasarkan pada prinsip

keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.

Wewenang dan Tanggung Jawab

Wilayah sungai dan cekungan air tanah ditetapkan dengan Keputusan

Presiden. Presiden menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah dengan

memperhatikan pertimbangan Dewan Sumber Daya Air Nasional. Penetapan wilayah sungai meliputi wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota, wilayah

sungai lintas kabupaten/kota, wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai

lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.

Penetapan cekungan air tanah meliputi cekungan air tanah dalam satu

kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas kabupaten/kota, cekungan air tanah

lintas provinsi, dan cekungan air tanah lintas negara. Ketentuan mengenai kriteria

dan tata cara penetapan wilayah sungai dan cekungan air tanah diatur lebih lanjut

dengan peraturan pemerintah.

Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah meliputi:

a. Menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;

b. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;

c. Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;

d. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai

lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis

nasional;

e. Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;

f. Mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,

penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

(31)

BAB II

|

31

g. Mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan,

peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada cekungan air

tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara;

h. Membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air

wilayah sungai lintas provinsi, dan dewan sumber daya air wilayah sungai

strategis nasional;

i. Memfasilitasi penyelesaian sengketa antarprovinsi dalam pengelolaan sumber

daya air;

j. Menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan sumber daya

air;

k. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan

pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah

sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; dan

l. memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada

pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi meliputi:

a. Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya

berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan

kepentingan provinsi sekitarnya

b. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

kabupaten/kota;

c. Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;

d. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai

lintas kabupaten/kota;

e. Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;

f. Mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,

penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

(32)

BAB II

|

32

g. Mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan,

pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah pada

cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;

h. Membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat

provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;

i. Memfasilitasi penyelesaian sengketa antarkabupaten/kota dalam pengelolaan

sumber daya air;

j. Membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan

pokok masyarakat atas air;

k. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan

pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; dan

l. Memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada

pemerintah kabupaten/kota.

Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota meliputi :

a. Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya

berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan

sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan

kabupaten/kota sekitarnya;

b. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam

satu kabupaten/kota;

c. Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai

dalam satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan

kabupaten/kota sekitarnya;

d. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai

dalam satu kabupaten/kota;

e. Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu

kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota

(33)

BAB II

|

33

f. Mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan,

penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya serta sumber daya air

pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;

g. Membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat

kabupaten/kota dan/atau pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;

h. Memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat di

wilayahnya; dan

i. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan

pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu

kabupaten/kota.

Wewenang dan tanggung jawab pemerintah desa atau yang disebut

dengan nama lain meliputi:

a. Mengelola sumber daya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan oleh

masyarakat dan/atau pemerintahan di atasnya dengan mempertimbangkan

asas kemanfaatan umum;

b. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan

pengelolaan sumber daya air yang menjadi kewenangannya;

c. Memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas air sesuai

dengan ketersediaan air yang ada; dan

d. Memperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan pengelolaan

sumber daya air di wilayahnya.

Sebagian wewenang Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air dapat

diselenggarakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Dalam hal pemerintah daerah belum dapat melaksanakan sebagian

wewenangnya, pemerintah daerah dapat menyerahkan wewenang tersebut

kepada pemerintah di atasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan sebagian wewenang pengelolaan sumber daya air oleh pemerintah

(34)

BAB II

|

34

a. Pemerintah daerah tidak melaksanakan sebagian wewenang pengelolaan

sumber daya air sehingga dapat membahayakan kepentingan umum;

dan/atau

b. Adanya sengketa antarprovinsi atau antarkabupaten/kota.

Konservasi Sumber Daya Air

Konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan

keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air. Konservasi

sumber daya air

dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan

air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dengan

mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap

wilayah sungai. Ketentuan tentang konservasi sumber daya air menjadi salah satu

acuan dalam perencanaan tata ruang.

Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan

melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan

atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang

disebabkan oleh tindakan manusia. Perlindungan dan pelestarian sumber air

dilakukan melalui:

a. Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;

b. Pengendalian pemanfaatan sumber air;

c. Pengisian air pada sumber air;

d. Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;

e. Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan

pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;

f. Pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;

g. Pengaturan daerah sempadan sumber air;

h. Rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau

i. Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian

(35)

BAB II

|

35

Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air dijadikan dasar dalam

penatagunaan lahan. Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan

secara vegetatif dan/atau sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan

budaya. Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sumber air diatur

lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pengawetan air ditujukan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan

air atau kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan manfaatnya. Pengawetan air

dilakukan dengan cara:

a. Menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dapat dimanfaatkan pada

waktu diperlukan;

b. Menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif; dan/atau

c. Mengendalikan penggunaan air tanah.

Ketentuan mengenai pengawetan air diatur lebih lanjut dengan peraturan

pemerintah. Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ditujukan

untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang ada

pada sumber-sumber air. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara

memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber daya air.

Pengendalian pencemaran air dilakukan dengan cara mencegah masuknya

pencemaran air pada sumber air dan prasarana sumber daya air. Ketentuan

mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diatur lebih

lanjut dengan peraturan pemerintah. Setiap orang atau badan usaha dilarang

melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya,

mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air.

Konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk,

rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka

alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai. Pengaturan

konservasi sumber daya air yang berada di dalam kawasan suaka alam, kawasan

pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai diatur berdasarkan

peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai pelaksanaan konservasi

(36)

BAB II

|

36

Pendayagunaan Sumber Daya Air

Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan

penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan

sumber daya air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang

ditetapkan pada setiap wilayah sungai. Pendayagunaan sumber daya air

ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan

mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat secara adil.

Pendayagunaan sumber daya air dikecualikan pada kawasan suaka alam dan

kawasan pelestarian alam. Pendayagunaan sumber daya air diselenggarakan

secara terpadu dan adil, baik antarsektor, antarwilayah maupun antarkelompok

masyarakat dengan mendorong pola kerja sama. Pendayagunaan sumber daya air

didasarkan pada keterkaitan antara air hujan, air permukaan, dan air tanah

dengan mengutamakan pendayagunaan air permukaan. Setiap orang

berkewajiban menggunakan air sehemat mungkin. Pendayagunaan sumber daya

air dilakukan dengan mengutamakan fungsi sosial untuk mewujudkan keadilan

dengan memperhatikan prinsip pemanfaat air membayar biaya jasa pengelolaan

sumber daya air dan dengan melibatkan peran masyarakat.

Penatagunaan sumber daya air ditujukan untuk menetapkan zona

pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada sumber air. Penetapan zona

pemanfaatan sumber air merupakan salah satu acuan untuk penyusunan atau

perubahan rencana tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan sumber daya air

pada wilayah sungai yang bersangkutan. Penetapan zona pemanfaatan sumber

daya air dilakukan dengan:

a. Mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budi daya;

b. Menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis hidrologis;

c. Memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan sumber

air;

d. Memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan;

e. Melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang berkepentingan;

(37)

BAB II

|

37

f. Memperhatikan fungsi kawasan.

Penetapan peruntukan air pada sumber air pada setiap wilayah sungai

dilakukan dengan memperhatikan:

a. Daya dukung sumber air;

b. Jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi pertumbuhannya;

c. Perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air; dan

d. Pemanfaatan air yang sudah ada.

Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pengawasan pelaksanaan

ketentuan peruntukan air.

Penyediaan sumber daya air ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air dan

daya air serta memenuhi berbagai keperluan sesuai dengan kualitas dan

kuantitas. Penyediaan sumber daya air dalam setiap wilayah sungai dilaksanakan

sesuai dengan penatagunaan sumber daya air yang ditetapkan untuk memenuhi

kebutuhan pokok, sanitasi lingkungan, pertanian, ketenagaan, industri,

pertambangan, perhubungan, kehutanan dan keanekaragaman hayati, olahraga,

rekreasi dan pariwisata, ekosistem, estetika, serta kebutuhan lain yang ditetapkan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi

bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas

utama penyediaan sumber daya air di atas semua kebutuhan. Urutan prioritas

penyediaan sumber daya air selain ditetapkan pada setiap wilayah sungai oleh

Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-nya. Apabila

penetapan urutan prioritas penyediaan sumber daya air menimbulkan kerugian

bagi pemakai sumber daya air, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib

mengatur kompensasi kepada pemakainya. Penyediaan sumber daya air

direncanakan dan ditetapkan sebagai bagian dalam rencana pengelolaan sumber

daya air pada setiap wilayah sungai oleh Pemerintah atau pemerintah daerah

sesuai dengan kewenangan-nya.

Penyediaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan rencana

(38)

BAB II

|

38

Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengambil tindakan penyediaan

sumber daya air untuk memenuhi kepentingan yang mendesak berdasarkan

perkembangan keperluan dan keadaan setempat.

Penggunaan sumber daya air ditujukan untuk pemanfaatan sumber daya

air dan prasarananya sebagai media dan/atau materi. Penggunaan sumber daya

air dilaksanakan sesuai penatagunaan dan rencana penyediaan sumber daya air

yang telah ditetapkan dalam rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai

bersangkutan. Penggunaan air dari sumber air untuk memenuhi kebutuhan

pokok sehari-hari, sosial, dan pertanian rakyat dilarang menimbulkan kerusakan

pada sumber air dan lingkungannya atau prasarana umum yang bersangkutan.

Penggunaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari yang dilakukan

melalui prasarana sumber daya air harus dengan persetujuan dari pihak yang

berhak atas prasarana yang bersangkutan. Apabila penggunaan air ternyata

menimbulkan kerusakan pada sumber air, yang bersangkutan wajib mengganti

kerugian. Dalam penggunaan air, setiap orang atau badan usaha berupaya

menggunakan air secara daur ulang dan menggunakan kembali air. Dalam

keadaan memaksa, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah mengatur dan

menetapkan penggunaan sumber daya air untuk kepentingan konservasi,

persiapan pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan sumber

daya air.

Pengembangan sumber daya air pada wilayah sungai ditujukan untuk

peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air

baku untuk rumah tangga, pertanian, industri, pariwisata, pertahanan,

pertambangan, ketenagaan, perhubungan, dan untuk berbagai keperluan lainnya.

Pengembangan sumber daya air dilaksanakan tanpa merusak keseimbangan

lingkungan hidup.

Pengembangan sumber daya air diselenggarakan berdasarkan rencana

pengelolaan sumber daya air dan rencana tata ruang wilayah yang telah

ditetapkan dengan mempertimbangkan:

(39)

BAB II

|

39

b. Kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat ;

c. Kemampuan pembiayaan; dan

d. Kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air.

Pelaksanaan pengembangan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi

publik, melalui tahapan survei, investigasi, dan perencanaan, serta berdasarkan

pada kelayakan teknis, lingkungan hidup, dan ekonomi. Potensi dampak yang

mungkin timbul akibat dilaksanakannya pengembangan sumber daya air harus

ditangani secara tuntas dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait pada

tahap penyusunan rencana. Pengembangan sumber daya air meliputi:

a. Air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan

lainnya;

b. Air tanah pada cekungan air tanah;

c. Air hujan; dan

d. Air laut yang berada di darat.

Pengembangan air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air

permukaan lainnya dilaksanakan dengan memperhatikan karakteristik dan fungsi

sumber air yang bersangkutan.

Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya

terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta

pemulihannya sulit dilakukan. Pengembangan air tanah pada cekungan air tanah

dilakukan secara terpadu dalam pengembangan sumber daya air pada wilayah

sungai dengan upaya pencegahan terhadap kerusakan air tanah. Pengembangan

fungsi dan manfaat air hujan dilaksanakan dengan mengembangkan teknologi

modifikasi cuaca. Badan usaha dan perseorangan dapat melaksanakan

pemanfaatan awan dengan teknologi modifikasi cuaca setelah memperoleh izin

dari Pemerintah.

Pengembangan fungsi dan manfaat air laut yang berada di darat dilakukan

dengan memperhatikan fungsi lingkungan hidup. Badan usaha dan perseorangan

(40)

BAB II

|

40

memperoleh izin pengusahaan sumber daya air dari Pemerintah dan/atau

pemerintah daerah.

Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan

dengan pengembangan sistem penyediaan air minum. Pengembangan sistem

penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah

daerah. Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah

merupakan penyelenggara pengembangan sistem penyediaan air minum.

Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat berperan serta dalam

penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.

Pengaturan terhadap pengembangan sistem penyediaan air minum

bertujuan untuk:

a. Terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan

harga yang terjangkau;

b. Tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa

pelayanan; dan

c. Meningkatnya efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.

Pengaturan pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan

secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi. Untuk

mencapai tujuan pengaturan pengembangan sistem penyediaan air minum dan

sanitasi, Pemerintah dapat membentuk badan yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada menteri yang membidangi sumber daya air.

Pemenuhan kebutuhan air baku untuk pertanian dilakukan dengan

pengembangan sistem irigasi. Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder

menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah

dengan ketentuan:

a. Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder lintas provinsi menjadi

wewenang dan tanggung jawab Pemerintah;

b. Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder lintas kabupaten/kota

Gambar

Gambar 2.1 Konsep Perencanaan dan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Gambar 2.3 Kegiatan Ekonomi Utama
Gambar 2.4 Tema Pembangunan Masing-Masing Koridor Ekonomi
Gambar 2.5 Kerangka Desain MP3KI
+4

Referensi

Dokumen terkait

BiMU Bandar Lampung sudah sesuai dengan prosedur dan sudah sesuai dengan prinsip syariah yang jauh dari gharar dan syubhat yang dilarang oleh agama dan strategi

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) model pembelajaran berbasis portofolio menghasilkan prestasi belajar matematika yang tidak lebih baik daripada

Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian, pada bagian pertama merupakan kuesioner mengenai data karakteristik demografi responden dan bagian kedua adalah

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Pengaruh Keterlibatan Pemakai, Kemampuan Pemakai, Ukuran Organisasi, dan Dukungan Manajemen Puncak Terhadap Kinerja

Rituals, Ritual Objects, and Their Superstitious Meanings among The Confucian Chinese-Indonesian Families In Semarang ” ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk

Penelitian ini bertujuan: (1) untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa kelas XI SMA Negeri 1 Karanganom tahun pelajaran 2017/2018 dengan menerapkan

Tanah Peranakan. Hanya dukun yang dapat mengetahui wilayah hutan yang dapat dijadikan sebagai tanah peranakan yang memiliki nilai adat yang sangat tinggi. Oleh karenanya

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini yang