• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara body image dengan harga diri yang dimiliki oleh remaja putri SMU Negeri 1 Jatinom Klaten - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara body image dengan harga diri yang dimiliki oleh remaja putri SMU Negeri 1 Jatinom Klaten - USD Repository"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE

DENGAN HARGA DIRI YANG DIMILIKI OLEH

REMAJA PUTRI SMU NEGERI 1 JATINOM KLATEN

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Nama : Irene Mahastiwi Hargiani NIM : 039114104

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERNYATAAN …………...iv

HALAMAN MOTTO ………..v

HALAMAN PERSEMBAHAN ...vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………..vii

ABSTRAK ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ...xviii

BAB I. PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...7

C. Tujuan Penelitian ...7

D. Manfaat Penelitian ...7

a. Manfaat Teoritis ………...7

b. Manfaat Praktis ……… 8

BAB II. LANDASAN TEORI ...8

A. Body Image ...9

1. Pengertian Body Image …...9

2. Komponen Body Image ………...11

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Body Image ………13

B. Harga Diri Remaja ...15

(14)

xiv

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Harga Diri

………...………..……...21

2. Harga Diri Pada Remaja ………..24

C. Remaja ………...24

1. Pengertian Remaja ……….………...24

2. Perkembangan Fisik Masa Remaja ...26

3. Batasan Usia Remaja ………..27

D. Hubungan Antara Body Image dan Harga Diri Pada Remaja …...29

E. Hipotesis ...31

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……….….….32

A. Jenis Penelitian ...32

B. Identifikasi Variabel ………....32

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ………...….…32

1. Body Image ………...33

2. Harga Diri ………..………...33

D. Subjek Penelitian………..33

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ………...34

1. Metode Pengumpulan Data…...34

2. Instrumen Pengumpulan Data ………..35

a. Skala Body Image ………...………...…….……35

b. Skala Harga Diri ……….………....……36

3. Validitas ………...38

4. Seleksi Aitem ………39

5. Reliabilitas ………….………..………...….……...40

F. Metode Analisis Data ………...40

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………....…41

A. Persiapan Penelitian ...41

(15)

xv

2. Orientasi Kancah ………...………42

3. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ...………43

B. Pelaksanaan Penelitiaan …………..……….…….48

1. Deskripsi Subjek Penelitian …..………...…...48

2. Cara Pengambilan Sampel ………...……..………...49

C. Hasil Penelitiaan …………..……….………...….49

1. Hasil Uji Asumsi …..………...…...49

2. Diskripsi Data Penelitian ………...……..……….51

3. Uji Hipotesis ……….53

D. Pembahasan …………..……….………...……....54

BAB V. PENUTUP ……….……….56

A. Kesimpulan ...56

B. Saran ………...…………..56

1. Bagi Remaja Putri …..………...…...56

2. Bagi Penelitian Selanjutnya ………...……..……….57

C. Keterbatasan Penelitian ………...………...…………..57

(16)
(17)
(18)
(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Tak jumpa hampir setahun Tini tiba-tiba terkejut melihat keponakannya, Alia yang menjadi begitu kurus. Padahal sejak kecil Alia terbilang anak montok bahkan sampai terakhir bertemu, Alia masih subur. "Kenapa kamu, kok jadi kurus begitu?" tanya Tini kepada keponakannya yang duduk di kelas III SMP, yang ditanya hanya tersenyum-senyum saja. Dari ibunya, Tini baru paham kenapa tubuh Alia menjadi menyusut. "Dia diet supaya bisa kurus," jelas ibu Alia yang tinggal di lain kota dengan Tini. Tak hanya di Indonesia, dewasa ini remaja putri begitu peduli dengan penampilan fisiknya. Celakanya, banyak di antara remaja perempuan yang merasa punya tubuh jelek. Penelitian di AS seperti ditulis majalah Parents edisi Juni menyebutkan jumlah remaja putri yang merasa seperti itu (berbadan tak bagus) mencapai 80 persen. Mereka begitu terobsesi untuk lebih menguruskan badannya (Kompas, 11 Juni 2000).

Alia merupakan salah satu contoh remaja yang menginginkan memiliki tubuh yang sempurna. Hal itu dilakukan dengan cara berusaha mengubah bentuk tubuhnya yang montok menjadi ramping dengan melakukan diet ketat. Badan yang ramping merupakan impian bagi semua remaja putri. D’Arcy (dalam Barbara, 2006) mengatakan bahwa remaja biasanya membandingkan keadaan dirinya dengan orang-orang yang ada di sekitarnya atau aktor dan

(20)

aktris yang sering di lihat di TV, film, atau majalah. Lebih lanjut Barbara berpendapat bahwa remaja putri menginginkan tubuh yang langsing, badan yang tinggi, rambut lurus, hidung yang mancung, dan kaki yang jenjang. Budaya populer yang diwakili oleh artis penyanyi, model atau bintang-bintang film atau iklan sudah sedemikian mempengaruhi citra remaja terhadap bentuk tubuh ideal (Kompas, 11 Juni 2000). Pendapat masyarakat terhadap kriteria ideal, seorang wanita yang dikatakan menarik apabila memiliki tubuh yang langsing, pinggang yang kecil, kulit yang putih, rambut yang lurus, bibir yang tipis, kaki yang jenjang dan masih banyak lagi, menyebabkan remaja mau tidak mau melakukan berbagai upaya untuk memenuhi body image yang ada dalam masyarakat.

Menurut Hurlock (1973), masa remaja adalah masa diantara kanak-kanak dan dewasa, masa itu ditandai oleh perubahan secara fisik yaitu perubahan tinggi badan, perubahan secara biologis, serta perubahan sikap dan minat. Selain itu, banyak remaja yang menghayati perubahan tubuh mereka sebagai sesuatu hal yang ganjil dan asing yang selalu membingungkan mereka.

(21)

3

(Mappiere, 1982). Para remaja yang menyadari bahwa mereka yang menarik biasanya diperlakukan lebih baik daripada mereka yang kurang menarik. Akibatnya jika mereka merasa bahwa dirinya tidak seideal yang diharapkan, selama masa pertumbuhan belum berakhir mereka akan mencari cara untuk memperbaiki penampilannya (Hurlock, 1994).

Grinder (1978) menambahkan bahwa body image umumnya memiliki arti yang lebih kritis bagi remaja wanita daripada remaja pria, sebab dalam masyarakat wanita mendapat tekanan lebih besar, sehingga wanita lebih cenderung berusaha memanfaatkan penampilan tubuh daripada pria. Selain itu perbedaan cara pandang antara pria dan wanita yang menjadi penyebab mengapa wanita lebih memperhatikan penampilannya. Hurlock (1973) berpendapat bahwa pria cenderung mempunyai opini yang tidak menyenangkan terhadap kemampuannya, sedangkan remaja wanita cenderung bersikap kritis terhadap penampilannya, karena masyarakat memberikan lebih banyak penilaian terhadap penampilan remaja wanita.

(22)

Selain itu, sejarah juga menjadi penyebab wanita lebih memperhatikan penampilan daripada pria. Savitri (1997) mengatakan bahwa perhatian kaum wanita terhadap penampilan yang jauh lebih besar dibanding pria disebabkan oleh sejarah yang menggambarkan sejak berabad-abad sebelumnya (zaman Yunani, Romawi dan Mesir Kuno) sosok wanita selalu dilukiskan cantik jelita. Cleopatra, Helen dari Troya, atau Nefertiti dapat menaklukkan laki-laki dan dunia, oleh karena itu berkembanglah mitos bahwa seorang wanita haruslah cantik secara fisik, terutama kalau ingin berhasil dalam hidup. Mitos itulah yang secara dibawah sadar tertanam kuat di kepala wanita dari zaman ke zaman.

(23)

5

yang ragu-ragu dalam berhubungan dengan orang lain, merasa rendah diri, tidak berani tampil dimuka umum, tidak merasa yakin dengan kemampuannya untuk mewujudkan cita-citanya. Dengan demikian kesulitan lebih sering timbul pada individu yang memiliki harga diri rendah.

Harga diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang cukup penting yaitu penerimaan terhadap fisik sendiri. Apabila seseorang dapat menerima fisiknya dengan baik maka orang yang bersangkutan akan menunjukkan penampilan yang lebih menyenangkan, selanjutnya diharapkan harga dirinya akan meningkat. Hal ini diperkuat oleh penelitian Shrauger dan Terbovic (1976), bahwa orang-orang yang menunjukkan penampilan yang lebih menyenangkan memiliki harga diri yang tinggi. Sebaliknya orang-orang yang menunjukkan penampilan yang kurang menyenangkan memiliki harga diri yang rendah, tidak menyukai dirinya sendiri, menghinakan dirinya dan mengganggap dirinya tidak cakap dalam menghadapi lingkungannya dengan efektif.

(24)

bahagia bila berhasil dalam menyelesaikan tugas perkembangan yang menyangkut perkembangan fisik, mental, sosial, dan moral (Mappiere, 1982).

Ketidakpuasan terhadap tubuh menunjukkan body image yang rendah , yang menjadi salah satu penyebab timbulnya konsep diri yang kurang baik dan kurangnya harga diri (Hurlock, 1993). Penelitian Secord dan Jourard (dikutip oleh Robinson dan Shaver, 1973) menunjukkan 43,56 persen dari harga diri wanita ditentukan oleh body image, sedangkan pengaruhnya pada pria lebih rendah yaitu 33,46 persen. Harga diri yang rendah pada seseorang individu dapat menurunkan kemampuan individu tersebut untuk mengembangkan diri dan membina hubungan dengan orang lain (Helmi dan Ramdhani, 1992).

Body image mempunyai dampak yang menyeluruh pada perasaan kita

(25)

7

Berdasarkan fakta, pendapat para ahli dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, terlihat bahwa dalam masa perkembangannya remaja putri selalu dihadapkan pada permasalahan yang berkaitan dengan body image dan harga diri. Bagaimana hubungan antara body image dengan harga diri yang dimiliki oleh remaja putri di daerah pedesaan akan digambarkan dalam penelitian ini, karena pada masyarakat pedesaan informasi yang berupa media massa dan teknologi yang diperoleh cenderung lebih lama sampai daripada daerah perkotaan.

B. PERUMUSAN MASALAH

“Apakah ada hubungan antara body image dengan harga diri yang dimiliki oleh remaja putri di SMU Negeri 1 Jatinom Klaten?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menguji ada tidaknya hubungan antara body image dengan harga diri yang dimiliki oleh remaja putri di SMU Negeri

1 Jatinom Klaten.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

(26)

dimiliki pada masa perkembangan yang dihadapi oleh remaja putri dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.

CITRA RAGA

1. Pengertian Citra Raga

Istilah body image atau citra raga pertama kali diperkenalkan oleh seorang neurolog dan psikiater bernama Paul Schilder pada tahun 1920. menurut Schilder (dalam Grogan, 1999) definisi citra raga adalah gambaran mental yang dimiliki setiap individu tentang penampilan tubuhnya yang dibentuk dalam kerangka pikir dan merupakan refleksi atas sikap dan interaksi dengan orang lain. Wolman (1973) juga menyatakan bahwa citra raga adalah gambaran mental tentang raga atau tubuh seseorang yang berasal dari sensasi internal, emosi-emosi, fantasi, perawatan tubuh serta pengalamannya sehubungan dengan obyek-obyek luar maupun orang lain

Jersild (1979) mengatakan bahwa citra raga digambarkan oleh tingkat kepuasan individu terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan keseluruhan. Senada dengan Jersild, Burns (1979) menyatakan bahwa citra raga merupakan estimasi dan evaluasi diri dari bagian-bagian tubuh yang berhubungan dengan norma-norma dan umpan balik dari orang lain. Dari pendapat Jersild dan Burns, Gardner (1996) secara lengkap menyatakan bahwa citra raga adalah konsep pandangan seseorang terhadap bagian-bagian tubuhnya maupun penampilan fisik secara keseluruhan berdasarkan penilaian diri sendiri maupun orang lain.

(28)

Unger dan Crawford (1992) mengambarkan citra raga sebagai suatu evaluasi dan penilaian diri individu terhadap raganya. Apakah raga dan penampilan fisiknya menyenagkan atau tidak, memuaskan untuk diterima atau tidak. Evaluasi diri sendiri dapat menimbulkan perasaan senang atau tidak senang, puas atau tidak puas terhadap keadaan fisiknya. Tingkat citra raga digambarkan dengan seberapa jauh individu merasa puas terhadap bagian-bagian raganya dan penampilan fisik secara keseluruhan (Jersild dalam Dewi, 1999).

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa body image atau citra raga adalah konsep pandangan seseorang terhadap

bagian-bagian tubuhnya maupun penampilan fisik secara keseluruhan berdasarkan pandangan tentang tubuh, penilaian tentang tubuh serta emosi yang dibentuk oleh tubuh yang memberikan gambaran tentang tingkat kepuasan individu terhadap tubuhnya. Hal tersebut memuat kepuasan terhadap fisik dan penampilan serta kepuasan terhadap kekuatan dan ketahanan fisiknya dan adanya intensitas upaya untuk memperbaiki penampilannya yang sesuai dengan standar fisik ideal yang ada dimasyarakat.

2. Aspek Citra Raga

Ada beberapa ahli yang mengemukakan komponen citra raga. Jersild (1979); Gardner, (1996) mengatakan citra raga berkaitan dengan dua komponen yaitu:

(29)

10

mengestimasi ukuran tubuh seperti tinggi atau pendek, cantik atau jelek, putih atau hitam, kuat atau lemah.

b. Komponen sikap yaitu berhubungan dengan kepuasan atau perasaan individu terhadap tubuhnya. Perasaan ini diwakili dengan tingkat kepuasan atau ketidakpuasan individu terhadap bagian-bagian tubuh ataupun keseluruhan tubuh (Jersild, 1979 dan Gardner, 1996).

Dalam menggambarkan kondisi fisiknya, seseorang akan memberikan penilaian terhadap tubuhnya. Oleh karena itu penilaian merupakan aspek yang tepat sebagai wakil dari komponen persepsi, sedangkan komponen sikap mengarah pada perasaan yang diwakilkan dengan tingkat kepuasan maupun ketidakpuasan seseorang terhadap bagian-bagian tubuh maupun keseluruhan tubuh. Komponen sikap mengarah pada sikap yang muncul pada kondisi-kondisi tertentu sehingga muncul harapan-harapan mengenai tubuhnya dan biasanya terjadi tindakan untuk mewujudkan tindakan tersebut (Jersild, 1979; Gardner, 1996). Oleh karena itu aspek afektif dan aspek kognitif mewakili komponen sikap.

Berdasarkan uraian diatas, Thompson et all (1999) mengemukakan bahwa aspek citra raga meliputi:

a. Aspek afektif yaitu adanya emosi atau perasaan terhadap tubuhnya contohnya: kesal, kecewa, tidak puas, tidak suka, tertekan dan cemas. b. Aspek kognitif yaitu ditandai adanya keinginan atau harapan untuk

(30)

c. Aspek penilaian yaitu bagaimana persepsi seseorang dalam mengestimasi ukuran tubuh individu seperti: “bentuk tubuh saya indah”.

Pengukuran terhadap ketiga aspek tersebut akan menghasilkan kepuasan maupun ketidakpuasan seseorang terhadap tubuhnya. Ketidakpuasan akan menunjukkan rendahnya citra raga, sebaliknya kepuasan akan menunjukkan tingginya citra raga seseorang.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Citra Raga a. Budaya

Budaya mempunyai pengaruh yang besar terhadap terbentuknya citra raga karena dalam perkembangan masyarakat sendiri konsep tersebut menyesuaikan dengan budaya yang digemari masyarakat. Dalam masyarakat barat sendiri, wanita menganggap tubuh yang ideal adalah langsing sehingga memiliki tubuh langsing sering diasosiasikan dengan keberhasilan dan adanya penerimaan sosial, sedangkan kelebihan berat badan sering dianggap pemalas dan tidak adanya kekuatan. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1986), berbagai macam penampilan fisik yang dianggap menarik dan tidak menarik banyak ditentukan oleh kebudayaan. Selain itu reaksi sosial memberikan kesadaran pada masa dewasa awal mengenai tubuh yang sesuai atau tidak sesuai dengan standar budaya. b. Media massa

(31)

12

Heinberg, 1996). Kegencaran media massa cetak, radio dan televisi yang menampilkan slogan kecantikan, keberhasilan, kebahagiaan, harga diri semuanya didasari oleh kerampingan tubuh. Media massa juga mengajari cara mencapai standar kerampingan tersebut, terbukti dari banyaknya tayangan iklan obat-obat pelangsing atau pusat-pusat kebugaran tubuh dan artikel-artikel diet. Media massa seperti film memiliki pengaruh yang besar terhadap terbentuknya citra raga. Ada anggapan bahwa tekanan pada wanita untuk mempunyai tubuh dan ukuran yang ideal lebih kuat daripada pria. Silverstain menyatakan bahwa wanita lebih banyak ditampilkan di media massa untuk menjadi patokan tentang ketertarikan fisik yang berkaitan tentang tubuh ramping dan langsing. (Grogan, 1999).

c. Faktor psikologis

(32)

konsep diri. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Hardy dan Heyes (1988) bahwa citra raga merupakan konsep diri yang berkaitan dengan sifat fisik. Hurlock (1993) secara jelas menggambarkan bahwa kegagalan mengalami kepuasan terhadap tubuh, yang berarti memiliki citra raga yang negative menjadi salah satu timbulnya konsep diri yang kurang baik dan kurangnya harga diri. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki citra raga yang negative akan menyebabkan konsep diri dan harga diri yang negative pula.

Hardy (1985) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan citra raga adalah reaksi dari orang lain, peranan seseorang dari identifikasi terhadap orang lain serta perbandingan dengan orang lain.

Selanjutnya Schonfeld (dalam Blyth, 1985) menyatakan bahwa suatu evaluasi terhadap penampilan fisik dipengaruhi oleh reaksi orang lain terhadapnya, perbandingan perkembangan fisik individu dengan perkembangan fisik orang lain, perbandingan terhadap cultural.

B. HARGA DIRI REMAJA 1. Harga Diri

a. Pengertian Harga Diri

(33)

14

pada proses berpikir, tingkat emosi, keputusan yang diambil, berpengaruh pada nilai-nilai dan tujuan hidupnya. Harga diri memainkan peran yang menentukan dalam tingkah laku individu.

Branden (2001) menambahkan bahwa harga diri merupakan pengalaman intim yang berada dalam inti kehidupan. Harga diri adalah apa yang dipikirkan dan dirasakan tentang diri kita sendiri, bukanlah apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan oleh orang lain tentang siapa diri kita sebenarnya. Harga diri mempunyai dua komponen yaitu perasaan pribadi dan perasaan nilai pribadi. Sehingga dengan kata lain, harga diri merupakan perpaduan antara kepercayaan diri (self-confidence) dengan penghormatan diri (self respect). Terkait dengan kepercayaan diri, Berne dan Savary (1988)

mendefinisikan harga diri sebagai penopang rasa percaya diri sehingga seseorang dapat membina hubungan yang sehat dengan orang lain, melihat diri mereka sebagai orang yang berhasil dan memperlakukan orang lain tanpa kekerasan.

(34)

dilakukan, bukan apa yang belum dilakukan dan apa yang tidak dapat dilakukan.

Coopersmith (1967) mendefinisikan harga diri sebagai evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, yang mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat keyakinan bahwa dirinya sendiri mampu, penting, berhasil dan berharga. Dengan kata lain harga diri merupakan suatu penilaian pribadi terhadap perasaan berharga yang diekspresikan di dalam sikap-sikap yang dipegang oleh individu tersebut. Walaupun tampak mengacu pada pengalaman subyektif, harga diri akan muncul dalam perilaku yang dapat diamati.

Calhoun (1990) berpendapat bahwa harga diri merupakan hasil dari salah satu dimensi dari konsep diri yaitu evaluasi diri, yang dimaksud adalah penilaian terhadap diri sendiri melawan apa yang dirasakan dapat dilakukan dan harus dapat dilakukan. Jadi evaluasi merupakan penilaian terhadap diri yang nyata dan diri yang dicita-citakan. Hasil dari penilaian ini menunjukkan tingkat harga diri seseorang. Seperti juga Calhoun, Hamachek (1987) mendefinisikan harga diri sebagai konstruksi evaluatif atas hal-hal yang dilakukan, atas siapa dirinya, dan apa yang berhasil dicapai berdasarkan pemahaman pribadinya atas kebaikan, keberhargaan, dan atau hal-hal penting yang berhubungan dengan itu.

(35)

16

dicapainya yang kemudian menjadi penopang kepercayaan diri dan keberhargaan dirinya.

b. Aspek-Aspek Harga Diri

Seperti yang disebutkan terdahulu bahwa Coopersmith (1967) membatasi harga diri sebagai evaluasi yang dibuat oleh seseorang dan bersifat menetap. Dalam analisisnya tentang harga diri, Coopersmith menjelaskan bahwa aspek-aspek yang ada didalam harga diri dapat dijelaskan melalui konsep-konsep kesuksesan, nilai dan aspirasi, serta mekanisme pertahanan diri. Berikut ini adalah aspek-aspek harga diri tersebut:

(1.) Kesuksesan

Kesuksesan ini dapat diartikan berbagai macam, namun secara umum kesuksesan teraih melalui tercapainya kepuasan tertentu, mungkin popularitas, atau tercapainya suatu penghargaan (reward). Arti dari sebuah kesuksesan juga dipengaruhi oleh nilai dan aspirasi masyarakat sebagai suatu latar belakang budaya. Empat ukuran kesuksesan yang relative objektif adalah:

(a.) Kekuasaan

(36)

(b.) Rasa Keberartian

Rasa keberartian yang ada pada diri sesorang meliputi penerimaan, perhatian, dan afeksi dari orang lain. Hal ini ditandai dengan kehangatan, responsive, dan minat kepada orang lain seperti kepada dirinya sendiri.

(c.) Pemilikan Moral dan Etik

Orang tua sangat diharapkan untuk memberikan bimbingan yang sesuai dengan tradisi setempat dan nilai-nilai keagamaan yang ada kepada anak-anak mereka. Indikator positif yang tampak adalah perilaku yang tidak agresif, tidak mencuri, dan hormat kepada orang tua.

(d.) Kompetensi

Kompetensi digambarkan sebagai kemampuan individu dalam mencapai prestasi. Akan tampak sebagai perilaku spontan pada anak-anak serta kemandirian yang memberikan perasaan berharga terhadap segala sesuatu yang dilakukannya.

(2.) Nilai dan Aspirasi

(37)

18

(3.) Mekanisme Pertahanan Diri

Interpretasi terhadap kenyataan hidup tergantung bagaimana cara individu menangani suatu masalah dan situasi. Lingkungan terkadang menimbulkan kecemasan-kecemasan pada individu namun apabila individu dapat mempertahankan diri dengan baik, maka dia akan merasa cukup berharga bagi dirinya sendiri.

Selain ketiga hal diatas, Coopersmith menambahkan bahwa harga diri memiliki pengaruh besar terhadap penyesuaian diri yang baik, kebahagiaan personal, dan fungsi efektif baik pada anak-anak juga terhadap orang dewasa. Harga diri menunjukkan pengenalan individu terhadap diri sendiri serta sikap mereka terhadap diri sendiri.

Seorang anak dengan harga diri yang tinggi percaya akan kemampuannya untuk mencapai cita-cita, percaya pada kompetensi akademiknya, serta memiliki hubungan baik dengan orang tua dan kelompok bermainnya.

c. Pembentukan Harga Diri

Harga diri seseorang mengalami perkembangan. Menurut Branden (2001) mengembangkan harga diri berarti mengembangkan keyakinan-keyakinan seseorang bahwa individu mampu hidup dan patut untuk bahagia. Mengembangkan harga diri berarti memperluas kapasitas untuk mencapai kebahagiaan.

(38)

pengalaman seseorang berhubungan dengan individu lain (Pudjijogyanti dalam Herkusumaningtyasrini, 2002). Clemes dan Bean (1995) berpendapat bahwa pandangan tentang diri sendiri dan harga diri berkembang secara bertahap sepanjang hidup, diawali dari masa bayi dan berkembang melampaui berbagai tahap yang semakin rumit. Setiap tahap yang semakin rumit. Setiap tahap perkembangan memberinya kesan baru, perasaan, dan pada akhirnya perasaan kompleks tentang diri sendiri. Hasil akhirnya adalah perasaan menyeluruh tentang harga diri atau ketidakmampuan diri.

Membangun harga diri harus dilakukan pada saat seseorang masih pada masa kanak-kanak karena apa yang tertanam akan terus dibawa sampai seseorang tersebut beranjak dewasa (Hurlock, 1990). Hal ini diperkuat oleh Tjahjono (1998) yang mengatakan bahwa perasaan harga diri yang rendah banyak dilatarbelakangi masalah-masalah yang terjadi pada masa kanak-kanak. Faktor perilaku yang penting adalah bagaimana anak merasakan dirinya sendiri. Perasaan tidak berarti dan kurang penghargaan diri mempengaruhi motif, sikap, dan perilaku anak. Sedangkan Berne dan Savary (1988) mengungkapkan bahwa membangun harga diri merupakan suatu proses yang berjalan lambat. Kesabaran dan ketabahan adalah penting karena sifat tersebut membantu sekali dalam membangun harga diri.

(39)

20

d. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Harga Diri (1.) Faktor Internal atau Psikologis Individu

Coopersmith (1967) menyatakan beberapa ubahan yang ada pada harga diri yang dapat dijelaskan melalui konsep-konsep kesuksesan, nilai, aspirasi, dan mekanisme pertahanan diri. Kesuksesan mempunyai arti yang tidak sama pada tiap individu, tetapi tetap memberikan pengaruh pada harga diri. Kesuksesan dapat dipandang sebagai popularitas, hadiah, kepuasan, ataupun yang lain. Nilai yang dimaksud Coopersmith lebih kepada konteks nilai kompetensi berdasarkan lingkungan sosialnya.

(2.) Lingkungan Keluarga

Setiap individu dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan sosial. Dia dipelihara dan diasuh oleh orang dewasa disekitarnya, biasanya orang tua, dan ini akan menumbuhkan ikatan antara orang tua dan anak (Noesjirwan, 1979). Sikap dan perlakuan orang tua lebih membentuk kepribadian seseorang (Hurlock, 1973) karena dari sikap orang tua inilah anak dapat merasa diterima atau ditolak, merasa berharga atau tidak berharga, dicintai atau tidak dicintai orang tuanya.

(3.) Lingkungan Sosial

(40)

tentang dirinya dan juga berdasarkan penilaian orang lain atas dirinya (Noesjirwan, 1979).

(4.) Kondisi Fisik

Wright (dalam Setyaningsih, 1992) mengatakan bahwa orang cacat cenderung menunjukkan penerimaan sosial yang negative akibat kurangnya penghargaan sosial terhadap dirinya. Hal tersebut juga dikuatkan oleh hasil beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa penampilan menarik (physical attractiveness) berkolaborasi positif dengan harga diri seseorang (Adams, Letner dan Karabenick; Simon dan Roosenberg, dalam Sjabadhyni dan Alfarani, 2001) individu yang berpenampilan menarik juga lebih dihargai dan mendapatkan perlakuan istimewa dari lingkungannya (Hatfield dan Sprecher, dalam Sjabadhyni dan Alfarani, 2001).

(5.) Jenis Kelamin

Kimmel (1974) menyimpulkan pendapat dan penelitian dari beberapa ahli dan menyatakan bahwa wanita cenderung mempunyai harga diri dan kepercayaan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini didukung oleh Ancok (1989) yang menyatakan bahwa wanita selalu merasa dirinya lebih rendah daripada pria, kurang mampu, harus dilindungi, adalah karena perasaan dari wanita itu sendiri dan bukan dari pendapat orang lain.

(41)

22

perkembangan yang dimulai sejak awal masa kanak-kanak dan berkembang terus sepanjang masa kehidupan. Perkembangan harga diri tersebut dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman sehingga membutuhkan kesabaran dan ketabahan. Mengembangkan harga diri dipengaruhi pula oleh beberapa faktor yang antara lain adalah psikologis individu, lingkungan keluarga dan sosialnya, jenis kelamin, serta kondisi fisik seseorang.

2. Harga Diri Pada Remaja

(42)

mengalami hambatan sosial sehingga remaja yang memiliki harga diri yang rendah akan terdorong untuk melakukan tingkah laku yang buruk.

C.

REMAJA

1. Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin yaitu adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1993). Sedangkan istilah yang berbeda digunakan dalam bahasa Inggris yaitu puberty dan dalam bahasa Belanda yaitu puberteit yang keduanya memiliki arti yang sama yaitu “ tumbuh menjadi dewasa”. Di Indonesia sendiri istilah pubertas dan adolesensia dipakai dalam arti yang umum (Gunarsa dan Gunarsa, 1986).

Lebih jauh lagi, Erikson (dalam Gunarsa dan Gunarsa, 1986) melihat adolesensia berdasarkan sudut pandang psikologis dan menghubungkan dengan perkembangan psikis yang terjadi pada masa tersebut. Adolensia merupakan masa terbentuknya suatu perasaan baru mengenai identitas. Mencakup didalamnya cara hidup pribadi yang dialami sendiri dan sulit dikenal oleh orang lain. Secara hakiki individu tetap sama walaupun telah mengalami berbagai macam perubahan.

(43)

24

mengungkapkan bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status orang dewasa, namun dia tidak lagi memiliki status anak-anak. Serupa dengan kedua definisi diatas, Sarwono (1989) mendefinisikan remaja sebagai periode transisi antara masa kanak-kanak ke masa dewasa, masa usia belasan tahun, atau jika seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya. Menurutnya, remaja adalah generasi yang akan mengisi berbagai posisi di dalam masyarakat di masa yang akan datang serta akan meneruskan kehidupan masyarakat bangsa dan negara di masa depan.

Berbagai istilah dari berbagai macam bahasa yang berusaha menjelaskan istilah remaja, namun semuanya memiliki satu arti atau pemahaman yang sama yaitu ‘tumbuh menjadi dewasa’. Berdasarkan berbagai pemahaman mengenai remaja tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak kepada masa dewasa. Namun remaja merasa kesulitan terutama dalam penempatan dirinya di lingkungan sosial karena dia tidak lagi dapat dianggap sebagai anak-anak tetapi juga belum dapat diperlakukan sebagai orang dewasa. Pada usia ini remaja berusaha mencari jati dirinya sehingga mereka menjadi sulit diatur dan mudah berubah suasana hatinya.

2. Perkembangan Fisik Masa Remaja

(44)

akan mendahului kematangan seksual (Gunarsa dan Gunarsa, 1986). Dengan demikian perkembangan fisik dan seksual remaja adalah suatu perkembangan yang menyatu karena pemasakan seksualitas genital harus dipandang sebagai bagian dari perkembangan fisik secara keseluruhan. Perkembangan fisik pada remaja akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikososialnya (Monks, 1987). Selain itu Brenen (dalam Setyaningsih, 1992) juga mengatakan bahwa obyek pengamatan atau persepsi seseorang terhadap dirinya adalah melalui faktor fisik.

Perubahan fisik timbul pada tahun-tahun permulaan masa remaja yang sering disebut sebagai pubertas. Diantara perubahan fisik yang terjadi, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi lebih panjang dan tinggi), mulai berfungsinya reproduksi yang ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki dan tanda-tanda seksual sekunder mulai tumbuh. Perubahan fisik ini terjadi dengan sangat mencolok.

3. Batasan Usia Remaja

(45)

26

mengambil patokan usia remaja dimulai pada usia 13 tahun - 18 tahun. Masa remaja dimulai ketika seorang individu mencapai kematangan seksual dan berakhir ketika kebebasan yang diperoleh dari orang tua tercapai. Rata-rata usia remaja menurut Hurlock adalah 13 hingga 18 untuk anak perempuan dan 14 hingga 18 tahun untuk anak laki-laki.

Banyak hal yang mempersulit penentuan batasan usia remaja, namun suatu hal yang paling mudah diamati untuk menetukan batasan ini adalah dengan melihat usia rata-rata remaja mengalami perubahan fisik. Pada usia 11 tahun pada umumnya seorang individu mengalami awal masa remaja yang ditandai dengan perubahan fisik. Usia remaja pertengahan menurut Konopka (dalam Sjabadhyni dan Alfarani, 2001) 15 - 18 tahun. Usia ini dipilih sebagai batasan usia subyek penelitian karena pada usia ini perkembangan seorang remaja mulai mencapai tahap akhir yaitu masa kematangan emosional dan pada masa ini terjadi periode identifikasi yaitu periode seorang individu berusaha untuk mengenali jati dirinya (inilah saya) sehingga seorang individu cenderung memperhatikan dirinya dan harga dirinya.

(46)

(ditandai dengan haid pada wanita) dan pada usia 21 tahun telah dianggap secara hukum. Sedangkan pada sebagian besar anak laki-laki di Indonesia mengalami kematangan seksual pada usia 15 tahun dan pada usia 21 tahun telah dianggap matang secara hukum.

Pada penelitian ini, peneliti memilih subyek remaja putri yang berusia antara 15 - 18 tahun atau remaja putri yang berada pada periode remaja tengah. Remaja putri yang berusia 15 - 18 tahun sebagian besar duduk di bangku SLTA. Peneliti memilih subyek remaja putri dengan usia 15 - 18 tahun karena tahap ini seorang remaja juga mengalami masalah yang berkaitan dengan identitas dirinya yaitu tentang pandangan terhadap citra raga yang kelak dapat mempengaruhi harga dirinya sebagai seorang remaja.

D. HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN HARGA

DIRI PADA REMAJA

(47)

28

komponen yaitu komponen kognitif yang disebut citra diri (self image) dan komponen afektif yang disebut harga diri (self esteem). Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga diri merupakan dasar pembentukan konsep diri. Apabila konsep diri negatif maka akan berpengaruh pula terhadap harga diri.

Di dalam aktivitas manusia, harga diri memegang peranan penting, karena harga diri itu terdiri dari fungsi mental yang dinyatakan lewat tingkah laku individu. Harga diri secara singkat dapat digambarkan sebagai persepsi yang bersifat khusus bagi penilaian seseorang tentang dirinya baik kodisi fisik, sosial maupun psikisnya (Shrauger, Melani dan Terbovic, 1976). Seperti dikatakan oleh Wright (dalam Setyaningsih, 1992) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan harga diri adalah kondisi fisik, hal tersebut juga dikuatkan oleh penelitian yang menyebutkan bahwa penampilan yang menarik (physical attractiveness) berkolaborasi positif dengan harga diri seseorang (Adams, Letner dan Karabenick; Simon dan Roosenberg, dalam Sjabadhyni dan Alfarani, 2001) individu yang berpenampilan menarik juga lebih dihargai dan mendapatkan perlakuan istimewa dari lingkungannya (Hatfield dan Sprecher, dalam Sjabadhyni dan Alfarani, 2001). Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa citra raga yang positif dapat menimbulkan konsep diri yang positif dan hal ini menyebabkan harga diri seseorang menjadi semakin tinggi.

(48)

penampilan mereka kurang memuaskan. Dengan demikian dapat diasumsikan orang-orang yang citra raganya tinggi cenderung merasa penampilan dirinya dengan lebih baik, dibandingkan seseorang yang citra raganya rendah dimana mereka cenderung merasa penampilannya kurang memuaskan. Hal ini diperkuat oleh King dan Manaster (1977) dalam penelitiannya, yang menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan terhadap kepuasan terhadap tubuh sendiri (body satisfaction) dengan harga diri seseorang.

Persepsi -Penilaian

Evaluasi Diri Sikap -Perasaan -Harapan

Citra Raga

Bagian-bagian Tubuh Kaeseluruhan Tubuh

Positif Negatif

Harga Diri Tinggi Aspek-aspek harga diri: - Kesuksesan

- Nilai dan aspirasi

- Mekanisme pertahanan diri

Harga Diri Rendah Aspek-aspek harga diri: - Kesuksesan

- Nilai dan aspirasi

(49)

30

E. HIPOTESIS

(50)

Metodologi penelitian merupakan pedoman yang digunakan untuk

mengumpulkan data yang diperlukan dalam suatu penelitian. Dengan kata

lain, metodologi penelitian dapat memberikan petunjuk dalam melaksanakan

penelitian. Metodologi syarat dari ilmu pengetahuan, karena metodologi dapat

menjamin kebenaran dari suatu ilmu pengetahuan.

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat korelasional yaitu

penelitian yang berupaya mencari ada tidaknya hubungan antara dua variabel

(Surya Brata, 1998). Penelitian ini bermaksud untuk mencari ada tidaknya

hubungan antara body image (citra raga) dengan harga diri yang dimiliki

remaja putri.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas : Body image (citra raga)

(51)

32

C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Definisi operasional variabel penelitian ini akan memberi batasan dari

variabel yang bersangkutan, agar supaya tidak diartikan dengan maksud lain.

1. Citra Raga

Citra raga merupakan afeksi, kognisi serta penilaian seseorang tentang

tubuhnya, yang meliputi bagian-bagian tubuhnya maupun secara keseluruhan

tubuhnya yang berasal dari pemikiran terhadap raganya (Jersild, 1979;

Gardner, 1996); seperti diungkap oleh skala citra raga, semakin tinggi skor

subyek maka semakin positif citra raga, sebaliknya jika skor semakin rendah

maka semakin negatif citra raganya.

2. Harga Diri

Harga diri adalah hasil evaluasi individu terhadap dirinya sendiri

dengan memperlihatkan sikap kesetujuan atau ketidaksetujuan individu

terhadap kesuksesannya yang meliputi rasa keberartian individu, ketaatan

individu pada norma, kekuasaan (power) individu dan kemampuan memberi

contoh, penampilan (performance) individu, serta mekanisme pertahanan diri

yang diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungannya. Harga diri ini

akan diungkap dengan menggunakan angket Self Esteem Inventory (SEI)

bentuk panjang dari Coopersmith yang diadaptasi oleh Walgito (1991),

semakin tinggi skor subjek maka semakin tinggi harga dirinya, sebaliknya

(52)

D. SUBJEK PENELITIAN

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja putri pada

tahap remaja tengah, yang berusia 15-18 tahun (Hurlock, 1990). Remaja putri

pada usia tersebut sudah memiliki perkembangan fisik yang cenderung stabil.

Perubahan fisik yang sudah stabil cenderung mempengaruhi pandangan

mereka terhadap body image (citra raga) diri mereka sendiri sehingga dapat

memunculkan harga diri yang dimiliki remaja putri tersebut.

Peneliti memilih subjek penelitian yaitu siswi-siswi di SMU Negeri 1

Jatinom Klaten dengan pertimbangan praktis bahwa siswi SMU termasuk

dalam kategori usia remaja yang representative dengan kriteria subjek

penelitian yaitu remaja tengah (15-18 tahun). Dengan pertimbangan praktis ini

peneliti menganggap bahwa subjek sesuai dengan kriteria pemilihan subyek

penelitian, untuk mengetahui hubungan antara body image (citra raga) dengan

harga diri yang dimiliki remaja putri.

E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA 1. Metode Pengumpulan Data

Metode pemgumpulan data menggunakan skala yang dibagi menjadi

dua yaitu skala citra raga dan skala harga diri. Alasan menggunakan skala

dalam penelitian ini adalah:

• Subyek merupakan orang yang mengerti akan dirinya.

• Pernyataan yang diberikan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan

(53)

34

• Interpretasi subyek tentang pertanyaan yang diberikan kepadanya sama

dengan apa yang dimaksud oleh peneliti (Hadi, 1993).

2. Instrumen Penggumpulan Data

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala citra raga yang

diambil dari penelitian Frany Chia (1999) dan skala pengukuran harga diri

yang diadaptasi dari self esteem inventory Coopersmith.

a. Skala Body Image (Citra Raga)

Skala body image(citra raga) yang diambil dari penelitian Frany Chia

(1999). Skala dalam penelitian ini mengukur citra raga dari komponen

persepsi dan sikap terhadap keseluruhan tubuh yang meliputi proporsi

tubuh, bentuk tubuh dan penampilan fisik, serta bagian-bagian tubuh.

Untuk setiap skala diberikan empat kategori jawaban. Masing-masing

aitem dari jawaban subyek yang bersifat favuorable akan diberi penilaian 4

untuk SS (sangat setuju), 3 untuk S (setuju), 2 untuk TS (tidak setuju), dan

1 untuk STS (sangat tidak setuju). Sebaliknya akan digunakan penilaian 1

untuk SS (sangat setuju), 2 untuk S (setuju), 3 untuk TS (tidak setuju), dan

4 untuk STS (sangat tidak setuju) untuk pernyataan yang bersifat

unfavourable.

Tabel 1

Blue Print Citra Raga

No. Aspek-aspek Favourable Unfavourable ∑ Soal % Bobot

1 Afeksi 14 11 25 38

2 Penilaian 11 9 20 31

3 Kognisi 10 10 20 31

(54)

Tabel 2

Distribusi Butir-butir Pernyataan Skala Citra Raga Sebelum Uji Coba

No. Aspek-aspek

No. aitem favourable No. aitem unfavourable Total

1 Afeksi 1,2,3,4,7,8,9,11,15,18,20

b. Skala Harga Diri

Data harga diri remaja dilihat dengan menggunakan skala pengukuran

harga diri, dimana komponen didalamnya mengacu kepada teori

Coopersmith (1967). Angket ini dibagi menjadi 2 golongan pernyataan,

yaitu angket pernyataan positif (favourable) dan pernyataan negatif

(unfavourable). Jawaban tersedia dalam empat pilihan, dengan penilaian

yang bergerak antara 1-4 yaitu: masing-masing aitem dari jawaban subyek

yang bersifat favuorable akan diberi penilaian 4 untuk SS (sangat setuju),

3 untuk S (setuju), 2 untuk TS (tidak setuju), dan 1 untuk STS (sangat

tidak setuju). Sebaliknya akan digunakan penilaian 1 untuk SS (sangat

setuju), 2 untuk S (setuju), 3 untuk TS (tidak setuju), dan 4 untuk STS

(sangat tidak setuju) untuk pernyataan yang bersifat unfavourable.

Tabel 3

Blue Print Harga Diri

(55)

36

Distribusi Butir-butir Pernyataan Skala Harga Diri Sebelum Uji Coba

No. Aspek-aspek No. aitem favourable No. aitem unfavourable Total 1 Kesuksesan

a. Kekuasaan b. Rasa keberartian

c. Kepemilikan moral dan etik

a. Nilai penerimaan dari lingkungan

3 Mekanisme Pertahanan Diri

11,21,36,45 10,22,49,65 8

Total 34 34 68

3. Validitas

Validitas yaitu sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen

pengukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar,1996). Suatu alat ukur

dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila dapat menjalankan fungsi

(56)

akurat sesuai dengan maksud pengukurannya. Selain itu alat ukur tersebut juga

harus mempunyai kecermatan tinggi yaitu kecermatan dalam mendeteksi

perbedaan-perbedaan kecil yang ada pada atribut yang diukurnya tersebut.

Oleh sebab itu validitas merupakan karakteristik utama yang harus dimiliki

oleh setiap skala (Azwar,2000).

Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas isi yaitu

sejauh mana pernyataan dalam skala mencakup keseluruhan kawasan yang

hendak diukur oleh skala body image (citra raga) dengan skala harga diri,

termasuk dalamnya validitas tampang yaitu pemeriksaan terhadap aitem-aitem

tes apakah sudah bisa memberikan kesimpulan bahwa tes tersebut mengukur

aspek yang relevan yang didasarkan pada akal sehat, serta validitas logis yaitu

apakah keseluruhan aitem telah merupakan sampel yang representatif bagi

seluruh aitem yang mungkin dibuat.

Seleksi aitem dilakukan dengan mengkorelasi skor tiap butir dengan

skor totalnya dengan memakai rumus Product Moment dari Pearson (Hadi,

1996). Untuk mengambil butir-butir yang sahih, ditetapkan r ≥ 0,30 karena

aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya bedanya dianggap

memuaskan (Azwar, 2000).

4. Reliabilitas

Reliabilitas atau keterandalan berarti sejauh mana hasil suatu

pengukuran alat ukur dapat dipercaya. Reliabilitas skala dalam pengukuran ini

memakai koefisien reliabilitas alpha (Azwar, 1999) karena skala yang

(57)

38

multi bagian yang masing-masing belahan memilki jumlah aitem yang sama.

Reliabilitas (rxy) ditunjukkan dengan angka atau koefisien korelasi yang

berkisar antara 0 dan 1. Makin tinggi koefisien reliabilitas, maka makin baik

konsistensi reliabilitas alat ukur tersebut.

F. METODE ANALISIS DATA

Analisis yang akan digunakan adalah teknik korelasi Product Moment

(58)

A. PERSIAPAN PENELITIAN 1. Uji Coba Alat Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti mengadakan uji coba alat penelitian terlebih dahulu. Uji coba alat ukur penelitian dilakukan untuk melihat kesahihan butir yang diukur dan reliabilitas alat ukur yang akan digunakan untuk penelitian yang sesungguhnya.

Dalam melakukan uji coba alat penelitian ini, peneliti mengambil subjek siswi-siswi yang duduk di kelas XI di SMU Negeri 1 Jatinom Klaten baik jurusan IPA maupun IPS yang terdiri 25 orang anak untuk siswi IPA dan 25 orang anak untuk siswi IPS. Uji coba dilaksanakan satu kali pada tanggal 15 Agustus 2006 pada jam Bimbingan Konseling dengan tempat pelaksanaanya di ruang kelas masing-masing siswi.

(59)

40

Jumlah subjek uji coba alat penelitian berjumlah 50 orang. Kepada seluruh subjek diberikan 1 eksemplar skala yang terdiri dari 2 jenis skala, yaitu skala body image (citra raga) atau yang disebut skala A pada uji coba kali ini, dan skala self esteem (harga diri) atau yang disebut juga skala B. Skala uji coba ini dapat dilihat pada lampiran.

Berdasarkan 50 eksemplar skala yang telah dibagikan semua eksemplar memenuhi syarat karena tidak ada satu eksemplar pun yang kosong dan semua item terjawab semua.

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Validitas (kesahihan) yaitu sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrument pengukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 1996).

Menurut Hadi (2000) suatu alat ukur dapat dikatakan valid apabila memiliki ciri-ciri:

a. Seberapa jauh suatu alat ukur dapat menagkap dengan jitu gejala atau bagian-bagian yang hendak diukur.

b. Seberapa jauh alat ukur dapat membaca sesuatu yang diteliti dan dapat menunjukkan dengan sebenarnya gejala atau bagian gejala yang diukur.

Validitas yang diukur dalan skala ini adalah validitas isi (content validity). Validitas isi yaitu sejauh mana pernyataan dalam skala mencakup

(60)

mengukur aspek yang relevan yang didasarkan pada akal sehat, serta validitas logis yaitu apakah keseluruhan aitem telah merupakan sampel yang representatif bagi seluruh aitem yang mungkin dibuat. Validitas alat penelitian ini diketahui dengan melakukan professional judgement oleh dosen pembimbing skripsi.

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang berarti mengadung kecermatan pengukuran (Azwar, 2000). Dalam pengolahan data, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’) yang

angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1. semakin tinggi koefisien reliabilitas (mendekati 1) berarti alat tes semakin reliabel.

Reliabilitas alat ukur pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik Alpha dari program SPSS versi 12. penggunaan teknik Alpha ini didasarkan pendapat Nunnally (dalam Azwar, 2000) bahwa teknik Alpha merupakan dasar dalam pendekatan konsistensi internal dan merupakan estimasi yang baik terhadap reliabilitas pada banyak situasi pengukuran.

Sebagai kriteria pemilihan aitem berdasar korelasi item total digunakan batasan lebih besar atau sama dengan 0,30 dengan alasan bahwa batasan tersebut memiliki daya diskriminasi yang memuaskan (Azwar, 2000). Kriteria pemilihan batasan tersebut berdasarkan tabel nilai-nilai r Product Moment dengan taraf signifikansi 5%.

(61)

42

a. Skala pengukuran Body Image (Citra Raga)

1. Uji kesahihan aitem dalam skala body image (citra raga)

Uji kesahihan aitem dalam skla ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 10.0 for wndow. Hasil penghitungan menunjukkan koefisien korelasi total berkisar antara 0,124 sampai 0,750. Dari hasil pengujian ini diperoleh 9 aitem yang dinyatakan gugur dari 65 aitem yang diujicobakan karena mempunyai korelasi yang rendah terhadap skor total. Berikut ini disajikan nomor aitem yang sahih dan gugur:

Nomor aitem sahih Nomor aitem gugur

Aspek-aspek Favourable Unfavourable Favourable Unfavourable Afeksi 1,2,3,7,8,9,11,18,20,21

,23,25

5,6,12,13,14,16,19,22 ,24

4,15 10,17 Penilaian 28,29,33,38,40,42,44 27,32,34,35,43, 26,37,39,41 30,31,36,45 Kognisi 46,47,50,55,57,59,62,6

4,65

49,52,54,56,58,61,63 51 48,53,60

28 21 7 9

Total 49 16

(62)

No. Aspek-aspek

No. aitem favourable No. aitem unfavourable Total 1 Afeksi 1,2,3,7,8,9,11,15,18,20,2

2. Reliabilitas skala body image (citra raga)

Reliabilitas skala citra raga diperoleh dengan menggunakan teknik Alpha dari program SPSS 10.0 for wndow, dan diperoleh reliabilitas sebesar 0,936.

b. Skala Pengukuran Self Esteem (Harga Diri) 1. Uji kesahihan dalam aitem self esteem (harga diri)

Uji kesahihan aitem dalam skala ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 10.0 for wndow. Hasil penghitungan menunjukkan koefisien korelasi total berkisar antara -0,453 sampai 0,647. Dari hasil pengujian ini diperoleh 18 aitem yang dinyatakan gugur dari 68 aitem yang diujicobakan karena mempunyai korelasi yang rendah terhadap skor total. Berikut ini disajikan nomor aitem yang sahih dan gugur:

Nomor aitem sahih Nomor aitem gugur

(63)

44

Nilai dan aspirasi a. Nilai penerimaan

dari lingkungan

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa diantara indicator-indikator yang digunakan dalam skala harga diri tidak didapati indicator yang hilang akibat keseluruhan aitemnya gugur. Skala harga diri yang terdiri atas aitem-aitem sahih yang telah diurutkan dan yang akan digunakan dalam penelitian disajikan pada tabel berikut:

No. Aspek-aspek No. aitem

(64)

2. Reliabilitas skala harga diri (self esteem)

Reliabilitas skala harga diri diperoleh dengan menggunakan teknik Alpha dari program SPSS 10.0 for wndow, dan diperoleh reliabilitas sebesar 0,914.

B. PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 2006 dengan memakai jam bimbingan konseling, hal ini dikarenakan setiap hari kamis semua kelas XI baik IPA maupun IPS ada jam bimbingan konseling. Dengan pertimbangan apabila memakai jam bimbingan konseling kegiatan penelitian ini tidak menggaggu jam pelajaran. Subjek penelitian ini adalah siswi-siswi kelas XI IPA dan IPS yang belum dipergunakan untuk try out yaitu kelas IPA 2, IPS 2,IPS 3, dan IPS 4 SMU Negeri 1 Jatinom Klaten. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kedua skala pada subjek penelitian sebanyak 125 orang. Semua subjek dapat diteliti karena sesuai dengan criteria yang telah ditentukan oleh peneliti dan semua aitem terjawab oleh semua subjek penelitian.

1. Deskripsi Subjek Penelitian

(65)

46

2. Ca r a Penggambilan Sampel

Pengambilan sampel yaitu dengan cara peneliti menginformasikan terlebih dahulu kepada kepala sekolah beberapa hari sebelum diadakannya uji coba bahwa yang menjadi sampel dalam penelitian ini hanya remaja putri saja. Peneliti meminta bantuan kepada pihak sekolah untuk melihat data informasi siswa yang dimiliki oleh sekolah tersebut untuk melihat berapa jumlah subjek yang akan dikenai penelitian dan yang akan dijadikan sampel.

C. HASIL PENELITIAN 1. Hasil Uji Asumsi

Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu peneliti melakukan uji asumsi dengan menggunakan uji linearitas dan uji normalitas. Uji asumsi ini dilakukan sebagai syarat untuk analisis korelasi (hubungan) dan alat untuk mendapatkan kesimpulan yang tidak menyimpang dari seharusnya.

a. Uji Linearitas

(66)

ada hubungan yang bersifat linier antara body image dengan harga diri.

b. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk dapat mengetahui apakah distribusi sebaran variabel bebas (body image) dan variabel tergantung (harga diri) dalam penelitian ini bersifat normal atau tidak. Hal ini dikarenakan kepastian terpenuhinya syarat normalitas akan menjamin dipertanggung ja«-abkannya langkah-langkah analisis statistik selanjutnya, seh ngga dapat diambil sebuah kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan juga.

Untuk menguji normalitas dalam penelitian ini digunakan rumus One Sample Kolmogorov-Smirnov Test, dengan alasan bahwa data yang dimiliki

dalam penelitian ini bersifat kontinyu. Sebaran variabel bebas dan variabel tergantung dikatakan normal jika probabilitas (p) lebih besar dari 0.05 (p > 0,05).

Normalitas kedua variabel yaitu variabel body image serta variabel -araa diri dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 9

Variabel K-S Test Asymp. Sign

I

Sebaran

Bock Image 0,788 0,564 Normal

(67)

48

Berdasarkan tabel di atas, skala body image memiliki nilai z = ). 788 dan nilai p = 0,564 dengan p > 0,05 (0,564 > 0,05). Dengan demikian skala pengukuran body image terbukti tidak menyimpang dari distribusi normal.

2. Deskripsi Data Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di SMU Negeri I Jat nom platen, peneliti memperoleh data hasil penelitian yang membandingkan antara data empirik dengan data teoretis. Adapun perolehan data empirik yaitu berasal dari olah data yang dilakukan dengan menggunakan SPSS.for windows10.0. sedangkan perolehan data teoritis berasal dari perhitungan dengan menggunakan rumus statistik. Perbandingan antara mean empiris dengan mean teoritis dilakukan untuk mengetahui kecenderungan tingkat citra raga dengan harga diri pada subyek penelitian. Berikut ini disajikan tabel yang berisi data empiris dan data teoritis:

Tabel 10

Statistik Empiris Teoritis Empiris Teoritis Mean 121,42 122,5 140,14 130

Max 158 196 173 208

X Min 73 49 75 52

SD 14,94 24,5 14,96 26

(68)

Pada skala body image, terdapat aitem sejumlah 49 dengan rentang skor 1 sampai dengan 4. Oleh karena itu, skor terendah yang diperoleh untuk skala iklim organisasi adalah 49 x I = 49, dan skor tertinggi adalah 49 x 4 = 196. Dengan demikian, rentang skor skala body image adalah 49 sampai dengan 196, atau besar jaraknya adalah 196 - 49 = 147. Satuan deviasi standar populasi adalah 147 : 6 = 24,5. Mean teoritis (µ) yaitu (196 + 49) : 2 = 122,5.

Kemudian, skala berikutnya yang mengungkap variabel tergantung ~ aitu harga diri pada remaja putri, memiliki jumlah aitem sebanyak 52 ahem. Rentang skor yang terdapat pada skala tersebut adalah 1 sampai 4, dengan skor terkecil yang diperoleh pada skala harga diri adalah 52 x 1 = 52. Selanjutnya skor terbesar yang terdapat pada skala harga diri yaitu 52 x 4 = 208. Dengan demikian, rentang skor skala harga diri adalah 52 sampai dengan x'08. atau besar jaraknya adalah 208 - 52 = 156. Satuan deviasi standar populasi adalah 156 : 6 = 26. Mean teoritis (µ)

untuk variabel harga diri yaitu (208+ 52) : 2 = 130.

Berdasarkan tabel di atas diperoleh data hash perbandingan antara mean empiris dan

mean teoritis pada masing-masing variabel. Pada variabel

body image,

diperoleh mean

empiris yang lebih rendah daripada mean teoritisnx-a (121,42 < 122,5). Hal ini

menunjukkan bahwa subyek memiliki

body image

yang cenderung rendah Sedangkan

pada variabel harga diri mean empiris lebih tinggi dibandingkan dengan mean

teoritisnya (140,14 > 130). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata subyek memiliki harga

(69)

50

3. Uji Hipotesis

Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product-Moment dari Pearson melalui program SPSS for Windows versi 10.0. Analisis data ini dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu ada hubungan positif antara body image dengan harga diri.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan uji One-tailed (satu ekor) untuk menguji taraf signifikansi penelitian. Hal ini dilakukan sebab hipotesis dalam penelitian ini merupakan hipotesis searah atau hipotesis yang sudah mengarah, yaitu berarah positif.

Uji hipotesis menghasilkan koefisien korelasi antara variabel body image dengan harga diri sebesar r = 0,430 dengan p = 0,000 (p<0,01), yang berarti kedua variabel memiliki hubungan yang bersifat positif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis terbukti.

Hasil hipotesis tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara body image dengan harga diri. Dengan demikian. semakin tinggi body image yang dimiliki seseorang maka akan semakin tinggi harga diri yang dimiliki. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah body image yang dimiliki maka akan semakin rendah harga diri yang dimiliki.

D. PEMBAHASAN

(70)

menunjukkan bahwa semakin tinggi body image, maka akan semakin tinggi harga diri pada remaja putri. Kemudian, semakin rendah body image, maka harga diri yang dimiliki oleh remaja putri akan semakin rendah. Pembuktian hipotesis dapat dilihat dari koefisien korelasi yang bernilai 0,430 dengan probabilitas 1% (p < 0,01).

Dengan melihat basil uji hipotesis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa body image dapat mempengaruhi harga diri seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat Huntington (2002) yang mengatakan ada kaftan langsung antara body image dengan harga diri remaja. Semakin baik perasaan remaja akan apapun yang terjadi pada tubuhnya, maka makin tinggi pula rasa harga diri seseorang.

Dari penelitian yang telah dilakukan, hasilnya adalah bahwa rata-rata subvek memiliki body image yang cenderung rendah. Hal ini dapat dilihat dari mean empiris yang lebih rendah daripada mean teoritisnya, yaitu 121,42 < 1221.5. tetapi untuk variabel harga diri, hasilnya adalah bahwa rata-rata subyek memiliki harga diri yang cenderung tinggi. Hal ini dapat dilihat dari mean empiris yang lebih tinggi daripada mean teoritisnya, yaitu 140,14 > 130.

Body image merupakan suatu konsep yang dimiliki seseorang

(71)

52

orang lain. Perasaan yang kurang puas terhadap kondisi tubuh ini, nantinya akan menyebabkan subyek memiliki harga diri yang rendah (Jonathan dalam Barbara. 2006). Apabila hat tersebut terjadi pada subyek maka dapat menghambat tugas perkembangan pada masa dewasa dini yaitu penyesuaian diri. baik dalam hal membina hubungan dengan orang lain, mengembangkan din maupun dalam hal pekerjaan (Helmi dan Ramdani, 1992). Namun apabila body image yang dimiliki subyek penelitian cenderung tinggi, maka harga diri dimiliki

oleh subyek penelitian akan semakin tinggi.

Seseorang yang merasa puas dengan penampilan fisiknya bisa dibilang mempunyai body image yang positif. Orang yang memiliki body image positif berarti bisa menghargai dirinya apa adanya (Dian K, Intisari Edisi November 2007). Remaja yang memiliki harga diri yang tinggi dapat menyelesaikan perkembanganya dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Coopersmith (dalam Setyaningsih, 1992), yang mengatakan bahwa harga diri merupakan pusat penyesuaian diri yang baik, kebahagiaan personal, dan fungsi afektif, baik pada anak-anak, remaja, maupun orang dewasa.

(72)

Berdasarkan hasil analisis statistik terhadap data-data yang diperoleh, ditemukan ada hubungan positif antara body image (citra raga) dengan harga yang dimiliki oleh remaja putri di SMU Negeri 1 Jatinom Klaten dengan koefisien korelasi sebesar 0,430 (p<0,01). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi body image, maka akan semakin tinggi harga diri yang dimiliki oleh remaja putri di SMU tersebut. Sebaliknya, semakin rendah body image, maka akan semakin rendah pula harga diri yang dimiliki oleh remaja putri.

B. SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta hash yang telah diperoleh,. maka saran yang dapat disampaikan oleh peneliti adalah:

1. Bagi Remaja Putri

(73)

53

harga diri yang tinggi dapat menyelesaikan tugas perkembanganya dengan baik.

1. Bagi Penelitian Selanjutnya

Bagi peneliti yang tertarik dan ingin meneliti dan memperdalam penelitian yang berkaitan dengan topik ini, sebaiknya mencoba melakukan metode pengambilan data yang lebih mendalam, seperti wawancara dan observasi terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan sifat dari body image yang sangat subyektif dan relatif bagi setup individu.

Pengambilan subyek yang berbeda atau variabel yang berbeda juga menarik untuk diteliti, seperti hubungan body image dengan remaja yang mengalami obesitas, hubungan body image dengan kepercayaan diri pada remaja atau body image dengan intensitas melakukan perawatan kecantikan dan lain sebagainya. Hasilhasil tersebut diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang psikologi, khususnya psikologi remaja, kepribadian, serta perkembangan.

B. KETERBATASAN PENELITIAN

(74)
(75)

D A F T A R P U S T A K A

Ancok, Djamaludin. 1999.Wanita Sendiri yang Merasa Dirinya Rendah. Kirana

Lembar Wanita. Kedaulatan Rakyat. 12 April 1989. hal 13. Yogyakarta. Anonim, 2000. Citra Bentuk Tubuh bagi Remaja. Kompas Cyber Media.

www.kompas.com.

Azwar, Saifuddin. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Edisi ke 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, Saifuddin. 1996. Tes Prestasi, Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, Saifuddin. 1999. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, Saifuddin. 1999. Dasar - dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, Saifuddin. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, Saifuddin. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, Saifuddin. 2003. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, Saifuddin. 2003. Sikap Manusia; Teori dan Pengukurannya (edisi ke 2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Berne, Patricia H. Dan Savary, Louis M. 1988. Membangun Harga Diri Anak Yogyakarta: Kanisius.

Brecht, Grant. 2000. Mengenal dan Mengembangkan Harga Diri. Jakarta: PT. Prenhallindo.

Buss, A. 1973. Psychology Man in Perspective. New York: John Willey and Sons Inc. Burn, R. B. 1979. The Self Concept. New York: Long Man.

Blyth, dkk. 1985. Satisfaction With Body Image for Early Adolescence Female: The Impact of Pubertal Timing Within Different Scholl Environment. Journal of Youth and Adolescence.

Branden, Nathaniel. 1980. The Psychology of Self Esteem. California: Nash Publishing Corporation.

Branden, Nathaniel. 2001. Kiat Jitu Meningkatkan Harga Diri. Jakarta: PT. Prenhallindo.

(76)

Chia, Franny. 1999. Hubungan antara Citra Raga dengan Minat Membeli Produk Kosmetika Pemutih Kulit pada Remaja Putri Etnis Cina. Skripsi. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. (tidak diterbitkan).

Clemes, Harris, Ph. D, dan Bean, Reynold, Ed, M. 1995. Bagaimana Meningkatkan Harga Diri Remaja. Jakarta: Binarupa Aksara.

Dewi, Irma Sukma. 1990. Kompetensi Interpersonal dalam Hubungannya dengan Teman Sebaya dan Citra Raga Remaja. Skripsi. UGM. (tidak diterbitkan).

Dian K, A. 2007. Mengajarkan Body Image Positif. Intisari Edisi November 2007 hal. 192

Grogan, S. 1999. Body Image: Understanding Body Dissatisfaction In Men, Women and Children. London and New York: Routledge.

Gardner, R. M. 1996. Methodological Issues In Assesment of The Perceptual Compenent of Body Image Disturbance. British Journal of Psychology, 87, 327-337.

Gunarsa, Y.S.D. dan Gunarsa, S.D. 1986. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Grinder, R.E. 1978. Adolescene. New York: John Wiley & Sons. Hadi, S. 1996. Statistik Jilid II Yogyakarta: Andi Offset.

Hadisubrata, M. S. 1990. Mengembangkan Citra Diri yang Positif. Bogor: Percetakan Mardi Yuana.

Hamacheck, Don. E. 1987. Encounters With the Self Ed. 3. New York: CBS College Publishing.

Hardy, M. dan Heyes,S. 1988. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Herkusumaningtyasrini, Endang. 2001. Korelasi antara Harga Diri dengan Interaksi Sosial pada Remaja. Yogyakarta. Universitas Sanata Dharma.

Herkusumaningtyasrini, Endang. 2001. Korelasi antara Harga Diri dengan Interaksi Sosial pada Remaja. Yogyakarta. Universitas Sanata Dharma.

Hurlock, E. B. 1973. Adolescent Development. Tokyo: Mc Graw Hill Kogakusha Ltd.

(77)

57

Hurlock, E. B. 1994. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Jersild, A.T. 1979. The Psychology of Adolescence. New York: The Macmillan

Miller, Derek, Md. 1983. The Age Between Adolescence and Therapy. New York: Jason Aronson. Inc.

Mappiere, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Monks, F.J. 1987. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Noesjirwan, Dra. Joesoef. (1979). Perkembangan Anak dan Remaja Dalam Proyek Normalitas Kehidupan Kampus. Departemen P dan K. Dirjen Pendidikan Tinggi.

Pudjijogyanti, C. R. 1985. Konsep Diri Dalam Proses Belajar Mengajar. Pusat Penelitian Unika Atmajaya Jakarta.

Robinson, J. P. and Shaver, P. R. 1974. Measures of Social Psycholo Attitudes. USA: Survey Reseach Center Institute for Social Raseach.

Setyaningsih, Hestri. 1992. Citra Raga, Pemakaian Kosmetika, dan Harga Diri pada Remaja Putri. Skripsi. Fakultas Psikologi UGM. (tidak diterbitkan).

Suryabrata, S. 1998. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sarwono, S.W. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press.

Santrock, J.W. 2003. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga, Edisi Kelima.

Shrauger, J, and Terbovic, M. L. 1976. Se tf Evaluation and Assesments of Performance by Self and Others. Journal of Consulting and Clinical Psychology. (4). 44. 564 - 572.

Sjabadhyni, Bertina dan Alfarani, Devina. 2001. Sikap Wanita terhadap Kosmetika dan Kaitanya dengan Diskrepansi Konsep Diri dan Citra Produk Pengembangan Kulaitas SDM dari Perspektif PIO. Jakarta: Penelitian Bagian PIO Fakultas Psikologi UI.

Tresnawati, Fransisca Susi. 2004. Studi Deskriptif Tentang Citra Raga pada Mahasiswi Unika Atmajaya Jakarta. Skripsi. Faku tas Psikologi USD. (tidak diterbitkan).

(78)

Wolman, B.B. 1965. Handbook of Clinical Psychology. New York: Mc Graw Hill Company.

(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)

Gambar

Tabel 1 Blue Print Citra Raga
Tabel 2
Tabel 4
Tabel 10 Deskripsi Data Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Langsung Paket Pekerjaan Pengadaan Nat-alat Kontruksi Kolam Kegiatan Pendampingan Pada Kelompok Tani pembudidaya rkan, Nomor : 07./Penetapan.Barang/IY / 2Ol5 Tanggal l

Hadirnya online shop yang kian marak pada saat ini tidak bisa dipungkiri berakibat pada perubahan gaya hidup seseorang, terutama pada remaja wanita desa Pancur

&#34;Refleksi Kritis Prestasi Olahraga Indonesia di Asian Games 2014 dan Tantangan MenghadapiAsian Games 2018. dalam Perspektif llmu

Biaya total adalah total keseluruhan yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel dikeluarkan oleh peternak pola bagi hasil Teseng sistem ternak sapi potong di

Studi ini menghasilkan sebuah tabel pasangan kata yang disebut dalam Alqur’an dengan jumlah sama, selanjutnya menghasilkan sebuah tabel kisaran makna dari kata-kata

According to the annual report on High-tech business incubator industry (2003), there were 27 Chinese SOE incubators by late 2002, which is only 5 per cent of all incubators and

Bagi lembaga terkait, dapat mengungkapkan suatu produk pengembangan keilmuwan melalui teori yang ada dengan pendekatan dan metode baru bagi pengembangan

Setelah dilakukan proses identifikasi permasalahan, pengguna dan data, maka dapat diidentifikasi fungsi dari proses penilaian penjualan perlengkapan dan peralatan