• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aku terbangun dari tidur malamku. Ruangan yang redup membuat tanganku menggagap mencari ponselku yang semula kuletakkan di dekat kaki kiriku.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aku terbangun dari tidur malamku. Ruangan yang redup membuat tanganku menggagap mencari ponselku yang semula kuletakkan di dekat kaki kiriku."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Prolog

Seringkali manusia memperingati waktu lahirnya sebagai tanda rasa syukur karena Tuhan telah mengizinkannya untuk melihat dan menikmati muka bumi ini. Waktu yang selalu dinanti-nanti setiap tahun agar menjadi hal yang istimewa. Namun, mereka tak menyadari, berapa kali ia akan menjumpai peringatan itu? Dan kapankah waktu peringatan terakhir dalam hidupnya akan tiba?

Sang mentari yang begitu gagah pun suatu saat akan tenggelam dalam gelap. Seuntai bunga abadi pun suatu ketika akan jatuh berguguran. Dan manusia pun pasti akan tumbang dari pijakannya. Terlepas dari semua beban dan segala ambisi-ambisi kehidupan. Meninggalkan saat-saat manis yang mungkin tak akan terulang lagi.

(2)

Aku terbangun dari tidur malamku. Ruangan yang redup membuat tanganku menggagap mencari ponselku yang semula kuletakkan di dekat kaki kiriku. Setelah berada di genggamanku, kutekan salah satu tombolnya. Dengan silau, terlihat angka 23.30. Masih terlalu lama untuk menunggu setengah jam lagi bagi mata yang sangat sulit ditahan untuk segera menutup lagi. Lenganku lemas dan genggamanku lengah seraya kelopak mata kembali merapat.

Kicauan burung pagi hari terdengar samar. Kuusap-usap mataku sambil meregangkan tubuh sepuasnya. Masih terbaring, teringat aku akan sesuatu yang telah kunanti jauh hari sebelumnya. Dengan semangat dan penuh harap, aku

(3)

mungkin masuk di ponselku. Hatiku bertanya-tanya, siapa orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun untukku?

Ternyata tak ada pesan baru. Ada rasa kecewa dalam hati. Kutengok kalender yang tertempel rapi di dinding. Memang benar, hari ini tanggal 9 Januari. Tak apa, mungkin hanya belum. Aku berusaha menghilangkan rasa kecewaku. Kuinjakkan kaki ke lantai yang dingin untuk membuka tirai jendela yang masih tergerai. Ini adalah kali pertama sinar mentari menerpa wajahku di usia enam belas.

Aku bergegas untuk bersiap ke sekolah yang letaknya tidak jauh dari rumah kost-ku. Dalam perjalanan singkat menuju sekolah, aku merasa gelisah. Mengapa belum ada yang mengucapkan selamat ulang tahun padaku? Tiba-tiba, keresahan itu mengantarkanku ke sebuah khayalan yang cukup masuk akal. Mungkin mereka akan membuat kejutan besar di hari istimewaku ini. Aku makin mantap dengan dugaan itu sembari menyunggingkan senyum kecil termanisku.

Aku berjalan santai melewati pintu gerbang sekolah. Mungkin bagi orang lain ini adalah hari yang biasa, namun bagiku tidak. Hari ini pasti akan menjadi hari yang istimewa. Seumur hidupku, aku sudah merasakan enam belas kali peringatan lahirku. Dalam langkahku itu, aku pun

(4)

bertanya-tanya, sampai kapankah aku akan merasakan peringatan seperti ini?

Akhirnya, aku tiba di depan kelasku, kelas XE. Beberapa teman sekelasku sudah datang. Kulihat raut wajah mereka, tak ada yang istimewa. Semua biasa saja. Baiklah, aku juga akan berusaha bersikap seperti biasanya. Aku tak mau menunjukkan bahwa aku berulang tahun hari ini.

Tak lama kemudian, terdengar bel masuk. Pelajaran pertama adalah pelajaran kesukaanku, Biologi. Sejak awal, aku memang sangat tertarik dengan pelajaran ini karena aku ingin menjadikannya sebagai bidangku kelak. Tentu saja, seorang dokter tak akan lepas dari Biologi.

Saatnya istirahat pertama. Aku sengaja tidak pergi ke kantin. Aku lebih memilih tinggal di kelas menunggu kalau-kalau ada pesan masuk dan aku akan segera membukanya. Tiba-tiba, aku teringat ayah-ibuku. Rasanya tak mungkin mereka mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Mereka tak suka dengan ulang tahun karena bagi mereka ajaran nabi memang seperti itu. Tapi untuk anak muda sepertiku, tidak ada salahnya bukan?

Lamunanku dibuyarkan oleh ponselku yang tiba-tiba bergetar singkat. Yes! Pesan baru.

(5)

Dari Dewi, teman SMP. Mantan saingan memperebutkan predikat juara kelas. Meski dia menyebalkan, aku sudah tak punya rasa benci padanya.

Aku tersenyum, rasanya cukup lega. Ternyata masih ada orang yang ingat hari ulang tahunku. Dan orang itu adalah orang yang mungkin dulu pernah membenciku. Mengapa sahabat lamaku belum juga mengucapkan? Lamunanku dibuyarkan lagi. Sahabatku menepuk pundakku dengan keras.

“Heh! Ngelamun aja! Tadi aku lihat Rei di kantin, lho!” kata Fahri pamer.

Aku menatapnya dengan tatapan malas. Kali ini, sahabat laki-lakiku itu tak dapat membaca pikiranku karena dia tak pernah ingat tentang hari ulang tahun seseorang.

“Oh, ya?” kataku singkat.

”Sukurin, kamu nggak lihat! Makanya ke kantin, biar ketemu! Hehehe…!” ejeknya menyeringai jahil.

“Ih, so sweet banget sih, kalian berdua,” kata Rini tiba-tiba sambil melirik aku dan Fahri secara bergantian.

“Ya ampun, Rini... aku sama Fahri tuh nggak ada apa-apa. Aku capek deh, ngejelasin sama semua orang kalau Fahri ini mak comblangku. Kamu tahu sendiri kan, kalau Fahri ini pacarnya Desy? Dan aku kenal baik sama Desy anak kelas XB itu!” jelasku pada Rini.

(6)

“Oh, gitu ya? Sorry deh,” ucapnya mengangkat dua jari pertanda damai kemudian segera pergi berlalu.

“Eh iya, sampai mana tadi, Ri?” aku berusaha mengembalikan topik.

Fahri masih memandangi Rini yang tengah berlalu sebelum akhirnya ia menoleh ke arahku.

“Kamu mau aku comblangin sama dia, Del?” tanyanya lebih serius.

“Apa? Aku tadi kan cuma bohong sama Rini aja, biar pada nggak curiga kaya gitu. Aku nggak serius, aku takut kalau dia udah punya pacar,” bisikku pada Fahri.

“Ya… aku tanyain dulu deh, dia masih single apa enggak,” kata Fahri.

“Jangan! Kamu gila?! Aku kan cuma sekadar suka, nggak ada niat lebih!” sergahku.

“Ah, masa? Yang bener? Aku tanyain ah...,” Fahri melirikku jahil.

“Heh! Awas kamu, kalau sampai nanyain ke dia! Apalagi kalau dia sampai tahu perasaanku sama dia! Malu tauk!” kataku kesal kesal pada Fahri.

“Ya udah, berarti aku nanya sama temen sekelasnya aja, deh…,” katanya kemudian.

(7)

“Oke, sekarang aku tanya. Sebenernya kamu suka nggak sama Rei?” ucap Fahri dengan tatapan tajam, seolah memaksaku untuk berkata ‘iya’.

“Ya... cuma sekadar suka aja. Nggak sampai segitu serius…,” jawabku seraya menimpuk muka Fahri pelan dengan buku tulis.

“Alah... katanya pengen punya pacar kakak kelas? Kamu juga penasaran kan, dia udah punya pacar apa belum?” ucap Fahri berusaha membuatku yakin padanya.

“Ya... iya juga, sih,” jawabku sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.

“Ya, udah! Nanti aku tanyain sama Kak Hassan, temenku di Kerohanian Islam sekolah sekaligus temen sekelas Kak Rei!” ucapnya bersemangat.

“Niat banget sih, lo?! Jangan-jangan ada udang di balik garpu?” tuduhku.

“Tuh, kan? Mau dibantuin, juga! Malah nuduh yang enggak-enggak! Jadi dicomblangin enggak?!” semprot Fahi melotot.

“Udah, ah! Nggak usah dibahas! Heh! Tuh, Bu Astri udah masuk!” seruku.

Tak disadari bahwa bel sudah berbunyi sejak tadi, sementara aku dan Fahri masih asyik mengobrol. Bu Astri, Guru

(8)

Bahasa Indonesia pun tersenyum melihat Fahri yang terbirit-birit menuju tempat duduknya. Teman-teman sekelas pun tertawa melihat tingkah konyol Fahri yang memasang muka blo’on.

***

Bel pulang berbunyi. Semua berkemas-kemas dan berdoa sebelum keluar kelas. Sembari menenteng helm hitamnya, Fahri mendekat ke arahku.

“Pulang, yuk!” ajaknya.

“Aku ada ekstrakurikuler,” kataku polos.

“Ha? Ekstra apa hari Sabtu kaya gini? Malem Minggu kok ekstra!” seperti biasa, dia selalu bertingkah seakan membuat anak kecil menjadi sewot.

“Heh! Kalau buat jomblo kaya aku, ini Sabtu Malam! Bukan Malam Minggu!” semprotku.

“Oh, iya! Aku lupa kalo kamu jomblo. Hahaha!!!” ejeknya puas.

“Emang ada ekstrakurikuler apa Sabtu Malam gini,

Mblo?” tanyanya menyebutku dengan sebutan ‘jomblo’.

“Nggak tahu, ya?! Aku kan ikut Ekstra Pelatihan Pengurus UKS sama pacarmu juga!” kataku balas mengejek.

(9)

“He... lupa...,” kataku mengejek meniru kata-kata Fahri barusan.

“Alah, apa kamu! Suka sama orang kok takut ketahuan! Hu, dasar abnormal!” Fahri balas mengejek.

Aku hanya tersenyum kecil. Setidaknya, obrolanku dengan Fahri sejak tadi bisa membuatku terlupa bahwa hari ini aku sedang berulang tahun.

“Woy! Bengong lagi! Gimana? Jadi nggak, rencana yang tadi?” dia memetik jari di depan mukaku.

“Terserah kamu ajalah,” jawabku tak peduli.

“Woke! Serahin aja sama ahlinya!” dia menepuk dadanya dengan bangga.

“Ya udah, pulang sana! Bentar lagi ekstra mulai, nih,” kataku mengusirnya.

“Oke. Sampai jumpa calon Bu Rei!”

Kali ini aku tersenyum lebar mendengar ucapan Fahri. Kubalas lambaian tangannya yang semakin menjauh. Dalam hati, aku masih bertanya-tanya, mengapa dia antusias sekali mencomblangkan aku dengan Kak Rei?

Kulihat jam tanganku, sudah hampir pukul 13.30. Aku bergegas ke ruang Ekstrakurikuler Pelatihan Pengurus UKS. Ternyata teman-teman yang lain sudah di sana. Termasuk Desy,

(10)

pacar Fahri. Kami mengawalinya dengan sharing bersama senior kami, sebelum melanjutkan ke materi pembahasan.

”Eh, hari ini Della ulang tahun, kan?” kata Fatika tiba-tiba.

Spontan teman-teman yang lain mengucapkan selamat dan menyalamiku satu per satu. Aku cukup senang, mereka ingat hari spesialku. Meski hanya berawal dari satu orang saja.

Referensi

Dokumen terkait

Nilai tambah tenaga kerja (NTtk) paling besar diberikan pada abon dengan merek “Empat Sekawan” karena untuk perjam yang sama dalam bekerja dari keempat produk yaitu abon

Hal yang sama berlaku pula untuk suatu rangkaian listrik.. Jumlah hambatan dari sejumlah resistor yang dihubungkan paralel adalah. kebalikan dari jumlah

PROGRAM LAYANAN KONSELING UMTUK MEREDUKSI KECEMASAN AKADEMIK PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN TEKNIK RESTRUKTURISASI KOGNITIF. Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu

Sel-sel bakteri menggunakan laktosa dari susu untuk mendapatkan karbon dan energi dan memecah laktosa tersebut menjadi gula sederhana yaitu glukosa dan galaktosa

from the reaction rate determination. Figure 1, showed that the activities of AchE still in increased by substrate concentration increasing. The temperature increasing during

Membuat karya tulis/karya ilmiah berupa tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri di bidang teknologi informasi yang disampaikan dalam pertemuan ilmiah.

Jelaskan proses penyusunan dan penetapan APBN dan bandingkan dengan proses penyusunan dan penetapan APBD berbasis peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai dasar

M eteorologi mengenal sistem skala dalam melakukan sebuah analisis. Skala global merupakan skala meteorologi yang paling luas. Skala global dapat mempengaruhi fenomena meteorologi