• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN EFISIENSI THERMAL PELAT KOLEKTOR ALUMUNIUM DENGAN PENCELUPAN NaOH 5 BERDASARKAN VARIASI WAKTU PEMANASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENINGKATAN EFISIENSI THERMAL PELAT KOLEKTOR ALUMUNIUM DENGAN PENCELUPAN NaOH 5 BERDASARKAN VARIASI WAKTU PEMANASAN"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN PENCELUPAN NaOH 5%

BERDASARKAN VARIASI WAKTU PEMANASAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Disusun oleh:

Nama : BENEDIKTUS KRISNA ARIYADI NIM : 025214064

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

(2)

IMMERSING BASED ON HEATING TIME

VARIATION

FINAL PROJECT

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Sarjana Teknik Degree

in Mechanical Engineering

by

BENEDIKTUS KRISNA ARIYADI Student Number : 025214064

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SAINS AND TECNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2007

(3)
(4)
(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 3 November 2007

Penulis

Benediktus Krisna Ariyadi

(6)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh larutan NaOH 5%

dengan variasi waktu terhadap absorptivitas dan emisivitas pelat Aluminium

dengan tebal 2 mm.

Ada 2 variasi pencelupan dalam pembuatan spesimen yaitu : variasi A

pencelupan pelat aluminium dalam larutan NaOH 5% dengan pemanasan 50ºC

dicuci, dan variasi B pencelupan pelat aluminium dalam larutan NaOH 5% dengan

pemanasan 50ºC tidak dicuci. Setiap variasi pencelupan dibagi lagi berdasarkan

lama pencelupan yaitu : 10 menit, 20 menit, 30 menit. Setelah dilakukan

pencelupan, kemudian dilakukan pengujian radiasi untuk mengetahui besar

absorptivitas dan emisivitas termal pada aluminium yang telah mengalami

pencelupan NaOH 5%.

Dari pengujian absorptivitas dan emisivitas, disimpulkan dengan metode

dipping in chemical baths (permukaan dikasarkandengan direndam dalam larutan kimia NaOH), dengan metode pemanasan 50ºC dapat meningkatkan absorptivitas

dan emisivitas, penyerapan suhu meningkat 2,40C – 24,40C dibandingkan dengan pelat yang tidak mendapatkan perlakuan.

(7)

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala kasih, rahmat dan bimbingan-Nya sehingga dapat menyelesaikan Tugas

Akhir dengan baik. Maksud dan tujuan dari Tugas Akhir ini adalah sebagai

pemenuhan salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik

Mesin Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan banyak terima kasih atas

bantuan, dukungan serta bimbingan yang diberikan dalam proses penyusunan ini,

oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Romo Ir. Greg. Heliarko SJ.,S.S.,B.S.T.,M.A.,M.Sc., Dekan Fakultas

Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Budi Setyahandana, S.T., M.T., Dosen Pembimbing yang telah

membimbing dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

3. Laboran Laboratorium Teknologi Mekanik dan Laboratorium Perpindahan

Panas Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penelitian penulis.

4. Segenap dosen dan karyawan Jurusan Teknik Mesin FT-USD yang telah

membantu dan selalu membimbing dalam masa-masa kuliah.

5. Keluarga besar penulis, Bapak-Ibu (M. Bambang Priyadi) dan (Y.

Sujiyah), Kakek dan Nenek ( Adiatmadja ) dan ( Cermojiyono ) serta buat

adik-adik penulis Wiwin, Niko, dan Bayu.

6. Teman-teman Anton, Budi, Lukas, Luis, Trimbil, Sigit, Tomo, Dwi, Cb,

Sigit, Heri Kabul, Doni Ateng, Ucok, Nano, Bowo dan semua

(8)

7. Dik Anita yang selalu mendukung dalam doa, memberikan semangat dan

perhatian yang besar kepada penulis.

8. Semua teman-teman kampung Beni W, Wahana, Jati, Pepsi, Mas

Ganggeng, Triyono dkk yang selalu membantu penulis dalam segala hal.

Semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat berguna dan memberikan manfaat

bagi para pembaca maupun pihak lain, sebagai ilmu pengetahuan dan informasi.

Yogyakarta, 3 November 2007

Penulis

(9)

HALAMAN JUDUL……….………..………... i

HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS... ii

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI DAN DEKAN... iv

HALAMAN PERNYATAAN... v

INTISARI... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR TABEL... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1Latar Belakang... 1

1.2Batasan Masalah... 3

1.3Tujuan Penelitian... 3

BAB II DASAR TEORI... 4

2.1Pengertian... 4

2.2Perpindahan Kalor... 5

2.3Pelat Absorber... 10

2.3.1 Pembuatan Permukaan Selektif... 10

2.3.2 Bahan Pelat Absorber………... 12

(10)

2.4.2 Unsur Yang Terkandung Dalam Alumunium... 17

2.5 Larutan Kimia... 21

2.5.1 Pencelupan (Bath Dipping) NaOH... 22

2.5.2 Konsentrasi Larutan... 23

2.5.3 Sifat-sifat Larutan... 25

BAB III METODE PENELITIAN... 30

3.1Diagram Alir Penelitian... 30

3.2Bahan... 31

3.3Proses Pencelupan Dalam NaoH... 31

3.4Larutan... 32

3.5Pengujian Bahan... 33

3.5.1 Pengujian Absorptivitas Surya... 33

3.5.2 Pengujian Emisivitas Thermal... 35

3.5.3 Pengujian Sinar Matahari……… 38

BAB IV DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 41

4.1Analisis Pengujian Absorptivitas... 41

4.2Analisis Pengujian Emisivitas... 46

4.3Analisis Pengujian dengan Sinar Matahari... 52

BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP... 57

5.1Kesimpulan... 57

5.2Penutup... 57

(11)

DAFTAR PUSTAKA... 59

(12)

Gambar 2.1. Sudut Azimut dan Sudut Polar... 7

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian... 30

Gambar 3.2. Bentuk Benda Uji... 31

Gambar 3.3. Alat Pengujian Absorptivitas... 34

Gambar 3.4. Pemasangan Spesimen... 36

Gambar 3.5. Panel Indikator... 37

Gambar 3.6. Pemasangan Spesimen... 39

Gambar 4.1. Diagram Absorptivitas pada Material Awal... 44

Gambar 4.2. Diagram Pengaruh Waktu Pemanasan pada Absorptivitas... 45

Gambar 4.3. Diagram Pengaruh Waktu Pemanasan pada Absorptivitas... 45

Gambar 4.4. Diagram Pengaruh Pencelupan NaOH pada Absorptivitas ... 46

Gambar 4.5. Diagram Emisivitas pada Material Awal... 50

Gambar 4.6. Diagram Pengaruh Waktu Pemanasan pada Emisivitas... 51

Gambar 4.7. Diagram Pengaruh Waktu Pemanasan pada Emisivitas... 51

Gambar 4.8. Diagram Pengaruh Pencelupan NaOH pada Emisivitas... 52

Gambar 4.9. Diagram Pengaruh Pencelupan NaOH pada Suhu yang Diserap... 54

Gambar 4.10. Foto Permukaan Alumunium dengan Dicuci... 55

Gambar 4.11. Foto Permukaan Alumunium Tanpa Cuci... 55

(13)

Tabel 2.1. Kalsifikasi Paduan Alumunium Cor………... 16

Tabel 2.2. Klasifikasi Paduan Alumunium Tempa... 17

Tabel 2.3. Contoh Beberapa Asam………... 27

Tabel 2.4. Contoh Beberapa Basa... 29

Tabel 4.1. Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya pada Material Awal…... 41

Tabel 4.2. Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Tanpa Pencucian……… 41

Tabel 4.3. Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Dengan Pencucian……. 42

Tabel 4.4. Data Hasil Pengujian Emisivitas Thermal pada Material Awal…… 47

Tabel 4.5. Data Hasil Pengujian Emisivitas Surya Tanpa Pencucian………… 47

Tabel 4.6. Data Hasil Pengujian Emisivitas Surya Dengan Pencucian………. 48

Tabel 4.7. Data Hasil Pengujian Dengan Sinar Matahari……….. 53

(14)

1

1.1 Latar Belakang

Segala sesuatu di alam ini tidak pernah lepas dari energi, tak sedikit

kebutuhan hidup manusia yang memanfaatkan energi. Energi yang paling

banyak dimanfaatkan adalah energi yang berasal dari alam sendiri, salah

satunya adalah minyak bumi sebagai sumber energi utama. Namun seiring

berjalannya kehidupan manusia yang semakin meningkat pertumbuhan

ekonomi dan pertambahan penduduknya, konsumsi energi juga terus

meningkat, sementara cadangan energi yang tersimpan di perut bumi yang

dimiliki Indonesia jumlahnya semakin berkurang dan suatu saat akan habis.

Kenyataan ini membuat orang semakin berpikir dan yakin bahwa

sumber energi pengganti merupakan alternatif yang dipilih sebagai sumber

energi di masa mendatang yang keberadaannya tidak akan habis/tersedia

sepanjang masa, cuma-cuma, dan ramah lingkungan. Energi yang berpotensi

untuk dimanfaatkan di Indonesia ini diantaranya : biomassa, panas bumi,

energi surya, energi air, energi angin, dan energi gelombang samudra.

Energi–energi tersebut mempunyai peluang untuk dikembangkan. Indonesia

memiliki keuntungan sebagai negara tropis yang memiliki potensi energi

surya yang besar. Dengan memanfaatkan potensi energi tersebut, digunakan

(15)

suhunya, yakni dengan mengkonversi radiasi surya menjadi panas. Untuk

mengambil panas dari surya menggunakan alat penerima/pengumpul

(kolektor) yang berfungsi untuk mengumpulkan radiasi surya sebanyak

mungkin dan mengalirkan energi yang didapat melalui fluida kerja.

Hal yang harus diperhatikan dalam kolektor ini adalah efisiensi

konversi, yang semuanya dipengaruhi oleh sifat-sifat pada pelat absorber

pada kolektor itu sendiri. Namun demikian juga harus diperhatikan

faktor-faktor yang mempengaruhi pelat absorber, dalam penggunaannya untuk

menyerap radiasi surya (radiasi gelombang pendek), dalam hal ini disebut

faktor absorptivitas, semakin besar nilai absorptivitasnya maka semakin

besar efisisensi konversi pelat absorber tersebut. Dengan keadaan pelat

absorber yang menyerap radiasi surya maka temperatur pelat akan naik,

sehingga dengan sifat alami suatu benda yang bertemperatur lebih tinggi dari

benda/sekitar akan memancarkan energi secara radiasi (radiasi gelombang

panjang).

Untuk memenuhi sifat ideal pelat absorber tersebut sangat tidak

mungkin diperoleh dari alam, tetapi untuk memperoleh permukaan selektif

secara teknologi dapat dibuat. Untuk membuat permukaan selektif terdapat

(16)

1.2. Batasan Masalah

1. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelat aluminium

dengan tebal 2 mm.

2. Metode peningkatan absorptivitas termal pelat yang digunakan adalah

secara dipping inchemical baths.

3. Dengan metode dipping in chemical baths benda uji permukaannya dikasarkan dengan cara direndam pada larutan NaOH dengan waktu

dan cara yang beragam.

4. Hanya dilakukan pengujian untuk mencari besar absorptivitas dan

emisivitas.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :

1. Mengetahui absorptivitas surya termal pada pelat aluminium yang

telah direndam dalam larutan NaOH.

2. Mengetahui emisivitas surya termal pada pelat aluminium yang telah

direndam larutan NaOH.

3. Mencari data untuk mendukung pengadaan energi alternatif yang lebih

(17)

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Pengertian

Mekanisme dari peralatan konversi energi surya sangat erat

hubungannya dengan perpindahan panas dan yang sangat mempengaruhi

besar kecilnya energi yang di konversi adalah aliran fluidanya, pada

umumnya menggunakan fluida cairan karena koefisisen aliran laminer dan

koefisien perpindahan panas dalam pipa sama. Untuk memperbesar

perpindahan panas biasanya aliran laminer dibuat supaya aliran menjadi

turbulen dengan memberikan gangguan pada aliran itu.

Panas dalam kolektor yang disebabkan oleh energi surya

menggunakan prinsip perpindahan kalor secara konduksi, konveksi dan

radiasi. Panas yang diserap oleh pelat penyerap secara konduksi dari daerah

yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah dialirkan

sepanjang pelat tersebut dan melalui dinding saluran, kemudian panas

dialirkan ke fluida dalam saluran secara konveksi. Selanjutnya pelat

penyerap yang panas itu melepaskan panas ke pelat penutup kaca (umumnya

menutupi kolektor) secara radiasi.

Dalam sebuah kolektor surya yang terpenting adalah bagaimana cara

menggunakan energi surya itu secara optimal, yaitu dengan mengatur

kedudukan permukaan kolektor pada berbagai sudut terhadap bidang

horisontal. Untuk bidang permukaan yang miring harus dihitung secara

khusus dengan mengukur radiasi pada permukaan tersebut.

(18)

2.2. Perpindahan Kalor

Sebagai dasar prinsip sebuah kolektor perlu mengetahui suatu

gambaran bahwa perpindahan panas yang diserap melalui tiga cara yang

berbeda yaitu :

1. Konduksi

Perpindahan panas dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah

yang bertemperatur rendah secara langsung/dengan bantuan media

padat sebagai penghantar. Laju perpindahan panas yang terjadi

dinyatakan dengan hukum Fourier seperti dibawah ini :

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =

dx dT kA

q W(watt) ………. ( 2.1 )

Di mana :

K = konduktivitas termal, W/(m.K)

A = luas penampang tegak lurus pada aliran panas, m2

dT/dx = gradien temperatur dalam arah aliran panas, -K/m.

2. Konveksi

Perpindahan panas dengan media penghantar yang bergerak,

seperti halnya jika udara yang mengalir di atas suatu permukaan

panas kemudian permukaan lain menjadi panas. Apabila aliran

udara/fluida disebabkan oleh sebuah blower maka disebut konveksi

paksa. Dalam perancangan sebuah kolektor surya biasanya

perpindahan panas konveksi dinyatakan dengan hukum

(19)

)

(T T

hA

q= W − W(watt) ……….. ( 2.2 )

Yang diketahui di mana :

H = koefisisen konveksi, W/(m2.K)

A = luas permukaan, m2

TW = temperatur dinding

T = temperatur fluida, K

3. Radiasi

Perpindahan panas yang terjadi tanpa media perantara atau transfer

panasnya berupa gelombang elektromagnetik. Perpindahan panas

secara radiasi yang mengenai sebuah benda akan dipantulkan

(reflected), sebagian akan diserap (absorbed), dan jika benda tersebut transparan maka sisanya akan diteruskan (transmitted). Hubungan antara reflektivitas (ρ), absorptivitas (α), dan

transmisivitas (τ) pada suatu panjang gelombang tertentu (λ)

adalah:

αλ + ρλ + τλ = 1 ……… ( 2.3 )

Bila ditinjau dengan hukum Kirchoff, maka suatu benda yang

berada dalam kesetimbangan termodinamik akan mempunyai

absortivitas (α) yang sama dengan emisivitas (ε) pada suatu

panjang gelombang tertentu (λ) atau dapat dinyatakan dengan

persamaan :

(20)

Perlu diketahui bahwa persamaan di atas hanya berlaku pada

permukaan yang tidak bergantung pada sudut azimut (ф), dan

sudut polar (μ). Seperti tersaji pada Gambar 2.1.

W

E N

S P erm ukaan

horisontal

S udut azim ut F A

µ Sudut polar Z

P

Gambar 2.1. Sudut azimut dan sudut polar

Tetapi jika permukaan tersebut tergantung pada sudut azimut (ф),

dan sudut (μ) maka persamaan di atas menjadi :

ελ (μ,ф) = αλ (μ,ф) ……… ( 2.5 )

Tetapi pada permukaan yang tidak transparan (opaque), radiasi yang diterima hanya akan diserap dan dipantulkan karena pada

permukaan yang tidak transparan tidak meneruskan radiasi (τ = 0),

sehingga persamaannya menjadi:

αλ + ρλ = ελ + ρλ = 1 ………. ( 2.6 )

atau secara umum :

ελ (μ,ф) = αλ (μ,ф) = 1 - ρλ(μi,фi) ……… ( 2.7 )

Dari persamaan di atas dapat disimpulkan emisivitas dan

(21)

Efisiensi pada kolektor surya dalam mengkonversi energi

surya menjadi energi termal tergantung pada :

a. Faktor absorptivitas surya pelat absorber pada radiasi surya

yang datang.

b. Emisivitas termal pelat absorber pada panjang gelombang yang

panjang.

c. Kerugian panas karena konduksi, konveksi, dan radiasi.

Dengan melihat persamaan efisiensi bahwa jika faktor

absorptivitas surya (α) membesar maka efisiensi (η) akan

membesar. Koefisien kerugian (UL) dipengaruhi oleh faktor

emisivitas termal di mana semakin besar begitu juga dengan

koefisien kerugian yang terjadi, hal ini juga akan mengakibatkan

berkurangnya efisiensi termal. Jadi bila ditinjau dari keadaan

tersebut untuk idealnya pelat absorber harus memiliki faktor

absortivitas surya yang besar dan emisivitas surya termal yang

rendah. Dari beberapa metode peningkatan efisiensi kolektor,

penggunaan permukaan selektif merupakan cara yang paling

efektif dan ekonomis dan dari beberapa penelitian yang dilakukan

ternyata peningkatan harga faktor absortivitas surya memberikan

pengaruh yang lebih besar dibandingkan penurunan faktor

emisivitas termal terhadap peningkatan efisiensi kolektor.

Faktor lain yang mempengaruhi koefisien kerugian adalah

(22)

koefisien kerugian. Bahan pelat absorber harus memiliki

konduktivitas termal yang baik dan panas jenis yang kecil. Dalam

tinjauan ini emisivitas thermal adalah perbandingan total energi

yang dipancarkan suatu permukaan dengan total energi yang

dipancarkan benda hitam pada temperatur yang sama. Bila ditinjau

pada permukaan nyata maka perpindahan panas netto emisivitas

termal merupakan fungsi panjang gelombang radiasi, sudut datang,

temperatur permukaan dan keadaan permukaan (kekasaran, warna,

bahan, dll). Dengan persamaan Stefan-Boltzmann dinyatakan sebagai berikut :

(

4 4

)

A

S T

T

q=εσ − ……… ( 2.8 )

Di mana :

q = energi yang dipancarkan (W/m2)

ε = emisivitas termal

σ = konstanta Stefan-Boltzmann, 5.67×10-8 W/(m2.K4)

TS = temperatur permukaan pelat penyerap, K.

TA = temperatur sekitar/permukaan kaca, K.

Pada benda hitam faktor emisivitas termal (e) = 1, sehingga

persamaan menjadi :

(

4 4

)

A S

b T T

q =σ − ……… ( 2.9 )

(23)

b

q q

=

ε ……… ( 2. 10 )

Pada penelitian ini energi yang dipancarkan (q) diukur dengan

radiometer sehingga emisivitas termal (ε) dapat diketahui.

2.3. Pelat Absorber

Untuk mendapatkan efisiensi yang baik dalam pemanfaatan energi

surya harus diperhatikan mengenai sifat-sifat dari bahan pelat absorber.

Sifat-sifat pelat absorber yang perlu dibutuhkan dalam hal ini adalah :

1. Faktor absorptivitas yang besar (mendekati satu)

2. Faktor refleksifitas yang rendah

3. Faktor Emisivitas termal yang kecil (mendekati nol)

4. Sifat optik dan fisik yang stabil

5. Kualitas kontak pelat dengan lapisan selektif yang baik

6. Mudah diaplikasikan

7. Proses pelapisan permukaan selektif yang murah dan tidak merusak

lingkungan (Pandey dan Banerjee, 1998).

2.3.1. Pembuatan Permukaan Selektif

Untuk proses pembuatan permukaan selektif ini, ada banyak

cara untuk memperolehnya. Namun yang memerlukan perhatian

lebih adalah bagaimana cara memperoleh permukaan selektif yang

ideal dengan proses yang ada. Dimana dari hasil permukaan selektif

(24)

besar berkisar 0 (nol) sampai 1 (satu), dengan angka semakin

mendekati 1 (satu) akan semakin baik, dan faktor emisivitas termal

(ε) yang kecil berkisar 0 (nol) sampai 1 (satu), dengan angka

semakin mendekati 0 (nol) semakin baik. Dari beberapa percobaan

dan penelitian yang pernah ada, diantaranya seperti berikut :

a. Permukaan selektif dengan lapisan oksida tembaga.

Lapisan oksida tembaga dibentuk dengan konversi kimia, yaitu

dengan mencelupkan pelat tembaga yang telah dibersihkan dan

dipolis ke dalam larutan sodium hydroxide dan sodium chloride

panas selama waktu tertentu. Faktor absorptivitas surya (α) yang

didapatkan sebesar 0,89 dan faktor emisivitas termal (ε) yang

didapatkan sebesar 0,17 (Choudhury, 2002). b. Permukaan selektif oksida cobalt.

Dapat dibuat dengan metode electroplating pada pelat baja-nikel, dengan metode ini didapatkan faktor absorptivitas surya (α) antara

0,87 – 0,92 dan faktor emisivitas termal (ε) antara 0,07 – 0,08

(Choudhury, 2002).

c. Permukaan selektif dengan metode sputtering.

Dengan mengganti lapisan anti korosi dari nickel-chromium

menjadi copper-nickel. Dengan metode ini dapat menaikkan absorptivitas surya (α) dari 0,89 – 0,91 menjadi 0,97, dan

menurunkan faktor emisivitas termal dari 0,12 menjadi 0,06

(25)

d. Permukaan selektif dengan metode elektrokimia.

Dengan oksidasi alumunium dan pigmentasi nikel, dapat

menghasilkan absorptivitas surya (α) sebesar 0,91 dan emisivitas

termal sebesar 0,17 (Kadirgan et al, 1999). e. Permukaan selektif dengan metode grinding.

Untuk memperoleh permukann selektif dengan metode grinding

ini, menggunakan kekasaran permukaaan 1μm - 2μm.

Absorptivitas surya (α) yang dihasilkan sebesar 0,90 dan emisivitas

termal (ε) yang dihasilkan sebesar 0,25 (Konttinen et al, 2003). Namun dengan metode grinding ini, setelah diuji dengan mikrostruktur terdapat variasi pada penggunaan komposisi dan

struktur dari alat grinding. Penggunaan komposisi dan struktur yang tepat dapat mempengaruhi hasil absorptivitas surya (α)

sampai diatas 0,94.

2.3.2. Bahan Pelat Absorber

Dalam pemilihan bahan pelat absorber yang ditentukan dengan

pertimbangan antara lain efisiensi, biaya proses yang relatif murah,

mudah dalam mendapatkannya serta tidak berdampak pencemaran

lingkungan maka dipilih aluminium sebagai pelat absorber. Selain

hal tersebut pembutannya mudah dilakukan, karena alumumium

sangat mudah dikerjakan dengan teknologi mekanik dan sifat

(26)

2.4. Aluminium

Aluminium merupakan logam non-ferro mempunyai ketahanan korosi

yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat yang baik lainnya

sebagai sifat logam. Aluminium sendiri pertama kali ditemukan sebagai

suatu unsur kemudian mengalami reduksi sebagai logam. Secara terpisah

aluminium diperoleh dari alumina dengan cara elektrolisa dari garamnya

yang terfusi, sampai sekarang proses ini masih dipakai untuk memproduksi

aluminium. Penggunaan aluminium sebagai logam setiap tahunnya

menempati urutan kedua setelah besi dan baja, yang tertinggi di antara

logam non-fero.

.Sebagai tahanan terhadap, kekuatan mekanisnya yang sangat

meningkat dengan penambahan Cu, Mn, Si, Mn, Zn, Ni, dsb, secara satu per

satu atau bersama-sama, memberikan juga sifat-sifat baik lainnya seperti

ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah dsb. Material

ini dipergunakan dalam bidang yang luas bukan saja unutuk peralatan rumah

tangga tapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil,

kapal laut, konstruksi dsb.

2.4.1. Jenis-jenis Aluminium Dan Paduannya

a. Aluminium murni

Aluminium murni diperoleh dengan cara elektrolisa dengan

(27)

Aluminium terhadap korosi tergantung pada kemurniannya,

semakin murni semakin tahan terhadap korosi.

b. Al-Cu dan Cu-Mg

Sebagai bahan coran dipakai aluminium paduan dengan

komposisi 4-5 % Cu, karena mudah terjadi retakan pada

coran maka perlu ditambahkan Si. Sedangkan untuk

memperhalus butir, ditambahkan Ti, setelah mengalami

perlakuan panas kekuatan tariknya akan meningkat menjadi

25 kg/mm

± 2

. Paduan Al-Cu adalah paduan yang

mengandung 4 % Cu dan 0,5 % Mg, dengan penuaan pada

temperatur biasa dalam beberapa hari paduan ini dapat

mengeras sehingga sangat dalam. Paduan ini disebut juga

Duralium. c. Paduan Al-Mn

Mn dipakai untuk memperkuat Al, tanpa mengurangi

ketahanan terhadap korosinya. Paduan Al-Mn merupakan

paduan tahan korosi yang tidak mengalami perlakuan panas.

d. Paduan Al-Si

Paduan antar aluminium denagan sislikon ini mempunyai

sifat :

1. Mudah mencairkannya

2. Permuakaanya sangat bagus

(28)

4. Sangat baik sebagai paduan coran

5. Tahan terhadap korosi

6. Ringan dan Koefisien pemuaiannya kecil

7. Merupakan penghantar panas yang baik

e. Paduan Al-Mg

Mempunyai sifat tahan terhadap korosi, dan sejak lama

dikenal dengan nama Hidronalium. Dengan 2-3 % Mg, paduan ini mempunyai sifat-sifat : mudah ditempa, mudah

dirol dan mudah diekstrusi.

f. Paduan Al-Mg-Si

Pengerasan dengan penuaan sangat jarang terjadi bila Al

hanya dicampur sedikit dengan Mg. Dengan penambahan Si,

paduan dapat dikeraskan dengan penuaan panas setelah

perlakuan pelarutan. Paduan ini mempunyai sifat-sifat :

Kurang baik sebagai bahan tempaan, mempunyai mampu

bentuk yang baik, sangat liat dan tahan terhadap korosi.

g. Paduan Al-Mg-Zn.

Paduan ini dapat dibuat menjadi sangat keras dengan penuaan

setelah perlakuan pelarutan, mempunyai sifat patah getas oleh

retakan korosi tegangan. Sifat-sifat yang tidak baik ini

berhasil dihilangkan dengan menambahkan 0,3 Mn atau Cr

(hal ini akan membuat butiran kristal padatnya menjadi halus

(29)

Duralumin Super Extra. Paduan ini juga merupakan paduan Al dengan kekuatan paling tinggi diantara paduan-paduan

lainnya. Paduan ini paling banyak dipakai sebagai bahan

konstruksi pesawat terbang dan sebagai bahan konstruksi

umum.

Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standar

oleh berbagai negara. Paduan aluminium dapat

diklasifikasikan menjadi dua kelompok umum, yaitu :

a. Paduan aluminium tuang/cor (cast aluminium alloys)

ƒ Paduan dengan perlakuan panas (heat treatable alloys)

ƒ Paduan tanpa perlakuan panas ( non heat treatable alloys )

b. Paduan aluminium tempa (wrought aluminium alloys)

ƒ Paduan dengan perlakuan panas (heat treatable alloys)

ƒ Paduan tanpa perlakuan panas ( non heat treatable alloys )

Sistem penandaan untuk kedua kelompok paduan tersebut

dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.

Tabel 2.1. Klasifikasi paduan aluminium cor

Seri paduan Unsur paduan utama

1xx.x

2xx.x

3xx.x

4xx.x

Al ≥ 99 %

Cu

Si + Cu atau Mg

(30)

5xx.x

6xx.x

7xx.x

8xx.x

Mg

Tidak digunakan

Zn

Sn

Tabel 2.2. Klasifikasi paduan aluminium tempa

Seri paduan Unsur paduan utama

1xx.x

2xx.x

3xx.x

4xx.x

5xx.x

6xx.x

7xx.x

8xx.x

Al ≥ 99 %

Cu atau Cu + Mg

Mn

Si

Mg

Mg + Si

Zn + Mg atau Zn + Mg +Cu

Unsur lainnya

2.4.2. Unsur-unsur yang terkandung dalam Aluminium

a. Silikon (Si)

Keuntungan dari unsur silikon dalam paduan aluminium :

ƒ Mempermudah proses pengecoran

(31)

ƒ Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran

ƒ Menurunkan penyusutan dalam hasil cor

Kerugian unsur silikon adalah :

ƒ Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut

ƒ Hasil cor akan rapuh jika kandungan silicon terlalu tinggi

b. Tembaga (Cu)

Keuntungan unsur Cu :

ƒ Meningkatkan kekerasan bahan

ƒ Memperbaiki kekuatan tarik

ƒ Mempermudah proses pengerjaan dengan mesin

Kerugian unsur Cu :

ƒ Menurunkan daya tahan terhadap korosi

ƒ Mengurangi keuletan bahan

ƒ Menurunkan kemampuan dibentuk dan dirol

c. Mangan (Mn)

Keuntungan unsur Mangan (Mn) adalah :

ƒ Meningkatkan kekuatan dan daya tahan terhadap

temperatur tinggi

(32)

ƒ Mengurangi pengaruh buruk unsur besi

Kerugian unsur Mangan (Mn)

ƒ Menurunkan kemampuan penuangan

ƒ Meningkatkan kekasaran butiran partikel

d. Magnesium (Mn)

Keuntungan unsur Magnesium :

ƒ Mempermudah proses penuangan

ƒ Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin

ƒ Meningkatkan daya tahan terhadap korosi

ƒ Meningkatkan kekuatan mekanis

ƒ Menghaluskan butiran kristal secara efektif

ƒ Meningkatkan ketahanan terhadap beban kejut/impak

Kerugian unsur Mg :

ƒ Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil

cor

e. Nikel (Ni)

Keuntungan unsur Ni :

ƒ Meningkatkan kekuatan dan ketahanan terhadap

temperatur tinggi

(33)

ƒ Meningkatkan daya tahan terhadap korosi

Unsur nikel tidak menimbulkan kerugian dalam paduan

f. Besi (Fe)

Keuntungan unsur Fe :

ƒ Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada

cetakan selama proses penuangan

Kerugian dari unsur Fe :

ƒ Penurunan sifat mekanis

ƒ Penurunan tekanan tarik

ƒ Timbulnya bintik keras pada hasil cor

ƒ Peningkatan cacat porositas

g. Seng (Ze)

Keuntungan unsur Zn :

ƒ Meningkatkan sifat mampu cor

ƒ Meningkatkan kemampuan di mesin

ƒ Mempermudah dalam pembentukan

ƒ Meningkatkan keuletan bahan

ƒ Meningkatkan kekuatan terhadap beban kejut/impak

(34)

ƒ Menurunkan ketahanan terhadap korosi

ƒ Menurunkan pengaruh baik dari unsur besi

ƒ Bila kadar Zn terlalu tinggi akan dapat menimbulkan

cacat rongga udara

h. Titanium (Ti)

Keuntunga Ti :

ƒ Meningkatkan kekuatan hasil cor pada temperatur tinggi

ƒ Memperhalus butir kristal pada permukaan

ƒ Mempermudah proses penuangan

Kerugian unsur Ti :

ƒ Meningkatkan viskositas logam cair dan menguragi

fluidisitas logam cair

2.5. Larutan Kimia

NaOH adalah larutan kimia yang akan digunakan dalam pengujian

ini. NaOH merupakan senyawa yang sangat reaktif, terutama pada suhu

yang sangat tinggi. NaOH dalam pasaran dikenal dengan nama sodium hidroksida, namun secara umum kita menyebutnya natrium hidroksida. Ada juga yang menyebut senyawa ini dengan istilah caustik soda atau

(35)

dapat mengganggu saluran pencernaan serta memiliki sifat yang korosif.

Reaktifnya senyawa NaOH juga tergantung elemen lain yang berada

dimana NaOH berada, serta kondisi temperatur setempat. Dalam pasaran,

NaOH terdiri dari dua jenis yaitu NaOH PA (Pro Analisis) dan NaOH

Teknis. NaOH sebagai senyawa basa (alkali) bersifat kaustik, artinya dapat merusak kulit kita, jika kita mencelupkan jari tangan kita kedalam larutan

NaOH encer, jari tangan kita terasa licin hal ini disebabkan karena

terbentuknya sabun sebagai hasil reaksi NaOH dengan lemak pada kulit

kita.

2.5.1. Pencelupan (Bath Dipping) NaOH

Pencelupan adalah hal pertama yang harus dilakukan

sebelum pengujian absortivitas surya dan pengujian emisivitas

termal. Bahan aluminium dicelupkan dalam larutan NaOH dengan

konsentrasi larutan 5 %. Dalam hal ini cara pencelupan dilakukan

dengan cara dipanaskan.

Dalam mengukur tingkat kosentrasi larutan NaOH kita

gunakan timbangan elektrik. Karena media yang akan dipakai

untuk melarutkan NaOH adalah air maka kita tentukan dahulu

kadar airnya, untuk NaOH konsentrasi 5 % kita ambil NaOH

seberat 5 gr kemudian kita larutkan kedalam air sebanyak 95 gr,

kemudian melakukan pencelupan benda uji ke dalam larutan.

Wadah yang digunakan adalah gelas dari bahan keramik. Gelas

(36)

pada waktu terjadi proses korosi. Pencelupannya sendiri

menggunakan rentang waktu yang telah ditentukan yaitu 10 menit,

20 menit, 30 menit dengan variasi tertentu.

Setelah dilakukan pencelupan (bath dipping) maka kita bisa melakukan pengujian absorbtivitas surya dan emisivitas termal dari

aluminium.

2.5.2. Konsentrasi Larutan

Dalam larutan dari pada suatu zat di dalam zat lain, zat yang

dilarutkan disebut zat terlarut atau solut (solute). Zat yang melarutkan zat terlarut itu disebut pelarut atau solven (solvent). Bila suatu zat terdapat dalam jumlah yang relati lebih banyak dari

yang lain, maka zat itulah yang biasanya dianggap sebagai pelarut.

Zat terlarut maupun pelarut dapat berupa zat padat, zat cair dan

gas.

™ Konsenterasi dinyatakan dalam satuan fisika

Bila kita menggunakan satuan fisika, konsetrasi larutan

dapat dinyatakan dengan salah satu dari cara-cara berikut :

1) Dengan massa zat terlarut per satuan volume larutan

Contoh : 20 gram larutan per liter

2) Dengan persen komposisi, atau jumlah satuan massa telarut per

(37)

Contoh : larutan 10% dalam air mengandung 10 g NaCl dalam

100 g larutan. 10 g NaCl dilarutakn dalam 90 g air untuk

mendapatkan 100 g larutan.

3) Dengan volume zat telarut per satuan volume larutan.

™ Konsentrasi larutan dinyatakan dalam satuan kimia

Jika satuan dinyatakan dengan satuan kimia maka

konsentrasi larutan dinyatakan dengan cara sebagai berikut :

1) Konsentrasi molar (molar concentration), M ialah jumlah mol

zat terlarut yang terkandung di dalam satu liter larutan. M

merupakan lambang kuantitas, yaitu konsentrasi molar, dan M

lambang satuan, mol/L.

larutan volume

molar i konsentras

M= =molzatterlarut

2) Normalitas (normality) suatu larutan, N ialah jumlah gram

ekuivalen zat terlarut yang terkandung di dalam satu liter

larutan. Bobot ekuivalen ialah fraksi (bagian) bobot molukul

yang berkenaan dengan satu satuan tertentu reaksi kimia, dan

satu gram ekuivalen adalah fraksi yang sama dari pada satu

mol.

larutan volume

larutan normalitas

N= = gramekuivalenzatterlarut

3) Molalitas suatu larutan ialah banyaknya mol zat terlarut per

(38)

Molalitas (m) tidak dapat dihitung dari konsentrasi molar (M),

kecuali jika rapatan (densitas) larutan ini diketahui.

larutan volume ) ( molar i konsentras

m= = n zatterlarut

4) Fraksi mol (mole fraction), x, suatu komponen dalam larutan

didefinisikan sebagai banyaknya mol (n) komponen itu, dibagi

dengan jumlah mol keseluruhan komponen dalam larutan itu.

Jumlah fraksi mol seluruh komponen dalam setiap larutan

adalah satu. Dalam larutan dua komponen,

) ( ) ( ) n(terlarut (terlarut) x pelarut n terlarut n + = ) ( ) ( n(pelarut) (pelarut) x pelarut n terlarut n + = komponen saluran mol an bersangkut yang komponen mol komponen mol fraksi

x = =

Dalam persentase fraksi mol dinyatakan sebagai mol persen.

2.5.3. Sifat-sifat Larutan

1. Asam

Asam adalah zat yang menaikkan kosentrasi ion H+ di

dalam larutan.

Contoh :

(39)

-9 H2SO4 yang terionisasi menjadi 2H+ + SO42-

Asam dapat terjadi bila oksida non logam direaksikan dengan

air :

Oksida nonlogam + Air Asam

Contoh :

9 CO2(g) + H2 O(l) H2CO3 (aq)

Karbon dioksida asam karbonat

9 N2O5(g) + H2O(l) 2HNO3(aq)

Nitrogen oksida asam nitrat

Oksida non logam pembentuk asam disebut juga dengan oksida asam.

Tidak semua oksida non logam dapat membentuk asam bila

direaksikan dengan air. Oksida oksida itu antara lain : CO, NO,

N2O, NO2, BrO3. Asam yang bukan berasal dari oksidanya (tidak

mengandung atom oksigen) antara lain :

Asam yang berasal dari unsur golongan halogen (VIIA)

HF : asam fluorida

HCl : asam klorida

HBr : asam bromida

HI : asam yodida

HCN : asam cianida

H2S : asam sulfida

Asam organik, yaitu asam yang dijumpai pada makhluk hidup atau

(40)

Contoh :

CH3COOH : asam asetat

H2C2O4 : asam oksalat

HCOH : asam formaldehid

HCOOH : asam formiat

C6H5COOH : asam benzoat

Ciri-ciri larutan asam :

- Rasa masam

- Bersifat korosif dan melarutkan beberapa logam

- Semua larutan asam dapat menghasilkan ion hidrogen (H+)

- Larutannya bersifat elektrolit

- Memerahkan kertas lakmus biru

Tabel 2.3. Contoh beberapa asam

Nama Rumus Bentuk ionisasinya Sifat elektrolitnya

Asam Bromida

Asam Nitrat

Asam Sulfat

Asam Fosfat

Asam Sulfida

Asam Asetat

HBr

HNO3

H2SO4

H3PO4

H2S

CH3COOH

H+ + Br -

H+ + NO3 -

H+ + SO4 2-

H+ + PO43-

H+ + S 2-

H+ + CH3 COO

-Kuat

Kuat

Kuat

Lemah

Lemah

(41)

2. Basa

Basa adalah zat yang menaikkan konsentrasi ion OH- di

dalam larutan.

Contoh :

-NaOH yang terionisasi menjadi Na+ + OH-

Natrium Hidroksida

- Ca(OH)2 yang terionisasi menjadiCa2- + 2OH

Catatan :

NH4OH dapat bila gas amaoniak (NH3) dilarutkan didalam air

menurut reaksi :

NH3(g) + H2O(l) NH4OH(aq)

Valensi basa ialah. Jumlah ion OH- yang dilepaskan oleh satu

molekul basa

Contoh : NaOH valensinya 1

Ca(OH)2 valensinya 2

Terbentuknya basa :

Basa dapat terjadi bila oksidasi logam direaksikan dengan air :

Oksida nonlogam + Air Asam

Contoh :

- CO2(g) + H2 O(l) H2CO3 (aq)

Karbon dioksida asam karbonat

- N2O5(g) + H2O(l) 2HNO3(aq)

(42)

Ciri-ciri larutan basa :

- Rasanya pahit dan dapat merusak kulit

- Terasa licin di tangan (seperti merasakan larutan sabun)

- Di dalam larutan membentuk ion logam atau gugus

(kumpulan atom) lain yang bermuatan positif dan ion

hidroksil (OH) yang bermuatan negatif.

- Larutannya bersifat elektrolit

- Membirukan kertas lakmus merah

Tabel 2.4. Contoh beberapa basa

Nama Rumus Bentuk ionisasinya Sifat elektrolitnya

Natrium Hidroksida

Kalsium Hidroksida

Amonium Hidroksida

NaOH

Ca(OH)2

NH4OH

Na+ + OH -

Ca 2+ + 2OH -

NH4+ + OH

-Kuat

Kuat

Lemah

Menentukan Ph Larutan :

Ph larutan NaOH 5% yang dicelupkan ke dalam air 95%

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Diagram alir penelitian

Bahan Pelat Aluminium

Al tanpa dicelupkan NaOH

Al dicelupkan NaOH 5% pemanasan 500C

dengan variasi waktu 10 menit, 20 menit, dan 30 menit dengan pencucian

Pembuatan Spesimen

Al dicelupkan NaOH 5 % pemanasan 50

dengan variasi waktu 10 menit, 20 menit dan 30 menit tanpa

pencucian

C

0

Pengujian Absorptivitas Surya

Pengujian Emisivitas Thermal

Pengujian Kenaikan Suhu

Analisa Data

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

(44)

3.2. Bahan

Pertama-tama harus dipersiapkan sebelum dicelupkan dalam

NaOH adalah plat aluminium yang sudah dipotong-potong sesuai ukuran

yang diinginkan, dalam pengujian ini ukuran dimensinya 50 ×30 ×2 mm.

Dapat dilihat dalam gambar dibawah ini :

50 mm 2 mm

30 mm

Gambar 3.2. Bentuk benda uji

3.3. Proses Pencelupan dalam NaOH

Pencelupan spesimen dilakukan dalam beberapa proses secara bertahap,

diantaranya sebagai berikut ini :

1. Spesimen yang telah dibentuk sesuai dengan ukuran dibersihkan dari

berbagai macam kotoran sisa yang menempel pada spesimen saat

proses pembuatan.

(45)

3. NaOH ditimbang sesuai dengan jumlah yang diinginkan.

4. NaOH yang telah ditimbang tersebut dilarutkan pada air dengan

volume tertentu untuk mendapatkan molaritas atau kepekatan yang

diinginkan.

5. Selanjutnya spesimen dimasukkan ke dalam gelas yang berisi larutan

NaOH dalam jangka waktu tertentu, cara pencelupan spesimen

dalam NaOH yaitu dengan cara dipanaskan pada waktu pencelupan.

6. Setelah spesimen direndam dengan cara seperti pada no 5 dalam

larutan NaOH dalam waktu yang diinginkan lalu diangkat kemudian:

a. Al tanpa dicuci dan dikeringkan

b. Al dicuci dan dikeringkan

3.4. Larutan

Pencelupan spesimen dalam larutan NaOH untuk mendapatkan

permukaan yang baik dengan 2 macam variasi :

1. Variasi A, Pencelupan dengan kadar NaOH 5 % dengan cara

dipanaskan lalu diangkat tanpa dicuci.

Diketahui :

Air : 95 g

NaOH : 5 g

A1 waktu pencelupan = 10 menit

A2 waktu pencelupan = 20 menit

(46)

2. Variasi B, Pencelupan dengan kadar NaOH 5 % dengan cara

dipanaskan lalu diangkat dan dicuci.

Diketahui :

Air : 95 g

NaOH : 5 g

B1 waktu pencelupan = 10 menit

B2 waktu pencelupan = 20 menit

B3 waktu pencelupan = 30 menit

3.5. Pengujian Bahan

Spesimen yang sudah di celupkan ke dalam NaOH baik

yang dengan cara dipanaskan lalu dicuci maupun yang tidak dicuci

akan dilakukan pengujian absorptivitas surya dan pengujian

emisivitas termal.

3.5.1. Pengujian Absorptivitas Surya

Tujuan dari pengujian absorptivitas surya ini adalah

mencari besar energi yang diserap oleh aliminium yang telah

dicelupkan kedalam larutan NaOH. Dalam pengujian ini digunakan

lampu hologen 150 W yang berfungsi sebagai sumber radiasi gelombang pendek, dan sebagai pembaca radiasi gelombang

pendek yang dipancarkan oleh permukaan pelat aluminium di

gunakan solar cell. Untuk outputnya dapat dibaca menggunakan multi meter dinyatakan dalam tegangan (Volt) pada skala 20 Volt

(47)

Selanjutnya setelah besar energi yang dipantulkan diketahui, maka

besar energi yang diserap oleh aluminium dapat diketahui dengan

persamaan, yaitu:

αλ + ρλ= 1 ...( 3.1 )

Di mana,

αλ = absorptivitas surya pada suatu panjang

gelombang tertentu.

ρλ = reflektivitas surya pada suatu panjang gelombang tertentu

Lampu Halogen

Solar Cell Aluminium

(48)

Dalam pengujian ini dilakukan dengan mengunakan kotak yang

terbuat dari kertas tebal berbentuk siku yang tidak dapat tertembus

cahaya luar dan dilengkapi dengan lampu halogen 150 W seperti yang tersaji dalam gambar 3.3.

Tujuan pengujian absorptivitas surya adalah :

ƒ Untuk mengetahui besar faktor absorptivitas surya suatu bahan

dalam menyerap panas.

3.5.2. Pengujian Emisivitas Termal

Untuk pengujian emisivitas thermal ini digunakan alat

penguji radiasi thermal

Langkah penelitian :

a. Mempersiapkan benda uji

Benda yang akan diuji dipasang pada pemegang yang sudah

dipersiapkan sebelumnya sesuai bentuk dan dimensi benda

uji. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah pemegang

benda uji harus tahan panas tinggi. Pemasangan benda uji ini

(49)

Gambar 3.4. Pemasangan Spesimen

b. Pelaksanaan penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Perpindahan

Panas Universitas Sanata Dharma. Dengan menggunakan alat

penguji radiasi termal dapat diteliti kemampuan radiasi suatu

bahan bila diberi panas. Selanjutnya setelah benda uji

terpasang dengan benar, begitu juga dengan thermocouple dan radiometer, maka hidupkan source (sumber panas) dengan memasang daya pada 4,5 strip skala alat ukur. Pemasangan

benda uji berjarak 50 mm dari source dan 60 mm dari radiometer dengan posisi seperti pada Gambar 3.4. Semua

pengambilan data berdasarkan sebuah data dengan kondisi awal

sebagai berikut:

TS1 = suhu awal permukaan aluminium ( ° C )

(50)

TS2 = suhu akhir permukaan aluminium ( ° C )

TA = suhu sekitar ( ° C )

= 27° C

R0 = radiasi awal

= 2

R1 = radiasi akhir

t = waktu pemberian panas (menit)

= 5 menit

Alat untuk membaca data suhu dan radiasi bisa dilihat Gambar

3.5 dibawah ini.

Gambar 3.5. Panel indikator

Setelah diketahui nilai radiasi akhir ( R1 ) dan suhu akhir ( TS ),

maka dapat diketahui nilai emisivitas termalnya dengan

persamaan berikut:

(51)

di mana :

q : energi yang dipancarkan (W/m2)

: 5,59 × R1

ε : emisivitas termal

σ : konstanta Stefan boltzmann = 5,67 x 10-8 W/(m2.K4)

TS : temperatur akhir permukaan ( K )

TA : temperatur sekitar ( K )

c. Tujuan pengujian emisivitas thermal

1. Untuk mengetahui besar panas yang dilepas oleh suatu

bahan.

2. Untuk mengetahui cara pelepasan panas dari suatu bahan

atau spesimen.

3.5.3. Pengujian sinar matahari

Dalam pengujian ini menggunakan sinar matahari secara

langsung. Untuk pengujian yang satu ini spesimen yang digunakan

berukuran 12,5cm x 16,5cm. Ukuran spesimen dalam pengujian

sinar matahari ini dibuat agak besar dengan tujuan agar sinar

matahari yang dipancarkan ke permukaan benda dapat ditampung

(52)

Tujuan pengujian sinar matahari ini adalah untuk mengukur

berapa panas yang bisa diserap oleh aluminium (spesimen)

setelah dicelupkan ke dalam larutan NaOH 5 % dengan variasi

waktu tertentu yang disertai pengadukan.

Langkah penelitian :

a. Alat uji

Alat uji menggunakan sinar matahari secara langsung.

b. Mempersiapkan benda uji

Benda uji dari aluminium (spesimen) tadi dimasukan pada

sebuah penampang yang terbuat dari kaca transparan dengan

tujuan panas dari sinar matahari yang dipancarkan ke

spesimen dapat masuk dari berbagai sudut dan panas tersebut

tidak mudah keluar atau hilang ke udara bebas, sehingga

membuat suhu stabil. Dapat dilihat pada Gambar 3.6

(53)

c. Pelaksanaan penelitian

Setelah spesimen tadi terpasang, kemudian spesimen tadi

dijemur di bawah sinar matahari langsung, tetapi sebelum di

jemur di ukur terlebih dahulu suhu awal spesimen dengan

menggunakan thermokopel. Setelah menentukan suhu awal,

benda di jemur hingga mendapatkan suhu panas yang

(54)

BAB IV

DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Pengujian Absorptivitas

Pengujian absorptivitas ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan

setiap spesimen menyerap energi panas setelah dicelupkan dalam larutan

NaOH dengan kadar 5 %. Hasil pengujian disajikan dalam Tabel 4.1 sampai

Tabel 4.3.

Tabel 4.1. Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Pada Material Awal

No Material Awal Spesimen Tegangan Solar Cell Tanpa Pantulan (volt) Tegangan Solar Cell Pantulan dari Al

(volt)

Reflektivitas Al( ρAl )

Absorptivita s Al (αAl)

Rata-rata Absorptivitas

1 3,16 2,68 0,848 0,152

2

3,16 2,66 0,842 0,158

Tabel 4.2. Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Pada Pelat Al Terkorosi NaOH 5 % Tanpa Cuci

Spesime n Varisasi waktu celup (menit) Tegangan Solar Cell Tanpa

Pantulan (volt) Tegangan Solar Cell Pantulan dari Al

(volt)

Reflektivitas Al (ρAl)

1 Al

3 3,16 2,71 0,858

0,151

0,142

Absorptivitas Al (αAl)

Rata-rata Absorptivitas

A1a 3,16 2,38 0,753 0,247

A1b 3,16 2,35 0,744 0,256

A1c

10

3,16 2,35 0,744 0,256

0,253

A2a 3,16 2,3 0,728 0,272

A2b 3,16 2,31 0,731 0,269

A2c

20

3,16 2,29 0,725 0,275

0,272

A3a 3,16 2,28 0,715 0,285

A3b 3,16 2,26 0,722 0,278

(55)

Tabel 4.3. Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Pada Pelat Al Terkorosi NaOH 5 % Dengan Dicuci

Varisasi waktu celup

(menit) Tegangan Solar Cell Tanpa Pantulan (volt) Tegangan Solar Cell Pantulan dari Al (volt Reflektivitas Al (ρAl)

Spesime

n Absorptivitas

Al (αAl)

Rata-rata Absorptivitas

B1a 3,16 2,75 0,858 0,142

B1b 3,16 2,75 0,870 0,130

B1c

10

3,16 2,71 0,870 0,130

0,134

B2a 3,16 2,72 0,861 0,139

B2b 3,16 2,73 0,864 0,136

B2c

20

3,16 2,74 0,867 0,133

0,136

B3a 3,16 2,73 0,867 0,133

B3b 3,16 2,73 0,864 0,136

B3c

30

3,16 2,74 0,864 0,136

0,135

Penambahan waktu pemanasan tidak berpengaruh secara signifikan

pada hasil pengujian absorptivitas. Di sini tidak dapat disimpulkan bahwa

semakin lama waktu pemanasan semakin besar nilai absoptivitasnya atau

sebaliknya. Hal itu kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor yang

kurang sempurna antara lain :

- Proses pencelupan

- Proses pemanasan

- Proses pengeringan

- Pembacaan multi meter

- Kadar NaOH yang rendah

Dari pengujian absorptivitas ini mendapatkan dua hasil yang

berbeda. Dengan pemanasan tanpa cuci dapat mencapai angka absorptivitas

yang diharapkan lebih besar dari permukaan aluminium awal/tidak diproses,

(56)

absorptivitas yang diharapkan yaitu lebih kecil dari permukaan aluminium

awal/tanpa proses.

Dengan pengujian radiasi dapat diketahui besar angka reflektivitas,

yang besarnya berbanding terbalik dengan besar absorptivitas. Untuk

mencari besar absortivitas melalui perbandingan besar tegangan solar cell

pantulan dari aluminium dengan besar tegangan langsung dari solar cell, dapat dicari menggunakan persamaan sebagai berikut:

αλ + ρλ= 1 ... ( 1 )

di mana,

αλ : absorptivitas surya

ρλ : reflektivtas surya

maka,

αλ= 1 - ρλ ... ( 2 )

= 1 - ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

Solarcell Tegangan

Al Pantulan cell

(57)

Diagram Uji Absorptivitas

0.1424 0.1582

0.1519

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18

1 2 3

Spesimen Awal

Ab

so

rpti

vi

tas

(58)

0.2532 0.2722 0.2827 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

10 20 30

Waktu Pemanasan (menit)

A b sor p si vit a s

Gambar 4.2. Diagram pengaruh waktu pemanasan pada absorptivitas (pengeringan alami)

0.1340 0.1361 0.1350

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16

10 20 30

Waktu Pemanasan (menit)

A b sor p ti vi ta s dicuci

(59)

0.2532

0.2722 0.2827

0.1340 0.1361 0.1350

0.1508

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

A A1 A2 A3 B1 B2 B3

Spesimen

A

b

sor

p

ti

vit

a

s

A = tanpa perlakuan, A1 = pemanasan 10 menit (tanpa cuci), A2 = pemanasan 20 menit (tanpa cuci), A2 = pemanaan 30 menit (tanpa cuci) B1 = pemanasan 10 menit (dicuci), B2 = pemanasan 20 menit (dicuci),

B3 = pemanasan 30 menit (dicuci)

Gambar 4.4 Diagram pengaruh pencelupan NaOH pada absorptivitas untuk seluruh spesimen

4.2. Analisis Pengujian Emisivitas

Pengambilan data emisivitas ini bertujuan untuk mengetahui

seberapa besar suatu bahan melepas energi panas. Cara merusak permukaan

suatu bahan Aluminium dengan mencelupkan ke dalan larutan NaOH dapat

menyebabkan perubahan emisivitas pada bahan tersebut. Data-data yang

diambil dalam penelitian ini adalah data emisivitas thermal, disajikan dalam

(60)

Tabel 4.4. Data Hasil Pengujian Emisivitas Termal Pada Material Awal.

Thermocouple 1

Thermocouple 2 No Material

Awal

Spesimen Suhu Al (TS)

(°C)

Suhu Sekitar (TA)

(°C) Radiasi Thermal (R) Energi yg Dipancarkan

(q) (W/m2)

Emisivitas Thermal

(

ε

)

Rata-rata Emisivitas

1 42,1 26 4 22,36 0,211

2 40,2 26 4 22,36 0,242

1

Tabel 4.5. Data Hasil Pengujian Emisivitas Thermal Pada Pelat Al Terkorosi NaOH 5 % Tanpa cuci

Thermocouple 1 Spesime Varisasi waktu celup (menit) Suhu Al (TS)

(°C)

Suhu Sekitar

(TA)

(°C)

Radiasi Thermal

(R)

Energi yg Dipancarkan (q)

(W/m2)

Emisivitas Thermal

(

ε

)

Rata-rata Emisivitas

A1a 47.2 26 16 89.44 0.626

A1b 47.8 26 16 89.44 0.607

A1c

10

46.9 26 16 89.44 0.636

0.623

A2a 47.4 26 21 117.39 0.813

A2b 48.8 26 20 111.8 0.722

A2c

20

50.6 26 20 111.8 0.663

0.733

A3a 52.2 26 21 117.39 0.649

A3b 53.8 26 22 122.98 0.635

A3c

30

55.2 26 23 128.57 0.628

0.637

Al

3 40,1 26 4 22,36 0,244

0,232

No Material Awal

Spesimen Suhu Al (TS)

(°C)

Suhu Sekitar (TA)

(°C) Radiasi Thermal (R) Energi yg Dipancarkan

(q) (W/m2)

Emisivitas Thermal

(

ε

)

Rata-rata Emisivitas

1 48 33 4 22,36 0,276

2 46 33 4 22,36 0,253

1 Al 0,237

(61)

Thermocouple 2 Spesime Varisasi waktu celup (menit) Suhu Al (TS)

(°C)

Suhu Sekitar

(TA)

(°C)

Radiasi Thermal

(R)

Energi yg Dipancarkan (q)

(W/m2)

Emisivitas Thermal

(

ε

)

Rata-rata Emisivitas

A1a 48 33 16 89,44 0,853

A1b 48 33 16 89,44 0,853

A1c

10

49 33 16 89,44 0,796

0,834

A2a 50 33 21 117,39 0,978

A2b 50 33 20 111,8 0,932

A2c

20

51 33 20 111,8 0,876

0,928

A3a 54 33 21 117,39 0,777

A3b 53 33 22 122,98 0,858

A3c

30

52 33 23 128,57 0,949

0,861

Tabel 4.6. Data Hasil Pengujian Emisivitas Thermal Pada Pelat Al Terkorosi NaOH 5 % Dengan Dicuci

Thermocouple 1 Spesime Varisasi waktu celup (menit) Suhu Al (TS)

(°C)

Suhu Sekitar

(TA)

(°C)

Radiasi Thermal

(R)

Energi yg Dipancarkan (q)

(W/m2)

Emisivitas Thermal

(

ε

)

Rata-rata Emisivitas

B1a 36,7 26 2 4 0,327

B1b 38,6 26 2 4 0,275

B1c

10

38,1 26 2 4 0,287

0,296

B2a 38,5 26 2 4 0,277

B2b 39,6 26 2 4 0,253

B2c

20

40,7 26 2 5 0,291

0,274

B3a 39,7 26 2 5 0,314

B3b 41,4 26 2 5 0,277

B3c

30

44,8 26 2 5 0,223

(62)

Thermocouple 2 Spesime Varisasi waktu celup (menit) Suhu Al (TS)

(°C)

Suhu Sekitar

(TA)

(°C)

Radiasi Thermal

(R)

Energi yg Dipancarkan (q)

(W/m2)

Emisivitas Thermal

(

ε

)

Rata-rata Emisivitas

B1a 43 33 4 22,36 0,328

B1b 44 33 4 22,36 0,296

B1c

10

45 33 4 22,36 0,270

0,298

B2a 45 33 4 22,36 0,270

B2b 46 33 4 22,36 0,248

B2c

20

46 33 5 27,95 0,311

0,276

B3a 47 33 5 27,95 0,287

B3b 30 48 33 5 27,95 0,267 0,273

B3c 48 33 5 27,95 0,267

Dalam pengujian ini lamanya waktu pencelupan dengan pemanasan

juga tidak dapat menentukan besar kecilnya nilai emisivitas benda uji, ini

disebabkan beberapa faktor yang hampir sama pada pengujian absorptivitas.

Hal ini bisa juga terjadi jika kurangnya pendinginan alat pemanas, yang

mengakibatkan kondisi awal yang berbeda pada saat pengukuran suhu dan

radiasinya.

Dengan mengetahui suhu aluminium, suhu sekitar dan radiasi dapat

diketahui emisivitas thermal menggunakan persamaan sebagai berikut:

(

4

)

A 4 S T T σ ε

q= − ... ( 3 )

dimana :

q : energi yang dipancarkan (W/m2)

: 5,59 × R

ε : emisivitas thermal

σ : konstanta Stefan boltzmann = 5,67 x 10-8 W/(m2.K4)

(63)

TA : temperatur sekitar ( K )

Diagram Uji Emisivitas

0.2114

0.24190.2484 0.2438 0.2484

0.2132

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

1 2 3

Specimen

Em

is

iv

it

as

Thermocouple1 Thermocouple 2

(64)

0.7328 0.6374 0.6231 0.8337 0.9283 0.8614 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

10 20 30

Waktu Pemanasan (menit)

Emisi

v

itas

Thermocouple 1 Thermocouple 2

Gambar 4.6. Diagram pengaruh waktu pemanasan pada emisivitas (tanpa cuci) 0.2716 0.2962 0.2740 0.2733 0.2982 0.2764 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35

10 20 30

Waktu Pemanasan (menit)

Em is iv it as Thermocouple 1 Thermocouple 2

(65)

0.2324 0.6231 0.7328 0.6374 0.2962 0.2716 0.2740 0.2367 0.8337 0.9283 0.8614 0.2733 0.2764 0.2982 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

A A1 A2 A3 B1 B2 B3

Spesimen

Emisi

v

itas Thermocouple1

Thermocouple2

A = tanpa perlakuan, A1 = pemanasan 10 menit (tanpa cuci), A2 = pemanasan 20 menit (tanpa cuci), A2 = pemanasan 30 menit (tanpa cuci) B1 = pemanasan 10 menit (dicuci), B2 = pemanasan 20 menit (dicuci),

B3 = pemanasan 30 menit (dicuci)

Gambar 4.8. Diagram pengaruh pencelupan NaOH pada emisivitas untuk seluruh spesimen

4.3. Analisis Pengujian dengan Sinar Matahari

Pengambilan data pada pengujian langsung dengan sinar matahari ini

bertujuan untuk mengetahui seberapa besarnya suatu bahan menerima panas

matahari setelah merusak membuat kasar permukaan suatu bahan

Aluminium dengan mencelupkan ke dalam larutan NaOH 5 %. Data-data

yang diambil dalam penelitian ini adalah besarnya suhu pada setiap benda

(66)

Tabel 4.7. Data Hasil Pengujian dengan Sinar Matahari

Suhu Al Tanpa dicuci (ºC)

Suhu Al dicuci (ºC) Waktu

Penjemuran (menit)

Suhu Al dicat hitam (ºC)

10 menit 20 menit 30 menit 10 menit 20 menit 30 menit

0 27.4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4

5 62.7 56,2 53,2 54,8 39,8 38,6 42,1

10 72.4 62,7 62,6 62,6 49,6 47,2 48,2

15 74.7 64,1 65,2 63 53 49,5 51

20 81.1 69,1 69,7 71 56,2 52,6 52,4

25 85.5 75,5 75,7 78,4 59,6 56,4 55,8

30 87.6 78,4 79,4 82,1 62,6 59,9 58,3

35 88.3 79,9 81,2 84,9 64,1 61 60,6

40 89.8 81,6 83,3 86,7 65,3 62,3 62,6

45 90.5 83,1 85,2 89,5 66,7 64,5 62,9

50 90.2 81,8 84 87,2 66,1 64,5 61,6

55 82.9 74,7 77,4 79,9 64,5 61,4 60,2

60 88.7 81,2 83,2 86,3 65,5 62 61,3

Rata2 78,60 59,17 58,97 59,53 47,6 45,28 46,15

ΔT 61,3 53,8 55,8 58,9 38,1 34,6 33,9

Dalam pengujian ini lamanya waktu pencelupan dengan pemanasan

berpengaruh pada hasil pengujian dengan sinar matahari untuk waktu yang

sama. Disimpulkan bahwa semakin lama waktu pencelupan dengan

pemanasan 50°C dengan pengeringan alami tanpa cuci maka semakin besar

suhu yang dicapai atau sebaliknya. Sedangkan semakin lama waktu

pencelupan dengan pemanasan 50°C dengan dicuci semakin kecil suhu yang

dicapai. Dari data ini dapat dilihat adanya perubahan peningkatan suhu

antara Al tanpa pencelupan NaOH dengan Al setelah mengalami pencelupan

(67)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

Waktu Pemanasan (menit)

S

uhu

C)

tanpa perlakuan dipanaskan (10 menit),tanpa cuci dipanaskan (20 menit) tanpa cuci dipanaskan (30 menit) tanpa cuci dipanaskan(10 menit) dicuci dipanaskan (20 menit) dicuci dipanaskan (30 menit) dicuci

(68)

Gambar 4.11. Foto Permukaan Aluminium Dengan Pemanasan 50°C Dicuci

Al murni Variasi pemanasan 10 menit

Variasi pemanasan 20 menit Variasi pemanasan 30 menit

Gambar 4.12. Foto Permukaan Aluminium Dengan Pemanasan 50°CTanpa

Cuci

(69)
(70)

BAB V

KESIMPULAN DAN PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian, pengujian dan analisis, maka dapat

disimpulkan:

1. Dari pengujian absorptivitas dan emisivitas, disimpulkan dengan metode

dipping in chemical baths (permukaan dikasarkan dengan dipanaskan lalu direndam dalam larutan kimia NaOH) dapat mengubah

absorptivitas, meningkat 1-2 kali lipat.

2. Untuk pengujian emisivitas, disimpulkan dengan metode dipping in chemical baths dapat mengubah emisivitas, meningkat 1-4 kali lipat. 3. Pada pengujian menggunakan sinar matahari pelat yang mendapat

perlakuan penyerapannya lebih tinggi, naik ± 20C – 250C dibandingkan

dengan pelat yang tidak mendapatkan perlakuan dan didapatkan suhu

tertinggi 86,3 0C pada spesimen dengan perlakuan.

5.2. Penutup

Di dalam pembuatan permukaan selektif dengan metode dipping in chemical baths (permukaan direndam dalam larutan kimia NaOH) ini diharapkan dapat membantu semua pihak dalam memahami faktor

absorptivitas dan emisivitas.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah banyak membantu selama proses penyusunan Tugas Akhir ini.

(71)

Bila terjadi ketidakakuratan data, disebabkan oleh keterbatasan dana,

peralatan dan ketilitian dalam pengamatan. Kritik dan saran untuk kemajuan

sangat penulis harapkan, sehingga ini dapat berguna bagi semua pihak.

5.3. Saran

Sebagai acuan penelitian berikutnya perlu diperhatikan hal-hal berikut :

- Gunakan variasi waktu yamg lebih lama dan kadar NaOH yang besar

untuk mendapatkan permukaan yang kasar.

- Dalam pengambilan data pengujian sinar matahari display disesuaikan

jumlah spesimen agar data lebih akurat.

- Gunakan air aquadest sebagai pelarut untuk mendapatkan larutan yang

lebih akurat.

(72)

Daftar Pustaka

Choundhuryn, G. M. 2002. Selective Surface for Efficient Solar Thermal

Conversion. Bangladesh Reneweble Energy News Letter. Vol. 1 No 2, Vols 1 & 2, July 2000-December 2002. Commotte for Promotion and

Dissemination of Renewable Energy in Bangladesh. Bangladesh.

Gelin, K. 2004. Preparation and Charcteration of Sputter Deposited Spectrally Selective Solar Absorber. Comprehensive Summaries of Uppsala Dissertation from the Faculty of Science and Tecnology. Uppsala

University.

Holman, J. P. 1993. Perpindahan Kalor. Erlangga : Jakarta.

Jansen, T. J. Teknologi Rekayasa Surya. Pradnya Paramita : Jakarta. Rosenberg, J. L. 1996. Kimia Dasar. Erlangga : Jakarta.

Surdia, T. 1991. Pengetahuan Bahan Teknik. Pradnya Paramita : Jakarta.

Gambar

Gambar 2.1. Sudut azimut dan sudut polar
Tabel 2.1. Klasifikasi paduan aluminium cor
Tabel 2.2. Klasifikasi paduan aluminium tempa
Tabel 2.3. Contoh beberapa asam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah berdasarkan uji statistik F dengan tarif signifikansi 5% bahwa variabel lingkungan pengendalian, penilaian risiko, informasi

Ketika suatu liabilitas keuangan yang ada digantikan oleh liabilitas keuangan lain dari pemberi pinjaman yang sama dengan persyaratan yang berbeda secara substansial,

Pengakuan aset keuangan dihentikan, jika dan hanya jika, hak kontraktual atas arus kas yang berasal dari aset keuangan tersebut telah berakhir atau Perusahaan dan

(7) Pengamatan kualitas udara yang dilakukan stasiun pengamatan selain Badan yang masuk dalam sistem jaringan dilakukan secara rutin dan dapat sewaktu-waktu sesuai dengan

Kegiatan yang sudah ada dan tidak menjamin fungsi lindung, secara bertahap dikembalikan pada fungsinya, dimana pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi fisik, sosial dan

▲ Adalah : Enzim yang dapat mengkatalisasi pembelahan / pe motongan DNA dibeberapa tempat / lokasi spesifik dengan jumlah yang terbatas & dapat direproduksi..

Penggunaan maltodekstrin yang semakin berkurang menyebabkan kadar air dalam serbuk bit semakin rendah, intensitas warna meningkat, aktivitas antioksidan ( % inhibition )

Septian Andrianto (D1514100), PROSEDUR REKRUITMEN AWAK MOBIL TANGKI (AMT) PT PERTAMINA PATRA NIAGA TERMINAL BBM (TBBM) BOYOLALI (Dibawah bimbingan Dra. Sudaryanti,