• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN PENERA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FAKTOR FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN PENERA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

MANAGEMENT STRATEGI

FAKTOR - FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN

PENERAPAN BALANCE SCORECARD (BSC) di

PERUSAHAAN

Dosen pengampu: Winanto Nawarcono, SE.,MM

Disusun oleh Priscilla Sitompul NIM: MA/15/1698

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

NUSA MEGARKENCANA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dengan semakin majunya perekonomian di Indonesia, dan semakin

bertambahnya perusahaan - perusahaan di Indonesia yang berskala

national maupun international. Maka dibutuhkan manajemen strategi

yang tepat pada perusahaan - perusahaan saat ini.

Salah satu metode management strategi yang berhasil diterapkan di

dalam perusahaan adalah Balance scorecard (BSC), dimana

BSC adalah salah satu alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya.

Melalui metode Balance scorecard ini, perusahaan dapat melakukan evaluasi baik dari dalam perusahaan, maupun dari luar perusahaan. Dengan hasil evaluasi, yang dapat memperbaiki dan memajukan management perusahaan.

Dari segi eksternal, misal: pelanggan. Pelanggan dapat memberikan masukan atau saran kepada perusahaan, dan dampak perusahaan terhadap lingkungan sekitar.

Dari segi internal, misal: penilaian karyawan terhadap manajemen perusahaan, hak yang didapatkan, fasilitas dan keluhan - keluhan dari internal perusahaan.

Tanpa penerapan Balance scorecard (BSC) pada perusahaan, maka akan sulit untuk melakukan evaluasi sistem manajemen perusahaan dan penataan manajemen sehingga sulit untuk menganalisis manajemen strategi perusahaan untuk tahun kedepan.

(3)

Untuk menambah pengetahuan penulis dan juga untuk tugas makalah mata kuliah management strategi.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang pembahasan makalah ini, penulis akhirnya berinisiatif membahas beberapa persoalan dalam tema ini, yaitu :

1. Asal mula “Balance scorecard” 2. Pengertian Balance scorecard 3. Konsep Balance Scorecard

4. 4 hal yang menjadi perhatian pimpinan organisasi jika ingin mendapatkan hasil yang lebih maksimal atas implementasi BSC

5. Balance scorecard ditinjau dari manajemen strategi perusahaan

C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

FAKTOR - FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN PENERAPAN

BALANCE SCORECARD (BSC)

I. ASAL MULA BALANCE SCORECARD (BSC)

Konsep Balanced Scorecard selanjutnya akan disingkat BSC. BSC adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.

Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.

II. PENGERTIAN BALANCE SCORECARD (BSC)

Balanced scorecard secara singkat adalah suatu sistem manajemen untuk mengelola implementasi strategi, mengukur kinerja secara utuh, mengkomunikasikan visi, strategi dan sasaran kepada stakeholders. Kata

(5)

berbagai perspektif, ganga waktu (pendek dan panjang), lingkup perhatian (intern dan ekstern). Kata scorecard mengacu pada rencana kinerja organisasi dan bagian-bagiannya serta ukurannya secara kuantitatif.

Balance Scorecard adalah suatu konsep untuk mengukur apakah aktivitas-aktivitas operasional suatu perusahaan dalam skala yang lebih kecil sejalan dengan sasaran yang lebih besar dalam hal visi dan strategi.

BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya.

III. KONSEP BALANCE SCORECARD

BSC adalah suatu metodologi pengukuran kinerja organisasi yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton pada tahun 1992. BSC kemudian dikembangkan sebagai alat perencanaan strategi untuk menjabarkan visi dan misi organisasi ke dalam beberapa strategi yang lebih jelas dan mudah dijalankan (actionable). Sebagai alat manajemen strategi, BSC memiliki beberapa kegunaan seperti (1) membantu pimpinan organisasi dalam melakukan transformasi kelembagaan melalui penjabaran visi, misi dan nilai-nilai organisasi, (2) merupakan suatu kerangka yang digunakan untuk menetapkan indikator kinerja utama, (3) membantu pimpinan organisasi untuk melaksanakan strategi yang dijalankan secara terstruktur dan menyeluruh.

(6)

pengukuran tentang bagaimana organisasi melakukan peningkatan kemampuan dan kepuasan pegawai agar lebih produktif, inovatif dan memiliki komitmen yang tinggi kepada organisasi.

Setelah menetapkan strategi yang tepat, proses sel`anjutnya adalah membuat peta strategi organisasi. Peta strategi merupakan visualisasi kebijakan yang integral mulai dari lagging indicator sampai kepada leading indicator. Yang dimaksud dengan lagging indicator ialah financial perspektif sedangkan leading indicator yaitu learning and growth, internal process dan customer perspective. Leading indicator terdiri dari beberapa fokus pengukuran yang menjadi pemicu/penyebab tercapainya tujuan akhir jangka panting organisasi. Sementara lagging indicator adalah indikator capaian jangka panjang atas investasi yang dilakukan. Strategi yang tepat dan terpadu normalny`a disertai dengan asumsi logis dalam strategi yang dijalankan. Asumsi yang biasa dipakai ialah adanya hubungan sebab akibat atas strategi yang satu dengan yang lain sehingga investasi yang dilakukan pada satu dimensi akan menpengaruhi kesuksesan/kinerja pada elemen yang lain. Dengan demikian, para manajer perlu menghubungkan strategi menjadi satu rangkaian yang logis untuk mencapai manfaat (value) jangka panjang yang diharapkan.

Kemudian, langkah selajutnya adalah proses cascading dan alignment. Cascading adalah penjabaran strategi korporasi yang diturunkan kepada unit-unit kerja yang lebih rendah. Biasanya proses ini dilakukan dengan top-down approachuntuk menyelaraskan strategi yang akan dilakukan para unit kerja sesuai dengan level dan kewenangannya. Sedangkan alignment adalah proses penyelarasan strategi dalam satu unit kerja agar lebih terarah dan menyatu untuk mencapai tujuan suatu entitas.

(7)

dilakukan secara elektronik seperti e-performance untuk kecepatan dan ketepatan informasi yang diperlukan oleh pimpinan organisasi dalam mengambil keputusan (decision-making).

4 hal yang menjadi perhatian pimpinan organisasi jika

ingin mendapatkan hasil yang lebih maksimal atas

implementasi BSC

1. Kepemimpinan (Leaderships)

Kepemimpinan sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi BSC dalam mencapai perubahan, perbaikan kinerja dan kejujuran dalam pelaporan kinerja. Kesuksesan suatu alat manajemen sangat ditentukan oleh bagaimana pemimpin organisasi menjalankan perannya sebagai perintis, pengarah dan pendorong strategi yang akan dilaksanakan. Kepemimpinan yang bersifat konsultatif yang mengakomodasi setiap gagasan yang berguna bagi perbaikan sistem sangat cocok dalam implementasi BSC. Meminjam istilah Stephen R. Covey dalam bukunya ‘the 8 habit’ (Covey 2005), pemimpin perlu memiliki sifat ethos, pathos dan logos. Ethos artinya sifat seorang pemimpin yang dapat diteladani dan dapat dipercaya melalui integritas dan kompetensinya, pathos adalah seorang pemimpin yang berusaha memahami lebih dahulu (empati) lalu kemudian logos yang berarti menyampaikan logika dan pemikirannya yang mampu meyakinkan atau mempengaruhi orang lain.

(8)

organisasi. Para manajer yang mempunyai kewenangan yang lebih fleksibel menunjukkan tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada manajer yang tidak mempunyai kewenangan dalam melaksanakan kebijaksanaannya.

2. Partisipasi dan keterlibatan para pegawai

Para pegawai adalah pihak yang terlibat langsung dalam melaksanakan rutinitas organisasi sehingga keterlibatan mereka sangat krusial dalam implementasi BSC. Ada beberapa dampak positif keterlibatan dan partisipasi pegawai dalam pelaksanaan dan evaluasi BSC. Pertama, keterlibatan pegawai akan meningkatkan kepemilikan (buy-in) atas sistem yang dipakai. Kedua, proses implementasi akan lebih mudah dipahami oleh seluruh elemen organisasi. Ketiga, keterlibatan pegawai sangat penting dalam penetapan ukuran dan target yang akan dicapai. Keempat, partisipasi dan keterlibatan pegawai akan mengurangi perilaku yang menyimpang dalam penyusunan dan pelaporan kinerja.

(9)

3. Budaya Organisasi (organizational cultures)

Para akademisi berpendapat pentingnya perubahan budaya organisasi yang mendukung peningkatan pengetahuan dan pembelajaran organisasi dalam penerapan BSC. Budaya organisasi yang berlaku di pemerintahan adalah budaya administrasi sehingga perlu diubah menjadi budaya kinerja. Budaya tersebut terkait dengan dorongan yang kuat untuk meningkatkan kapasitas seperti mendorong penyebaran pengetahuan (knowledge sharing), belajar dari pengalaman (learning through experience), dan belajar dari kesalahan (learning from mistakes). Selain itu, budaya organisasi juga perlu mendukung evaluasi indikator kinerja untuk mendukung peningkatan pengetahuan organisasi sehingga dapat memperbaiki program-program yang akan dilaksanakan selanjutnya.

Lye berpendapat bahwa manfaat utama penerapan sistem pengelolaan kinerja adalah potensi sistem dimaksud yang memberi ruang umpan balik (feedback) dan pembelajaran. Hal serupa ditekankan oleh Micheli dan Pavlof yang mengemukakan upaya peningkatan kinerja pelayanan publik harus diarahkan untuk penciptaan budaya yang berorientasi pada hasil. Tanpa budaya yang memfasilitasi pembelajaran dan motivasi untuk perbaikan organisasi, sistem pengukuran kinerja tidak akan dapat dimanfaatkan sebaik mungkin dalam rangka peningkatan kinerja organisasi pubik (Goh 2012).

4. Pengembangan Sumberdaya Manusia (HRM Practices)

(10)

dihubungkan dengan performance-based pay atau penghasilan berdasarkan kinerja setiap pegawai. Selain itu, setiap pegawai yang berkinerja tinggi perlu dihargai dalam bentuk promosi. Contoh lain ialah memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengikuti seminar atau konferensi agar mereka dapat lebih kreatif dan inovatif dalam melaksanakan tugas. Pengelolaan sumberdaya yang bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pegawai (employee’s satisfaction), kepuasan kerja (job satisfaction) dapat dilakukan melalui penerapan performance-based pay dan kebijakan kepegawaian yang lebih transparan.

Balanced scorecard ditinjau dari sistem manajemen

strategi perusahaan

Di dalam sistem manajemen strategik (strategic management system), ada 2 tahapan penting, yaitu tahapan perencanaan dan implementasi. Posisi balanced scorecard awalnya berada pada tahap implementasi. Fungsi balanced scorecard di sini hanya sebagai alat ukur kinerja secara komprehensif kepada para eksekutif dan memberikan feedback tentang kinerja manajemen. Dampak dari keberhasilan penerapan balanced scorecard memicu para eksekutif untuk menggunakan balanced scorecard pada tahapan perencanaan strategik. Mulai saat itu, balanced scorecard tidak lagi digunakan sebagai alat pengukur kinerja namun berkembang menjadi strategik management sistem. Strategi korporasi diturunkan dan Visi dan Misi. Demikian penting peran strategi, sehingga kalau tujuan korporasi tidak tercapai, maka yang salah adalah strategi. Whelen (2006) menjelaskan berbagai hal penyebab kegagalan penerapan strategi yaitu:

• komunikasi yang sulit antar staf,

• komitemen manajemen operasional lemah,

• gagal menerima umpan balik dan mekanismenya,

• basis perencanaan tidak valid, formulasi strategi tidak valid, • perencanaan fungsional tidak konsisten, dan

(11)

Dalam penerapan BSC, ada premis yang secara implisit didapat yaitu bahwa BSC adalah strategi. Memperhatikan BSC sebagai pengukuran kinerja mungkin itu adalah hal yang paling mudah diketahui, karena masing-masing perspektif yang kemudian diturunkan mnejadi sasaran fungsinya adalah pengukuran kinerja. Akan tetapi, bila diperhatikan bagaimana hubungan antara visi, misi dan strategi sebagai awal daripada penetapan perspektif, dapat terlihat bahwa kaitan masing-masing perspektif dengan strategi sangat kuat.

Balance Scorecard merupakan alat bantu yang diperkenalkan oleh Kaplan & Norton (1996) yang dapat digunakan untuk menterjemahkan visi dan strategi perusahaan kedalam 4 perspektif yaitu financial, customer, internal business process, dan learn and growth perspective.

1 perspektif keuangan, sumber atau asset/harta 2 perspektif kemampuan dan kerapihan operasional 3 perspektif pembelajaran/kualitas pengetahuan bersama

4 perspektif kualitas hubungan dengan pihak-pihak terkait di luar organisasinya.

(12)

lainnya. Bahkan dirangkum dalam satu hubungan cause and effect relationship. Adapun kaitan masing-masing perspektif dapat dijelaskan sebagai berikut

1 Perspektif pelanggan. Perspektif ini menunjukkan seperti apa perusahaan di mata pelanggan. Pelanggan mempunyai kemampuan teknis melihat korporasi dari berbagai sisi: waktu, kualitas, kinerja dan jasa, dan biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan untuk memperoleh pelayanan. Dimensi kebutuhan pelanggan demikian pada akhirnya akan menentukan bagaimana perusahaan dilihat oleh pelanggan. Semakin baik persepsi pelanggan, semakin baik pula nilai korporasi dimata pelanggan.

2 Perspektif keuangan. Pertanyaan yang harus dijawab korporasi di sini adalah bagaimana kita dilihat oleh pemegang saham baik pada jangka pendek maupun jangka panjang. Korporasi bisa rugi pada waktu tertentu, akan tetapi pemegang saham menyadari bahwa setelah itu korporasi akan mendapat keuntungan, sehingga dividen akan diperoleh. Semakin baik korporasi dimata pemegang saham, semakin aman korporasi memperoleh sumber modal.

3 Perspektif proses bisnis internal. Ukuran ini menunjukkan dalam proses produksi seperti apa korporasi lebih baik. Orientasi kepada pelanggan memang mutlak, akan tetapi permasalahan bagi manajemen adalah bagaimana caranya menyiapkan kompetensi yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan

4 Perspektif pembelajar dan pertumbuhan. Perspektif ini menunjukkan bagaimana korporasi dapat bertahan dan kmampu berubah sesuai dengan tuntutan eksternal.

Perhatikan bahwa scorecard (papan nilai) diturunkan dari visi dan strategi. Hal ini menjadi kunci yang secara implisit mengingatkan bahwa perusahaan sesungguhnya digerakkan oleh visi dan misi. Bilamana visi dan misi dinyatakan dengan baik maka ini akan menjadi mesin penggerak semua kegiatan. Visi dan misi yang terformulasi oleh Kaplan dinyatakan dengan 4 perspektif seperti di atas. Menurut Kaplan, terjemahan visi untuk masing-masing perspektif di atas haruslah diuji dengan masing-masing kriteria yaitu: 1) sasaran, 2) ukuran, 3)

(13)

pelanggan hanya mungkin bila perusahaan mempunyai proses belajar. Satu hal yang sangat nyata dari hubungan yang ditunjukkan oleh Kaplan adalah bahwa satu dengan lainnya saling berhubungan. Dalam bukunya yang terakhir (Strategy Map) Kaplan menunjukkan berbagai cara empiris. Selanjutnya Kaplan secara jitu menjelaskan bagaimana pentingnya intangible asset sebagai rangkaian pencapaian tujuan. Dari ke empat perspektif sebagaimana dikemukakan di atas, Kaplan (1996) juga menjelaskan bahwa posisi persfektif seperti diatas berorientasi ke depan, bukan ke belakang. Hal ini terlihat dalam penentuan sasaran yang diimplementasikan melalui perumusan inisiasi yang akan digunakan.

Keunggulan BSC dalam hal ini diakui oleh para peneliti bahwa BSC menyajikan satu kerangka logis yang terstruktur yang mengakibatkan setiap devisi perusahaan dapat berinisiasi aktif untuk menentukan kinerja. Akan tetapi penentuan kinerja ini bagaimanapun harus diikuti dengan menentukan strategi yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Berkaitan dengan hal ini, Kaplan dalam wawancaranya dengan Lagace (2008) menjelaskan tantangan penerapan strategi menjadi operasional: 1) banyak perusahaan menerapkan berbagai program seperti TQM, Six Sigma, dan lain-lain, tetapi gagal mencatat bagaimana perbaikan organisasi terjadi bersamaan dengan program demikian; 2) perencanaan anggaran dan pembiayaan lepas dari strategi, maka apa yang diperoleh senantiasa tidak menjadi ukuran yang dapat diterima.

(14)

1 Keterlibatan kepemimpinan senior

2 Mengartikulasi visi dan strategi perusahaan

3 Mengidentifikasi kategori kinerja yang menghubungkan visi dan strategi terhadap hasil

4 Terjemahkan papan nilai kepada tim, devisi, dan tingkatan fungsi

5 Kembangkan pengukuran yang efektif dan standar yang berarti (jangka pendek dan panjang, memimpin, dan tertinggal)

6 Kenakan penganggaran yang tepat, Teknologi Informasi, Komunikasi , dan sistem imbal jasa

7 Melihat BSC sebagai proses kontinius, membutuhkan perbaikan, penilaian ulang, dan pemutakhiran, dan ;

8 Percaya bahwa BSC sebagai fasilitator perubahan kultur dan organisasi.

Komitmen pimpinan puncak tetap saja menjadi kata kunci, karena hanya dengan adanya komitmen itulah organisasi dapat bergerak. Satu hal yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen adalah mengakomodasi hal-hal yang umum dalam satu industri, akan tetapi bagaimanapun satu perusahaan harus dapat mengakomodasi hal yang menurut mereka spesifik bagi industri ataupun perusahaan dimana mereka berada. Akhirnya bahwa dalam mengimplementasi BSC pada awalnya merupakan papan nilai yang dinilai seimbang antar berbagai perspektif untuk menentukan keberhasilan satu organisasi ataupun perusahaan. Permasalahan ini menjadi krusial bukan saja karena ini menyangkut banyak hal, akan tetapi karena dengan adanya ukuran yang seimbang diharapkan bahwa capaian dan kinerja satu organisasi dapat berkelanjutan (sustainable). Apa yang harus dicatat dari berbagai publikasi Kaplan dan Norton bahwa untuk mengimplementasikan BSC sekalipun dibutuhkan strategi. Sehingga, dapat diketahui bahwa dalam BSC sangat dinyatakan bahwa rancangan strategi implementasi mutlak dilaksanakan. Hal ini merupakan koreksi terhadap keleamahan strategi pada umumnya.

(15)

KESIMPULAN

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Behn, R. D. 2003. "Why measure performance? Different purposes requires different measures." Public Administration Review 63 (5): 586- 606.

Cohey, S. R. 2005. The 8th habit. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Goh, S. C. 2012. "Making performance measurement systems more effective in the public sector organizations." Measuring Business Excellence 16 (1): 31-42.

Kaplan, R. S. and D. P. Norton. 1996. The balanced scorecard. Boston, Massachusetts: Harvard Business School Press.

Kaplan, R. S. 2001. "Strategic performance measurement and management in nonprofit organizations." Nonprofit Management and Leadership 11 (3): 353-370.

Moore, M. H. 1995. "Defining public value." In Creating public value: Harvard University Press

Referensi

Dokumen terkait

Balanced Scorecard (BSC) merupakan salah satu metode pengukuran kinerja perusahaan secara keseluruhan yang menjabarkan visi dan strategi perusahaan ke dalam 4 perspective , yaitu

Balanced scorecard adalah suatu kerangka kerja untuk mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi perusahaan, yaitu ukuran kinerja finansial masa lalu

mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi perusahaan. Selain ukuran finansial masa lalu, Balanced Scorecard juga menggunakan pendorong kinerja masa depan.

Dengan kata lain metode balanced scorecard merupakan metode yang menerjemahkan visi, misi, dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat sasaran-sasaran strategi,

menjelaskan misi sekolah memberikan arah dalam mewujudkan visi sekolah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, merupakan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu

Konsep Balanced Scorecard merupakan salah satu metode pengukuran kinerja perusahaan secara keseluruhan yang menjabarkan visi dan strategi perusahaan ke dalam empat perspektif

Balanced Scorecard merupakan suatu kerangka kerja baru yang mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi perusahaan. Selain ukuran finansial masa lalu,

BAB V ANALISIS Pada bab ini berisi tentang Analisi yang meliputi visi dan misi perusahaan, strategi perusahaan, dan strategi balanced scorecard BSC dengan masing masing perspective