• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Self-Esteem 2.1.1. Pengertian Self-Esteem - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kemampuan Penguasaan Musik dengan Self-Esteem Ditinjau dari Jenis Kelamin pada Siswa Sekolah Dasar Kristen 04 Yayasan Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "2.1. Self-Esteem 2.1.1. Pengertian Self-Esteem - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kemampuan Penguasaan Musik dengan Self-Esteem Ditinjau dari Jenis Kelamin pada Siswa Sekolah Dasar Kristen 04 Yayasan Pendidikan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

10

Dalam setiap penelitian ilmiah tinjauan pustaka penting untuk diuraikan sebagai dasar dalam membangun konstruk teoritik dan sebagai tolak ukur untuk membangun kerangka berpikir serta menjadi sumber untuk menyusun hipotesis penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam bab ini akan diuraikan teori yang mendasari pembahasan yang terdiri dari pengertian, aspek-aspek variabel bebas (independent variable) adalah kemampuan penguasaan musik (X), dan Self-esteem (harga diri) (Y) yang memenuhi variabel terikat (dependent variable) dengan variabel moderator yaitu jenis kelamin.

2.1. Self-Esteem

2.1.1. Pengertian Self-Esteem

(2)

dari perbedaan antara seseorang “ideal” diri dan “nyata” diri. Kompetensi dalam bidang yang penting bagi seorang individu mengingat sejarah perkembangannya, karakteristik kepribadian, nilai-nilai, dan lain sebagainya. Sebaliknya, kompetensi umum atau derajat bahkan tinggi sukses di daerah yang tidak penting bagi individu tertentu tidak selalu berhubungan dengan harga diri ketika didefinisikan dengan cara ini. Self esteem adalah evaluasi diri menurut James (dalam Baron, 2003). Sementara itu, penilaian terhadap diri positif adalah menerima diri atau memiliki penghargaan yang baik terhadap diri sendiri, maka individu tersebut memiliki self-esteem yang tinggi ( Frey & Carlock, 1984).

2.1.2. Teori Self-Esteem

Pada suatu kesempatan Minchinton (1993), menyatakan bahwa self-esteem adalah penilaian terhadap diri sendiri, jadi dapat dikatakan bahwa harga diri merupakan suatu pedoman yang didasarkan pada kekuatan penerimaan diri dan perilaku dia sendiri ataupun sebaliknya. Apa yang disebut sebagai perasaan mengenai diri sendiri atau dapat juga dideskripsikan sebagai penghormatan diri sendiri atau perasaan mengenai diri yang berdasarkan pada keyakinan mengenai apa dan siapa diri sebenarnya. Self-esteem merupakan kombinasi yang berhubungan dengan karakter dan perilaku dan merupakan inti diri yang dibangun dalam hidup. Perasaan mengenai diri sendiri dapat memengaruhi bagaimana cara berhubungan dengan orang lain.

(3)

tantangan kehidupan, keyakinan akan dirinya memiliki hak untuk bahagia, perasaan berharga, berjasa, berhak untuk menyatakan kebutuhan dan keinginannya dan menikmati buah dari usahanya. Senada dengan itu, Gufron (2010) menjelaskan bahwa harga diri merupakan hasil penilaian yang dilakukannya dan perlakuan orang lain terhadap dirinya dan menunjukan sejauh mana individu memiliki rasa percaya diri serta mampu berhasil dan berguna.

Sejalan dengan itu, Frey & Carlock (1984) menyatakan bahwa harga diri adalah penilaian tinggi atau rendah terhadap diri sendiri yang menunjukkan bahwa sejauh mana individu itu meyakini dirinya sebagai individu yang mampu, penting, dan berharga yang berpengaruh dalam perilaku seseorang. Kesadaran tentang diri dan perasaan terhadap diri sendiri itu akan menimbulkan penilaian terhadap diri sendiri, baik positif maupun negatif. Apakah mereka menerima atau menolak diri inilah yang menunjukan harga diri seseorang. Jika penilaiannya terhadap dirinya positif atau dengan kata lain bahwa ia menerima diri, atau memiliki penghargaan yang baik terhadap dirinya, maka individu tersebut memiliki self-esteem yang tinggi atau sebaliknya.

Ada ungkapan menyatakan bahwa tanpa self-esteem yang sehat, individu akan sulit untuk mengatasi tantangan hidup dan merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Pernyataan tersebut dinyatakan oleh; Branden (2007), equipped explained that without a healthy self-esteem, individuals will find it difficult to cope with life's challenges and to feel the happiness in his life.

(4)

dalam//www.educationworld.com/a_ urr/shore/shore095.shtml, 2007) dalam salah satu artikelnya menyatakan bahwa self-esteem berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Rendahnya self-esteem dapat menurunkan hasrat belajar, mengaburkan fokus pikiran dan takut mengambil risiko. Sebaliknya, self-esteem yang positif dapat membangun pondasi kokoh untuk kesuksesan belajar.

Anak yang memiliki self-esteem tinggi mampu bertindak mandiri, bertanggungjawab, menghargai hasil kerjanya, tingkat frustasi rendah, senang dengan tantangan baru, mampu mengendalikan emosi positif maupun negatif, dan tidak segan-segan menawarkan bantuannya kepada orang lain. Sebaliknya, anak dengan self-esteem rendah akan menolak kehadiran sesuatu yang baru, merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan, lebih sering menyalahkan orang lain atas kesalahannya sendiri, secara emosional merasa berbeda dengan orang lain, tidak mampu mengendalikan tingkat frustasinya, enggan menunjukkan bakat dan kemampuannya, dan mudah terpengaruh.

2.1.3. Aspek-Aspek Self-Esteem

(5)

1. Perasaan mengenai diri sendiri seseorang haruslah menerima dirinya secara penuh, apa adanya. Mampu menilai diri kita sebagai manusia. Dengan begitu, perasaannya tentang dirinya sendiri tidak bergantung pada kondisi eksternal. Apapun yang terjadi kita dapat merasa nyaman dengan diri kita sendiri dan dapat menilai keunikan yang ada di dalam diri kita. Ada di dalam diri kita tanpa menghiraukan karakter atau kemampuan yang kita punya.

2. Perasaan terhadap hidup. Perasaan terhadap hidup menerima tanggung jawab atas sebagian hidup yang dijalaninnya. Maksudnya, seseorang dengan self-esteem tinggi akan menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas segala masalah yang dihadapinya.

3. Hubungan dengan orang lain. Seseorang dengan toleransi dan penghargaan yang sama terhadap semua orang berarti memiliki self-esteem yang bagus. Ia percaya bahwa setiap orang termasuk dirinya mempunyai hak yang sama dan patut dihormati. Oleh sebab itu, seseorang dengan self-esteem tinggi mampu memandang hubungannya dengan orang lain secara lebih bijaksana. Saat seseorang merasa nyaman, ia pun akan menghormati orang lain sebagaimana adanya mereka.

Aspek- Aspek self-esteem menurut Tafarodi dan Swann (2001) : mengelompokan menjadi 2 aspek self-competence dan self-liking 1. Self-competence merupakan penilaian pengalaman diri tiap

(6)

dilakukan. Penilaian ini mengacu kepada seluruh orientasi positif maupun negatif terhadap diri sendiri sebagai sumber kekuatan dan juga efikasi. Kompetensi diri berkaitan erat dengan kekuatan dan efikasi, tetapi menurut Bandura, kompetensi diri berbeda dengan efikasi diri. Efikasi diri menurut Bandura (dalam Tafarodi & Swann, 2001) adalah keyakinan seseorang mengenai kemampuan mereka untuk melakukan kontrol atas peristiwa-peristiwa yang mengendalikan kehidupan mereka. Sejalan dengan hal tersebut, self-competence adalah penilaian individu bahwa dirinya memiliki kemampuan, mampu bertindak efektif dan mengontrol diri sendiri. Individu dengan kompetensi diri yang tinggi memiliki karakter afektif dan penilaian yang positif terhadap dirinya.

2. Self-liking merupakan bagian dari self-esteem yang secara sosial terkait. Dimana proses itu muncul untuk memandang diri sendiri seperti penilaian yang digambarkan orang lain. Menurut Damon, Hart, Popper, & Eccles (dalam Tafarodi & Swann, 1995) penilaian itu menginternalisasi sebagai kemampuan individu untuk memandang dan menilai dirinya sebagai individu sosial yang berkembang. Self-liking merupakan penilaian afektif kita tentang diri kita, persetujuan atau ketidaksetujuan diri terhadap dirinya sendiri, sebagai hasil nilai internalisasi nilai sosial.

(7)

individu, sedangkan aspek self-esteem yang lain hanya melihat kepada diri sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri melalui self-competence (kemampuan diri) dan juga self-liking (menyukai diri). Dimana, self-competence merupakan evaluasi diri secara positif maupun negatif terhadap kemampuan yang dimilikinya dan berkaitan erat dengan kekuatan individu yang menjadi sumber keberhasilanya. Kemudian aspek self-liking hanya untuk melihat dirinya.

2.1.4. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Self-Esteem

1) Faktor jenis kelamin. Menurut Ancok, dkk. (1988) bahwa wanita selalu merasa harga dirinya lebih rendah dari pria seperti perasaan kurang mampu, kepercayaan diri yang kurang mampu, atau merasa harus dilindungi. Hal ini mungkin terjadi karena peran orang tua dan harapan-harapan masyarakat yang berbeda-beda baik pada pria maupun wanita. Pendapat tersebut sama dengan penelitian dari Coopersmith (1967) yang membuktikan bahwa harga diri wanita lebih rendah dari pria.

(8)

menguasai instrument musik. Sementara itu, kaitannya dengan self-esteem, dalam kamus tersebut mengartikan bahwa, Inteligensi adalah kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif.

3) Kondisi fisik. Coopersmith (1967) menemukan adanya hubungan yang konsisten antara daya tarik fisik dan tinggi badan dengan harga diri. individu dengan kondisi fisik yang menarik cenderung memilki harga diri yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi fisik yang kurang menarik

4) Lingkungan keluarga. Coopersmith (1967) berpendapat bahwa perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif, dan mendidik yang demokratis akan membuat anak mendapat harga diri yang tinggi. Berkenaan dengan hal tersebut, Savary (1994) sependapat bahwa keluarga berperan dalam menentukan perkembangan harga diri anak. Orang tua yang sering memberikan hukuman dan larangan tanpa alasan dapat menyebabkan anak merasa tidak berharga

(9)

2.2. Kemampuan Penguasaan Musik 2.2.1. Pengertian Kemampuan

Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu , sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989). Kemampuan (ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. (Robbins & Judge, 2009). Pengertian Kemampuan adalah menunjukkan potensi orang untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan. Kemampuan itu mungkin dimanfaatkan atau mungkin juga tidak. Kemampuan berhubungan erat dengan kemampuan fisik dan mental yang dimiliki orang untuk melaksanakan pekerjaan dan bukan yang ingin dilakukannya (Gibson, 1994).

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.

Lebih lanjut, Robbins & Judge (2009) menyatakan bahwa kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok faktor, yaitu :

a. Kemampuan intelegensi (intelectual Ability), merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental (berpikir, menalar dan memecahkan masalah). b. Kemampuan fisik (physical Ability), merupakan kemampuan

(10)

2.2.2. Teori Kemampuan Penguasaan Musik

Kemampuan penguasaan musik di awali dengan aktivitas musik, oleh karena aktivitas musik merupakan kegiatannya, dimana seseorang yang banyak melakukan aktivitas musik secara rutin akan membuat mereka mempunyai rasa percaya diri serta kemampuan menguasai musik baik praktek maupun teoritis. Untuk meningkatkan musikalitas anak. Dengan demikian Alat ukurnya dapat dilihat dari perkembangan presentasinya. Musikalitas yang dimaksud disini didasarkan pada landasan teori tentang musik dalam pendidikan (music in education), dan bukan semata-mata pendidikan musik (music education) seperti yang sudah dikenal selama ini, karena pendidikan musik lebih menitikberatkan pada kemampuan anak untuk menguasai alat musik. Kesalahan yang sering terjadi selama ini adalah menganggap bahwa pendidikan musik berupa pengetahuan tentang notasi musik, sementara dasar-dasar musik yang disebut musikalitas (rasa musikal) lebih banyak terabaikan. Selanjutnya Anak yang mempunyai kemampuan musikal yang baik berarti memiliki keterampilan bermain musik yang baik pula. Seperti yang dikatakan George & Hodges (dalam Djohan, 2009) bahwa kemampuan musikal adalah kepekaan untuk merespon atau sensifisitas stimuli musikal yang di dalamnya termasuk apresiasi dan pemahaman musik tanpa harus memiliki keterampilan memainkan alat musik.

(11)

berkomunikasi melalui suara, motivasi untuk terlibat dengan musik, dan mampuberhasil terlibat musik dengan orang lain. Sementara itu Sumaryanto (2000) mendefinisikan kemampuan musikal adalah sebagai berikut: segala sesuatu yang berhubungan dengan konsep pemikiran dan ingatan musik, komposisi nada dan irama, penghayatan emosi, kualitas nyanyian, pendengaran dan jangkauan suara yang semuanya mengarah pada pengetahuan, potensi dan sikap yang bersifat timbal balik terhadap musik itu sendiri.

Bersdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa kemampuan musikal adalah kepekaan tentang musik atau yang besifat musik tanpa harus memiliki keterampilan musik.

2.2.3. Aspek Kemampuan Penguasaan Musikal

Menurut Seashore (1919), aspek yang dapat dikembangkan dalam kemampuan musikal yaitu:

a) Sens of pitch yaitu kepekaan dalam membedakan nada. Pitch adalah ketetapan nada dengan frekuensi tertentu, contohnya sebelum bernyanyi harus menyamakan suara dengan instrument pengiring seperti, piano atau gitarendo

(12)

c) Sens of time yaitu kepekaan dalam membedakan interval nada lebih jauh atau pendek. Tempo atau gaya adalah ukuran, sukat, metrum. Contoh sejumlah ritmik dalam suatu birama musik dengan jarak yang sama (6/8) memiliki satuan hitungan yang tiap-tiap hitungan senilai nada perdelapan.

d) Sens of consonance yaitu kepekaan dalam harmoni yang terdengar lebih baik atau tidak. Konsonan adalah suara yang enak didengar. Huruf-huruf mati dalam olah suara selain huruf vokal a-i-u-e-o contohnya berbagai pembentukan konsonan: Bilabial hambatanya, pada kedua bibir (labium); Labio dental: suara dari hasil pertemuan bibir atas dengan bibir bawah; apiko interdental: pertemuan bibir bawah dengan gigi atas; apiko alveolar: pertemuan ujung lidah dengan celah gigi; palatal: pertemuan lidah bagian tengah dengan langit-langit; velar: pertemuan pangkal lidah dengan langit-langit bagian belakang; spiran: rintangan udara yang dihembuskan dari paru-paru; likwida: celah samping lidah pada saat lidah ditempelkan di langit-langit; trill: getaran lidah

(13)

Menurut Gunarsa (2008) yang diadaptasi dari Bessom, Tatarunis, & Forcucci (1974) mengutarakan bahwa:

1. Pengetahuan: (a) Mengenal bermacam-macam karya musik atau yang mewakili dari semua macam-macam karya musik. (b) Mengetahui tentang sejarah dan perkembangan artistik musik, termasuk implikasi sosial, gaya musikal dan sebagainya. (c) Mempunyai pengetahuan tentang komponis dan komposisinya yang dihubungkan dengan perkembangan musik. Mempunyai kemampuan gaya musikal berdasarkan konteks sosialnya.

2. Pemahaman: (a) Memahami atau merasakan konsep musikal yang dihubungkan dengan bunyi musikal dan penotasian (simbol). (b) Mengenal perbedaan kriteria yang digunakan untuk menggambarkan dan menilai beberapa gaya musik, dan memahami permasalahan penyajian yang meliputi interpretasi musik, instrument, kombinasi instrumental, vocal atau kombinasi vokal. (c) Memahami hubungan lain antara seni dengan seni lainnya.

(14)

4. Sikap: (a) Mempunyai kesadaran dalam membedakan” rasa” musik dan perhatian terhadap perbedaan pilihan-pilihan musik yang lain. (b) Respek dan terdorong untuk merasakan karya musik yang lain. (c) Terdorong untuk meningkatkan kemampuan musikalitasnya melalui belajar informal atau formal. (d) Mencari kenikmatan personal melalui pengalaman musikal. (e) Terdorong untuk membaca buku yang berhubungan dengan musik, dan mengikuti pertunjukan musik. (f) Mempunyai kesadaran untuk mengikuti suatu komunitas musikal di sekolah (ekstrakurikuler)

5. Apresiasi: (a) Mempunyai kesadaran untuk lebih merasakan aspek musikal. (b) Respek terhadap pertunjukan musikal dan seni lainnya.

6. Kebiasaan: (a) Adanya keinginan mencari komunitas musik untuk bermain musik atau bernyanyi. (b) Mengembangkan kebiasaan dan berlatih yang baik. (c) selektif terhadap berbagai pertunjukan musik, selektif dalam mengoleksi karya musik, selektif ketika akan hadir dalam pertunjukan musik dan ketika mendengarkan musik. (d) Mendengarkan semua jenis musik dengan melihat semua perbedaan interpretasi, perbedaan bunyi, kecermatan dan sebagainya.

(15)

musik yang tersebar melalui indikator-indikator kemampuan penguasaan musik dan dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi dengan menggunakan model-model pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan keperluan indikator dari setiap aspeknya.

2.3. Jenis Kelamin

2.3.1. Pengertian Jenis Kelamin dan Gender

Menurut Hungu (2007), Jenis kelamin (seks) adalah perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi.

2.3.1.1. Jenis Kelamin

(16)

perempuan tidak hanya secara alamiah tidak sama, tetapi juga tidak sederajat. Dugaan inferioris perempuan dihubungkan dengan kondisi kosmis, sepeti menstruasi, ukuran kepala, dan bahkan struktur otak yang lebih kecil dibandingkan laki-laki. Berikut beberapa perbedaan laki-laki dan perempuan menurut Hungu (2007):

a. Bukti Biologis. Laki-laki dan perempuan memiliki gen yang berbeda, yang mempengaruhi perkembangan fisik mereka. Perempuan memiliki dua kromosom yang sama (XX), sedangkan laki-laki memiliki krosom yang berbeda (XY). Laki-laki dan perempuan juga memiliki hormone yang berbeda. Diyakini ada pengaruh spesifik hormone ini terhadap perkembangan fisik dan emosi. Kedua jenis kelamin masing-masing memiliki hormone “kelelakian” dan hormone “kewanitaan”. Proporsi hormone kelelakian lebih besar pada laki-laki dan hormone kewanitaan lebih banyak pada perempuan. Selain itu juga perbedaan anatomi atau struktur fisik antara laki-laki dan perempuan yang dalam hal ini adalah system reproduksi dan konsekuensinya.

(17)

2.3.1.2. Gender

Gender adalah konsep yang melihat peran laki-laki dan perempuan dari segi sosial dan budaya, tidak dilihat dari jenis kelaminnya (Hungu, 2007). Sedangkan relasi gender mempersoalkan posisi perempuan dan laki-laki dalam pembagian sumber daya dan tanggung jawab, manfaat, hak-hak, dan kekuasaanya. Berbicara tentang gender berarti berbicara tentang laki-laki dan perempuan. Namun gender tidak memiliki asal usul biologis. Hubungan antara jenis kelamin dan gender tidak benar-benar alamiah. Kemudian dilanjutkan bahwa gender adalah perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan biologis adalah perbedaan jenis kelamin yang bermuara dari kodrat Tuhan, sementara gender adalah perbedaan yang bukan kodrat Tuhan, tetapi diciptakan oleh kaum laki-laki dan perempuan melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Gender dan jenis kelamin sangat berbeda sekali, karena jenis kelamin bersifat alamiah, sedangkan gender peran dan fungsinya dibentuk oleh keadaan masyarakat, sosial dan budayanya (Hungu, 2007). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat perbedaan antara jenis kelamin dan gender sebagai berikut:

2.3.1.3. Jenis Kelamin (Seks)

(18)

buatan manusia (2) Gender bersifat sosial budaya, dan merujuk kepada tanggung jawab peran, pola perilaku dan lain-lainya yang bersifat maskulin dan feminim (3) Gender bersifat tidak tetap, ia berubah dari waktu ke waktu, dari satu kebudayaan ke kebudayaan yang lainnya, bahkan dari satu keluarga ke keluarga lainnya (4) Gender dapat berubah. Gender memiliki perbedaan-perbedaan bentuk antara satu masyarakat dengan masyarakat lain karena norma-norma, adat istiadat, kepercayaan, dan kebiasaan masyarakat yang berbeda. Misalnya: Menjadi tukang batu dianggap tidak pantas dilakukan oleh perempuan, tetapi di Bali perempuan biasa menjadi tukang batu, tukang cat. Di kebanyakan masyarakat petani, bekerja kebun adalah tugas laki-laki; sedangkan di sejumlah masyarakat Papua, kerja kebun merupakan tugas utama perempuan, karena berburu adalah tugas utama laki-laki. Gender berubah dari waktu ke waktu karena adanya perkembangan yang mempengaruhi nilai-nilai dan norma-norma masyarakat tersebut. Misal: Di Jawa Barat, sudah ada perempuan yang menjadi kepala desa karena meningkatnya pendidikan. Di Sumba, laki-laki bantu-membantu „tugas perempuan‟ di rumah tangga.

(19)

2.4. HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA

2.4.1. Hubungan Antara Kemampuan Penguasaan Musik terhadap Self-Esteem

Djohan (2009), yang dalam penelitiannya bertujuan untuk mengembangkan instrumen kepekaan musikalitas sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan peran musik dalam pendidikan serta peningkatan keterampilan sosial pada siswa sekolah dasar. Penelitian ini dilakukan terhadap 381 siswa kelas 3, 4, dan 5 sekolah dasar di Jakarta dan Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepekaan musikalitas siswa dapat diukur melalui instrumen kepekaan terhadap musik dan kemampuan ini memiliki korelasi yang signifikan dengan skor kecerdasan sosial yang akan berdampak pada harga diri orang tersebut.

(20)

Sementara itu, Werdani (2016) yang meneliti kemampuan musik anak-anak Tuna Grahita Ringan SLB –C1 Darma Rena Ring Putra I Yogyakarta Tahun Pelajaran 2015/2016. Didapati bahwa permainan musik angklung sangat berperan dalam meningkatkan kepercayaan diri karena harga diri setiap siswa dinilai sangat baik.

Pada kesempatan yang lain, Kokotsakia & Hallamb (2007) dalam penelitiannya mengenai penilaian terhhadap dampak apakah yang dirasakan siswa ketika terlibat aktif dalam kegiatan music yang berdampak pada peningkatam self-esteemnya. Temuannya jatuh dalam tiga kategori yakni Musik sebagai kekuatan bertindak, Musik untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman, Musik sebagai aksi sosial masyarakat. Musik untuk mengembangkan rasa yang kuat dan bila mendapat popularitas dapat membuat teman-teman berpandangan yang sama untuk meningkatkan keterampilan sosial mereka dan membangun upaya rasa yang kuat dari self-esteem dan kepuasan. Musik mempengaruhi siswa dalam meningkatkan keterampilan pribadi seperti mempertahankan identitas pribadi dan mendorong perkembangan self-achievement , motivasi dari dalam keyakinan diri.

(21)

pemain musik dalam penampilan setiap usia jenis kelamin dan self-estem, tidak ada hubungan signifikan secara langsung.

Melihat dari hasil-hasil penelitian sebelumnya di atas, yang menunjukkan masih ada penelitian-penelitian yang pro dan kontra mengenai kemampuan penguasaan musik dengan self-esteem maka penulis sangan tertarik untuk melanjutkan meneliti hubungan kedua variabel dengan karakteristik subjek dan tempat penelitian yang berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

2.4.2. Perbedaan Self-Esteem Ditinjau Dari Jenis kelamin Putra, (2009) menggambarkan bagaimana Self-esteem pada remaja yang tinggal di Panti Asuhan, juga menyebutkan tidak terdapat perbedaan self-esteemyang signifikan antara remaja laki-laki dengan remaja perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian Bhardwaj & Agrawal (2013) mengenai harga diri pada anak usia awal, dimana melihat perbedaan jenis kelamin sampel di dapatkan dari sebuah sekolah di India utara. Hasil yang ditemukan ada perbedaan yang signifikan dalam keseluruhan hidup baik secara sosial, belajar dan harga diri orang tua laki-laki maupun perempuan , dan secara harga diri perempuan didapati lebih tinggi daripada laki-laki.

(22)

self-efficacy, dan jenis kelamin di antara mahasiswa di Universitas Al Ain Emirat Arab, ditemukan bahwa perempuan lebih tinggi self-esteemnya dibandingkan laki-laki yang lebih rendah .

El Rafei (2008) dalam penelitianya diditujukan pada beberapa sekolah di Libanon untuk menyelidiki hubungan antara self-esteem dengan jenis kelamin dalam prestasi akademik pelajar pada tingkat sekolah. Hasil menunjukan tidak ada perbedaan gender dalam masyarakat, akademik, orang tua ditinjau dari self-esteem sub scales social. Sejalan dengan itu, Erol dan Orth, (2011) meneliti perkembangan self-esteem pada laki-laki dan perempuan remaja, dimana hasilnya menunjukkan bahwa kenaikan self-esteem selama masa remaja terus meningkat lebih perlahan pada usia dewasa muda. Perempuan dan laki-laki tidak berbeda dalam lintasan diri mereka.

Bleidorn et al. (2016), yang meneliti mengenai self-esteem pada laki-laki dan perempuan di Amerika, menemukan bahwa peningkatan keterkaitan usia self-esteem dari remaja akhir ke masa dewasa pertengahan gender ada kesenjangan yang signifikan dengan laki-laki secara konsisten pelaporan self-esteem laki-laki lebih tinggi dibandingkan jumlah perempuan meskipun ini cross-cultural persamaan luas, namun budaya secara signifikan berbeda dalam besarnya gender, usia, dan jenis kelamin. Perbedaan ini terkait baik, efek usia pada self-esteem.

(23)

penulis ingin meneliti lebih lanjut self-esteem ditinjau dari jenis kelamin pada siswa SD Kristen 04 YPE Eben Haezer GKI Salatiga.

2.5. Model Penelitian

Dari hasil-hasil penelitian terdahulu, maka model penelitian yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah seperti dibawah ini:

Keterangan :

Variabel X : Kemampuan Penguasaan Musik Variabel Y : Self-Esteem

Variabel Moderator : Jenis Kelamin (siswa SD)

2.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah:

1. Ada hubungan antara kemampuan penguasaan musik dengan Self-esteem pada siswa SD Kristen 04 YPE Eben Haezer GKI Salatiga.

Referensi

Dokumen terkait

Keterampilan Saya menguasai tangga nada mayor Saya menguasai tangga nada minor Saya menguasai simbol (tanda) musik Saya tidak menguasai tangga nada minor

Jika diketahui bahwa penentu siswa berhasil dalam belajar di kelas, adalah dari bagaimana siswa itu memiliki keinginan yang tinggi untuk belajar sehingga

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat- Nya penelitian skripsi yang berjudul “Pengaruh Stigma terhadap Self Esteem pada Remaja Perempuan yang