commit to user
i
ANALISIS JALUR SUKU BUNGA DALAM MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
HENDRO BAGUS PRASETYO F.1109013
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii ABSTRAK
Penelitian ini mengambil judul “Analisis Jalur Suku Bunga Dalam
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia (2000-2010)”. Tujuan
yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang
pengaruh variabel suku bunga SBI, suku bunga PUAB, Money Supply (M2),
output gap, terhadap Inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia.
Lingkup data yang digunakan bersifat kuantitatif dengan mengambil data
triwulanan, mulai Maret 2000 sampai dengan bulan Desember 2010. Data-data
yang digunakan kesemuanya diambil dari data sekunder bersumber dari Statistik
Ekonomi Keuangan Indonesia dan Laporan Tahunan yang teah dikeluarkan oleh
Bank Indonesia, disertai dengan studi pustaka yang cukup intensif. Alat analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi model VAR dan Uji
Kausalitas Granger.
Variabel ekonomi yang digunakan dalam peneltian ini adalah suku bunga
SBI, suku bunga PUAB, money supply, output gap, dan tingkat Inflasi.
Dari perhitungan analisis didapatkan hasil penelitian bahwa suku bunga
SBI dan suku bunga PUAB berpengaruh secara siginfikan terhadap variabel
dependen yaitu tingkat inflasi pada tingkat signifikasi α 5%. Sedangkan suku
bunga SBI dan suku bunga PUAB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat inflasi pada tingkat signifikasi α 5%.
Dari hasil penelitian yang diperoleh maka diberikan saran-saran
diantaranya diperlukan upaya-upaya oleh Bank Indomesia disarankan untuk
senantiasa menjaga atau mengawasi dan mengendalikan tingkat suku bunga SBI
sehingga makin memperkuat terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter di
Indonesia.
commit to user
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul
ANALISIS JALUR SUKU BUNGA DALAM MEKANISME TRANSMISI
KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010)
Surakarta, September 2011
Disetujui dan Diterima oleh :
Dosen Pembimbing
Hery Sulistio Jati N.S. S.E., MSE
commit to user
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diuji dan diterima baik oleh Tim Penguji Skripsi untuk melengkapi
tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana ekonomi
pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Surakarta, Desember 2011
Tim Penguji Skripsi
Drs. Wahyu Agung Setyo, Msi ( ……… )
NIP. 19650522 199203 1 002 Ketua
Hery Sulistio Jati N.S. S.E., MSE ( ……… )
NIP. 19820414 200501 1 002 Pembimbing
Riwi Sumantyo, S.E , M.E. ( ……… )
commit to user
v MOTTO
Ambillah waktu untuk berfikir, itu adalah sumber kekuatan.
Ambillah waktu untuk bermain, itu adalah rahsaia dari masa muda yang
abadi.
Ambillah waktu untuk berdoa, itu adalah sumber ketenangan.
Ambillah waktu untuk belajar, itu adalah sumber kebijaksanaan.
Ambillah waktu untuk mencintai dan dicintai, itu adalah hak istimewa yang
diberikan Tuhan.
Ambillah waktu untuk bersahabat, itu adalah jalan menuju kebahagiaan.
Ambillah waktu untuk tertawa, itu adalah musik yang menggetarkan hati.
Ambillah waktu untuk memberi, itu adalah membuat hidup terasa bererti.
Ambillah waktu untuk bekerja, itu adalah nilai keberhasilan.
Ambillah waktu untuk beramal, itu adalah kunci menuju surga.
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Subhanallah Walhamdulillah Walaailaahaillallah Allahuakbar
Laahaulawalaaquwwata Illaabillaahil'aliyyil 'adziim
Syukur-ku hanya kepada Allah SWT atas segala kemurahan dan
pertolongan-Ny
a
Karya ini penulis persembahkan kepada:
·
Ibu dan Bapak tersayang
·
Nurul Hidayah
·
Teman-temanku
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala berkah,
rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kemudahan, kesabaran dan
kesanggupan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“ANALISIS JALUR SUKU BUNGA DALAM MEKANISME TRANSMISI
KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010)”. Penulisan karya ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan Skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas berkat bantuan baik
materiil maupun non materiil serta dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Wisnu Untoro. MS selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Supriyono. MSi selaku Kepala Jurusan Ekonomi Pembangunan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Sutanto, Drs., MESP selaku Sekertaris Jurusan Ekonomi Pembangunan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Hery Sulistio Jati N.S. S.E., MSE selaku dosen Pembimbing yang telah
berkenan memberikan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan
commit to user
viii
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
6. Bank Indonesia cabang Solo yang telah mengijinkan untuk mengambil data
yang diperlukan.
7. Kedua orang tua penulis, Bapak H. Muhammad Subeki dan Ibu Hj. Anik
Suprapti, terimakasih atas segala kesabaran, doa, motivasi, dukungan moril dan
materiel, dan kasih sayang yang tiada tara sepenjang masa yang telah diberikan
selama ini kepada penulis.
8. My Inspiration Nurul Hidayah yang tidak henti-hentinya memberikan curahan
doa, semangat, kasih sayang,dan kesabarannya kepada penulis, sehingga
penulis mampu menyelesaikan semua masalah yang penulis hadapi selama
penulis menyelesaikan skripsi.
9. For my friend in the kost thank you for all aid and its support. I will never
forget our friendship during the time.
10. For all my friend in our beloved faculty of economics specially generation 09.
And for all security (SatPam) in faculty of economics.
Surakarta, September 2011
commit to user
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
ABSTRAK ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Hipotesis ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8
A. Landasan Teori ... 8
1. Kebijakan Moneter ... 8
commit to user
x
a. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur Suku
Bunga ... 14
b. Indikator Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ... 16
c. Tenggat Waktu (Lag) ... 17
3. Teori Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ... 19
a. Kerangka Makroekonomi Sederhana ... 19
b. Tujuan Kebijakan ... 19
c. Aturan Suku Bunga Sederhana ... 21
d. Agregat Demand dan Agregat Supply ... 24
4. Instrumen Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ... 38
a. Tingkat Suku Bunga ... 38
(1) Fungsi-Fungsi Tingkat Bunga ... 40
(2) Jenis Tingkat Suku Bunga ... 41
(a) Tingkat Suku Bunga Nominal dan Tingkat Bunga Riil ... 41
(b) Tingkat Suku Bunga Jangka Pendek dan Jangka Panjang ... 43
(c) Teori-Teori Tingkat Suku Bunga ... 45
b. Jumlah Uang Beredar ... 55
(1) Definisi Uang ... 55
(2) Konsep Jumlah Uang Beredar ... 55
c. Produk Domestik Bruto ... 57
(1) Definisi Produk Domestik Bruto (PDB) ... 57
(2) PDB Nominal dan PDB Riil ... 58
commit to user
xi
d. Inflasi ... 59
(1) Definisi Inflasi ... 59
(2) Jenis-Jenis Inflasi ... 66
(a) Inflasi Berdasarkan Terjadinya ... 67
(b) Inflasi Berdasarkan Intensitasnya ... 67
(c) Inflasi Berdasarkan Bobotnya ... 68
B. Penelitian Terdahulu ... 70
C. Kerangka Pemikiran ... 83
BAB III METODE PENELITIAN ... 84
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 84
B. Jenis dan Sumber Data ... 84
C. Definisi Operasional Variabel ... 85
D. Metode Analisis Data ... 86
1. Model Vector Autoregression (VAR) ... 86
2. Bentuk Estimasi VAR ... 89
a. Respon terhadap Kebijakan (Impulse Respon) ... 89
b. Dekomposisi Varian (Variance Decomposition) ... 90
3. Uji Prasyarat dalam Model VAR ... 90
4. Uji Kausalitas Granger ... 92
5. Uji Signifikasi Parameter ... 93
a. Uji t ... 93
b. Uji F ... 95
commit to user
xii
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 97
A. Gambaran Umum Bank Sentral dan Kebijakan Moneter di Indonesia ... 97
B. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia ... 112
C. Analisis Hasil Penelitian ... 130
1. Uji Prasyarat Model VAR ... 130
a. Uji Stasioneritas ... 130
b. Uji Tingkat Kelambanan (Lag) Optimal ... 132
2. Uji Kausalitas Granger ... 133
3. Hasil Estimasi VAR ... 135
a. Pengaruh jalur suku bunga terhadap inflasi dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter ... 135
(1) Impulse Respon ... 135
(2) Variance Decomposition ... 139
b. Pengaruh jalur suku bunga terhadap output gap dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter ... 140
(1) Impulse Respon ... 140
(2) Variance Decomposition ... 144
4. Uji Signifikasi Parameter ... 145
a. Uji t ... 145
b. Uji F ... 146
c. Uji R2 ... 147
commit to user
xiii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 151
A. Kesimpulan ... 151
B. Saran ... 154
DAFTAR PUSTAKA ... 155
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga ... 5
Gambar 2.1 Mekanisme Transmisi Moneter sebagai Black Box ... 12
Gambar 2.2 Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga ... 16
Gambar 2.3 Tenggat Waktu (Lag) ... 17
Gambar 2.4 (a) Uang ... 26
Gambar 2.4 (b) Investasi yang direncanakan ... 26
Gambar 2.4 (c) Output (Pendapatan) Agregat ... 26
Gambar 2.5 Kurva Permintaan Agregat (AD) ... 27
Gambar 2.6 Efek Peningkatan Penawaran Uang atas Kurva AD ... 28
Gambar 2.7 EfekPeningkatan Belanja Pemerintah atau Penurunan Pajak Nettto atas Kurva AD ... 29
Gambar 2.8 Kurva IS - LM ... 30
Gambar 2.9 Agregat Demand ... 31
Gambar 2.10 Kurva Penawaran Agregat Jangka Pendek ... 33
Gambar 2.11 (a) Penurunan Penawaran Agregat ... 34
Gambar 2.11 (b) Peningkatan Penawaran Agregat ... 34
Gambar 2.12 Tingkat Harga Ekuilibrium ... 35
Gambar 2.13 Kurva Penawaran Agregat Jangka Panjang ... 36
Gambar 2.14 Kurva Hasil ... 44
Gambar 2.15 Teori Klasik tentang Tingkat Bunga... 47
commit to user
xv
Gambar 2.17 Tingkat Bunga Keseimbangan Hicks ... 53
Gambar 2.18 Inflationary Gap ... 61
Gambar 2.19 Demand Pull Inflation ... 62
Gambar 2.20 Cost Push Inflation ... 65
Gambar 4.1 Hubungan Kausalitas ... 134
Gambar 4.2 Hasil Uji Impulse Respon ... 137
Gambar 4.3 Time Lag Transmisi Moneter Jalur Suku Bunga ... 138
Gambar 4.4 Hasil Uji Impulse Respons ... 142
commit to user
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perilaku Perusahaan Individu yang Membentuk Perekonomian ... 34
Tabel 4.1 Uji ADF pada Tingkat Level ... 131
Tabel 4.2 Uji ADF pada tingkat First Difference ... 131
Tabel 4.3 Nilai Kriteria Akaike dan Schwartz pada Masing-Masing Tingkat Kelambanan ... 132
Tabel 4.4 Uji Kausalitas Granger ... 134
Tabel 4.5 Variance Decomposition ... 140
Tabel 4.6 Variance Decomposition ... 145
Tabel 4.7 Koefisien dan Nilai t Statistik Hasil Estimasi VAR ... 145
Tabel 4.8 Nilai F Statistik Hasil Estimasi VAR ... 146
commit to user
ii
ANALISIS JALUR SUKU BUNGA DALAM MEKANISME TRANSMISI
KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010)
Hendro Bagus Prasetyo
F.1109013
ABSTRAK
Penelitian ini mengambil judul “Analisis Jalur Suku Bunga Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia (2000-2010)”. Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang pengaruh variabel suku bunga SBI, suku bunga PUAB, Money Supply (M2), output gap, terhadap Inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia.
Lingkup data yang digunakan bersifat kuantitatif dengan mengambil data triwulanan, mulai Maret 2000 sampai dengan bulan Desember 2010. Data-data yang digunakan kesemuanya diambil dari data sekunder bersumber dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia dan Laporan Tahunan yang teah dikeluarkan oleh Bank Indonesia, disertai dengan studi pustaka yang cukup intensif. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi model VAR dan Uji Kausalitas Granger.
Variabel ekonomi yang digunakan dalam peneltian ini adalah suku bunga SBI, suku bunga PUAB, money supply, output gap, dan tingkat Inflasi.
Dari perhitungan analisis didapatkan hasil penelitian bahwa suku bunga SBI dan suku bunga PUAB berpengaruh secara siginfikan terhadap variabel dependen yaitu tingkat inflasi pada tingkat signifikasi α 5%. Sedangkan suku bunga SBI dan suku bunga PUAB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap output gap pada tingkat signifikasi α 5%.
Dari hasil penelitian yang diperoleh maka diberikan saran-saran diantaranya diperlukan upaya-upaya oleh Bank Indomesia disarankan untuk senantiasa menjaga atau mengawasi dan mengendalikan tingkat suku bunga SBI sehingga makin memperkuat terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia.
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era perekonomian global yang terjadi sejak beberapa dasawarsa yang
lalu hingga saat ini, interaksi ekonomi antar negara merupakan salah satu aspek
yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi suatu negara yang semakin
terbuka. Terlebih lagi, kepesatan perkembangan teknologi informasi, komunikasi
dan transportasi, serta kebijakan perdagangan dalam dasawarsa terakhir telah
mendorong pesatnya keterbukaan ekonomi dan ketergantungan antar negara.
Sebagai contoh, hubungan perdagangan antara Indonesia dengan Jepang saat ini
jauh lebih erat dibandingkan dengan hubungan perdagangan yang terjadi pada
masa awal kemerdekaan.
Keterikatan antar negara yang semakin besar, maka semakin terbuka
perekonomian suatu negara yang bersangkutan. Keterbukaan ekonomi tersebut
berdampak pada peningkatan transaksi perdagangan antar negara. Sebuah negara
yang tidak dapat memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa tertentu dapat
membeli (impor) barang dan jasa tersebut dari negara lain. Di sisi lain, suatu
negara dapat memperdagangkan (ekspor) barang dan jasa yang dihasilkan kepada
negara lain yang membutuhkannya. Perkembangan perdagangan umumnya diikuti
pula oleh perkembangan di sektor keuangan internasional.
Keterbukaan ekonomi suatu negara akan membawa konsekuensi pada
perencanaan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi makro, termasuk kebijakan
commit to user
moneternya. Hal ini mengingat semakin besar transaksi perdagangan dan
keuangan internasional yang dilakukan oleh suatu negara maka semakin besar
foreign capital flows (aliran dana luar negeri). Aliran dana luar negeri tersebut
pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar dalam
perekonomian. Dalam hal terjadi capital inflows (aliran dana luar negeri masuk),
maka akan terjadi penambahan jumlah uang beredar. Sebaliknya, dalam hal terjadi
capital outflow (aliran dana luar negeri keluar), maka akan terjadi pengurangan
jumlah uang beredar. Dengan demikian, kebijakan moneter perlu diarahkan agar
jumlah uang beredar sesuai dengan kebutuhan perekonomian.
Aliran dana luar negeri yang masuk menyebabkan bank sentral
melakukan kontraksi moneter untuk mengurangi jumlah uang beredar.
Sebaliknya, jika terjadi aliran dana luar negeri keluar yang besar maka bank
sentral dapat melakukan ekspansi moneter untuk menambah jumlah uang beredar.
Kontaksi atau ekspansi moneter akan dapat meningkatkan atau menurunkan suku
bunga dalam negeri.
Sasaran akhir perekonomian, terutama pendapatan nasional dan inflasi
sangat dipengaruhi oleh bagaimana jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter
tersebut bekerja pada perekonomian suatu negara. Perangkat perangkat
mekanisme transmisi kebijakan moneter diawali dengan instrumen, sasaran
operasional, sasaran antara dan sasaran akhir.
Secara operasional kebijakan moneter, kesulitan tersebut tercermin dari
masih terbatasnya informasi yang sangat dibutuhkan sebagai dasar dalam
commit to user
dan jangka waktu yang diperlukan bagi pelaksanaan suatu kebijakan moneter.
Kondisi ini seringkali menyebabkan kesulitan dalam penyusunan suatu
rekomendasi sebagai landasan kebijakan moneter yang harus dilakukan Bank
Indonesia pada saat terjadi tekanan inflasi yang cukup tinggi.
Kajian mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter umumnya
mengacu pada peranan uang dalam perekonomian, yang pertama kali dijelaskan
oleh Quantity Theory of Money ‘Teori Kuantitas Uang’. Teori ini pada dasarnya
mengambarkan kerangka kerja yang jelas mengenai analisis hubungan langsung
yang sistemastis antara pertumbuhan jumlah uang beredar dan inflasi, yang
dinyatakan dalam suatu identitas yang dikenal sebagai “The Equation of
Exchange” :
Jumlah uang beredar (M) dikalikan dengan perputaran uang/income
velocity (V) sama dengan jumlah output atau transaksi ekonomi/output riil (T)
dikalikan dengan tingkat harga (P). dengan kata lain, dalam keseimbangan, jumlah
uang beredar yang digunakan dalam seluruh kegiatan transaksi ekonomi (MV)
sama dengan jumlah output yang dihitung dengan harga yang berlaku, yang
ditransaksikan (PT).
Berdasarkan mekanisme ini, dalam jangka pendek pertumbuhan jumlah
uang beredar hanya mempengaruhi perkembangan output riil. Selajutnya dalam
jangka menengah pertumbuhan jumlah uang beredar akan mendorong kenaikan
harga (inflasi) yang pada gilirannya menyebabkan penurunan perkembangan
commit to user
pertumbuhan jumlah uang beredar tidak mempengaruhi perkembangan output riil,
tetapi mendorong laju inflasi secara proporsional. Jalur moneter yang bersifat
langsung ini dianggap tidak dapat menjelaskan faktor-faktor lain selain uang
terhadap inflasi, seperti suku bunga, nilai tukar, harga aset, kredit, dan ekspektasi.
Dalam perkembangan selanjutnya, selain jalur moneter langsung, mekanisme
transmisi pada umumnya juga dapat terjadi melalui lima jalur lainnya, yaitu direct
monetary channel (jalur moneter langsung), interest rate channel (jalur suku
bunga), exchange rate channel (jalur nilai tukar), assets price channel (jalur harga
aset), credit channel (jalur kredit), dan expectation channel (jalur ekspektasi).
Mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga menekankan pentingnya
aspek harga di pasar keuangan terhadap berbagai aktivitas ekonomi di sektor riil.
Dalam kaitan ini, kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral akan
berpengaruh terhadap perkembangan berbagai suku bunga di sektor keuangan dan
commit to user
Gambar 1.1 Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga Sumber : Warjiyo, 2004:20
Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan masalah meliputi
faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya inflasi. Keterkaitan antara variabel-variabel
ekonomi memang cukup kompleks, tetapi dalam penelitian ini hanya akan
membahas beberapa variabel saja dalam perekonomian agar hasil penelitian lebih
fokus terhadap masalah yang dibahas. Variabel- variabel tersebut meliputi suku
bunga SBI, suku bunga PUAB, Money Supply (M2), Output Gap, dan inflasi di
Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas akan dilakukan suatu penelitian dengan judul
“Analisis Jalur Suku Bunga Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan
commit to user
B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
1. Bagaimanakah pengaruh jalur suku bunga terhadap output gap dalam
mekanisme transmisi kebijakan moneter?
2. Bagaimanakah pengaruh jalur suku bunga terhadap inflasi dalam
mekanisme transmisi kebijakan moneter?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian seperti yang telah diungkapkan
sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh jalur suku bunga terhadap output gap
dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter.
2. Untuk mengetahui pengaruh jalur suku bunga terhadap inflasi
dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini antara
lain:
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak
pengambil kebijakan sebagai acuan untuk menentukan kebijakan yang
commit to user
2. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini digunakan sebagai salah satu sarana
untuk menetapkan teori yang diperoleh dari berbagai literatur selama
mengikuti perkuliahan.
3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang juga
tertarik terhadap masalah serupa dengan penelitian ini.
4. Sebagai bahan yang mampu memperkaya kepustakaan penelitian yang
telah ada sebelumnya.
E. Hipotesis
Hipotesis yang dapat dikemukakan berdasarkan perumusan
masalah diatas adalah sebagai berikut:
1. Diduga jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan
moneter berpengaruh terhadap output gap.
2. Diduga jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori
1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan langkah-langkah pemerintah, yang
dilaksanakan oleh bank sentral untuk mempengaruhi atau mengubah
penawaran uang dalam perekonomian atau mengubah tingkat bunga, dengan
maksud untuk mempengaruhi pengeluaran agregat. Sedangkan Warjiyo (2003)
mendefinisikan kebijakan moneter sebagai kebijakan otoritas moneter atau
bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai
perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Besaran moneter yang
dimaksud di sini antara lain dapat berupa uang beredar, uang primer, atau
kredit perbankan. Sedangkan tujuan untuk mencapai perkembangan ekonomi
yang diinginkan yang dimaksud adalah stabilitas ekonomi makro, pertumbuhan
ekonomi, dan cukup luasnya kesempatan kerja yang ada.
Kebijakan moneter adalah salah satu kebijakan dari Bank Sentral atau
otoritas moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter atau suku bunga
untuk mencapai perkembangan perekonomian bangsa yang dapat
mensejahterakan rakyat. Perkembangan perekonomian dapat tercermin pada
stabilitas makro yang dapat dilihat pada kestabilan harga atau rendahnya laju
inflasi, membaiknya perkembangan pendapatan nasional, dan luasnya
kesempatan kerja.
commit to user
Kebijakan moneter merupakan salah satu kebijakan makro ekonomi
yang mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian negara,
serta faktor-faktor fundamental dalam perekonomian suatu negara sehingga
dalam pelaksanaannya, kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh suatu negara
berbeda dengan kebijakan moneter yang digunakan oleh negara lain. Dalam
pelaksanaannya masing-masing negara menggunakan kerangka strategis
kebijakan moneter yang berbeda-beda. Masing-masing strategi tersebut
memiliki karakteristik sesuai dengan indikator tertentu yang digunakan sebagai
nominal anchor atau sasaran antara dalam mencapai tujuan akhir. Kerangka
operasi kebijakan moneter tersebut adalah:
1) Instrumen-Instrumen Moneter
Instrumen pengendalian moneter merupakan alat-alat operasi moneter yang
dapat digunakan oleh Bank Sentral dalam mewujudkan tujuan akhir yang
telah ditetapkan (Solikin dan Suseno, 2002: 26) dan (Ascarya, 2002:51).
Instrumen-instrumen kebijakan moneter terdiri dari: (1). Operasi Pasar
Terbuka (OPT), (2).Tingkat Bunga Diskonto, (3). Giro Wajib Minimum
(Reserve requirement), (4). Himbauan Moral.
2) Sasaran Operasional (Operational Target)
Sasaran operasional merupakan sasaran yang ingin segera yang dicapai oleh
Bank Sentral dalam operasi moneternya. Variabel sasaran operasional
digunakan untuk mengarahkan tercapainya sasaran antara. Kriteria sasaran
commit to user
hubungan yang stabil dengan sasaran antara, (2). Dapat dikendalikan oleh
Bank Sentral, (3). Akurat dan tidak sering direvisi
3) Sasaran Antara
Hubungan antara sasaran operasional dan sasaran akhir kebijakan moneter
bersifat tidak langsung dan kompleks serta membutuhkan time lag yang
panjang. Untuk alasan itu, para ahli moneter dan praktisi Bank Sentral
mendesain simple rule untuk membantu pelaksanaan kebijakan moneter
dengan cara menambahkan indikator yang disebut sebagai sasaran antara.
Sasaran tersebut merupakan indikator untuk menilai kinerja keberhasilan
kebijakan moneter, sasaran ini dipilih dari varibel-variabel yang memiliki
keterkaitan stabil dengan sasaran akhir, cakupannya luas, dapat dikendalikan
oleh bank sentral, tersedia relatif cepat, akurat dan tidak sering direvisi.
Variabel sasaran antara meliputi:: agregat moneter (M1dan M2), kredit
perbankan dan nilai tukar.
4) Sasaran Akhir (Final Target)
Sasaran akhir kebijakan moneter yang ingin dicapai oleh Bank Sentral
tergantung pada tujuan yang dimandatkan oleh UU bank sentral suatu
negara. Tujuan akhir kebijakan moneter di Indonesia mengacu pada Pasal 7
ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2004 yang secara eksplisit mencantumkan
bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara
commit to user
2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya
menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral
mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga pada
akhirnya dapat mencapai tujuan akhir yang diterapkan. Secara spesifik Taylor
(1995) menyatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah “the
process through which monetary policy decision are transmitted into changes
in real GDP and inflation”.
Mekanisme transmisi moneter dimulai dari tindakan bank sentral
dengan menggunakan instrumen moneter, apakah OPT atau yang lain, dalam
melaksanakan kebijakan moneternya. Tindakan itu kemudian berpengaruh
terhadap aktivitas ekonomi dan keuangan melalui berbagai saluran transmisi
kebijakan moneter, yaitu saluran uang, kredit, suku bunga, nilai tukar, harga
aset, dan ekspektasi.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam kenyataannya
merupakan proses yang kompleks, dan karenanya dalam teori ekonomi
moneter sering disebut dengan “black box” (Miskin,1995) seperti digambarkan
dalam skema berikut. Hal ini terutama karena transmisi dimaksud banyak
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : (i) perubahan perilaku bank sentral,
perbankan dan keuangannya, (ii) lamanya tengat waktu (lag) sejak kebijakan
moneter ditempuh sampai sasaran inflasi tercapai, serta (iii) terjadinya
commit to user
perkembangan ekonomi dan keuangan di negara yang bersangkutan
(Warjiyo,2004:3).
Gambar 2.1 Mekanisme Transmisi Moneter sebagai Black Box Sumber : Warjiyo,2004:4
Mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam jalur moneter langsung
mengacu pada peranan uang dalam perekonomian dimana dalam jangka
pendek pertumbuhan jumlah uang beredar akan mempengaruhi perkembangan
output riil. Selain itu, mekanisme transmisi kebijakan moneter dapat pula
terjadi melalui jalur lainnya, yaitu ( Warjiyo, 2003 :19)
1) Jalur Suku Bunga
Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga
merupakan standar model dalam literatur-literatur. Mekanisme ini
didasarkan pada model dasar Keynesian IS-LM. Berdasarkan model ini
kebijakan moneter ekspansif akan mendorong pada turunnya suku bunga riil
yang pada gilirannya akan menurunkan biaya modal. Selanjutnya hal ini
akan menyebabkan kenaikan pengeluaran investasi sehingga kemudian akan
meningkatkan permintaan agregat dan kenaikan output. Kebijakan
Moneter
Tujuan Akhir Inflasi
commit to user
2) Jalur nilai tukar
Jalur ini juga melibatkan efek suku bunga karena saat suku bunga riil
domestik turun, maka deposito domestik menjadi kurang menarik bila
dibandingkan dengan deposito dalam mata uang luar negeri. Hal ini akan
menyebabkan depresiasi. Nilai tukar domestik lebih murah daripada
barang-barang luar negeri, sehingga akan menaikkan ekspor yang kemudian juga
menaikkan output agregat.
3) Jalur harga aset
Melalui jalur harga asset kebijakan moneter ekspansif akan
mendorong peningkatan suku bunga yang kemudian akan menekan harga
asset perusahaan. Hal ini akan menyebabkan kemampuan perusahaan untuk
melakukan ekspansi berkurang. Selain itu juga menyebabkan nilai kekayaan
dan pendapatan berkurang, yang kemudian akan mengurangi pengeluaran
konsumsi. Secara keseluruhan kedua hal tersebut akan menurunkan
pengeluaran agregat.
4) Jalur kredit
Ada dua jalur utama dalam mekanisme transmisi kebijakanmoneter
melalui jalur kredit, yaitu :
a) Jalur pinjaman bank
Jalur pinjaman bank didasarkan pada pandangan bahwa bank
commit to user
peminjam tertentu tidak akan memiliki akses terhadap pasar kredit
kecuali mereka meminjam dari bank. Sedangkan mekanisme transmisi
melalui jalur ini adalah sebagai berikut. Kebijakan moneter ekspansif,
yang menaikkan cadangan dan deposito bank, akan menaikkan
penyediaan pinjaman bank. Kenaikan pinjaman ini akan menaikkan
investasi dan selanjutnya mendorong kenaikan output.
b) Jalur neraca perusahaan
Kebijakan moneter dapat mempengaruhi neraca perusahaan
dengan mekanisme sebagai berikut. Kebijakan moneter ekspansif, yang
akan menaikkan harga ekuitas, akan menaikan nilai perusahaan sehingga
akan menaikkan investasi dan permintaan agregat karena penurunan
adverse selection dan moral hazard.
a. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur Suku Bunga
Konsep standar mekanisme transmisi kebijakan moneter secara
teoritis dimulai dari ketika bank sentral mengubah instrumen-instrumennya
yang selanjutnya mempengaruhi sasaran operasional, sasaran antara dan
sasaran akhir. Misalnya Bank Sentral (BI) menaikkan rSBI. Peningkatan
tersebut akan mendorong naiknya Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank
(rPUAB), suku bunga deposito, kredit perbankan, harga aset, nilai tukar dan
ekspektasi inflasi di masyarakat. Perkembangan ini mencerminkan
commit to user
terhadap konsumsi dan investasi, ekspor dan impor yang merupakan
komponen permintaan eksternal dan keseluruhan permintaan agregat.
Besarnya permintaan agregat tidak selalu sama dengan penawaran
agregat. Jika terjadi selisih antara permintaan dan penawaran atau terjadi
output gap maka akan memberi tekanan terhadap kenaikan harga-harga
(inflasi) dari sisi domestik. Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi luar
negeri terjadi melalui pengaruh langsung dan tidak langsung perubahan nilai
tukar terhadap perkembangan harga barang-barang yang diimpor.
Kebijakan moneter yang ditransmiskan melalui Jalur Suku Bunga
dapat dijelaskan dalam dua tahap: Pertama, transmisi di sektor keuangan
(moneter). Perubahan kebijakan moneter berawal dari perubahan instrumen
moneter (rSBI) akan berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga
PUAB, suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Proses transmisi ini
memerlukan tenggat waktu (time lag) tertentu. Kedua, transmisi dari sektor
keuangan ke sektor riil tergantung pada pengaruhnya terhadap konsumsi dan
investasi. Pengaruh suku bunga terhadap konsumsi terjadi karena suku
bunga deposito merupakan komponen dari pendapatan masyarakat (income
effect) dan suku bunga kredit sebagai pembiayaan konsumsi (substitution
effect). Sedangkan pengaruh suku bunga terhadap investasi terjadi karena
suku bunga kredit merupakan komponen biaya modal.
Pengaruh suku bunga terhadap konsumsi dan investasi selanjutnya
akan berdampak pada jumlah permintaan agregat. Jika peningkatan
commit to user
maka akan terjadi output gap (OG). Tekanan OG akan berpengaruh
terhadap tingkat inflasi. Mengacu pada penjelasan di atas, maka dapat
dikatakan bahwa inflasi yang terjadi melalui jalur ini adalah inflasi akibat
tekanan permintaan (demand pull-inflation). Mekanisme transmisi kebijakan
moneter melalui jalur suku bunga dapat disimak pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga Sumber : Warjiyo, 2004:20
b. Indikator Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebjakan Moneter
Efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter diukur dengan
dua indikator, yaitu: (1). Berapa kecepatan atau tenggat waktu (time lag)
dan (2). Kekuatan variabel-variabel pada jalur tranmsisi moneter dalam
merespons shock rSBI hingga terwujudnya sasaran akhir. Indikator
commit to user
variabel dalam suatu jalur untuk merespons shock instrumen kebijakan
hingga tercapainya sasaran akhir (inflasi).
c. Tenggat Waktu (Lag) Efek dari Kebijakan Moneter
Tenggat waktu (Lag) adalah dampak kebijakan moneter terhadap kestabilan
dan pertumbuhan ekonomi, dimana tergantung pada :
- Kuat tidaknya hubungan antara perubahan kebijakan moneter yang
dilakukan dengan kegiatan ekonomi.
- Jangka waktu antara terjadinya perubahan kebijakan moneter sampai
terjadinya efek terhadap kegiatan ekonomi (lag).
Jangka waktu atau Lag yang dimaksud terdiri dari bebrapa komponen atau
unsur, yaitu :
t0 t1 t2 t3
Gambar 2.3 Tenggat Waktu (Lag)
Dimana :
Total Lag
Inside Lag Outside/Impact
Lag
Recognition Lag Recognition Lag
Need to Action Recognition of
Need to Action
Change in Policy Instrumen
commit to user
t0 : Periode awal adanya kebijakan moneter
t1 : kurun waktu pertama sejak adanya kebijakan moneter
t2 : kurun waktu kedua sejak adanya kebijakan moneter
t3 : kurun waktu ketiga sejak adanya kebijakan moneter
Periode t0 sampai dengan t1 merupakan Recognition lag, yakni waktu
yang diperlukan oleh Bank Indonesia untuk mengumpulkan data ekonomi
dan menganalisis perubahan aktivitas ekonomi yang diinginkan dengan
melaksanakan kebijakan moneter tersebut. Misalnya pada periode t0 telah
terjadi perubahan aktivitas ekonomi, misalnya kenaikan jumlah
pengangguran. Dengan fenomena itu, sebelum mengambil dan menentukan
kebijakan moneter untuk mengatasi pengangguran tersebut, Bank Indonesia
memerlukan waktu terlebih dahulu untuk mengumpulkan data yang
berkaitan dengan masalah pengangguran tersebut.
Administrative lag (t1 – t2 ) merupakan periode antara diketahuinya
(oleh BI) berbagai informasi yang akan diperkirakan untuk merubah
kebijakan moneter, dengan waktu dimana BI benar-benar merubah satu atau
beberapa instrumen kebijakan moneter (t2 ).
Keseluruhan antara Recognition lag dan Adminitrative lag ini
disebut dengan Inside lag, yakni kurun waktu antara perubahan/kejadia
ekonomi yang memerlukan perubahan kebijakan moneter dengan perubahan
satu atau beberapa instrumen kebijakan moneter.
Selanjutnya, kurun waktu antara telah berubahnya satu atau beberapa
commit to user
sampai dengan efek atau dampak nyata kebijakan moneter tersebut pada
kegiatan ekonomi, disebut dengan Outside/Impact lag. Dengan kata lain,
Outside lag mengukur seberapa lama waktu yang dibutuhkan dari
perubahan instrumen kebijakan moneter, dapat memberi efek pada
penyelesaian masalah ekonomi yang dipecahkan/diselesaikan.
Lag inilah yang kemudian dijadikan salah satu alat ukur efektifitas
kebijakan moneter Bank Indonesia. Logikanya, semakin cepat atau pendek
lag/waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek, semakin baik
kebijakan moneter tersebut. Jangan sampai efek yang terjadi sudah
terlambat dan bahkan justru memperparah keadaan atau masalah yang
sedang terjadi dalam perekonomian
3. Teori Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Telah ada kebangkitan yang besar dalam masalah bagaimana
melakukan kebijakan moneter. Salah satu fenomena ini adalah besarnya kertas
kerja dan konfrensi pada topik tersebut. Hal yang lain adalah beberapa tahun
terakhir banyak pemuka makroekonomi mempunyai tujuan khusus aturan
kebijakan atau setidaknya telah mengamati posisi kebijakan moneter pada
umumnya. John Taylor merekomendasikan sebuah simple rule atas tingkat
suku bunga (Taylor 1993a) adalah contoh yang terkenal.
commit to user
Dasar kerangka yang digunakan adalah sebuah model ekuilibrium
dinamis dengan uang dan tingkat harga tetap sementara. Dalam model,
kebijakan moneter berdampak pada ekonomi riil dalam jangka pendek, sama
seperti pada kerangka tradisional Keynesian IS/LM. Di samping itu, model
mengakomodasi pandangan yang berbeda tentang bagaimana
makroekonomi berperilaku (Clarida, 1999:1664).
2) Tujuan Kebijakan
Fungsi objektif bank sentral menterjemahkan perilaku target variabel
ke dalam ukuran kesejahteraan sebagai panduan dalam memilih kebijakan.
α parameter adalah relatif berat pada penyimpangan output. Sejak ,
fungsi kerugian potensial mengambil Output Zt sebagai target.
Hal ini juga secara implisit membawa nol sebagai target inflasi, namun tidak
ada biaya dalam bentuk umum sejak inflasi dinyatakan dalam persen deviasi
dari trend.
Meskipun telah ada cukup besar kemajuan dalam memotivasi
perilaku makroekonomi model dari prinsip-prinsip pertama, sampai sangat
baru-baru ini, yang sama telah tidak benar tentang rasionalisasi tujuan
kebijakan. Selama beberapa tahun terakhir tahun, telah ada sejumlah upaya
untuk benar-benar koheren merumuskan masalah kebijakan dengan
mengambil sebagai kriteria kesejahteraan utilitas dari agen perwakilan di
commit to user
3) Aturan Suku Bunga Sederhana
Taylor (1993a) memicu diskusi tentang tingkat suku bunga
sederhana. Taylor mengajukan kebijakan umpan balik dari model berikut :
dan,
,
,
dimana adalah tingkat suku bunga yang ditargetkan mendefinisikan aturan
umpan balik, adalah target tingkat inflasi, dan adalah tingkat
ekuilibrium bunga riil jangka panjang.
Kontribusi Taylor adalah untuk merinci normatif dan implikasi
positif. Di sisi normatif, aturan terdiri dari prinsip-prinsip utama kebijakan
optimal yang digambarkan. Secara khusus, memiliki tingkat nominal
menyesuaikan lebih dari satu-untuk-satu dengan tingkat inflasi. Untuk
tingkat inflasi tertinggal adalah prediktor yang baik untuk inflasi ke depan,
sehingga memiliki tingkat riil menyesuaikan untuk ekonom inflasi kembali
ke target . Akhirnya, perhatikan bahwa tingkat suku bunga merespon ke
output gap sebagai lawan tingkat output. Jadi, setidaknya sebuah perkiraan
akal, aturan panggilan untuk countercydical menanggapi permintaan
guncangan dan akomodasi guncangan terhadap GDP potensial yang tidak
mempengaruhi output gap (Clarida,1999:1695).
commit to user
Taylor Rule menjelaskan seberapa besar tingkat bunga nominal
yang ditetapkan agar inflasi dapat dikendalikan sehingga mencapai target
inflasi (inflation targeting).
Taylor rule mempunyai 3 hal yang perlu diamati yaitu pertama,
instrumen kebijakan moneter yang digunakan adalah tingkat bunga bank.
Efisiensi kebijakan ini secara tidak langsung akan ditunjukkan oleh
Taylor Rule dengan melihat koefisien output dan inflasi. Dua, yang
menjadi sasaran akhir adalah inflasi. Tiga, sasaran lainnya adalah
pendapatan nasional.
Prinsip dasar model Taylor Rule adalah mengatur tingkat bunga
nominal pada tingkat tertentu yang dilakukan oleh bank sentral sehingga
pada keseimbangan jangka panjang tingkat bunga nominal setara yaitu
tingkat bunga riil ditambah inflasi. Penentuan tingkat bunga nominal
yang baik antara lain memperhatikan sasaran laju inflasi dan output gap
yang diyakini sebagai penyebab munculnya inflasi sehingga dalam taylor
rule mempunyai 2 cakupan dalam target moneter yaitu inflasi yang
rendah dan stabil serta pertumbuhan output yang berkelanjutan.
b) Teori dan Pendekatan Model
Pendekatan Taylor (1999), fungsi permintaan agregat
perekonomian Indonesia mengikuti suatu persamaan reduced form:
commit to user
Y adalah PDB atau output aktual sebagai cerminan permintaan
agregat, y* adalah PDB atau output potensial sebagai cerminan
penawaran agregat, i adalah suku bunga dan p adalah inflasi agregat.
Persamaan diatas menyatakan bahwa perbedaan output aktual dan
potensinya akan dipengaruhi oleh suku bunga riil. Bila suku bunga riil
meningkat maka kesenjangan output tersebut akan semakin membesar.
Cerminan dari biaya (inflasi) yang harus ditanggung oleh perekonomian
bila menginginkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi digunakan kurva
philips yang menggambarkan trade-off antara output dan inflasi.
Pt+1 adalah inflasi agregat (headline inflation) dimasa datang, p*
ekspektasi inflasi, εt+1 adalah kejutan dari sisi penawaran yang bersifat
sementara dan c adalah kejutan kebijakan.
Perlu ditambahkan bahwa εt+1 adalah kejutan dari sisi penawaran
yang bersifat sementara, sehingga adalam jangka panjang bernilai 0
(white noise). Kejutan dari sisi penawaran ini memiliki tanda t+1, artinya
bahwa otoritas moneter sama sekali tidak memiliki informasi kejutan
macam apa yang akan terjadi pada periode mendatang. Adapun c adalah
konstan kejutan kebijakan (one time policy shocks) yang berasal dari
penyesuaian harga barang-barang yang dikendalikan pemerintah.
Kenaikan inflasi yang berasal dari unsur ini banyak ditemukan di
commit to user
mengendalikan harga secara langsung dan mengatur tingginya tingkat
harga.
Untuk memperoleh makna dari persamaan diatas, maka dilakukan
penyederhanaan, dimana ekspektasi inflasi dianggap sama dengan
sasaran inflasi yang diterapkan (fully credible monetary policy). Selain
itu diasumsikan c=0, yang berarti tidak ada kebijakan penyesuaian harga
oleh pemerintah. Dengan demikian laju inflasi hanya dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang terkait dengan situasi permintaan (p dan output gap)
dan kejutan dari sisi penawaran (ε). Dengan demikian persamaan diatas
menggambarkan situasi trade off, bahwa kenaikan jumlah produksi
(output) periode sekarang (atau dengan kata lain, produksi semakin
mendekati kapasitas penuhnya) akan cenderung menaikkan
tekanan-tekanan inflasi pada periode mendatang. Dengan model seperti
persamaan diatas, maka perubahan suku bunga sekarang hanya dapat
mempengaruhi laju inflasi periode mendatang. Ini merupakan cerminan
dari mekanisme penundaan waktu (time lag) kebijakan moneter atas
perkembangan output maupun inflasi.
4) Agregat Demand dan Agregat Supply
Permintaan agregat (agregat demand) adalah permintaan total
barang dan jasa dalam perekonomian. Kurva permintaan agregat diturunkan
dengan mengasumsikan bahwa variabel-variabel kebijakan fiskal
(pembelian pemerintah (G) dan pajak neto (T) ) serta variabel kebijakan
commit to user
melakukan tindakan apapun dalam mempengaruhi perekonomian sebagai
tanggapan atas perubahan tingkat harga.
Tingkat bunga yang lebih tinggi, lebih sedikit proyek investasi yang
diinginkan, dan belanja investasi yang direncanakan (I) turun dari I0 ke I1. I
yang lebih rendah berarti pengeluaran agregat yang direncanakan (agregat
ekspendicture) lebih rendah. AE yang lebih rendah berarti persediaan lebih
besar dari pada yang direncanakan, perusahaan memotong output, dan Y
turun dari Y0 ke Y1 seperti yang ditunjukan pada gambar 2.4 (b).
Kenaikan tingkat harga menyebabkan tingkat output (pendapatan)
agregat turun.
Situasi ini terbalik ketika tingkat harga turun. Tingkat harga yang
lebih rendah menyebabkan permintaan uang turun, yang menyebabakan
tingkat bunga yang lebih rendah. Tingkat bunga yang lebih rendah
mendorong belanja investasi yang direncanakan, pengeluaran agregat yang
direncanakan meningkat, yang menyebabkan peningkatan Y.
Penurunan tingkat harga menyebabkan tingkat pengeluara agregat
commit to user
Sumber : Karl, 2009:193 direncanakan (I)
Sumber :Karl, 2009:193
C +I0 + G
C + I1 + G
Y1 Y0
Output (pendapatan) agregat, Y
commit to user
b. Tingkat bunga yang lebih tinggi menurunkan investasi yang
direncanakan dari I0 ke I1.
c. Penurunan investasi yang direncanakan mengurangi pengeluaran agregat
yang direncanakan dan menyebabakan output (pendapatan) ekuilibrium
turun dari Y0 ke Y1.
Kurva permintaan agregat (AD) adalah kurva yang memperlihatkan
hubungan negatif antara output (pendapatan) agregat dan tingkat harga.
Masing-masing titik pada kurva AD adalah titik di mana baik pasar barang
maupun pasar uang berbeda pada ekuilibrium (Karl,2009:193).
P2
P1
P0
AD
0 Y2 Y1 Y0
Gambar 2.5 Kurva Permintaan Agregat (AD) Sumber : Karl,2009 :194
Permintaan agregat turun ketika harga naik karena tingkat harga
yang lebih tinggi menyebabkan permintaan uang (Md) naik. Dengan
penawaran uang tetap konstan, tingkat bunga akan naik untuk mewujudkan
commit to user
Titik di sepanjang kurva permintaan agregat, kuantitas agregat yang
diminta tepat sama dengan pengeluaran agregat yang direncanakan, C + I +
G.
Kurva permintaan agregat pada gambar 2.5 diatas didasarkan pada
asumsi bahwa variabel-variabel kebijakan pemerintah G, T dan Ms itu tetap.
Jika ada variabel yang berubah, kurva permintaan agregat akan bergeser.
Jika kantitas uang ditambah pada segala tingkat harga tertenntu, tingkat
bunga akan turun, yang menyebabkan belanja investasi yang direncanakan
(dan pengeluaran agregat yang direncanakan) naik. Hasilnya adalah
peningkatan output pada tingkat harga tertentu. Seperti diperlihatkan pada
gambar 2.6.
AD1
AD0
0 output (pendapatan) agregat, Y
Gambar 2.6 Efek Peningkatan Penawaran Uang atas Kurva AD
Sumber : Karl, 2009:196
Peningkatan penawaran uang (Md) menyebabkan kurva permintaan
agregat bergeser ke kanan, dari AD0 ke AD1. Pergeseran ini terjadi karena
peningkatan Ms menurunkan tingkat bunga, yang meningkatkan investasi
yang direncanakan (sehingga juga meningkatkan pengeluaran agregat yang
commit to user
direncanakan). Hasil akhirnya adalah penigkatan output pada tiap tingkat
harga yang mungkin.
AD1
AD0
0 Output (pendapatan) agregat, Y
Gambar 2.7 Efek Peningkatan Belanja Pemerintah atau Penurunan Pajak Neto atas Kurva AD Sumber : Karl, 2009 : 197
Peningkatan belanja pemerintah (G) atau penurunan pajak neto (T)
menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke kanan, dari AD0 ke
AD1. Kenaikan G meningkatkan pengeluaran agregat yang direncanakan,
yang menyebabkan peningkatan output pada tiap tingkat harga yang
mungkin. Penurunan T menyebabkan konsumsi naik. Konsumsi yang lebih
tinggi kemudian meningkatkan pengeluaran agregat yang direncanakan,
yang menyebabkan peningkatan output pada tiap tingkat harga yang
mungkin.
Kurva permintaan agregat adalah berasal dari model IS-LM. Dalam
ilustrasi di bawah ini, pendapatan ekuilibrium Y1 ketika tingkat harga P1.
Kenaikan tingkat harga ke tingkat yang lebih tinggi, dari P1 ke P2. Pada
commit to user
Jumlah tetap dolar tidak lagi membeli sebanyak. Dampak pada kurva LM
identik dengan apa yang terjadi ketika harga tetap tetap dan jumlah uang
yang jatuh. Kurva LM, dalam kasus lain, bergeser kiri, suku bunga naik, dan
pendapatan turun. tingkat output tersebut pada kedua P1 dan P2 akan
ditampilkan di bagian bawah ilustrasi. Kurva permintaan agregat
menghubungkan mereka dengan poin yang tingkat harga yang lainnya
menghasilkan.
Interest rate
IS LM2
LM1
Output
AS
P2
P1 AD
Y2 Y1 Output
Gambar 2.8 Kurva IS-LM
Kurva penawaran agregat berasal dari pasar sumber daya. Meskipun
pasar ini dapat menyesuaikan perlahan, ketika mereka akhirnya melakukan
commit to user
kecil atau tidak ada pada jumlah sumber daya yang disediakan. Jika dua kali
lipat dari semua harga dan upah hasil output lebih atau kurang, seseorang
menderita ilusi uang. Orang percaya juga bahwa ia adalah lebih baik dengan
nominal yang lebih tinggi (tapi sama nyata) upah, atau bahwa ia adalah
lebih buruk dengan harga yang lebih tinggi yang telah dapat dikompensasi
dengan upah yang lebih tinggi. Jika orang menyadari bahwa uang hanyalah
perantara, dan akhirnya perdagangan barang untuk barang, tingkat harga
tidak masalah.
Setelah kita menambahkan lengket untuk harga dan memberikan
peran kepada inflasi yang diharapkan, perubahan dalam pengeluaran tidak
akan hanya memindahkan ekonomi atas atau bawah kurva
agregat-penawaran vertikal. Kurva ke atas-miring di bawah ini menunjukkan apa
yang mungkin dalam jangka pendek. Sebuah perubahan pengeluaran akan
memindahkan kurva agregat-permintaan. Jika kurva agregat-penawaran
jangka pendek cukup datar, akan ada perubahan besar dalam output dan
perubahan kecil pada tingkat harga.
Price level Agregat Demand
Short run AS
Output
Gambar 2.9 Agregat Demand
commit to user
Penawaran agregat dan permintaan agregat adalah sebuah kerangka
menarik karena sederhana, dengan struktur yang sama dengan penawaran
dan permintaan. Namun, asumsi di balik penawaran agregat dan permintaan
agregat sama sekali berbeda dengan mereka yang berada dibalik penawaran
dan permintaan, yaitu kurva penawaran agregat dan permintaan agregat
tidak diperoleh dengan menjumlahkan semua kurva penawaran dan
permintaan dalam suatu perekonomian. Jika mereka, orang akan
mengharapkan bahwa kurva agregat-penawaran jangka panjang akan datar
dari kurva agregat-penawaran jangka pendek, seperti halnya dengan kurva
penawaran yang normal. Tetapi kurva penawaran agregat tumbuh curam
semakin lama waktu untuk penyesuaian.
Penawaran agregat dan permintaan agregat adalah lebih umum dari
IS-LM, dan mengatasi beberapa keterbatasan IS-LM. Ini mencakup tingkat
harga sebagai variabel, dan itu menunjukkan bahwa masalah sumber daya
pasar. Hal ini juga memungkinkan satu mempertimbangkan kasus-kasus di
mana gangguan berasal di pasar sumber daya, seperti gangguan pasokan
minyak, yang IS-LM tidak bisa menangani.
Permintaan agregat dan penawaran agregat menunjukkan proses
penyesuaian. Hal ini dengan serangkaian kesetimbangan jangka pendek.
Alfred Marshall berasal teknik ini dengan pasokan teratur dan permintaan.
Dia memiliki tiga periode: periode pasar atau jangka sangat pendek, di mana
output adalah tetap; jangka pendek, di mana modal tersebut tetap tetapi
commit to user
Sejauh ini eksposisi penawaran agregat dan permintaan agregat telah fuzzy
tentang apa yang tetap dalam jangka pendek yang tidak tetap dalam jangka
panjang. Ketidakjelasan ini tetap sebagai masalah permintaan agregat dan
penawaran agregat.
Penawaran agregat (AS) adalah penawaran total barang dan jasa
dalam perekonomia. Kurva penawaran agregat (AS) adalah grafik yang
memperlihatkan antara kuantitas output agregat yang ditawarkan oleh semua
perusahaan dalam perekonomian dengan tingkat harga keseluruhan
(Karl,2009:197).
Gambar 2.10 Kurva Penawaran Agregat Jangka Pendek
Sumber : Karl,2009:199
Kurva penawaran agregat (kurva tanggapan harga/output) memiliki
slope positif dalam jangka pendek. Pada tingkat output agregat yang rendah,
kurva ini agak datar. Sewaktu perekonomian mendekati kapasitasnya, kurva
ini menjadi hampir vertikal. Pada tingkat kapasitas penuh, kurva ini vertikal.
commit to user
Tabel 2.1
Perilaku Perusahaan Individu yang Membentuk Perekonomia. Kebijakan moneter ekspansif
Gambar 2.11 (a) Penurunan Penawaran Agregat Sumber : Karl,2009:203
p
AS0
AS1
0 Output (pendapatan) agregat, Y
commit to user
a. Penurunan penawaran agregat
Pergeseran kurva AS ke kiri dari AS0 ke AS1 bisa disebabkan oleh
peningkatan biaya, misalnya kenaikan tingkat upah atau harga energi,
bencana alam, stagnasi ekonomi, dan semacamnya.
b. Peningkatan penawaran agregat
Pergeseran ke kanan kurva AS dari AS0 ke AS1 bisa disebabkan oleh
penurunan biaya, kebijakan publik yang mendorong penawaran, dan
semacamnya.
Tingkat harga ekuilibrium adalah tingkat harga dimana kurva
permintaan agregat dan penawaran agregat berpotongan, seperti pada
gambar 2.9 dimana tingkat harga ekuilibrium adalah P0 dan tingkat output
(pendapatan) agregat ekuilibrium adalah Y0.
AS
P0
AD
0 Y0
Output (pendapatan) agregat,Y
Gambar 2.12 Tingkat Harga Ekuilibrium
Sumber : Karl,2009:205
Titik disepanjang kurva AD, baik pasar uang maupun pasar barang
berada pada ekuilibrium. Masing-masing titik pada kurva AS
menggambarkan keputusan harga/output semua perusahaan dalam
commit to user
perekonomian. P0 dan Y0 berhubungan dengan ekuilibrium di pasar barang
dan uang dan dengan sekumpulan keputusan harga/output dari semua
perusahaan dalam perekonomian.
Output (pendapatan) agregat, Y
Gambar 2.13 Kurva Penawaran Agregat
Jangka Panjang Sumber : Karl, 2009: 206
Kurva AD bergeser dari AD0 ke AD1, maka tingkat harga
ekuilibrium awalnya naik dari P0 ke P1 dan output naik dari Y0 ke Y1. Biaya
merespon dalam jangka panjang, menggeser kurva AS dari AS0 ke AS1. Jika
biaya akhirnya meningkat dengan presentase yang sama seperti tingkat
harga, kuantitas yang ditawarkan akan kembali ke Y0. Y0 kadang disebut
dengan GDP potensial.
Tingkat bunga merupakan kunci mekanisme transmisi moneter
dalam model IS, model LM, model AD dan model AS. Peningkatan stok
uang akan menurunkan tingkat bunga riil dan biaya modal serta
meningkatkan investasi bisnis. Peningkatan investasi akan meningkatkan
commit to user
permintaan agregat. Penurunan tingkat bunga riil juga akan meningkatkan
pengeluaran untuk pembelian rumah dan barang tahan lama. Oleh sebab itu
penurunan tingkat bunga akibat ekspansi moneter akan meningkatkan
belanja atau konsumsi dan permintaan agregat. Pada tingkat bunga nominal
yang sangat rendah, ekspansi moneter akan meningkatkan ekspektasi tingkat
harga dan inflasi, akibatnya tingkat bunga riil turun. Penurunan tingkat
bunga riil akan menurunkan biaya modal dan biaya memegang uang,
kemudian menstimulasi pengeluaran bisnis dan konsumen. Peningkatan
pengeluaran bisnis dan konsumen pada akhirnya akan mingkatkan
permintaan agregat. Mekanisme transmisi alur tingkat bunga dirumuskan
dalam dua bentuk, yaitu
dimana :
M = stok uang nominal,
r = tingkat bunga riil,
p = ekspektasi tingkat harga,
π = investasi riil, dan
y = output riil agregat.
Kebijakan moneter mempengaruhi ekonomi riil dalam jangka
pendek berjalan, seperti halnya dalam kerangka tradisional Keynesian IS /
LM. Perbedaan utamanya adalah bahwa perilaku agregat berkembang secara
commit to user
implikasi penting adalah bahwa saat ini perilaku ekonomi secara kritis
tergantung pada ekspektasi masa depan ke arah kebijakan moneter, serta
pada kebijakan saat ini. Selain itu, model mengakomodasi perbedaan
pandangan tentang bagaimana makroekonomi berperilaku. Dalam
membatasi kasus fleksibilitas harga sempurna, misalnya, siklus dinamika
menyerupai orang-orang dari siklus bisnis riil model, dengan kebijakan
moneter yang mempengaruhi hanya variabel nominal.
Biarkan Yt dan Zt menjadi komponen stokastik output dan tingkat
alami output, masing-masing, baik dalam logs. Yang terakhir adalah tingkat
output yang akan muncul jika upah dan harga fleksibel yang sempurna.
Perbedaan antara aktual dan output potensial merupakan variabel penting
dalam model. Dengan demikian mudah untuk mendefinisikan "keluaran
celah" xt:
4. Instrumen Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
a. Tingkat Suku Bunga
Pengertian dasar dari teori tingkat suku bunga yaitu harga dari
penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat suku
bunga sebagai harga dapat juga dinyatakan sebagai harga yang harus
dibayar apabila terjadi pertukaran antara satu Rupiah sekarang dengan satu
Rupiah nanti, misalnya setahun lagi. Hutang piutang timbul karena terjadi
commit to user
penjual dari satu Rupiah nanti adalah peminjam (Debitur). Sedangkan
penjual dari satu Rupiah sekarang yang sekaligus juga pembeli dari satu
Rupiah nanti adalah orang yang meminjamkan (Kreditur). Debitur harus
membayar kepada kreditur harga dari pertukaran tersebut dan harga ini
adalah bunga yang dibayar debitur dan diterima oleh kreditur (Boediono,
1994 : 75-76).
Hubungan inflasi dengan tingkat suku bunga diawali dengan
pengertian bahwa tingkat bunga nominal (nominal interest rate) adalah
tingkat bunga yang dibayar oleh bank, sedangkan tingkat bunga riil (real
interes rate) adalah perbedaan antara tingkat bunga nominal dan tingkat
inflasi. Jika i menyatakan tingkat bunga nominal, r adalah tingkat bunga riil,
π adalah tingkat inflasi, maka hubungan diantara ketiga variabelini adalah
(Mankiw, 2003) :
r = i - π
Tingkat suku bunga riil dengan inflasi terdapat hubungan negatif.
Artinya jika terdapat kenaikan pada tingkat suku bunga riil, maka akan
terjadi penurunan inflasi. Transmisinya adalah sebagai berikut :
r ↓ → π ↑
Terdapat berbagai macam tingkat suku bunga seperti tingkat suku
bunga deposito berjangka, tingkat suku bunga internasional, tingkat suku
bunga kredit, tingkat suku bunga instrumen pasar uang, tetapi pada dasarnya
tingkat suku bunga dibedakan menjadi dua yaitu tingkat suku bunga
commit to user
dibedakan menurut jangka waktu yang terdiri dari tingkat suku bunga
jangka pendek dan tingkat suku bunga jangka panjang.
(1) Fungsi-fungsi Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga mempunyai tiga fungsi pokok. Pertama,
dapat memobilisasikan tabungan. Tingkat suku bunga merupakan harga
yang mempengaruhi pemilihan antara konsumsi sekarang dan masa
mendatang. Kondisi-kondisi di Indonesia memperlihatkan bahwa tingkat
suku bunga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pemilihan bentuk
kekayaan-kekayaan yang diwujudkan dengan tabungan. Kenaikan tingkat
suku bunga menimbulkan substitusi dari aset-aset nyata yang tidak
produktif yang digunakan sebagai usaha untuk menghindari inflasi
kepada financial claims. Substitusi ini melepaskan sumber-sumber
ekonomi untuk dapat digunakan pada usaha-usaha yang produktif.
Kedua, tingkat suku bunga merupakan suatu kebijaksanaan
pendistribusian yang efisien terhadap alokasi sumber-sumber ekonomi
yang langka antara berbagai alternatif investasi. Sebagai suatu
pendistribusian, tingkat suku bunga memaksimumkan tingkat
pengembalian rata-rata (the average return) dari suatu jumlah investasi
tertentu.
Ketiga, tingkat suku bunga dapat memberikan suatu social
discount rate kepada keputusan-keputusan untuk menabung dan untuk
investasi. Dalam hal ini, tingkat suku bunga mempersamakan rencana
commit to user
market clearing device, yang mempengaruhi pemilihan apa yang
diproduksikan dan bagaimana cara memproduksi. Dia dapat juga
menghindarkan teknik produksi yang padat modal terhadap sesuatu
produk tertentu di negara-negara yang menghadapi kelangkaan modal. Di
mana tenaga kerja adalah cukup banyak dan modal adalah langka, tingkat
suku bunga dapat mendorong aktivitas-aktivitas wiraswasta kepada
hal-hal dan teknologi yang sederhana, akan tetapi dengan pengembalian yang
tinggi terhadap modal.
(2) Jenis Tingkat Suku Bunga
(a) Tingkat Suku Bunga Nominal dan Tingkat Bunga Riil
Tingkat suku bunga dibedakan menjadi tingkat suku bunga nominal
(nominal rate of interest) dan tingkat suku bunga riil (real rate of
interest). Tingkat suku bunga nominal adalah tingkat suku bunga yang
berlaku di pasar uang. Tingkat suku bunga nominal sebenarnya
merupakan penjumlahan unsur-unsur tingkat suku bunga yaitu :
dimana :
: tingkat suku bunga nominal
: tingkat suku bunga riil
: premi resiko
: biaya transaksi
commit to user
Tanda * dimaksudkan bahwa komponen tersebut sangat
dipengaruhi oleh faktor ekspektasi atau pengharapan. Sedangkan
tingkat suku bunga riil adalah tingkat suku bunga nominal yang telah
disesuaikan dengan laju inflasi yang terjadi pada periode yang sama.
Jadi tingkat suku bunga riil merupakan selisih antara tingkat suku
bunga nominal dengan laju inflasi sehingga diperoleh :
dimana :
: tingkat suku bunga riil
: tingkat suku bunga nominal
: laju inflasi
adalah simbol untuk laju inflasi yang benar-benar terjadi
selama periode tersebut, sedangkan adalah untuk laju inflasi yang
diharapkan terjadi selama periode yang sama (dan laju inflasi yang
diharapkan ini menambah tingkat bunga sebagai unsur premi inflasi).
Dapat juga didefinisikan sebagai berikut.
dimana :
: tingkat suku bunga riil yang diharapkan
: tingkat suku bunga nominal