• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PEMIDANAAN TERHADAP ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI PEMIDANAAN TERHADAP ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PEMIDANAAN TERHADAP ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN

MADIUN

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Oleh :

DANNI SEPGAVIA NIM E 0008312

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2012

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv PERNYATAAN

Nama : Danni Sepgavia

NIM : E0008312

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

IMPLEMENTASI PEMIDANAAN TERHADAP ANAK

BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda

citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.Apabila dikemudian hari terbukti

pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik

berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh

dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 27 Juli 2012

yang membuat pernyataan,

Danni Sepgavia

NIM. E0008312

(5)

v ABSTRAK

Danni Sepgavia, E.0008312. 2012. IMPLEMENTASI PEMIDANAAN TERHADAP ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 2012

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam mengenai bagaimana pelaksanaan pemidanaan terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif.Pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif jenis pendekatan terpancang.Jenis data yang penelitian yang digunakan meliputi data primer yang diperoleh langsung dari Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun dan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan.Teknik pengumpulan data penelitan yang digunakan adalah studi dokumen/ studi kepustakaan, dan wawancara.Tekn ik analisis data adalah analisis deskriptif kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, alasan aturan pemidanaan dalam KUHP tidak diterapkan pada ABH di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun adalah karena aturan pemidanaan anak pada KUHP telah dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak meskipun tidak menutup kemungkinan digunakannya aturan hukum yang terdapat pada KUHP baik Buku I, Buku II, maupun Buku III KUHP ataupun aturan hukum lain diluar Undang-undang tersebut (lex specialis derogat lex generalis). Hakim Anak di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun dalam menjatuhkan pidananya sepenuhnya memperhatikan aturan induk pemidanaan ABH pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, namun jenis pidana yang dijatuhkan dari sample yang diambil pada tahun 2011 paling ringan adalah berupa pidana penjara, pidana denda subsider wajib latihan kerja selama 90 hari atau pidana kurungan, serta perampasan barang tertentu. Hakim Anak juga memberikan bentuk pemenuhan hak-hak pada ABH berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Kata Kunci:Pemidanaan, Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.

(6)

vi ABSTRACT

Danni Sepgavia, E.0008312. 2012. IMPLEMENTATION OF PUNISHMENT AGAINST CHILDREN DEALING WITH LAWS (ABH) IN MADIUN COUNTY DISTRICT COURT. The Faculty of Law, Sebelas Maret University, 2012.

The aim of this research is to know in depth about how the implementation of punishment against children dealing with laws (ABH). This research is the empirical law research of descriptive. The approach of this research used qualitative and the type of approach rooted approach. The types of data used in this research include primary data obtained directly from the Madiun County District Court and secondary data obtained from a library research. Techniques of data collection used in this research are the study of documents/studies library and interviews. Techniques of data analysis are qualitative descriptive analysis.

Based on the results of research and discussion, the reason for the rules in the criminal code does not apply to punishment in ABH in Madiun County District Court is due to rule on child’s punishment of the Criminal Code had been repealed and replaced by Act No. 3 of 1997 concerning juvenile court nevertheless it is possible that the rules in the criminal code on Book I , Book II or Book III are used, the other rulees of law except that on Act can be also applied (lex derogat lex generalis specialists). Juvenile’s Judge of Madiun County District Court in deciding the criminal, it takes fully notice of the main rule of punishment in ABH on Act No. 3 of 1997 concerning juvenile court, however this type of criminal that was decided from the sample taken in 2011 the mildest in the form of imprisonment, criminal fines with subsider by compulsary excercise for 90 days or criminal captivity, and deprivation of particular goods. The judge also gave the fulfilment of children's rights in ABH on the basis of Act No. 3 of 1997 concerning juvenile court.

Keywords: Punishment, Children are dealing with law ( ABH ), Madiun County District Court.

(7)

vii MOTTO

Berangkat dengan penuh keyakinan, berjalan dengan penuh keikhlasan,

istiqomah dalam menghadapi cobaan. “ YAKIN, IKHLAS, ISTIQOMAH “

( TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid )

Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu Sebagai

penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar

(Al-Baqarah: 153)

Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama ada komitmen bersama

untuk menyelesaikannya.

(anonim)

Bukan kurangnya pengetahuan yanng menghalangi keberhasilan, tetapi tidak

cukupnya tindakan. Dan bukan kurang cerdasnya pemikiran yang melambatkan

perubahan hidup, tetapi kurangnya penggunaan dari pikiran dan kecerdasan

(Mario Teguh)

Ketika kamu merasa terpuruk, maka yakinlah itu adalah pilihan terbaik yang

diberikan Allah pada kita, syukuri dan nikamti

(anonim)

I’m The Winner.

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan

kepada :

Tuhan Yang Maha Esa yang selalu menjaga, memberikan kasih sayang dan

nikmat pada penulis dalam segala keadaan dan tiada batas.

Ayahanda tercinta Gunawan dan ibunda tercinta Esti Sumunaring T. yang selalu

mencurahkan kasih sayang, perhatian, dan semangat tiada akhir.

Adikku terkasih Noka Genadio Saputra yang selalu memberi semangat dan

keceriaan tiada henti.

Semua teman-teman terdekat penulis yang selalu ikhlas berteman dengan penulis,

membantu, menyemangati, berbagi suka dan duka serta pengalaman yang mewarnai

hari-hari penulis.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan

Maha Esa karena atas rahmat dan kasih sayang yang dikaruniakan kepada penulis,

memberikan penulis kekuatan dalam segala keadaan, baik dalam keadaan suka

maupun dalam duka untuk dapat menyelesaikan penulisan hukum ini dengan

judul“Implementasi Pemidanaan Terhadap Anak Berhadapan Dengan Hukum

(ABH) di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun” dengan baik dan lancar.

Penulisan hukum ini disusun dan diajukan penulis untuk melengkapi persyaratan

guna memperoleh derajat S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa penulisan hukum ini dapat

terselesaikan dengan baik berkat dukungan dan kerjasama dari banyak pihak yang

membantu penulis selama menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret (UNS). Oleh karena itu perkenankanlah penulis menyampaikan terima

kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S selaku Rektor Universitas Sebelas Maretbeserta

seluruh Pembantu Rektor;

2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS

yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan

skripsi ini;

3. Dr. Hari Purwadi,S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

UNS Bidang Akademik yang telah banyak membantu penulis dalam hal

akademis selama studi di Fakultas Hukum UNS;

4. Sabar Slamet, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas

Hukum UNS serta pembimbing akademik penulis selama menuntut ilmu di

Fakultas Hukum UNS;

(10)

x

5. Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum. selaku dosen pembimbing yang dengan

sabar meluangkan waktu dan ilmu untuk memberikan b imbingan, masukan,

arahan, pengetahuan, dan dukungan sehingga mempermudah penulis untuk

menyelesaikan penulisan hukum ini.

6. Ismunarno, S.H.,M.Hum. selaku Co. Pembimbing Skripsi yang dengan sabar

telah meluangkan waktu, tenaga, ilmu dengan memberikan nasehat, saran dan

koreksi-koreksi yang sangat bermanfaat dalam membimbing penulis sehingga

memudahkan penulis dalam melakukan penulisan skripsi ini.

7. Siti Warsini, S.H., M.H. selaku Ketua Dewan Penguji skripsi penulis yang

telah menguji penulis dan memberikan wejangan akhir pada penulis supaya

penulis menjadi pribadi yang profesional dan bermoral untuk kedepannya.

8. Bambang Hermanto, S.H., M.H. selaku Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten

Madiun yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

melaksanakan penelitian di instansi tersebut, dan Agung Nugroho, S.H.

selaku Hakim yang ditunjuk sebagai narasumber yang telah bersedia

meluangkan waktu dan kesabaran membantu penulis menyelesaikan skripsi

ini.

9. Gunawan dan Esti Sumunaring T. yang tercinta sebagai orang tua penulis,

yang dengan sepenuh hati dan tanpa kenal lelah mencurahkan kasih sayang,

yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil kepada penulis dan

menjadi penyemangat bagi penulis baik dalam keadaan suka maupun duka dan

sebagai motivator untuk menyelesaikan tulisan ini.

10.Noka Genadio Saputra sebagai saudara kandung penulis. Berjuang

bersama-sama mewujudkan cita-cita sebagai anak untuk membahagiakan kedua orang

tua. Dukungan moril dari mereka sangat membantu mengerjakan tulisan ini

baik dalam keadaan suka maupun duka.

11.Keluarga besar Partowidjoyo yang selalu memberikan semangat dan kekuatan

moril serta motivasi bagi penulis untuk meraih cita-cita dan memberikan

keceriaan bagi penulis disaat penulis sedang mengalam i masa-masa sulit.

12.Teman-teman dekat penulis, Lala, Uthe, Osa, Upik, Mega, Vindy, Putri Aji

(11)

xi

Y.H, Goestania Firstka Putri, Very Puspita, Raditya Gumelar, Hamdan Suqya,

Mifta Adi Nugraha, Johan Candra Setiawan, Fransiska Phuda Yusana,

Hayushri Hawignam Astu yang memberikan semangat dan memberikan warna

bagi penulis, membantu penulis dalam menghadapi kesulitan dan memberikan

keceriaan.

13.Keluarga besar KSP Principium dan Keluarga Besar Fosmi Fakultas Hukum

UNS yang telah mengajarkan banyak hal dalam menghadapi problema

kehidupan, memberikan keceriaan bagi penulis dan memberikan bantuan

tanpa kenal pamrih.

14.Keluarga besar Griya Biru Monica, Corie Pardosi, Nensi Anggrain i, Putri

Satriany, Rahajeng Gienovita, Febi Indrayati, Putri Aji Dwi Jayani dan Norma

yang selalu memberikan keceriaan, semangat bagi penulis dalam menjalani

keseharian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

15.Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang

telah membantu penulis selama menimba ilmu baik di kelas maupun di luar

kelas Fakultas Hukum UNS.

16.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.

Penulis sadar bahwa karena keterbatasan kemampuan penulis, maka

penulisan hukum ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu, penulis

mengharapkan masukan dan saran yang menunjang kesempurnaan penulisan

hukum ini.Penulis berharap agar penulisan hukum ini kelak dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi pihak yang membutuhkan.Akhir kata

penulis mengucapkan terima kasih.

Surakarta, 27 Juli 2012

Penulis

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT... vi

MOTTO... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR... xi

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ………. ... 1

B. Rumusan masalah ………... 5

C. Tujuan penelitian ……… ... 5

D. Manfaat penelitian ……….. ... 6

E. Metode penelitian ……….. ... 7

F. Sistematika penulisan hukum ………. ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 16

1. Tinjauan tentang Hukum Pidana a. Tujuan Pidana dan pemidanaan …...……....….. .... 18

b. Sumber-sumber Hukum pidana ...……… ... 21

c. Jenis-jenis pidana ………. ... 22

d. Macam-macam perbuatan pidana ……… ... 26

(13)

xiii

a. Pengertian ABH ……….. ... 27

b. Sistem pemidanaan pada ABH …...……… ... 35

B. Kerangka Pem ikiran ... 41

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 44

1. Deskripsi Lokasi... 44

2. Alasan Aturan Pemidanaan Dalam KUHP Tidak Diterapkan Pada ABH di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun... 48

3. a. Jenis-Jenis Pidana Yang Dijatuhkan Hakim Anak Pada ABH di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun ... 51

b. Hak-hak ABH di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun ... 59

B. Pembahasan ... 61

1. Alasan Aturan Pemidanaan Dalam KUHP Tidak Diterapkan Pada ABH di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun ... 61

2. Jenis Pidana yang dijatuhkan terhadap ABH dan bentuk pemenuhan hak-hak ABH dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun ... 70

BAB IV PENUTUP A. Simpulan ... 83

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87

LAMPIRAN ... 89

(14)

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan1.: Skema Interaktif Model Analisis ………. 13

Bagan 2: Skematik Kerangka Pemikiran ………. 41

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Matrik Pelaksanaan Pemidanaan terhadap ABH

di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun …...…………. 54

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Fotocopy Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepada Ketua

Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun

Lampiran II: Fotocopy Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di

Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun

Lampiran III: Fotocopy Putusan No. 455/P id..B/2011/PN.Kb.Mn Atas Nama

Terdakwa Sugianto Als. Ganden bin Maelan

Lampiran IV: Fotocopy Penelitian Kemasyarakatan Untuk Sidang

Pengadilan Negeri No. BKA/ 162/ IX/ 2011 Atas Nama Klien

Sugianto Als. Ganden

Lampiran V: Fotocopy Putusan No. 523/Pid.B/2011/PN.Kb.Mn Atas Nama

Terdakwa I Rohmat Hidayat bin Abdul Sayid dan Terdakwa II

Lukas Suko Ahmadi bin Edy Suyitno

Lampiran VI: Fotocopy Penelitian Kemasyarakatan Untuk Sidang

Pengadilan Negeri No. BKA/ 208/ XI/ 2011 Atas Nama Klien

Rohmadi Hidayat

Lampiran VII: Fotocopy Penelitian Kemasyarakatan Untuk Sidang

Pengadilan Negeri Atas No. BKA/ 209/ XI/ 2011 Atas Nama

Klien Lukas Suko Ahmadi

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan kemajuan budaya dan iptek, perilaku

manusia di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara justru semakin

kompleks. Perilaku demikian apabila ditinjau dari segi hukum tentunya ada

perilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma dan ada perilaku yang

tidak sesuai dengan norma. Perilaku yang sesuai dengan norma (hukum) tidak

menjadi masalah, namun untuk perilaku yang tidak sesuai dengan norma (hukum)

hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan

masyarakat.

Perilaku tersebut dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma

yang telah disepakati dan membuat terganggunya ketertiban dan ketentraman

kehidupan manusia. Penyelewengan itu disebut pelanggaran dalam kehidupan

masyarakat dan bahkan bisa disebut sebagai suatu kejahatan. Kejahatan

merupakan suatu gejolak sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap orang,

masyarakat, dan negara (Bambang Waluyo, 2000: 3). Semakin tinggi kemampuan

manusia maka semakin tinggi pula kecanggihan kejahatan yang dilakukan

manusia. Saat ini, kejahatan tidak hanya berdimensi nasional namun juga

internasional. Kerugian yang besar dan meluas menjadi tanggung jawab negara.

Kejahatan tidak hanya dilakukan secara personal atau perorangan namun sudah

bersifat kelompok dan terorganisasi.

Bentuk antisipasi atas kejahatan yaitu berupa efektifitas melalui penegak

hukum, dengan tujuan perilaku yang melanggar hukum dapat ditanggulangi baik

secara preventif maupun represif. Di Indonesia, penjatuhan pidana yang dilakukan

hanya semata-mata bersifat balas dendam dengan memberikan efek jera pada

pelaku kejahatan, seharusnya dalam penjatuhan pidana harus memberikan

bimbingan dan pengayoman. Pengayoman dilakukan tidak hanya pada korban

kejahatan namun juga pada pelaku serta masyarakat (Penjelasan atas

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak).

1

(18)

Sebagai pengaruh atas perkembangan iptek, kemajuan budaya, dan

perkembangan pembangunan pada umumnya, bukan hanya orang dewasa, tapi

anak-anak juga terperosot melanggar norma (hukum). Pola konsumerisme dan

asosial yang makin lama dapat mengarah kepada tindakan kriminal, seperti

konsumsi ekstasi, pemerasan, pencurian, penganiayaan, pemerkosaan, dan

sebagainya. Pada kondisi demikian, anak sebagai buah hati orang tua sering

dilupakan kasih sayang, bimbingan, pengembangan sikap dan perilaku, serta

pengawasan orang tua. Perilaku tersebut, dapat merugikan dirinya sendiri,

keluarga, dan masyarakat (Maidin Gultom, 2010:55). Menurut Penjelasan

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, anak adalah bagian dari generasi muda

sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus

cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan yang strategis dan

mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam

rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara

utuh, serasi, selarasa dan seimbang. Oleh karena itu, dalam menghadapi masalah

anak, orang tua dan masyarakat sekelilingnya seharusnya lebih bertanggung jawab

terhadap pembinaan, pendidikan, dan pengembangan perilaku anak tersebut.

Ketika anak melakukan suatu tindak pidana, perbuatan tersebut tidak

sepenuhnya menjadi tanggung jawab mereka, karena menurut penulis secara

psikologis dan kemampuan berfikir mereka belum tumbuh dengan sempurna.

Secara kejiwaan, masa anak-anak adalah periode yanng rentan. Anak belum

mandiri, belum memiliki kesadaran penuh, serta kepribadian yang belum stabil

atau belum terbentuk secara utuh. Keadaan psikologis masih labil tidak

independen, dan gampang terpengaruh. Perbuatan yang dilakukan anak tidak

sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan oleh anak itu sendiri, karena anak

bukan pelaku murni melainkan juga dapat dipandang sebagai korban. Anak tidak

seharusnya dihadapkan pada sistem peradilan jika ada cara yang lebih tidak

menekan untuk menangani perbuatan yang melawan hukum (DS. Dewi dan

Fatahillah A. Syukur, 2011: 2). Mengingat ciri dan sifat anak yang khas, maka

dalam menjatuhkan pidana atau tindakan terhadap ABH diusahakan agar anak

dimaksud jangan dipisahkan dari orang tuanya.

(19)

Hakim Anak dalam menjatuhkan putusan pemidanaan memperhatikan

Pasal 22 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 ditegaskan bahwa “Terhadap

Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan hukuman pidana atau tindakan yang

ditentukan dalam Undang-undang ini”. Namun dalam prakteknya masih jarang

ditemui Hakim yang memutus ABH dengan tindakan. Sebagian besar masih

mejatuhkan pidana pada ABH bahkan pidana penjara. Padahal sumber hukum

pengaturan mengenai pemidanaan terhadap ABH sama yaitu Undang-undang

Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengad ilan Anak, dan dalam prakteknya bisa terjadi

pemidanaan yang berbeda pada ABH. Hakim memiliki beban dan tanggung jawab

untuk memutus dan menegakkan keadilan. Untuk mencapai nilai keadilan tersebut

diperlukan penilaian yang optimal, cermat, arif dalam memutus suatu perkara

khususnya perkara pidana anak. Keberadaan pertimbangan yuridis sangat

diperlukan dalam memutus suatu perkara pidana anak, namun Hakim juga harus

mempertimbangkan pada pertimbangan non-yuridis. Karena nilai keadilan dan

kebenaran tidaklah cukup diukur dengan nilai kerugian, dampak perbuatan,

kebenaran hukum seringkali diartikan bermuatan politik. Hal ini yang akan

menimbulkan kerugian pada masa depan anak. Dengan begitu perlu adanya

pertimbangan non-yuridis seperti kriminologi, ekonomi, pendidikan, sosial

budaya dan psikologis yang melatrbelakangi mengapa pelaku sampai melakukan

tindak pidana tersebut (Bunadi Hidayat, 2010: 13).

Orientasi pidana selalu bertujuan untuk melakukan pembalasan dan

pemenuhan tuntutan kemarahan publik atas perbuatan yang dilakukan pelaku.

Harusnya dalam penjatuhan hukuman menekankan pentingnya solusi untuk

memperbaiki keadaan, merekonsiliasi para pihak dan mengembalikan harmoni

pada masyarakat, disamping tetap menuntut pertanggungjawaban. Apalagi dalam

hal ini, anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dilindungi

kesejahteraannya. Persoalannya bukan pada beratnya pemidanaan sebagai bentuk

pelampiasan balas dendam terhadap pelaku, tetapi untuk memperbaiki atau

mengganti kerugian atau luka-luka yang disebabkan oleh kejahatan. Sebagaimana

yang diungkapkan oleh Roger Matthews bahwa, “the growth of what has been

refferd to as the victim movement and the emergence of victim support has

dramatically changed the orientation of analysis and intervention. It has modified

(20)

the crimial justice agenda and altered tradisional ways of thinking about crime

and crime control”(Roger Matthews, 1994:95).

Sebagai contoh terdapat perbedaan dalam menjatuhkan pemidanaan

terhadap ABH di beberapa wilayah hukum di Indonesia antara lain contoh kasus

yang baru saja terjadi di Pengadilan Kota Pematangsiantar, terdapat empat orang

anak di bawah umur divonis penjara 1 bulan 17 hari karena terbukti melakukan

tindak pidana perjudian. Hakim menjatuhkan putusan lebih ringan dari tuntutan

Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama 2 bulan penjara. Vonis yang dijatuhkan itu

sesuai dengan masa penahanan yang sudah dijalani keempat anak tersebut.

Putusan Hakim tersebut dinilai Komnas Perlindungan Anak sudah memenuhi

prinsip keadilan restorasi. Salah satu pertimbangan Hakim yaitu membuat efek

jera agar kasus serupa tidak terulang kembali (Js. 10 November 2011. website

Ekspos News). Selain itu terdapat kasus tindak p idana anak yang terjadi di Palu.

Hakim tunggal dalam peradilan anak, Pengadilan Negeri Palu, menyatakan

bersalah kepada terdakwa AAL (15 tahun), terdakwa anak dalam kasus pencurian

sandal merk Ando. Terdakwa AAL dinyatakan secara sah dan meyakinkan

terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam

pasal 362 KUHP. Hakim tunggal pengadilan anak Romel Tampubolon SH

menyatakan terdakwa diberi tindakan untuk dikembalikan kepada

orangtuanya. Pertimbangan Hakim dalam memutus perkara melihat pertimbangan

sisi yuridis dan pertimbangan non-yuridis, dimana pertimbangan keadilan dan

nilai ekonomis dari barang yang dicuri sehingga Hakim lebih mengedepankan hati

nurani dan menjatuhkan putusan terdakwa yaitu dikambalikan kepada orang

tuanya (Hanif/Radar Sulteng/Jpnn. 05 januari 2012. Website JawaPos Group

Online). Dari contoh kasus tersebut, maka dapat dilihat bahwa tidak semua Hakim

dalam memutus suatu perkara pidana anak memperhatikan pertimbangan yuridis,

namun pertimbangan non-yuridis juga menjadi salah satu pertimbangan Hakim

dalam menjatuhkan Putusan pada perkara pidana ABH.

Apabila proses pidana memang harus dilakukan, pengadilan memberikan

dispensasi hukuman kepada anak, setengah dari ancaman pidana yang dijatuhkan

kepada orang dewasa. Melalui Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 diatur

perlakuan khusus terhadap anak nakal, yang berbeda dengan pelaku tindak pidana

(21)

orang dewasa. Perbedaan itu bukan merupakan suatu penyimpangan, ketentuan

tersebut dikarenakan untuk menjaga pertumbuhan, dan perkembangan fisik,

mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang bagi anak. Sebelum

lahir Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, telah digunakan KUHP khususnya

terdapat dalam Pasal 45, 46, 47 KUHP yang mengatur tentang pemidanaan pada

anak. Namun ketentuan dalam KUHP tersebut telah dicabut dan digantikan

dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Terdapat

kekhususan dan hal-hal yang relatif baru sebagaimana diatur dalam

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tersebut, hal ini telah melahirkan perbedaan dalam

proses pidana dan pemidanaan. Perbedaan itu melingkupi hal yang berkaitan

dengan jenis-jenis pidana dan tindakan maupun prosedur pemidanaan. Dalam hal

itu terdapat perbedaan jenis pidana dan tindakan yang dapat dijatuhkan kepada

orang dewasa dan anak nakal. Demikian pula proses peradilannya bagi anak nakal

menjadi wewenang Pengadilan Anak(Bambang Waluyo, 2000:5).

Berdasarkan uraian d i atas maka penulis akan membahas dan meneliti

lebih mendalam pelaksanaan pemidanaan terhadap anak berhadapan dengan

hukum (ABH), penulis bermaksud meneliti masalah tersebut dengan judul:

“IMPLEMENTASI PEMIDANAAN TERHADAP ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN”

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan bagian yang penting di dalam suatu

penelitian hukum, agar terarah dan tujuan tidak menyimpang dari pokok

pembahasan. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya,

maka penulis merumuskan masalah untuk dikaji lebih mendalam, yaitu:

1. Mengapa aturan pemidanaan dalam KUHP tidak diterapkan pada ABH di

Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun?

(22)

2. Jenis pidana apa sajakah yang dijatuhkan terhadap ABH dan bagaimana

bentuk pemenuhan hak-hak ABH dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun

1997 tentang Pengadilan Anak di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun?

C. TUJUAN PENELITIAN

Dalam penulisan hukum tentunya memiliki suatu tujuan penelitian yang

ingin dicapai untuk mengarahkan pada perumusan masalah. Tujuan penelitian

ditemukan secara deklaratif dan merupakan pernyataan-pernyataan yang hendak

dicapai dalam penelitian tersebut (Soerjono Soekanto, 2010:118-119). Dalam

penelitian terdapat dua macam tujuan, yaitu tujuan obyektif dan tujuan subyektif.

Dan tujuan dalam penulisan hukum yang dilakukan penulis yaitu:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui alasan Hakim tidak menerapkan aturan pemidanaan

dalam KUHP pada ABH.

b. Untuk mengetahui jenis pemidanaan yang dijatuhkan terhadap ABH dan

mengetahui bentuk pemenuhan hak-hak ABH dalam Undang-undang

Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk menambah, memperluas, wawasan dan pengetahuan serta

kemampuan Penulis dibidang Hukum Pidana khususnya mengenai

pemidanaan terhadap ABH.

b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar

akademik Sarjana dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian yang dilakukan diharapkan memberikan suatu manfaat

baik bagi penulis sendiri maupun orang lain. Adapun manfaat penelitian ini

dikelompokkan menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoritis

(23)

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dibidang hukum pada umumnya dan

hukum pidana pada khususnya, terutama yang berkaitan dengan

pemidanaan terhadap ABH.

b. Hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat menambah referensi di

bidang penulisan ilmiah dan dapat dipakai sebagai bahan penelitian

sejenis di masa mendatang.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas

permasalahan yang diteliti dan dapat memberi sumbangan pemikiran

kepada para pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait langsung

dengan penelitian ini.

b. Menjadi sarana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan pola

pikir ilmiah, serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam

menerapkan ilmu yang telah diperoleh.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilm iah yang berkaitan dengan

analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan

konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis

adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal

yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu (Soerjono Soekanto, 2010:42).

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya (Soerjono

Soekanto, 2010:43). Untuk mendapatkan data dan penelitian yang bulat dan utuh

dalam rangka memberikan uraian dan gambaran mengenai implementasi

pemidanaan terhadap anak berhadapan dengan hukum (ABH) di Pengadilan

Negeri Kabupaten Madiun, maka dipergunakan suatu metode penelitian yang

sesuai. Dalam penelitian hukum ini metode penulisan yang digunakan adalah

sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

(24)

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian hukum

empiris, yaitu penelitian hukum yang terdapat dalam masyarakat dengan

maksud mengetahui gejala lainnya dengan cara meneliti langsung ke

lapangan (Soerjono Soekanto, 2010:10). Dalam penelitian ini yang ingin

dikaji adalah mengenai implementasi pemidanaan terhadap ABH Di

Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.

2. Sifat Penelitian

Dilihat dari sudut sifatnya, dikenal adanya:

a) Penelitian eksploratoris, yaitu penelitian yang dilakukan apabila

pengetahuan tentang suatu gejala yang diselidiki masih kurang sekali

atau bahkan tidak ada;

b) Penelitian deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti

mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya;

c) Penelitian eksplanatoris, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk

menguji hipotesa-hipotesa tertentu (Soerjono Soekanto, 2010:10).

Sifat penelitian dalam penulisan hukum ini adalah deskriptif.

Karena, penulis memberikan data yang seteliti mungkin mengenai keadaan

atau gejala-gejala hukum yang akan dikaji. Penulis memaparkan hasil

penelitian tentang implementasi pemidanaan terhadap ABH di Pengadilan

Negeri Kabupaten Madiun.

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian empiris memang merupakan salah satu model penelitian

kualitatif (Heribertus Sutopo, 2002:16).

Ada dua jenis pendekatan dalam penelitian kulitatif, yaitu:

a. Pendekatan holistik, yang mengarahkan studi pada subyeknya secara

menyeluruh dengan berbagai aspeknya, tanpa memilih (etnografis,

grounded).

(25)

b. Pendekatan terpancang, yang memusatkan studi pada aspek yang dipilih

berdasarkan kepentingan, tujuan, dan minat penelitiannya, yang sering

disebut dengan studi kasus (Heribertus Sutopo, 2002:90).

Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan terpancang,

penulis melakukan studi di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun. Penulis

memilih studi ini berdasarkan kepentingan untuk mengetahui implementasi

pemidanaan terhadap ABH.

4. Jenis Peneitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan secara

langsung dari lapangan yang menjadi objek penelitian atau yang

diperoleh langsung dari responden yang berupa keterangan atau

fakta-fakta (Soerjono Soekanto,2008:12). Adapun data tentang

penelitian ini diperoleh dari Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang menunjang dan mendukung

data primer yang diperoleh dari studi kepustakaan yaitu membaca

dan mempelajari buku-buku, literatur, studi dokumen, dan internet

yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti misalnya

instrumen hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan

seperti KUHP, buku-buku yang berkaitan dengan pemidanaan ABH.

5. Sumber Data

a. Sumber Data primer

Merupakan sumber data yang berasal dari pihak-pihak yang ada

hubungannya langsung dengan masalah dalam penelitian. Dalam

penelitian ini data primer diperoleh langsung dari lokasi penelitian yaitu

Kantor Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.narasumber yang dimintai

keterangan peneliti yaitu Agung Nugroho, S.H. selaku Hakim di

Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun yang ditunjuk oleh Ketua

Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun sebagai pembimbing penelitian di

Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.

(26)

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data yang mendukung sumber primer. Yaitu literatur dan

peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan

yang diteliti penulis, antara lain:

1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri atas peraturan

perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki (Soerjono

Soekanto, 2010:52). Dalam penelitian ini bahan hukum primer

penulis yang digunakan adalah:

a) Undang-undang Dasar Nergara Republik Indonesia Tahun 1945;

b) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);

c) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata);

d) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

e) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

f) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Usaha

Kesejahteraan Anak Bagi Anak Yang mempunyai Masalah;

g) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak;

h) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak;

i) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak;

j) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia;

k) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Peradilan

Umum;

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari

buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum, pendapat para

sarjana, kasus-kasus hukum, serta yurisprudensi yang berkaitan

dengan permasalahan yang diteliti.

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan tersier seperti

kamus, ensiklopedia (Soerjono Soekanto, 2010:52).

(27)

6. Teknik Pengumpulan Data

Di dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat

pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau

observasi, dan wawancara atau interview (Soerjono Soekanto, 2010:21).

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data studi dokumen dan

wawancara atau interview.

a. Studi dokumen atau bahan pustaka

Studi dokumen merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara

mengumpulkan dokumen-dokumen, buku-buku, dan bahan pustaka

lainnya. Penulis mengumpulkan, membaca dan mengkaji dokumen,

buku-buku, peraturan perundang-undangan, majalah dan bahan pustaka

lainnya berbentuk data tertulis yang diperoleh di lokasi penelitian atau di

tempat lain.

b. Wawancara atau interview

Metode ini merupakan suatu kegiatan pengumpulan data dengan cara

mengadakan komunikasi secara langsung guna memperoleh data, baik

lisan maupun tertulis atas sejumlah keterangan dan data yang diperlukan.

Wawancara ini penulis lakukan dengan Hakim yang berkompeten dalam

Pidana Anak yaitu Agung Nugroho, S.H.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan

data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema

dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy

J Maleong, 2002:103).

Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis ialah model

analisis interaktif (Interactive Model of Analysis). Teknik model analisis

interaktif adalah suatu teknik analisis data yang melalui 3 alur komponen

pengumpulan data, yaitu:

a. Reduksi data

Kegiatan yang bertujuan untuk mempertegas, memperpendek,

membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari

catatan dan pengumpulan data. Dalam proses ini data yang telah

(28)

didapatkan dari hasil wawancara kemudian diseleksi menjadi lebih

sempit, sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, yaitu mengenai

implementasi pemidanaan terhadap ABH di Pengadilan Negeri

Kabupaten Madiun.

b. Sajian data

Data yang telah di seleksi menjadi lebih sempit lagi dari hasil

wawancara sesuai dengan permasalahan yang diteliti kemudian disajikan

dalam bentuk sebuah uraian deskriptif, yaitu uraian hasil penelitian yang

menggambarkan keadaan yang sebenarnya terjadi di lapangan yaitu di

Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.

c. Penarikan simpulan/ verifikasi

Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi berbagai

hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan peraturan,

pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur

sebab akibat. Hingga akhirnya peneliti menarik simpulan. (HB. Sutopo,

2002:37). Pada penelitian ini, setelah data diseleksi menjadi lingkup yang

lebih sempit lagi sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan telah

disajikan dalam bentuk uraian deskriptif, maka dari uraian tersebut

peneliti menarik kesimpulan dari permasalahan yang diteliti.

Berikut ini penulis berikan ilustrasi bagan dari tahap analisis data:

Bagan 1: Skema Interaktif Model Analisis Sajian data Reduksi data

Penarikan

simpulan/verifikasi Pengumpulan

data

(29)

Model analisis data tersebut, ketiga komponen analisis berjalan

bersama pada waktu kegiatan pengumpulan data. Penulis menyusun catatan

lengkap, reduksi data segera dibuat, dan diteruskan dengan pengembangan

bentuk susunan sajian data yang bersifat sementara. Peneliti membuat

simpulan yang tentu saja bersifat sementara karena proses pengumpulan data

masih tetap berlangsung. Peneliti mendapatkan data baru, maka akan lebih

memperkuat simpulan dan simpulan sementara dikembangkan menjadi

semakin pasti.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum dipergunakan untuk memberikan gambaran

yang jelas mengenai keseluruhan isi penulisan hukum (skripsi). Adapun penulis

menjabarkan dlam bentuk sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan merupakan bab yang menguraikan mmateri tentang

latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, metode penelitian, jadwal penelitian, dan

sistematika penelitian hukum.

BAB II : TINJAUAN PUS TAKA

Bab Tinjauan Pusataka terdiri dari kerangka teori dan kerangka

pemikiran. Kerangka teori memuat berbagai pengertian dan

teori-teori hukum yang mendukung judul penulisan hukum sehingga

akan memudahkan pembaca untuk memahami apa yang penulis

paparkan dalam penulisan hukum ini. Dimulai dari tinjauan tentang

hukum pidana, dan tinjauan tentang ABH. Kerangka pemikiran

akan memberikan gambaran bagaimana alur berpikir penulis,

dalam melakukan penulisan hukum.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab Hasil Penelitian adalah bab inti dalam penulisan hukum ini.

Bab ini akan memaparkan hasil penelitian yang kemudian dengan

analisis, menghasilkan pembahasan atas pokok permasalahan

seperti yang telah dirumusakan sebelumnya. Bab ini akan

(30)

manjawab permasalahan yang diangkat. Dalam penulisan hukum

yang akan dijawab adalah alasan Hakim tidak menerapkan KUHP

dalam penjatuhan pemidanaan terhadap ABH yaitu karena

ketentuan mengenai pemidanaan pada ABH dalam KUHP telah

dicabut dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak (lex specialis derogat lex generalis), sehingga

aturan induk tentang pemidanaan pada ABH adalah

Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengad ilan Anak. Pada

rumusan masalah yang ke-2 mengenai jenis pidana yang dijatuhkan

terhadap ABH di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun menurut

hasil penelitian yang dilakukan penulis di tahun 2011 pada perkara

pidana ABH adalah pidana penjara, pidana denda, subsider pidana

kurungan, dan subsider wajib latihan kerja selama 90 hari.

Sedangkan mengenai bentuk pemenuhan hak-hak ABH di

Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun terdapat dalam

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari apa yang telah dibahs

seelumnya dan juga berisi saran yang ditujukan kepada pihak-pihak

yang terkait dengan permasalahan yang penulis teliti dalam

penelitian ini.

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Hukum Pidana

Hukum merupakan suatu cermin dari keadaan masyarakat, sehingga

hukum itu tidak dapat dilepaskan dari sifat bangsa dimana penguasa yang

membuat atau menciptakan hukum itu sendiri. Hukum mutlak dibutuhkan

demi ketertiban, kebahagiaan dan keselamatan bermasyarakat. Namun

demikian hukum tidak dapat berjalan sendirian tanpa ditegakkan dan

dilaksanakan. Hukum merupakan serangkaian peraturan-peraturan mengenai

tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, dengan tujuan

mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib di dalam masyarakat.

Manusia pada dasarnya memiliki kepentingan-kepentingan tersendiri. Dalam

hal ini hukum, harus mampu menjaga keseimbangan pada kehidupan

masyarakat. Untuk mencipatakan kembali keseimbangan dalam masyarakat,

perlu diadakan sanksi, yaitu sanksi administrasi dalam bidang Hukum Tata

Negara, sanksi perdata dalam Hukum Perdata, dan sanksi pidana dalam

Hukum Pidana. Pada prakteknya sanksi pidana merupakan sanksi terakhir

atau ultimum remidium (Maidin Gultom, 2010:3).

Beberapa ahli hukum mengemukakan definisi sendiri-sendiri

mengenai hukum pidana. Seorang ahli hukum memberikan pengertian luas

terhadap hukum pidana, hal in i dikemukakan oleh Moeljatno bahwa hukum

pidana adalah:

1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.

2) menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut (Moeljatno: 2008,1).

Terdapat pula beberapa pendapat para ahli hukum pidana mengenai

definisi pidana, antara lain:

(32)

1) Soedarto:

Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

2) Roeslan Saleh:

Menyatakan pidana adalah reaksi atas delik yang banyak berwujud suatu nestapa yang sengaja ditimpakan Negara kepada pembuat delik .

Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya kepada pelaku (Bambang Waluyo: 2006,6).

Menurut Kansil, hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang

pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum, dimana perbuatan

tersebut diancam dengan hukuman yang berupa siksaan (Kansil CST,

2000:242). Sedangkan penulis mendefinisikan hukum pidana sebagai suatu

hukum mengikat yang memuat peraturan-peraturan yang mengandung

keharusan atau larangan terhadap pelanggaran dan kejahatan, dimana

diancam dengan hukuman yang berupa nestapa.

Telah dikemukakan oleh Sudarto, Guru Besar Hukum Pidana

Universitas Diponegoro Semarang, beliau menyatakan istilah

“penghukuman” dari kata dasar “hukum” yang berarti “menetapkan hukum”

atau “memutuskan tentang hukumannya”. Istilah “penghukuman” dapat

disempitkan yakni penghukuman dalam perkara pidana, yang memiliki

sinonim dengan “pemidanaan” atau “pemberian/ penjatuhan pidana” oleh

hakim. Penghukuman yang demikian memiliki makna sama dengan sentence

conditionally atau veroordeling, yang memiliki kesamaan arti dengan

“dihukum bersyarat” atau “dipidana bersyarat” (Sudarto, 1981:71 dalam

Dwidja Priyatno, 2009:6).

Hukum pidana mengenal beberapa asas-asas, yaitu antara lain:

1) Asas legalitas, Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali

yang artinya tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas

kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundangan-undangan yang

telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 ayat (1) KUHP).

Ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) bermakna sebagai kepastian, bahwa

undang-undang hanya berlaku ke depan dan tidak berlaku surut serta

sebagai kepastian, bahwa sumber hukum pidana tiada lain dari

Undang-undang (dalam arti luas).

(33)

2) Asas lex temporis delicti, bahwa peraturan perundang-undangan yang

dapat digunakan untuk menuntut dan menjatuhkan pidana adalah

perundang-undangan yang ada pada waktu perbuatan tersebut dilakukan.

Sehingga perundang-undangan pidana tidak boleh berlaku surut.

Kekecualian dari asas ini, tercantum pada Pasal 1 ayat (2) KUHP yang

berbunyi, jika sesudah perbuatan tersebut dilakukan ada perubahan dalam

peraturan Peraturan Perundang-undangan, maka yang dipakai adalah

aturan yan paling ringan sanksinya bagi terdakwa.

3) Asas tiada pidana tanpa kesalahan, untuk menjatuhkan pidana kepada

orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada

unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

4) Asas teritorial, ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua

peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial

Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera

Indonesia, pesawat terbang berbendera Indonesia, dan gedung kedutaan

dan konsul Indonesia di negara asing.

5) Asas nasionalitas aktif, ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi

semua warga negara Indonesia yang melakuakan tindak pidana dimana

pun berada.

6) Asas nasionalitas pasif, ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi

Warga Negara Indonesia dan orang asing yang menyerang kepentingan

hukum Indonesia (Blog Imam Zenit. 29 Mei 2011).

a. Tujuan Pidana dan Pemidanaan

Tujuan pidana secara umum, adalah melindungi masyarakat dari

perbuatan pidana yang dilakukan seseorang. Sedangkan tujuan pidana

secara preventif adalah memeberikan rasa takut untuk melakukan

perbuatan pidana, dan secara represif adalah mendidik orang yang

melakukan perbuatan pidana supaya sadar dan menjadi orang baik.

Tujuan pidana merupakan bagian integral (sub-sistem)dari keseluruhan

sistem pemidanaan (sistem hukum pidana) di samping sub-sistem lainnya

yaitu sub-sistem tindak pidana, pertanggungjawaban pidana (kesalahan)

(34)

dan pidana (Dwidja Priyatno, 2009:20). Sedangkan menurut Adam

Chazawi tujuan pidana adalah:

1) Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan atau perbuatan yang

menyerang atau memperkosa kepentingan hukum tersebut.

2) Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara

menjalankan fungsi perlindungan atas berbagai kepentingan hukum.

3) Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara

melaksanakan fungsi perlindungan atas kepentingan hukum (Adam

Chazawi, 2002: 15-16)

Mengenai tujuan pemidanaan terjadi pertentangan antara para

sarjana sudah sejak dahulu kala, yakni antara mereka yang berpandangan

bahwa pidana sebagai sarana pembalasan dan mereka yang menyatakan

bahwa pidana mempunyai tujuan positif lebih lanjut. Selain itu terdapat

pandangan bahwa pemidanaan memiliki tujuan plural, yang merupakan

gabungan pandangan bahwa tujuan pemidanaan harus menimbulkan

konsekuensi bermanfaat yang dapat dibuktikan, dan pandangan

pembalasan/ balas dendam yang menyatakan bahwa keadilan dapat

tercapai apabila dilakukan tujuan positif tersebut dilakukan dengan

menggunakan ukuran-ukuran berdasarkan prinsip-prinsip keadilan

(Mulad i, 1985: 48 dalam Dwidja Priyatno, 2009: 23). Sedangkan tujuan

pemidanaan menurut Marcus Priyo Gunarto adalah:

apabila bertolak pada perbuatan di masa lalu, maka tujuan pemidanaan adalah sebagai pembalasan, tetapi apabila berorientasi untuk kepentingan masa datang, maka tujuan pidana adalah untuk memperbaiki kelakuan terpidana (Marcus Priyo Gunarto: 2009, 100).

Hukum pidana memberikan sanksi atau pidana dengan tujuan

untuk melindungi masyarkat dari kejahatan. Terdapat 3 (tiga) teori tujuan

pemidanaan, yaitu:

1) Teori absolut atau teori pembalasan

Teori ini dijatuhkan semata-mata karena orang yang telah

melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Pijakan teori adalah

pembalasan, inilah yang menjadi pembenar dari penjatuhan

(35)

menjatuhkan pidana karena pelaku kejahatan telah melakukan

penyerangan atas pekosaan pada suatu hak dan/ kepentingan hukum

(pribadi, masyarakat ataupun Negara) yang dilindungi. Oleh karena

itu harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang

telah dilakukan (kejahatan).

Tindakan pembalasan di dalam penjatuhan pidana

mempunyai dua arah yaitu ditujukan kepada pelaku kejahatan

(penjahat) (sudut subyektif dari pembalasan) dan yang kedua

ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendam di

kalangan masyarakat (utilitarian theory).

2) Teori relatif atau teori tujuan

Teori ini berpangkal bahwa alat untuk menegakkan tata

tertib (hukum) dalam masyarakat yaitu pidana. Maka untuk

mencapai ketertiban masyarakat tersebut, pidana memiliki tiga sifat,

yaitu bersifat menakut-nakuti, memperbaiki, dan membinasakan.

Menurut teoti tujuan, pidana bukanlah sekedar untuk

melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah

melakukan sesuatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan

yang bermanfaat. Pidana dijatuhkan bukan pada orang yang

membuat kejahatan melainkan supaya orang tidak melakukan

kejahatan.

3) Teori gabungan (vernegings theorien)

Dari kedua teori yang sebelumnya kemudian muncul teori

gabungan antara teori absolut dan teori relatif. Tujuan pemidanaan,

selain karena orang telah melakukan perbuatan pidana, juga supaya

orang jangan sampai melakukan perbuatan pidana.

Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas

pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat sebagai dasar

dari penjatuhan pidana. Teori gabungan dapat digolongkan menjadi

dua yaitu teori gabungan pertama, dan teori gabungan kedua (Adami

Chazawi, 2002:157-168).

(36)

b. Sumber-sumber Hukum Pidana

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan

sumber hukum utama dari hukum pidana. Mula-mula berasal dari

Wetbook van Strafrecht atau KUHP Belanda 1886, KUHP 1918,

selanjutnya KUHP mendapat perubahan-perubahan penting berdasarkan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946, Hukum pidana adat yang berlaku

di beberapa daerah berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun

1951, kebiasaan pendapat para ahli hukum pidana, Yurisprudensi dalam

bentuk Arrest Hoegeraad, Keputusan Mahkamah Agung Republik

Indonesia, dan Memorie van Toe Lichting atau memori dan penjelasan

KUHP Belanda. KUHP yang berlaku sekarang terdiri atas:

1) Buku I : memuat Ketentuan Umum (Pasal 1-Pasal 103).

2) Buku II : memuat Kejahatan (Pasal 104-Pasal 488).

3) Buku III : memuat Pelanggaran (Pasal 489-Pasal 569).

Terdapat sumber hukum pidana yang tertulis lainnya, yaitu

peraturan-peraturan hukum pidana di luar KUHP, di antaranya:

1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor

20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan.

3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT)

4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

5) Dsb.

c. Jenis-jenis Pidana

Pidana adalah reaksi atas delik yang banyak berwujud suatu

nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik.

Dirumuskan pula bahwa hukum adalah suatu perasaan tidak enak

(sengsara) yang dijatuhkan oleh Hakim dengan vonis, kepada

(37)

orang yang melanggar undang-undang hukum pidana (Roeslan Saleh,

1962 dalam Bambang Waluyo, 2000:9).

Pidana sebagai reaksi atas delik yang dijatuhkan harus

berdasarkan vonis Hakim melalui sidang peradilan atas terbuktinya suatu

perbuatan pidana yang dilakukan. Adapun mengenai bentuk pidana yang

dijatuhkan utamanya mengacu pada KUHP. Namun untuk hukum pidana

khusus terdapat perluasan atau penambahan bentuk atau jenis pidana

tambahan diluar yang termaktub dalam KUHP.

KUHP telah menetapkan jenis-jenis p idana yaitu dalam Pasal

10. Pada Pasal ini diatur dua pidana yaitu pidana pokok dan pidana

tambahan. Pidana pokok sendiri terdiri atas empat jenis pidana, dan

pidana tambahan terdiri dari tiga jenis pidana.

Jenis-jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP ialah sebagai

berikut:

1) Pidana pokok meliputi:

a) pidana mati;

b) pidana penjara;

c) pidana kurungan;

d) pidana denda;

2) Pidana tambahan meliputi:

a) pencabutan beberapa hak-hak tertentu;

b) perampasan barang-barang tertentu;

c) pengumuman putusan Hakim;

Untuk dapat lebih membuka cakrawala, maka akan dipaparkan lebih

mendalam pengertian mengenai jenis-jenis pidana yang terdapat dalam

Pasal 10 KUHP.

a) Pidana Mati

Pidana mati dalam Rancangan KUHP baru merupakan

pidana bersifat khusus. Dalam prakteknya pidana mati sering

menimbulkan perdebatan pendapat anatara yang setuju dan tidak

setuju diterapkannya pidana mati. Namun, kenyataan yuridis formal

pidana mati memang dibenarkan. Ada beberapa pasal di dalam

(38)

KUHP yang berisi ancaman pidana mati, seperti makar pembunuhan

terhadap Presiden (Pasal 104), pembunuhan berencana (Pasal 340),

dan sebagainya. Di luar KUHP pidana mati sering dijatuhkan

terhadap pelaku tindak pidana subversi (Undang-undang Nomor

11/PnPs/1963) dan pelaku tindak pidana narkotika (Undang-undang

Nomor 9 Tahun 1976) (Bambanng Waluyo, 2000:13). Menurut

penulis, pidana mati adalah pidana yang pelaksanaannya berupa

penyerangan terhadap hak hidup bagi manusia, karena kematian

hanya dimilki/ berada ditangan Tuhan yang memiliki kehidupan di

muka bumi ini. Hal ini merupakan salah satu yang menimbulkan pro

kontra di masyarakat.

Tentang bagaimana pidana mati itu dilaksanakan, ketentuan

dalam Pasal 11 KUHP menyebutkan, “hukuman mati dijalankan oleh

algojo ditempat penggantungan, dengan menggunakan sebuah jerat

dileher terhukum dan mengikatkan jerat itu pada tiang

penggantungan dan menjatuhkan papan tempat orang itu berdiri”.

Keberadaan hukaman dengan cara digantung telah ditiadakan dan

diganti dengan cara ditembak oleh regu penembak sampai mati,yang

pelaksanaannya telah ditetapkan secara rinci dalam Undang-undang

Nomor 2 (PNPS) Tahun 1964.

b) Pidana Penjara

Dalam Pasal 10 KUHP terdapat 2 (dua) jenis pidana

hilangnya kemerdekaan untuk bergerak yaitu pidana penjara dan

kurungan. Pidana penjara menurut Pasal 12 ayat (1) KUHP adalah

hukuman penjara seumur hidup atau untuk sementara, Pasal 12 ayat

(2) KUHP adalah hukuman penjara sementara dimana

sekurang-kurangnya 1 hari dan selama-lamanya 15 tahun secara berturut turut

dimana tempoh lamanya 1 hari adalah 24 jam (Pasal 97 KUHP) dan

maksimum umum 15 tahun itu dapat dilampui sampai

selama-lamanuya dua puluh tahun dalam hal-hal sebagaimana tersebut

dalam ayat (3) akan tetapi orang yang telah dijatuhi hukuman

penjara 20 tahun kemudian melakukan peristiwa pidana lagi, sudah

(39)

barang tentu dapat dijatuhi hukuman lagi demikian seterusnya,

sehingga pada orang dapat dijatuhkan beberpa kali hukuman penjara

yang jumlahnya lebih dari 20 tahun, Pasal 12 ayat (3) KUHP adalah

hukuman penjara sementara boleh dijatuhkan selama-lamanya 20

tahun berturut-turut, dalam hal kejahatan yang menurut Hakim

sendiri boleh dihukum mati, penjara seumur hidup dan penjara

sementara, Pasal 12 ayat (4) KUHP adalah hukuman penjara

sementara itu sekali-kali tidak boleh lebih dari 20 tahun. Yang

dimaksud disini ialah satu kali penjatuhan hukuman serta bila

dijatuhkan hukuman sesuai dengan aturan yang ditentukan dalam

Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 71 ayat (1) KUHP.

c) Pidana Kurungan

Terdapat beberapa hal dalam pidana kurungan yang sama

dengan pidana penjara, yaitu sebagai berikut:

(1) dalam hal hilangnya kemerdekaan seseorang untuk bergerak.

(2) mengenal maksimum umum, maksimum khusus, minimum

umum, minimum khusus. Maksimum umum pidana penjara 15

tahun apabila ada alasan-alasan tertentu dapat diperpanjang

menjadi maksimum 20 tahun. Kemudian pidana kurungan 1

tahun dapat diperpanjang menjadi maksimum 1 tahun 4 bulan.

Sedangkan maksimum khusus disebutkan pada setiap rumusan

tindak pidana tertentu sendiri-sendiri.

(3) orang yang dipidana kurungan dan pidana penjara diwajibkan

untuk menjalankan pekerjaan tertentu, walaupun pidana

kurungan lebih ringan dari pidana penjara.

(4) tempat menjalani pidana sama dengan pidana kurungan

walaupun ada sedikit perbedaan yaitu harus dipisahkan. Hal ini

tercantum dalam Pasal 28 KUHP.

(5) pidana penjara dan pidana kurungan mulai berlaku, apabila

terpidana ditahan yaitu pada hari putusan Hakim yang telah

memiliki kekuatan tetap dapat dieksekusi yaitu pada saat pejabat

kejaksaan mengeksekusi dengan cara melakukan tindakan paksa

(40)

dengan memasukkan terpidana ke dalam Lembaga

Pemasyarakatan.

d) Pidana Denda

Pidana denda diancamkan pada jenis tindak pidana

pelanggaran yaitu yang tercantum dalam Buku III KUHP baik secara

alternatif dari pidana kurungan atau berdiri sendiri.

e) Pidana Tutupan

Pidana tutupan ini ditambahkan ke dalam Pasal 10 KUHP

melalui Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946, yang dimaksud

sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) KUHP yang

mengatakan bahwa dalam mengadili orang yang melakukan

kejahatan, yang diancam dengan pidana penjara karena terdorong

oleh maksud yang patut dihormati Hakim boleh menjatuhkan pidana

tutupan. Pada ayat (2) dinyatakan bahwa pidana tutupan tidak

dijatuhkan apabila perbutan yang merupakan perbuatan itu atau

akibat itu adalah sedemikian rupa, sehingga Hakim berpendapat

bahwa pidana penjara leb ih tepat (Adam Chazawi, 2002: 32-40).

Selanjutnya, selain pidana pokok juga terdapat pidana tambahan.

Dalam Pasal 10 KUHP dikenal beberapa pidana tambahan.

Dalam pidana tambahan terdapat 3 (tiga) jenis, ialah sebagai berikut:

a) Pidana pencabutan hak-hak tertentu

Hak-hak yang dapat dicabut ialah berupa hak memegang

jabatan pada umumnya maupun jabatan tertentu, hak menjalankan

jabatan dalam Angkatan Bersenjata/ TNI, hak untuk dipilih dan

memilih dalam peraturan tertentu, hak menjadi penasehat hukum

atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjalankan

kekuasaan bapak sebagai perwalian atau pengampuan atas anaknya

sendiri, dan hak menjalankan mata pencaharian (Pasal 35 ayat (1)

KUHP).

(41)

b) Pidana perampasan barang tertentu

Barang yang dapat dirampas melalui putusan Hakim pidana

ada 2 (dua) jenis yaitu barang-barang yang diperoleh dari suatu

kejahatan dan barang-barang yang digunaan dalam melakukan suatu

tindak kejahatan.

c) Pidana pengumuman putusan Hakim

Pidana pengumuman putusan Hakim hanya dapat

dijatuhkan pada hal-hal yang ditentukan oleh Undang-undang

misalnya yang terdapat dalam Pasal 128, 206, 361, 377, 359, dan

405 KUHP (Adam Chazawi, 2002:53). Setiap putusan Hakim

memang harus diucapkan dalam persidangan yan terbuka untuk

umum, apabila tidak, maka putusan itu batal demi hukum. Dalam hal

pengumuman putusan Hakim, dapat diakukan melalui surat kabar,

papan pengumuman, radio maupun televisi. Adapun maksud dari

pengumuman putusan Hakim adalah udaha preventif untuk

mencegah orang-orang agar tidak melakukan tindak pidana ataupun

menjadi korban dari kejahatan.

d. Macam-macam perbuatan pidana (delik)

Macam-macam perbuatan pidana dapat dibedakan antara lain:

1) Delik formil, perbuatan pidana yang sudah dilakukan dan selesai

apabila unsur-unsur dalam tindak pidana tersebut sudah terpenuhi.

2) Delik materiil, tindak pidana yang harus ada akibatnya dari

perbuatan itu.

3) Delik dolus, tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja (Pasal 338

KUHP).

4) Delik culpa, tinda pidana yang dilakukan dengan alpa (Pasal 359

KUHP).

5) Delik biasa, tindak pidana yang penegakan hukumnya tidak

memerlukan aduan dari pihak yang dirugikan.

6) Delik ommissionis, tindak p idana dengan cara si pelaku justru tidak

melakukan perbuatan yang merupakan kewajiban/ keharusan.

(42)

7) Delik commissionis, tindak pidana dengan melakukan perbuatan

sesuatu yang dilarang (perbuatan fisik/ materiil).

8) Delik commissionis per ommissionis comisa, tindak pidana tersebut

adalah bentuk tindak pidana commissionis namun dilakukan dengan

cara tidak berbuat.

9) Delik aduan, perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan orang

lain baik p ihak korban/ ahli warisnya.

10) Delik bukan aduan, perbuatan pidana yang tidak memerlukan

pengaduan orang lain. Dengan kata lain setiap orang boleh melaporkan

pada pihak yang berwajib (Moeljatno, 2008: 82-84).

2. Tinjauan tentang Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) a. Pengertian ABH

Anak merupakan generasi penerus bangsa dan pembangunan

yang berkelanjutan serta pemegang kendali masa depan suatu negara,

termasuk anak Indonesia. Sehingga keberadaan anak wajib dilindungi

adanya. Melindungi anak Indonesia berarti melindungi sumber daya

manusia untuk dipersiapkan sebagai manusia pembangun bangsanya, hal

ini merupakan semangat spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Pelindungan terhadap anak di suatu masyarakat, merupakan

tolak ukur peradapan bangsa, karenanya wajib diusahakan upaya

tersebut. Dengan demikian perlu adanya jaminan hukum yang jelas bagi

anak dan perlindungan anak. Diawali dengan pemahaman pengertian

mengenai anak. Menurut Nashriana dalam bukunya yang berjudul

“Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia” mengatakan

bahwa batasan tentang anak sangat penting dilakukan untuk

melaksanakan kegiatan perlindungan anak dengan benar dan terarah,

semata-mata untuk mempersiapkan generasi mendatang yang tangguh

dan dapat menghadapi segala tantangan dunia. Pengertian tentang anak

dapat dilihat pada:

1) Pengertian anak beradasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, adalah

Gambar

Tabel 1. Matrik Pelaksanaan Pemidanaan terhadap ABH
Tabel 1. Matrik Pelaksanaan Pemidanaan Terhadap ABH di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun

Referensi

Dokumen terkait

Dugaan awal dari penulis dari pengembangan pelabuhan kalbut adalah aktivitas bongkar sapi menjadi lebih teratur dan animal welfare, penambahan faslitas pelabuhan

seringkali dilihat dari seberapa banyak ia mempunyai istri, budak atau selir. Dan kaum perempuan menerima kenyataan itu tanpa bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak berdaya

Anda dapat mengundang Lembaga Pertolongan atau ahli kuorum untuk mencari sesuatu dalam pesanan ini yang dapat mereka kongsi kepada seseorang yang sukar untuk merasakan

SEBAGAI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PADA MATERI FLUIDA UNTUK SISWA SMA. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan

Epistemologi mengatakan bahwa matematika sebagai ilmu, ontologi mengatakan matematika sebagai alat untuk menyatukan manusia dengan simbol dan lambang yang telah

Aplikasi portal e-commerce kain troso di Kabupaten Jepara ini mampu mengakomodasi pengusaha kain troso di kabupaten Jepara dalam hal mempromosikan produk mereka

Dengan prinsip hall effect , sensor tegangan LV 25-P dan sensor arus LA 55-P digunakan untuk mengambil data tegangan dan arus di titik yang perlu di monitoring pada

Peta daerah tingkat kerawanan banjir dalam penelitian ini pada penelitian yang dilakukan oleh Primayuda, 2006 yang diperoleh dari hasil skoring, overlay dan pembobotan dari