IMPLEMENTASI PEMIDANAAN TERHADAP ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN
MADIUN
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Oleh :
DANNI SEPGAVIA NIM E 0008312
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2012
ii
iii
iv PERNYATAAN
Nama : Danni Sepgavia
NIM : E0008312
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
IMPLEMENTASI PEMIDANAAN TERHADAP ANAK
BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda
citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.Apabila dikemudian hari terbukti
pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh
dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 27 Juli 2012
yang membuat pernyataan,
Danni Sepgavia
NIM. E0008312
v ABSTRAK
Danni Sepgavia, E.0008312. 2012. IMPLEMENTASI PEMIDANAAN TERHADAP ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 2012
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam mengenai bagaimana pelaksanaan pemidanaan terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif.Pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif jenis pendekatan terpancang.Jenis data yang penelitian yang digunakan meliputi data primer yang diperoleh langsung dari Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun dan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan.Teknik pengumpulan data penelitan yang digunakan adalah studi dokumen/ studi kepustakaan, dan wawancara.Tekn ik analisis data adalah analisis deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, alasan aturan pemidanaan dalam KUHP tidak diterapkan pada ABH di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun adalah karena aturan pemidanaan anak pada KUHP telah dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak meskipun tidak menutup kemungkinan digunakannya aturan hukum yang terdapat pada KUHP baik Buku I, Buku II, maupun Buku III KUHP ataupun aturan hukum lain diluar Undang-undang tersebut (lex specialis derogat lex generalis). Hakim Anak di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun dalam menjatuhkan pidananya sepenuhnya memperhatikan aturan induk pemidanaan ABH pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, namun jenis pidana yang dijatuhkan dari sample yang diambil pada tahun 2011 paling ringan adalah berupa pidana penjara, pidana denda subsider wajib latihan kerja selama 90 hari atau pidana kurungan, serta perampasan barang tertentu. Hakim Anak juga memberikan bentuk pemenuhan hak-hak pada ABH berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Kata Kunci:Pemidanaan, Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.
vi ABSTRACT
Danni Sepgavia, E.0008312. 2012. IMPLEMENTATION OF PUNISHMENT AGAINST CHILDREN DEALING WITH LAWS (ABH) IN MADIUN COUNTY DISTRICT COURT. The Faculty of Law, Sebelas Maret University, 2012.
The aim of this research is to know in depth about how the implementation of punishment against children dealing with laws (ABH). This research is the empirical law research of descriptive. The approach of this research used qualitative and the type of approach rooted approach. The types of data used in this research include primary data obtained directly from the Madiun County District Court and secondary data obtained from a library research. Techniques of data collection used in this research are the study of documents/studies library and interviews. Techniques of data analysis are qualitative descriptive analysis.
Based on the results of research and discussion, the reason for the rules in the criminal code does not apply to punishment in ABH in Madiun County District Court is due to rule on child’s punishment of the Criminal Code had been repealed and replaced by Act No. 3 of 1997 concerning juvenile court nevertheless it is possible that the rules in the criminal code on Book I , Book II or Book III are used, the other rulees of law except that on Act can be also applied (lex derogat lex generalis specialists). Juvenile’s Judge of Madiun County District Court in deciding the criminal, it takes fully notice of the main rule of punishment in ABH on Act No. 3 of 1997 concerning juvenile court, however this type of criminal that was decided from the sample taken in 2011 the mildest in the form of imprisonment, criminal fines with subsider by compulsary excercise for 90 days or criminal captivity, and deprivation of particular goods. The judge also gave the fulfilment of children's rights in ABH on the basis of Act No. 3 of 1997 concerning juvenile court.
Keywords: Punishment, Children are dealing with law ( ABH ), Madiun County District Court.
vii MOTTO
Berangkat dengan penuh keyakinan, berjalan dengan penuh keikhlasan,
istiqomah dalam menghadapi cobaan. “ YAKIN, IKHLAS, ISTIQOMAH “
( TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid )
Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu Sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar
(Al-Baqarah: 153)
Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama ada komitmen bersama
untuk menyelesaikannya.
(anonim)
Bukan kurangnya pengetahuan yanng menghalangi keberhasilan, tetapi tidak
cukupnya tindakan. Dan bukan kurang cerdasnya pemikiran yang melambatkan
perubahan hidup, tetapi kurangnya penggunaan dari pikiran dan kecerdasan
(Mario Teguh)
Ketika kamu merasa terpuruk, maka yakinlah itu adalah pilihan terbaik yang
diberikan Allah pada kita, syukuri dan nikamti
(anonim)
I’m The Winner.
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan
kepada :
Tuhan Yang Maha Esa yang selalu menjaga, memberikan kasih sayang dan
nikmat pada penulis dalam segala keadaan dan tiada batas.
Ayahanda tercinta Gunawan dan ibunda tercinta Esti Sumunaring T. yang selalu
mencurahkan kasih sayang, perhatian, dan semangat tiada akhir.
Adikku terkasih Noka Genadio Saputra yang selalu memberi semangat dan
keceriaan tiada henti.
Semua teman-teman terdekat penulis yang selalu ikhlas berteman dengan penulis,
membantu, menyemangati, berbagi suka dan duka serta pengalaman yang mewarnai
hari-hari penulis.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan
Maha Esa karena atas rahmat dan kasih sayang yang dikaruniakan kepada penulis,
memberikan penulis kekuatan dalam segala keadaan, baik dalam keadaan suka
maupun dalam duka untuk dapat menyelesaikan penulisan hukum ini dengan
judul“Implementasi Pemidanaan Terhadap Anak Berhadapan Dengan Hukum
(ABH) di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun” dengan baik dan lancar.
Penulisan hukum ini disusun dan diajukan penulis untuk melengkapi persyaratan
guna memperoleh derajat S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret
Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa penulisan hukum ini dapat
terselesaikan dengan baik berkat dukungan dan kerjasama dari banyak pihak yang
membantu penulis selama menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret (UNS). Oleh karena itu perkenankanlah penulis menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S selaku Rektor Universitas Sebelas Maretbeserta
seluruh Pembantu Rektor;
2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS
yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini;
3. Dr. Hari Purwadi,S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
UNS Bidang Akademik yang telah banyak membantu penulis dalam hal
akademis selama studi di Fakultas Hukum UNS;
4. Sabar Slamet, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum UNS serta pembimbing akademik penulis selama menuntut ilmu di
Fakultas Hukum UNS;
x
5. Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum. selaku dosen pembimbing yang dengan
sabar meluangkan waktu dan ilmu untuk memberikan b imbingan, masukan,
arahan, pengetahuan, dan dukungan sehingga mempermudah penulis untuk
menyelesaikan penulisan hukum ini.
6. Ismunarno, S.H.,M.Hum. selaku Co. Pembimbing Skripsi yang dengan sabar
telah meluangkan waktu, tenaga, ilmu dengan memberikan nasehat, saran dan
koreksi-koreksi yang sangat bermanfaat dalam membimbing penulis sehingga
memudahkan penulis dalam melakukan penulisan skripsi ini.
7. Siti Warsini, S.H., M.H. selaku Ketua Dewan Penguji skripsi penulis yang
telah menguji penulis dan memberikan wejangan akhir pada penulis supaya
penulis menjadi pribadi yang profesional dan bermoral untuk kedepannya.
8. Bambang Hermanto, S.H., M.H. selaku Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten
Madiun yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan penelitian di instansi tersebut, dan Agung Nugroho, S.H.
selaku Hakim yang ditunjuk sebagai narasumber yang telah bersedia
meluangkan waktu dan kesabaran membantu penulis menyelesaikan skripsi
ini.
9. Gunawan dan Esti Sumunaring T. yang tercinta sebagai orang tua penulis,
yang dengan sepenuh hati dan tanpa kenal lelah mencurahkan kasih sayang,
yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil kepada penulis dan
menjadi penyemangat bagi penulis baik dalam keadaan suka maupun duka dan
sebagai motivator untuk menyelesaikan tulisan ini.
10.Noka Genadio Saputra sebagai saudara kandung penulis. Berjuang
bersama-sama mewujudkan cita-cita sebagai anak untuk membahagiakan kedua orang
tua. Dukungan moril dari mereka sangat membantu mengerjakan tulisan ini
baik dalam keadaan suka maupun duka.
11.Keluarga besar Partowidjoyo yang selalu memberikan semangat dan kekuatan
moril serta motivasi bagi penulis untuk meraih cita-cita dan memberikan
keceriaan bagi penulis disaat penulis sedang mengalam i masa-masa sulit.
12.Teman-teman dekat penulis, Lala, Uthe, Osa, Upik, Mega, Vindy, Putri Aji
xi
Y.H, Goestania Firstka Putri, Very Puspita, Raditya Gumelar, Hamdan Suqya,
Mifta Adi Nugraha, Johan Candra Setiawan, Fransiska Phuda Yusana,
Hayushri Hawignam Astu yang memberikan semangat dan memberikan warna
bagi penulis, membantu penulis dalam menghadapi kesulitan dan memberikan
keceriaan.
13.Keluarga besar KSP Principium dan Keluarga Besar Fosmi Fakultas Hukum
UNS yang telah mengajarkan banyak hal dalam menghadapi problema
kehidupan, memberikan keceriaan bagi penulis dan memberikan bantuan
tanpa kenal pamrih.
14.Keluarga besar Griya Biru Monica, Corie Pardosi, Nensi Anggrain i, Putri
Satriany, Rahajeng Gienovita, Febi Indrayati, Putri Aji Dwi Jayani dan Norma
yang selalu memberikan keceriaan, semangat bagi penulis dalam menjalani
keseharian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
15.Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang
telah membantu penulis selama menimba ilmu baik di kelas maupun di luar
kelas Fakultas Hukum UNS.
16.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.
Penulis sadar bahwa karena keterbatasan kemampuan penulis, maka
penulisan hukum ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu, penulis
mengharapkan masukan dan saran yang menunjang kesempurnaan penulisan
hukum ini.Penulis berharap agar penulisan hukum ini kelak dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi pihak yang membutuhkan.Akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.
Surakarta, 27 Juli 2012
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT... vi
MOTTO... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR... xi
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN... ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ………. ... 1
B. Rumusan masalah ………... 5
C. Tujuan penelitian ……… ... 5
D. Manfaat penelitian ……….. ... 6
E. Metode penelitian ……….. ... 7
F. Sistematika penulisan hukum ………. ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 16
1. Tinjauan tentang Hukum Pidana a. Tujuan Pidana dan pemidanaan …...……....….. .... 18
b. Sumber-sumber Hukum pidana ...……… ... 21
c. Jenis-jenis pidana ………. ... 22
d. Macam-macam perbuatan pidana ……… ... 26
xiii
a. Pengertian ABH ……….. ... 27
b. Sistem pemidanaan pada ABH …...……… ... 35
B. Kerangka Pem ikiran ... 41
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 44
1. Deskripsi Lokasi... 44
2. Alasan Aturan Pemidanaan Dalam KUHP Tidak Diterapkan Pada ABH di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun... 48
3. a. Jenis-Jenis Pidana Yang Dijatuhkan Hakim Anak Pada ABH di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun ... 51
b. Hak-hak ABH di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun ... 59
B. Pembahasan ... 61
1. Alasan Aturan Pemidanaan Dalam KUHP Tidak Diterapkan Pada ABH di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun ... 61
2. Jenis Pidana yang dijatuhkan terhadap ABH dan bentuk pemenuhan hak-hak ABH dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun ... 70
BAB IV PENUTUP A. Simpulan ... 83
B. Saran ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 87
LAMPIRAN ... 89
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan1.: Skema Interaktif Model Analisis ………. 13
Bagan 2: Skematik Kerangka Pemikiran ………. 41
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Matrik Pelaksanaan Pemidanaan terhadap ABH
di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun …...…………. 54
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Fotocopy Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepada Ketua
Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun
Lampiran II: Fotocopy Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di
Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun
Lampiran III: Fotocopy Putusan No. 455/P id..B/2011/PN.Kb.Mn Atas Nama
Terdakwa Sugianto Als. Ganden bin Maelan
Lampiran IV: Fotocopy Penelitian Kemasyarakatan Untuk Sidang
Pengadilan Negeri No. BKA/ 162/ IX/ 2011 Atas Nama Klien
Sugianto Als. Ganden
Lampiran V: Fotocopy Putusan No. 523/Pid.B/2011/PN.Kb.Mn Atas Nama
Terdakwa I Rohmat Hidayat bin Abdul Sayid dan Terdakwa II
Lukas Suko Ahmadi bin Edy Suyitno
Lampiran VI: Fotocopy Penelitian Kemasyarakatan Untuk Sidang
Pengadilan Negeri No. BKA/ 208/ XI/ 2011 Atas Nama Klien
Rohmadi Hidayat
Lampiran VII: Fotocopy Penelitian Kemasyarakatan Untuk Sidang
Pengadilan Negeri Atas No. BKA/ 209/ XI/ 2011 Atas Nama
Klien Lukas Suko Ahmadi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan kemajuan budaya dan iptek, perilaku
manusia di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara justru semakin
kompleks. Perilaku demikian apabila ditinjau dari segi hukum tentunya ada
perilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma dan ada perilaku yang
tidak sesuai dengan norma. Perilaku yang sesuai dengan norma (hukum) tidak
menjadi masalah, namun untuk perilaku yang tidak sesuai dengan norma (hukum)
hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan
masyarakat.
Perilaku tersebut dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma
yang telah disepakati dan membuat terganggunya ketertiban dan ketentraman
kehidupan manusia. Penyelewengan itu disebut pelanggaran dalam kehidupan
masyarakat dan bahkan bisa disebut sebagai suatu kejahatan. Kejahatan
merupakan suatu gejolak sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap orang,
masyarakat, dan negara (Bambang Waluyo, 2000: 3). Semakin tinggi kemampuan
manusia maka semakin tinggi pula kecanggihan kejahatan yang dilakukan
manusia. Saat ini, kejahatan tidak hanya berdimensi nasional namun juga
internasional. Kerugian yang besar dan meluas menjadi tanggung jawab negara.
Kejahatan tidak hanya dilakukan secara personal atau perorangan namun sudah
bersifat kelompok dan terorganisasi.
Bentuk antisipasi atas kejahatan yaitu berupa efektifitas melalui penegak
hukum, dengan tujuan perilaku yang melanggar hukum dapat ditanggulangi baik
secara preventif maupun represif. Di Indonesia, penjatuhan pidana yang dilakukan
hanya semata-mata bersifat balas dendam dengan memberikan efek jera pada
pelaku kejahatan, seharusnya dalam penjatuhan pidana harus memberikan
bimbingan dan pengayoman. Pengayoman dilakukan tidak hanya pada korban
kejahatan namun juga pada pelaku serta masyarakat (Penjelasan atas
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak).
1
Sebagai pengaruh atas perkembangan iptek, kemajuan budaya, dan
perkembangan pembangunan pada umumnya, bukan hanya orang dewasa, tapi
anak-anak juga terperosot melanggar norma (hukum). Pola konsumerisme dan
asosial yang makin lama dapat mengarah kepada tindakan kriminal, seperti
konsumsi ekstasi, pemerasan, pencurian, penganiayaan, pemerkosaan, dan
sebagainya. Pada kondisi demikian, anak sebagai buah hati orang tua sering
dilupakan kasih sayang, bimbingan, pengembangan sikap dan perilaku, serta
pengawasan orang tua. Perilaku tersebut, dapat merugikan dirinya sendiri,
keluarga, dan masyarakat (Maidin Gultom, 2010:55). Menurut Penjelasan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, anak adalah bagian dari generasi muda
sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus
cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan yang strategis dan
mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam
rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara
utuh, serasi, selarasa dan seimbang. Oleh karena itu, dalam menghadapi masalah
anak, orang tua dan masyarakat sekelilingnya seharusnya lebih bertanggung jawab
terhadap pembinaan, pendidikan, dan pengembangan perilaku anak tersebut.
Ketika anak melakukan suatu tindak pidana, perbuatan tersebut tidak
sepenuhnya menjadi tanggung jawab mereka, karena menurut penulis secara
psikologis dan kemampuan berfikir mereka belum tumbuh dengan sempurna.
Secara kejiwaan, masa anak-anak adalah periode yanng rentan. Anak belum
mandiri, belum memiliki kesadaran penuh, serta kepribadian yang belum stabil
atau belum terbentuk secara utuh. Keadaan psikologis masih labil tidak
independen, dan gampang terpengaruh. Perbuatan yang dilakukan anak tidak
sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan oleh anak itu sendiri, karena anak
bukan pelaku murni melainkan juga dapat dipandang sebagai korban. Anak tidak
seharusnya dihadapkan pada sistem peradilan jika ada cara yang lebih tidak
menekan untuk menangani perbuatan yang melawan hukum (DS. Dewi dan
Fatahillah A. Syukur, 2011: 2). Mengingat ciri dan sifat anak yang khas, maka
dalam menjatuhkan pidana atau tindakan terhadap ABH diusahakan agar anak
dimaksud jangan dipisahkan dari orang tuanya.
Hakim Anak dalam menjatuhkan putusan pemidanaan memperhatikan
Pasal 22 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 ditegaskan bahwa “Terhadap
Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan hukuman pidana atau tindakan yang
ditentukan dalam Undang-undang ini”. Namun dalam prakteknya masih jarang
ditemui Hakim yang memutus ABH dengan tindakan. Sebagian besar masih
mejatuhkan pidana pada ABH bahkan pidana penjara. Padahal sumber hukum
pengaturan mengenai pemidanaan terhadap ABH sama yaitu Undang-undang
Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengad ilan Anak, dan dalam prakteknya bisa terjadi
pemidanaan yang berbeda pada ABH. Hakim memiliki beban dan tanggung jawab
untuk memutus dan menegakkan keadilan. Untuk mencapai nilai keadilan tersebut
diperlukan penilaian yang optimal, cermat, arif dalam memutus suatu perkara
khususnya perkara pidana anak. Keberadaan pertimbangan yuridis sangat
diperlukan dalam memutus suatu perkara pidana anak, namun Hakim juga harus
mempertimbangkan pada pertimbangan non-yuridis. Karena nilai keadilan dan
kebenaran tidaklah cukup diukur dengan nilai kerugian, dampak perbuatan,
kebenaran hukum seringkali diartikan bermuatan politik. Hal ini yang akan
menimbulkan kerugian pada masa depan anak. Dengan begitu perlu adanya
pertimbangan non-yuridis seperti kriminologi, ekonomi, pendidikan, sosial
budaya dan psikologis yang melatrbelakangi mengapa pelaku sampai melakukan
tindak pidana tersebut (Bunadi Hidayat, 2010: 13).
Orientasi pidana selalu bertujuan untuk melakukan pembalasan dan
pemenuhan tuntutan kemarahan publik atas perbuatan yang dilakukan pelaku.
Harusnya dalam penjatuhan hukuman menekankan pentingnya solusi untuk
memperbaiki keadaan, merekonsiliasi para pihak dan mengembalikan harmoni
pada masyarakat, disamping tetap menuntut pertanggungjawaban. Apalagi dalam
hal ini, anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dilindungi
kesejahteraannya. Persoalannya bukan pada beratnya pemidanaan sebagai bentuk
pelampiasan balas dendam terhadap pelaku, tetapi untuk memperbaiki atau
mengganti kerugian atau luka-luka yang disebabkan oleh kejahatan. Sebagaimana
yang diungkapkan oleh Roger Matthews bahwa, “the growth of what has been
refferd to as the victim movement and the emergence of victim support has
dramatically changed the orientation of analysis and intervention. It has modified
the crimial justice agenda and altered tradisional ways of thinking about crime
and crime control”(Roger Matthews, 1994:95).
Sebagai contoh terdapat perbedaan dalam menjatuhkan pemidanaan
terhadap ABH di beberapa wilayah hukum di Indonesia antara lain contoh kasus
yang baru saja terjadi di Pengadilan Kota Pematangsiantar, terdapat empat orang
anak di bawah umur divonis penjara 1 bulan 17 hari karena terbukti melakukan
tindak pidana perjudian. Hakim menjatuhkan putusan lebih ringan dari tuntutan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama 2 bulan penjara. Vonis yang dijatuhkan itu
sesuai dengan masa penahanan yang sudah dijalani keempat anak tersebut.
Putusan Hakim tersebut dinilai Komnas Perlindungan Anak sudah memenuhi
prinsip keadilan restorasi. Salah satu pertimbangan Hakim yaitu membuat efek
jera agar kasus serupa tidak terulang kembali (Js. 10 November 2011. website
Ekspos News). Selain itu terdapat kasus tindak p idana anak yang terjadi di Palu.
Hakim tunggal dalam peradilan anak, Pengadilan Negeri Palu, menyatakan
bersalah kepada terdakwa AAL (15 tahun), terdakwa anak dalam kasus pencurian
sandal merk Ando. Terdakwa AAL dinyatakan secara sah dan meyakinkan
terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam
pasal 362 KUHP. Hakim tunggal pengadilan anak Romel Tampubolon SH
menyatakan terdakwa diberi tindakan untuk dikembalikan kepada
orangtuanya. Pertimbangan Hakim dalam memutus perkara melihat pertimbangan
sisi yuridis dan pertimbangan non-yuridis, dimana pertimbangan keadilan dan
nilai ekonomis dari barang yang dicuri sehingga Hakim lebih mengedepankan hati
nurani dan menjatuhkan putusan terdakwa yaitu dikambalikan kepada orang
tuanya (Hanif/Radar Sulteng/Jpnn. 05 januari 2012. Website JawaPos Group
Online). Dari contoh kasus tersebut, maka dapat dilihat bahwa tidak semua Hakim
dalam memutus suatu perkara pidana anak memperhatikan pertimbangan yuridis,
namun pertimbangan non-yuridis juga menjadi salah satu pertimbangan Hakim
dalam menjatuhkan Putusan pada perkara pidana ABH.
Apabila proses pidana memang harus dilakukan, pengadilan memberikan
dispensasi hukuman kepada anak, setengah dari ancaman pidana yang dijatuhkan
kepada orang dewasa. Melalui Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 diatur
perlakuan khusus terhadap anak nakal, yang berbeda dengan pelaku tindak pidana
orang dewasa. Perbedaan itu bukan merupakan suatu penyimpangan, ketentuan
tersebut dikarenakan untuk menjaga pertumbuhan, dan perkembangan fisik,
mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang bagi anak. Sebelum
lahir Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, telah digunakan KUHP khususnya
terdapat dalam Pasal 45, 46, 47 KUHP yang mengatur tentang pemidanaan pada
anak. Namun ketentuan dalam KUHP tersebut telah dicabut dan digantikan
dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Terdapat
kekhususan dan hal-hal yang relatif baru sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tersebut, hal ini telah melahirkan perbedaan dalam
proses pidana dan pemidanaan. Perbedaan itu melingkupi hal yang berkaitan
dengan jenis-jenis pidana dan tindakan maupun prosedur pemidanaan. Dalam hal
itu terdapat perbedaan jenis pidana dan tindakan yang dapat dijatuhkan kepada
orang dewasa dan anak nakal. Demikian pula proses peradilannya bagi anak nakal
menjadi wewenang Pengadilan Anak(Bambang Waluyo, 2000:5).
Berdasarkan uraian d i atas maka penulis akan membahas dan meneliti
lebih mendalam pelaksanaan pemidanaan terhadap anak berhadapan dengan
hukum (ABH), penulis bermaksud meneliti masalah tersebut dengan judul:
“IMPLEMENTASI PEMIDANAAN TERHADAP ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN”
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan bagian yang penting di dalam suatu
penelitian hukum, agar terarah dan tujuan tidak menyimpang dari pokok
pembahasan. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya,
maka penulis merumuskan masalah untuk dikaji lebih mendalam, yaitu:
1. Mengapa aturan pemidanaan dalam KUHP tidak diterapkan pada ABH di
Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun?
2. Jenis pidana apa sajakah yang dijatuhkan terhadap ABH dan bagaimana
bentuk pemenuhan hak-hak ABH dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun?
C. TUJUAN PENELITIAN
Dalam penulisan hukum tentunya memiliki suatu tujuan penelitian yang
ingin dicapai untuk mengarahkan pada perumusan masalah. Tujuan penelitian
ditemukan secara deklaratif dan merupakan pernyataan-pernyataan yang hendak
dicapai dalam penelitian tersebut (Soerjono Soekanto, 2010:118-119). Dalam
penelitian terdapat dua macam tujuan, yaitu tujuan obyektif dan tujuan subyektif.
Dan tujuan dalam penulisan hukum yang dilakukan penulis yaitu:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui alasan Hakim tidak menerapkan aturan pemidanaan
dalam KUHP pada ABH.
b. Untuk mengetahui jenis pemidanaan yang dijatuhkan terhadap ABH dan
mengetahui bentuk pemenuhan hak-hak ABH dalam Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah, memperluas, wawasan dan pengetahuan serta
kemampuan Penulis dibidang Hukum Pidana khususnya mengenai
pemidanaan terhadap ABH.
b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar
akademik Sarjana dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian yang dilakukan diharapkan memberikan suatu manfaat
baik bagi penulis sendiri maupun orang lain. Adapun manfaat penelitian ini
dikelompokkan menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dibidang hukum pada umumnya dan
hukum pidana pada khususnya, terutama yang berkaitan dengan
pemidanaan terhadap ABH.
b. Hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat menambah referensi di
bidang penulisan ilmiah dan dapat dipakai sebagai bahan penelitian
sejenis di masa mendatang.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas
permasalahan yang diteliti dan dapat memberi sumbangan pemikiran
kepada para pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait langsung
dengan penelitian ini.
b. Menjadi sarana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan pola
pikir ilmiah, serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam
menerapkan ilmu yang telah diperoleh.
E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilm iah yang berkaitan dengan
analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan
konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis
adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal
yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu (Soerjono Soekanto, 2010:42).
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya (Soerjono
Soekanto, 2010:43). Untuk mendapatkan data dan penelitian yang bulat dan utuh
dalam rangka memberikan uraian dan gambaran mengenai implementasi
pemidanaan terhadap anak berhadapan dengan hukum (ABH) di Pengadilan
Negeri Kabupaten Madiun, maka dipergunakan suatu metode penelitian yang
sesuai. Dalam penelitian hukum ini metode penulisan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian hukum
empiris, yaitu penelitian hukum yang terdapat dalam masyarakat dengan
maksud mengetahui gejala lainnya dengan cara meneliti langsung ke
lapangan (Soerjono Soekanto, 2010:10). Dalam penelitian ini yang ingin
dikaji adalah mengenai implementasi pemidanaan terhadap ABH Di
Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.
2. Sifat Penelitian
Dilihat dari sudut sifatnya, dikenal adanya:
a) Penelitian eksploratoris, yaitu penelitian yang dilakukan apabila
pengetahuan tentang suatu gejala yang diselidiki masih kurang sekali
atau bahkan tidak ada;
b) Penelitian deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti
mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya;
c) Penelitian eksplanatoris, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk
menguji hipotesa-hipotesa tertentu (Soerjono Soekanto, 2010:10).
Sifat penelitian dalam penulisan hukum ini adalah deskriptif.
Karena, penulis memberikan data yang seteliti mungkin mengenai keadaan
atau gejala-gejala hukum yang akan dikaji. Penulis memaparkan hasil
penelitian tentang implementasi pemidanaan terhadap ABH di Pengadilan
Negeri Kabupaten Madiun.
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian empiris memang merupakan salah satu model penelitian
kualitatif (Heribertus Sutopo, 2002:16).
Ada dua jenis pendekatan dalam penelitian kulitatif, yaitu:
a. Pendekatan holistik, yang mengarahkan studi pada subyeknya secara
menyeluruh dengan berbagai aspeknya, tanpa memilih (etnografis,
grounded).
b. Pendekatan terpancang, yang memusatkan studi pada aspek yang dipilih
berdasarkan kepentingan, tujuan, dan minat penelitiannya, yang sering
disebut dengan studi kasus (Heribertus Sutopo, 2002:90).
Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan terpancang,
penulis melakukan studi di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun. Penulis
memilih studi ini berdasarkan kepentingan untuk mengetahui implementasi
pemidanaan terhadap ABH.
4. Jenis Peneitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan secara
langsung dari lapangan yang menjadi objek penelitian atau yang
diperoleh langsung dari responden yang berupa keterangan atau
fakta-fakta (Soerjono Soekanto,2008:12). Adapun data tentang
penelitian ini diperoleh dari Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang menunjang dan mendukung
data primer yang diperoleh dari studi kepustakaan yaitu membaca
dan mempelajari buku-buku, literatur, studi dokumen, dan internet
yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti misalnya
instrumen hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan
seperti KUHP, buku-buku yang berkaitan dengan pemidanaan ABH.
5. Sumber Data
a. Sumber Data primer
Merupakan sumber data yang berasal dari pihak-pihak yang ada
hubungannya langsung dengan masalah dalam penelitian. Dalam
penelitian ini data primer diperoleh langsung dari lokasi penelitian yaitu
Kantor Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.narasumber yang dimintai
keterangan peneliti yaitu Agung Nugroho, S.H. selaku Hakim di
Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun yang ditunjuk oleh Ketua
Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun sebagai pembimbing penelitian di
Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data yang mendukung sumber primer. Yaitu literatur dan
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan
yang diteliti penulis, antara lain:
1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri atas peraturan
perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki (Soerjono
Soekanto, 2010:52). Dalam penelitian ini bahan hukum primer
penulis yang digunakan adalah:
a) Undang-undang Dasar Nergara Republik Indonesia Tahun 1945;
b) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);
c) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata);
d) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
e) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
f) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Usaha
Kesejahteraan Anak Bagi Anak Yang mempunyai Masalah;
g) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak;
h) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak;
i) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak;
j) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia;
k) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Peradilan
Umum;
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari
buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum, pendapat para
sarjana, kasus-kasus hukum, serta yurisprudensi yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti.
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan tersier seperti
kamus, ensiklopedia (Soerjono Soekanto, 2010:52).
6. Teknik Pengumpulan Data
Di dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat
pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau
observasi, dan wawancara atau interview (Soerjono Soekanto, 2010:21).
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data studi dokumen dan
wawancara atau interview.
a. Studi dokumen atau bahan pustaka
Studi dokumen merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan dokumen-dokumen, buku-buku, dan bahan pustaka
lainnya. Penulis mengumpulkan, membaca dan mengkaji dokumen,
buku-buku, peraturan perundang-undangan, majalah dan bahan pustaka
lainnya berbentuk data tertulis yang diperoleh di lokasi penelitian atau di
tempat lain.
b. Wawancara atau interview
Metode ini merupakan suatu kegiatan pengumpulan data dengan cara
mengadakan komunikasi secara langsung guna memperoleh data, baik
lisan maupun tertulis atas sejumlah keterangan dan data yang diperlukan.
Wawancara ini penulis lakukan dengan Hakim yang berkompeten dalam
Pidana Anak yaitu Agung Nugroho, S.H.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan
data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy
J Maleong, 2002:103).
Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis ialah model
analisis interaktif (Interactive Model of Analysis). Teknik model analisis
interaktif adalah suatu teknik analisis data yang melalui 3 alur komponen
pengumpulan data, yaitu:
a. Reduksi data
Kegiatan yang bertujuan untuk mempertegas, memperpendek,
membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari
catatan dan pengumpulan data. Dalam proses ini data yang telah
didapatkan dari hasil wawancara kemudian diseleksi menjadi lebih
sempit, sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, yaitu mengenai
implementasi pemidanaan terhadap ABH di Pengadilan Negeri
Kabupaten Madiun.
b. Sajian data
Data yang telah di seleksi menjadi lebih sempit lagi dari hasil
wawancara sesuai dengan permasalahan yang diteliti kemudian disajikan
dalam bentuk sebuah uraian deskriptif, yaitu uraian hasil penelitian yang
menggambarkan keadaan yang sebenarnya terjadi di lapangan yaitu di
Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.
c. Penarikan simpulan/ verifikasi
Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi berbagai
hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan peraturan,
pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur
sebab akibat. Hingga akhirnya peneliti menarik simpulan. (HB. Sutopo,
2002:37). Pada penelitian ini, setelah data diseleksi menjadi lingkup yang
lebih sempit lagi sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan telah
disajikan dalam bentuk uraian deskriptif, maka dari uraian tersebut
peneliti menarik kesimpulan dari permasalahan yang diteliti.
Berikut ini penulis berikan ilustrasi bagan dari tahap analisis data:
Bagan 1: Skema Interaktif Model Analisis Sajian data Reduksi data
Penarikan
simpulan/verifikasi Pengumpulan
data
Model analisis data tersebut, ketiga komponen analisis berjalan
bersama pada waktu kegiatan pengumpulan data. Penulis menyusun catatan
lengkap, reduksi data segera dibuat, dan diteruskan dengan pengembangan
bentuk susunan sajian data yang bersifat sementara. Peneliti membuat
simpulan yang tentu saja bersifat sementara karena proses pengumpulan data
masih tetap berlangsung. Peneliti mendapatkan data baru, maka akan lebih
memperkuat simpulan dan simpulan sementara dikembangkan menjadi
semakin pasti.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum dipergunakan untuk memberikan gambaran
yang jelas mengenai keseluruhan isi penulisan hukum (skripsi). Adapun penulis
menjabarkan dlam bentuk sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pendahuluan merupakan bab yang menguraikan mmateri tentang
latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian, jadwal penelitian, dan
sistematika penelitian hukum.
BAB II : TINJAUAN PUS TAKA
Bab Tinjauan Pusataka terdiri dari kerangka teori dan kerangka
pemikiran. Kerangka teori memuat berbagai pengertian dan
teori-teori hukum yang mendukung judul penulisan hukum sehingga
akan memudahkan pembaca untuk memahami apa yang penulis
paparkan dalam penulisan hukum ini. Dimulai dari tinjauan tentang
hukum pidana, dan tinjauan tentang ABH. Kerangka pemikiran
akan memberikan gambaran bagaimana alur berpikir penulis,
dalam melakukan penulisan hukum.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab Hasil Penelitian adalah bab inti dalam penulisan hukum ini.
Bab ini akan memaparkan hasil penelitian yang kemudian dengan
analisis, menghasilkan pembahasan atas pokok permasalahan
seperti yang telah dirumusakan sebelumnya. Bab ini akan
manjawab permasalahan yang diangkat. Dalam penulisan hukum
yang akan dijawab adalah alasan Hakim tidak menerapkan KUHP
dalam penjatuhan pemidanaan terhadap ABH yaitu karena
ketentuan mengenai pemidanaan pada ABH dalam KUHP telah
dicabut dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak (lex specialis derogat lex generalis), sehingga
aturan induk tentang pemidanaan pada ABH adalah
Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengad ilan Anak. Pada
rumusan masalah yang ke-2 mengenai jenis pidana yang dijatuhkan
terhadap ABH di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun menurut
hasil penelitian yang dilakukan penulis di tahun 2011 pada perkara
pidana ABH adalah pidana penjara, pidana denda, subsider pidana
kurungan, dan subsider wajib latihan kerja selama 90 hari.
Sedangkan mengenai bentuk pemenuhan hak-hak ABH di
Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun terdapat dalam
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari apa yang telah dibahs
seelumnya dan juga berisi saran yang ditujukan kepada pihak-pihak
yang terkait dengan permasalahan yang penulis teliti dalam
penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Hukum Pidana
Hukum merupakan suatu cermin dari keadaan masyarakat, sehingga
hukum itu tidak dapat dilepaskan dari sifat bangsa dimana penguasa yang
membuat atau menciptakan hukum itu sendiri. Hukum mutlak dibutuhkan
demi ketertiban, kebahagiaan dan keselamatan bermasyarakat. Namun
demikian hukum tidak dapat berjalan sendirian tanpa ditegakkan dan
dilaksanakan. Hukum merupakan serangkaian peraturan-peraturan mengenai
tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, dengan tujuan
mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib di dalam masyarakat.
Manusia pada dasarnya memiliki kepentingan-kepentingan tersendiri. Dalam
hal ini hukum, harus mampu menjaga keseimbangan pada kehidupan
masyarakat. Untuk mencipatakan kembali keseimbangan dalam masyarakat,
perlu diadakan sanksi, yaitu sanksi administrasi dalam bidang Hukum Tata
Negara, sanksi perdata dalam Hukum Perdata, dan sanksi pidana dalam
Hukum Pidana. Pada prakteknya sanksi pidana merupakan sanksi terakhir
atau ultimum remidium (Maidin Gultom, 2010:3).
Beberapa ahli hukum mengemukakan definisi sendiri-sendiri
mengenai hukum pidana. Seorang ahli hukum memberikan pengertian luas
terhadap hukum pidana, hal in i dikemukakan oleh Moeljatno bahwa hukum
pidana adalah:
1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.
2) menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut (Moeljatno: 2008,1).
Terdapat pula beberapa pendapat para ahli hukum pidana mengenai
definisi pidana, antara lain:
1) Soedarto:
Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
2) Roeslan Saleh:
Menyatakan pidana adalah reaksi atas delik yang banyak berwujud suatu nestapa yang sengaja ditimpakan Negara kepada pembuat delik .
Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya kepada pelaku (Bambang Waluyo: 2006,6).
Menurut Kansil, hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang
pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum, dimana perbuatan
tersebut diancam dengan hukuman yang berupa siksaan (Kansil CST,
2000:242). Sedangkan penulis mendefinisikan hukum pidana sebagai suatu
hukum mengikat yang memuat peraturan-peraturan yang mengandung
keharusan atau larangan terhadap pelanggaran dan kejahatan, dimana
diancam dengan hukuman yang berupa nestapa.
Telah dikemukakan oleh Sudarto, Guru Besar Hukum Pidana
Universitas Diponegoro Semarang, beliau menyatakan istilah
“penghukuman” dari kata dasar “hukum” yang berarti “menetapkan hukum”
atau “memutuskan tentang hukumannya”. Istilah “penghukuman” dapat
disempitkan yakni penghukuman dalam perkara pidana, yang memiliki
sinonim dengan “pemidanaan” atau “pemberian/ penjatuhan pidana” oleh
hakim. Penghukuman yang demikian memiliki makna sama dengan sentence
conditionally atau veroordeling, yang memiliki kesamaan arti dengan
“dihukum bersyarat” atau “dipidana bersyarat” (Sudarto, 1981:71 dalam
Dwidja Priyatno, 2009:6).
Hukum pidana mengenal beberapa asas-asas, yaitu antara lain:
1) Asas legalitas, Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali
yang artinya tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas
kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundangan-undangan yang
telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 ayat (1) KUHP).
Ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) bermakna sebagai kepastian, bahwa
undang-undang hanya berlaku ke depan dan tidak berlaku surut serta
sebagai kepastian, bahwa sumber hukum pidana tiada lain dari
Undang-undang (dalam arti luas).
2) Asas lex temporis delicti, bahwa peraturan perundang-undangan yang
dapat digunakan untuk menuntut dan menjatuhkan pidana adalah
perundang-undangan yang ada pada waktu perbuatan tersebut dilakukan.
Sehingga perundang-undangan pidana tidak boleh berlaku surut.
Kekecualian dari asas ini, tercantum pada Pasal 1 ayat (2) KUHP yang
berbunyi, jika sesudah perbuatan tersebut dilakukan ada perubahan dalam
peraturan Peraturan Perundang-undangan, maka yang dipakai adalah
aturan yan paling ringan sanksinya bagi terdakwa.
3) Asas tiada pidana tanpa kesalahan, untuk menjatuhkan pidana kepada
orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada
unsur kesalahan pada diri orang tersebut.
4) Asas teritorial, ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial
Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera
Indonesia, pesawat terbang berbendera Indonesia, dan gedung kedutaan
dan konsul Indonesia di negara asing.
5) Asas nasionalitas aktif, ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi
semua warga negara Indonesia yang melakuakan tindak pidana dimana
pun berada.
6) Asas nasionalitas pasif, ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi
Warga Negara Indonesia dan orang asing yang menyerang kepentingan
hukum Indonesia (Blog Imam Zenit. 29 Mei 2011).
a. Tujuan Pidana dan Pemidanaan
Tujuan pidana secara umum, adalah melindungi masyarakat dari
perbuatan pidana yang dilakukan seseorang. Sedangkan tujuan pidana
secara preventif adalah memeberikan rasa takut untuk melakukan
perbuatan pidana, dan secara represif adalah mendidik orang yang
melakukan perbuatan pidana supaya sadar dan menjadi orang baik.
Tujuan pidana merupakan bagian integral (sub-sistem)dari keseluruhan
sistem pemidanaan (sistem hukum pidana) di samping sub-sistem lainnya
yaitu sub-sistem tindak pidana, pertanggungjawaban pidana (kesalahan)
dan pidana (Dwidja Priyatno, 2009:20). Sedangkan menurut Adam
Chazawi tujuan pidana adalah:
1) Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan atau perbuatan yang
menyerang atau memperkosa kepentingan hukum tersebut.
2) Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara
menjalankan fungsi perlindungan atas berbagai kepentingan hukum.
3) Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara
melaksanakan fungsi perlindungan atas kepentingan hukum (Adam
Chazawi, 2002: 15-16)
Mengenai tujuan pemidanaan terjadi pertentangan antara para
sarjana sudah sejak dahulu kala, yakni antara mereka yang berpandangan
bahwa pidana sebagai sarana pembalasan dan mereka yang menyatakan
bahwa pidana mempunyai tujuan positif lebih lanjut. Selain itu terdapat
pandangan bahwa pemidanaan memiliki tujuan plural, yang merupakan
gabungan pandangan bahwa tujuan pemidanaan harus menimbulkan
konsekuensi bermanfaat yang dapat dibuktikan, dan pandangan
pembalasan/ balas dendam yang menyatakan bahwa keadilan dapat
tercapai apabila dilakukan tujuan positif tersebut dilakukan dengan
menggunakan ukuran-ukuran berdasarkan prinsip-prinsip keadilan
(Mulad i, 1985: 48 dalam Dwidja Priyatno, 2009: 23). Sedangkan tujuan
pemidanaan menurut Marcus Priyo Gunarto adalah:
apabila bertolak pada perbuatan di masa lalu, maka tujuan pemidanaan adalah sebagai pembalasan, tetapi apabila berorientasi untuk kepentingan masa datang, maka tujuan pidana adalah untuk memperbaiki kelakuan terpidana (Marcus Priyo Gunarto: 2009, 100).
Hukum pidana memberikan sanksi atau pidana dengan tujuan
untuk melindungi masyarkat dari kejahatan. Terdapat 3 (tiga) teori tujuan
pemidanaan, yaitu:
1) Teori absolut atau teori pembalasan
Teori ini dijatuhkan semata-mata karena orang yang telah
melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Pijakan teori adalah
pembalasan, inilah yang menjadi pembenar dari penjatuhan
menjatuhkan pidana karena pelaku kejahatan telah melakukan
penyerangan atas pekosaan pada suatu hak dan/ kepentingan hukum
(pribadi, masyarakat ataupun Negara) yang dilindungi. Oleh karena
itu harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang
telah dilakukan (kejahatan).
Tindakan pembalasan di dalam penjatuhan pidana
mempunyai dua arah yaitu ditujukan kepada pelaku kejahatan
(penjahat) (sudut subyektif dari pembalasan) dan yang kedua
ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendam di
kalangan masyarakat (utilitarian theory).
2) Teori relatif atau teori tujuan
Teori ini berpangkal bahwa alat untuk menegakkan tata
tertib (hukum) dalam masyarakat yaitu pidana. Maka untuk
mencapai ketertiban masyarakat tersebut, pidana memiliki tiga sifat,
yaitu bersifat menakut-nakuti, memperbaiki, dan membinasakan.
Menurut teoti tujuan, pidana bukanlah sekedar untuk
melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah
melakukan sesuatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan
yang bermanfaat. Pidana dijatuhkan bukan pada orang yang
membuat kejahatan melainkan supaya orang tidak melakukan
kejahatan.
3) Teori gabungan (vernegings theorien)
Dari kedua teori yang sebelumnya kemudian muncul teori
gabungan antara teori absolut dan teori relatif. Tujuan pemidanaan,
selain karena orang telah melakukan perbuatan pidana, juga supaya
orang jangan sampai melakukan perbuatan pidana.
Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas
pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat sebagai dasar
dari penjatuhan pidana. Teori gabungan dapat digolongkan menjadi
dua yaitu teori gabungan pertama, dan teori gabungan kedua (Adami
Chazawi, 2002:157-168).
b. Sumber-sumber Hukum Pidana
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan
sumber hukum utama dari hukum pidana. Mula-mula berasal dari
Wetbook van Strafrecht atau KUHP Belanda 1886, KUHP 1918,
selanjutnya KUHP mendapat perubahan-perubahan penting berdasarkan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946, Hukum pidana adat yang berlaku
di beberapa daerah berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun
1951, kebiasaan pendapat para ahli hukum pidana, Yurisprudensi dalam
bentuk Arrest Hoegeraad, Keputusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia, dan Memorie van Toe Lichting atau memori dan penjelasan
KUHP Belanda. KUHP yang berlaku sekarang terdiri atas:
1) Buku I : memuat Ketentuan Umum (Pasal 1-Pasal 103).
2) Buku II : memuat Kejahatan (Pasal 104-Pasal 488).
3) Buku III : memuat Pelanggaran (Pasal 489-Pasal 569).
Terdapat sumber hukum pidana yang tertulis lainnya, yaitu
peraturan-peraturan hukum pidana di luar KUHP, di antaranya:
1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor
20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT)
4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
5) Dsb.
c. Jenis-jenis Pidana
Pidana adalah reaksi atas delik yang banyak berwujud suatu
nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik.
Dirumuskan pula bahwa hukum adalah suatu perasaan tidak enak
(sengsara) yang dijatuhkan oleh Hakim dengan vonis, kepada
orang yang melanggar undang-undang hukum pidana (Roeslan Saleh,
1962 dalam Bambang Waluyo, 2000:9).
Pidana sebagai reaksi atas delik yang dijatuhkan harus
berdasarkan vonis Hakim melalui sidang peradilan atas terbuktinya suatu
perbuatan pidana yang dilakukan. Adapun mengenai bentuk pidana yang
dijatuhkan utamanya mengacu pada KUHP. Namun untuk hukum pidana
khusus terdapat perluasan atau penambahan bentuk atau jenis pidana
tambahan diluar yang termaktub dalam KUHP.
KUHP telah menetapkan jenis-jenis p idana yaitu dalam Pasal
10. Pada Pasal ini diatur dua pidana yaitu pidana pokok dan pidana
tambahan. Pidana pokok sendiri terdiri atas empat jenis pidana, dan
pidana tambahan terdiri dari tiga jenis pidana.
Jenis-jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP ialah sebagai
berikut:
1) Pidana pokok meliputi:
a) pidana mati;
b) pidana penjara;
c) pidana kurungan;
d) pidana denda;
2) Pidana tambahan meliputi:
a) pencabutan beberapa hak-hak tertentu;
b) perampasan barang-barang tertentu;
c) pengumuman putusan Hakim;
Untuk dapat lebih membuka cakrawala, maka akan dipaparkan lebih
mendalam pengertian mengenai jenis-jenis pidana yang terdapat dalam
Pasal 10 KUHP.
a) Pidana Mati
Pidana mati dalam Rancangan KUHP baru merupakan
pidana bersifat khusus. Dalam prakteknya pidana mati sering
menimbulkan perdebatan pendapat anatara yang setuju dan tidak
setuju diterapkannya pidana mati. Namun, kenyataan yuridis formal
pidana mati memang dibenarkan. Ada beberapa pasal di dalam
KUHP yang berisi ancaman pidana mati, seperti makar pembunuhan
terhadap Presiden (Pasal 104), pembunuhan berencana (Pasal 340),
dan sebagainya. Di luar KUHP pidana mati sering dijatuhkan
terhadap pelaku tindak pidana subversi (Undang-undang Nomor
11/PnPs/1963) dan pelaku tindak pidana narkotika (Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1976) (Bambanng Waluyo, 2000:13). Menurut
penulis, pidana mati adalah pidana yang pelaksanaannya berupa
penyerangan terhadap hak hidup bagi manusia, karena kematian
hanya dimilki/ berada ditangan Tuhan yang memiliki kehidupan di
muka bumi ini. Hal ini merupakan salah satu yang menimbulkan pro
kontra di masyarakat.
Tentang bagaimana pidana mati itu dilaksanakan, ketentuan
dalam Pasal 11 KUHP menyebutkan, “hukuman mati dijalankan oleh
algojo ditempat penggantungan, dengan menggunakan sebuah jerat
dileher terhukum dan mengikatkan jerat itu pada tiang
penggantungan dan menjatuhkan papan tempat orang itu berdiri”.
Keberadaan hukaman dengan cara digantung telah ditiadakan dan
diganti dengan cara ditembak oleh regu penembak sampai mati,yang
pelaksanaannya telah ditetapkan secara rinci dalam Undang-undang
Nomor 2 (PNPS) Tahun 1964.
b) Pidana Penjara
Dalam Pasal 10 KUHP terdapat 2 (dua) jenis pidana
hilangnya kemerdekaan untuk bergerak yaitu pidana penjara dan
kurungan. Pidana penjara menurut Pasal 12 ayat (1) KUHP adalah
hukuman penjara seumur hidup atau untuk sementara, Pasal 12 ayat
(2) KUHP adalah hukuman penjara sementara dimana
sekurang-kurangnya 1 hari dan selama-lamanya 15 tahun secara berturut turut
dimana tempoh lamanya 1 hari adalah 24 jam (Pasal 97 KUHP) dan
maksimum umum 15 tahun itu dapat dilampui sampai
selama-lamanuya dua puluh tahun dalam hal-hal sebagaimana tersebut
dalam ayat (3) akan tetapi orang yang telah dijatuhi hukuman
penjara 20 tahun kemudian melakukan peristiwa pidana lagi, sudah
barang tentu dapat dijatuhi hukuman lagi demikian seterusnya,
sehingga pada orang dapat dijatuhkan beberpa kali hukuman penjara
yang jumlahnya lebih dari 20 tahun, Pasal 12 ayat (3) KUHP adalah
hukuman penjara sementara boleh dijatuhkan selama-lamanya 20
tahun berturut-turut, dalam hal kejahatan yang menurut Hakim
sendiri boleh dihukum mati, penjara seumur hidup dan penjara
sementara, Pasal 12 ayat (4) KUHP adalah hukuman penjara
sementara itu sekali-kali tidak boleh lebih dari 20 tahun. Yang
dimaksud disini ialah satu kali penjatuhan hukuman serta bila
dijatuhkan hukuman sesuai dengan aturan yang ditentukan dalam
Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 71 ayat (1) KUHP.
c) Pidana Kurungan
Terdapat beberapa hal dalam pidana kurungan yang sama
dengan pidana penjara, yaitu sebagai berikut:
(1) dalam hal hilangnya kemerdekaan seseorang untuk bergerak.
(2) mengenal maksimum umum, maksimum khusus, minimum
umum, minimum khusus. Maksimum umum pidana penjara 15
tahun apabila ada alasan-alasan tertentu dapat diperpanjang
menjadi maksimum 20 tahun. Kemudian pidana kurungan 1
tahun dapat diperpanjang menjadi maksimum 1 tahun 4 bulan.
Sedangkan maksimum khusus disebutkan pada setiap rumusan
tindak pidana tertentu sendiri-sendiri.
(3) orang yang dipidana kurungan dan pidana penjara diwajibkan
untuk menjalankan pekerjaan tertentu, walaupun pidana
kurungan lebih ringan dari pidana penjara.
(4) tempat menjalani pidana sama dengan pidana kurungan
walaupun ada sedikit perbedaan yaitu harus dipisahkan. Hal ini
tercantum dalam Pasal 28 KUHP.
(5) pidana penjara dan pidana kurungan mulai berlaku, apabila
terpidana ditahan yaitu pada hari putusan Hakim yang telah
memiliki kekuatan tetap dapat dieksekusi yaitu pada saat pejabat
kejaksaan mengeksekusi dengan cara melakukan tindakan paksa
dengan memasukkan terpidana ke dalam Lembaga
Pemasyarakatan.
d) Pidana Denda
Pidana denda diancamkan pada jenis tindak pidana
pelanggaran yaitu yang tercantum dalam Buku III KUHP baik secara
alternatif dari pidana kurungan atau berdiri sendiri.
e) Pidana Tutupan
Pidana tutupan ini ditambahkan ke dalam Pasal 10 KUHP
melalui Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946, yang dimaksud
sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) KUHP yang
mengatakan bahwa dalam mengadili orang yang melakukan
kejahatan, yang diancam dengan pidana penjara karena terdorong
oleh maksud yang patut dihormati Hakim boleh menjatuhkan pidana
tutupan. Pada ayat (2) dinyatakan bahwa pidana tutupan tidak
dijatuhkan apabila perbutan yang merupakan perbuatan itu atau
akibat itu adalah sedemikian rupa, sehingga Hakim berpendapat
bahwa pidana penjara leb ih tepat (Adam Chazawi, 2002: 32-40).
Selanjutnya, selain pidana pokok juga terdapat pidana tambahan.
Dalam Pasal 10 KUHP dikenal beberapa pidana tambahan.
Dalam pidana tambahan terdapat 3 (tiga) jenis, ialah sebagai berikut:
a) Pidana pencabutan hak-hak tertentu
Hak-hak yang dapat dicabut ialah berupa hak memegang
jabatan pada umumnya maupun jabatan tertentu, hak menjalankan
jabatan dalam Angkatan Bersenjata/ TNI, hak untuk dipilih dan
memilih dalam peraturan tertentu, hak menjadi penasehat hukum
atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjalankan
kekuasaan bapak sebagai perwalian atau pengampuan atas anaknya
sendiri, dan hak menjalankan mata pencaharian (Pasal 35 ayat (1)
KUHP).
b) Pidana perampasan barang tertentu
Barang yang dapat dirampas melalui putusan Hakim pidana
ada 2 (dua) jenis yaitu barang-barang yang diperoleh dari suatu
kejahatan dan barang-barang yang digunaan dalam melakukan suatu
tindak kejahatan.
c) Pidana pengumuman putusan Hakim
Pidana pengumuman putusan Hakim hanya dapat
dijatuhkan pada hal-hal yang ditentukan oleh Undang-undang
misalnya yang terdapat dalam Pasal 128, 206, 361, 377, 359, dan
405 KUHP (Adam Chazawi, 2002:53). Setiap putusan Hakim
memang harus diucapkan dalam persidangan yan terbuka untuk
umum, apabila tidak, maka putusan itu batal demi hukum. Dalam hal
pengumuman putusan Hakim, dapat diakukan melalui surat kabar,
papan pengumuman, radio maupun televisi. Adapun maksud dari
pengumuman putusan Hakim adalah udaha preventif untuk
mencegah orang-orang agar tidak melakukan tindak pidana ataupun
menjadi korban dari kejahatan.
d. Macam-macam perbuatan pidana (delik)
Macam-macam perbuatan pidana dapat dibedakan antara lain:
1) Delik formil, perbuatan pidana yang sudah dilakukan dan selesai
apabila unsur-unsur dalam tindak pidana tersebut sudah terpenuhi.
2) Delik materiil, tindak pidana yang harus ada akibatnya dari
perbuatan itu.
3) Delik dolus, tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja (Pasal 338
KUHP).
4) Delik culpa, tinda pidana yang dilakukan dengan alpa (Pasal 359
KUHP).
5) Delik biasa, tindak pidana yang penegakan hukumnya tidak
memerlukan aduan dari pihak yang dirugikan.
6) Delik ommissionis, tindak p idana dengan cara si pelaku justru tidak
melakukan perbuatan yang merupakan kewajiban/ keharusan.
7) Delik commissionis, tindak pidana dengan melakukan perbuatan
sesuatu yang dilarang (perbuatan fisik/ materiil).
8) Delik commissionis per ommissionis comisa, tindak pidana tersebut
adalah bentuk tindak pidana commissionis namun dilakukan dengan
cara tidak berbuat.
9) Delik aduan, perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan orang
lain baik p ihak korban/ ahli warisnya.
10) Delik bukan aduan, perbuatan pidana yang tidak memerlukan
pengaduan orang lain. Dengan kata lain setiap orang boleh melaporkan
pada pihak yang berwajib (Moeljatno, 2008: 82-84).
2. Tinjauan tentang Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) a. Pengertian ABH
Anak merupakan generasi penerus bangsa dan pembangunan
yang berkelanjutan serta pemegang kendali masa depan suatu negara,
termasuk anak Indonesia. Sehingga keberadaan anak wajib dilindungi
adanya. Melindungi anak Indonesia berarti melindungi sumber daya
manusia untuk dipersiapkan sebagai manusia pembangun bangsanya, hal
ini merupakan semangat spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pelindungan terhadap anak di suatu masyarakat, merupakan
tolak ukur peradapan bangsa, karenanya wajib diusahakan upaya
tersebut. Dengan demikian perlu adanya jaminan hukum yang jelas bagi
anak dan perlindungan anak. Diawali dengan pemahaman pengertian
mengenai anak. Menurut Nashriana dalam bukunya yang berjudul
“Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia” mengatakan
bahwa batasan tentang anak sangat penting dilakukan untuk
melaksanakan kegiatan perlindungan anak dengan benar dan terarah,
semata-mata untuk mempersiapkan generasi mendatang yang tangguh
dan dapat menghadapi segala tantangan dunia. Pengertian tentang anak
dapat dilihat pada:
1) Pengertian anak beradasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, adalah