• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISWA KELAS VIII SMP N 8 SALATIGA Slamet Rochmad Nurochim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SISWA KELAS VIII SMP N 8 SALATIGA Slamet Rochmad Nurochim"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Slamet Rochmad Nurochim 134

PERBEDAAN PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING DAN

DISCOVERY LEARNING DITINJAU DARI HASIL BELAJAR MATEMATIKA

SISWA KELAS VIII SMP N 8 SALATIGA

Slamet Rochmad Nurochim 1), Erlina Prihatnani2)

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana

INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

URL : http://e-jurnalmit rapendidikan.co m

Vol 2, No. 1, 134-147. © 2018 Kresna BIP. ISSN 2550-0481

Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online)

Dik irim : 08 Januari 2018 Revisi pertama : 09 Januari 2018 Diterima : 15 Januari 2018 Tersedia online : 20 Januari 2018

Kurik ulum 2013 telah mengalami revisi namun tetap mempertahank an pembelajaran berlandask an k onstruk sivisme yang berpusat pada siswa, dengan model pembelajaran yang disarankan diantaranya Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning (DL). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidak nya perbedaan hasil belajar antara penerapan PBL dan DL pada siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Salatiga. Penelitian Quasi Ek sperimental menggunak an desain The Randomized Control Group Pretest-Posttest Design. Dengan Populasi siswa k elas VIII SMP Negeri 8 Salatiga tahun pelajaran 2017/2018. Pengambilan sampel dengan Cluster Random Sampling mendapatkan sampel siswa k elas VIII E (24 siswa) sebagai k elas ek sperimen dan siswa k elas VIII D (25 siswa) sebagai k elas pembanding. Uji statistik a terdiri dari uji normalitas dengan menggunakan metode Shapiro-Wilk , uji homogenitas menggunak an metode Levene’s, dan uji beda rerata dengan menggunak an Independent Samples Test dan Mann-Whitney, yang dilakuk an pada taraf signifik an 0,05. Uji k emampuan awal dengan Independent Samples Test menghasilkan nilai signifik an sebesar 0,603 sehingga dapat disimpulk an bahwa k edua k elompok sampel memilik i k emampuan awal yang seimbang. Adapun uji hipotesis menghasilkan nilai signifik an 0,048 dengan rat a-rata siswa pada k elas PBL lebih tinggi daripada DL sehingga disimpulk an bahwa penerapan model PBL menghasilk an hasil belajar yang lebih baik dibanding penerapan model DL.

Kata Kunci : Problem Based Learning, Discovery Learning, Hasil Belajar

(2)

Slamet Rochmad Nurochim 135

PENDAHULUAN Latar Belakang

Perkembangan zaman berdampak kepada perubahan kebutuhan kualitas sumber daya manusia. Kompetensi yang dibutuhkan semakin meningkat dan berkualitas, maka di dalam pendidikan selalu terdapat perubahan kurikulum untuk mengikuti tuntutan perkembangan tersebut. Kurikulum yang terbaru adalah kurikulum 2013 (K13). Kurikulum ini masih menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa yang berlandaskan kontruksivisme yang juga lebih menekankan aspek sikap, keterampilan dan pengetahuan. Menurut standar proses K13, terdapat model pembelajaran yang disarankan antara lain adalah Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning

(DL).

Matematika merupakan pengetahuan yang membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam (Kline, 1973). Oleh karena itu PBL dapat digunakan dalam pembelajaran matematika. Model pembelajaran PBL adalah pembelajaran yang menerapkan permasalahan dunia nyata, yang digunakan untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan dalam memecahkan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang benar dari materi pelajaran (Nurhadi, dkk, 2004). Adapun tahapan dari PBL menurut Ibrahim, Nur dan Ismail (Rusman, 2010:243), Nurhadi, dkk (2004: 56) adalah 1) orientasi siswa pada masalah, 2) mengorganisasi siswa untuk belajar, 3) membimbing penyidikan individu maupun kelompok, 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Meskipun model PBL memiliki beberapa keunggulan, namun model ini juga memiliki beberapa kele mahan antara lain adalah persiapan pembelajaran yang kompleks, sulit mencari permasalahan yang relevan, sering terjadi miss-konsepsi, membutuhkan waktu yang lama dalam proses penyidikan masalah (Trianto, 2010).

Beberapa penelitian yang telah menggunakan model PBL diantaranya penelitian Litha (2014) pada materi lingkaran dengan populasi siswa SMP Negeri 1 Pamona Utara, penelitian Indra (2015) pada materi pertidaksamaan linear satu variabel dengan populasi siswa kelas X di SMA Prastya Gorontalo. Keduanya menyimpulkan bahwa PBL berdampak positif pada hasil belajar siswa.

Selain itu, matematika berisi konsep abstrak yang didalamnya terdapat rumus-rumus dan bahasa simbol untuk menyelesaikan masalah. Menurut Soedjadi (Gatot 2008:12), keabstrakan matematika dikarenakan objek dasar matematika yang abstrak seperti fakta, konsep, operasi dan prinsip. Konsep abstrak tersebut hendaknya dikonstruksi sendiri oleh siswa dan bukan diberikan kepada siswa dengan cara “transfer knowledge”. Adapun tahapan dari DL menurut Syah (2004: 244) adalah 1)

Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan). 2) Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah). 3) Data Collection (Pengumpulan Data). 4) Data Processing

(3)

Slamet Rochmad Nurochim 136 Beberapa penelitian yang menerapkan DL antara lain penelitian yang dilakukan oleh Atmawati (2012) yang diterapkan pada siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Tuntang pada materi keliling dan luas segiempat, penelitian Desie (2016) pada siswa kelas VIII SMP N 1 Boyolali pada materi lingkaran. Kedua penelitian tersebut menyimpulkan bahwa DL berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa.

Selain peneltian-penelitian tersebut, terdapat pula penelitian yang telah membandingkan PBL dan DL antara lain oleh Rochani (2016) pada materi bangun ruang sisi datar terhadap siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Yogyakarta, penelitian Wicaksana, dkk (2016) pada materi himpunan terhadap siswa SMP Negeri Se-Kabupaten Sukoharjo. Kedua penelitian menyimpulkan bahwa PBL lebih efektif dari DL. Meskipun demikian adapula penelitian yang menyimpulkan bahwa DL lebih baik dari PBL, diantaranya penelitian Rahayu, dkk (2015) pada materi perbandingan dan skala terhadap siswa kelas VII SMP Kabupaten Klaten dan penelitian Rachmawati (2015) pada materi peluang terhadap siswa kelas X SMA Negeri 1 Probolinggo.

Adanya perbedaan hasil penelitian-penelitian tersebut semakin memperkuat untuk melakukan penelitian guna membandingkan dampak model PBL dan DL terhadap hasil belajar matematika. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman kepada siswa untuk mengikuti pembelajaran yang berlandaskan konstruksivisme yang berpusat pada siswa. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat menginspirasi guru untuk melaksanakan pembelajaran yang serupa.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diberi model Problem Based Learning dan model Discovery Learning?”

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diberi model Problem Based Learning dan model Discovery Learning.

KAJIAN PUSTAKA Hasil Belajar

(4)

Slamet Rochmad Nurochim 137 Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka hasil belajar dalam penelitian ini didefinisikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah mengalami proses pembelajaran yang dapat diukur atau dinyatakan dalam bentuk simbol,angka, huruf maupun kalimat yang mencerminkan hasil yang sudah dicapai siswa dalam belajar yang dievaluasi melalui tes dan tugas.

Model Pembelajaran Problem Based Learning

Salah satu model pembelajaran yang banyak digunakan untuk menunjang pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah Problem Based Learning (PBL). Menurut Dutch (Amir,2010:21), PBL merupakan metode instruksional yang menantang siswa “belajar untuk belajar”, bekerja sama dengan kelompok untuk mencari solusi masalah yang nyata. Menurut Tan (Amir, 2010:12), pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah yang berhubungan dengan dunia nyata, pembelajaran dilakukan secara berkelompok dan siswa bekerja secara aktif merumuskan masalah serta mengidentifikasi permasalahan kemudian mempelajari sendiri materi yang terkait dengan masalah untuk melaporkan solusi dari permasalahan. Selain itu Yamin (2011) mendefinisikan bahwa PBL adalah model pembelajaran yang menciptakan pembelajaran bermakna agar siswa dapat memecahkan masalah dengan kemampuannya sendiri kemudian menerapkannya dalam kehidupan nyata.

Langkah- langkah PBL menurut Ibrahim, Nur dan Ismail (Rusman, 2010:243), serta Nurhadi, dkk (2004: 56) dibagi menjadi 5 tahapan, berikut uraiannya.

Tabel 1. Tahapan Problem Based Learning

Tahap Indikator Kegiatan Guru

1 Orientasi siswa pada masalah.

Menyampaikan tujuan pembelajaran, menjelaskan alat yang dibutuhkan dan memberikan motivasi kepada siswa supaya terlibat aktivitas pada pemecahan masalah. 2 Mengorganisasikan siswa

untuk belajar.

Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3 Membimbing penyidikan

individu maupun kelompok.

Mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen dan mencari untuk penjelasan dan pemecahan masalah.

4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

Membantu siswa merencanakan dan

menyiapkan hasil karya yang sesuai laporan, dan membantu untuk berbagi tugas dengan temannya.

5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Membantu siswa untuk melakuka refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses yang digunakan.

(5)

Slamet Rochmad Nurochim 138 yang sudah dimilikinya, meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik, membantu peserta didik dalam mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah yang disajikan yang berupa masalah kehidupan nyata, merangsang berkembangnya kemampuan berfikir peserta didik untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Kelemahan PBL yang dikemukakan oleh Trianto (2011) antara lain membutuhkan persiapan pembelajaran yang kompleks, sulit dalam mencari permasalahan yang relevan dengan materi pembelajaran, sering terjadi miss-konsepsi dan juga memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan masalah.

Model Pembelajaran Discovery Learning

Discovery Learning menurut Hanafiah dan Sujana (2010), merupakan rangkaian kegiatan dalam pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk mencari dan menyelidiki dengan cara siswa berinteraksi secara sistematis, kritis dan logis untuk menemukan sendiri keterampilan dan sikap. Sejalan dengan hal tersebut Ibrahim dan Nur (2000) mendefinisikan Discovery Learning sebagai metode yang menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif dan penyelidikan siswa berlangsung di bawah bimbingan dari guru. Sani (2013: 220) menyatakan bahwa Discovery Learning adalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan.

Dalam melaksanakan kegiatan belajar dengan menggunakan Discovery Learning terdapat prosedur yang harus dilakukan menurut (Syah, 2004: 244).

Tabel 2. Tahapan Discovery Learning

Tahap Indikator Kegiatan

1 Stimulation

Memberikan rangsangan kepada siswa berupa pertanyaan maupun kegiatan belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah

2 Problem Statement

Siswa mengidentifikasi masalah yang relevan dengan bahan ajar kemudian siswa membuat hipotesis

3

Data Collection

Siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan informasi, mengamati objek dan melakukan uji coba untuk membuktikan hipotesis

4

Data Processing

Pembentukan konsep dan generalisasi sehingga siswa mendapatkan pengetahuan baru tentang jawaban yang perlu mendapat pembuktian

5 Verification Siswa melakukan pemeriksaan untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis yang dibuat

6 Generalization penarikan kesimpulan yang berlaku untuk semua permasalahan yang sama

Sumber : (Syah, 2004: 244)

(6)

Slamet Rochmad Nurochim 139 mengarahkan siswa belajar, motivasi siswa menjadi lebih tinggi sehingga membuat siswa belajar lebih giat, membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan dengan proses penemuan sendiri. model ini berpusat pada siswa

Model DL juga memiliki beberapa kelemahan antara lain guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalahpahaman antara guru dengan siswa, menyita pekerjaan guru, tidak semua siswa mampu melakukan penemuan, tidak berlaku untuk semua topik (Takdir, 2012:70).

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Penelitian ini membandingkan hasil belajar matematika siswa yang diberikan penerapan model pembelajaran PBL dan model pembelajaran DL. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen karena dengan sengaja memberikan suatu perlakuan demi tercapainya tujuan penelitian. Akan tetapi penelitian ini tidak dapat mengontrol semua faktor yang mempengaruhi hasil belajar oleh karenanya penelitian ini termasuk penelitian eksperimen semu.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 8 Salatiga semester 1 Tahun Ajaran 2017/2018. Penelitian ini dilaksanakan sejak Januari 2017 dengan proses penerapan model PBL dan DL dalam pembelajaran matematika sejak 21 Agustus 2017 sampai dengan 23 September 2017.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Salatiga sedangkan kelompok sampel yang digunakan adalah siswa kelas VIII E (24 siswa) sebagai kelas eksperimen yang diberikan perlakuan dengan model PBL dan kelas VIII D (25 siswa) sebagai kelas pembanding yang diberikan perlakuan dengan model DL. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Cluster Random Sampling yang dilakukan secara bertahap dengan membentuk cluster-cluster kemudian dari cluster tersebut dipilih lagi secara random untuk menentukan dua kelompok sampel.

Desain Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

(7)

Slamet Rochmad Nurochim 140 Dalam pengujian kemampuan awal dan hipotesis digunakan uji beda rerata untuk kedua kelompok sampel yang independen. Dilakukan uji normalitas untuk penentuan jenis uji (parametrik/non parametrik). Jika normalitas terpenuhi maka menggunakan uji parametric yaitu Independent Sample T-Test, namun jika normalitas tidak terpenuhi maka menggunakan uji non parametrik Mann-Whitney. Uji homogenitas diperlukan untuk mengetahui jenis uji Independent Sample T-Test yang akan digunakan. Jika uji terpenuhi, maka menggunakan Independent Sample T-Test

jenis Equal Variances Assumed, namun jika tidak terpenuhi, maka menggunakan jenis

Equal Variances not Assumed. Keseluruhan uji dilakukan dengan menggunakan SPSS dengan taraf signifikansi 5%.

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Tes

Materi Sub Materi Indikator Soal No Soal

P

Diberikan gambar sebuah barisan konfigurasi objek, siswa dapat menentukan suku yang ditanyakan pada barisan tersebut.

1, 2

Diberikan gambar sebuah barisan konfigurasi objek, siswa dapat menentukan rumus suku ke-n

3, 4

Pola Barisan Bilangan

Diberikan sebuah barisan bilangan, siswa dapat menentukan suku yang ditanyakan pada barisan tersebut.

5, 6

Diberikan sebuah barisan bilangan, siswa dapat menentukan rumus suku ke-n

7, 8

Penyelesaian masalah

diberikan suatu permasalahan, siswa dapat

menentukan suku yang ditanyakan dan rumus suku ke-n

9, 10

Sumber : Data Primer, (2017)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Kondisi Kemampuan Awal

Uji kemampuan awal menggunakan data hasil nilai ulangan materi sebelumnya yaitu koordinat kartesius. Hasil analisis deskriptif dari data tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, tampak bahwa nilai terendah kedua kelompok sampel sama yaitu 15 sedangkan nilai tertinggi 85 berada pada kelas eksperimen. Adapun rata-rata 25 siswa pada kelas pembanding (47,16) lebih tinggi dibanding rata-rata-rata-rata 24 siswa pada kelas eksperimen (44,5). Standar deviasi kedua kelas tersebut hampir sama yaitu berkisar 17.

(8)

Slamet Rochmad Nurochim 141 Dalam menentukan data secara populasi harus digunakan analisis inferensial terhadap data sampel melalui uji statistika. Uji keseimbangan kemampuan awal menggunakan uji beda rerata. Akantetapi, sebelumnya perlu dilakukan uji normalitas untuk menentukan jenis uji beda rerata yang akan digunakan. Jumlah sampel masing-masing kelompok atau kelas kurang dari 30 maka uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk, hasil uji ini dapat dilihat pada Tabel 5, dimana nilai signifikansi untuk kelas eksperimen 0,355 sedangkan untuk kelas pembanding 0,477. Keduanya lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Oleh karenanya dilakukan uji homogenitas untuk menentukan uji Independent Sample T-Test yang akan digunakan.

Tabel 5. Uji Normalitas

Sumber : Data Primer, (2017)

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang memiliki variansi yang homogen atau tidak. Dapat kita lihat pada Tabel 6 bahwa uji homogenitas menghasilkan nilai signifikansi 0,754 (lebih dari 0,05) maka data berasal dari populasi yang homogen.

Uji beda rerata Independent Sample T-Test dengan menggunakan Equal Variances Assumed dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai atau hasil belajar pada kedua kelas. Data dari kedua kelas dikatakan memiliki perbedaan rata-rata yang signifikan jika nilai signifikansinya kurang dari 0,05. Pada tabel 6, tampak bahwa nilai signifikansi pada Equal Variances Assumed adalah 0,603 (lebih dari 0,05) jadi tidak ada perbedaan yang signifikan dari rataan kedua kelompok sampel dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa kondisi awal kedua kelompok seimbang

Tabel 6. Uji Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T Df

Sumber : Data Primer, (2017)

Kondisi Pelaksanaan Pe mbelajaran

Hasil keterlaksanaan pembelajaran guru dengan menggunakan model PBL

(9)

Slamet Rochmad Nurochim 142 pembelajaran dengan sintaks PBL dan sesuai dengan Kurikulum 2013 dengan kategori sangat baik.

Tabel 7. Keterlaksanaan Pe mbelajaran dengan Menggunaka n Model PBL

Aspek yang Diamati

Persentase Kategori Simpulan I II III IV

Rata-Selain observasi pembelajaran untuk guru, juga terdapat pengamatan terhadap aktivitas siswa. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 8. Sebagian besar masuk dalam kategori Baik. Hanya kehadiran dan kedisiplinan yang masuk kategori Sangat Baik

Tabel 8. Rekapitulasi Le mbar Observasi Aktivitas Siswa dengan Model PBL

Aspek yang

(10)

Slamet Rochmad Nurochim 143

Tabel 9. Keterlaksanaan Pe mbelajaran dengan Menggunakan Model DL

Aspek yang Diamati

Selain observasi pembelajaran untuk guru, juga terdapat pengamatan terhadap aktivitas siswa. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 10. Sama seperti pada PBL, untuk aspek kehadiran dan kedisiplinan siswa masuk kategori sangat baik sedangkan untuk keaktifan, perhatian, dan tanggung jawab terhadap tugas masuk pada kategori baik.

Tabel 10. Rekapitulasi Le mbar Observasi Aktivitas Siswa dengan Model DL

Aspek yang

Sumber : Data Primer, (2017)

Kondisi Kemampuan Akhir

(11)

Slamet Rochmad Nurochim 144

Tabel 11.Data Kemampuan Akhir

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation

Kelas_Eksperimen 24 20 60 41.67 15.228

Kelas_Pembanding 25 10.00 50.00 33.2000 10.29563

Valid N (listwise) 24

Sumber : Data Primer, (2017)

Data yang digunakan untuk melakukan uji hipotesis adalah data hasil tes yang telah diberikan setelah adanya perlakuan terhadap kedua kelompok sampel. Hasil uji normalitas dengan Shapiro-Wilk terhadap data ini disajikan pada Tabel 12. Uji ini menghasilkan nilai signifikansi untuk kelas eksperimen sebesar 0,04 dan kelas pembanding 0,012. Kedua nilai tersebut kurang dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel tidak berasal dari populasi berdistribus i normal. Sehingga uji beda rerata yang akan digunakan adalah Mann-Whitney.

Tabel 12. Uji Normalitas

Kelas

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

Nilai Kelas Eksperimen .208 24 .009 .865 24 .004

Kelas Pembanding .262 25 .000 .891 25 .012

a. Lilliefors Significance Correction

Sumber : Data Primer, (2017)

Uji Mann-Whitney ini menghasilkan nilai signifikansi 0,048 (kurang dari 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika, pada Tabel 11 disajikan nilai rata-rata kelas eksperimen (41,6) lebih tinggi dibanding kelas pembanding (33,2) maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran pada siswa kelas VIII SMP N 8 Salatiga, PBL mengahasilkan hasil belajar ya ng lebih baik dibandingkan DL. Hasil ini sesuai dengan penelitian Rochani (2016) dan Wicaksana, dkk (2016).

Tabel 13. Uji Hipotesis

Nilai

Mann-Whitney U 204.000

Wilcoxon W 529.000

Z -1.973

Asymp. Sig. (2-tailed) .048 Sumber : Data Primer, (2017)

Pembahasan

(12)

Slamet Rochmad Nurochim 145 Adapun pada kelas pembanding yang diterapkan model pembelajaran DL peneliti memberikan stimulus-stimulus berupa pertanyaan yang membantu siswa untuk menemukan konsep yang dipelajari. Meskipun demikian proses pembelajaran keduanya dilakukan secara berkelompok.

Pada proses pembelajaran di kelas eksperimen terdiri dari 5 tahapan PBL yang dilakukan setiap pertemuan yaitu mengorientasikan siswa pada masalah dengan cara mengingatkan kembali mengenai permasalahan yang akan diselesaikan dan menjelaskan apa saja yang diperlukan, mengorganisasikan siswa untuk belajar yaitu dengan membantu siswa dalam mengorganisasi tugas yang harus dilakukan yang berkaitan dengan masalah yang ada, membimbing penyidikan yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan di LK yang harus didiskusikan guna membantu siswa, mengembangkan dan menyajikan hasil karya yaitu dengan siswa mengerjakan LK dan membuat contoh lain mengenai materi dan kemudian siswa mempresentasikannya di depan kelas, kemudian dilakukan analisis dan evaluasi mengenai hasil presntasi dan proses pemecahan masalah.

Adapun proses pembelajaran pada kelas pembanding terdiri dari 6 tahapan DL yang juga dilakukan setiap pertemuannya. Tahap stimulasi dilakuka n dengan adanya pemberian gambar sebagai informasi awal mengenai materi sekaligus siswa mengidentifikasi masalah yang diberikan, pemberian tampilan gambar bertahap dengan alat bantu power point untuk membantu siswa dalam mengumpulkan dan mengolah data. Dilanjutkan adanya perintah pembuktian sekaligus penggunaan rumus sebagai bentuk tahap verifikasi. Dilanjutkan proses terakhir yaitu penarikan kesimpulan. Guru mengulang tahap-tahap ini untuk menyelesaikan setiap soal yang ada.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Salatiga yang diberikan perlakuan penerapan model PBL lebih baik disbanding perlakuan penerapan DL. Terdapat beberapa faktor yang dapat menjadikan hasil belajar PBL lebih baik dari pada DL antara lain adalah diberikannya permasalahan di awal pembelajaran PBL. Hal ini membuat siswa termotivasi lebih untuk belajar guna memecahkan masalah yang diajukan. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Nurhadi, dkk (2004: 56), PBL merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah. Teori Ausubel (Rahmawati 2013) mengatakan bahwa siswa akan lebih bisa belajar dan paham jika tahu apa makna dari materi yang sedang dipelajarinya yaitu dengan siswa menemukan kembali dan mengonstruksi sendiri ilmu yang dipelajari. Sedangkan dalam pembelajaran DL terdapat kesulitan yang dialami siswa yaitu lamanya proses penyusunan konsep, meskipun stimulus dan bantuan untuk mengelola data sudah diberikan namun siswa masih kesulitan sehingga terkadang guru harus memberikan konsep tersebut, sehingga hal tersebut kurang mendorong siswa dalam belajar.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

(13)

Slamet Rochmad Nurochim 146 memiliki kemampuan awal yang sama atau seimbang. Adapun hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji yang sama menghasilkan nilai signifikan sebesar 0,048 dengan rata-rata kelas eksperimen (41,6) lebih tinggi dibanding kelas pembanding (33,2). Oleh Karena itu, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran

Problem Based Learning menghasilkan hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Salatiga lebih baik dibandingkan model pembelajaran Discovery Learning.

Saran

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan model PBL menghasilkan hasil belajar yang lebih baik dari pada DL pada siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Salatiga. Berdasarkan hasil ini maka disarankan bagi guru untuk dapat memilih dan mendesain model pembelajaran PBL sebagai model yang digunakan dalam pembelajaran. Adapun bagi peneliti lain yang tertarik membandingkan model PBL dan DLdapat menelitinya pada materi lain ataupun pada jenjang yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, T. 2010. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learnin. Jakarta: Kencana Media Group.

Desie, NS. 2016. Pengaruh penggunaan Dicsovery Learning dengan Scramble

terhadap keaktifan belajar dan hasil belajar matematika bagi siswa kelas VII SMP N 1 Karanggede Kabupaten Boyolali semester II tahun pelajaran

2015/2016. Diakses melalui:

http://repository.uksw.edu/handle/123456789/9832 . pada 25 januari 2017 Fitria, Rahmawati. 2013. Pengaruh Pendekatan Pendidikan Realistik Matematika dalam

Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Diakses melalui: http://jurnal.fmipa.unila.ac.id/index.php/semirata/article/view/882/701 . pada 8 januari 2018

Hafid Wicaksana, Mardiyana dan Budi Usodo. Eksperimentasi Model Pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning (DL) Dengan Pendekatan Saintifik Pada Materi Himpunan Ditinjau Dari Adversity Quotient

(AQ) Siswa. Diakses melalui:

https://jurnal.uns.ac.id/jpm/article/view/10874/9750 . pada tanggal 25 januari 2017

Hanafiah, Nanang dan Sujana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Tefika Aditama.

Ibrahim, M dan Nur. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Kline, 1973. Matematika SD. Diakses melalui: http://lenterakecil.com/pembelajaran-matematika-di-sekolah-dasar-sd/.pada tanggal 25 januari 2017

Litha, S.M. 2014. Pengaruh metode Problem Based Learning (PBL) terhadap motivasi belajar dan hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pamona Utara

Sulawesi Tengah. Diakses melalui:

http://repository.uksw.edu/handle/123456789/5603 . pada 27 januari 2017 Muhsetyo, Gatot. 2008. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Universitas

(14)

Slamet Rochmad Nurochim 147

Nurhadi dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

Permendikbud. 2016. Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Diakses melalui: http://bsnp-

indonesia.org/wp-content/uploads/2009/06/Permendikbud_Tahun2016_Nomor022_Lampiran.pdf

pada tanggal 25 januari 2017.

Puji Rahayu, Mardiyana dan Dewi Retno Sari Saputro. Eksperimentasi Model Prolem Based Learning dan Discovery Learning Pada Materi Perbandingan dan Skala Ditinjau Dari Sikap Peserta Didik Terhadap Matematika Kelas VII SMP Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran 2013/2014. Diakses melalui: http://www.jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/s2math/article/view/5913/4123 . pada 28 januari 2017

Rochani, Sri.2016. Keefektifan pembelajaran matematika berbasis masalah dan penemuan terbimbing ditinjau dari hasil bela jar kognitif kemampuan berpikir

kreatif. Diakses melalui:

https://journal.uny.ac.id/index.php/jrpm/article/view/5722/8380. pada 28 januari 2017

Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Roestiyah, N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Sani, Ridwan Abdullah. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Slameto. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Sudjana, N. 2005. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sutratinah Tirtonegoro. 2001.Penelitian Hasil Belajar Mengajar. Surabaya: Usaha Nasional.

Syah, Muhibbin. 2004. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru.Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Takdir. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy dan Mental Vocational Skill. Jogjakarta: Diva Press.

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana. Vera,Atmawati. 2012. perbedaan hasil belajar matematika yang diajar dengan metode

Ekspositori dan metode Discovery kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang. Diakses melalui: http://repository.uksw.edu/handle/123456789/1873 pada 25 januari 2017.

Gambar

Tabel 1. Tahapan Problem Based Learning
Tabel 2. Tahapan Discovery Learning
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Tes
Tabel 5. Uji Normalitas
+4

Referensi

Dokumen terkait

Data analisis tanah yang digunakan dibedakan berdasarkan 2 lapisan, yaitu lapisan atas (pada kedalaman 0 hingga 30 cm) dan lapisan bawah (pada kedalaman 30 hingga 60 cm).

PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING DENGAN METODE MIND MAP TERHADAP HASIL BELAJAR. MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMPN

Lampiran 2 : Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Lampiran 3 : Surat Permohonan Ijin Uji Validitas

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 200 3

Pola tidur yang dimiliki setiap orang seperti halnya jam dimana tubuh individu dapat memahami kapan waktunya untuk tertidur dan kapan waktunya untuk

2) Corak-corak geometri berdasarkan unit pengulangan segi enam (heksagon) dan sistem nisbah asas tiga. Ia termasuk corak yang dihasilkan oleh pembahagian dari sebuah

Berdasarkan Keputusan Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kepolisian Negara Republik Indonesia Polres Bangka Tengah

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data