TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka Kacang Kedelai
Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati yang paling murah
sehingga tidak mengherankan bila total kebutuhan kedelai untuk pangan mencapai
95% dari total kebutuhan kedelai di Indonesia. Biji kedelai mempunyai nilai guna
yang cukup tinggi karena bisa dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan, dan
bahan baku industri, baik skala kecil maupun besar. Produk pangan berbahan baku
kedelai ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu dalam bentuk hasil
nonfermentasi dan fermentasi. Hasil nonfermentasi berupa kedelai rebus, bubuk
kedelai, susu kedelai dan tahu. Sedangkan hasil fermentasi berupa tempe, tauco,
dan kecap (Adisarwanto, 2005).
Ditinjau dari segi ekonomi, kedelai yang sudah diolah akan meningkatkan nilai
jualnya, jika hasil olahannya banyak dibutuhkan, permintaan akan kedelai pun
meningkat. Hal ini sangat berpengaruh pada harga kedelai serta kesejahteraan
petani dan penjual kedelai. Ditinjau dari segi kesehatan, hasil olahan kedelai dapat
lebih mudah dicerna dan mengandung lebih banyak gizi. Hal ini berpengaruh pada
kesehatan tubuh. Disamping itu, hasil olahan kedelai lebih disukai oleh banyak
Menurut Suprapto (2001), kedelai mengandung protein 35% untuk setiap 100
gram. Bahkan pada varietas unggul, kandungan protein kedelai dapat mencapai
40 – 43 %. Dibandingkan dengan jenis bahan makanan lainnya, kedelai
mengandung protein tertinggi setelah susu krim kering. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Protein dari setiap 100 gram bahan makanan
Bahan Protein (%)
Sumber : Suprapto, 2001
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa kandungan protein tertinggi adalah susu krim
kering yaitu mencapai 36%. Namun, kandungan protein kacang kedelai tidak jauh
berbeda dengan susu krim kering yaitu 35%. Kemudian diikuti oleh kacang hijau
22%, daging 19%, ikan segar 17%, telur ayam 13%, jagung 9,2%, beras 6,8%, dan
kandungan protein paling rendah adalah tepung ubi kayu yaitu 1,1%.
Kedelai dalam bentuk olahan, kandungan protein per 100 gram bahan menjadi
lebih rendah, namun lebih mudah tercerna. Tempe merupakan olahan dari kedelai
yang paling tinggi kandungan proteinnya dibandingkan bahan olahan lain. Hal ini
Tabel 3. Kandungan Gizi Tempe, Tahu, dan Susu Kedelai per 100 gram
Sumber : Suprapto, 2001
Pengolahan Komoditas Pertanian
Salah satu sifat komoditas pertanian adalah mudah rusak, sehingga perlu langsung
dikonsumsi atau diolah terlebih dahulu. Pengembangan industri pengolahan
sangat diperlukan untuk mengaitkan sektor pertanian dengan sektor industri.
Industri pengolahan akan berkembang dengan baik jika kedua sektor tersebut
memiliki keterkaitan yang sangat erat.
Menurut Soekartawi (1999), ada banyak manfaat dari sebuah proses pengolahan
komoditas pertanian, dan hal tersebut menjadi penting karena pertimbangan
sebagai berikut:
1. Meningkatkan Nilai Tambah
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik oleh
produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses.
Kegiatan petani hanya dilakukan oleh petani yang mempunyai fasilitas
pengolahan (pengupasan, pengirisan, tempat penyimpanan, keterampilan
mengolah hasil, mesin pengolah, dan lain-lain). Sedangkan bagi pengusaha ini
menjadikan kegiatan utama, karena dengan pengolahan yang baik maka nilai
tambah barang pertanian meningkat sehingga mampu menerobos pasar, baik
2. Kualitas Hasil
Salah satu tujuan dari pertanian adalah meningkatkan kualitas. Dengan
kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan
keinginan konsumen menjadi terpenuhi. Perbedaan kualitas bukan saja
menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi
harga barang itu sendiri.
3. Penyerapan Tenaga Kerja
Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap.
Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga
kerja yang relatif besar pada kegiatan pengolahan.
4. Meningkatkan Keterampilan
Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan
keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh
hasil penerimaan usahatani yang lebih besar.
5. Peningkatan Pendapatan
Konsekuensi logis dari pengolahan yang lebih baik akan menyebabkan total
penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka sebaiknya
petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk mendapatkan kualitas
hasil penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar.
Agroindustri
Agroindustri merupakan usaha untuk meningkatkan efisiensi sektor pertanian
hingga menjadi kegiatan yang sangat produktif melalui proses modernisasi
pertanian. Agroindustri dapat menjadi salah satu pilihan strategis dalam
mampu menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. Sektor industri
pertanian merupakan suatu sistem pengelolaan secara terpadu antara sektor
pertanian dengan sektor industri guna mendapatkan nilai tambah dari hasil
pertanian (Saragih, 2004).
Menurut Soekartawi (2000), agroindustri memiliki peranan yang sangat penting
dalam pembangunan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya dalam hal
meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis, menyerap tenaga kerja,
meningkatkan perolehan devisa, dan mendorong tumbuhnya industri lain. Namun,
meskipun peranan agroindustri sangat penting, pembangunan agroindustri masih
dihadapkan pada berbagai tantangan. Terdapat beberapa permasalahan yang
dihadapi agroindustri dalam negeri antara lain: (1) Kurang tersedianya bahan baku
yang cukup dan kontinu, (2) Kurang nyatanya peran agroindustri di pedesaan
karena masih berkonsentrasinya industri di perkotaan, (3) Kurang konsistennya
kebijakan pemerintah terhadap agroindustri, (4) Kurangnya fasilitas permodalan
(perkreditan) dan kalaupun ada prosedurnya amat ketat, (5) Keterbatasan pasar,
(6) Lemahnya infrastruktur, (7) Kurangnya perhatian terhadap penelitian dan
pengembangan, (8) Lemahnya keterkaitan industri hulu dan hilir, (9) Kualitas
produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing, dan (10) Lemahnya
entrepreneurship.
Menurut Badan Pusat Satistik (2007), penggolongan industri menurut banyaknya
tenaga kerja adalah sebagai berikut:
1. Industri besar, dengan jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih;
3. Industri kecil, dengan jumlah tenaga kerja antara 5 sampai 19 orang;
4. Industri rumah tangga, dengan jumlah tenaga kerja 1 sampai 4 orang.
Tahu
Tahu merupakan bahan makanan yang cukup digemari karena enak dan bergizi.
Oleh karena itu, kualitas dan kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh varietas yang
digunakan, proses pemeraman, tipe bahan koagulasi, serta tekanan dan suhu
koagulasi (Adisarwanto, 2005). Tahu merupakan salah satu sumber protein yang
sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Tahu terbuat dari sari kedelai
yang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan tahu yang kita konsumsi
sehari-hari (Panji, 2012).
Tahu merupakan makanan andalan untuk perbaikan gizi karena tahu mempunyai
mutu protein nabati terbaik dan mempunyai komposisi asam amino yang paling
lengkap dan diyakini memiliki daya cerna yang tinggi (sebesar 85 – 98 %). Pada
tahu terdapat berbagai macam kandungan gizi seperti protein, lemak, karbohidrat,
kalori dan mineral, fosfor, vitamin B kompleks, vitamin E, kalium, dan kalsium.
Dengan kandungan sekitar 80% asam lemak tak jenuh, tahu tidak banyak
mengandung kolesterol sehingga sangat aman bagi kesehatan jantung
(Suprapto, 2006).
Tempe
Tempe merupakan makanan tradisional yang telah dikenal masyarakat Indonesia
sejak dulu. Produk ini berbahan baku utama kedelai dan merupakan hasil dari
proses fermentasi. Terdapat tiga faktor pendukung dalam proses pembuatan tempe
Bahan baku yang dimaksud yaitu keping-keping biji kedelai yang telah direbus,
mikroorganisme berupa kapang tempe Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae,
Rhizopus stolonifer, dan keadaan lingkungan tumbuh seperti suhu 300C, pH awal
6,8 serta kelembapan nisbi 70 – 80 % (Sarwono, 1994).
Terdapat dua kelompok vitamin pada tempe, yaitu larut air (Vitamin B kompleks)
dan larut lemak (Vitamin A, D, E, dan K). Selain itu, keistimewaan lain yang
dimiliki tempe adalah mengandung vitamin B12 yang umumnya terdapat pada
produk-produk hewani tetapi tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah,
dan biji-bijian). Dibandingkan dengan kedelai mentah, nilai gizi tempe lebih baik
karena pada kedelai mentah terdapat zat-zat antinutrisi seperti antitripsin dan
oligosakarida. Proses fermentasi yang dilakukan dapat menghilangkan kedua
senyawa tersebut sehingga meningkatkan daya cerna kedelai (Cahyadi, 2007).
Susu Kedelai
Susu kedelai merupakan minuman yang bergizi karena kandungan proteinnya
yang tinggi. Selain itu, susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat,
kalsium, phosphor, zat besi, provitamin A, vitamin B kompleks (kecuali B12), dan
air (Radiyati, 1992).
Walaupun kandungan kalsiumnya tidak setinggi susu sapi, namun susu kedelai
merupakan alternatif bagi mereka yang tidak suka atau alergi terhadap susu sapi.
Susu kedelai mengandung banyak manfaat bagi kesehatan tubuh manusia seperti
halnya pada susu sapi. Adapun manfaat dari susu kedelai adalah sebagai sumber
protein, baik untuk jantung, tidak mengandung laktosa, tidak menyebabkan alergi
badan karena mengandung sedikit kalori, asam lemak tak jenuh, dan membantu
menjaga sistem pencernaan (Yodak, 2012).
Selain itu, susu kedelai sangat penting untuk bayi dan anak-anak karena pada
pertumbuhanya mereka sangat memerlukan protein. Untuk bayi dan anak-anak
yang alergi terhadap susu sapi, maka diganti dengan susu kedelai. Sebagai
minuman, susu kedelai dapat menyegarkan dan menyehatkan tubuh karena pada
umumnya minuman hanya menyegarkan tetapi tidak menyehatkan. Susu kedelai
juga dikenal sebagai minuman kesehatan karena tidak mengandung kolesterol,
tetapi mengandung phitokimia yaitu suatu senyawa dalam bahan pangan yang
mempunyai khasiat menyehatkan (Cahyadi, 2007).
Landasan Teori Nilai Tambah
Sistem agribisnis terutama sub-sistem agroindustri bertujuan untuk menambah
nilai komoditas pertanian melalui perlakuan-perlakuan yang dapat menambah
kegunaan komoditas tersebut, baik kegunaan bentuk, tempat, waktu maupun
pemilikan. Perlakuan serta jasa-jasa yang dapat menambah kegunaan komoditas
tersebut disebut dengan input fungsional. Jadi pemberian input fungsional yang
menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komoditas pertanian dapat dilihat
dari adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan
bentuk, waktu, dan tempat (Hardjanto, 1995).
Sumber-sumber nilai tambah berasal dari pemanfaatan faktor-faktor produksi
seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya alam, dan manajemen. Oleh karena itu,
yang diciptakan perlu didistribusikan secara adil. Analisis ini merupakan metode
perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami
perubahan nilai (Hardjanto, 1995).
Nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu produk atau komoditas karena
mengalami proses pengolahan, pengangkutan, ataupun penyimpanan dalam suatu
produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai
selisih antara nilai produk dengan nilai bahan baku dan input lainnya, tidak
termasuk tenaga kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk
pengolahan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan faktor
pasar. Faktor teknis terdiri dari kapasitas produksi, penerapan teknologi, kualitas
produk, kualitas bahan baku, dan input penyerta. Sedangkan faktor pasar meliputi
harga jual produk, harga bahan baku, nilai input lain, dan upah tenaga kerja
(Hayami et all, 1987).
Besarnya nilai tambah erat kaitannya dengan kualitas tenaga kerja yang berupa
keahlian dan keterampilan, teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan
serta kualitas bahan baku. Kualitas tenaga kerja akan mempengaruhi besarnya
imbalan bagi tenaga kerja dan kinerja produksi perusahaan dilihat dari
keterampilan dan keahliannya. Besar kecilnya imbalan bagi tenaga kerja juga
dilihat dari teknologi yang digunakan. Apabila teknologi yang digunakan adalah
padat karya, maka proporsi tenaga kerja akan lebih besar daripada proporsi
keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan apabila teknologi yang digunakan padat
modal, maka proporsi tenaga kerja menjadi semakin kecil daripada proporsi
tambah yang dilihat dari produk akhir yang dihasilkan. Produk dengan kualitas
yang baik, harganya akan lebih tinggi dan akhirnya akan memperbesar nilai
tambah yang diperoleh (Soeharjo, 1991).
Biaya dan Pendapatan
Pada umumnya faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang atau
jasa oleh perusahaan tidak dapat diperoleh dengan cuma-cuma. Perusahaan
memperolehnya dengan membeli. Faktor produksi yang digunakan dalam
menghasilkan suatu barang atau jasa setelah diberi harga disebut biaya, ongkos
(cost) (Reksoprayitno, 2000).
Soekartawi (2005), menyatakan bahwa pendapatan (Pd) adalah selisih antara
penerimaan (TR) dan semua biaya (TC). Jadi, Pd = TR – TC. Penerimaan
usahatani (TR) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga
jual (Py). Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap
(fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya
yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang
diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya tenaga kerja.
Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC),
maka TC = FC + VC.
Penerimaan total (total revenue) adalah seluruh pendapatan yang diterima
perusahaan atas penjualan barang hasil produksinya. Penerimaan rata-rata adalah
Penerimaan marjinal (marjinal revenue) adalah tambahan penerimaan dengan
menjual satu unit lagi hasil produksinya (Bangun, 2007).
Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Evan Triputra (2011), yang dilakukan di
Kabupaten Deli Serdang, menyatakan bahwa nilai tambah pengolahan kedelai
menjadi tempe lebih tinggi dibandingkan pengolahan kedelai menjadi tahu.
Dimana nilai tambah pengolahan kedelai menjadi tempe yang diperoleh
adalah Rp 8.103,1,- dengan rasio nilai tambahnya 53,79% sedangkan nilai
tambah pengolahan kedelai menjadi tahu adalah Rp 7.833,71,- dengan rasio
nilai tambah sebesar 50,56%.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Roza Yulida (2011) di Kecamatan Dayun
Kabupaten Siak, menyatakan bahwa nilai tambah yang diperoleh oleh industri
tahu untuk setiap kilogram kedelai adalah Rp 3.120,- dan untuk tempe sebesar
Rp 3.325,-.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Sandra Siagian (2012) Tentang Masalah dan
Prospek Pengolahan Kedelai, menyatakan bahwa nilai tambah yang
dihasilkan pada industri pengolahan susu kedelai lebih tinggi dibandingkan
Kerangka Pemikiran
Kedelai merupakan salah satu jenis tanaman kacang-kacangan yang telah banyak
dimanfaatkan atau diolah sebagai pangan dan bahan industri lainnya. Beberapa
olahan kedelai yang sangat lazim dan paling banyak digemari oleh masyarakat
adalah tahu, tempe, dan susu kedelai. Ketiga produk ini merupakan sumber
protein yang tinggi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Proses pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, dan susu kedelai dalam hal ini
adalah pada industri rumah tangga. Dari hasil olahan, kemudian dihitung besarnya
nilai tambah dari masing-masing output dengan memperhatikan komponen yang
penting dalam pengolahan, yaitu: Biaya Bahan Baku, dan Biaya Penunjang
lainnya yang menjadi penentu besarnya nilai tambah yang dihasilkan. Hasil
perhitungan nilai tambah yang diperoleh dari masing-masing output,
dikomparasikan antara satu produk dengan produk yang lain, sehingga didapat
produk akhir mana yang menyumbangkan nilai tambah lebih besar. Skema
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah maka hipotesis penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kedelai menjadi tahu,
pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu
kedelai di daerah penelitian adalah tinggi. Kedelai
Pengolahan Kedelai
Tahu Tempe Susu Kedelai
Biaya Bahan Baku Biaya Penunjang
Nilai Tambah
Nilai Tambah Nilai Tambah
Keterangan:
: Menyatakan Proses
2. Nilai tambah pada usaha pengolahan kedelai menjadi susu kedelai, lebih tinggi
dari usaha pengolahan kedelai menjadi tahu dan pengolahan kedelai menjadi