PENGARUH SUMBER TOKSISITAS DAN PRINSIP
HYGIENE TERHADAP KUALITAS INDUSTRI
PERIKANAN
POSTED BY ALIF KHOLIFATUL JANNAH ON RABU, JUNI 02, 2010 WITH 11 COMMENTS
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berkembangnya agroindustri hasil perikanan selain membawa dampak positif yaitu sebagai
penghasil devisa, memberikan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja, juga telah memberikan
dampak negatif yaitu berupa buangan limbah. Limbah hasil dari kegiatan tersebut dapat berupa
limbah padat dan limbah cair. Menurut Siswati (2004), banyak kasus yang terjadi pada hasil olah
perikanan dijauhi oleh konsumen karena dapat menyebabkan penyakit, sehingga dalam mutu yang
diberikan pada hasil industri perikanan sangat ditentukan oleh baik atau tidaknya hasil olah tersebut
atau teknik pengolahan yang salah serta kondisi yang tidak menerapkan prinsip sanitasi hygiene
yang dapat dinyatakan dengan indera ataupun non indera selain itu juga dapat disebabkan kerena
bahan-bahan yang digunakan mengandung toksik.
Dampak negatif dari hasil industri perikanan cenderung menghasilkan limbah cair yang banyak
mengandung bahan organik. Tingkat pencemaran limbah cair industri pengolahan perikanan sangat
tergantung pada tipe proses pengolahan dan spesies ikan yang diolah. Kandungan nutrien organik
yang tinggi ini apabila berada dalam badan air akan menyebabkan eutrofikasi pada perairan umum,
yang kemudian akan menyebabkan kematian organisme yang hidup dalam air tesebut,
pendangkalan, penyuburan ganggang dan bau yang tidak nyaman (Ibrahim, 2005).
Pengaruh dari teknik pengolahan pada industri perikanan dapat disebabkan adanya berbagai
cemaran pada saat penangkapan, penanganan, penyimpanan, dan pekerja. Selain itu pengaruh
mirobiologik yaitu cemaran berupa mikrobia pada hasil olah yang dapat menurunkan mutu bahan.
Spesies ikan yang diolah juga mempengaruhi mutu dalam industri perikanan yaitu toksisitas yang
terkandung dalam spesies itu sendiri yaitu cemaran dari benda asing yang berpotensi
membahayakan kesehatan berupa logam berat seperti air raksa (Hg), timah hitam/ timbal (Pb),
tembaga ( Cu), Arsen (As), timah (Sn), Seng (Sn) (Siswati, 2004).
Menurut Yanuar (2008), dari residu dan cemaran pada hasil perikanan yang banyak menyebabkan
toksik pada hasil perikanan adalah merkuri. Senyawa merkuri organik, khususnya metilmerkuri
merupakan yang terbanyak terkonsentrasi dalam rantai makanan. Ikan mengkonsumsi tumbuhan
yang terkontaminasi dan menjadikan merkuri terakumulasi di tubuhnya. Protein ikan mengikat
dengan kuat lebih dari 90% metilmerkuri yang terkonsumsi, meski dengan pemasakan yang lama
dan kuat dengan menggoreng, merebus atau membakar tidak dapat melepaskannya.
sangat mempengaruhi mutu hasil industri perikanan. Hal tersebut merupakan upaya untuk
meminimalisasi dampak negatif dan peningkatan mutu produk hasil perikanan sebagai pangan yang
aman dan bermanfaat.
BAB 2
TINAJUAN PUSTAKA
2.1 Sumber Toksik dan Pengaruhnya pada Hasil Perikanan
2.1.1 Toksisitas dari Minyak Bumi
Menurut Sunadbjhaiga (1995), akibat-akibat jangka panjang dari pencemaran minyak bumi dapat
menimbulkan beberapa masalah yang serius terutama bagi biota laut yang masih muda. Minyak
bumi terdiri dari perampuran yang kompleks dari produk-produk alam yang tersusun dari beribu-ribu
persenyawaan. Meskipun minyak bumi ini berbeda nyata di dalam sifat-sifatnya, tetapi pada
dasarnya secara kimiawi, bilogis dan toksikologis adalah hampir sama. Minyak bumi dan
hidrokarbonnya telah ditemukan sangat stabil di lingkungan laut. Meskipun hidrokarbon tersebut
larut dalam air yang terkadang dihancurkan bakteri, tetapi senyawa-senyawa yang beracun sukar
untuk dihilangkan. Biota laut yang masih muda merupakan suatu keadaan yang sangat rentan
terhadap toksisitas yang dapat merugikan perikanan kita. Hidrokarbon tersebut tidak hanya menetap
dalam tubuh biota laut tetapi juga dapat terakumulasi berupa senyawa protein.
Berdasarkan hasil penelitian National Academy of Engineering (1972) dalam Sunadbjhaiga (1995),
minyak di dalam laut dapat termakan oleh biota-biota laut. Di dalam tubuh biota sebagaian senyawa
minyak dapat dikeluarkan bersama-sama makanan, sedang sebgaian lagi dapat terakumulasi di
dalam senyawa-senyawa lemak. Sifat akumulasi ini juga dapat dipindahkan dari organisme yang
satu ke organisme yang lain melalui rantai makanan. Misalnya tetes minyak yang terakumulasi
dalam lemak zooplankton. Apabila zooplankton tersebut dimakan ikan, maka yang terakumulasi
dalam lemak zooplankton akan berpindah dalam lemak ikan. Demikian seterusnya ikan tersebut
dimakan oleh ikan lain yang lebih besar, hewan-hewan laut lainnya dan bahkan oleh manusia.
2.1.2. Toksisitas dari Pestisida
Sejumlah besar pestisida dalam dunia perekonomian telah dibuat oleh manusia akhirnya terbawa ke
laut. Lebih dari 45.000 macam pestisida telah dibuat di Amerika Serikat di mana zat-zat yang sangat
beracun ini dalam jumlah yang sangat besar telah dilepaskan ke daerah yang sangat luas, sehingga
mereka merupakan zat-zat kimia yang terbesar sangat luas di planet ini. Sifat toksisitas dari
beberapa senyawa ini telah menunjukkan dapat menimbulkan kanker. Bahaya dari pestisida telah
diketahui mengandung hidokarbon dan klor di laut sebgai daya akumulasi pada biota laut. Sehingga
akan mengakibatkan gangguan keseimbangan ekologis yang sangat rumit dari ekosistem laut
dengan beberapa zat yang beracun pada jangka waktu yang anjang, dimana zat-zat tersebut masuk
dalam Sunadbjhaig, 1995).
2.1.3 Toksisitas dari Logam Berat
Unsur-unsur logam berat ini masuk ke lingkungan laut melalui aliran sungai dan udara, dan umunya
sebagaian besar masuk melalui aliran sungai, hanya unsur-unsur yang menguap saja yang banyak
dibawa oleh udara seperti merkuri dan selenium. Bahkan merkuri 10 kali lebih banyak masuk ke laut
melalui udara daripada melaui sungai. Unsur logam berat masuk ke dalam tubuh biota laut melalui
tiga cara yaitu melalui permukaan tubuh, terserap insang dan rantai makanan. Limbah merkuri dari
polusi industri sering dalam bentuk merkuri anorganik, tetapi organisme atau vegetasi air selama
perjalanannya di sungai, danau ataupun di teluk, telah mengubahnya menjadi metilmerkuri yang
mematikan. Merkuri dapat mengalami metilasi biotik maupun abiotik membentuk metilmerkuri
(Yanuar, 2008).
Akumulasi logam berat terutama merkuri pada hasil perikanan dibantu oleh aktivitas bakteri
Methanobacterium omelanskii yang biasanya hidup pada lumpur yang ada di dasar sungai, danau,
atau laut. Bakteri tersebut merubah merkuri anorganik (Hg2+) menjadi merkuri organik (HgCH3)
yang dapat terbawa oleh plankton yang menjadi makanan ikan. Merkuri organik bersifat larut dalam
lemak sehingga dapat tersimpan lama pada tubuh ikan (Hadiwiyoto, 1997).
Menurut Mayangwirani (1997) dalam Hadiwiyoto (1997), menyatakan bahwa arsen diketahui lebih
banyak mencemari produk-produk perikanan daripada makanan lainnya. Keracunan arsen ditandai
dengan demam, aeroksia, hepatomegali, dan malanosis dan dalam dosis yang tinggi serta
terus-cemaran logam berat pada hasil olah dapat pula bersumber pada wadah dan peralatan yang terbuat
dari logam dengan konstruksi serta kondisi yang sudah tidak baik sehingga dapat terjadi pelepasan
logam secara mekanis atau pelepasan secara fisko kimiawi (korosif).
2.1.4 Toksisitas dari Mikroba
Mikroba adalah yang terbanyak mencemari produk-produk hasil perikanan baik yang masih dalam
keadaan segar maupun setelah mengalami pengolahan atau penyimpanan. Mikroba yang terbanyak
mengadakan pencemaran adalah bakteri. Hasil perikanan segar dari laut banyak terkontaminasi
bakteri-bakteri Pseudomonas, Micrococus, Flavobacterium, Achromobacter, Sarcina, Serrtia,
Bacillus, Corinebacterium, dan Vibrio. Bakteri-bakteri tersebut umunya dapat menghasilkan lendir.
Aeromonas, dan Alcaligens. Udang, kepiting , dan lobster sering terkontaminasi oleh
Flavobacterium, Bacillus, Aeromonas, dan Proteus, Micrococus, dan Pseudomonas. Pencemaran
bakteri patogen sering ditemukan pada kerang-kerangan. Kondisi pengolahan yang kurang baik
sering menimbulkan masalah pencemaran dan timbulnya toksik yang serius (Hadiwiyoto, 1997).
2.2. Prinsip Hygiene pada Industri Perikanan
Bahaya yang timbul pada industri perikanan dapat disebabkan adanya cemaran kotoran dan
serangga serta terikutnya bahan olah yang diperlakukan dengan hygiene tidak baik. Oleh karena itu
harus dicegah karena dikhawtirkan akan terikutnya kuman-kuman penyakit yang kemudian dapat
membahayakan kesehatan konsumen dengan mencegah dan meniadakan sumber-sumber
cemaran (kontaminan).
Untuk menerapkan prinsip hygine dalam indutri perikanan maka dapat dilakukan pencegahan dari
kontaminasi yang menyebabkan toksik pada hasil olah perikanan. Menurut Siswati (2004),
pencegahan kontaminan meliputi :
a. Pengawasan terhadap ikan sebagai bahan baku Ikan yang digunakan sebagai bahan baku harus
segar, bersih dan bebas dari kotoran atau racun. Penyimpanan ikan pada suhu rendah dapat
menurunkan pertumbuhan mikroorganisme sehingga mencegah kerusakan ikan. Ruang
penyimpanan dan peralatanya dalam kondisi bersih.
terbawa oleh sepatu, pakaian kerja, bahan baku, peralatan harus dicegah. Pekerja harus menganti
dengan pakaian dan perlengkapan pekerja serta dilakukan pembersihan terhadap bahan baku dan
peralatan.
c. Pengawasan terhadap serangga dan cemaran biologik lain Untuk mengontrolnya dilakukan
kegiatan sanitasi berupa :
- Pemberian kawat kasa pada tempat masuknya hewan tersebut dan daerah ini bersih dari kotoran.
- Wadah dan kotak kayu / karton yang kosong harus dibuang
- Sampah dan kotoran disimpan dalam wadah yang kuat dan tidak menyerap bau, tidak berkarat,
mudah dibersihkan. Tempat sampah harus tertutup rapat dan sering dibersihkan dengan sikat atau
air panas atau uap panas ( 820 C).
- Penganganan limbah mengikuti peraturan yang benar
- Lantai dan peralatan harus bersih dengan pemeriksaan secara
memperhatikan aspek sanitasi penanganan ikan baik di darat maupun di laut selalu dipelihara aspek
sanitasi dan hygiene. Ikan yang sudah rusak, luka atau cacat harus dipisahkan dengan ikan yang
baik karena ikan yang rusak mudah ditumbuhi mikrobia pembusuk. Sumber-sumber pembusukan
harus segera dibuang dari tubuh ikan baik isi perut, insang, lendir dan darah, kemudian ikan dicuci
2.3. Hubungan Pengaruh toksisitas dan prinsip hygene yang tidak baik terhadap industri perikanan
Berbagai jenis sumber toksisitas yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap spesies hasil
perikanan yang akan diolah pada industri perikanan cenderung pengaruh dari berbagai lingkungan
seperti zat-zat kimia dan logam berat yang terus berputar pada rantai makanan yang ujungya akan
berdampak buruk pada manusia. Sehingga antara adanya sumber toksisitas dan hygiene sangat
erat hubungannya dengan dampak negatif terhadap industri perikanan.
Hal ini dikarenakan tercemarnya lingkungan biota perairan kebanyakan disebabkan adanya
buangan limbah dari berbagai industri termasuk industri perikanan yang menghasilkan berbagai
senyawa yang merugikan kelansungan ekosistem biota perairan yang disebabkan tidak menerapkan
hygiene yang baik pada teknologi industri perikanan. Sehingga limbah tersebut tidak ditangani atau
dikendalikan dengan baik. Menurut Sunadbjhaiga (1995), limbah industri dapat mengandung
logam-logam berat dan zat organik lainnya dan berbagai macam pestisida yang masuk ke laut pada skala
besar. Kebanyakan dari berbagai zat ini memiliki berbagai macam tingkat toksisitas yang berbeda
perikanan yang masih segar tidak mengandung senyawa tersebut kecuali dalam jumlah yang sangat
sedikit (trace) sebagai derivat hasil akumulasi metabolisme yang larut dalam air. Dalam jumlah yang
cukup besar senyawa karsinogen umumnya terdapat pada produk hasil perikanan akibat dari
Limbah cair ( air buangan ) yang berasal dari industri perikanan mengandung zat organik yang tinggi
sehingga dapat menimbulkan pencemaran. Pengolahan limbah cair dapat secara fisika meliputi
perlakuan penyaringan, pengendapan dan pengapungan. Pengolahan limbah cair secara kimia
meliputi proses penetralan pH, proses penggumpalan dengan bahan kimia dan pemasukan gas inert
secara biologis dengan mengurangi bahan organik dalam air buangan dengan cara mengoksidasi
zat organik tersebut dengan bantuan mikrobia.
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari kajian pustaka tersebut, hasil industri perikanan harus sangat memperhatikan prinsip hygiene
dan sumber toksisitas. Karena sumber toksisitas disebabkan prinsip hygine yang tidak baik maka
akan didapatkan hasil kualitas industri yang tidak baik terutama dalam pengendalian limbah dan
penanganan serta teknologi pengolahan yang sesuai. Sehingga dengan penerapan hygiene yang
benar akan meminimalisasi adanya sumber toksik baik dalam proses indutri maupun pengurangan
toksisitas pada biota perairan maka pengelolaan lingkungan menjadi kunci keberhasilan untuk
membuat produk hasil perikanan menjadi aman dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwiyoto, Suwedo. 1997. Hasil Perikanan : Manfaat dan Keamanan serta Implikasinya pada
Kesehatan ; Tinjauan Teknologi Pengolahan dan Lingkungan. Agritech Vol. 17 no. 3 halamn 28-43.
Ibrahim, B. 2005. Kaji Ulang Sistem Pengolahan Limbah Cair Indutri Hasil Perikanan Secara
Biologis dengan Lumpur Aktif. Buletin Teknologi Hasil Perikanan Vol VIII Nomor 1 Tahun 2005.
Siswati, R. 2004. Pencegahan Terjadinya Kontaminasi dengan Sanitasi Lingkungan dan Peralatan
serta Hygiene Pekerja. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Menengah dan
Kejuruan. Jakarta.
Sunadbjhaiga, K. 1995. Zat-zat yang Menyebabkan Pencemaran di Laut. Lingkungan dan
Pembangunan Vol.15. No. 37 halaman 370.
Yanuar, Arry. 2008. Toksisitas Merkuri di Sekitar Kita. Departemen Farmasi FMIPA Universitas