MODEL PEMBELAJARAN
PROBLEM SOLVING
BERPENGARUH
TERHADAP HASIL BELAJAR PKn KELAS V SD
GUGUS SRIKANDI DENPASAR
Md. Delly Praditya Mandala Putra
1, I Md. Putra
2, I Md. Suara
31,2,3
Jurusan PGSD, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: Dellypraditya@ymail.com
1, Putra_made56@yahoo.com
2,
SuaraMade@gmail.com
3Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Problem Solving dan yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada kelas V SD Gugus Srikandi Denpasar Timur Tahun Ajaran 2013/2014. Metode penulisan yang digunakan adalah metode kajian pustaka yaitu dengan mengkaji buku-buku yang relevan dengan model pembelajaran Problem Solving. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan rancangan penelitian Nonequivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas V SD Gugus Srikandi berjumlah 327 siswa. Sampel diambil dengan teknik random sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD N 10 Sumerta berjumlah 30 siswa dan kelas V SD N 8 Sumerta berjumlah 33 siswa. Data mengenai hasil belajar PKn dikumpulkan dengan menggunakan tes objektif. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik uji-t. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn kelompok siswa yang dibelajarkan melalui Model pembelajaran Problem Solving dan yang dibelajarkan melalui Pembelajaran Konvensional pada kelas V SD Gugus Srikandi Denpasar Timur Tahun Ajaran 2013/2014, hal ini dapat dibuktikan thitung = 2,12 > ttabel (α = 0.05, 61) = 2,00, dengan nilai
rata-rata hasil belajar PKn siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Problem Solving 70,67 dan yang dibelajarkan melalui pembelajaran Konvensional 64,09. Dengan demikian dapat disimpulkan Model pembelajaran Problem Solving berpengaruh terhadap Hasil Belajar PKn Siswa Kelas V SD Gugus Srikandi Denpasar Timur Tahun Ajaran 2013/2014.
Kata kunci : Model Pembelajaran Problem Solving, Hasil Belajar PKn
Abstrak
This study aims to determine significant difference PKn groups of students that
were collected using a objective tests. The data were then analyzed using statistical analysis techniques t-test. The results showed there are significant differences Civics learning PKn group of students that learned through learning Problem Solving design and that learned through Conventional Learning in fifth grade elementary school Force Srikandi East Denpasar Academic Year 2013/2014, This can be proved tvalue = 2.12 >
ttable (α = 0.05, 61) = 2.00, with an average value of PKn student learning outcomes learning
model that learned through Problem Solving 70.67 and that learned through learning Conventional 64.09. It can be concluded Learning Problem Solving design effect on Civics Student Learning Outcomes fifth grade elementary school Force Srikandi East Denpasar Academic Year 2013/2014.
Keywords : Learning Problem Solving design, Results Learning Civics
PENDAHULUAN
Sistem pendidikan di Indonesia
ternyata telah mengalami banyak
perubahan. Perubahan-perubahan itu
terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan. Akibat pengaruh itu pendidikan semakin mengalami kemajuan. Sejalan dengan kemajuan tersebut, maka dewasa ini
pendidikan di sekolah-sekolah telah
menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan itu terjadi karena terdorong adanya pembaharuan tersebut, sehingga di dalam pengajaranpun guru selalu ingin menemukan metode dan peralatan baru yang dapat memberikan semangat belajar bagi semua siswa. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pembaharuan dalam sistem pendidikan yang mencakup seluruh komponen yang ada. Pembangunan dibidang pendidikan
barulah ada artinya apabila dalam
pendidikan dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Untuk itu diperlukan suatu upaya
dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan dan pembelajaran, salah
satunya adalah dengan memilih strategi atau cara dalam menyampaikan materi pelajaran agar diperoleh peningkatan hasil belajar siswa khususnya pelajaran PKn. Misalnya dengan membimbing siswa untuk bersama-sama terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan mampu membantu siswa
berkembang sesuai dengan taraf
intelektualnya akan lebih menguatkan
pemahaman siswa terhadap
konsep-konsep yang diajarkan. Pemahaman ini memerlukan minat dan motivasi. Tanpa adanya minat menandakan bahwa siswa
tidak mempunyai motivasi untuk belajar. Untuk itu, guru harus memberikan motivasi sehingga dengan bantuan itu anak didik dapat keluar dari kesulitan belajar.
Pengelolaan pembelajaran yang
berkualitas sangat menentukan
keberhasilan proses belajar mengajar. Menurut Miarso (2004:550) belajar adalah perubahan prilaku yang dapat diamati. Sedangkan menurut Solehatin (2012:55)
menyatakan bahwa mengajar adalah
perbuatan yang kompleks yang merupakan pengintegrasian secara utuh berbagai
komponen kemampuan. Fathurrohman
(2011:29) menegaskan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu kegiatan yang melibatkan interaksi antara guru dengan siswa untuk mencapai kompetensi dasar yang telah dicapai sebelumnya. Sejalan dengan pendapat para ahli, guru sebagai salah satu komponen dalam
proses belajar mengajar merupakan
pemegang peran yang sangat penting. Guru bukan hanya sekedar penyampai materi saja, tetapi lebih dari itu guru dapat dikatakan sebagai sentral pembelajaran.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mempelajari tentang sikap dan prilaku Warga Negara Indonesia. Mata pelajaran PKn sebenarnya mempunyai
peranan penting dalam kehidupan
bermasyarakat. Mata pelajaran PKn
diharapkan akan mampu membentuk siswa yang ideal yang memiliki mental yang kuat, sehingga dapat mengatasi permasalahan yang akan dihadapinya sehari-hari.
Dalam kegiatan pembelajaran harus terjadi keterbukaan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan
guru. Tetapi saat sekarang ini
kenyataannya masih menunjukkan
pembelajara PKn di kelas V kebanyakan masih menggunakan paradigma lama yaitu guru memberikan pengetahuan secara pasif, jadi siswa lebih banyak menunggu sajian materi belajar dari guru dari pada
mencari dan menemukan sendiri
pengetahuan, keterampilan serta sikap yang mereka butuhkan. Guru dalam mengajar masih menggunakan metode konvensional, yaitu metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode
ini telah dipergunakan sebagai alat
komunikasi lisan antara guru dengan anak
didik dalam proses belajar dan
pembelajaran (Djamarah, 1996:45).
sehingga kegiatan pembelajaran menjadi monoton, kurang menarik perhatian siswa dan keaktifan serta kreatifitas siswa menjadi berkurang.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas V Gugus Srikandi Denpasar Timur, dikatakan bahwa siswa belum mampu menyampaikan informasi yang
didapatkannya kepada teman dalam
kelompoknya, kurang kerja sama antara siswa yang memiliki kemampuan yang lebih
tinggi dengan siswa yang memiliki
kemampuan lebih rendah saat siswa berdiskusi, dan seringkali adanya jarak antara siswa yang kemampuannya lebih tinggi dengan siswa yang kemampuannya lebih rendah.
Selain itu guru dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas lebih banyak menyampaikan teori-teori materi tanpa adanya praktik langsung dari siswa, hal ini
menunjukkan bahwa masih kurang
perhatian guru terhadap pentingnya model yang digunakan dalam pembelajaran, sehingga hasil belajar yang diperoleh kurang optimal. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata mata pelajaran Pendidikan PKn Siswa Kelas V pada Tahun Ajaran 2011 di SD Gugus Srikandi Denpasar Timur masih jauh dari yang diharapkan. Dari rerata nilai ulangan sumatif PKn siswa kelas IV pada semester 2 diperoleh rerata yaitu 64,53. Masih banyaknya kelas yang nilai rata-rata hasil belajar PKn dibawah nilai standar dalam Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sekolah yakni 75,00. Sehingga perlu ditingkatkan agar tecapai lebih maksimal.
Dalam hal ini kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari bebagai variabel pokok yang saling berkaitan yaitu, kurikulum, guru atau pendidik, pembelajar. Dimana semua komponen ini bertujuan untuk kepentingan peserta didik. Berdasarkan hal tersebut guru dituntut harus mampu menggunakan berbagai macam model pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan kegiatan pembelajaran dengan menyenangkan. Hal ini dilatar belakangi bahwa peserta didik bukan hanya sebagai objek melainkan sebagai subjek pembelajaran, peserta didik harus disiapkan sejak awal untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar mereka. Berdasarkan pandangan di atas, maka permasalahan yang muncul adalah
bagaimana upaya guru untuk
mengoptimalkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat. Salah satu solusinya yaitu dengan
mengembangkan suatu model
pembelajaran yang membuat siswa lebih menyenangkan dan lebih termotivasi untuk
belajar. Dalam proses pembelajaran
terdapat beberapa model pembelajaran
yang salah satunya adalah model
pembelajaran problem solving.
Menurut Wena (2012:52) problem
solving dipandang sebagai suatu proses
untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. Selain itu Solihatin (2012:140) menyatakan bahwa siswa perlu dilatih untuk memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar, oleh karena itu perlu diciptakan situasi belajar yang dihadapkan pada pemecahan
masalah (problem solving). Kegiatan belajar
melalui pemecahan masalah (Problem
Solving) bermanfaat untuk
mengembangkan kemampuan berfikir
alternatif, dan kemampuan mengambil keputusan berdasarkan alternatif yang tersedia (Solihatin, 2012:91). Ada pula pendapat dari Saminanto (2010:30) yang
mengemukakan bahawa pemecahan
masalah (problem solving) merupakan
kegiatan belajar yang paling kompleks. Maka dari hal tersebut, diharapkan melalui
model pembelajaran problem solving dalam
kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran
adalah siswa belajar dari masalah yang ditemukannya sehari-hari dan kemudian siswa diharapkan mampu menemukan pemecahan masalah tersebut.
Belajar tidak hanya untuk diingat,
tetapi siswa diharapkan benar-benar
mengerti dan dapat menerapkan ilmu
pengetahuan, mereka bekerja untuk
memecahkan masalah, menemukan
sesuatu bagi dirinya dan selalu bergulat dengan ide-ide.
Adapun sintaks Model Pembelajaran
Problem solving terdiri atas 6 fase menurut
Wankat dan Oreovocz (dalam Wena 2012:56), yaitu sebagai berikut. Fase 1 : mengidentifikasi permasalahan, Fase 2: merepresentasi atau menyajikan masalah, Fase 3: merencanakan pemecahan, Fase 4: menerapkan atau mengimplementasikan
perencanaan, Fase 5: menilai
perencanaan, Fase 6: menilai hasil
pemecahan.
Adapun kelebihan model problem
solving adalah: model ini dapat membuat pendidikan di sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja,
proses belajar mengajar melalui
pemecahan masalah dapat membiasakan
siswa menghadapi dan memecahkan
masalah secara terampil, pendekatan ini merangsang pengembangan kemampuan
berfikir siswa secara kreatif dan
menyeluruh, karena dalam proses
belajarnya, siswa banyak melakukan
mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn antara siswa yang mengikuti
pembelajaran Model Problem solving
dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional siswa kelas V SD Negeri Gugus Srikandi Denpasar Timur Tahun Ajaran 2013-2014.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas V gugus Srikandi Denpasar Timur
dengan penelitian eksperimen semu.
Rancangan penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Nonequivalent
Control Group Design. Menurut Dantes
(2012: 97) menyatakan bahwa “pemberian
pre test pada desain Nonequivalent Control
Group Design digunakan untuk mengukur
ekuivalensi atau penyetaraan kelompok”.
Langkah-langkah yang dapat di
tempuh dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan dan
pengakhiran eksperimen. Pada tahap
persiapan eksperimen langkah-langkah
yang dilakukan yaitu (1) menyusun RPP mempersiapkan media dan sumber belajar pembelajaran yang nantinya digunakan
selama proses pembelajaran pada
kelompok eksperimen, (2) menyusun
instrumen penelitian berupa tes hasil belajar pada ranah kognitif untuk mengukur hasil belajar PKn siswa. (3) Mengadakan validasi instrumen penelitian yaitu tes hasil belajar PKn, Pada saat pelaksanaan
eksperimen langkah-langkah yang
ditempuh yaitu : (a) Menentukan sampel penelitian berupa kelas dari populasi yang tersedia. (b) Dari sampel yang telah diambil kemudian diundi untuk menentukan kelas
eksperimen dan kelas control. (c)
Melaksanakan penelitian yaitu memberi perlakuan kepada kelas eksperimen berupa
pembelajaran Problem Solving, Pada tahap
pengakhiran eksperimen, langkah-langkah
yang dilakukan adalah memberikan post
test pada akhir penelitian, baik untuk
kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.
Populasi merupakan kumpulan dari beberapa individu sejenis. Populasi dalam
penelitian bisa diartikan sebagai
keseluruhan individu yang diteliti. Agung (2011:45) menyatakan bahwa “populasi adalah keseluruhan subjek dalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD gugus Srikandi Denpasar Timur yang terdiri dari 8 Sekolah yaitu SD N. 1 Sumerta, SD No. 2 Sumerta, SD No. 5 Sumerta, SD No. 8 Sumerta, SD No. 10 Sumerta, SD No. 13 Kesiman, SD Cipta Dharma, SD Albana,
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil, yang dianggap mewakili seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu (Agung, 2011:45). Dalam melakukan pemilihan sampel penelitian, tidak dapat dilakukan pengacakan individu karena tidak bisa
sebelumnya dan kelas V yang dijadikan sampel berada di sekolah yang berbeda.
Kelas dipilih sebagaimana telah
terbentuk tanpa adanya campur tangan peneliti dan tidak dilakukan pengacakan individu, dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan subjek mengetahui dirinya
dilibatkan dalam penelitian, sehingga
penelitian ini benar-benar menggambarkan pengaruh perlakuan yang diberikan.
Untuk menentukan sampel
dipergunakan teknik noneprobability
sampling. “Noneprobabilitysampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota
populasi untuk dipilih menjadi
sampel”(Sugiono, 2012:218). Alasan
dipergunakan teknik noneprobality
sampling untuk pengambilan sampel yaitu
karena ada SD di Gugus Srikandi Denpasar Timur banyak siswa kelas V dalam satu kelasnya kurang dari 30 orang sehingga
apabila menggunakan teknik random
sampling kelas tersebut yang terpilih
ditakutkan data yang diperoleh tidak berdistribusi normal dan homogen sehingga
dipergunakan teknik noneprobability
sampling.
Teknik noneprobality sampling yang
dipilih adalah purposive sampling.
Purposive sampling adalah “teknik
pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu”(Sugiyono,
2012:219).
Dua kelas yang terpilih menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu kelas yang
menggunakan model pembelajaran
Problem Solving (kelompok eksperimen)
yaitu kelas V di SD No. 10 Sumerta dan
satu lagi kelas yang menggunakan
pembelajaran konvensional (kelompok
kontrol) yaitu kelas VB di SD No. 8 Sumerta. Sebelum melaksanakan undian, peneliti mengadakan uji kesetaraan sampel
penelitian untuk mengetahui tingkat
kesetaraan sampel yang diundi dengan menggunakan nilai sumatif siswa kelas V dan menggunakan rumus uji-t. Sebelum
menggunakan uji-t terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas.
Hasil uji normalitas untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan
menggunakan rumus Chi-Square.
Berdasarkan hasil uji normalitas nilai
ulangan sumatif kelompok kontrol diketahui
X2hitung = 5.7 dan X2tabel = 11.07, karena X2hitung < X2tabel (5.7 < 11.07), maka data
berdistribusi normal.
Berdasarkan perhitungan hasil uji normalitas nilai ulangan sumatif siswa kelompok eksperimen diketahui X2hitung
= 3.03 dan X2tabel = 11.07, karena X2hitung <
X2tabel (3.03 < 11.07), maka data
berdistribusi normal.
Uji homogenitas untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan uji F. Berdasarkan uji homogenitas Fhit = 1.013 dan Ftabel 1.80. Karena Fhit < Ftabel (1.013 < 1.80) maka data homogen
Karena data nilai ulangan sumatif untuk kelompok eksperimen dan kontrol
berdistribusi normal dan homogen
dilanjutkan dengan melakukan uji
kesetaraan dengan uji-t.
Berdasarkan hasil analisis
menggunakan uji-t dengan taraf signifikan 5% dan dk (n1 + n2) – 2 diperoleh thitung =
0.04 dan ttabel adalah 2.00. Sehingga thitung
kurang dari ttabel (0.04 < 2.00) maka kelas V
SD N 10 Sumerta dan kelas V SD N 8 Sumerta dinyatakan setara.
Menurut Sutrisno (dalam Arikunto, 2010 : 159) mendefinisikan variabel sebagai gejala yang bervariasi misalnya
jenis kelamin, karena jenis kelamin
mempunyai variasi: laki-laki dan
perempuan; berat badan, karena ada berat badan 40kg, dan sebagainya. Gejala adalah obyek penelitian, sehingga variabel adalah obyek penelitian yang bervariasi. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah Model Pembelajaran Problem
solving dan pembelajaran Konvensional.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar PKn.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar PKn adalah tes hasil belajar dengan tes pilihan ganda satu jawaban benar dimana butir pertanyaan berjumlah 50 soal. Tes ini
mengungkapkan tentang penguasaan
siswa terhadap pelajaran PKn yang mereka peroleh di kelas V. Setiap soal disertai dengan empat alternative jawaban yang dipilih siswa (alternative a,b, c dan d).
Tes hasil belajar PKn yang
digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti sendiri. Sebelum tes tersebut digunakan terlebih dahulu tes diuji validitas dan realibilitasnya, daya beda dan indeks kesukaran.
Uji validitas adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi
(content) dari suatu instrumen, dengan
tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen
yang digunakan dalam suatu
penelitian(Sugiyono, 2006). Validitas tes objektif ditentukan melalui analisis butir berdasarkan koofisien korelasi point biserial (rpbi), karena tes bersifat dikotomi. Dari perhitungan dengan rtabel = 0.26 terdapat 20 soal yang nilai rhitung kurang dari rtabel sehingga soal dinyatakan tidak valid dan 30 soal yang nilai rhitung lebih dari rtabel sehingga dinyatakan valid.
Menurut Surapranata (2004:23) “Indeks
daya beda adalah kemampuan soal untuk membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah”. Soal yang
valid kemudian dilakukan uji daya
pembeda. Berdasarkan uji daya beda terdapat 2 soal dengan klasifikasi sangat baik,21 soal dengan klasifikasi baik dan 7 soal dengan klasifikasi cukup.
Tingkat kesukaran merupakan salah satu karakteristik yang dapat menunjukkan
kualitas butir soal tersebut apakah
termasuk mudah, sedang, atau sukar (Suryanto, 2008 : 5.22).
Uji tingkat kesukaran dilakukan pada 30 soal yang telah diuji validitas dan daya pembedanya. Setelah dilakukan uji tingkat kesukaran, terdapat 16 soal dengan klasifikasinya mudah, 14 soal dengan klasifikasinya sedang dan 0 soal dengan klasifikasinya sukar.
Uji reliabilitas dilakukan terhadap butir soal yang valid saja, dengan demikian uji
reliabilitas bisa dilakukan setelah
dilakukannya uji validitas. Uji reliabilitas tes yang bersifat dikotomi dan heterogen ditentukan dengan rumus KR-20. Uji reliabilitas dilakukan terhadap 30 soal. Dari perhitungan uji reliabilitas diperoleh hasil r11 0.83 dan rtabel 0.29. Karena r11 lebih dari rtabel maka tes tergolong reliabel.
Kriteria pengujian uji normalitas
adalah jika X2hit < X2(l-a)(k-1). makaHo diterima
(gagal ditolak) yang berarti data
berdistribusi normal. Sedangkan taraf
signifikansinya adalah 5% dan derajat kebebasanya (dk) = (k-1).
Kriteria pengujian uji homogenitas adalah jika Fhitung < Ftabel, maka data
homogen. Sedangkan derajat kebebasan adalah n – 1.
Data yang telah diuji normalitas dan homogenitas kemudian diuji hipotesisnya.
Uji hipotesis yang dilakukan dalam
penelitian ini menggunakan uji-t dengan
rumus polled varians. Setelah dilakukan
uji-t, selanjutnya t hitung dibandingkan dengan t tabel dengan dk = n1 + n2– 2 dengan taraf signifikan 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai yang diperoleh dalam penelitian ini adalah skor hasil belajar PKn siswa dari ranah kognitif. Rata-rata siswa kelas
eksperimen yang diberikan perlakuan
model pembelajaran Problem Solving =
70.67 lebih dari kelas kontrol yang
dibelajarkan dengan menggunakan
pembelajaran konvensional = 64.9.
Data hasil belajar PKn pada kelompok eksperimen diketahui rata-rata = 70.67, standar deviasi = 9. 05, varians = 59.4, skor maksimum = 93, dan skor minimum = 63 sedangkan data hasil belajar PKn pada kelompok kontrol diketahui rata-rata = 64.9, standar deviasi = 12.12, varians = 147.92, skor maksimum = 86, skor minimum = 33. Dapat dikatakan bahwa hasil belajar PKn kelompok eksperimen lebih baik dari hasil belajar PKn kelompok kontrol.
Sebelum dilakukan uji hipotesis
dengan uji-t terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat. Uji prasyarat yang dilakukan yaitu uji normalitas dan uji homogenitas varians.
Berdasarkan hasil uji normalitas
Chi-Square hitung X2 hitung = 4.173669 harga
tersebut kemudian dibandingkan dengan harga Chi-Square tabel X2tabel dengan dk =
eksperimen dapat dikategorikan
berdistribusi normal.
Berdasarkan hasil uji normalitas
kelompok kontrol diketahui harga
Chi-Square hitung X2hitung = 2.1848 harga
tersebut kemudian dibandingkan dengan harga Chi-Square tabel X2tabel dengan dk =
kontrol dapat dikategorikan berdistribusi normal.
Uji homogenitas varians dalam
penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan uji F.
Berdasarkan hasil uji homogenitas kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diperoleh Fhitung= 1.56 dan
Ftabel= 1.76 sehingga Fhitung kurang dari Ftabel
(1.56 < 1.76) maka data homogen.
Berdasarkan hasil uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan homogenitas varians diperoleh bahwa data dari kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol
berdistribusi normal dan homogen.
Selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t.
Hipotesis dengan uji-t, kriteria
pengujian adalah H0 ditolak jika thitung > ttabel
dengan dk = n1 + n2 - 2 dan α = 5%. Hasil
analisis uji-t dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi Analisis Uji-t Data Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
No Kelompok thitung ttabel Keterangan
1 Eksperimen 2.12 2.00 H0 ditolak
2 Kontrol
Berdasarkan hasil analisis uji-t menunjukkan thitung = 2,12 dan ttabel 2.00 untuk dk = 61 dengan taraf signifikan 5%. Berdasarkan kriteria pengujian, thitung > ttabel
(2,12 > 2.00) maka H0 ditolak dan Ha
diterima. Artinya terdapat perbedaan yang
signifikan hasil belajar PKn siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran
Problem Solving dengan siswa yang
dibelajarkan melalui pembelajaran
konvensional pada siswa kelas IV SD Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur Tahun Ajaran 2013/2014.
Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan mencari informasi dari Kepala Sekolah SD Gugus Inti di Gugus Srikandi Denpasar Timur , berdasarkan informasi dari Kepala Sekolah dan guru-guru yang
menyatakan bahwa tidak ada kelas
unggulan atau semua kelas dinyatakan setara dari segi akademik di SD Negeri gugus Srikandi. Setelah dinyatakan bahwa tidak ada kelas unggulan dan kelas dinyatakan setara dari segi akademik. Selanjutnya dipilih dua kelas sebagai kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas
kontrol selanjutnya kelas dirandom
(diacak). Maka terpilih kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen yaitu
kelas Vb SD Negeri 10 Sumerta,
sedangkan kelas kontrol yaitu kelas V SD Negeri 8 Sumerta. Untuk memeperkuat bahwa kedua kelas tersebut setara maka dilanjutkan dengan menganalisis hasil ulangan semester genap kelas IV dari kedua kelas sampel untuk mengetahui kesetaraannya. Analisis yang digunakan untuk mengetahui kesetaraan tersebut adalah statistik parametrik yaitu uji-t.
Berdasarkan hasil uji penyetaraan
kelompok yang dilakukan terhadap
kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dengan menganalisis hasil ulangan PKn semester genap kelas IV dari kedua
kelas sampel untuk mengetahui
kesetaraannya yang diuji menggunakan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas kemudian menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa antara siswa kelas Vb SD Negeri 10 Sumerta dengan siswa kelas V SD Negeri 8 Sumerta memiliki distribusi data yang normal dan homogen serta hasil uji-t menyatakan bahwa kedua kelompok data tersebut tidak terdapat perbedaan yang signifikan atau dengan kata lain kedua kelas tesebut setara secara akademik. Ini menunjukkan
sebelum diberikan perlakuan kedua
kelompok mempunyai kemampuan awal yang sama sehingga kelas eksperimen
diberikan perlakuan (treatmen) berupa
model pembelajaran Problrm Solving dan
kelas kontrol diberikan pembelajaran
berupa pembelajaran konvensional.
Masing-masing kelompok akan diberikan
enam kali perlakuan (treatmen) dan
dilakukan post-test pada pertemuan
ketujuh.
Melalui hasil analisis data hasil post
test dari kedua kelompok maka diketahui
terdapat perbedaan nilai rata-rata antara kedua kelompok. Nilai rata-rata pada
kelompok eksperimen yaitu 70,76
sedangkan nilai rata-rata pada kelompok kontrol yaitu 64.9.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis
dengan menggunakan uji-t didapat thit
sebesar 2.12 dan ttab pada taraf signifikansi 5% dan db = 91 adalah 2,00. Ini berarti thit > ttab, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn siswa
yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran Problem Solving dengan
siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensional. Perbedaan hasil belajar tersebut disebabkan kelompok siswa yang
mengikuti pembelajaran model Problem
Solving dapat lebih mudah memahami atau
memaknai setiap materi yang dibelajarkan. Hal itu dikarenakan dalam pembelajaran ini
memiliki kesesuaian dengan karakteristik mata pelajaran PKn.
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, siswa dihadapi dengan masalah baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat, merangsang kemampuan berfikir siswa yang kreatif dan menyeluruh, siswa berlatih mendesain suatu penemuan, memecahkan masalah secara realistis serta mampu
menafsir dan mengevaluasi hasil
pengamatan sehingga pemahamannya
terhadap materi menjadi lebih optimal.
Penerapan model pembelajaran Problem
Solving ini dilaksanakan melalui lima
tahapan yaitu pembangkitan minat,
eksplorasi, penjelasan, elaborasi, dan
evaluasi. Dari setiap tahapan yang
dilaksanakan akan memberikan
kesempatan pada siswa untuk aktif didalam proses pembelajaran sehingga susana belajar menjadi lebih menyenangkan.
Seperti yang dikemukakan oleh
Solihatin (2012:91) bahwa kegiatan belajar melalui pemecahan masalah bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam mengidentifikasi, mengembangkan
kemampuan berfikir alternatif, serta
kemampuan mengambil keputusan
berdasarkan alternatif yang tersedia dan
problem solving adalah upaya individu atau
kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak lumrah tersebut. Hasil penelitian seperti yang telah dipaparkan di atas juga didukung oleh penelitian dari Hasil penelitian Sutriasih (2012:39) menyatakan
bahwa Model pembelajaran Problem
solving mampu meningkatkan hasil belajar IPA siswa baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan oleh Sutriasih hasil yang dicapai adalah yaitu skor hasil belajar meningkat sebesar 11,48% dari 64,63% menjadi 76,11% sedangkan ketuntasan klasikal meningkat sebesar 29,63% dari 59,26% menjadi 88,89%.
Berbeda dengan yang diterapkan
pada kelompok kontrol, strategi
pembelajaran yang konvensional yang
diterapkan sering kali menimbulkan
ini tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk ikut aktif dalam pembelajaran
dan cenderung menunggu
informasi-informasi yang disampaikan oleh guru. Jadi sudah dapat dilihat proses pembelajaran
dengan pembelajaran konvensional
membuat siswa cenderung pasif yang berpengaruh pada perolehan hasil belajar siswa yang kurang optimal.
Dalam pelaksanaan penelitian juga terdapat beberapa kendala yang dihadapi
pada penerapan model pembelajaran
Problem Solving, terutama pada pertemuan
pertama. Kendala-kendala tersebut
diantaranya, (1) keterbatasan waktu untuk
menerapkan pembelajaran Problem
Solving, (2) kondisi kelas yang masih ramai, kurang disiplin dan kurang tertib, (3) kurangnya persiapan belajar siswa dalam memahami materi yang akan dipelajari. Tapi hal tersebut sudah dapat diminimalisir pada pertemuan-pertemuan berikutnya.
Dari segi kendala dan teoritik, maka penerapan penelitian ini harus dilakukan pada situasi kelas yang tenang dan nyaman serta kemampuan guru dalam memfasilitasi dan membimbing siswa dalam proses
pembelajarannya. Sehingga model
pembelajaran Problem Solving yang telah
terbukti lebih baik dibandingkan dengan
penerapan pembelajaran konvensional
dapat diterapkan dengan lebih baik dan dapat memberikan variasi dalam memilih model pembelajaran agar siswa tidak mudah jenuh dan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan sehingga hasil belajar PKn dapat dioptimalkan.
PENUTUP
Dari hasil uji hipotesis yang telah
dilakukan dengan menggunakan uji-t
diketahui bahwa thitung = 2.12 > ttabel = 2.00
(taraf signifikan 5% dan dk = 61) sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn siswa yang dibelajarkan melalui
model pembelajaran Problem Solving
dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur Tahun Ajaran 2013/2014.
Berdasarkan tes akhir pembelajaran (post
test) diketahui bahwa rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen lebih dari kelompok
kontrol (70.67 > 64,9), hal ini berarti bahwa
rata-rata prestasi belajar kelompok
eksperimen yang dibelajarkan melalui
model pembelajaran Problem Solving lebih
baik dari kelompok kontrol yang
dibelajarkan melalui pembelajaran
konvensional. Jadi dapat dikatakan bahwa
model pembelajaran Problem Solving
berpengaruh terhadap hasil belajar PKn siswa kelas V SD Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur Tahun Ajaran 2013/2014 .
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh beberapa saran yang dapat disampaikan, Dari hasil penelitian ini yang menunjukan bahwa model pembelajaran
Problem Solving memberikan pengaruh
terhadap hasil belajar PKn siswa kelas Vb SD Negeri 10 Sumerta tahun ajaran 2013/2014. Maka dari itu bagi guru
hendaknya menerapkan model
pembelajaran secara bervariasi, salah satunya dengan menerapkan model
pembelajaran Problem Solving dalam
pelasanaan pembelajaran PKn, Kepada
peneliti lain diharapkan melakukan
penelitian dengan model pembelajaran Problem Solving pada materi PKn yang lain atau mata pelajaran selain PKn serta dengan melibatkan sampel yang lebih luas.
DAFTAR RUJUKAN
Agung, A. A. Gede, 1997. Pengantar
Evaluasi Pengajaran, Singaraja :
STKIP. 1999. Metodologi Penelitian
Pendidikan, Singaraja : STKIP
Penelitian Suatu Pendekatan Praktis.
Jakarta : Rineka Cipta.
Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian.
Yogyakarta: Andi Offset.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan.
2010. Strategi belajar Mengajar.
Fathurrohman, Wuri. 2011. Pemblajaran PKn Di Sekolah Dasar ( Untuk PGSD
dan Guru SD ) Yogyakarta : Nuha
Litera.
Miarso, Yusufhadi, dkk. 1986. Teknologi
Komunikasi Pendidikan. Jakarta:
Rajawali.
Nasution, S. 1983. Sosiologi Pendidikan.
Jakarta : Bumi Aksara.
Saminanto. 2010. Ayo Prakti PTK
(Penelitian Tindakan Kelas).
Semarang:RaSAIL Media Group.
Solihatin E. 2012 Strategi Pembelajaran
PPKN Jakarta : PT Bumi Aksara.
Sugiyono.2006. Evaluasi Pembelajaran.
Tersedia pada
http://p4mristkippgrisda.wordpress.com
/2011/05/10/uji-validitas-dan-reliabilitas/ Diakses tanggal 21 Januari 2013.
Suraprananata, Sumarna. 2004. Analisis,
valeditas, realibilitas dan intepretasi hasil tes.Bandung : Rosda.
Suryanto, Adi, dkk.2008. Evaluasi
pembelajaran di SD. Jakarta :
Universitas Terbuka.