• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU BAHAN AJAR BS IDEOLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BUKU BAHAN AJAR BS IDEOLOGI"

Copied!
317
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENGANTAR PANCASILA DAN UUD NRI 1945

Bangsa Indonesia patut merasa bersyukur bahwa para pendiri negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bersepakat menjadikan lima sila yang digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia telah ditetapkan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang disebut

Pancasila. Kandungan dan dinamika nilai-nilai Pancasila melekat pada eksistensi Pancasila itu sendiri, baik sebagai ideologi nasional, dasar negara, maupun falsafah hidup bangsa sekaligus merupakan jati diri atau identitas bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila merupakan dimensi paling dalam yang bersifat abstrak dan berkedudukan sangat tinggi dalam fenomena kehidupan masyarakat serta memiliki kekuatan integratif bagi seluruh komponen bangsa yang saling berbeda, baik secara vertikal maupun horisontal. Nilai-nilai Pancasila merupakan sumber etika dan moralitas bangsa Indonesia yang selanjutnya berkembang dalam wujud sikap dan perilaku atau tindakan-tindakan nyata dalam kehidupan warga masyarakat.

(2)

cenderung makin tipis. Mulai muncul sikap-sikap sinis atau acuh tak acuh dan lebih jauh lagi timbul kecenderungan untuk meninggalkannya. Hal ini cukup memprihatinkan karena nilai-nilai Pancasila tidak lagi terpancar dalam diri dan sebagian aparat penentu kebijakan. Bahkan, Pancasila makin terlupakan dengan ditandai dibubarkannya lembaga Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7) dan Kementerian Penerangan sebagai corong pemasyarakatan, pemberdayaan, dan pengamalan Pancasila dalam pembangunan nasional.

(3)

Pengalaman pahit eksistensi Pancasila dalam tragedi nasional G-30-S/PKI tahun 1965 merupakan pelajaran yang sangat berharga dalam menghadapi tantangan masa depan yang penuh dengan ketidakpastian. Pemasyarakatan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi terbuka yang bersifat universal harus betul-betul dipahami dan dihayati oleh seluruh komponen bangsa Indonesia, terutama keberadaan Pancasila di antara ideologi besar dunia.

(4)

BAB II

PANCASILA DAN PERKEMBANGANNYA A. LAHIRNYA PANCASILA

1. Pembahasan Dasar Negara

(5)

tanggal 7 Agustus 1945 yang baru bisa bersidang untuk pertama kalinya sesudah proklamasi kemerdekaan, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan 22 Agustus 1945.

(6)

Dalam sidang resmi pertama ini, Mr. Muh. Yamin sempat dua kali berpidato. Hanya pidato pertama pada tanggal 29 Mei 1945 yang berhubungan dengan dasar negara, sedangkan pidato kedua pada tanggal 31 Mei 1945 menitikberatkan pada rencana daerah wilayah negara Indonesia. Berikut ini disajikan substansi pidato Mr. Muh. Yamin, Ki Bagoes Hadi Koesoemo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.

2. Substansi pidato Mr. Muh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945

Peri Kebangsaan

Jika Indonesia ingin merdeka sekarang, ada tiga pekerjaan yang harus segera dirampungkan, yaitu mengumpulkan segala bahan untuk pembentukan negara, menyusun undang-undang dasar, dan menjalankan isi hukum dasar dalam negara yang terbentuk. Negara baru yang akan kita dirikan haruslah negara kebangsaan (nationale staat atau etat national)

sesuai dengan kewajaran peradaban kitasekarang. Kita sebelumnya mempunyai dua negara dengan susunan negara bagian atas (kerajaan), yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Namun kedua negara tersebut sudah putus 400 tahun yang lalu. Pada saat ini ada lebih dari 300 kerajaan kecil yang lebih bercorak kedaerahan dan penduduknya tidak saling berhubungan secara keputranegaraan.

(7)

pada peradaban rakyat zaman sekarang dan dari susunan negara hukum adat bawahan, dari sanalah kita kumpulkan sari tata negara yang sebetul-betulnya menjadi dasar negara. Pokok dasar negara haruslah menurut watak peradaban Indonesia dan bukan meniru atau menyalin konstitusi negara lain. Peradaban dan keinginan kita sebagai bangsa hendaklah menjadi corak kepada negara yang akan dibentuk dan negara Republik Indonesia yang diingini oleh bangsa Indonesia adalah negara kebangsaan Indonesia sebagai suatu etat nasional. Pinjaman, salinan, dan tiruan dari luar hanya boleh dijadikan cermin saja.

Peri Kemanusiaan

Paham Indonesia merdeka bukan cuma lepas dari penjajahan

(8)

universalisme dalam hukum internasionalisme dan aturan kesusilaan segala bangsa dan negara merdeka.

Peri Ketuhanan

Bangsa Indonesia yang akan menjadi negara merdeka itu adalah bangsa beradab luhur dan dalam peradabannya mempunyai Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, negara kesejahteraan Indonesia merdeka akan berketuhanan. Tuhan akan melindungi negara Indonesia merdeka.

Peri Kerakyatan Permusyawaratan

Surat Asysyura, ayat 38 berbunyi, "Segala urusan harus dimusyawarahkan". Permusyawaratan memberi tiga dasar keinginan berikut.

a. Dengan membuka pikiran dalam permusyawaratan sesama manusia, manusia akan selalu berjalan di

jalan Tuhan.

b. Dengan permusyawaratan, beban pengelolaan negara tidak dipikul oleh satu orang, tetapi dipikul bersama banyak orang.

c. Permusyawaratan mengecilkan kekhilafan perse-orangan dan menghindarkan negara dari kesesatan.

(9)

agama Islam masuk ke Indonesia, budaya mufakat ini bertambah mekar lagi.

Perwakilan

Kemampuan dan keterampilan bangsa Indonesia dalam mengolah tata negara sudah ada sejak ribuan tahun dengan melihat 21.000 desa di Pulau Jawa, 700 nagari di Minangkabau, susunan negeri sembilan di Malaya, begitu pula di Borneo, Bugis, Ambon,

Minahasa, dan tempat lain. Susunan persekutuan ini tidak rusak oleh pengaruh Hindu, Buddha, serta feodalisme dan penjajahan. Desa tetap desa, walaupun susunannya berubah-ubah sesuai dengan perubahan zaman dan desa merupakan salah satu tonggak persekutuan adat yang lebih banyak samanya daripada bedanya di seluruh Indonesia. Dalam susunan inilah terpilih orang yang memegang kekuasaan dan menjadi perwakilan untuk ke susunan yang lebih besar lagi. Perwakilan inilah yang memusyawarahkan hal-hal yang lebih besar dan lebih luas. Perwakilan tidak saja menguatkan persekutuan hukum adat dalam tata negara bagian bawah, tetapi menjadi pedoman dalam keinginan bangsa sekarang dalam menyusun tata negara bagian tengah dan bagian atas. Perwakilan inilah yang akan menjadi sambungan jiwa tata negara rakyat dan dasar perwakilan merupakan dasar abadi menurut kebudayaan Indonesia.

Kebijaksanaan

(10)
(11)

a. Paham Negara

Tiga dasar di atas, permusyawaratan, perwakilan dan kebijaksanaan membawa kita pada susunan negara yang berdasar pada kenyataan. Kita tidak bergandengan dengan pikiran Plato dengan Respublica-nya, Aristoteles dengan

Politea-nya serta Thomas More dengan Utopia-nya.

1) Negara Indonesia menolak tata negara yang melanggar dasar permuyawaratan, perwakilan, dan kebijaksanaan.

2) Negara Indonesia menolak segala paham federalisme, monarki, liberalisme, autokrasi dan birokrasi, serta demokrasi Barat.

3) Negara Indonesia menolak segala macam penjajahan. Negara Indonesia adalah negara kebangsaan yang merdeka dan berdaulat penuh.

4) Negara Indonesia menolak paham pemerintahan istibdadi, paham pemerintahan khilaah, dan paham pemerintahan filsafatiyah.

5) Negara Indonesia menolak segala dasar penjajahan kolonialisme sebagai dasar pembentukan negara. 6) Negara Indonesia menolak segala tindakan yang

mengecewakan kedaulatan negara dengan menjalankan kebonekaan.

Dengan menolak keenam paham di atas, negara Indonesia akan mewujudkan paham-paham berikut.

1) Negara rakyat Indonesia merupakan negara persatuan yang tidak terpecah yang dibentuk di atas dan di dalam badan bangsa Indonesia yang tidak terbagi-bagi. Negara kesatuan atas paham unitarisme.

2) Negara rakyat Indonesia mempunyai satu kedaulatan yang dijunjung kepala negara dan oleh daerah dan rakyat Indonesia.

3) Kepala negara, pusat pemerintahan, pemerintah daerah, dan pemerintahan persekutuan desa dipilih secara umum dalam

(12)

pemerintahan syuriyah yang berdasarkan permusyawaratan antar orang yang berilmu dan berakal sehat yang dipilih berdasarkan paham perwakilan.

5) Permusyawaratan, pemilihan, dan pembaruan pikiran menjadi dasar pengangkatan dan segala pemutusan urusan negara.

6) Negari, desa, dan segala persekutuan hukum adat yang diperbarui dengan jalan nasionalisme dan pembaruan zaman dijadikan kaki susunan negara sebagai bagian bawah.

7) Pemerintah pusat dibentuk di sekeliling kepala negara yang terbagi atas

a) Wakil kepala negara, b) Kementerian, dan

c) Pusat parlemen balai perwakilan yang terbagi atas majelis dan balai perwakilan.

8) Antara bagian atas dan bagian bawah di bentuk bagian tengah sebagai pemerintah daerah.

9) Negara rakyat Indonesia menjalankan pembagian pekerjaan negara atas jalan desentralisasi atau dekonsentrasi yang tidak mengenal federalisme atau perpecahan negara.

Negara rakyat Indonesia menjadi anggota yang berkedaulatan dalam permusyawaratan bangsa-bangsa sedunia.

b. Pembelaan Negara

(13)

c. Budi Negara

Tiap negara yang terbentuk oleh peradaban sempurna harus mempunyai budi pekerti atau moral sebagai corak atau identitas dari bangsanya. Budi pekerti negara merupakan tali perhubungan hati rakyat dengan negara yang melindunginya .

1) Setia Negara

Negara pertama Kerajaan Syailendra Sriwijaya sanggup menahan gelombang massa karena memiliki moral yang dipusatkan pada rasa kebaktian dengan wujud kesetiaan kepada negara kesatuan. Tidak berbakti kepada negara adalah suatu kesalahan yang besar. Walaupun kerajaan ini runtuh, budaya setia masih berakar pada masyarakatnya. Negara kedua Majapahit mempunyai moral menumpukkan kepercayaan penuh kepada tenaga rakyat.

2) Tenaga Rakyat

Negara kedua Majapahit menjadi kuat di Asia Tenggara,

terutama setelah potensi tenaga rakyat yang besar dimanfaatkan seefektif mungkin oleh Mahapatih Gajah Mada. Zaman sekarang memang sudah berubah, tetapi kekuatan rakyat tetap merupakan potensi dan saat ini seluruh rakyat Indonesia mempunyai tekad untuk merdeka dan moral rakyat yang ingin dan mau merdeka ini merupakan dasar budi pekerti mereka.

3) Kemerdekaan

Setia negara, tenaga rakyat, dan ingin merdeka adalah moral negara ketiga. Moral ini akan masuk dalam urat nadi negara baru. Moral negara ini sangat tingggi nilainya karena budi pekerti tertanam dalam negara berketuhanan Yang Maha Esa, yang beradab dan berkebangsaan.

(14)

Negara jangan dirasakan sebagai ikatan hidup yang menyempitkan hidup rakyat atau dipandang sebagai autokrasi atau oligarki. Kegembiraan akan muncul apabila negara yang dibentuk atas peradaban kita memberikan jaminan dalam undang-undang dasar akan adanya perubahan besar yang menyangkut bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah serta seluruh kehidupan ekonomi sehari-hari. Untuk itu, hendaklah negara baru ini berhubungan langsung dengan keinginan rakyat.

a. Daerah Negara. Hendaklah negara yang dibentuk ini meliputi daerah yang diinginkan oleh rakyat Indonesia. Tentulah juga tanah negara berwarna Indonesia. Kita tidak mau ada satu enklave di dalam wilayah negara.

b. Penduduk dan Putra Negara. Pada saat pelantikan negara

nanti sudah ditentukan siapa yang menjadi putra negara, hendaklah sudah ada ketentuan tentang golongan peranakan Arab dan Tionghoa sebelum pelantikan negara. c. Bentuk Negara Indonesia. Pada saat pelantikan negara

baru, bertambahlah di atas dunia anggota keluarga yang sudah berumur tua dan berperadaban luhur dengan wilayah yang mahaluas dan kaya, makmur, dan sudah permai serta rakyatnya yang beragama. Kesejahteraan rakyat menjadi dasar dan tujuan negara yang ringkasnya adalah keadilan masyarakat atau keadilan sosial. Dalam Perang Dunia II ini berkat bantuan tentara Dai Nippon dan berkat kesungguhan perjuangan rakyat Indonesia, kita ditakdirkan naik dari kedudukan negara jajahan menjadi negara rakyat merdeka. Bentuk negara Indonesia yang merdeka berdaulat ini adalah suatu Republik Indonesia yang tersusun dalam paham unitarisme.

(15)

3. Substansi Pidato Ki Bagoes Hadi Koesoemo pada tanggal 31 Mei 1945

Bila masyarakat atau negara sudah kocar kacir sudah ada batas antara baik buruk, halal haram, Allah akan membangkitkan para nabi untuk memimpin dan membangun masyarakat menuju keadilan, ketentraman keamanan dan kesejahteraan. Hidup manusia adalah masyarakat, manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain harus saling tolong menolong. Kita kaum tahu bagaimana Nabi membentuk negara akan masyarakat akan masyarakat baru. Kita kaum tahu apa yang membuat kesal dan kekacuan di masyarakat yaitu perlakuan jahat. Setengah kekuatan jahat yang paling berbahaya adalah tamak dan serakah (menang sendiri,enak sendiri, kaya sendiri, dapat nama sendiri)agar tidak ada yang menang sendiri, dapat nama sendiri, kita perlu musyawarah. Dalam usaha memperbaiki masyarakat Nabi dan Rosul menitik beratkan pada perbaikan budi pekerti, Bila semua berbudi pekerti baik tidak perlu ada aturan yang menyikapi karena ada hawa nafsu maka diperlukan peraturan dan pemerintah agar masyarakat tertip, aman sentosa,sejahtera. Pedoman apa saja yang diajukan para nabi ? ada empat peran pokok yaitu :

a. Ajaran Iman atau kepercayaan pada Allah dan perkara gaib. Dari Iman timbul watak dan Budi pekerti baik yang akan mematahkan nafsu jahat.

b. Ajaran beribadah, berhikmat dan berbakti pada Allah, ajaran ibadah ini baru terasa manfatnya bila seseorang telah melakukanya sendiri, ajaran ini pertama hanya terangkan/ diajarkan tapi baru bermanfaat setelah diimplementasikan, kedua ajaran diatur merupakan kemajuan manusia pada Tuhannya.

c. Ajaran beramal sholeh, Maknanya merekah tepi semua orang memahami artinya, Manusia mau berbuat baik, kepada orang tua anak, anak, tetangga, tamu handai taulan golongan lain dan kepada masyarakat.

(16)
(17)

berdasarkan perjuangannya pada Islam. Mudah mudahan negara indonesia baru nanti berdasarkan islam dan menjadi negara yang tegak ,teguh, kuat, dan kokoh.

4. Substansi Pidato Prof. Dr. Mr. Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945

Syarat mutlak adanya suatu negara harus ada daerah, rakyat, dan pemerintah yang berdaulat menurut hukum internasional, juga syarat mutlak tentang pembelaan tanah air. Tentang syarat mutlak pertama yaitu daerah, saya setuju daerah batas Hindia Belanda, tetapi jika wilayah lain ingin bergabung, seperti contoh Negari Malaka dan Borneo Utara kita tidak berkeberatan terutama bukan yang menentukan tapi saudara saudara kita yang ada di Malaka dan

Borneo Utara. Tentang syarat mutlak kedua yaitu rakyat sebagai warga negara, tentunya penduduk asli Indonesia langsung menjadi warga negara, sedangkan warga peranakan yang berkeinginan menjadi warga negara harus diterima menjadi warga negara. Yang perlu dijaga adalah tidak terjadi kewarganegaraan rangkap atau kehilangan kewarganegaraan.

Syarat mutlak kerja yaitu pemerintah berdaulat menurut hukum internasional. Menurut dasar apa negara yang akan kita dirikan. Ada 3 uraian negara yaitu:

a. Persatuan negara (cenheidsetaat) atau negara serikat

(18)

b. Bagaimana hubungan negara dengan agama c. Apakah Republik atau Monarkhi

Untuk itu perlu kita ketahui dulu tentang negara dan teori berbangsa serta aliran pikiran tentang negara. Untuk pemerintahan berdaulat menurut hukum internasional, kita harus membicarakan dasar sistem pemerintahan, apakah persatuan negara, atau negara serikat atau persekutuan negara, bagaimana hubungan negara dan agama, serta apakah berbentuk republik atau monarki. Untuk itu, perlu kita ketahui dulu tentang negara.

a. Teori Individualisme Thomas Hobbes dan John Locke, Jean Jaques Rosseau, Herbert Spencer, serta H.J. Larki mengatakan bahwa negara ialah masyarakat hukum yang disusun atas kontrak di antara seluruh individu di dalam masyarakat tersebut. Dasar individualisme ada di negeri Eropa Barat dan Amerika. b. Teori Golongan Karl Marx, Engel, dan Lenin mengatakan

bahwanegara adalah alat dari golongan (kelas) untuk menindas golongan

(kelas) lain. Negara kapitalis adalah alat kaum borjuis untuk menindas kaum buruh. Oleh sebab itu, perlu ada revolusi kaum buruh merebut kekuasaan agar kaum buruh ganti menindas kaum borjuis.

(19)

liberalisme telah memisahkan individu dari masyarakat sosialnya dan saat ini telah terjadi krisis rohani di sana. Sifat ini harus kita jauhkan dari pembangunan negara Indonesia. Dasar susunan negara Uni Soviet yang diktator proletariat mungkin cocok dengan kondisi sosial negeri Uni Soviet, tetapi dasar pengertian negara itu bertentangan dengan sifat asli masyarakat Indonesia.

Negara Jerman dengan nasional sosialisnya sekarang menyerah dalam peperangan ini. Prinsip totaliter berkaitan dengan persamaan darah serta daerah dalam hubungan antara pemimpin dan rakyatnya. Prinsip nasional sosialis merupakan prinsip persatuan antara pemimpin dan rakyat dan hal ini sesuai dengan adat ketimuran. Negara Dai Nippon berdasarkan atas persatuan kekal antara kaisar, negara, dan rakyat. Tennoo adalah pusat rohani seluruh rakyat dan negara yang bersandar atas kekeluargaan. Dasar persatuan dan kekeluargaan ini sangat cocok untuk Indonesia. Semangat kebatinan dan struktur kerohanian bangsa Indonesia bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, persatuan kawula dan gusti, persatuan mikrokosmos dan makrokosmos, persatuan antara rakyat dan pemimpinnya. Sifat tata negara asli Indonesia masih dapat dilihat sampai saat ini berupa desa, baik di Jawa maupun di luar Jawa yang pemimpinnya bersatu dengan rakyatnya. Kepala rakyat yang memegang adat senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya. Dalam suasana persatuan antara rakyat dan pemimpinnya, semua golongan diliputi suasana gotong royong semangat kekeluargaan. Negara Indonesia nanti harus sesuai dengan sifat dan corak masyarakatnya maka negara harus mengikuti aliran integralistik, yaitu negara yang bersatu dengan rakyatnya dan mengatasi seluruh golongan dalam lapangan apa pun. Teori negara integralistik tidak mengesampingkan adanya golongan dan individu.

Negara mengakui dan menghormati adanya golongan dalam masyarakat nyata, tetapi semua individu dan golongan akan insaf pada kedudukannya sebagai bagian dari organik dan negara seluruhnya.

(20)

Pengertian negara Islam berbeda dengan pengertian "Negara berdasar cita-cita hukum agama Islam." Pada negara Islam, negara dan agama adalah satu. Turki sebelumnya adalah negara Islam, tetapi sejak 1924 Turki tidak lagi negara Islam walaupun rakyatnya hampir seluruhnya beragama Islam. Mesir, Irak, Iran, dan Saudi Arabia, masih negara

Islam. Kita tidak akan meniru negara lain dalam menyusun negara Indonesia, tetapi harus melihat pada keistimewaan masyarakat Indonesia yang nyata. Indonesia mempunyai sifat berbeda dengan

Mesir, Irak, Iran, dan Saudi Arabia. Kita berada di Asia dalam lingkungan yang bukan Islam krpus. Di Mesir, Irak, dan Iran pun masih ada aliran pikiran yang mempersoalkan penyesuaian hukum syariah dengan kebutuhan internasional dan kebutuhan modern aliran zaman sekarang. Jika kita akan mendirikan negara Islam, pemikiran tersebut akan timbul di negara kita sehingga kita tidak mendirikan negara persatuan karena mendirikan negara Islam berarti negara mempersatukan diri dengan golongan terbesar yang akan menimbulkan minderhedan golongan agama keci l .

Hendaknya kita mendirikan negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter. Negara bersatu ini bukan negara yang tidak beragama.

(21)

rakyat harus dibentuk badan permusyawaratan. Kepala negara harus terus bergaul dengan badan ini supaya mengetahui terus apa keinginan rakyat. Menyatunya pemimpin dengan rakyatnya harus diteruskan sampai pada tingkat kepala daerah, bahkan sampai pada tingkat kepala desa atau kepala adat.

Dalam negara integralistik, hubungan negara dengan ekonomi menggunakan sistem sosialisme negara yang mengatur bahwa perusahaan penting akan diurus negara. Namun, negara akan menentukan di mana, pada masa apa, perusahaan apa yang dapat dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau oleh swasta demi kepentingan negara dan rakyat. Mengenai masalah tanah, negara menguasai seluruh dan tambang-tambang penting dikuasai negara. Namun, tanah pertanian tetap dipegang oleh petani mengingat sebagian besar rakyat Indonesia adalah petani. Dalam lapangan ekonomi negara akan bersifat kekeluargaan. Oleh sebab itu, sistem koperasi harus menjadi dasar ekonomi Indonesia.

5. Substansi pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 Selama tiga hari berturut-turut sudah banyak yang berpidato, tetapi yang diutarakan bukan yang diperlukan BPUPKI, yaitu dasar negara (philosophische grondslag). Apa arti merdeka? Merdeka merupakan suatu kemandirian politik (political independence).

(22)

Saudara kita si Marhaen berani kawin walaupun cuma punya satu tikar dan gubug. Kita sekarang mau merdeka atau tidak.

Di dalam Indonesia merdeka barulah kita memerdekakan rakyat kita satu per satu. Di dalam Indonesia merdeka kita sehatkan dan sejahtera rakyat kita. Kalau kita sudah bicara tentang merdeka, kita bicarakan mengenai dasar, philosophische grondslag, weltanschaung.

Hitler mendirikan Jerman di atas national sozialistische weltanschaung.

Lenin mendirikan negara Soviet dengan Marxistische, Nippon mendirikan Dai Nippon di atas Tennoo Koodoo Seishin. Ibnu, yaitu Islam Saud mendirikan negara Saudi Arabia di atas dasar agama. Weltanschaung harus kita bulatkan dulu sebelum Indonesia merdeka dan para idealis di dunia bekerja mati-matian untuk menyusun dan merealisasikan weltanschaung mereka. Lenin mendirikan Uni Soviet dalam 10 hari di tahun 1917, tetapi

weltanschaung-nya sudah dipersiapkan sejak 1895. Adolf Hitler

berkuasa pada tahun 1935, tetapi weltanschaung-nya sudah dipersiapkan sejak 1922. Dr. Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok pada tahun 1912 tapi weltanschaung-nya sudah dipersiapkan sejak 1885, yaitu San Min Chu I.

Kebangsaan

(23)

Rakyat Minangkabau yang ada dimana-mana merasakan

desir d'etreensemble walaupun Minangkabau hanya bagian kecil

dari nusantara, demikian juga masyarakat Jogja, Sunda, dan Bugis. Nationale staat meliputi seluruh bangsa Indonesia dan seluruh wilayah Indonesia yang merupakan satu kesatuan. Dalam sejarah kita cuma dua kali mengalami nationale staat, yaitu di masa Sriwijaya dan Majapahit.

Di masa Mataram memang merdeka, tetapi tidak nationale staat. Orang Tionghoa klasik tidak mau kebangsaan karena mereka memeluk paham Kosmopolitisme, tetapi untung ada Dr. Sun Yat Sen yang mengubah paham tersebut.

Internasionalisme

Dasar kebangsaan ada bahayanya, yaitu dapat menimbulkan chauvinisme yang bisa mengarah pada Indonesia uber alles. Kita cinta tanah air yang satu, merasa berbangsa satu, dan punya bahasa yang satu, tetapi Indonesia hanya satu bagian kecil dunia. Kita akan mendirikan negara Indonesia merdeka sekaligus menuju pada kekeluargaan bangsa-bangsa, internasionalisme tidak berarti kosmopolitisme yang meniadakan bangsa. Internasionalisme tidak dapat hidup subur bila tidak berakar di buminya nasionalisme, sedangkan nasionalisme tidak dapat hidup di taman sarinya internasionalisme. Prinsip pertama dan kedua saling bergandengan erat.

Mufakat, Perwakilan, dan Permusyawaratan

(24)

Golongan agama dapat memanfaatkan dasar ini untuk memperjuangkan kepentingannya.

Kesejahteraan Sosial

Selama tiga hari belum terdengar prinsip kesejahteraan, prinsiptidak ada kemiskinan di Indonesia. Apakah kita mau merdeka dengan kaum kapitalis merajalela ataukah rakyatnya yang sejahtera? Di Eropa dan Amerika ada badan perwakilan, tetapi nyatanya kapitalis merajalela di sana. Demokrasi yang kita perlukan bukanlah demokrasi Barat, melainkan demokrasi yang memberi penghidupan, yaitu demokrasi politik ekonomi yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial.

Kita mengenal cerita Ratu Adil di mana rakyat miskin berjuang dan menciptakan dunia baru yang lebih sejahtera yang dipimpin oleh Ratu Adil. Kita tidak saja memiliki persamaan politik, tetapi juga persamaan ekonomi, yaitu kesejahteraan bersama. Badan permusyawaratan kita bukan saja badan permusyawaratan politik demokrasi, melainkan juga mewujudkan dua prinsip, yaitu politiche rechtvaadigheid dan sociale recht vaardigheid. Dalam badan permusyawaratan kita bicarakan segala hal, termasuk urusan kepala negara. Diharapkan semua kepala negara harus dipilih dan negara bukan monarki.

Ketuhanan

Kita sudah punya empat prinsip, yaitu kebangsaan Indonesia internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasidan kesejahteraan sosial. Prinsip yang kelima adalah ketuhanan. Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi setiap orang Indonesia hendaknya bertuhan dengan tuhannya sendiri. Hendaknya rakyat bertuhan secara kebudayaan, dengan tiada egoisme agama. Marilah kita jalankan agama secara berkeadaban, saling menghormati.

(25)

sedangkan kita saat ini membicarakan dasar. Kelima dasar ini dinamakan Pancasila karena sila berarti asas atau dasar. Jika ada yang tidak senang, angka lima dapat diperas. Kebangsaan dan internasionalisme kebangsaan serta peri kemanusiaan diperas menjadi socio-nasionalisme. Demokrasi dan kesejahteraan diperas menjadi satu menjadi socio-democratie dan tinggal ketuhanan yang saling menghormati. Dari lima tinggal tiga, yaitu socio-nasionalisme, socio democratie, dan ketuhanan. Ketiga dasar ini dinamakan Trisila.

Jika tidak senang dengan angka tiga dan minta satu dasar, negara Indonesia adalah semua buat semua, ada kata Indonesia tulen, yaitu gotong royong. Negara Indonesia yang kita dirikan harus berdasarkan gotong royong dan dasar yang satu ini dinamakan Ekasila.

Tidak ada satu pun weltanschaung yang menjelma menjadi realitas tanpa perjuangan. Jika ingin merealisasikan Pancasila, perlu perjuangan. Dengan berdirinya negara Indonesia tidak berarti perjuangan selesai. Justru, kita baru memulai perjuangan, tetapi sifat dan coraknya lain.

Sesudah sidang resmi pertama, ada beberapa sidang tidak resmi selama masa reses, antara lain, sidang Panitia 9 yang membahas Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar. Sidang ini ditangani oleh Moh. Hatta, Muh. Yamin, Subardjo, Maramis, Ir. Soekarno, K.H Abdul Kahar Muzakir, Wachid Hasyim, Abikusno Tjokro Soejoso, dan Haji Agus Salim. Mereka berhasil menyusun konsep Pembukaan UUD Indonesia merdeka yang mereka namakan Piagam Djakarta dan ditandatangani pada tanggal 22 Juni 1945. Konsep ini dilaporkan oleh Ir. Soekarno dalam sidang resmi kedua BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945. Di dalam konsep ini dasar negara berbunyi, “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi

(26)

ketuhanan dan terutama sekali kewajiban umat Islam untuk menjalankan syariat Islam, masuk di dalamnya kebulatan nasionalisme Indonesia, persatuan bangsa Indonesia masuk di dalamnya, keadilan sosial, sociale recht vaardigheid masuk di dalamnya. Maka oleh karena itu, panitia kecil penyelidik usul-usul berkeyakinan bahwa inilah preambul yang dapat menghubungkan dan mempersatukan semua aliran yang ada di kalangan anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai ....”

Dalam tanya jawab selanjutnya, ada pertanyaan yang isinya berkeberatan tentang dimasukkannya hal yang mewajibkan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dengan alasan bahwa hal ini dapat memunculkan permasalahan antara hukum adat dan hukum agama, terutama dalam warisan (adat Minangkabau) dan dalam masalah tanah (adat Maluku). Pertanyaan itu diajukan oleh Latuharhary.

Jawaban Ir. Soekarno adalah, “Barangkali tidak perlu diulangi bahwa preambul adalah hasil jerih payah untuk menghilangkan perselisihan paham antara golongan yang dinamakan golongan kebangsaan dan golongan Islam. Jadi, manakala kalimat ini tidak dimasukkan, saya yakin bahwa pihak Islam tidak dapat menerima preambul ini.” Haji Agus Salim juga menambahkan keterangan yang ada sangkut pautnya adat Minangkabau dengan syariat Islam.

Dalam sidang resmi kedua BPUPKI tanggal 14 Juli 1945, Ketua Panitia UUD, Ir. Soekarno, melaporkan konsep Pernyataan Indonesia Merdeka. Pernyataan kemerdekaan ini mirip Declaration of Independence Amerika Serikat. Pernyataannya dimulai dengan bait pertama preambul Undang-Undang Dasar (Djakarta Charter) yang dilanjutkan dengan alasan-alasan Indonesia menyatakan kemerdekaannya, lalu masuk bait kedua preambul. Selanjutnya, dalam bait ketiga terdapat pernyataan “….... MENYATAKANKEMERDEKAANNYA ....” yang tercetak dengan huruf kapital dan tebal. Dalam bait keempat preambul, dasar negara masih seperti dalam Piagam Djakarta. Dasar negara tidak ada perubahan sampai

(27)

Dalam sidang pertama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945 di gedung Tyunoo Sangi Lu (sekarang Kementerian Luar Negeri), sidang diketuai dan dibuka oleh Ir. Soekarno yang selanjutnya mempersilakan Drs. Moh. Hatta sebagai wakilnya untuk menyampaikan pidato yang isinya, antara lain, menghilangkan pernyataan Indonesia merdeka dan pembukaan yang lama serta menggantinya dengan pembukaan yang dirancang oleh panitia kecil. Selanjutnya, pembukaan tersebut dibacakan dengan Bab IV Dasar Negara yang sudah berbunyi, “Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”Ki Bagus Hadikusumo menyarankan agar pernyataan menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab dihilangkan saja.

Pada akhir sidang dimufakati bahwa pembukaan undang-undang dasar yang dibacakan terdapat pada Bab IV Dasar Negara yang isinya seperti yang ada saat ini, yaitu, “Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Dengan ini Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia dianggap sah.

Antara kedua pidato usul dasar negara tersebut, baik dari Mr.Muh. Yamin maupun dari Ir. Soekarno terdapat banyak substansi yang hampir sama. Keduanya sama-sama mengajukan lima dasar dan sama-sama dimulai dengan kata kebangsaan. Pada dasar kedua Muh. Yamin mengajukan peri kemanusiaan, sedangkan Ir, Soekarno mengajukan internasionalisme/ perikemanusiaan.

(28)

kesejahteraan. Sementara itu, Ir. Soekarno memasukkannya pada dasar ketiga, yaitu mufakat, perwakilan, dan permusyawaratan. Dasar kesejahteraan rakyat diusulkan menjadi dasar kelima oleh Muh. Yamin, sedangkan Ir. Soekarno mengusulkan kesejahteraan sosial menjadi menjadi dasar keempat. Dasar pertama, baik oleh Mr. Muh. Yamin maupun Ir. Soekarno diuraikan cukup panjang. Dasar kerakyatan oleh Mr. Muh. Yamin juga diuraikan panjang dan lebih mendetail, sedangkan oleh Ir. Soekarno dasar mufakat diuraikan tidak begitu panjang dan mendetail. Mr. Muh. Yamin tidak memberi nama kelima dasar yang ia usulkan, sedangkan Ir. Soekarno memberi nama Pancasila. Bahkan, oleh Ir. Soekarno kelima dasar tersebut masih bisa diperas menjadi tiga dasar dengan nama Trisila dan masih bisa diperas lagi menjadi satu dasar dengan nama Ekasila. Prof. Dr. Mr. Soepomo tidak memerinci dasar per dasar dalam pidatonya, tetapi keseluruhan pidatonya mengandung substansi paham integralistik yang kuat sekali. Sayangnya, kumpulan pidato Drs. Moh. Hatta belum ditemukan sampai saat ini. Namun, ada sedikit masukan bahwa pidato Drs. Moh. Hatta yang menyangkut masalah hak individu kurang terlihat dalam pidato Mr. Muh. Yamin ataupun Ir. Soekarno dan tidak mungkin dimunculkan oleh Prof Dr. Mr. Soepomo yang beraliran integralistik. Baik Mr. Muh. Yamin maupun Ir. Soekarno menekankan negara kebangsaan adalah negarasemua untuk semua. Paham tersebut tidak integralistik dan tidak individualistis. Sementara itu, paham integralistik sangat menitik beratkan pada persatuan antara pimpinan dan rakyatnya serta persatuan dalam negara seluruhnya (totaliter).

Ketika Ir. Soekarno menyampaikan Pancasila bisa diperas menjadi Trisila dan Ekasila, pada dasar gotong royong Ir. Soekarno sudah mendekati kesamaan substansi dengan pidato Prof. Dr. Mr. Soepomo. Kebetulan Prof. Dr. Soepomo merupakan ketua tim kecil perancang undang-undang dasar negara Indonesia sehingga dalam batang tubuh UUD negara substansi Integralistik terasa sekali.

(29)

tidak ada dari aliran Islam yang menyampaikan pidato untuk dasar negara. Namun, dalam interupsi pada pidato serta dalam tanya jawab pada sidang resmi kedua dan sidang-sidang tidak resmi, terlihat sekali betapa kuatnya mereka ingin memasukan kewajiban syariat Islam dalam dasar negara maupun dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara.

Dari Tim 9 yang dibentuk untuk menyusun Preambule

Undang-Undang Dasar terjadi diskusi tawar-menawar cukup alot antara aliran Islam dan nasional dan akhirnya muncul Preambule

Undang-Undang Dasar dengan dasar negara yang mencantumkan “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya” yang kita kenaldengan Piagam Jakarta.

Paham komunis tidak masuk dalam penyusunan dasar negara dan Undang-Undang Dasar negara karena organisasi ini dibubarkan pemerintah Jepang. Jepang menganut paham fasisme yang amat bertentangan dengan komunisme.

Suasana kebatinan ingin cepat merdeka dan ingin memanfaatkan momentum yang ada (vacuum of power) ikut memengaruhi para pendiri bangsa (founding fathers) dalam menyusun dasar negara.

Hal ini disadari karena sebentar lagi Jepang akan kalah dan sebentar lagi sekutu akan mendarat di pusat kekuasaan di Indonesia yang ikut diboncengi pemerintahan Belanda atau

Nederlandsch Indië Civil Administratie (NICA). Sementara itu, para petinggi Jepang di Jakarta ikut dalam sidang BPUPKI sehingga pengaruh kehadiran mereka cukup besar dalam penyusunan dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara. Salah satunya adalah pembuatan dokumen Pernyataan Kemerdekaan Indonesia yang ingin mencontoh dokumen

(30)

Kemerdekaan dan Pembukaan Undang-Undang Dasar lama dihilangkan dan diganti dengan pembukaan yang baru.

Dalam dokumen itu pernyataan “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” sudah tidak ada lagi. Luapan kegembiraan merdeka serta suasana kekeluargaan yang kuat dan kewaspadaan yang tinggi untuk menghadapi ancaman sekutu sementara tentara Jepang masih menunjukkan keberadaannya telah menyelimuti para pendiri bangsa (founding

fathers) untuk terus bermufakat mengatasi perbedaan pendapat.

(31)

B. PANCASILA SEBAGAI FALSAFAH HIDUP DAN PANDANGAN HIDUP BANGSA

1. Pengalaman Masa Penjajahan

Pengalaman atas penjajahan selama tiga setengah abad menumbuhkan hasrat yang kuat untuk hidup bebas sebagai dambaan bangsa. Pengalaman atas penderitaan dan kemiskinan selama itu melahirkan kesadaran akan prinsip kemanusiaan dan keadilan. Pengalaman akan kebodohan dan keterbelakangan membangkitkan harga diri dan semangat untuk maju. Sementara itu, pengalaman akan kelemahan dan ketidak berdayaan menumbuhkan solidaritas dan komitmen terhadap sesama bangsa sebagai satu kekuatan. Inti berbagai pengalaman dan semangat itu pada dasarnya merupakan tuntutan pengakuan bangsa Indonesia sebagai manusia seutuhnya dan perlakuan terhadapnya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai pribadi.

Ciri hakiki manusia adalah kebebasan, bebas dari segala bentuk pemaksaan dan penindasan serta bebas untuk merealisasikan diri sesuai dengan pilihannya. Kebebasan adalah nilai fundamental yang melekat pada manusia sejauh itu merupakan hak asasi yang tidak bisa diganggu gugat, yaitu bebas dalam berpikir, berkeyakinan, dan berekspresi sesuai dengan bakat dan potensinya dalam seluruh bidang kehidupan.

Dalam Orde Baru ada kecenderungan untuk memperkecil arti kebebasan ini karena dianggap membatasi kekuasaan pemerintah. Sebagai nilai etis sudah tentu

kebebasan menuntut pertanggungjawaban atas segala bentuk perbuatan yang dipilih. Tuntutan akan kebebasan secara intrinsik bersifat anti kolonialisme, anti perbudakan, anti absolutisme, dan anti diktator yang totalitarian.

(32)

manusia adalah individu yang sekaligus anggota komunitas, mereka bergabung sebagai kontrak sosial untuk membentuk satu bangsa dan mendirikan negara RI. Dengan demikian, lahirlah negara bangsa dan negara hukum.

Tugas negara adalah melindungi para warganya agar dapat menjalankan hak, kewajiban, serta pengembangan dirinya dengan tertib dan aman dengan menciptakan Iklim dan kondisi yang baik bagi eksistensi dan dinamika hidup mereka. Untuk itu, pemerintahan negara merupakan kewenangan mengatur penyelenggaraan kehidupan bangsa dan negara berdasarkan hukum yang ditentukan.

Dengan demikian, kekuasaan pemerintah tidak dibenarkan melanggar hak-hak asasi yang melekat pada masing-masing warga negara sehingga justru harus dipertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada rakyat sebagai sumber kekuasaan. Hal itu berarti bahwa negara demokrasi dalam arti kedaulatan ada di tangan rakyat.

Masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai suku yang mempunyai adat istiadat, bahasa, dan budaya serta keyakinan dan kepercayaan yang beraneka ragam. Dalam kondisi kemajemukan itu, masyarakat Indonesia yang mengalami penjajahan sebagai nasib bersama bertekad untuk mengusir penjajah dan memperjuangkan kemerdekaannya bersama-sama. Persatuan tekad tersebut membuat masyarakat Indonesia menjadi eka dalam kebinekaan yang harus selalu diisi dengan kebijakan dan usaha konkret demi tercapainya tujuan bersama.

(33)

Visi Bhineka Tunggal Ika dapat diperjelas melalui pendekatan multikulturalisme. Masyarakat yang majemuk tidak dengan sendirinya adalah masyarakat multikultural. Dalam teori multikulturalisme terkandung prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan lain-lain yang menjadi acuan kuat dalam menganalisis masalah serta konstelasi kemajemukan etnis dan kultural masyarakat dewasa ini. Dengan pendekatan itu visi Pancasila secara tajam dan tepat dapat memahami dan sekaligus memecahkan masalah kekerasan, sektarian, primordial, serta tantangan disintegrasi dan bahaya separatisme dengan solusi yang lebih komunikatif, dialogis, adil, dan saling menghargai demi tercapainya tujuan dan kepentingan bersama.

Dengan semua hal itu Pancasila benar-benar berfungsi sebagai kesepakatan bersama dari seluruh masyarakat untuk kejayaan dan kemaslahatan Indonesia baru.

2. Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945

Jika bicara tentang Pancasila, pada dasarnya kita mengacu pada prinsip-prinsip yang dinyatakan sebagai dasar negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam alinea 4 Pembukaan UUD 1945. Pembukaan UUD 45 merupakan kristalisasi seluruh sejarah pergerakan nasional bangsa Indonesia sampai titik klimaksnya, yaitu proklamasi kemerdekaan.

Di situ tecermin visi dan kesadaran, cita-cita moral bangsa, makna proklamasi kemerdekaan, dan negara RI yang dibangun sebagai institusi yang mampu mengantar bangsa Indonesia mencapai dan mewujudkan keinginannya secara bersama.

(34)

Pertama : Visi dan Kesadaran Bangsa

"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaaan dan perikeadilan."

(Alinea 1)

Rumusan tersebut mencerminkan visi dan kesadaran bahwa bangsa Indonesia mempunyai hak dan kemerdekaan atas dasar eksistensinya sebagai kelompok manusia. Oleh karena itu, hak tersebut harus diakui dalam arti bahwa bangsa Indonesia berhak untuk diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia (human dignity). Jadi, harkat dan martabat bangsa pada hakikatnya berakar pada harkat dan martabat manusia.

Kedua : Cita-Cita Moral

"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan denganidorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya." (Alinea 3)

(35)

Ketiga : Legitimasi Perjuangan Kemerdekaan

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur." (Alinea 2)

Rumusan tersebut menunjukkan pembenaran atas usaha-usaha bangsa untuk membebaskan diri dari rintangan, tekanan, serta halangan yang dihadapi. Pembebasan diri bangsa pertama kali dilakukan terhadap penjajahan untuk mencapai kemerdekaan bangsa. Namun, disadari bahwa kemerdekaan pada dasarnya harus diperjuangkan dengan berbagai bentuk usaha serta tingkat intensitasnya. Hal itu berarti bahwa kebebasan pada dasarnya adalah pembebasan. Jadi, rumusan tersebut di atas merupakan legitimasi terhadap perjuangan revolusioner yang tidak berhenti pada pencapaian kemerdekaan, tetapi secara lebih lanjut mengisi kemerdekaan melalui berbagai tindakan dalam proses humanisasi.

Oleh karena itu, semangat Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah emansipatoris, yaitu memberikan aspirasi untuk bergerak melepaskan diri dari segala bentuk dominasi yang membelenggu diri manusia.

Keempat : Wadah Kelembagaan

"Kemudian dari pada itu…….maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat………… "(Alinea4)

(36)

Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan tujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia. Prinsip dasar keberadaan negara serta pedoman pembebasan bangsa adalah

Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Secara khusus dinyatakan dengan tegas dalam Penjelasan UUD 1945 bahwa semangat Pembukaan UUD 1945 yang dituangkan di dalam undang-undang dasar mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara lainnya, yaitu presiden, kabinet, DPR, lembaga peradilan, penegak hukum, seperti hakim, jaksa, dan polisi, serta pejabat dan birokrat untuk mematuhi budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang cita-cita rakyat yang luhur. Artinya, etika politik dan etika profesi masing-masing harus dipatuhi.

Dengan demikian, apa yang secara hakiki perlu dikemukakan tentang Pancasila dan relevansinya dewasa ini? Secara ringkas dapat dikemukakan butir-butir berikut.

a. Pancasila pada dasarnya merupakan lima nilai dasar yang mencerminkan harkat dan martabat manusia. Mematuhi prinsip ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi, dan keadilan sosial berarti menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.

b. Cita-cita moral bangsa agar berkehidupan kebangsaan yang bebas merupakan aspirasi utama dalam pergerakan nasional serta berlaku sampai sekarang dan selanjutnya dalam menghadapi tantangan ke depan. c. Sesuai dengan fungsi dan semangat emansipatorisnya,

(37)

melawannya karena kepentingan-kepentingan yang melatarbelakanginya.

3. Wujud Perjuangan Pembebasan Bangsa

Jika ditinjau dari ukuran emansipasi sepanjang sejarah bangsa, pada umumnya dapat ditentukan adanya tiga babak, yaitu periode revolusi, periode pembangunan, dan periode reformasi. Pada setiap periode terungkap indikasi keberhasilan serta kegagalan masing-masing.

Pertama : Periode Revolusi (1908-1950)

Proses revolusi terwujud dalam gerakan memerdekakan bangsa dari penjajahan asing sampai keberhasilannya mendirikan negara bangsa yang berkedaulatan rakyat dengan hak self determination-nya, yaitu hak menentukan nasib melalui keputusannya sendiri.

Pembebasan melalui revolusi diawali dengan tumbuhnya pergerakan nasional yang tecermin dalam berdirinya perkumpulan Budi Utomo (1908) untuk membangun kesadaran serta kultur bangsa, dibentuknya organisasi politik serta organisasi kepemudaan yang mencapai keberhasilannya dengan ikrar Sumpah Pemuda (1928), hingga diraihnya puncak keberhasilan dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Proklamasi ini akhirnya diakui secara resmi oleh pemerintah Belanda dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag (1949).

Periode revolusi ini telah berhasil dalam usaha emansipatorisnya karena mampu mewujudkan cita-cita moral bangsa menjadi praksis

(38)

pembebasan diri dari berbagai bentuk penindasan. Revolusi terwujud secara riil dalam tindakan yang beraspirasikan semangat patriotik melawan penjajah demi kepentingan bersama serta sikap rela berkorban baik harta, benda, keluarga, ataupun nyawa. Demikian pula, revolusi termotivasi oleh perjuangan untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan diri pribadi dan kelompok, serta solidaritas nasional yang saling bahu-membahu melawan penjajah dan yang bebas dari pertimbangan pertimbangan berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) ataupun primordialisme.

Kedua : Periode Pembangunan (1950-1998)

Pembangunan diawali dengan pembangunan politik melalui langkah-langkah membangun kualitas bangsa yang dikenal dengan pembangunan karakter bangsa atau nation and character

building (Soekarno) sejak awal kemerdekaan dan dalam zaman

Orde Lama (1959-1965). Pembangunan politik berhasil membangun bangsa dengan mengobarkan kesadaran nasional dan solidaritas bangsa dalam jiwa seluruh masyarakat kepulauan nusantara yang serba majemuk dan beraneka ragam. Pada masa ini terbentuk sikap nasionalisme, patriotisme, anti kolonialisme, anti kapitalisme, dan anti imperialisme. Namun, titik kelemahan pembangunan politik ini terletak pada lemahnya penanganan masalah-masalah kesejahteraan dan kemiskinan yang makin krusial.

(39)

Proses keserakahan dimulai dari atas dengan menjalankan pemusatan kekuasaan di satu tangan, kooptasi kekuasaan dan kekuatan ke lingkungan lembaga eksekutif, represi terhadap kelompok masyarakat yang bersifat kritis, serta penyalahgunaan Pancasila menjadi alat kekuasaan dan alat penguasa. Ketidak berhasilan dalam menjalankan pembebasan terletak pada tidak berhasilnya mewujudkan cira-cita moral dalam praksis. Kemajuan ekonomi dicapai secara cukup berarti, tetapi pengaturan hasil kemajuan ekonomi dan kemakmuran tidak berjalan secara adil dan jujur sehingga jatuh di tangan kelompok dan elit tertentu. Kritik dan protes terhadap kenyataan ini ditindak dengan semena-mena melalui kekerasan dan penindasan oleh penguasa. Pernyataan cita-cita tidak terbukti dalam kenyataan.

Ketiga : Periode Reformasi (sejak 1998)

Sebagai reaksi terhadap ketidakwajaran dan penyelewengan tersebut di atas, terjadilah ketidakpuasan dan kekecewaan seluruh masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat menuntut perombakan serta perubahan yang menyeluruh melalui reformasi total. Namun, tuntutan itu sangat sulit dilaksanakan karena Orde Baru telah menanamkan "bom waktu" yang bisa meledak setiap saat.

(40)

kesadaran kuat serta tekad yang tegas untuk menghadapi dan memerangi berbagai hambatan dan rintangan tersebut.

4. Pancasila Falsafah Hidup dan Cita-Cita Moral Bangsa

Dalam memorandum DPRGR 9 Juli 1966 yang disahkan oleh MPRS dengan ketetapannya Nomor XX/MPRS/1966, Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia yang telah dimurnikan dan dipadatkan menjadi dasar falsafah negara RI. Pandangan hidup adalah weltanschaung, yaitu pandangan dunia atau way of life, yaitu cara menjalani kehidupan. Walaupun istilahnya berbeda, artinya sama.

Sebagai falsafah hidup atau pandangan hidup, Pancasila mengandung wawasan tentang hakikat, asal, tujuan, nilai, dan arti dunia seisinya, khususnya manusia dan kehidupannya, baik secara perorangan maupun sosial. Falsafah hidup bangsa mencerminkan konsepsi yang menyeluruh dengan menempatkan harkat dan martabat manusia sebagai faktor sentral dalam kedudukannya yang fungsional terhadap segala sesuatu yang ada. Ini berarti bahwa wawasan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila secara kultural diinginkan agar tertanam dalam hati sanubari, watak, kepribadian, serta mewarnai kebiasaan, perilaku, dan kegiatan lembaga-lembaga masyarakat.

Kelima nilai dasar yang tercakup dalam Pancasila merupakan inti dambaan yang memberikan makna hidup dan sekaligus menjadi tuntutan serta tujuan hidup, bahkan menjadi ukuran dasar seluruh peri kehidupan bangsa. Dengan kata lain, Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa Indonesia yang mengikat seluruh warga masyarakat, baik sebagai perseorangan maupun sebagai kesatuan bangsa.

(41)

dengan adanya berbagai agama dan kepercayaan serta adat-istiadat. Setiap moral itu mempunyai coraknya sendiri, berbeda satu sama lain, dan hanya berlaku bagi umatnya yang bersangkutan. Namun, dalam moral-moral itu terdapat unsur-unsur bersama yang bersifat umum dan mengatasi segala paham golongan. Dengan demikian, nampaklah bahwa moral Pancasila mengatasi segala golongan dan bersifat nasional.

Pancasila terdiri atas lima asas moral yang relevan menjadi dasar negara RI. Dalam kedudukannya sebagai falsafah hidup dan cita-cita moral, secara ringkas dapat dinyatakan bahwa sila pertama menuntut setiap warga bangsa mengakui Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dan tujuan akhir, baik dalam hati dan tutur kata maupun dalam tingkah laku sehari-hari. Konsekuensinya adalah Pancasila menuntut umat beragama dan berkepercayaan untuk hidup rukun walaupun berbeda keyakinannya.

Sila kedua mengajak masyarakat untuk mengakui dan memperlakukan setiap orang sebagai sesama manusia yang memiliki martabat mulia serta hak-hak dan kewajiban asasi. Dengan kata lain, ada sikap untuk menjunjung tinggi martabat dan hak-hak asasinya atau bertindak adil dan beradab terhadapnya. Sila ketiga menubuhkan sikap masyarakat untuk mencintai tanah air, bangsa, dan negara Indonesia, ikut memperjuangkan kepentingan-kepentingannya, dan mengambil sikap solider serta loyal terhadap sesama warga negara. Sila keempat mengajak masyarakat untuk bersikap peka dan ikut serta dalam kehidupan politik dan pemerintahan negara, paling tidak secara tidak langsung, bersama sesama warga atas dasar persamaan tanggung jawab sesuai dengan kedudukannya masing-masing.

(42)

menuntut penyelenggara dan penyelenggaraan negara menghargai dan menaati prinsip-prinsip moral atau etika politik. Sebagai konsekuensinya, negara tunduk kepada moral dan wajib mengamalkannya. Moral menjadi norma tindakan dan kebijaksanaan negara sehingga perlu dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, moral Pancasila memberikan inspirasi dan menjadi pembimbing dalam pembuatan undang-undang yang mengatur kehidupan negara, menetapkan lembaga-lembaga negara dan tugas mereka masing-masing, serta hubungan kerja sama di antara mereka, hak-hak dan kedudukan warga negara, dan hubungan warga negara dan negara dalam iklim dan semangat kemanusiaan.

Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti bahwa semua norma moral harus dijadikan norma yuridis. Norma moral ditetapkan menjadi norma hukum positif selama norma itu mengatur tindakan-tindakan lahiriah yang menyangkut masyarakat. Sementara itu, masalah yang semata-mata batiniah merupakan urusan pribadi warga negara. Hal ini harus senantiasa diperhatikan dalam pelaksanaan pembinaan dan pengaturan negara terhadap peri kehidupan bangsa. Oleh karena itu, tampaklah bahwa materi perundang-undangan terbatas pada moral bersama rakyat (public morality) Sehubungan dengan pengamalan Pancasila dalam konteks moral perseorangan, negara wajib menciptakan suasana yang mampu memupuk budi pekerti luhur dengan baik. Dalam penjelasan umum UUD 1945 dengan tepat ditandaskan bahwa "undang-undang dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur."

(43)
(44)

C. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

1. Hakikat dan Fungsi Ideologi

Ideologi adalah kompleks pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang (atau masyarakat) untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya. Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya itu, seseorang menangkap yang dilihatnya benar dan tidak benar serta apa yang dinilai baik dan tidak baik. Demikian pula, ia akan menjalankan kegiatan-kegiatan sebagai perwujudan keseluruhan pengetahuan dan nilai yang dimilikinya. Dengan demikian, akan terciptalah baginya suatu dunia kehidupan masyarakat dengan sistem dan struktur sosial yang sesuai dengan orientasi ideologisnya. Namun, ini tidak berarti bahwa dunia kehidupan masyarakat semata-mata merupakan manifestasi ideologi karena ideologi bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri lepas dari kenyataan hidup masyarakat. Ideologi adalah produk kebudayaan suatu masyarakat sehingga dalam arti tertentu juga merupakan manifestasi kenyataan sosial.

Pada hakikatnya ideologi tidak lain adalah hasil refleksi manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Antara keduanya, yaitu ideologi dan kenyataan hidup masyarakat, terjadi hubungan dialektis sehingga berlangsung pengaruh timbal balik yang terwujud dalam interaksi yang di satu pihak memacu ideologi makin realistis dan di pihak lain mendorong masyarakat makin mendekati bentuk yang ideal. Ideologi tidak hanya mencerminkan cara berpikir masyarakat, tetapi juga membentuk masyarakat menuju cita-cita.

(45)

merupakan satu pilihan yang jelas membawa komitmen untuk mewujudkannya. Makin mendalam kesadaran ideologis seseorang, makin tinggi pula rasa komitmennya untuk melaksanakannya. Komitmen itu tecermin dalam sikap seseorang yang meyakini ideologinya sebagai ketentuan-ketentuan normatif yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat. Dengan demikian, fungsi ideologi adalah memberikan

a. Struktur kognitif, yaitu keseluruhan pengetahuan yang dapat menjadi landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian di alam sekitarnya;

b. Orientasi dasar, dengan membuka wawasan yang memberikan makna dan menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia;

c. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak;

d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya;

e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan; serta

f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati, dan memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya

2. Pancasila Sebagai Ideologi Nasional

Sebagai ideologi nasional, Pancasila berfungsi menggerakkan masyarakat untuk membangun bangsa dengan usaha-usaha yang meliputi semua bidang kehidupan. Pancasila tidak menentukan secara apriori sistem ekonomi dan politik, tetapi sistem apa pun yang dipilih harus mampu menyalurkan aspirasi utama tersebut di atas.

(46)

integral-integratif dan sebagai ideologi modern mampu memberikan gairah dan semangat yang tinggi. Berbeda dengan ideologi-ideologi Barat, Pancasila yang dilahirkan dalam budaya dan sejarah peradaban timur sangat menjunjung tinggi peran religiusitas yang justru sangat didambakan dalam alam kehidupan dan peradaban teknokratis sekarang ini.

Dimensi religius membebaskan manusia dari dominasi kebendaan dengan menunjukkan transendensi terhadap-Nya melalui pemaknaan yang spiritual sehingga tidak akan kering kehabisan inspirasi dan bahkan menawarkan harapan dan perspektif ke depan. Sementara itu, dimensi etis mempertahankan manusia dalam memiliki harkat dan martabatnya dan memperjuangkan terwujudnya kemanusiaan dan keadilan di dunia. Dengan demikian, Pancasila menawarkan solusi terhadap krisis dunia dengan menjaga keutuhan manusia sebagai pribadi di tengah keramaian peradaban dunia yang sedang mengalami proses alienasi kultural. Salah satu peran Pancasila yang menonjol sejak permulaan penyelenggaraan negara Republik Indonesia adalah fungsinya dalam mempersatukan seluruh rakyat Indonesia menjadi bangsa yang berkepribadian dan percaya pada diri sendiri.

Sebagaimana kita ketahui, kondisi masyarakat sejak permulaan hidup kenegaraan adalah serba majemuk. Masyarakat Indonesia bersifat multietnis, multireligius, dan multiideologis. Kemajemukan tersebut menunjukkan adanya berbagai unsur yang saling berinteraksi. Berbagai unsur dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat merupakan benih-benih yang dapat memperkaya khazanah budaya untuk membangun bangsa yang kuat, tetapi sebaliknya dapat memperlemah kekuatan bangsa dengan berbagai percekcokan dan perselisihan. Oleh karena itu, proses hubungan sosial perlu diusahakan agar berjalan secara sentripetal agar terjadi apa yang menjadi populer dalam tahun-tahun pertama perjuangan, yaitu samenbundeling van alle

krachten (persatuan bersama semua kekuatan). Di samping itu,

(47)

membekali bangsa Indonesia dalam perjuangannya melawan penjajah dan mengusirnya dari bumi nusantara.

Dengan melihat situasi bangsa sedemikian itu, masalah pokok yang pertama kali harus diatasi pada masa itu adalah bagaimana menggalang persatuan dan kekuatan bangsa yang sangat dibutuhkan untuk mengawali penyelenggaraan negara. Dengan kata lain, nation and character building merupakan prasyarat dan tugas utama yang harus dilaksanakan. Dalam konteks politik inilah Pancasila dipersepsikan sebagai ideologi persatuan. Pancasila diharapkan mampu memberikan jaminan terhadap perwujudan misi politik itu karena merupakan hasil rujukan nasional sehingga setiap kekuatan sosial masyarakat merasa terikat dan ikut bertanggung jawab atas masa depan bangsa dan negaranya. Dengan demikian, Pancasila berfungsi pula sebagai acuan bersama untuk memecahkan perbedaan serta pertentangan politik di antara golongan dan kekuatan politik. Karena urgensi untuk memecahkan masalah-masalah politik selama dua dasawarsa dalam penyelenggaraan negara, Pancasila dipersepsikan sebagai sintesa atau perpaduan yang mempersatukan berbagai sikap hidup yang berada di tanah air. Berbagai aliran dan pendirian yang berbeda dipertemukan dalam Pancasila. Pancasila menyediakan arena yang di satu pihak memberikan keleluasaan bergerak, tetapi di pihak lain memberikan patokan moral yang tidak boleh dilanggar. Pancasila dapat diinterpretasikan secara luas. Akan tetapi, bagaimana pun luasnya Pancasila tidak dapat diinterpretasikan sedemikian rupa sehingga meliputi pengertian yang bertentangan.

Sebaliknya, Pancasila tidak dapat dipersempit sehingga menjadi monopoli golongan masyarakat tertentu saja.

(48)

Dalam alam pikiran tersebut, Pancasila merupakan ideologi nasional yang meliputi dan memayungi segenap orientasi di dalamnya. Artinya, adanya pandangan-pandangan hidup di dalam masyarakat diakui dan dibenarkan untuk berkembang, baik dengan mengeksplisitkan potensi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya maupun melalui akulturasi. Pengembangan itu diperlukan untuk memperkuat kebudayaan daerah sebagai sarana artikulasi masyarakat. Di samping itu, eksistensi pandangan-pandangan hidup tersebut diperlukan pula untuk mengisi dan memperkaya ideologi nasional dalam menjalankan fungsinya untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam konteks pemahaman seperti itulah kebudayaan nasional yang menurut penjelasan UUD 1945 merupakan rangkuman dari puncak-puncak kebudayaan itu diharapkan menumbuhkan saling pengertian dan saling penghargaan yang sangat diperlukan dalam kancah hidup bersama.

Berkaitan dengan hal itu, persepsi politik yang memberikan pembenaran hak hidup bagi pandangan-pandangan hidup dalam rangka mengisi ideologi nasional pada khususnya dan pembenaran eksistensi kebudayaan daerah dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional pada umumnya membuka pula peluang terjadinya berbagai interpretasi subjektif yang diberikan oleh setiap kekuatan sosial politik. Berbagai interpretasi itu di satu pihak dapat benar-benar memperkaya ideologi nasional dan kebudayaan nasional, tetapi di lain pihak bisa juga memperkosanya karena memaksakan suatu pandangan subjektif tertentu demi kepentingan-kepentingan politik tertentu.

(49)

tandingan terhadap Pancasila sebagai ideologi nasional dan memaksanya dengan kekuatan fisik.

Penampilan Pancasila sebagai ideologi persatuan telah menunjukkan relevansi dan kekuatannya dalam dua dasawarsa sejak permulaan kehidupan dan penyelenggaraan negara RI. Pancasila merupakan filsafat politik. Rakyat Indonesia telah dibangun dengan kesadaran yang kuat sebagai bangsa yang memiliki identitas dan hidup bersatu dalam jiwa nasionalisme dan patriotisme. Namun, terlihat adanya kelemahan dalam persepsi dalam periode tersebut. Kemiskinan yang parah dan berlarut-larut kurang mendapatkan perhatian dan kurang ditanggulangi. Rakyat yang sejak lama mengharapkan perbaikan hidup kurang ditanggapi.

(50)
(51)

D. PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA 1. Pancasila sebagai Cita Hukum

Pancasila merupakan cita hukum bagi bangsa dan negara. Menurut Rudolf Stamler (beraliran Neo-Kantian) menyatakan bahwa cita hukum merupakan konstruksi berpikir yang akan mengarahkan hukum yang akan dibuat (hukum positif) agar cita-cita dan tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakat dapat diatur dan dicapai. Oleh karena itu cita hukum berfungsi sebagai bintang pemandu (leitstern) bagi tercapainya cita-cita dan tujuan masyarakat dan sekaligus sebagai alat untuk menguji terhadap hukum positif yang dibuat dan berlaku di dalam masyarakat bersesuaian atau bersimpangan dengan nilai-nilai dasar yang ada dalam cita hukum.

Menurut Stamler hukum yang adil adalah hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang dalam cita hukum itu sendiri. Pemikiran atau pandangan ini sejalan dengan pendapat dari Gustav Radbruch yang mengaskan bahwa cita hukum berfungsi sebagai tolok ukur yang bersifat regulatif artinya menjadi alat penguji terhadap hukum positif apakah adil dan sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam cita hukum, dan juga berfungsi sebagai dasar yang bersifat konstitutif yaitu nilai-nilai dalam cita hukum akan mengilhami dan menaungi terhadap peraturan yang ada dalam masyarakat.

(52)

pedoman hidup bersama, tatacara menyelenggarakan kepentingan untuk mencapai tujuan bersama, mengatur tentang pembentukan kelembagaan yang diperlukan, menentukan tentang penunjukan pemimpin masyarakat yang akan menjalankan penyelenggaraan hidup bersama, dan menetapkan suatu sistem penyelenggaraan pemerintahan. Kesepakatan untuk mengatur hidup bersama tersebut dituangkan dalam suatu hukum tertinggi yang disebut Konstitusi, sehingga konstitusi mempunyai kedudukan sebagai hukum dasar atau norma dasar (grundslaagnorms). Hukum dasar atau norma dasar ini nilai-nilainya harus sesuai dengan nilai-nilai asli dari individu-invidu yang hidup dalam masyarakat yang melakukan kesepakatan bersama, dan nilai-nilai dasar tersebut dinamakan nilai kodrati atau fundamentalnorms.

Berdasarkan pemikiran tersebut diatas, Pancasila berfungsi sebagai cita hukum atau nilai kodrati atau norma fundamental (Staatsfundamental-norms) bagi negara Indonesia dan konstitusi

(UUD NRI Tahun 1945) berfungsi sebagai hukum dasar bagi hukum positif di Indonesia. Oleh karena itu Pancasila sebagai cita hukum atau staatfundamentalnorms harus memenuhi 3 syarat demensi,

yaitu :

TUMBUH KEMBANG MATINYA

SUATU IDEOLOGI

DIMENSI REALITA SEBAGAI CITA HUKUM

DIMENSI IDEALISME

(INKREMENTAL)

(ANALITIK EMPIRIKAL)

NILAINYA TUMBUH

HASIL

PEMIKIRAN/PERENUNGAN BERANGSUR-ANGSUR

(53)

DIMENSI FLESIBELITAS DIIMPLEMENTASIKAN MASYARAKAT SERTA

DIYAKINI&JADI

DALAM KEHIDUPAN

TIDAK RIGID/KAKU,BISA NYATA MASYARAKAT PEGANGAN HIDUP

MASYARAKAT DISESUAIKAN DENGAN

DINAMIKA MASYARAKAT

DAN LINGKUNGAN

2. Kedudukan Hukum Pancasila.

Hukum yang merupakan wadah dan sekaligus merupakan isi dari peristiwa penyusunan diri kemerdekaan kebangsaan Indonesia atau kekuasaan kenegaan itu, menjadi dasar dari kehidupan kenegaraan Bangsa dn Negara Indonesia. Oleh karena itu dapatlah dimengerti, apabila sejak semula dinyatakan dalam penjelasan UUD 1945, bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hokum.

Pancasila sebagai Dasar Negara, seperti tersurat dalam Pembukaan UUD NRI 1945 pada hakekatnya merupakan nilai nilai instrinsik Pancasila, yakni sebagai sumber dari segala sumber hukum yang mengembangkan nilai keseimbangan, keserasian, dan keselarasan serta persatuan dan kesatuan bangsa untuk menjaga tetap tegak utuhnya NKRI dari Sabang sampai Merauke, dari Kepulauan Miangas sampai Pulau Rote-Ndau yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945.

Referensi

Dokumen terkait

Bara Energi Lestari dihitung kembali dengan menggunakan rumus Manning untuk mengetahui kemampuan saluran terbuka mengalirkan debit limpasan air yang akan masuk pada

Jika semua sample dengan ukuran tertentu diambil dari suatu populasi, maka distribusi sampling dari sample mean akan mendekati distribusi normal. Aproksimasi ini akan menjadi lebih

PENGARUH PRODUK, HARGA, PROMOSI DAN CUACA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN TEH SIAP MINUM DALAM KEMASAN TEH BOTOL SOSRO (STUDI KASUS PADA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI

Basil Pertanian, laboratorium Bangszl Percontohzn Pengolahan Basil Fertanian dan laboratorium k a a t lenelitian dan Pengem- bangan Teknologi Pangan, Institut Pertanian

Pasal 36 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.. Meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. 99 IUP eksplorasi

platynota di Sumber Belajar Ilmu Hayati (SBIH) Ruyani yang nantinya akan dilepas di area konservasi kampus UNIB, aklimasi ini dilakukan untuk melihat bagaimana

Perusahaan harus cermat dan rinci dalam membuat laporan keuangan terutama yang berkaitan dengan biaya produksi agar tidak terjadi penyimpangan – penyimpangan serta

Malpraktek tidak hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan saja, melainkan kaum profesional dalam bidang lainnya yang menjalankan prakteknya secara buruk, misalnya profesi