• Tidak ada hasil yang ditemukan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Dalam dokumen BUKU BAHAN AJAR BS IDEOLOGI (Halaman 183-195)

UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

B. MUATAN KONSTITUSI DALAM UUD NRI 1945 1 Materi Muatan dalam Konstitusi Secara Umum

8. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

a. Sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Komitmen untuk menjadi satu bangsa Indonesia telah dicetuskan oleh kaum pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 melalui Ikrar Sumpah Pemuda. Peristiwa ini menjadi tonggak bagi bangsa untuk saling bahu membahu mengadakan

perlawanan kepada Belanda dan Jepang guna merebut kemerdekaan Indonesia dan barulah 17 tahun kurang 2 bulan kurang 11 hari atau tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945 atas berkat rahmat Allah SWT Bangsa Indonesia dapat mencapai kemerdekaannya melalui pernyataan Proklamasi yang dibacakan oleh Dwi-Tunggal Soekarno-Hatta. Keesokan harinya, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945 Bangsa Indonesia membentuk suatu Negara Republik Indonesia dengan disahkannya konstitusi UUD NRI Tahun 1945 sebagai aturan dasar di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sejak saat itu, Indonesia menjadi negara yang berdaulat dan berhak untuk mementukan nasib dan tujuannya sendiri. Bentuk negara yang dipilih oleh para pendiri bangsa adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meski dalam perjalanan sejarah ada upaya untuk menggantikan bentuk negara, tetapi upaya itu tidak bertahan lama dan selalu digagalkan oleh rakyat. Misalnya, ada upaya untuk menggantikan bentuk negara menjadi Indonesia Serikat atau federasi. Tetapi upaya untuk menggantikan bentuk negara itu tidak bertahan lama, dan Indonesia kembali kepada negara kesatuan. Hingga saat ini negara kesatuan itu tetap dipertahankan. Sebagai generasi penerus bangsa dan juga sebagai peserta didik kita merasa terpanggil untuk turut serta dalam usaha membela negara. Bangsa Indonesia terus bergerak maju dan terus melintasi sejarah. Berbagai kemajuan dan perkembangan terus dinikmati oleh rakyat. Tetapi ancaman terhadap kedaulatan dan keharmonisan bangsa dan negara masih terus terjadi, meskipun intesitasnya kecil. Ancaman-ancaman itu meskipun dalam intesitas yang kecil tapi jauh lebih rumit.

Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (disingkat NKRI) merupakan hasil pemikiran para tokoh nasional yang duduk dalam BPUPKI yang bersidang pada bulan Mei-Agustus 1945 ketika mereka membicarakan tentang dasar-dasar negara sebagai langkah persiapan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia.

Saat mereka membahas tentang negara Indonesia yang akan dibentuk ada beberapa hasil kesepakatan dan kompromi

dari berbagai pemikiran yang disampaikan oleh para anggota BPUPKI yang terhormat, dan kesepakatan tersebut antara lain : 1) Negara Indonesia yang akan dibentuk adalah sebuah negara

yang berbentuk Republik dan bukan kerajaan ataupun diktatorial, yang berlandaskan paham integralistik yang demokratis dengan meletakkan kedaulatan di tangan rakyat dan berasaskan kekeluargaan. Pandangan ini disampaikan oleh Mr Soepomo dalam pidatonya di Sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945. Pandangan beliau diilhami oleh ajaran dari

Adam Heinrich Ritter von Muller dan tata kehidupan asli masyarakat pedesaan di Indonesia. Dalam negara yang integralistik, kekuasaan pemerintahan negara dijalankan oleh lembaga-lembaga negara yang berasal dan dipilih oleh rakyat sebagai pemegang kedaulatan dan bukan berasal dari keluarga yang turun-temurun. Negara akan mengatur semua kehidupan masyarakat bangsa sebagai suatu keluarga (dalam kebersamaan), namun negara juga memberikan dan menghormati hak-hak yang bersifat pribadi terutama yang terkait dengan kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran lisan dan tertulis (mengadopsi pemikiran Mohammad Hatta). Pada saat pembahasan tentang bentuk negara memang ada beberapa pemikiran yang menginginkan bentuknya adalah kerajaan yang akan mempersatukan berbagai kerajaan yang ada di seluruhIndonesia (terutama diwakili oleh tokoh-tokoh yang berasal dari kaum bangsawan), namun pemikiran ini ditolak oleh sebagian besar para tokoh. Bahkan ada pemikiran bahwa sebaiknya kekuasaan pemerintah harus besar dan harus mampu menguasai rakyatnya, dan pemikiran inipun ditolak karena hal ini akan menimbulkan kekuasaan yang terpusat dan diktatorial. Oleh karena itulah kekuasaan pemerintahan tidak tak terbatas (artinya perlu ada pembatasan) sehingga tidak akan timbul kesewenang-wenangan penguasa terhadap rakyatnya.

2) Negara Indonesia yang akan dibentuk adalah sebagai satu kesatuan wilayah negara yang berbentuk unitaris (kesatuan) dan bukan negara yang berbentuk federalis maupun konfederalis, dengan satu kekuasaan pemerintahan pusat

(sentral) yang kemudian kewenangannya didistribusikan, didelegasikan dan diserahkan kepada daerah-daerah otonom yang dibentuk. Para tokoh nasional pada masa itu ingin membentuk suatu negara yang wilayahnya terintegrasi dalam suatu pemerintahan yang sentral, mereka tidak ingin membentuk negara yang berasal dari federasi ataupun konfederasi dari beberapa negara bagian yang mengintegrasikan diri sebagai suatu negara. Para tokoh nasional melihat bahwa wilayah negara Indonesia yang akan dibentuk adalah sebagai negara yang akan menaungi seluruh wilayah eks-Hindia Belanda. Memang pada masa itu juga

ada pemikiran yang menginginkan bentuk negara Indonesia adalah federasi dari negara-negara bagian eks kerajaan- kerajaan di nusantara, tapi pemikiran ini ditolak (meskipun dalam perjalanan sejarah : negara Indonesia pernah menerapkan bentuk negaranya federalis yaitu saat dibentuknya negara- negara BFO oleh Belanda dan ketika berlakunya Konstitusi RIS, bahkan pemikiran federalis ini juga sempat muncul saat pembahasan amandemen UUD NRI Tahun 1945).

3) Suatu negara yang merdeka harus mempunyai batas-batas wilayah negara dan mempunyai kedaulatan yang mutlak untuk menguasai, menjaga dan memelihara keutuhan wilayah tersebut serta mempertahankan dari gangguan dan ancaman baik yang berasal dari dalam maupun dari luar, sehingga para tokoh nasional ada yang mengusulkan bahwa wilayah negara Indonesia yang merdeka adalah eks kerajaan Majapahit, eks kerajaan Sriwijaya dan sebagainya. Namun pada akhirnya para tokoh nasional bersepakat bahwa wilayah negara Indonesia meliputi wilayah eks-Hindia Belanda yang wilayah terbentang dari Sabang sampai Merauke. Perjuangan untuk mewujudkan wilayah eks-Hindia Belanda ternyata tidak mudah, karena untuk mempertahankan kemerdekaan maupun untuk mengintegrasikan Irian sebagai wilayah Indonesia yang utuh, harus ditebus dengan perjuangan panjang dan pertumpahan darah oleh rakyat Indonesia. Dalam perkembangannya timbul pemikiran bangsa Indonesia berdasar pengalaman ketika melihat kenyataan bahwa wilayah Indonesia bukanlah sebagai wilayah yang terintegrasi

mengingat wilayah tersebut terdiri dari wilayah enclave satu pulau dengan pulau yang lain dibatasi dan dipisahkan oleh laut bebas (internasional) karena wilayah kedaulatan mutlak kita dibatasi hanya sejauh 12 mil dari garis pantai di setiap pulaunya.

Berdasarkan pemikiran tersebut kemudian bangsa Indonesia mengeluarkan Deklarasi Djuanda pada tahun 1957 dan berjuang di tingkat internasional agar menjadi negara Kepulauan (Archipelago State) yang wilayah darat dan lautnya sebagai wilayah kedaulatan yang integral, dan perjuangan ini telah berhasil dengan disetujuinya UNCLOS 1982.

4) Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan ruang hidup yang akan mewadahi dan menaungi seluruh bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras, agama, bahasa, adat-istiadat, budaya, dan kebiasaan yang berbeda-beda satu sama lainnya, yang berasal dari keturunan bangsa eropa, asia maupun pribumi asli. Seluruh warga bangsa Indonesia berhak untuk hidup, menetap dan memperoleh penghidupan serta perlindungan dimanapun di seluruh wilayah negara tanpa boleh diperlakukan pembedaan dan diskriminasi. Negara juga akan menjaga, melindungi dan melestarikan adat-istiadat, hukum adat, budaya, bahasa dan kebiasaan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat di suatu wilayah tertentu Perjalanan sejarah sejak Proklamasi Kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, hingga Era Reformasi, telah mengubah perjalanan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi sebuah negara besar. Indonesia telah berubah menjadi bangsa yang dinamis dan penuh harapan. Indonesia telah berhasil melewati arus sejarah dan menjalani proses perjuangan yang panjang untuk mewujudkan dan mempertahankan NKRI. Pasca reformasi, NKRI kini tampil sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, dan menjadi kekuatan ekonomi negara 20 besar dunia. Saat ini Indonesia tengah mengarungi arus sejarah baru, arus perubahan yang harus kita menangkan dengan berbekal semangat juang untuk menjadi bangsa yang unggul, bangsa yang berdaya saing tinggi, bangsa yang inovatif, dan tentu saja bangsa yang berwawasan kebangsaan dengan karakter, jati diri, dan akhlak yang mulia.

b. Bentuk Negara Kesatuan

Pada awal kemerdekaan Indonesia, muncul perdebatan mengenai bentuk negara yang akan digunakan Indonesia apakah negara kesatuan ataukah negara federal atau bahkan sebagai negara konfederasi. Namun akhirnya disepakati bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan kemudian ditetapkan dalam UUD 1945 oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Presiden Soekarno, dalam pidatonya pada 1 Juni 1945 megatakan bahwa nasionalisme Indonesia atau negara kesatuan merupakan sebuah takdir. Bangsa Indonesia harus mengatasi badai besar ketika Belanda kembali datang untuk melakukan agresi militer tahun 1948-1949 hingga akhirnya berkat perjuangan bangsa Indonesia melalui perjanjian-perjanjian dengan Belanda, bentuk negara Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat. Tujuan Belanda membentuk negara serikat adalah untuk melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Ketika bentuk negara berdasar federasi atau serikat, telah menimbulkan pergolakan di parlemen agar dapat kembali sebagai negara kesatuan. Melalui Mosi integral yang dipelopori oleh Moh Natsir yang disampaikan pada tanggal 13 April 1950 dan didukung oleh banyak fraksi di parlemen, akhirnya mengantarkan Indonesia menjadi negara kesatuan kembali sejak 17 Agustus 1950.

Kembalinya bentuk negara kesatuan ini ditandai dengan ditandatanganinya "Piagam Persetujuan RI dan RIS" oleh Wakil Presiden Moh Hatta dan Perdana Menteri Abdul Halim. Meskipun telah kembali menjadi negara kesatuan sesuai dengan konstitusi yang berlaku UUDS 1950 pasal 1 ayat (1) banyak sekali timbul upaya pemberontakan di berbagai daerah hingga tahun 1958. Kondisi ini membuat penyelenggaraan negara tidak optimal sehingga Presiden harus mengambil tindakan dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya konstitusi.

Ketika dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 dan penyebutannya berubah menjadi UUD NRI Tahun 1945, wakil- wakil rakyat pemegang kekuasaan politik di MPR-RI mempunyai keyakinan dan mampu menghilangkan keraguan akan pecahnya negara Indonesia. Dalam Pasal 1 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang merupakan naskah asli mengandung prinsip bahwa "Negara

Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik" dan Pasal 37 ayat (5) "Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan". Dengan demikian, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin kokoh setelah dilaksanakan amandemen dalam UUD NRI Tahun 1945, dimana MPR bersepakat untuk tidak mengganti bunyi Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 sedikitpun dan terus mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi bentuk final negara Indonesia. Kesepakatan untuk tetap mempertahankan bentuk negara kesatuan dilandasi pertimbangan bahwa negara kesatuan merupakan bentuk yang ditetapkan dari mulai berdirinya negara Indonesia dan dianggap paling pas untuk mengakomodasi ide persatuan sebuah bangsa yang plural/majemuk dilihat dari berbagai latar belakang (dasar pemikiran). UUD NRI Tahun 1945 secara nyata memiliki spirit agar Indonesia terus bersatu, baik yang terdapat dalam Pembukaan ataupun dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar yang langsung menyebutkan tentang Negara Kesatuan RI dalam 5 Pasal, yaitu: Pasal 1 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 18B ayat (2), Pasal 25A dan pasal 37 ayat (5) UUD RI tahun 1945. Prinsip kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dipertegas dalam alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 dalam upaya membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dengan menyadari seutuhnya bahwa dalam pembukaan UUD NRI Tahun 1945 adalah dasar berdirinya bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan, Pembukaan tersebut tetap dipertahankan dan dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasayrakat, berbangsa, dan bernegara.

Kesadaran keberadaan Bangsa dalam bingkai NKRI pada dasarnya meliputi dua fenomena realitas, yaitu "kesadaran ruang" dan "kesadaran isi". Kesadaran ruang dalam arti konfigurasi geografis saat ini. Sedangkan kesadaran isi dalam arti pemahaman kemajemukan dan heterogenitas kita dalam aspek kultur, etnik, bahasa, dan agama.

Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, kekuasaan tertinggi atau kedaulatan berada di tangan rakyat, dan negara ini

bukanlah bentuk negara sebagai kelanjutan kerajaan/kesultanan/kedatuan yang pernah ada dan telah berabad-abad hidup berdaulat di wilayah Nusantara. Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, konsep negara kesatuan akan mengilhami bagi bangsa Indonesia menentukan batas-batas wilayah negaranya, akan menentukan sistem pengamanan yang tepat diterapkan untuk menjaga keutuhan dan kedaulatannya, akan mengilhami sistem pembagian wilayah dan sistem pengelolaan serta hubungan antara pusat dengan daerah, akan menentukan sistem politik dan penyelenggaraan pemilihan umum baik untuk perwakilan maupun pemimpin daerah.

Konsepsi NKRI juga telah mengilhami tumbuhnya suatu cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri, bangsa dan tanah airnya yang terdiri dari masyarakat, suku bangsa, agama, adat- istiadat yang beragam sebagai suatu kesatuan di dalam negara kepulauan dalam berbagai aspek kehidupan. Konsepsi ini memberikan nilai dan semangat untuk selalu menjaga persatuan dan kesatuan, menjaga keutuhan wilayah negara, menjaga kedaulatan negara, dan bersama-sama menjaga ancaman dari bangsa-bangsa lain.

1) Kondisi geografis

Secara geografis, Indonesia diapit dua samudera dan juga dua benua. Secara detail, pada bagian barat laut Indonesia berbatasan dengan Benua Asia. Sedangkan pada bagian Tenggara, Indonesia berbatasan dengan Benua Australia. Pada arah barat, wilayah Indonesia berbatasan dengan Samudera Hindia dan sebelah timur laut berbatasan dengan Samudera Pasifik. Batas-batas geografis ini memberi sejumlah pengaruh bagi Indonesia sebagai sebuah Negara dengan kebudayaan yang beragam.

Oleh karena posisi geografis Indonesia yang begitu strategis, tentu hal ini akan memberikan keuntungan yang besar kepada negara Indonesia. Sudah sepatutnya bangsa ini memanfaatkan kondisi tersebut untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Karena letaknya yang strategis, Indonesia menjadi persimpangan lalu lintas dunia, baik darat, udara, maupun laut.

Indonesia juga bertetangga dengan banyak negara di Asia yang sedang menunjukan geliat pertumbuhan ekonomi yang luar biasa seperti China, India, dan Thailand. Selain itu, Indonesia berada pada titik persilangan perekonomian dunia dan perdagangan internasional, baik negara-negara industri maju maupun berkembang.

Letak Indonesia yang strategis serta bentuk negara Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau bukan tanpa kelemahan. Hal ini menyebabkan Indonesia rentan mendapatkan ancaman dari luar. Posisi ini menempatkan Indonesia berbatasan laut dan darat secara langsung dengan sepuluh negara di kawasan. Keadaan ini menjadikan Indonesia rentan terhadap sengketa perbatasan dan ancaman keamanan yang menyebabkan instabilitas dalam negeri dan di kawasan. Untuk itu, seharusnya bangsa Indoneisa dapat berkaca dari kasus Sipadan dan Ligitan serta konflik-konflik yang sering terjadi diperbatasan. Letak geografis merupakan salah satu determinan yang menentukan masa depan dari suatu negara dalam melakukan hubungan internasional. Kondisi geografis suatu negara juga akan menentukan peristiwa-peristiwa yang memiliki pengaruh secara global. Di masa yang akan datang, keberadaan Indonesia akan dipengaruhi oleh kondisi dan letak geografisnya. Maka tata kelola sumber daya alam, wilayah perbatasan dan pertahanan negara harus menjadi perhatian.

Sedangkan secara geologis Indonesia terletak di wilayah rawan bencana gempa karena terletak pada pertemuan tiga (3) lempeng utama geologi dunia (Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik). Di wilayah Indonesia terdapat 129 gunung api aktif. Sementara dari sisi geografi, letak Indonesia di wilayah khatulistiwa menyebabkannya memiliki musim hujan dan musim kemarau yang memiliki potensi positif sekaligus negatif dalam bentuk bencana alam, bencana non alam, maupun bencana sosial. Proses alam, unsur manusia atau kombinasi keduanya juga merupakan penyebab terjadinya bencana. Berbagai macam bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, banjir bandang, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, angin puting

beliung, kegagalan teknologi serta bencana sosial/konflik sosial, yang berdampak potensial menimbulkan korban jiwa, kerugian harta benda, pengungsian serta kerugian dalam bentuk lain yang tak ternilai.

Dengan "Archipelagic State Principle" tersebut maka wilayah geopolitik NKRI merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak terpecah-pecah lagi seperti zaman Belanda, termasuk seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan kedaulatan hukum kewilayahan di atasnya. Proklamasi 17 Agustus 1945 telah menetapkan bahwa Indonesia sebagai Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.

Indonesia terletak di Antara 95° dan 141° Bujur Timur serta Antara 6° Lintang Utara dan 11° Lintang Selatan serta memiliki 17.499 pulau (DIshidros, TNI AL)) yang sebagian besar tidak berpenghuni. Sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945 Pasal 25A, dinyatakan bahwa "Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang- undang". Pada saat ini telah terbit Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang memuat pengertian tentang Wilayah Negara yaitu salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman,

perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.

Pembagian daerah NKRI disebutkan dalam Pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyebutkan NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang- undang.

Ungkapan "dibagi atas" (bukan "terdiri atas") dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 bukanlah istilah yang digunakan secara kebetulan. Ungkapan itu digunakan untuk menjelaskan bahwa negara kita adalah negara kesatuan yang berkedaulatan negara berada di pemerintah pusat. Berbeda dari "terdiri atas" yang lebih menunjukkan substansi federalisme, karena istilah itu menunjukkan letak kedaulatan berada di tangan negara-negara bagian.

Kecenderungan saat ini, berbagai aspirasi politik dari daerah banyak menginginkan terbentuknya Daerah-Daerah Otonom Baru (DOB) baik berupa provinsi maupun kabupaten dan kota.

Sebelum reformasi terdapat 319 daerah terdiri atas 26 provinsi (minus Timor Timur), 234 kabupaten dan 59 kota. Dalam 15 tahun terakhir (1998-2014) pasca era reformasi telah terbentuk 223 DOB atau sekitar 70% yang terdiri atas 8 provinsi, 181 kabupaten dan 34 kota sehingga keseluruhan jumlah daerah otonom (posisi Oktober 2014) dalam wilayah NKRI sebanyak 542 daerah yang terdiri atas 34 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Apabila tidak mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dengan bertambahnya daerah otonom ke depan, maka mempunyai potensi "disintegrasi bangsa dan membangkrutkan negara", mengingat ketidakmampuan negara dalam mengelola, mengendalikan, dan mencegah aspirasi politik yang berlebihan dengan dalih untuk mendekatkan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat. Untuk itu, perlu memperketat pembentukan daerah otonom baru yang dilandasi kebutuhan obyektif

masyarakat dengan mempedomani Desain Besar Penataan Tahun 2010-2025, di mana pembentukan DOB setidaknya harus didahului sebagai daerah administrasi selama tiga tahun yang tidak membebani pemerintah pusat. Setelah daerah tersebut mampu mandiri, maka baru bisa menjadi DOB sesuai peraturan perundang-undangan. Sedangkan DOB yang sudah dibentuk dilakukan evaluasi yang apabila tidak memenuhi persyaratan sebagai daerah otonom yang mandiri, maka perlu digabungkan kembali ke daerah asalnya dan/atau dihapus sebagai daerah otonom.

2) Sosial Budaya.

Ciri khas keberagaman bangsa Indonesia yang multikultur dan multietnis adalah sebuah realitas yang telah sejak lama disadari oleh bangsa Indonesia. Realitas keberagaman ini dapat bertahan hingga saat ini disebabkan adanya pemahaman untuk tidak mempertentangkan disparitas antara satu dengan yang lain, namun perbedaan tersebut diterima sebagai suatu kewajaran, dan yang paling utama adalah menyelaraskan perbedaan menjadi satu kesatuan, satu tujuan, satu tindakan menuju cita-cita bersama dan/atau mengedepankan persamaan diantara perbedaan yang ada. Perbedaan adalah kenyataan yang harus diterima dan bukan untuk dipertentangkan.

Kondisi obyektif bangsa Indonesia yang lahir dengan keanekaragaman etnis, agama dan kultur tersebut secara alamiah memiliki kerawanan, karena bilamana hal tersebut tidak dikelola dengan bijak akan berkembang menjadi potensi konflik yang dapat mengundang disintegrasi bangsa dan negara. Untuk memantapkan modal dasar pembangunan berupa keberagaman budaya, perlu dilakukan revitalisasi pola tatanan kehidupan dan kearifan budaya lokal pada setiap kelompok etnik agar perangkat nilai dan kearifan lokal dapat hidup berkembang sesuai dengan dinamika kehidupan bermasyarakat secara keseluruhan.

Pluralisme masyarakat dalam tatanan sosial agama dan suku bangsa telah ada sejak jaman nenek moyang, kebhinnekaan budaya yang dapat hidup berdampingan secara damai merupakan kekayaan yang tak ternilai dalam khasanah budaya

nasional. Nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat Indonesia, akan selalu berakar dari kearifan lokal (local wisdom) yang muncul dan berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.

Dalam Pasal 26 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 disebutkan bahwa penduduk ialah Warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Dengan masuknya rumusan orang asing yang tinggal di Indonesia sebagai penduduk Indonesia, orang asing yang menetap di wilayah NKRI mempunyai status hukum sebagai penduduk Indonesia. Sebagai penduduk, pada diri orang asing itu melekat hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (berdasarkan prinsip yuridiksi teritorial), sekaligus tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum internasional yang berlaku umum (General International Law).

Negara Kesatuan Rebuplik Indonesia dengan wilayah luas dan posisi strategis dimana didalamnya terkandung kekayaan sumberdaya alam dan penduduk yang beragam baik suku, agama, ras/etnis maupun golongan yang sangat berpengaruh terhadap realisasi dari konsep bela Negara dan diharapkan dapat menjaga serta memantapkan integritas, identitas dan kelangsungan hidup bangsa sehingga terwujud ketahanan nasional yang tangguh dalam rangka mencapai cita-cita dan

Dalam dokumen BUKU BAHAN AJAR BS IDEOLOGI (Halaman 183-195)