• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pancasila Falsafah Hidup dan Cita-Cita Moral Bangsa

Dalam dokumen BUKU BAHAN AJAR BS IDEOLOGI (Halaman 40-44)

B. PANCASILA SEBAGAI FALSAFAH HIDUP DAN PANDANGAN HIDUP BANGSA

4. Pancasila Falsafah Hidup dan Cita-Cita Moral Bangsa

Dalam memorandum DPRGR 9 Juli 1966 yang disahkan oleh MPRS dengan ketetapannya Nomor XX/MPRS/1966, Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia yang telah dimurnikan dan dipadatkan menjadi dasar falsafah negara RI. Pandangan hidup adalah weltanschaung, yaitu pandangan dunia atau way of life, yaitu cara menjalani kehidupan. Walaupun istilahnya berbeda, artinya sama.

Sebagai falsafah hidup atau pandangan hidup, Pancasila mengandung wawasan tentang hakikat, asal, tujuan, nilai, dan arti dunia seisinya, khususnya manusia dan kehidupannya, baik secara perorangan maupun sosial. Falsafah hidup bangsa mencerminkan konsepsi yang menyeluruh dengan menempatkan harkat dan martabat manusia sebagai faktor sentral dalam kedudukannya yang fungsional terhadap segala sesuatu yang ada. Ini berarti bahwa wawasan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila secara kultural diinginkan agar tertanam dalam hati sanubari, watak, kepribadian, serta mewarnai kebiasaan, perilaku, dan kegiatan lembaga-lembaga masyarakat.

Kelima nilai dasar yang tercakup dalam Pancasila merupakan inti dambaan yang memberikan makna hidup dan sekaligus menjadi tuntutan serta tujuan hidup, bahkan menjadi ukuran dasar seluruh peri kehidupan bangsa. Dengan kata lain, Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa Indonesia yang mengikat seluruh warga masyarakat, baik sebagai perseorangan maupun sebagai kesatuan bangsa.

Pancasila sebagai falsafah hidup dan cita-cita moral bangsa Indonesia merupakan inti semangat bersama dari berbagai moral yang secara nyata terdapat di Indonesia. Seperti diketahui, di tanah air kita terdapat berbagai ajaran moral sesuai

dengan adanya berbagai agama dan kepercayaan serta adat- istiadat. Setiap moral itu mempunyai coraknya sendiri, berbeda satu sama lain, dan hanya berlaku bagi umatnya yang bersangkutan. Namun, dalam moral-moral itu terdapat unsur- unsur bersama yang bersifat umum dan mengatasi segala paham golongan. Dengan demikian, nampaklah bahwa moral Pancasila mengatasi segala golongan dan bersifat nasional.

Pancasila terdiri atas lima asas moral yang relevan menjadi dasar negara RI. Dalam kedudukannya sebagai falsafah hidup dan cita-cita moral, secara ringkas dapat dinyatakan bahwa sila pertama menuntut setiap warga bangsa mengakui Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dan tujuan akhir, baik dalam hati dan tutur kata maupun dalam tingkah laku sehari-hari. Konsekuensinya adalah Pancasila menuntut umat beragama dan berkepercayaan untuk hidup rukun walaupun berbeda keyakinannya.

Sila kedua mengajak masyarakat untuk mengakui dan memperlakukan setiap orang sebagai sesama manusia yang memiliki martabat mulia serta hak-hak dan kewajiban asasi. Dengan kata lain, ada sikap untuk menjunjung tinggi martabat dan hak-hak asasinya atau bertindak adil dan beradab terhadapnya. Sila ketiga menubuhkan sikap masyarakat untuk mencintai tanah air, bangsa, dan negara Indonesia, ikut memperjuangkan kepentingan-kepentingannya, dan mengambil sikap solider serta loyal terhadap sesama warga negara. Sila keempat mengajak masyarakat untuk bersikap peka dan ikut serta dalam kehidupan politik dan pemerintahan negara, paling tidak secara tidak langsung, bersama sesama warga atas dasar persamaan tanggung jawab sesuai dengan kedudukannya masing-masing.

Akhirnya, sila kelima mengajak masyarakat aktif dalam memberikan sumbangan yang wajar sesuai dengan kemampuan dan kedudukan masing-masing kepada negara demi terwujudnya kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir dan batin selengkap mungkin bagi seluruh rakyat. Pernyataan Pancasila sebagai falsafah hidup menginginkan agar moral Pancasila menjadi moral kehidupan negara dalam arti

menuntut penyelenggara dan penyelenggaraan negara menghargai dan menaati prinsip-prinsip moral atau etika politik. Sebagai konsekuensinya, negara tunduk kepada moral dan wajib mengamalkannya. Moral menjadi norma tindakan dan kebijaksanaan negara sehingga perlu dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, moral Pancasila memberikan inspirasi dan menjadi pembimbing dalam pembuatan undang-undang yang mengatur kehidupan negara, menetapkan lembaga-lembaga negara dan tugas mereka masing-masing, serta hubungan kerja sama di antara mereka, hak-hak dan kedudukan warga negara, dan hubungan warga negara dan negara dalam iklim dan semangat kemanusiaan.

Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti bahwa semua norma moral harus dijadikan norma yuridis. Norma moral ditetapkan menjadi norma hukum positif selama norma itu mengatur tindakan-tindakan lahiriah yang menyangkut masyarakat. Sementara itu, masalah yang semata-mata batiniah merupakan urusan pribadi warga negara. Hal ini harus senantiasa diperhatikan dalam pelaksanaan pembinaan dan pengaturan negara terhadap peri kehidupan bangsa. Oleh karena itu, tampaklah bahwa materi perundang-undangan terbatas pada moral bersama rakyat (public morality) Sehubungan dengan pengamalan Pancasila dalam konteks moral perseorangan, negara wajib menciptakan suasana yang mampu memupuk budi pekerti luhur dengan baik. Dalam penjelasan umum UUD 1945 dengan tepat ditandaskan bahwa "undang-undang dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur."

Akhirnya, dalam kedudukannya sebagai etika politik kenegaraan dapat secara ringkas ditegaskan bahwa sebagaimana dimaksudkan dalam sila pertama, negara wajib (1) menjamin kemerdekaan setiap penduduk tanpa diskriminasi untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya dengan menciptakan suasana yang baik, (2) memajukan toleransi dan kerukunan agama, serta (3) menjalankan tugasnya untuk

meningkatkan kesejahteraan umum sebagai tanggung jawab yang suci. Sila kedua mewajibkan (1) negara untuk mengakui dan memperlakukan semua warga sebagai manusia yang dikaruniai martabat mulia dan hak-hak serta kewajiban kewajiban asasi serta (2) semua bangsa sebagai warga dunia bersama- sama membangun dunia baru yang lebih baik berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial. Sila ketiga mewajibkan negara untuk membela dan mengembangkan Indonesia sebagai satu negara yang bersatu, memiliki solidaritas yang tinggi dan hidup rukun, membina dan menjunjung tinggi kebudayaan dan kepribadian nasional, serta memperjuangkan kepentingan nasional. Sila keempat mewajibkan negara untuk mengakui dan menghargai kedaulatan rakyat serta mengusahakan agar rakyat melaksanakan kedaulatannya secara demokratis tanpa diskriminasi melalui wakil-wakilnya. Hal itu berarti bahwa negara wajib mendengarkan suara rakyat dan memperjuangkan kepentingan seluruh rakyat. Akhirnya, sila kelima mewajibkan negara untuk (1) mengikutsertakan seluruh rakyat dalam kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya serta (2) membagi beban dan hasil usaha bersama secara proporsional di antara semua warga negara dengan memperhatikan secara khusus mereka yang lemah kedudukannya agar tidak terjadi ketidakadilan serta kesewenang-wenangan dari pihak yang kuat terhadap yang lemah.

C. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

Dalam dokumen BUKU BAHAN AJAR BS IDEOLOGI (Halaman 40-44)