• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Nilai-nilai Pancasila bersifat universal

Dalam dokumen BUKU BAHAN AJAR BS IDEOLOGI (Halaman 58-73)

E. PANCASILA DI ANTARA IDEOLOGI-IDEOLOGI DUNIA UL

1. Kandungan Nilai-nilai Pancasila bersifat universal

Berdasarkan Ketetapan MPR Nomor XVIII Tahun 1998, Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara, ideologi nasional, dan falsafah pandangan hidup bangsa. Pancasila adalah falsafah pandangan hidup bangsa karena digali dari akar budaya bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai ras dan suku yang memiliki bahasa dan adat istiadatnya masing- masing. Meskipun suku-suku bangsa itu menempati daerah yang terpisah, ada banyak kesamaan di antara mereka dalam nilai-nilai tertentu. Secara keseluruhan suku bangsa ini bertuhan dan memiliki ritual budaya dalam menyembah tuhannya.

Nilai kemanusiaan sebagai budaya dijunjung sesama suku yang ada di Indonesia, termasuk nilai mufakat, musyawarah dan perwakilan, serta kebijaksanaan.

Di wilayah Indonesia sudah pernah ada dua negara yang mempersatukan seluruh Nusantara, yaitu kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. Dengan demikian, wilayah yang luas ini pernah mengalami dua kali kesempatan persatuan dan kesatuan.

Kesejahteraan rakyat atau kesejahteraan sosial banyak ditemukan dalam tulisan-tulisan indah atau syair kuno yang menggambarkan masyarakat yang sejahtera. Sebagai ideologi nasional, semua telah merasakan nilai-nilai idealisme yang ada dalam lima kalimat terakhir Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Nilai-nilai ini telah mempersatukan bangsa Indonesia selama masa kemerdekaannya dan akan terus mempersatukan bangsa Indonesia selamanya di masa depan. Ada banyak usaha untuk menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa, baik dari luar maupun dari dalam serta gabungan usaha dari keduanya. Namun, sampai saat ini nilai

ini masih kuat sebagai pegangan bersama mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa .

Secara konstitusional bangsa Indonesia pernah terpaksa menjalankan konstitusi RIS yang amat bertentangan dengan nilai kebangsaan dalam Pancasila. Akan tetapi, konstitusi ini tidak bertahan lama dan kembali ke konstitusi sementara 1950. Tidak terhitung rongrongan imperialisme sepanjang sejarah RI serta rongrongan dari paham agama dan paham komunis, tetapi rongrongan itu dapat diatasi melalui perjuangan rakyat bersama aparat keamanan.

Perjalanan sejarah sepanjang masa kemerdekaan membuktikan bahwa bangsa Indonesia memegang kuat nilai- nilai tersebut.

Sebagai dasar negara, karena secara formal terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila menjadi dasar dari hukum dasar RI. Sebagai ideologi, tentunya Pancasila harus tersosialisasi dalam bentuk ajaran atau doktrin yang mengandung nilai-nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Ajaran atau doktrin ini harus menjadi referensi dalam semua aspek kehidupan bangsa. Sampai saat ini kita belum memiliki platform yang jelas mengenai ekonomi Pancasila, yang rumusannya baik secara ilmiah maupun dalam kebijakan serta strateginya di strata pemerintahan sudah mengandung nilai Pancasila.

Sampai dengan saat ini masih banyak pandangan orang bahwa Pancasila sebagai dasar negara, ideologi nasional, dan falsafah pandangan hidup bangsa Indonesia adalah karya Ir. Soekarno semata. Pada saat BPUPKI bersidang ada banyak anggota yang menyampaikan pidato usul dasar negara antara lain, yaitu Mr. Muh. Yamin, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Drs. Moh. Hatta, Prof. Dr. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dari hasil para pembicara tersebut, panitia sembilan menyusun Preambul Undang-Undang Dasar 1945 dengan lima kalimat terakhir preambul merupakan dasar negara.

Mr. Muh. Yamin mengajukan lima dasar, yaitu peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat. Sementara itu, Prof. Dr. Mr. Soepomo tidak memberikan perincian dasar negara satu per satu, tetapi secara keseluruhan mengusulkan paham integralistik dalam susunan negara Indonesia. Dokumen pidato Drs. Moh. Hatta belum ditemukan sampai saat ini, sedangkan Ir. Soekarno mengusulkan lima dasar, yaitu kebangsaan, internasionalisme atau peri kemanusiaan, mufakat, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan.

Selain mengandung nilai kebangsaan, pidato usul dasar negara oleh Mr. Muh. Yamin juga mengandung banyak nilai budaya asli masyarakat Indonesia, sedangkan usul Prof. Dr. Mr. Soepomo mengandung paham integralistik yang kuat sekali. Sementara itu, Drs. Moh. Hatta memberikan masukan nilai kebangsaan yang juga mengandung nilai kemanusiaan (hak asasi) yang kuat. Pidato usul Dasar Negara dari Ki Bagoes Hadikoesoemo mengandung nilai kebangsaan yang diambil dari nilai ajaran Islam. Usul dasar negara dari Ir. Soekarno sangat kuat nilai kebangsaannya, termasuk keinginan untuk segera merdeka dan memiliki dasar untuk merdeka. Ir. Soekarno memberi nama Pancasila untuk kelima dasar yang diusulkannya yang selanjutnya dapat diperas menjadi Trisila dan Ekasila. Rumusan lima kalimat akhir di Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan rangkuman dari keempat usul dasar negara yang disampaikan para pembicaranya. Ungkapan Ketuhanan Yang Maha Esa

dan Tuhan Yang Maha Esa disampaikan oleh Ir. Soekarnodan

Mr. Muh. Yamin dalam pidato mereka. Pernyataan

Kemanusiaan yang adil dan beradab tidak ada dalam naskah

pidato Ir. Soekarno, Mr. Muh.Yamin, ataupun Prof. Dr. Mr. Soepomo karena Mr. Muh. Yamin menyampaikan istilah peri

kemanusiaan (humanity),sedangkan Ir. Soekarno

menyampaikan istilah internasionalisme/peri kemanusiaan (humanisme). Istilah yang adil dan beradab berasal dari naskah Drs. Moh. Hatta. Substansi persatuan Indonesia

terdapat dalam naskah Ir. Soekarno, Mr. Muh. Yamin, dan Prof. Dr. Mr. Soepomo. Subtansi kerakyatan, perwakilan, dan

permusyawaratan ada dalam naskah Mr. Moh. Yamin walaupun pada dasar kelima beliau mengusulkan

kesejahteraan rakyat. Pada akhir naskah pidato Prof. Dr. Mr. Soepomo muncul istilah keadilan rakyat dan dalam naskah pidato Ir. Soekarno dimunculkan istilah kesejahteraan sosial.

Dalam naskah Pidato Ki Bagoes Hadikoesoemo juga terkandung nilai persatuan dan kesatuan yang didasarkan pada agama Islam demikian juga nilai kemanusiaan, nilai musyawarah mencapai kesepakatan, nilai keadilan dan kesejahteraan yang semuanya didasarkan dari agama Islam. Keempat naskah pidato usul dasar negara serta proses penyusunan dan perubahan penyempurnaan dasar negara RI yang sekaligus menjadi ideologi dan pandangan hidup bangsa merupakan rangkuman dari subtansi para pemidato usul dasar negara antara lain Mr. Muh. Yamin, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Drs. Moh. Hatta, Ir.Soekarno dan Ki Bagoes Hadikoesoemo.

Nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, ketuhanan yang berbudaya dan berbudi pekerti luhur, serta ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Nilai kemanusiaan yang universal (humanity); menghormati sesama bangsa di antara bangsa-bangsa; nilai keadilan yang beradab; nilai kebangsaan semua buat semua, semua buat satu, dan satu buat semua; nilai kerakyatan/kedaulatan rakyat, kemufakatan, musyawarah, perwakilan, dan nilai kebijaksanaan; nilai keadilan sosial dalam kesejahteraan; dan nilai kesederajatan dan keserasian serta kesamaan dan kesesuaian secara budaya ada dalam masyarakat Indonesia yang heterogen. Nilai-nilai tersebut bersifat universal karena diakui sebagai nilai yang mendunia.

Apakah ideologi perlu bernama? Banyak ideologi bernama, tetapi banyak juga tidak bernama. Semua bangsa pasti memiliki ideologi masing-masing. Bangsa Amerika Serikat pasti memiliki ideologi, tetapi tidak bernama. Ketika Republik Rakyat China lahir, Dr. Sun Yat Sen menamakan ideologi mereka San Min Chu I.

Ideologi Jepang bernama Tenno Koodo Seishin. Hitler mendirikan Jermania dengan ideologi Nasional Sosialisme dan

Lennin mendirikan Uni Soviet dengan Marxisme Leninisme (komunisme). Sesuatu yang bernama memang mudah disosialisasikan sekaligus mudah dirongrong, dikritisi, dan dikecam. Karl Marx tidak menamakan ajarannya Marxisme, tetapi para pengikutnya menamakan ajaran dari rangkuman buku-buku yang ditulisnya dengan Marxisme. Padahal, tidak ada satu pun buku tulisan Karl Marx berjudul Marxisme.

Istilah ideologi pertama kali dimunculkan oleh filsuf Prancis yang bernama Antoine Destut de Tracy (1754-1836) pada tahun 1796. Pada saat itu pengaruh otoritas pemerintah feodal dan pengaruh gereja kuat sekali sehingga mulai muncul reaksi dari gerakan dengan nama Abad Pencerahan. De Tracy melihat ideologi sebagai ilmu tentang pikiran manusia yang mampu menunjukkan jalan yang benar menuju masa depan. De Tracy ingin meneruskan kemajuan dengan memperbaiki manusia untuk menunjukkan mana gagasan yang salah dan mengembangkan sistem pendidikan sekuler yang dapat menghasilkan manusia yang lebih baik. Sayangnya, kerja sama antara ideologi dan sains serta studi-studi objektif tidak berlangsung lama sehingga istilah ideologi cepat merosot, bahkan menjadi istilah peyoratif yang lebih mengacu pada objek daripada sains.

Sebagai konsep yang peyoratif, Karl Marx menggunakan istilah ini dalam teori sosial politiknya. Ia menggunakan istilah ideologi dalam semua pengertian kata ini dalam bukunya

German Ideology. Kata ideologi menjadi terkenal dalam ajaran marxisme, baik oleh Karl Marx sendiri maupun yang kemudian dilanjutkan oleh Lenin. Istilah tersebut dalam perkembangannya mendapat predikat jelek karena kedekatannya dengan Marxisme-Komunisme. Orde Baru tetap menggunakan istilah ini, bahkan memopulerkannya dalam rangka menyosialisasikan Pancasila kepada masyarakat. Pada era Orde Baru Pancasila sangat dikeramatkan dan disakralkan oleh pemerintah yang saat itu amat mendominasi segala aspek kehidupan bangsa sehingga ideologi ini menjadi hegemoni (ideologi menurut Gramsci, 1891-1937). Ideologi yang menjadi hegemoni akan lenyap bersama lenyapnya

suatu rezim. Mengamalkan ideologi seperti pada era Orde Baru dapat membahayakan ideologi itu sendiri. Saat ini pada era reformasi dapat dirasakan bahwa sebagian masyarakat telah mengidentikkan Pancasila dengan Orde Baru. Kegunaan ideologi dapat dibagi atau dilihat dari empat pendekatan, yaitu :

a. Ideologi sebagai pemikiran politik, b. Ideologi sebagai norma dan keyakinan, c. Ideologi sebagai bahasa simbol dan mitos, d. Ideologi sebagai kekuasaan elite.

Keempat pendekatan tersebut secara keseluruhan tidak bersifat eksklusif. Ada kecenderungan kuat bahwa pendekatan 2 dan 3 diminati pula dalam penerapan kekuasaan. Namun, keempat pendekatan tersebut menunjukkan bidang kajian utama yang berbeda. Pendekatan yang pertama secara khusus lebih berhubungan dengan "isme" Barat, seperti

liberalisme, marxisme, dan sosialisme.

Pendekatan kedua berhubungan dengan kumpulan pandangan yang dianut oleh masyarakat biasa, yakni pemikiran-pemikiran yang cenderung kurang sistematis, seperti anggapan masyarakat tertentu bahwa wajar saja mereka memiliki penghasilan tinggi yang relatif berbeda dengan orang lain tanpa perlu mengartikulasi ideologi kapitalis liberal. Pendekatan ketiga lebih banyak mengarah pada simbol dan mitos, seperti tanda gambar Ka’bah pada Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang akan menunjukkan alirannya yang agamis Islam. Pendekatan keempat lebih berhubungan dengan cara para elite yang berusaha untuk memastikan komformitas dan dukungan, seperti kepastian dukungan untuk calon presiden dan kepala daerah dari partai pendukungnya.

Dari pengalaman sejarah, khususnya di Indonesia, perkembangan ideologi tidak terlepas dari perkembangan politik. Demikian pula, sebaliknya, antara ideologi dan politik ada hubungan kuat yang timbal balik. Ideologi politik merupakan salah satu pengertian dari sekian banyak pengertian tentang ideologi. Ideologi politik adalah

seperangkat keyakinan dan pemikiran normatif serta empiris yang relatif koheren yang berpusat pada masalah hakikat manusia, proses sejarah, dan susunan sosiopolitik.

Ideologi sering diistilahkan secara peyoratif untuk mencirikan gagasan-gagasan yang tampaknya mengambang, ekstrem, mengandung kepalsuan, dan fanatik. Ada cukup banyak pandangan paham idealis dan paham politik tentang ideologi. Pandangan mereka relatif berbeda sehingga salah satu pakar ideologi David McLellan mengatakan bahwa ideologi adalah konsep yang paling sulit untuk dipahami dalam seluruh ilmu-ilmu sosial.

Pakar ideologi lain, yaitu Freeden menyatakan bahwa ideologi merupakan bentuk pemikiran istilah yang menyediakan akses langsung yang penting untuk memahami pembentukan dan hakikat teori politik, kekayaannya, keanekaragamannya, dan seluk-beluknya. Penyelidikan ilmiah terhadap ideologi harus diberi peringkat yang sama dengan kajian terhadap filsafat politik. Di sini terlihat jelas kuatnya hubungan antara ideologi dan politik sekaligus memperlihatkan pada tataran pendidikan mana pelajaran ideologi sepantasnya diberikan. Ideologi merupakan konsep yang sulit dipahami karena sudah pada level filsafat sehingga seyogianya pelajaran ideologi Pancasila diberikan di tingkat perguruan tinggi. Sementara itu, nilai praksisnya sudah bisa diberikan dalam bentuk pelajaran Budi Pekerti dan Kewarganegaraan dalam pendidikan formal dari SD sampai dengan SMA dan dalam pendidikan informal di luar sekolah.

2. Liberalisme

Konsep ideologi adalah temuan zaman modern sehingga perkembangan ideologi-ideologi politik tidak dapat dipisahkan dari konteks modernisasi yang kebetulan dimulai di Eropa Barat. Di samping membawa banyak perbaikan, proses modernisasi ini sekaligus juga mendatangkan bencana dan bahaya dalam kehidupan manusia. Ada dua tonggak penting

perubahan drastis di dunia Barat saat itu, yaitu revolusi industri di Inggris dan revolusi Perancis di Perancis. Revolusi industri mendorong perkembangan sains sedangkan revolusi Perancis mendorong kesetaraan sosial dan kebebasan individu masyarakat modern. Selain mendatangkan kemajuan, kedua revolusi ini juga mendatangkan krisis nilai kultural yang dipegang teguh dalam tradisi terjadinya alienasi individu dari masyarakatnya pada saat itu.

Pada masa itu masyarakat Eropa masih dalam budaya era agraris ketika ikatan kekeluargaan di masyarakat serta tempat mereka lahir dan dibesarkan kuat sekali.

Dengan ditemukannya mesin uap, era industri dimulai dan terjadi perubahan budaya dari agraris ke budaya industri. Setiap peralihan budaya akan menimbulkan anomi (bingung karena kehilangan pegangan berupa nilai) dan bagi yang sulit atau lambat berinteraksi akan menimbulkan alienasi (perasaan terpinggirkan atau tersingkirkan) dalam masyarakat. Bersamaan itu pula, di Perancis terjadi perubahan politik yang drastis dari sistem monarki menjadi sistem republik yang membuat perubahan budaya dari masyarakat feodal tradisional ke budaya kebebasan dan kesederajatan. Perubahan ini pun menimbulkan anomi dalam masyarakat. Sebelum kedua peristiwa besar di atas, sebagian besar pengaruh sosial pembentukan individualisme liberal adalah perang agama dan munculnya ilmu pengetahuan modern pada abad ke-16 dan ke-17. Perang agama menimbulkan komitmen kaum liberal tentang rasionalisme dan persamaan individu.

Ada pembelaan yang kuat bagi kaum liberal terhadap kebebasan sipil dan pribadi supaya dapat hidup sesuai dengan keyakinannya sendiri tanpa diancam hukuman karena pandangan agamanya, pandangan politik, dan pandangannya pada nilai-nilai kesusilaan. Pada era yang sama mulai terjadi peralihan dari feodalisme ke kapitalisme ketika kaum liberal empertanyakan kebebasan dalam kesempatan ketika sebagian besar peluang usaha saat itu dikuasai oleh tatanan feodal yang diwariskan turun-temurun.

Para idealis memunculkan banyak pemikiran baru mengenai kebebasan, kesederajatan, dan persaudaraan yang dikenal dengan liberte, egalite, dan fraternite. Pemikiran- pemikiran inilah yang akhirnya menumbuhkan liberalisme dan berkembang menjadi ideologi. Liberalisme dapat dianggap sebagai titik tolak modernisasi karena ideologi ini sama tuanya dengan modernisasi tersebut dan ideologi inilah yang mendorong proses perubahan dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern. Walaupun telah berproses sejak abad ke-16 dan ke-17, ideologi ini cepat muncul di permukaan ketika masyarakat tidak tahan lagi akibat penindasan dari monarki absolut di Perancis pada abad ke-18. Ideologi tersebut relatif cepat mendapat dukungan karena memberi jaminan hukum yang lebih baik atas hak-hak dan kebebasan individu serta kesetaraan sosial yang dianggap niscaya pada saat itu. Dukungan ideologi ini pada kebebasan individu dan hak pilih privat berjalan seiring dan berhubungan timbal balik dengan ekonomi kapitalistik (gairah pasar hanya mungkin apabila intervensi politik mendekati nol). Di sinilah liberalisme saling berhubungan timbal balik dengan kapitalisme.

Konsep dasar liberalisme sebenarnya tidak banyak berbeda dengan nilai-nilai Pancasila karena yang diperjuangkan liberalisme, yaitu liberte, egalite, dan fraternite

sudah terkandung dalam nilai-nilai Pancasila. Perbedaan prinsip antara liberalisme dan Pancasila terletak pada pandangan tentang kebebasan, yaitu kebebasan individu amat menonjol dan dominan pada liberalisme, sedangkan Pancasila menganggap negara adalah semua untuk semua, semua untuk satu, dan satu untuk semua.

Ajaran liberalisme tidak mulus begitu saja, tetapi banyak mendapat reaksi dan kritik. Reaksi dan kritik ini melahirkan aliran lain yang berkembang menjadi ideologi. Atas reaksi dan kritik tersebut, aliran liberalisme membenahi diri sehingga selama peralihan abad ke-19 ke abad ke-20 aliran ini berkembang menjadi dua aliran, yaitu liberalisme sosial dan liberalisme neoklasik.

Liberalisme sosial berhubungan dengan pandangan yang lebih positif tentang kebebasan dan campur tangan negara yang lebih besar, khususnya dalam regulasi pembaruan ekonomi dan sosial. Liberalisme neoklasik melekat pada pandangan yang sangat negatif tentang kebebasan pemahaman atas kemandirian pasar.

Dari kedua aliran tersebut, liberalisme sosial relatif lebih dekat pada nilai Pancasila daripada liberalisme neoklasik karena peran negara dalam regulasi ekonomi dan sosial sudah diperhatikan dalam liberalisme sosial. Selama perang dingin terjadi perang ideologi antara paham totaliterian dan paham liberalisme.

Doktrin totalitarian lebih bersifat ideologis, utopis, historis, dan holistik sementara liberalisme bersifat empiris pluralistik dan tidak bertujuan membangun negara yang ideal. Untuk menghadapi tantangan kuat doktrin totalitairian ini aliran liberalisme terus berbenah diri.

Pada peralihan abad ke-21 ini secara bertahap terjadi pembelokan dari liberalisme ke demokrasi sosial di satu pihak, sedangkan di pihak lain terjadi pembelokan ke arah konservatisme. Liberalisme yang membelok ke demokrasi sosial lebih mendekati nilai-nilai Pancasila daripada yang membelok ke konservatisme. Pada sistem liberalisme demokrasi sosial ada upaya pemerintah untuk mengontrol agar si Kuat tidak menjadi lebih kuat sekaligus mengangkat si Lemah menjadi lebih kuat, dengan menerapkan pajak progresif.

Ajaran liberalisme klasik mendasarkan pada prinsip-prinsip menjunjung tinggi hak-hak individu, pemberian kebebasan untuk menguasai kapital (modal), dan dijaminnya keterbukaan pasar berdasarkan permintaaan dan penawaran dimana negara tidak diperkenankan untuk mencampuri pasar (intervensi terhadap pasar). Namun dalam perkembangan kehidupan nyata, prinsip-prinsip tersebut sering terwujud sehingga menimbulkan berbagai gejolak sosial, misal: saat pekerja merasa hanya sebagai alat produksi yang dihargai

sangat rendah (diekploitasi) maka terjadi protes buruh dan sosial, ketika harga di pasar tidak lagi rational dan normal berdasarkan permintaan dan penawaran (misal karena kebijakan kartel) maka timbul gejolak ekonomi yang menimbulkan krisis ekonomi sehingga pemerintah sebagai pemegang kedaulatan pemerintahan terpaksa harus melakukan intervensi.

Keadaan ini telah mendorong beberapa pemikir ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat (dalam pertengahan abad 20 sampai memasuki abad 21) untuk melakukan berbagai koreksi atas ajaran-ajaran liberalisme klasik tersebut dengan memberikan kepada pemerintah agar dapat berfungsi dan berperan sebagai regulator dan penyangga (bila dibutuhkan) kehidupan bidang ekonomi melalui berbagai kebijakan- kebijakan yang akan memberikan kesempatan kepada swasta untuk menjadi pelaku dan kekuatan ekonomi. Ajaran ini dikenal sebagai aliran Neo-Liberal, dan sebagai contoh : ajaran ini telah diterapkan saat Amerika mengalami krisis ekonomi tahun 1960-an, tahun 1970-an dan tahun 2008-an, dimana pemerintah melakukan intervensi ekonomi dengan melakukan bail-out untuk menyelamatkan industri-industri besar AS yang mengalami kebangkrutan, dan stelah kondisi ekonomi pulih maka saham pemerintah di berbagai industri tersebut dijual kembali kepada swasta.

Paham kosmopolitanisme berkembang sangat pesat sejak berakhirnya perang dingin sehingga kaum liberalis (pasar bebas/free market) merasa sebagai penganut idiologi yang paling utama dan tidak lagi terbantahkan eksistensinya dan berkembangnya paham ini semakin meluas dibarengi terjadinya revolusi di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan komunikasi dimana hubungan antar negara dan antar bangsa menjadi sangat dekat (menjadi glbal village). Paham kosmopolitanisme mendorong terjadinya integrasi global yang melintasi batas-batas kedaulatan negara bangsa, yang mencakup integrasi politik, ekonomi, sosial, budaya.

Kaum kosmopolitaisme mempunyai keyakinan bahwa bangsa-bangsa di dunia mempunyai ketergantungan satu

sama lain dan akan menjadi lebih efisien dalam memenuhi kebutuhan hidupnya bilamana saling bekerjasama satu dengan lainnya, bahwa sumber ekonomi sangat terbatas dan perlu dimaksimalkan dalam proses produksi, bahwa konsumen akan memperoleh barang kebutuhan sesuai kualifasi yang dikehendaki dalam pasar yang terbuka, bahwa suatu negara tidak diperkenankan melakukan diskriminasi dan membatasi keluar-masuknya suatu barang dalam suatu negara (baik melalui pengenaan tarif maupun aturan pembatasan lainnya), setiap pemilik modal bebas untuk menginvestasikan di negara manapun dan harus diperlakukan sama (tanpa diskriminasi). Para tokoh pemikir yang mempelopori kosmopolitanisme antara lain Kenichi Ohmae, Francis Fukuyama, Robert O Keohane, Robert Gilpin.

3. Konservatisme

Sejak awal liberalisme di Prancis sudah memunculkan sikap skeptis (apatisme dan sinisme) pada ideologi baru ini. Di halaman depan sudah dibahas bahwa liberalisme menimbukan anomi dan alienasi di masyarakat. Masyarakat yang anomi dan teralienasi mudah dipengaruhi pemikiran lain yang memunculkan apatisme dan sinisme yang menggugat aliran baru tersebut. Penggugat ini bernama konservatisme yang akhirnya berkembang menjadi ideologi baru. Ideologi ini tidak anti terhadap perubahan, tetapi menentang perubahan yang dipaksakan secara melampaui batas oleh ideologi tertentu. Ideologi ini amat berhati-hati terhadap setiap perubahan dan mengambil jarak terhadap setiap optimisme berlebihan.

Konservatisme lebih mewujudkan kondisi manusiawi yang memiliki batas-batas kemampuan, baik rohani maupun jasmani yang tidak mudah begitu saja diubah dari luar. Konservatisme dalam hal ini bersikap lebih realistis terhadap kondisi manusia.

Istilah konservatif muncul pertama kali di Perancis ketika Chateaubriand (1708-1848) memberi nama conservateur pada

jurnal yang ia terbitkan untuk menolak perluasan politik baru, terutama gagasan demokratis yang menjadi manifestasi utama

Dalam dokumen BUKU BAHAN AJAR BS IDEOLOGI (Halaman 58-73)