• Tidak ada hasil yang ditemukan

Demokrasi Sosial dan Sosialisme Demokratis

Dalam dokumen BUKU BAHAN AJAR BS IDEOLOGI (Halaman 79-92)

E. PANCASILA DI ANTARA IDEOLOGI-IDEOLOGI DUNIA UL

5. Demokrasi Sosial dan Sosialisme Demokratis

Demokrasi sosial merupakan hasil evaluasi internal marxismeBarat. Istilah ini memaknai marxisme yang terorganisasi. Selain itu, istilah ini sendiri telah mengandung gerakan antireformis yang terorganisasi. Sosialis demokratis juga merupakan istilah yang diciptakan oleh penganutnya sebagai suatu tindakan melepaskan diri dari ikatan realitas sosialisme yang tidak demokratis pada abad ke-20. Akan tetapi, hal itu sekurang-kurangnya dalam beberapa pola dimaksudkan untuk menegaskan kembali komitmen terhadap transformasi sistem daripada hanya suatu demokrasi sosial yang membaik.

Demokrasi sosial muncul sebagai bentuk sosialisme abad ke-20 yang dominan di Barat. Demokrasi itu menjadi oposan utama terhadap konservatisme politik dan organisasi praktik kapitalisme. Demokrasi sosial bukanlah satu satunya oposisi dalam istilah kaum sosialis karena doktrin ini menemukan musuh dari para pembela status quo sehingga ia menemukan musuh lain dalam tradisi marxis yang membantah mandat sosialisnya dan mengklaim untuk menawarkan suatu alternatif yang canggih secara intelektual dan hebat secara politis. Permasalahan yang harus diperhitungkan tentang demokrasi sosial adalah apakah ia harus dilihat sebagai suatu "revisi" terhadap Marxisme berdasarkan asal dan lintasan politiknya atau apakah ia lebih akurat untuk dianggap sebagai tradisi politik dalam kebenarannya sendiri. Pecahnya

sosialisme menjadi tradisi marxis dan demokrasi sosial merupakan karakteristik fundamental dari sebagian besar sejarah abad ke-20.

Sosialisme sebagai doktrin merupakan produk abad modern. Sejarah awalnya tidak luput dari Revolusi Prancis dan revolusi Industri di Inggris yang memunculkan revolusi politik dan dari revolusi politik memunculkan revolusi ekonomi dan sosial. Sosialisme muncul di Inggris dan Prancis pada dekade awal abad ke-19. Para pemikirnya merupakan pemikir ekonomi dan pemikir awal ilmu manajemen ilmiah yang mulai berkembang pada akhir abad ke-19. Mesin ekonomi harus di nakhodai oleh manajer ilmiah dan ilmu manajemen modern mulai dikembangkan yang memengaruhi hubungan antara majikan dan buruh. Organisasi buruh mulai muncul dan berkembang makin kuat sehingga memengaruhi legislatif dalam pembuatan undang-undang mengenai perburuhan. Pada akhir abad ke-19 muncul perseroan terbatas yang status hukumnya lebih jelas sehingga dunia hukum mulai mengatur segi ekonomi. Apa yang ditakuti marxisme tentang kapitalisme tidak terwujud, tetapi kritikan marxisme telah dijadikan otokritik oleh liberalisme kapitalis sehingga melahirkan sosialisme demokratis.

Pada abad ke-20 ilmu manajemen berkembang dari manajemen ilmiah ke manajemen hubungan manusia. Dalam konsep manajemen tersebut, harkat kemanusiaan pekerja makin diperhatikan pada era ini. Dalam manajemen muncul jabatan manajer personalia di dunia usaha. Harkat manusiawi ini makin dijunjung dalam dunia usaha sehingga memunculkan pemikir-pemikir baru yang beraliran sosialisme demokratis.

Jika dihadapkan dengan nilai-nilai Pancasila, nilai sosialisme secara jelas terkandung dalam dasar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ideologi sosialisme demokratis dan demokrasi sosial banyak kecocokannya dengan Pancasila hanya karena kedekatannya dengan ideologi marxisme dan ada relatif banyak ajaran marxisme yang diadopsi sosialisme.

Jika Pancasila menitik beratkan pada keseimbangan, kesetaraan, dan kesesuaian kaya miskin, majikan, dan pekerja, sosialisme lebih menitikberatkan pada kepentingan masyarakat banyak, terutama kaum bawah.

Dalam peralihan abad ke-21 ini sedang diusahakan perkembangan jenis sosialisme baru yang masih berakar dari tradisi lamanya, tetapi peran-peran kontemporernya dirumuskan kembali. Pakar Michael Harrington menjelaskan hal ini sebagai republikanisme sosialis yang terjadi ketika perkembangan politik, ekonomi, dan sosial dari negara modern mengarahkan sosialisme ke arah suatu konsepsi tentang tujuannya yang etis, multikelas, dan desentralistis yang didasarkan pada penciptaan masyarakat baru, baik di dalam negara maupun di seluruh dunia.

6. Anarkisme

Ideologi ini memiliki persaudaraan batin dengan komunisme. Keduanya sama-sama menolak negara dan kapitalisme. Jika komunisme menonjolkan ide solidaritas, anarkisme ingin meradikalkan prioritas individu atau kolektif dan ide otonomi moral yang sudah terlampir pada liberalisme. Anarkis menginginkan liberalisme harus konsekuen dan tidak berhenti pada konsep negara minimal. Negara itu sendiri harus dilenyapkan karena merupakan sumber kendala otonomi individu dan ancaman bagi kebebasan. Revolusi anarkis tidak berhenti pada pergantian rezim, tetapi berlanjut pada perlenyapan spontan segala otoritas dan hukum. Di sinilah tujuan akhir anarkisme, yaitu berupa asosiasi sukarela dari individu-individu otonom atau self goverment.

Program anarkisme merupakan dasar desentralisasi politik radikal sampai ke tangan individu terakhir. Sejauh liberalisme dipandang sebagai penegakan hukum (rule of law), anarkisme akan menunjang liberalisme.

Akan tetapi, di pihak lain anarkisme meradikalkan liberalisme dalam asas kebebasan dan otonomi. Tujuan anarkisme secara praktis tidak akan tercapai jika rule of law

yang menjadi medium sekaligus pembatas kesenjangan individu yang satu terhadap yang lain dilenyapkan.

Anarkisme adalah salah satu ideologi dan salah satu aliran pemikiran yang betul ada dan bukan untuk ditakuti dalam praktik kehidupan sehari-hari. Beberapa pemikiran anarkis tentang negara, antara lain, sistem hukum dan penegakan hukumnya dibuat dan dijalankan demi kepentingan kelas yang berkuasa dan pemilik kekayaan, metode hukumannya, antara lain, penjara adalah model barbarian, kekuatan angkatan bersenjata yang jauh melindungi masyarakat merupakan instrumen kekuatan yang kejam yang dirancang untuk perang, negara dijalankan dengan ongkos mahal dan boros dalam melaksanakannya, serta negara mempraktikkan birokrasi yang tidak efisien dan menetapkan pajak dengan sewenang- wenang. Reaksi permusuhan terhadap negara pemerintah dan otoritas yang terorganisasi ini diakarkan pada pengalaman awal kelaliman monarki dan otoritarian yang begitu khas di abad ke-19 di Rusia.

Pandangan anarkisme mengenai harta milik (Wlilliam Goldwin) adalah bahwa setiap harta benda yang seharusnya menjadi harta milik individu yang kepemilikan atasnya akan menghasilkan kebaikan yang paling besar bagi banyak orang. Harta milik hendaklah didistribusikan menurut klaim-klaim yang dibutuhkan di tempat-tempat yang mengharuskan adanya pemerataan kekayaan.

Perkembangan sains di bidang manajemen studi juga memengaruhi pemikiran para anarkis. Mesinisasi di bidang industri menjadikan manusia pekerja sebagai subsistem dari manajemen tersebut. Hal ini membuat manusia menjadi semacam robot hidup yang diatur berdasarkan siklus jam kerjanya sesuai dengan sistem manajemen. Di satu pihak, mesin tidak mengenal letih, sedangkan manusia pekerja butuh istirahat. Manajemen melihat hal ini sebagai suatu yang

kurang manusiawi sehingga berkembang ke manajemen hubungan manusia yang dimulai pada awal abad ke-20.

Jika dihadapkan dengan nilai-nilai Pancasila, Pancasila tidak mengenal azas kolektivitas dan tidak memprioritaskan individu. Pancasila mengambil jalur tengah berupa semua untuk semua, semua untuk satu, dan satu untuk semua. Oleh sebab itu, anarkisme tidak sesuai dengan Pancasila. Anarkisme menolak rule of law, sedangkan Pancasila adalah dasar dari hukum dasar Indonesia.

Fenomena berkembangnya "Asymmetric Warfare" perlu juga Kita waspadai peringatan pada tulisan Bungkarno tetang Jinghis Khan, .Maha Imperalis Asia, antara lain, "Yang paling menggairahkan di dalam kehidupan seorang laki-laki ialah: “Mematahkan iapunya musuh-musuh, menggiring mereka seperti ternak, mengambil dari mereka semua barang miliknya, mendengarkan tangisnya orang-orang yang mencintai mereka, menunggangi mereka punya kuda-kuda, dan memeluk mereka punya perempuan-perempuan yang paling cantik!” Semakin deras dan nyata ancaman yang Kita hadapi dari geliat pengaruh kerja sama antar bangsa yang semakin menunjukkan kekuatan hegemoninya. Sambutan di dalam negeri mulai terindikasi kebangkitan ideologi Komunis Gaya Baru (KGB) yang berlindung pada isu HAM dan isu klasik lainnya.

Pada peralihan ke abad ke-21 ini anarkisme memang sudah berada pada posisi kegagalan. Ideologinya sering dinamakan doktrin reaksioner dan tidak laku. Secara lebih halus ideologi tersebut akan dikatakan sebagai ideologi yang absurd romantis yang tidak dapat berdamai dengan realitas dari suatu dunia yang individualistis, birokratis, dan urbanistis. Namun, ideologi tidak dapat juga disepelekan karena kritiknya pada segi negatif dari negara dan birokrasinya, terutama di abad yang makin skeptis terhadap efisiensi dan manfaat tindakan suatu negara serta kebutuhan rohani yang radikal untuk mengatasi masalah perkotaan, ekologi, dan industri.

7. Feminisme

Ketimpangan struktural dalam masyarakat liberal kapitalis yang disoroti marxisme dipakai oleh feminisme sebagai titik tolak untuk mengungkapkan ketimpangan yang lebih fundamental dalam masyarakat kapitalistik, yaitu ketimpangan gender. Ideologi feminisme mencoba meyakinkan bahwa penindasan seksual "lebih mendasar" daripada "penindasan kelas". Dari tiga ide Revolusi Prancis, ide egalite (persamaan) harus diwujudkan secara radikal dalam bentuk kesetaraan gender.

Perjuangan feministik terhadap kesetaraan gender sudah sesuai dan inheren dalam modernisasi. Emansipasi dari prasangka purba manusia bahwa rumah atau ruang privat adalah lokus alamiah perempuan ditentang kaum feministik sebagai hal yang tidak alamiah, tetapi artifisial.

Melalui kemajuan teknologi modern, seperti penggunaan alat kontrasepsi, terungkap bahwa perempuan juga dapat tidak bergantung pada fungsi-fungsi domestik. Keperempuanan bukan hakikat yang tidak dapat diubah. Jika keprivatan keperempuanan dipersoalkan, distingsi privat dan publik dalam liberalisme akan digugat oleh feministik karena mereka menganggap distingsi tersebut artifisial yang dibuat berdasarkan konsensus masyarakat yang didominasi laki-laki. Menuntut kaum feministis, relasi kekuasaan bukan cuma pada dunia publik, melainkan telah merasuk sampai dunia privat, antara lain, terjadinya kekerasan pada perempuan dalam keluarga.

Seperti anarkisme dan marxisme, kritik feministik tampaknya hanya tinggal kritik saja dan tertinggal jauh oleh begitu cepatnya globalisasi serta tuntutan ekonomi pasar. Tuntutan feministis atas kesetaraan gender dalam pendidikan, partisipasi demokratis, akses ke dunia profesi, dan sebagainya

tampaknya belum banyak mengubah situasi. Begitu besarnya potensi perempuan sehingga membuat tuntutan dari kaum feminis patut dipertimbangkan adalah karena perempuan mengisi separuh penduduk dunia, melaksanakan hampir dua pertiga dari jam kerja dunia, tetapi menerima sepersepuluh pendapatan dunia dan memiliki harta milik kurang dari seperseratus harta milik dunia. Ternyata dunia belum adil pada perempuan. Nilai-nilai dalam Pancasila memiliki nilai kesetaraan kesederajatan sehingga dalam idealisme Pancasila tidak ada perbedaan status hak dan kesempatan antara perempuan dan laki-laki.

Akan tetapi, Pancasila tidak terfokus pada kesetaraan yang terlalu khusus antara laki-laki dan perempuan, seperti yang diperjuangkan oleh kaum feministis. Pancasila memiliki nilai keharmonisan antara yang alamiah dan sosial sehingga walaupun tidak membedakan laki-laki dan perempuan dalam status hak dan kesempatan, Pancasila tidak menganggap pria sama dengan wanita karena secara kodrat alamiah memang berbeda. Pada peralihan abad ke-21 ini, peran perempuan makin menonjol dalam hampir semua kegiatan, baik sosial, politik, ekonomi, maupun hankam. Perolehan peran-peran ini dalam kehidupan masyarakat tidak hanya murni tuntutan kaum feministis, tetapi lebih banyak karena perkembangan sosial di masyarakat itu sendiri. Perkembangan politik akan memicu perkembangan ekonomi dan perkembangan ekonomi akan memicu perkembangan sosial.

Hambatan terbesar dalam kesetaraan gender ini untuk masa kapan pun adalah di bidang agama, terutama pada agama Katolik dan Islam yang merupakan agama terbesar di dunia saat ini. Kedua agama tersebut sampai saat ini dan sampai kapan pun tidak akan mengizinkan "imam" dari kaum perempuan karena terkait dengan ajaran yang dogmatis. Beberapa ayat di kitab suci pun memunculkan dominasi suami dalam keluarga pada saat istri harus menghomati suami sebagai kepala keluarga.

8. Ekologisme

Ketika semua ideologi lain memusatkan diri pada dunia sosial, ada satu ideologi yang prihatin terhadap dunia alamiah, yaitu ekologisme yang juga merupakan biosentrisme. Modernisasi kapitalistik merupakan bentuk perkosaan manusia terhadap ibu bumi sehingga terjadi analogi antara nasib alam dengan nasib perempuan dalam feminisme yang memunculkan aliran baru ekofeminisme. Alam yang ditanamkan oleh industrialisasi dan teknologisasi pada gilirannya akan membentuk dan membuat bumi menjadi tempat yang tidak layak lagi didiami oleh manusia.Ekologisme ingin berusaha menghindarkan manusia dari malapetaka itu. Programnya, antara lain, ekonomi hijau, politik hijau, dan masyarakat hijau. Sekilas tampaknya ideologi ini hanya beroperasi dengan reparasi-reparasi kerusakan yang ditimbulkan oleh modernisasi kapitalistik, yakni program penghijauan atau tanah yang telah ditanduskan. Ideologi ini memiliki tuntutan yang lebih dalam lagi untuk mengubah gaya hidup kapitalis yang hedonistis dan konsumtif lewat penarikan diri dari antroposentrisme yang mengajarkan bahwa manusia lebih berhak hidup di bumi ini daripada makhluk alamiah lainnya. Ajaran ekologisme ini berhasil memunculkan kesadaran ekologis sejak awal pembentukannya pada abad ke-18.

Ekologisme sebenarnya sudah ada dalam budaya masyarakat tradisional sebelum dimanipulasi dan dieksploitasi oleh ekonomi pasar. Kebebasan otonomi dan kesamaan yang diperjuangkan liberalisme tidak lebih dari antroposentrisme yang membahayakan lingkungan. Di sini terlihat bahwa ekologisme secara sistematis mengangkat keberadaan yang sebenarnya secara potensial sudah ada dalam kebudayaan- kebudayaan dan dilakukan oleh kapitalisme. Secara alamiah ekologisme lahir seumur dengan peradaban manusia yang menyatu dengan alamnya dan baru pada abad ke-18 mulai

muncul pemikir, seperti Thomas Malthus yang menyatakan bahwa pertumbuhan manusia meningkat secara geometris, sedangkan produksi makanan hanya meningkat secara aritmetris sehingga dikhawatirkan terjadi kelaparan pada masa depan. Pemikir lain dari Amerika Serikat, yaitu John Muir (1838-1946) yang secara resmi sudah mendesak pemerintah untuk memelihara hutan belantara, dan Gillord Penchot (1865- 1946) mendesak perlindungan terhadap sumber daya alam karena nilai kemanfaatannya. Gagasan keduanya memunculkan ide preservasionis (Muir) dan konservasionis (Pinchot) yang telah diwariskan kepada kita sampai saat ini.

Jika dihadapkan dengan nilai Pancasila, paham ini memiliki banyak kesamaan karena Pancasila mengakui hubungan manusia dengan alam lingkungannya. Berkaitan dengan sila

Persatuan Indonesia, persatuan yang dimaksud bukan hanya

persatuan sesama bangsa, melainkan juga persatuan dengan bumi tempat berpijak. Perbedaannya adalah bahwa dalam Pancasila tidak hanya ada hubungan manusia dengan alam lingkungan, tetapi juga ada hubungan dengan Tuhan penciptanya serta sesama manusia. Ekologisme peralihan abad ke-21 akan terus ada dan makin berpengaruh karena isu global, seperti isu lingkungan hidup yang makin kuat memengaruhi segala kehidupan manusia. Memang ada sedikit perbedaan antara Ekologisme dan aliran lingkungan

(environmentalisme). Gerakan hijau makin diperlukan dan ada

dalam kehidupan manusia. Dengan makin kuatnya gerakan hijau mengemukakan permasalahan yang berkaitan dengan program ekologi dan menekankannya sebagai unsur politik, masa depan ekologisme akan terus cerah.

9. Nasionalisme

Ideologi nasionalisme agak berbeda dari ideologi lain yang lahir karena reaksi atau bentuk dan koreksinya terhadap liberalisme. Nasionalisme sebagai suatu kesadaran dan perasaan sentimental sebangsa sudah ada seumur dengan peradaban manusia. Ideologi ini tidak sekadar mengeksplorasi

kesadaran modern, tetapi juga sudah memiliki ide-ide kolektif asli yang masih murni utuh. Bangunan tentang kelompok original itu, baik bangsa, ras, maupun agama dapat mengutuhkan kembali identitas kolektif yang luntur akibat proses modernisasi kapitalistis. Elemen-elemen kesadaran modern, seperti konsep kedaulatan dan rasionalitas penguasaan massa jalin-menjalin dengan sentimen ke-"kita"- an yang ditimba banyak dari masa silam.

Nasionalisme modern lahir dari Revolusi Prancis dan menjadi saudara kembarnya liberalisme. Dalam kategori bangsa (nation) dicakup asas kenegaraan, kewarganegaraan, dan kebebasan universal. Dahulu kala masyarakat membangsa hingga menegara karena ras. Akan tetapi, dengan terjadinya mobilisasi penduduk akibat kelaparan, epedemi, bencana alam, dan perang suku di suatu wilayah tertentu, sudah sulit mendapatkan masyarakat yang seratus persen seetnis. Masyarakatnya sudah multietnis dan heterogen. Masyarakat yang multietnis dan heterogen ini ingin membangsa dan menegara dan menurut Ernest Renan persyaratannya adalah "ada kehendak ingin bersatu". Persatuan ini diperkuat lagi dengan ilmu geopolitik, yaitu persatuan antara manusia dan tanah tempat berpijak. Nasionalisme modern adalah demosentris dan bukan etnosentris. Namun, ada kecenderungan suatu bangsa ingin memunculkan identitasnya karena identitas merupakan salah satu sarana memperkuat bangsa (nation) tersebut. Identitasisme akan mengarah pada kekitaan dan paham bangsa yang mengarah pada kekitaan tidak sesuai dengan nilai Pancasila terutama sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Nilai Kemanusiaan adalah nilai universal yang membuat bangsa saling menghormati dengan bangsa lain. Ir Soekarno dalam menyampaikan pidato usul dasar negara mengusulkan

internasionalisme/perikemanusiaan untuk membatasi

nasionalisme fanatis yang mengarah pada chauvinisme dan etnosentrisme. Banyak pemikir menyampaikan soal pemikiran mereka tentang nasionalisme, antara lain, Max Weber yang

mengatakan bahwa nasionalisme merupakan suatu ideologi yang memiliki kekuatanpengaruh yang

menggerakkan serta merupakan perasaan menjadi bagian dari sesuatu dan berfungsi membangun perasaan bagi satu komunitas nasional. Para penyebar ideologi ini mengantributkan kepada negara mereka suatu identitas kultural yang khas yang menetapkan negara itu terpisah dari negara lain dan memberikan suatu tempat khusus di dalam proses historis. Komunitas ini diidentifikasikan dengan seperangkat karakteristik unik yang berasal dari realitas konstitusional, historis, geografis, agama, bahasa, etnis, atau genetis.

Selama negara bangsa yang muncul menegakkan prinsip civil society sebagai proses ketika semua penduduk tetap menikmati sepenuhnya hak asasi manusia karena kewarganegaraan terlepas dari kriteria etnis, nasionalisme tidak dapat dipecah dari liberalisme politik dan menghasilkan nasionalisme liberal. Dengan demikian, identitas-identitas subjektif yang berupa kecintaan pada negara akan menimbulkan patriotisme yang dapat dibedakan dari identitas primer (etnis).

Dalam masyarakat patrional kebutuhan yang universal terhadap identitas dan rasa memiliki sering dipenuhi oleh bentuk kecintaan objektif yang hebat pada tanah air

(chauvinisme) atau pada etnis sendiri (etnosentrisme). Orang sering memelihara perasaan ini dengan memusuhi negara etnis atau kelompok lain yang berbeda yang ada dalam negara. Emosi semacam ini rentan terhadap muatan yang revolusioner. Dalam kasus ini nasionalisme dapat berlaku sebagai legitimasi terhadap kebencian kepada orang asing

(xenofobia) dan diskriminasi berdasarkan etnis (rasisme). Baik nasionalisme liberal maupun nasinalisme dengan identitas primer tidak cocok dengan Pancasila karena muatan individualisme dan kebebasan dalam nasionalisme liberal sangat kuat, sedangkan identitas primer akan memunculkan

chauvinisme. Kebangsaan Indonesia ke dalam menganut semua untuk semua, semua untuk satu, dan satu untuk

semua, sedangkan kebangsaan Indonesia ke luar menganut saling menghormati antarbangsa di dunia. Pancasila tidak mengenal diskriminasi sehingga Pancasila tidak mengenal chauvinisme.

Dalam peralihan ke abad ke-21 pengaruh etnosentris sangat kuat dalam membentuk negara. Hal itu dapat dilihat dari pecahnya Uni Soviet. Negara aslinya muncul kembali dengan etnosentrisme yang sangat kuat pada negara barunya. Yugoslavia pecah kembali karena etnosentrisme dengan membentuk negara pecahan.

Cekoslovakia pecah juga karena pengaruh

etnosentrisme ras Ceko dan Slovakia. Ada upaya negara bagian Quebec di Kanada memisahkan diri dari negara induknya Kanada karena etnosentrisme. Bangsa Kurdi yang berada di perbatasan Turki, perbatasan Irak, dan perbatasan Iran ingin menegara berdasarkan etnosentrisme, tetapi menemui kendala dari negara induk Turki, Irak, dan Iran yang tidak mau negara Kurdistan berdiri.

10. Fasisme

Fasisme melihat demokrasi liberal sebagai sesuatu yang mengasingkan manusia dan mengancam kohesi sosial. Dengan demikian, ideologi ini tidak saja kembali ke kolektivisme, tetapi juga mementaskan mitos kepemimpinan gaya khas fasisme dalam mencapai tujuan politiknya, yaitu partai massa, pemimpin kharismatik, pemakaian teror, dan propaganda total. Ideologi ini memusuhi liberalisme, konservatisme, dan komunisme sekaligus. Orang menganggap fasisme sebagai kegagalan modernitas, tetapi ada paham yang memandangnya sebagai tahap perkembangan di dalam modernitas kapitalistis itu sendiri. Ideologi ini termasuk yang paling kompleks karena menggabungkan filsafat yang berjauhan satu sama lain, seperti ide tentang kuasa elite dari Plato, kehendak umum dari Rousseau, prioritas atas individu dari Hegel, pemujaan

kekuasaan dan mitos keyakinan akan elan sejarah dari Bergson, serta kultur kekerasan dari Sorel. Berbagai arus pemikiran tersebut terhimpun secara mendalam di satu titik yang berfungsi sebagai legitimasi kekuasaan totalitas.

Di dalam bukunya, Mein Kampf Hitler menuliskan bahwa ekonomi ini merupakan tingkat kegunaan kedua atau ketiga dan ekonomi harus dilihat sebagai bagian dari tujuan yang lebih luas. Fasisme klasik lebih menonjol pada serangan- serangan terhadap ideologi lain, khususnya komunisme, konservatisme, dan terutama liberalisme. Sebagai pendatang baru di dunia politik, fasisme memosisikan eksistensinya dengan menyerang ideologi yang sudah mantap. Fasisme klasik bercirikan partai massal dengan menggunakan propaganda yang luas dan dipimpin oleh pemimpin karismatik.

Sesudah tahun 1945, fasisme klasik dianggap sampah politik, lalu muncul fasisme baru yang dikenal dengan neo- fasisme, antara lain, beberapa rezim besar, seperti Pinochet di Cili dan Saddam Husein di Irak. Pemikir neo- fasisme berupaya untuk merevisi fasisme klasik, tetapi neo-fasisme muncul berbeda- beda. Bahkan, ada yang masih mendewakan kembali antisemitisme Hitler. Beberapa neo- fasisme mendukung Eropaisme dengan maksud menyelamatkan Eropa dari neo- komunisme.

Jika dihadapkan dengan Pancasila, ideologi tersebut tidak cocok dengan nilai Pancasila karena Pancasila menolak chauvinisme, sedangkan fasisme memujanya. Asas mufakat dan asas kemanusiaan dalam Pancasila bertentangan dengan metode propaganda total dan praktek antisemitisme yang telah dipraktekkan dalam pembunuhan

Dalam dokumen BUKU BAHAN AJAR BS IDEOLOGI (Halaman 79-92)